Askep Cedera Kepala

60
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II TINGKAT III SEMESTER VI T.A 2011/2012 Diajukan Sebagai Tugas Makalah Seminar Keperawatan Medikal Bedah II Disusun Oleh : Kelompok II Nama Anggota: Viky Putri 091.0711.063 Evi Diyanti 091.0711.087 Natalia Sembiring 091.0711.057 D. Elizabeth Sitinjak 091.0711.079 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Transcript of Askep Cedera Kepala

Page 1: Askep Cedera Kepala

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CEDERA

KEPALA

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

TINGKAT III SEMESTER VI T.A 2011/2012

Diajukan Sebagai Tugas Makalah Seminar Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun Oleh :

Kelompok II

Nama Anggota:

Viky Putri 091.0711.063

Evi Diyanti 091.0711.087

Natalia Sembiring 091.0711.057

D. Elizabeth Sitinjak 091.0711.079

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2012

Page 2: Askep Cedera Kepala

LEMBAR KOREKSI TUGAS SEMINAR

MATA AJAR KMB II

Kelompok : 2

Judul Makalah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cedera Kepala

Hari/Tanggal FeedBack Paraf Keterangan

Jakarta,………………….

(Koordinator M.A)

Page 3: Askep Cedera Kepala

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami selaku

penyusun akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah seminar Keperawatan Medikal Bedah

II dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala” sebagai

tugas kelompok dalam semester ini.

Tujuan dari penulisan makalah seminar ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

Keperawatan Medikal Bedah II. Makalah ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang

relevan, baik buku-buku diktat kedokteran, keperawatan, dari internet dan lain sebagainya.

Tidak lupa ucapan terima kasih penyusun haturkan kepada semua pihak yang membantu

terselesaikannya makalah ini, yaitu:

1. Ns. Seven Sitorus, S.Kep sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan serta membantu dalam proses pengerjaan makalah, sehingga

dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan dengan baik.

2. Ns. Santi Herlina, S.Kep sebagai Tim Dosen dari mata kuliah Keperawatan Medikal

Bedah II

3. Ns. Ani Widiastuti, S.Kep sebagai Tim Dosen dari mata kuliah Keperawatan Medikal

Bedah II

4. Ns. M. Fandizal, S.Kep sebagai dosen koordinator sekaligus Tim Dosen dari mata

kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Tentu saja sebagai manusia, penyusun tidak dapat terlepas dari kesalahan. Karena itu

penyusun merasa perlu untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang.

Kelompok mengharapkan masukan baik berupa saran maupun kritikan demi

perbaikan yang selalu perlu untuk dilakukan agar kesalahan - kesalahan dapat diperbaiki di

masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kelompok sendiri

khususnya maupun bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 20 Maret 2012

Penyusun

Page 4: Askep Cedera Kepala

DAFTAR ISI

Nama Anggota

Lembar Penilaian

Lembar Konsultasi

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangB. Tujuan PenulisanC. Ruang LingkupD. Metode PenulisanE. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. AnatomiB. FisiologiC. Konsep Dasar

1. Pengertian2. Etiologi3. Manifestasi Klinik4. Patofisiologi5. Patoflow6. Komplikasi7. Pemeriksaan Diagnostik8. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis

D. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian2. Diagnosa Keperawatan3. Intervensi4. Implementasi5. Evaluasi

BAB III PENUTUP

A. KesimpulanB. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: Askep Cedera Kepala

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau

deselarasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak otak. Cedera

kepala di bagi menjadi dua yaitu cedera kepala primer merupakan kerusakan yang

terjadi pada otak segera setelah trauma. Cedera otak sekunder merupakan kerusakan

yang berkembang kemudian sebagai komplikasi ( Grace A. Pierce, 2006)

Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di negara

berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan

dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat. Distribusi kasus

cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15–44 tahun dan

lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Penyebab

cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas 75% korban tewas,

disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak). Cedera kepala berperan pada hampir

separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma.

(www.tempo.co.id/medika/arsip/2007)

Cedera kepala bertanggung-jawab atas separuh kematian karena cedera. Untuk

setiap kematian, terdapat dua kasus dengan cacat tetap, biasanya sekunder terhadap

cedera kepala. Penyebab kecacatan atau kematian yang dapat dicegah antara lain

adalah keterlambataan resusitasi atas hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi,

keterlambatan tindakan definitif terutama terhadap hematoma intrakranial yang

berkembang cepat, serta kegagalan mencegah infeksi.

Perawat kritis berada pada sentral untuk memahami perubahan psikologis dan

fisiologis dimana pasien cedera kepala dirawat pada limgkungan perawatan akut.

Preventif dapat dilakukan dengan memberikan nasehat tentang pemberian diet,

istirahat serta pengawasan pada pasien yang teratur. Peran perawat dalam

memberikan pelayanan kuratif yaitu perawat dalam memberikan pelayanan

rehabilitatif yaitu yang bersifat menyeluruh dan berkesinambungan sehingga perawat

dapat melaksanakan perannya sebagai pelaksana asuhan keperawatan kepada pasien

cedera kepala secara tepat dan efisien sesuai dengan kebutuhan dengan pendekatan

proses keperawatan.

Page 6: Askep Cedera Kepala

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Cedera Kepala secara global/umum.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam konsep

dasar dari cedera kepala dari anatomi, fisiologi, pengertian, etiologi,

manifestasi klinik, patofisiologi, patoflow dan penatalaksanaan medis

maupun keperawatan.  

b. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada klien

dengan cedera kepala dari aspek bio, psikososial dan spiritual.

c. Mahasiswa dapat merumuskan diagnosis keperawatan dan menentukan

prioritas masalah pada klien dengan cedera kepala.

d. Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan

diagnosis keperawatan serta dapat melaksanakan rencana

tindakan pada klien dengan cedera kepala.

e. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi berdasarkan rencana

tindakan yang telah dibuat.

f. Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil akhir terhadap tindakan

keperawatan yang telah diberikan pada klien dengan cedera kepala.

