Askep Cedera Kepala
-
Upload
nia-punya-dewa -
Category
Documents
-
view
164 -
download
10
Transcript of Askep Cedera Kepala
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CEDERA
KEPALA
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
TINGKAT III SEMESTER VI T.A 2011/2012
Diajukan Sebagai Tugas Makalah Seminar Keperawatan Medikal Bedah II
Disusun Oleh :
Kelompok II
Nama Anggota:
Viky Putri 091.0711.063
Evi Diyanti 091.0711.087
Natalia Sembiring 091.0711.057
D. Elizabeth Sitinjak 091.0711.079
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012
LEMBAR KOREKSI TUGAS SEMINAR
MATA AJAR KMB II
Kelompok : 2
Judul Makalah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cedera Kepala
Hari/Tanggal FeedBack Paraf Keterangan
Jakarta,………………….
(Koordinator M.A)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami selaku
penyusun akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah seminar Keperawatan Medikal Bedah
II dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala” sebagai
tugas kelompok dalam semester ini.
Tujuan dari penulisan makalah seminar ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II. Makalah ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang
relevan, baik buku-buku diktat kedokteran, keperawatan, dari internet dan lain sebagainya.
Tidak lupa ucapan terima kasih penyusun haturkan kepada semua pihak yang membantu
terselesaikannya makalah ini, yaitu:
1. Ns. Seven Sitorus, S.Kep sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan serta membantu dalam proses pengerjaan makalah, sehingga
dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan dengan baik.
2. Ns. Santi Herlina, S.Kep sebagai Tim Dosen dari mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II
3. Ns. Ani Widiastuti, S.Kep sebagai Tim Dosen dari mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II
4. Ns. M. Fandizal, S.Kep sebagai dosen koordinator sekaligus Tim Dosen dari mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Tentu saja sebagai manusia, penyusun tidak dapat terlepas dari kesalahan. Karena itu
penyusun merasa perlu untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang.
Kelompok mengharapkan masukan baik berupa saran maupun kritikan demi
perbaikan yang selalu perlu untuk dilakukan agar kesalahan - kesalahan dapat diperbaiki di
masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kelompok sendiri
khususnya maupun bagi para pembaca pada umumnya.
Jakarta, 20 Maret 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Nama Anggota
Lembar Penilaian
Lembar Konsultasi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar BelakangB. Tujuan PenulisanC. Ruang LingkupD. Metode PenulisanE. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. AnatomiB. FisiologiC. Konsep Dasar
1. Pengertian2. Etiologi3. Manifestasi Klinik4. Patofisiologi5. Patoflow6. Komplikasi7. Pemeriksaan Diagnostik8. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis
D. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian2. Diagnosa Keperawatan3. Intervensi4. Implementasi5. Evaluasi
BAB III PENUTUP
A. KesimpulanB. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselarasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak otak. Cedera
kepala di bagi menjadi dua yaitu cedera kepala primer merupakan kerusakan yang
terjadi pada otak segera setelah trauma. Cedera otak sekunder merupakan kerusakan
yang berkembang kemudian sebagai komplikasi ( Grace A. Pierce, 2006)
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di negara
berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan
dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat. Distribusi kasus
cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15–44 tahun dan
lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Penyebab
cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas 75% korban tewas,
disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak). Cedera kepala berperan pada hampir
separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma.
(www.tempo.co.id/medika/arsip/2007)
Cedera kepala bertanggung-jawab atas separuh kematian karena cedera. Untuk
setiap kematian, terdapat dua kasus dengan cacat tetap, biasanya sekunder terhadap
cedera kepala. Penyebab kecacatan atau kematian yang dapat dicegah antara lain
adalah keterlambataan resusitasi atas hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi,
keterlambatan tindakan definitif terutama terhadap hematoma intrakranial yang
berkembang cepat, serta kegagalan mencegah infeksi.
Perawat kritis berada pada sentral untuk memahami perubahan psikologis dan
fisiologis dimana pasien cedera kepala dirawat pada limgkungan perawatan akut.
Preventif dapat dilakukan dengan memberikan nasehat tentang pemberian diet,
istirahat serta pengawasan pada pasien yang teratur. Peran perawat dalam
memberikan pelayanan kuratif yaitu perawat dalam memberikan pelayanan
rehabilitatif yaitu yang bersifat menyeluruh dan berkesinambungan sehingga perawat
dapat melaksanakan perannya sebagai pelaksana asuhan keperawatan kepada pasien
cedera kepala secara tepat dan efisien sesuai dengan kebutuhan dengan pendekatan
proses keperawatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Cedera Kepala secara global/umum.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam konsep
dasar dari cedera kepala dari anatomi, fisiologi, pengertian, etiologi,
manifestasi klinik, patofisiologi, patoflow dan penatalaksanaan medis
maupun keperawatan.
b. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada klien
dengan cedera kepala dari aspek bio, psikososial dan spiritual.
c. Mahasiswa dapat merumuskan diagnosis keperawatan dan menentukan
prioritas masalah pada klien dengan cedera kepala.
d. Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan
diagnosis keperawatan serta dapat melaksanakan rencana
tindakan pada klien dengan cedera kepala.
e. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi berdasarkan rencana
tindakan yang telah dibuat.
f. Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil akhir terhadap tindakan
keperawatan yang telah diberikan pada klien dengan cedera kepala.
C. Ruang Lingkup
Dalam makalah ini penulis hanya membahas mengenai asuhan keperawatan pada
klien dengan cedera kepala. Penulis berbagi informasi mengenai asuhan keperawatan
ini kepada kalangan pembaca dari mahasiswa keperawatan maupun tenaga medis
lainnya.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode
deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data pada penulisan makalah ini adalah Study Kepustakaan.
Dimana dalam proses pengumpulan data menggunakan berbagai literatur, artikel dan
referensi lain, baik dari ilmu keperawatan, kedokteran hingga ilmu kesehatan lainnya.
E. Sistematika Penulisan
Pada makalah seminar ini terdiri dari tiga bab, beberapa subbab dan anak subbab,
yang penulisannya terdiri dari lembar penilaian, lembar konsultasi, kata pengantar
serta daftar isi.
Pada BAB I: PENDAHULUAN terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Pada BAB II: TINJAUAN TEORITIS terdiri dari anatomi fisiologi, konsep dasar
(yang dibagi menjadi 8 bagian yaitu pengertian, etiologi, manifestasi klinik,
patofisiologi, patoflow, komplikasi, pemeriksaan diagnostik serta penatalaksanaan
keperawatan dan medis), dan asuhan keperawatan (yang terdiri dari lima bagian yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi).
Pada BAB III: PENUTUP berisi kesimpulan serta saran. Dan terakhir terdapat daftar
pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. ANATOMI
Frontal View
Side View
(Atlas of Human Skull Bones and Facial Bones, 2007)
B. FISIOLOGI
Rangka Aksial terdiri dari tulang-tulang dan bagian kartilago yang melindungi dan
menyangga organ-organ kepala, leher dan dada. Bagian rangka aksial meliputi
tengkorak, tulang hioid, oksikel auditori, kolumna vertebra, sternum dan tulang iga.
Pada makalah ini kami akan membahas mengenai anatomi kepala.
1. Tengkorak
Tersusun dari 22 tulang: 8 tulang kranial dan 14 tulang fasial.
a. Kranium membungkus dan melindungi otak.
1) Tulang frontal membentuk dahi, langit-langit rongga nasal,
dan langit-langit orbita (kantong mata).
a) Tulang frontal pada tahap kehidupan embrio terbentuk
menjadi dua belahan yang pada masa kanak-kanak awal
befusi dengan penuh.
b) Tuberositas frontal adalah dua tonjolan yang berbeda
ukuran dan biasanya lebih besar dari pada tengkorak
muda.
c) Arkus supersiliar adalah dua lengkungan yang
mencuat dan menyatu secara medial oleh suatu elevasi
halus yang disebut glabela.
d) Tepi supraorbital, yang terletak dibawah lengkungan
supersiliar dan membentuk tepi orbita bagian atas.
Foramen supraorbital (atau takik pada beberapa
tengkorak) merupakan jalan masuk arteri dan saraf.
2) Tulang parietal membentuk sisi dan langit-langit kranium
a) Sutura sagital, yang menyatukan tulang parieal kiri dan
kanan, sendi mati yang disatukan fibrokartilago.
b) Sutura koronal, menyambung tulang parietal ke tulang
frontal.
c) Sutura lambdoidal menyambung tulang parietal ke
tulang oksipital
3) Tulang oksipital membentuk bagian besar dan bagian
belakang kranium.
a) Foramen magnum adalah pintu oval besar yang
dikelilingi tulang oksipital. Foramen ini menghubung
rongga kranial dengan rongga spinal.
b) Protuberans oksipital eksternal adalah suatu proyeksi
yang mencuat diatas foramen magnum
c) Kondilus oksipital adalah dua prosesus oval pada
tulang oksipital yang berartikulasi dengan
vertebraserviks pertama, atlas
4) Tulang temporal membentuk dasar dan bagian sisi dari
kranium. setiap tulang temporal ireguler terdiri dari empat
bagian.
a) Bagian skuamosa, bagian terbesar, merupakan
lempeng pipih dan tipis yang membentuk pelipis.