C. Ruang Lingkup

Dalam makalah ini penulis hanya membahas mengenai asuhan keperawatan pada

klien dengan cedera kepala. Penulis berbagi informasi mengenai asuhan keperawatan

ini kepada kalangan pembaca dari mahasiswa keperawatan maupun tenaga medis

lainnya.

D. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode

deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Teknik yang digunakan

dalam pengumpulan data pada penulisan makalah ini adalah Study Kepustakaan.

Dimana dalam proses pengumpulan data menggunakan berbagai literatur, artikel dan

referensi lain, baik dari ilmu keperawatan, kedokteran hingga ilmu kesehatan lainnya.

Page 7: Askep Cedera Kepala

E. Sistematika Penulisan

Pada makalah seminar ini terdiri dari tiga bab, beberapa subbab dan anak subbab,

yang penulisannya terdiri dari lembar penilaian, lembar konsultasi, kata pengantar

serta daftar isi.

Pada BAB I: PENDAHULUAN terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang

lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Pada BAB II: TINJAUAN TEORITIS terdiri dari anatomi fisiologi, konsep dasar

(yang dibagi menjadi 8 bagian yaitu pengertian, etiologi, manifestasi klinik,

patofisiologi, patoflow, komplikasi, pemeriksaan diagnostik serta penatalaksanaan

keperawatan dan medis), dan asuhan keperawatan (yang terdiri dari lima bagian yaitu

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi).

Pada BAB III: PENUTUP berisi kesimpulan serta saran. Dan terakhir terdapat daftar

pustaka.

Page 8: Askep Cedera Kepala

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. ANATOMI

Frontal View

Side View

(Atlas of Human Skull Bones and Facial Bones, 2007)

Page 9: Askep Cedera Kepala

B. FISIOLOGI

Rangka Aksial terdiri dari tulang-tulang dan bagian kartilago yang melindungi dan

menyangga organ-organ kepala, leher dan dada. Bagian rangka aksial meliputi

tengkorak, tulang hioid, oksikel auditori, kolumna vertebra, sternum dan tulang iga.

Pada makalah ini kami akan membahas mengenai anatomi kepala.

1. Tengkorak

Tersusun dari 22 tulang: 8 tulang kranial dan 14 tulang fasial.

a. Kranium membungkus dan melindungi otak.

1) Tulang frontal membentuk dahi, langit-langit rongga nasal,

dan langit-langit orbita (kantong mata).

a) Tulang frontal pada tahap kehidupan embrio terbentuk

menjadi dua belahan yang pada masa kanak-kanak awal

befusi dengan penuh.

b) Tuberositas frontal adalah dua tonjolan yang berbeda

ukuran dan biasanya lebih besar dari pada tengkorak

muda.

c) Arkus supersiliar adalah dua lengkungan yang

mencuat dan menyatu secara medial oleh suatu elevasi

halus yang disebut glabela.

d) Tepi supraorbital, yang terletak dibawah lengkungan

supersiliar dan membentuk tepi orbita bagian atas.

Foramen supraorbital (atau takik pada beberapa

tengkorak) merupakan jalan masuk arteri dan saraf.

2) Tulang parietal membentuk sisi dan langit-langit kranium

a) Sutura sagital, yang menyatukan tulang parieal kiri dan

kanan, sendi mati yang disatukan fibrokartilago.

b) Sutura koronal, menyambung tulang parietal ke tulang

frontal.

c) Sutura lambdoidal menyambung tulang parietal ke

tulang oksipital

3) Tulang oksipital membentuk bagian besar dan bagian

belakang kranium.

Page 10: Askep Cedera Kepala

a) Foramen magnum adalah pintu oval besar yang

dikelilingi tulang oksipital. Foramen ini menghubung

rongga kranial dengan rongga spinal.

b) Protuberans oksipital eksternal adalah suatu proyeksi

yang mencuat diatas foramen magnum

c) Kondilus oksipital adalah dua prosesus oval pada

tulang oksipital yang berartikulasi dengan

vertebraserviks pertama, atlas

4) Tulang temporal membentuk dasar dan bagian sisi dari

kranium. setiap tulang temporal ireguler terdiri dari empat

bagian.

a) Bagian skuamosa, bagian terbesar, merupakan

lempeng pipih dan tipis yang membentuk pelipis.

Presesus zigomatikus menonjol dari bagian skuamosa

pada setiap tulang temporal. Tonjolan tersebut bertemu

dengan bagian temporal dari setiap tulang zigomatikus

untuk membentuk arkus zigomatikus.

b) Bagian petrous terletak didalam dasar tengkorak dan

tidak dapat dilihat dari samping. Bagian ini berisi

struktur telinga tengah dan telingan dalam.

c) Bagian mastoid terletak dibelakang dan dibawahliang

telinga. Prosesus mastoid adalah tonjolan mebulat yang

mudah teraba dibelakang telinga.

pada orang dewasa prosesus mastoideus mengandung

ruang-ruang udara, yang disebut sel-sel udara mastoid

(sinus), dan dipisahkan dari otak oleh sekat tulang yang

tipis.

inflamas pada sel udara mastoid (mastoiditis) dapat

terjadi akibat infeksi telinga tengah yang tidak diobati.

d) bagian timpani terletak disisi inferior bagian squamosa

dan sisi anterior dari bagian mastoid. Timpani berisi

saluran telinga (meatus auditori eksternal) dan

memiliki prosesus stiloid yang ramping untuk melekat

pada ligamen stiloid.

Page 11: Askep Cedera Kepala

5) Tulang etmoid adalah struktur penyangga penting dari rongga

nasal dan berperan dalam pembentukan orbita mata. Tulang ini

terdiri dari empat bagian.

a) Lempeng plate kribriform membentuk sebagian

langit-langit rongga nasal dan terperforasikan untuk

lajur saraf olfaktori. Bagian krista galli ( disebut

demikian karena kemiripannya dengan jengger ayam

jnatan ) adalah prosesus halus triangular yang menonjol

ke dalam rongga kranial diatas lempeng kribriformis

dan berfungsi sebagai tempat perlekatan pelapis otak.

b) Lempeng perpendikular meninjol kearah bawah di

sudut kanan lempeng kribriform dan membentuk bagian

septum nasal yang memisahkan dua rongga nasal.

c) Masa lateral mengandung sel-sel udara atau sinus

etmoid tempat mensekresi mukus.

d) Konka nasal superior dan tengah, atau turbinatur,

menonjolsecara media dan berfugsi untuk memperluas

area permukaan rongga nasal ( konka nasal nferior

merupakan tulang tersendiri ).