Presesus zigomatikus menonjol dari bagian skuamosa
pada setiap tulang temporal. Tonjolan tersebut bertemu
dengan bagian temporal dari setiap tulang zigomatikus
untuk membentuk arkus zigomatikus.
b) Bagian petrous terletak didalam dasar tengkorak dan
tidak dapat dilihat dari samping. Bagian ini berisi
struktur telinga tengah dan telingan dalam.
c) Bagian mastoid terletak dibelakang dan dibawahliang
telinga. Prosesus mastoid adalah tonjolan mebulat yang
mudah teraba dibelakang telinga.
pada orang dewasa prosesus mastoideus mengandung
ruang-ruang udara, yang disebut sel-sel udara mastoid
(sinus), dan dipisahkan dari otak oleh sekat tulang yang
tipis.
inflamas pada sel udara mastoid (mastoiditis) dapat
terjadi akibat infeksi telinga tengah yang tidak diobati.
d) bagian timpani terletak disisi inferior bagian squamosa
dan sisi anterior dari bagian mastoid. Timpani berisi
saluran telinga (meatus auditori eksternal) dan
memiliki prosesus stiloid yang ramping untuk melekat
pada ligamen stiloid.
5) Tulang etmoid adalah struktur penyangga penting dari rongga
nasal dan berperan dalam pembentukan orbita mata. Tulang ini
terdiri dari empat bagian.
a) Lempeng plate kribriform membentuk sebagian
langit-langit rongga nasal dan terperforasikan untuk
lajur saraf olfaktori. Bagian krista galli ( disebut
demikian karena kemiripannya dengan jengger ayam
jnatan ) adalah prosesus halus triangular yang menonjol
ke dalam rongga kranial diatas lempeng kribriformis
dan berfungsi sebagai tempat perlekatan pelapis otak.
b) Lempeng perpendikular meninjol kearah bawah di
sudut kanan lempeng kribriform dan membentuk bagian
septum nasal yang memisahkan dua rongga nasal.
c) Masa lateral mengandung sel-sel udara atau sinus
etmoid tempat mensekresi mukus.
d) Konka nasal superior dan tengah, atau turbinatur,
menonjolsecara media dan berfugsi untuk memperluas
area permukaan rongga nasal ( konka nasal nferior
merupakan tulang tersendiri ).
6) Tulang sfenoid berbentuk seperti kelelawar dengan sayap
terbanting. Tuang ini membentuk dasar anterior kranium dan
berartikulasi ke arah lateral dengan tulang temporal dan ke arah
anterior dengan tulang etmoid dan tulang frontal.
a) Bukan sfenoid memiliki sesuatu lekukan, sela trusika
atau “ pelana turki ” yang menjadi tempat klenjar
hipofisis.
b) Sayap besar dan sayap kecil menonjol ke arah lateral
dari badn tulang.
c) Prosesus pterigoid menonjol kearah inferior dari badan
tulang dan membentuk dinding rongga nasal.
7) Osikel auditori tersusun dari maleus, inkus, dan stapes (tapal
kudal).
8) Tulang womian adalah tulang kecil, yang jumlahnya
bervariasi, dan terletak dlam sutura.
2. Tulang-tulang wajah tidak tersentuhan dengan otak. Tulang tersebut
disatukan sutura yang tidak dapat bergerak, kecuali pada mandibula atau
rahang bawah.
a) Tulang-tulang nasal membentuk penyanggah hidung dan
berartikulasi dengan septum nasal.
b) Tulang-yulang palatum membentuk bagian posterior langit-langit
mulut. (langit0langit keras), bagian tulang orbital dan bagian rongga
nasal.
c) Tulang-tulang zigomatik (malar) membentuk tonjolan pada tulang
pipi. Setiap prosesus temporal berartikulasi dengan prosesus
zigomatikus pada tulang temporal.
d) Tulang-tulang maksilar membentuk rahang atas.
(a) Prosesus alveolar mengandung sekot gigi bagian atas.
(b) Prosesus zigomatikus memanjang keluar untuk bersatu dengan
tepiinfraorbital pada orbira. Foramen infraorbital memperforasi
maksial disetiap sisi untuk mentransmisi saraf pada pembuluh
darah ke wajah
(c) Prosesus platinus membentuk bagian anterior pada langit-langit
keras.
(d) Sinus maksilar, yag kosong sampai kerongga nasal, merupakan
bagian dari empat sinus pranasal.
(Fisiologi Kedokteran, 2005)
e) Tulang lakrimal berukuran kecil dan tipis, serta terletak diantara tulang
etmoid dan maksila pada orbita. Tulang lakrimal berisi suatu celah
untuk lintasan duktus lakrimal, yang mengalirkan air mata ke rongga
nasal.
f) Tulang vomer membentuk bagian tengah dari langit-langit keras
diantara platum dan maksila, serta membentuk septum asal.
g) Kona nasal inferior (turbinatum). Lihat konka superior dan tengan pada
bagian IIA 1e (4)
h) Mandibular adalah tulang bagian bawah
(a) Bagian alveolar berisi soket gigi bawah.