6) Tulang sfenoid berbentuk seperti kelelawar dengan sayap

terbanting. Tuang ini membentuk dasar anterior kranium dan

berartikulasi ke arah lateral dengan tulang temporal dan ke arah

anterior dengan tulang etmoid dan tulang frontal.

a) Bukan sfenoid memiliki sesuatu lekukan, sela trusika

atau “ pelana turki ” yang menjadi tempat klenjar

hipofisis.

b) Sayap besar dan sayap kecil menonjol ke arah lateral

dari badn tulang.

c) Prosesus pterigoid menonjol kearah inferior dari badan

tulang dan membentuk dinding rongga nasal.

7) Osikel auditori tersusun dari maleus, inkus, dan stapes (tapal

kudal).

8) Tulang womian adalah tulang kecil, yang jumlahnya

bervariasi, dan terletak dlam sutura.

Page 12: Askep Cedera Kepala

2. Tulang-tulang wajah tidak tersentuhan dengan otak. Tulang tersebut

disatukan sutura yang tidak dapat bergerak, kecuali pada mandibula atau

rahang bawah.

a) Tulang-tulang nasal membentuk penyanggah hidung dan

berartikulasi dengan septum nasal.

b) Tulang-yulang palatum membentuk bagian posterior langit-langit

mulut. (langit0langit keras), bagian tulang orbital dan bagian rongga

nasal.

c) Tulang-tulang zigomatik (malar) membentuk tonjolan pada tulang

pipi. Setiap prosesus temporal berartikulasi dengan prosesus

zigomatikus pada tulang temporal.

d) Tulang-tulang maksilar membentuk rahang atas.

(a) Prosesus alveolar mengandung sekot gigi bagian atas.

(b) Prosesus zigomatikus memanjang keluar untuk bersatu dengan

tepiinfraorbital pada orbira. Foramen infraorbital memperforasi

maksial disetiap sisi untuk mentransmisi saraf pada pembuluh

darah ke wajah

(c) Prosesus platinus membentuk bagian anterior pada langit-langit

keras.

(d) Sinus maksilar, yag kosong sampai kerongga nasal, merupakan

bagian dari empat sinus pranasal.

(Fisiologi Kedokteran, 2005)

e) Tulang lakrimal berukuran kecil dan tipis, serta terletak diantara tulang

etmoid dan maksila pada orbita. Tulang lakrimal berisi suatu celah

untuk lintasan duktus lakrimal, yang mengalirkan air mata ke rongga

nasal.

f) Tulang vomer membentuk bagian tengah dari langit-langit keras

diantara platum dan maksila, serta membentuk septum asal.

g) Kona nasal inferior (turbinatum). Lihat konka superior dan tengan pada

bagian IIA 1e (4)

h) Mandibular adalah tulang bagian bawah

(a) Bagian alveolar berisi soket gigi bawah.

Page 13: Askep Cedera Kepala

(b) Rumus mandibular yang terletak dikedua sisi rahang memiliki

dua prosesus

a. Prosesus kondiloid berfung si utuk artikulasi dengan

tulang temporal pada fosa mandibular

b. Prosesus koronoid berfungsi sebagai tempat pelekatan

otot temporal.

3. Tulang hioid adalah tulang terbentuk kapal kuda yang unik karena tidak

berartikulasi dengan tulang lain. Tulang hioid ini dipotong oleh ligament dan

otot dari prosesus stiloideus temporal.

4. Sinus pranasal ( frontal, etmoidal, sfenoidal, dan maksilar)terdiri dari ruang-

ruang udara dalam tulang tengkorak yang yang berhubungan denagn rongg

nasal. Sinus tersebut berfungsi sebagai berikut :

a. Untuk memperingan tulang-tulang kepala

b. Untuk memberikan resonansi pada suara dan membantu dalam proses

bicara

c. Untuk memproduksi mucus yang mengalir ke rongga nasal dan

membantu menghangatkan serta melembabkan udara yang masuk.

Page 14: Askep Cedera Kepala

ANATOMI OTAK

FISIOLOGI OTAK

1. Otak

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer

dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga

tengkorak (cranium) di bungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak di dalam

rongga cranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya

memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.

a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta

hipotalamus.

b. Otak tengah, tegmentum, krus serebium, korpus kuadrigeminus.

c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medula oblongata, dan serebelum.

Fisula dan sulfus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah.korteks serebri

terlipat secara tidak teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebus sulkus. Sulkus

yang paling dalam membentuk fisura longitudinalis dan lateralis. Daerah atau lobus

letaknya sesuai dengan tulang yang berada diatasnya (lobus frontalis, temporalis,

parientalis, dan oksipitalis).

Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media lateralis memisahkan

lobus tempralis dari lobus frontalis sebelah anteriore dan dan lobus parientalis sebelah

Page 15: Askep Cedera Kepala

posterior. Sulkus sentralis memisahkan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus

sentralis juga memisahkan lobus frontalis dari lobus parientalis.

2. Meningen

Meningen atau selaput otak adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum

tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan

cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri

dari tiga lapisan.

a. Duramater (lapisan luar) adalah selaput kertas pembungkus otak yang

berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Dibagian tenggkorak terdiri dari

selaput tulang tengkorak dan durameter propia di bagian dalam. Didalam

kanalis vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Duramater terdiri dari

epidural dan subdural. Duramater pada tempat tertentu mengandung

rongga yang menggalirkan darah vena dari otak. Rongga ini dinamakan

sinus longitudinal superior, terletak diantara kedua hemisfer otak.

b. Arachnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan

duramater dengan piamater membentuk sebuah kantong atau balon berisi

cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. Medula spinalis

terhenti setinggi di bawah lumbal I-II, terdapat sebuah kantong berisi

cairan, berisi saraf perifer yang keluar dari medulla spinalis. Lokasi ini

dapat dimanfaatkan untuk mengambil cairan otak yang disebut fungsi

lumbal.

c. Piamater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat

pada permukaan jaringan otak. Piamater berhubungan dengan arakhoid

melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel. Tepi falks

serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior

yang mengeluarkan darah dari flaks serebri. Tentorium memisahkan

serebri dengan sereberum.

d. System ventrikel terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang

berhubungan satu sama lainnya ke dalam rongga itu. Pleksus koroid

mengalirkan cairan (liquor serebrospinalis). Pleksus koroid dibentuk oleh

jaringan pembuluh darah kapiler otak tepi, bagian piamater membelok ke

dalam ventrikel dan menyalurkannya ke serebrospinalis. Cairan

serebrospinalis adalah hasil sekresi pleksus koroid. Cairan ini bersifat

Page 16: Askep Cedera Kepala

alkali bening mirip plasma. Sirkulasi cairan serebrospinalis. Cairan ini

disalurkan oleh pleksus koroid dalam ventrikel yang ada dalam otak,

kemudian cairan ini masuk ke dalam kanalis sumsum tulang belakang dan

ke dalam ruang subaraknoid melalui ventrikularis. Setelah melintasi

ruangan seluruh otak dan sumsum tulang belakang maka kembali ke

sirkulasi melalui granulasi arachnoid pada sinus (sagitalis superior).

Perjalanan cairan serebrospinalis. Setelah meninggalkan ventrikel lateralis

(ventrikel I-II) cairan otak dan sumsum tulang belakang menuju ventrikel

III melalui foramen monroi dan terus ke ventrikel IV melalui aquaduktus

silvi cairan di alirkan kebagian medial foramen magendi selanjutnya ke

sisterna magma dan ke kanalis spinalis. Dari sisterna magma cairan akan

membasahi bagian-bagian dari otak. Selanjutnya, cairan ini akan di

absorpsi oleh vili-vili yang terdapat pula arachnoid. Cairan ini jumlahnya

tidak tetap, biasanya berkisar antara 80-200 cm, mempunyai reaksi alkalis.

Komposisi cairan serebrospinalis terdiri dari air, protein, glukosa, garam,

dan sedikit limfosit, dan karbon dioksida.

3. Serebrum

Serebrum (otak besar) merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak

berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-masing

disebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media. Otak mempunyai 2

permukaan permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua permukaan ini dilapisi oleh

lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih terdapat

bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Pada otak besar di temukan beberapa

lobus yaitu:

a. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan

suku sentralis

b. Lobus parietalis, terdapat di depan surkus sentralis dan di belakangi

oleh korako-oksipitalis

c. Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di

depan lobus oksipitalis

d. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.

Page 17: Askep Cedera Kepala

Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi

dan banyaknya area. Campbel membagi untuk kortek serebri menjadi 20 area. Secara

umum korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian:

a. Korteks sensori. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri

yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani

suatu alat atau bagian tubuh untuk bergantung pada fungsi alat yang

bersangkutan. Disamping itu juga korteks sensori bagian fisura lateralis

menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.

b. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri

merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual,

ingatan berfikir, merangsang yang diterima diolah dan disimpan serta

di hubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis

mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.

c. Korteks motoralis menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi

utamanya adalah konstribusi pada traktus piramidalis yang mengatur

bagian tubuh kontralateral.

d. Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan

sikap mental dan kepribadian.

Pusat bicara. kemampuan berbicara pada atau bahasa hanya terdapat pada

manusia dan mempunyai pusat pada temporalis dan lobus parientalis. Gangguan

terhadap hubungan terhadap hubungan antara korteks bebricara sensori dan motoris

maka akan timbul gangguan kemampuan untuk berbicara spontan.

Ganglia basalis. Kumpulan badan-badan sel saraf di dalam diensefalon dan

menensefalon yang berfungsi pada aktivitas motorik (menghambat tonus otot,

menentukan sikap), gerakan dasar yang terjadi otomatis seperti ekspresi wajah dan

lenggang lengkok waktu berjalan.

Capsula interna terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik

yang menyambung korteks serebri dengan batang otak dan sumsum tulang

belakang.pada saat melintasi substransi kelabu, berkas saraf ini berpadu satu sama

lain dengan erat.

Page 18: Askep Cedera Kepala

4. Batang Otak

Diensefalon ke atas berhubungan dengan serebrum dan medulla oblongata ke bawah

dengan medulla spinalis.batang otak terdiri dari:

a. Diensefalon bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebrum

dengan mesensefalon.kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian

depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap

samping. Fungsi dari diensefalon:

1) Vasokonstriktor, mengecil pembuluh darah

2) Respiratori, membantu proses persarafan

3) Mengontrol kegiatan reflex

4) Membantu kerja jantung.

b. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang

menonjol ke atas. Dua disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus

superior dan dua disebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.

Fungsinya:

1) Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.

2) Memutar mata dan pusat pergerakan mata.

3) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon

dengan pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di

antara otak tengah dan medulla oblongata. Disini terdapat

premotoksoid yang mengatur gerakan pernafasan dan reflex.

Fungsinya:

c. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medulla

oblongata dengan serebelum atau otak besar.

d. Pusat saraf vernus trigeminus.

e. Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah

yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis. Fungsinya:

1) Mengontrol kerja jantung

2) Mengecilkan pembuluh darah

3) Pusat pernafasan

4) Mengontrol kegiaan reflex

Page 19: Askep Cedera Kepala

5. Serebelum

Serebelum atau otak kecil terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak

dipisahkan dengan sereblum dan fisura transversalis di belakangi oleh pons varili dan

diatas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris,

merupakan pusat koordinasi dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian

yang melebar pada lateral disebut hemister. Korteks serebelum di betuk untuk oleh

substansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu granula luar, lapisan purkinje, lapisan

granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus

melewat serebelum.