(b) Rumus mandibular yang terletak dikedua sisi rahang memiliki
dua prosesus
a. Prosesus kondiloid berfung si utuk artikulasi dengan
tulang temporal pada fosa mandibular
b. Prosesus koronoid berfungsi sebagai tempat pelekatan
otot temporal.
3. Tulang hioid adalah tulang terbentuk kapal kuda yang unik karena tidak
berartikulasi dengan tulang lain. Tulang hioid ini dipotong oleh ligament dan
otot dari prosesus stiloideus temporal.
4. Sinus pranasal ( frontal, etmoidal, sfenoidal, dan maksilar)terdiri dari ruang-
ruang udara dalam tulang tengkorak yang yang berhubungan denagn rongg
nasal. Sinus tersebut berfungsi sebagai berikut :
a. Untuk memperingan tulang-tulang kepala
b. Untuk memberikan resonansi pada suara dan membantu dalam proses
bicara
c. Untuk memproduksi mucus yang mengalir ke rongga nasal dan
membantu menghangatkan serta melembabkan udara yang masuk.
ANATOMI OTAK
FISIOLOGI OTAK
1. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer
dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga
tengkorak (cranium) di bungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak di dalam
rongga cranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta
hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medula oblongata, dan serebelum.
Fisula dan sulfus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah.korteks serebri
terlipat secara tidak teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebus sulkus. Sulkus
yang paling dalam membentuk fisura longitudinalis dan lateralis. Daerah atau lobus
letaknya sesuai dengan tulang yang berada diatasnya (lobus frontalis, temporalis,
parientalis, dan oksipitalis).
Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media lateralis memisahkan
lobus tempralis dari lobus frontalis sebelah anteriore dan dan lobus parientalis sebelah
posterior. Sulkus sentralis memisahkan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus
sentralis juga memisahkan lobus frontalis dari lobus parientalis.
2. Meningen
Meningen atau selaput otak adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum
tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan
cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri
dari tiga lapisan.
a. Duramater (lapisan luar) adalah selaput kertas pembungkus otak yang
berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Dibagian tenggkorak terdiri dari
selaput tulang tengkorak dan durameter propia di bagian dalam. Didalam
kanalis vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Duramater terdiri dari
epidural dan subdural. Duramater pada tempat tertentu mengandung
rongga yang menggalirkan darah vena dari otak. Rongga ini dinamakan
sinus longitudinal superior, terletak diantara kedua hemisfer otak.
b. Arachnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan
duramater dengan piamater membentuk sebuah kantong atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. Medula spinalis
terhenti setinggi di bawah lumbal I-II, terdapat sebuah kantong berisi
cairan, berisi saraf perifer yang keluar dari medulla spinalis. Lokasi ini
dapat dimanfaatkan untuk mengambil cairan otak yang disebut fungsi
lumbal.
c. Piamater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat
pada permukaan jaringan otak. Piamater berhubungan dengan arakhoid
melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel. Tepi falks
serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior
yang mengeluarkan darah dari flaks serebri. Tentorium memisahkan
serebri dengan sereberum.
d. System ventrikel terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang
berhubungan satu sama lainnya ke dalam rongga itu. Pleksus koroid
mengalirkan cairan (liquor serebrospinalis). Pleksus koroid dibentuk oleh
jaringan pembuluh darah kapiler otak tepi, bagian piamater membelok ke
dalam ventrikel dan menyalurkannya ke serebrospinalis. Cairan
serebrospinalis adalah hasil sekresi pleksus koroid. Cairan ini bersifat
alkali bening mirip plasma. Sirkulasi cairan serebrospinalis. Cairan ini
disalurkan oleh pleksus koroid dalam ventrikel yang ada dalam otak,
kemudian cairan ini masuk ke dalam kanalis sumsum tulang belakang dan
ke dalam ruang subaraknoid melalui ventrikularis. Setelah melintasi
ruangan seluruh otak dan sumsum tulang belakang maka kembali ke
sirkulasi melalui granulasi arachnoid pada sinus (sagitalis superior).
Perjalanan cairan serebrospinalis. Setelah meninggalkan ventrikel lateralis
(ventrikel I-II) cairan otak dan sumsum tulang belakang menuju ventrikel
III melalui foramen monroi dan terus ke ventrikel IV melalui aquaduktus
silvi cairan di alirkan kebagian medial foramen magendi selanjutnya ke
sisterna magma dan ke kanalis spinalis. Dari sisterna magma cairan akan
membasahi bagian-bagian dari otak. Selanjutnya, cairan ini akan di
absorpsi oleh vili-vili yang terdapat pula arachnoid. Cairan ini jumlahnya
tidak tetap, biasanya berkisar antara 80-200 cm, mempunyai reaksi alkalis.
Komposisi cairan serebrospinalis terdiri dari air, protein, glukosa, garam,
dan sedikit limfosit, dan karbon dioksida.
3. Serebrum
Serebrum (otak besar) merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak
berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-masing
disebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media. Otak mempunyai 2
permukaan permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua permukaan ini dilapisi oleh
lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih terdapat
bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Pada otak besar di temukan beberapa
lobus yaitu:
a. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan
suku sentralis
b. Lobus parietalis, terdapat di depan surkus sentralis dan di belakangi
oleh korako-oksipitalis
c. Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di
depan lobus oksipitalis
d. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi
dan banyaknya area. Campbel membagi untuk kortek serebri menjadi 20 area. Secara
umum korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian:
a. Korteks sensori. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri
yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani
suatu alat atau bagian tubuh untuk bergantung pada fungsi alat yang
bersangkutan. Disamping itu juga korteks sensori bagian fisura lateralis
menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
b. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri
merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual,
ingatan berfikir, merangsang yang diterima diolah dan disimpan serta
di hubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis
mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
c. Korteks motoralis menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi
utamanya adalah konstribusi pada traktus piramidalis yang mengatur
bagian tubuh kontralateral.
d. Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan
sikap mental dan kepribadian.
Pusat bicara. kemampuan berbicara pada atau bahasa hanya terdapat pada
manusia dan mempunyai pusat pada temporalis dan lobus parientalis. Gangguan
terhadap hubungan terhadap hubungan antara korteks bebricara sensori dan motoris
maka akan timbul gangguan kemampuan untuk berbicara spontan.
Ganglia basalis. Kumpulan badan-badan sel saraf di dalam diensefalon dan
menensefalon yang berfungsi pada aktivitas motorik (menghambat tonus otot,
menentukan sikap), gerakan dasar yang terjadi otomatis seperti ekspresi wajah dan
lenggang lengkok waktu berjalan.
Capsula interna terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik
yang menyambung korteks serebri dengan batang otak dan sumsum tulang
belakang.pada saat melintasi substransi kelabu, berkas saraf ini berpadu satu sama
lain dengan erat.
4. Batang Otak
Diensefalon ke atas berhubungan dengan serebrum dan medulla oblongata ke bawah
dengan medulla spinalis.batang otak terdiri dari:
a. Diensefalon bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebrum
dengan mesensefalon.kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian
depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap
samping. Fungsi dari diensefalon:
1) Vasokonstriktor, mengecil pembuluh darah
2) Respiratori, membantu proses persarafan
3) Mengontrol kegiatan reflex
4) Membantu kerja jantung.
b. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua disebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.
Fungsinya:
1) Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
2) Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon
dengan pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di
antara otak tengah dan medulla oblongata. Disini terdapat
premotoksoid yang mengatur gerakan pernafasan dan reflex.
Fungsinya:
c. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medulla
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
d. Pusat saraf vernus trigeminus.
e. Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis. Fungsinya:
1) Mengontrol kerja jantung
2) Mengecilkan pembuluh darah
3) Pusat pernafasan
4) Mengontrol kegiaan reflex
5. Serebelum
Serebelum atau otak kecil terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak
dipisahkan dengan sereblum dan fisura transversalis di belakangi oleh pons varili dan
diatas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris,
merupakan pusat koordinasi dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian
yang melebar pada lateral disebut hemister. Korteks serebelum di betuk untuk oleh
substansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu granula luar, lapisan purkinje, lapisan
granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus
melewat serebelum.
6. Fungsi Sistem Saraf
System saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi otot,
peristiwa visseral yang berubah dengan cepat, menerima ribuan informasi dan
berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikannya untuk menetukan reaksi
yang harus dilakukan tubuh. Membran sel bekerja sebagai suatu sekat pemisah yang
amat efektif dan selektif antara cairan ekstrakseluler dan cairan intraseluler. Di dalam
ruangan ekstrakseluler, disekitar neuron, terdapat cairan dengan kadar ion natrium dan
klorida. Sedangkan dalam cairan intraselular terdapat kalium dan protein yang lebih
tinggi. Perbedaan komposisi dan kadar-kadar ion di dalam dan di luar sel
mengakibatkan timbulnya suatu potensial membran. Dalam keadaan istirahat cairan
ekstrakseluler adalah elekro-positif dan cairan intraseluler adalah elektro-negatif.