6. Fungsi Sistem Saraf

System saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi otot,

peristiwa visseral yang berubah dengan cepat, menerima ribuan informasi dan

berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikannya untuk menetukan reaksi

yang harus dilakukan tubuh. Membran sel bekerja sebagai suatu sekat pemisah yang

amat efektif dan selektif antara cairan ekstrakseluler dan cairan intraseluler. Di dalam

ruangan ekstrakseluler, disekitar neuron, terdapat cairan dengan kadar ion natrium dan

klorida. Sedangkan dalam cairan intraselular terdapat kalium dan protein yang lebih

tinggi. Perbedaan komposisi dan kadar-kadar ion di dalam dan di luar sel

mengakibatkan timbulnya suatu potensial membran. Dalam keadaan istirahat cairan

ekstrakseluler adalah elekro-positif dan cairan intraseluler adalah elektro-negatif.

(Drs. H. Syarifuddin, AMK, 2006)

7. Tekanan Intra Kranial (TIK)

Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah

intrakranial dan cairan serebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu.

Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg.

Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan

cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan

dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan: Karena

keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1

dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral tanpa

adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan

turunnya batang otak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.

Page 20: Askep Cedera Kepala

Doktrin Monro-Kellie

Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan bahwa volume

total isi intrakranial harus tetap konstan. Ini beralasan karena kranium adalah kotak

yang tidak ekspansil. Bila V adalah volume, maka

VOtak + VCSS + VDarah + V Massa = Konstan

Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma, bertambah,

kompensasinya adalah memeras CSS (cairan serebrospinal) dan darah vena

keluar. Tekanan intrakranial tetap normal. Namun akhirnya tak ada lagi CSS atau

darah vena yang dapat digeser, dan mekanisme kompensasi tak lagi efektif. Pada

titik ini, TIK mulai naik secara nyata, bahkan dengan penambahan sejumlah kecil

ukuran massa intrakranial. Karenanya TIK yang normal tidak menyingkirkan

kemungkinan adanya lesi massa.

C. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi

terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak otak. Cedera kepala

dibagi menjadi dua yaitu cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi

pada otak segera setelah trauma. Cedera otak sekunder merupakan kerusakan yang

berkembang kemudian sebagai komplikasi. ( Grace. A Pierce , 2006)

Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala,

tengkorak atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui

trauma kraniserebral, termasuk gangguan kesadaran. (Iwan, S.Kp, 2007)

Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan

fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.

Deficit neorologis terjadi karena robeknya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh

massa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. (Batticaca,

2008).

Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan

otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara

penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan

jalan raya (Smeltzer & Bare 2001 ) .

Page 21: Askep Cedera Kepala

Trauma/cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,

tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun

tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama

pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu

lintas . (Mansjoer Arif,dkk ,2000)

2. Etiologi

Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :

a. Benda tajam

Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.

b. Benda tumpul

Dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika

energi/kekuatan diteruskan kepada otak.

c. Penyebab Lain:

1) Kecelakaan lalu lintas

2) Pukulan

3) Kecelakaan kerja/industry

4) Luka tembak

5) Jatuh

6) Kejatuhan benda

7) Cedera lahir

(Cholik dan Saiful, 2007)

Mekanisme cedera kepala:

1. Menurut aktif tidaknya kepala pada saat terjadi cedera:

a. Aselerasi (cedera percepatan)

Ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti

trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda

tumpul.

Contoh : akibat pukulan lemparan.

b. Deselerasi/Rotasi (cedera perlambatan)

Page 22: Askep Cedera Kepala

Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang

menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari

tulang sphenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan

didalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera

aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.

Contoh : Membentur benda yang tak bergerak seperti kepala membentur

aspal.

(Hudak dan Gallo, 2010)

c. Deformitas

Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagian

tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.

2. Menurut jenis luka atau cedera:

a. Cedera kepala terbuka

Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak

b. Cedera kepala tertutup

Dapat disamakan pada pasien dengan gagar otak ringan dengan edema

serebral yang luas

3. Berdasarkan Mekanisme

a. Pukulan Langsung

Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau

pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam

tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoupinjury).

b. Trauma Tembus

Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda

tajam/runcing

( Grace. A Pierce , 2006)

4. Berdasarkan berat ringannya :

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat

kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan

menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Page 23: Askep Cedera Kepala

a. Eye (respon membuka mata):

1) (4) : spontan

2) (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

3) (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya

menekan kuku jari)

4) (1) : tidak ada respon

b. Verbal (respon verbal):

1) (5) : orientasi baik

2) (4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang)

disorientasi tempat dan waktu.

3) (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,

namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

4) (2) : suara tanpa arti (mengerang)

5) (1) : tidak ada respon

c. Motorik (respon motorik)

1) (6) : mengikuti perintah

2) (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat

diberi rangsang nyeri)

3) (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh

menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)

4) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas

dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

5) (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi

tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang

nyeri).

6) (1) : tidak ada respon

Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu

E1V1M1.

(http://www.news-medical.net/health/What-is-Head-Trauma-%28Indonesian

%29.aspx)

a. Cedera kepala ringan   →        G C S : 13 – 15

b. Cedera kepala sedang  →        G C S : 9 – 12

c. Cedera kepala berat     →        G C S : 3 – 8

Page 24: Askep Cedera Kepala

Penyebab terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor.jatuh

dan terpeleset. Biomekanika cedera kepala ringan yang utama adalah akibat

efek ekselarasi/deselerasi atau rotasi dan putaran. Efek ekselerasi/deselerasi

akan menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan dengan tulang

tengkorak, terutama di bagian frontal dan frontal temperol. Gaya benturan

yang menyebar dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup

injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak

dalam tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoupinjury).

(Hoffman,dkk, 1996).

3. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera

kepala:

a. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang

dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)

b. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena

regangan dura dan pembuluh darah, pusing / berkunang-kunang, papil edema

yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah

seringkali proyektil.

c. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah

terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea

serebro spiral (cairan cerebros piral keluar dari telinga), minorea serebrospiral

(les keluar dari hidung).

d. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.

e. Peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi nadi, peningkatan

pernafasan, terdapat hematoma

( Grace A Pierce , 2006)

4. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui

proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran

darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian

pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh

Page 25: Askep Cedera Kepala

kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa

sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa

plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi

cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen

melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh

darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan

asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis

metabolik.