(Drs. H. Syarifuddin, AMK, 2006)
7. Tekanan Intra Kranial (TIK)
Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah
intrakranial dan cairan serebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu.
Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg.
Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan
cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan
dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan: Karena
keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1
dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral tanpa
adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan
turunnya batang otak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
Doktrin Monro-Kellie
Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan bahwa volume
total isi intrakranial harus tetap konstan. Ini beralasan karena kranium adalah kotak
yang tidak ekspansil. Bila V adalah volume, maka
VOtak + VCSS + VDarah + V Massa = Konstan
Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma, bertambah,
kompensasinya adalah memeras CSS (cairan serebrospinal) dan darah vena
keluar. Tekanan intrakranial tetap normal. Namun akhirnya tak ada lagi CSS atau
darah vena yang dapat digeser, dan mekanisme kompensasi tak lagi efektif. Pada
titik ini, TIK mulai naik secara nyata, bahkan dengan penambahan sejumlah kecil
ukuran massa intrakranial. Karenanya TIK yang normal tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya lesi massa.
C. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak otak. Cedera kepala
dibagi menjadi dua yaitu cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi
pada otak segera setelah trauma. Cedera otak sekunder merupakan kerusakan yang
berkembang kemudian sebagai komplikasi. ( Grace. A Pierce , 2006)
Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala,
tengkorak atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui
trauma kraniserebral, termasuk gangguan kesadaran. (Iwan, S.Kp, 2007)
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Deficit neorologis terjadi karena robeknya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh
massa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. (Batticaca,
2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan
jalan raya (Smeltzer & Bare 2001 ) .
Trauma/cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas . (Mansjoer Arif,dkk ,2000)
2. Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
a. Benda tajam
Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
b. Benda tumpul
Dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika
energi/kekuatan diteruskan kepada otak.
c. Penyebab Lain:
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Pukulan
3) Kecelakaan kerja/industry
4) Luka tembak
5) Jatuh
6) Kejatuhan benda
7) Cedera lahir
(Cholik dan Saiful, 2007)
Mekanisme cedera kepala:
1. Menurut aktif tidaknya kepala pada saat terjadi cedera:
a. Aselerasi (cedera percepatan)
Ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti
trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul.
Contoh : akibat pukulan lemparan.
b. Deselerasi/Rotasi (cedera perlambatan)
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang
menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari
tulang sphenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan
didalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera
aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.
Contoh : Membentur benda yang tak bergerak seperti kepala membentur
aspal.
(Hudak dan Gallo, 2010)
c. Deformitas
Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagian
tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
2. Menurut jenis luka atau cedera:
a. Cedera kepala terbuka
Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gagar otak ringan dengan edema
serebral yang luas
3. Berdasarkan Mekanisme
a. Pukulan Langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau
pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam
tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoupinjury).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing
( Grace. A Pierce , 2006)
4. Berdasarkan berat ringannya :
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan
menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
a. Eye (respon membuka mata):
1) (4) : spontan
2) (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
3) (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
4) (1) : tidak ada respon
b. Verbal (respon verbal):
1) (5) : orientasi baik
2) (4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang)
disorientasi tempat dan waktu.
3) (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
4) (2) : suara tanpa arti (mengerang)
5) (1) : tidak ada respon
c. Motorik (respon motorik)
1) (6) : mengikuti perintah
2) (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
3) (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
4) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
5) (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
6) (1) : tidak ada respon
Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu
E1V1M1.
(http://www.news-medical.net/health/What-is-Head-Trauma-%28Indonesian
%29.aspx)
a. Cedera kepala ringan → G C S : 13 – 15
b. Cedera kepala sedang → G C S : 9 – 12
c. Cedera kepala berat → G C S : 3 – 8
Penyebab terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor.jatuh
dan terpeleset. Biomekanika cedera kepala ringan yang utama adalah akibat
efek ekselarasi/deselerasi atau rotasi dan putaran. Efek ekselerasi/deselerasi
akan menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan dengan tulang
tengkorak, terutama di bagian frontal dan frontal temperol. Gaya benturan
yang menyebar dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup
injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak
dalam tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoupinjury).
(Hoffman,dkk, 1996).
3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera
kepala:
a. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang
dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)
b. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena
regangan dura dan pembuluh darah, pusing / berkunang-kunang, papil edema
yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah
seringkali proyektil.
c. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea
serebro spiral (cairan cerebros piral keluar dari telinga), minorea serebrospiral
(les keluar dari hidung).
d. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
e. Peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi nadi, peningkatan
pernafasan, terdapat hematoma
( Grace A Pierce , 2006)
4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi
cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metabolik.