Macam-macam Patofisiologi cedera kepala: (Grace A Pierce, 2006)

1. Cedera Kepala Primer

Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme

dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada

jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi :

a. Gegar kepala ringan

b. Memar otak

c. Laserasi

2. Cedera Kepala Sekunder

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,

fisiologi yang timbul setelah trauma. Pada cedera kepala sekunder akan timbul

gejala, seperti :

a. Hipotensi sistemik

b. Hipoksia

c. Hiperkapnea

d. Udema otak

e. Komplikasi pernapasan

f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

Page 26: Askep Cedera Kepala

5. Pathways

Trauma

(tajam & tumpul)

Kerusakan pada neuron, pembuluh darah dan jaringan otak

Rusaknya BBB (Blood Brain Barrier)

Vasodilatasi

Suplai darah ke otak Penurunan aliran suplay darah ke otak turun

terganggu darah otak

penurunan kadar O2 keotak

gangguan pertukaran gas PCO2 (naik), PO2 , Ph

penurunan kesadaran

pompa Na dan K

terganggu (Edema) Koma

Peningkatan intrakranial

Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan

Gangguan pertukaran gas

Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Hambatan mobilitas fisik

Page 27: Askep Cedera Kepala

6. Komplikasi

a. Fraktur Tengkorak

Menunjukkan tingkat keparahan cedera. Tidak diperlukan terapi

khusus kecuali terjadi trauma campuran, tekanan, atau berhubungan

dengan kehilangan LCS kronik (misalnya fraktur frosa kranialis dasar

tengkorak).

b. Perdarahan Intrakranial

1) Hematoma epidural adalah suatu akumulasi darah pada ruang

antara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan meninges paling

luar, dura. Hematoma ini terjadi karena robekan cabang kecil arteri

meningeal tengah atau arteri meningeal frontal. Kira-kira 85%

kasus berhubungan dengan fraktur linier tulang tengkorak,

biasanya dari tulang temporal tepat pada daerah depan atas telinga,

yang mengganggu arteri yang menempel pada bagian dalam tulang

tengkorak tersebut. Insiden ini bervariasi dari 2% sampai 3%,

sampai diatas 9% pasien-pasien cedera kepala berat. Pasien dengan

hematoma epidural membentuk suatu kelompok yang dapat

dikategorikan sebagai “Talk and Die”. Tanda dan gejala klasik

terdiri dari penurunan kesadaran ringan pada waktu terjadi

benturan yang diikuti oleh periode lucid (pikiran jernih) dari

beberapa menit sampai beberapa jam. Periode “talk” ini kemudian

diikuti oleh penurunan neorologis dari kacau mental sampai koma,

dari bentuk gerakan bertujuan sampai pada bentuk tubuh

defortifikasi atau deserebrasi, dan dari pupil yang isokor sampai

anisokor. Semua ini merupakan tanda-tanda hernia yang

berkembang cepat dan harus ditangani secara cepat untuk

mencegah kematian pasien.

2) Hematoma subdural adalah akumulasi darah dibawah lapisan

meningeal duramater yang diatas lapisan araknoid yang menutupi

otak. Penyebabnya biasanya robekan permukaan vena atau

pengeluaran kumpulan darah vena (disebut “sinus”) yang

ditemukan pada area ini. Lebih sering terjadi daripada perdarahan

epidural (kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini

sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak

Page 28: Askep Cedera Kepala

antara korteks serebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara,

namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada

permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh

permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih

berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan

epidural.

3) Hematoma subarahnoid sering terjadi pada trauma kapitis. Secara

klinis mudah dikenali yaitu ditemukannya kaku kuduk, nyeri

kepala, gelisah, suhu badan subfebril. Gejalanya menyerupai

meningitis. Perdarahan yang besar dapat disertai koma. Pedarahan

terjadi didalam ruang subarahnoid karena robeknya pembuluh

darah yang berjalan didalamnya. darah tercampur dengan cairan

otak. Adanya darah didalam liquor serebri spinal akan merangsang

meningia sehingga terjadi kaku kuduk.

4) Hematoma Intra kranial adalah pengumpulan darah 25 ml atau lebih

dalam parenkim otak. Sulit untuk membedakan secara radiologis

antara kontusio otak dengan perdarahan didalam substansi otak itu

sendiri. Penyebab trauma meliputi fraktur depresi tulang tengkorak,

cedera penetrasi peluru, dan gerakan aselerasi-deselerasi tiba-tiba.

Penanganan pasien dengan hematoma intraserebral masih bersifat

kontroversial seperti apakah harus dilakukan pembedahan atau

penanganan medis adalah pilihan paling baik. Pada umumnya,

intervensi bedah digunakan hanya bila lesi terus meluas dan

menyebabkan penyimpangan neurologis lanjut.

(Hudak dan Gallo, 2010)

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. CT Scan (tanpa/dengan kontras): Mengidentifikasi adanya tumor/massa

atau jejas (tempat luka), hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,

pergeseran jaringan otak.

Catatan: Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada

iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pascatrauma

b. MRI: Sama dengan CT Scan dengan/tanpa menggunakan kontras

Page 29: Askep Cedera Kepala

c. Angiografi Serebral: Menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

d. EEG: Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang

patologis.

e. Sinar X: Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),

pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya

fragmen tulang.

f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons): Menentukan fungsi korteks dan

batang otak

g. PET (Positron Emission Tomography): Menunjukkan perubahan aktivitas

metabolisme pada otak

h. Pungsi Lumbal, CSS: Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan

subarakhnoid

i. GDA (Gas Arteri Darah): Mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi yang akan dapat meningkatkan tekanan intra kranial (TIK)

j. Kimia/elektrolit darah: Mengetahui keseimbangan yang berperan dalam

meningkatkan tekanan intra kranial (TIK)/perubahan mental

k. Pemeriksaan Toksikologi: Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung

jawab terhadapa penurunan kesadaran

l. Kadar Antikonvulsan Darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat

terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

(Marlyn. E. Doengoes; 2000)

8. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis

Pasien dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock

hipovolemik, gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intrakranial

yang tinggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler. Perlu mendapat penanganan

yang tepat, baik secara medik maupun non medik.

a. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Pengelolaan Pernapasan:

a) Pasien ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi

koma.

b) Periksa mulut, keluarkan gigi palsu bila ada.

Page 30: Askep Cedera Kepala

c) Jika banyak ludah atau lendir atau sisa muntahan lakukan

penghisapan.

d) Hindari flexi leher yang berlebihan karena bias

menyebabkan terganggunya jalan napas/peningkatan

tekanan intrakranial (TIK).

e) Trakeostomi dilakukan bila lesi di daerah mulut atau faring

parah.

f) Perawat mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien,

warna kulit, bunyi pernapasan dan ekspansi dada.

g) Posisi pasien selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan

fisioterapi dada 2x/sehari.

2) Gangguan Mobilitas Fisik

a) Posisikan tubuh pasien dengan posisi opistotonus;

perawatan harus dilakukan dengan tujuan untuk

menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot

abnormal.

b) Perawat menghindarkan terjadinya kontraktur dengan

melakukan ROM pasif dengan merenggangkan otot dan

mempertahankan mobilitas fisik.

3) Kerusakan Kulit: Menghilangkan penekanan dan lakukan

intervensi mobilitas.

4) Masalah Hidrasi: Pada cidera kepala terjadi kontriksi arteri-arteri

renalis sehingga pembentukan urine berkurang dan garam ditahan

didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik.

5) Nutrisi pada Trauma otak berat

a) Memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan

meningkatnya aktivitas system saraf ortosimpatik yang

tampak pada hipertensi dan takikardi.

b) Kegelisahan dan tonus otot yang meningkat menambah

kebutuhan kalori.

c) Bila kebutuhan kalori tidak terpenuhi maka jaringan tubuh

dan lemak akan diurai, penyembuhan luka akan lebih lama,

timbul dekubitus, daya tahan menurun.

Page 31: Askep Cedera Kepala

b. Penatalaksanaan Medis

1) Manitol IV

Dosis awal 1 g / kg BB

Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis

0,25 g / kg BB)

Hati-hati terhadap kerusakan ginjal

2) Steroid

Digunakan untuk mengurangi edema otak

3) Bikarbonas Natrikus

Untuk mencegah terjadinya asidosis

4) Antikonvulsan

Masih bersifat kontroversial

Tujuan : untuk profilaksis kejang

5) Terapi Koma

Merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara

konservatif. Terapi ini menurunkan metabolisme otak,mengurangi

edema & menurunkan TIK. Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.

6) Antipiretik

Demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan

metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika

penyebab infeksi tambahkan antibiotik.

7) Sedasi

Gaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada

penderita cidera otak dan dapat meningkatkan TIK. Lorazepam

(ativan) 1 – 2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang

pemberiannya dalam 2 – 4 jam.

Kerugian : tidak dapat memantau kesadaran penderita.

8) Antasida – AH2

Untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin, famotidin.

Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema

lain. Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.

( Cholik dan Saiful, 2007)

Page 32: Askep Cedera Kepala

D. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Data Subjektif

Sakit kepala

Pusing, vertigo

Mengantuk

Muntah/mual

b. Data Objektif

1) Perubahan tingkat kesadaran; periode kesadaran diikuti dengan

ketidaksadaran

2) Postur

a) Rigiditas dekortikasi

b) Rigiditas deserebrasi

c) Gerakan motorik dan/atau sensori ekstremitas: unilateral,

bilateral

d) Kelemahan otot, paresis, paralisis, stimulus, respons

3) Perubahan mental

a) Iritabilitas

b) Gelisah

c) Bingung

d) Delirium

e) Stupor

f) Koma

4) Respons pupil

Ukuran, kesamaan, respons terhadap sinar

5) Refleks kornea

6) Integritas batang otak: gerakan ekstraokular, refleks muntah atau

menelan

7) Kepatenan jalan napas

a) Frekuensi dan irama pernapasan

b) Pola pernapasana

c) Manajemen sekresi

8) Pupil tidak sama dan gerakan mata tidak terkoordinasi

9) Edema periokular, ekimosis

Page 33: Askep Cedera Kepala

10) Aktivitas kejang

11) Hematemesis

12) Muntah proyektil

13) Laserasi dan abrasi sekitar kepala dan wajah

14) Drainase dari telinga dan hidung

15) Peningkatan suhu

16) Peningkatan atau penurunan tekanan darah

17) Peningkatan kelemahan

18) Asimetrisitas wajah

19) Afasia

20) Kaku kuduk

21) Dehidrasi dan poliuria

22) Bruit diatas arteri karotid

( S usan Martin Tucker, 200 8 )

2. Diagnosa Keperawatan (NANDA International, 2009)

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan  perubahan membrane

alveolar-kapiler dan ventilasi perfusi.

b. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan menelan makanan

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

3. Intervensi (NANDA International, 2009)

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan  perubahan membrane

alveolar-kapiler dan ventilasi perfusi.