Macam-macam Patofisiologi cedera kepala: (Grace A Pierce, 2006)
1. Cedera Kepala Primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme
dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada
jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera Kepala Sekunder
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,
fisiologi yang timbul setelah trauma. Pada cedera kepala sekunder akan timbul
gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
5. Pathways
Trauma
(tajam & tumpul)
Kerusakan pada neuron, pembuluh darah dan jaringan otak
Rusaknya BBB (Blood Brain Barrier)
Vasodilatasi
Suplai darah ke otak Penurunan aliran suplay darah ke otak turun
terganggu darah otak
penurunan kadar O2 keotak
gangguan pertukaran gas PCO2 (naik), PO2 , Ph
penurunan kesadaran
pompa Na dan K
terganggu (Edema) Koma
Peningkatan intrakranial
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
Gangguan pertukaran gas
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Hambatan mobilitas fisik
6. Komplikasi
a. Fraktur Tengkorak
Menunjukkan tingkat keparahan cedera. Tidak diperlukan terapi
khusus kecuali terjadi trauma campuran, tekanan, atau berhubungan
dengan kehilangan LCS kronik (misalnya fraktur frosa kranialis dasar
tengkorak).
b. Perdarahan Intrakranial
1) Hematoma epidural adalah suatu akumulasi darah pada ruang
antara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan meninges paling
luar, dura. Hematoma ini terjadi karena robekan cabang kecil arteri
meningeal tengah atau arteri meningeal frontal. Kira-kira 85%
kasus berhubungan dengan fraktur linier tulang tengkorak,
biasanya dari tulang temporal tepat pada daerah depan atas telinga,
yang mengganggu arteri yang menempel pada bagian dalam tulang
tengkorak tersebut. Insiden ini bervariasi dari 2% sampai 3%,
sampai diatas 9% pasien-pasien cedera kepala berat. Pasien dengan
hematoma epidural membentuk suatu kelompok yang dapat
dikategorikan sebagai “Talk and Die”. Tanda dan gejala klasik
terdiri dari penurunan kesadaran ringan pada waktu terjadi
benturan yang diikuti oleh periode lucid (pikiran jernih) dari
beberapa menit sampai beberapa jam. Periode “talk” ini kemudian
diikuti oleh penurunan neorologis dari kacau mental sampai koma,
dari bentuk gerakan bertujuan sampai pada bentuk tubuh
defortifikasi atau deserebrasi, dan dari pupil yang isokor sampai
anisokor. Semua ini merupakan tanda-tanda hernia yang
berkembang cepat dan harus ditangani secara cepat untuk
mencegah kematian pasien.
2) Hematoma subdural adalah akumulasi darah dibawah lapisan
meningeal duramater yang diatas lapisan araknoid yang menutupi
otak. Penyebabnya biasanya robekan permukaan vena atau
pengeluaran kumpulan darah vena (disebut “sinus”) yang
ditemukan pada area ini. Lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural (kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini
sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak
antara korteks serebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara,
namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh
permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih
berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan
epidural.
3) Hematoma subarahnoid sering terjadi pada trauma kapitis. Secara
klinis mudah dikenali yaitu ditemukannya kaku kuduk, nyeri
kepala, gelisah, suhu badan subfebril. Gejalanya menyerupai
meningitis. Perdarahan yang besar dapat disertai koma. Pedarahan
terjadi didalam ruang subarahnoid karena robeknya pembuluh
darah yang berjalan didalamnya. darah tercampur dengan cairan
otak. Adanya darah didalam liquor serebri spinal akan merangsang
meningia sehingga terjadi kaku kuduk.
4) Hematoma Intra kranial adalah pengumpulan darah 25 ml atau lebih
dalam parenkim otak. Sulit untuk membedakan secara radiologis
antara kontusio otak dengan perdarahan didalam substansi otak itu
sendiri. Penyebab trauma meliputi fraktur depresi tulang tengkorak,
cedera penetrasi peluru, dan gerakan aselerasi-deselerasi tiba-tiba.
Penanganan pasien dengan hematoma intraserebral masih bersifat
kontroversial seperti apakah harus dilakukan pembedahan atau
penanganan medis adalah pilihan paling baik. Pada umumnya,
intervensi bedah digunakan hanya bila lesi terus meluas dan
menyebabkan penyimpangan neurologis lanjut.
(Hudak dan Gallo, 2010)
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras): Mengidentifikasi adanya tumor/massa
atau jejas (tempat luka), hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
Catatan: Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pascatrauma
b. MRI: Sama dengan CT Scan dengan/tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi Serebral: Menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
d. EEG: Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
e. Sinar X: Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya
fragmen tulang.