1) Nursing Outcomes Classification (NOC)

a) Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri normal

b) Tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri normal

c) Ph arteri darah berkisar 7,35-7,45

d) Saturasi oksigen dalam batas normal

e) Tercapainya keseimbangan ventilasi-perfusi

f) Tidak adanya temuan benturan asing pada dada

Page 34: Askep Cedera Kepala

2) Nursing Interventions Classification (NIC)

Mandiri

a) Catat suhu pasien dan saturasi oksigen pada saat pemeriksaan

darah

b) Catat apabila tingkat pH arteri pada level alkalosis atau asidosis

c) Catat apabila PaCO2 menunjukkan kearah asidosis respiratory,

alkalosis respiratory, atau normal

d) Catat apabila HCO3 menunjukkan kearah asidosis metabolic,

alkalosis metabolik, atau normal

e) Catat PaO2, SaO2 dan hemoglobin untuk menentukan keadekuatan

oksigenasi arteri

f) Tingkatkan kenyamanan pasien untuk mengurangi hiperventilasi

Kolaborasi

a) Pemberian obat nyeri jika diperlukan

b) Pemberian obat demam jika suhu pasien meningkat

c) Pemberian terapi oksigen jika dibutuhkan

b. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

1) Nursing Outcomes Classification (NOC)

a) Kesadaran baik

b) Kranial sensorik, fungsi motorik tulang belakang sensorik

berfungsi baik

c) Tekanan intra kranial dalam batas normal

d) Sensitivitas pupil, ukuran pupil, serta pergerakan mata baik

e) Tekanan darah, nadi, dan respirasi dalam batas normal.

f) Orientasi kognitif baik

2) Nursing Interventions Classification (NIC)

Mandiri

a) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga terdekat pasien

b) Baca rekaman tekanan intra kranial

c) Pantau kualitas dan karakteristik dari bentuk gelombang tekanan

intra kranial

d) Pantau tekanan perfusi serebral

Page 35: Askep Cedera Kepala

e) Pantau status neurologis dengan menggunakan GCS

f) Pantau tekanan intra kranial pasien dan lihat respon neurologis

terhadap kegiatan perawatan dan rangsangan lingkungan

g) Pantau intake dan output pasien

h) Pantau jumlah, tingkat, dan karakteristik drainase cairan

serebrospinal (CSF)

i) Jaga sterilisasi monitor system

j) Pantau tekanan tabung dari gelembung udara atau darah beku

k) Periksa kaku kuduk pasien

Kolaborasi

a) Pemberian antibiotik

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan menelan makanan.

1) Nursing Outcomes Classification (NOC)

a) Masukan nutrisi terpenuhi

b) Masukan cairan terpenuhi

c) Hematokrit meningkat

d) Adanya kekuatan tonus otot

2) Nursing Interventions Classification (NIC)

a) Pantau berat badan pasien awal dan selama perawatan

b) Pantau terjadinya penurunan berat badan yang signifikan

c) Pantau turgor kulit

d) Pantau adanya mual atau muntah

e) Pantau tingkat energi, kelemahan dan malaise

f) Pantau albumin, total protein, hemoglobin, dan hematokrit

g) Pantau limfosit dan tingkat elektrolit pasien

h) Pantau masukan nutrisi dan kalori

Page 36: Askep Cedera Kepala

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan (Potter & Perry, 2009).

Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan

dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk

klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul

dikemudian hari.

Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan

rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif

(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam

melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada

kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,

strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al.,

1995).

Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan,

antara lain:

1. Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu

implementasi keperawatan yang akan dilakukan.

2. Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki,

penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian

terhadap penyakit dan intervensi.

3. Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.

4. Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah

serta upaya peningkatan kesehatan.

5. Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi

kebutuhannnya.

6. Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan

kepada klien.

Page 37: Askep Cedera Kepala

Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,.

1995) adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan respons klien.

2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar

pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.

3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.

4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan.

5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana

intervensi keperawatan.

6. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam

upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care)

7. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status

kesehatan.

8. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.

9. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.

10. Bersifat holistik

11. Kerjasama dengan profesi lain.

12. Melakukan dokumentasi

5. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang

kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan

keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan

klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan

antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku

klien yang tampil.

Tujuan dari evaluasi antara lain:

1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.

2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan

keperawatan yang telah diberikan.

Page 38: Askep Cedera Kepala

3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.

4. Mendapatkan umpan balik.

5. Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan

keperawatan. (Menurut Craven dan Hirnle, 2000). 

Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle,

2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Evaluasi struktur. Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata

cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan.

Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio

perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan

kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.

2. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat

dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa

cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian

pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat

wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa

keperawatan, dan kemampuan teknikal perawat.

3. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien.

Respons prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan

dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan

dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian

dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.

3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan

kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang

telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan

baru.

Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah

dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang

Page 39: Askep Cedera Kepala

telah ditetapkan. Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari

klien setelah tindakan diberikan. Objektif adalah informasi yang didapat berupa

hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah

tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjektif

dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan

bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah

rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.

Page 40: Askep Cedera Kepala

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi, umur anak,

lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena. 50% dari anak yang

mengalami penurunan kesadaran selama lebih dari 24 jam, akan mengalami

komplikasi jangka panjang berupa kelainan fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian

akibat cedera kepala berat lebih sering ditemukan pada bayi.

Anak-anak yang bertahan hidup seringkali harus menjalani rehabilitasi kecerdasan

dan emosi. Masalah yang biasa timbul selama masa pemulihan adalah hilangnya

ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera (amnesia

retrograd), perubahan perilaku, ketidakstabilan emosi, gangguan tidur dan penurunan

tingkat kecerdasan.

B. SARAN

1. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala,

perawat perlu mempunyai keahlian yang baik dari segi pengkajian neurologi

seperti pengkajian GCS atau pun mengerti akan anatomi dari bagian kepala.

Sehingga dalam melakukan asuhan keperawatan dapat menghindari terjadinya

kesalahpahaman dalam melakukan tindakannya.

2. Dalam melakukan penelitian kepustakaan, kami selaku penyusun sedikit kesulitan

dalam mengerjakan tugas makalah seminar, penyusun berharap perpustakaan

civitas fakultas dapat membantu dalam penyediaan buku-buku referensi yang

terbaru, sehingga dapat menambah wawasan mengenai dunia keperawatan

Page 41: Askep Cedera Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, et all. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Grace, A Pierce, et all. 2006. At a Glance ILMU BEDAH. Jakarta: EMS

Irianto, Drs Kus. 2008. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Yrama Widya:

Bandung.

Syaifuddin, Drs. H. Amk. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. EGC:

Jakarta

Baticaca, Franssisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta

Hudak dan Gallo. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 2. EGC: Jakarta

Martin, Susan Tucker, et all. 2008. Standar Perawatan Pasien Volume 2 Edisi 7. EGC:

Jakarta

Perry and Potter. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Edisi 7. Salemba Medika: Jakarta