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons): Menentukan fungsi korteks dan
batang otak
g. PET (Positron Emission Tomography): Menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
h. Pungsi Lumbal, CSS: Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid
i. GDA (Gas Arteri Darah): Mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan tekanan intra kranial (TIK)
j. Kimia/elektrolit darah: Mengetahui keseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan tekanan intra kranial (TIK)/perubahan mental
k. Pemeriksaan Toksikologi: Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab terhadapa penurunan kesadaran
l. Kadar Antikonvulsan Darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
(Marlyn. E. Doengoes; 2000)
8. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis
Pasien dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock
hipovolemik, gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intrakranial
yang tinggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler. Perlu mendapat penanganan
yang tepat, baik secara medik maupun non medik.
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pengelolaan Pernapasan:
a) Pasien ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi
koma.
b) Periksa mulut, keluarkan gigi palsu bila ada.
c) Jika banyak ludah atau lendir atau sisa muntahan lakukan
penghisapan.
d) Hindari flexi leher yang berlebihan karena bias
menyebabkan terganggunya jalan napas/peningkatan
tekanan intrakranial (TIK).
e) Trakeostomi dilakukan bila lesi di daerah mulut atau faring
parah.
f) Perawat mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien,
warna kulit, bunyi pernapasan dan ekspansi dada.
g) Posisi pasien selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan
fisioterapi dada 2x/sehari.
2) Gangguan Mobilitas Fisik
a) Posisikan tubuh pasien dengan posisi opistotonus;
perawatan harus dilakukan dengan tujuan untuk
menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot
abnormal.
b) Perawat menghindarkan terjadinya kontraktur dengan
melakukan ROM pasif dengan merenggangkan otot dan
mempertahankan mobilitas fisik.
3) Kerusakan Kulit: Menghilangkan penekanan dan lakukan
intervensi mobilitas.
4) Masalah Hidrasi: Pada cidera kepala terjadi kontriksi arteri-arteri
renalis sehingga pembentukan urine berkurang dan garam ditahan
didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik.
5) Nutrisi pada Trauma otak berat
a) Memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan
meningkatnya aktivitas system saraf ortosimpatik yang
tampak pada hipertensi dan takikardi.
b) Kegelisahan dan tonus otot yang meningkat menambah
kebutuhan kalori.
c) Bila kebutuhan kalori tidak terpenuhi maka jaringan tubuh
dan lemak akan diurai, penyembuhan luka akan lebih lama,
timbul dekubitus, daya tahan menurun.
b. Penatalaksanaan Medis
1) Manitol IV
Dosis awal 1 g / kg BB
Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis
0,25 g / kg BB)
Hati-hati terhadap kerusakan ginjal
2) Steroid
Digunakan untuk mengurangi edema otak
3) Bikarbonas Natrikus
Untuk mencegah terjadinya asidosis
4) Antikonvulsan
Masih bersifat kontroversial
Tujuan : untuk profilaksis kejang
5) Terapi Koma
Merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara
konservatif. Terapi ini menurunkan metabolisme otak,mengurangi
edema & menurunkan TIK. Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.
6) Antipiretik
Demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan
metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika
penyebab infeksi tambahkan antibiotik.
7) Sedasi
Gaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada
penderita cidera otak dan dapat meningkatkan TIK. Lorazepam
(ativan) 1 – 2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang
pemberiannya dalam 2 – 4 jam.
Kerugian : tidak dapat memantau kesadaran penderita.
8) Antasida – AH2
Untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin, famotidin.
Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema
lain. Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.
( Cholik dan Saiful, 2007)
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Sakit kepala
Pusing, vertigo
Mengantuk
Muntah/mual
b. Data Objektif
1) Perubahan tingkat kesadaran; periode kesadaran diikuti dengan
ketidaksadaran
2) Postur
a) Rigiditas dekortikasi
b) Rigiditas deserebrasi
c) Gerakan motorik dan/atau sensori ekstremitas: unilateral,
bilateral
d) Kelemahan otot, paresis, paralisis, stimulus, respons
3) Perubahan mental
a) Iritabilitas
b) Gelisah
c) Bingung
d) Delirium
e) Stupor
f) Koma
4) Respons pupil
Ukuran, kesamaan, respons terhadap sinar
5) Refleks kornea
6) Integritas batang otak: gerakan ekstraokular, refleks muntah atau
menelan
7) Kepatenan jalan napas
a) Frekuensi dan irama pernapasan
b) Pola pernapasana
c) Manajemen sekresi
8) Pupil tidak sama dan gerakan mata tidak terkoordinasi
9) Edema periokular, ekimosis
10) Aktivitas kejang
11) Hematemesis
12) Muntah proyektil
13) Laserasi dan abrasi sekitar kepala dan wajah
14) Drainase dari telinga dan hidung
15) Peningkatan suhu
16) Peningkatan atau penurunan tekanan darah
17) Peningkatan kelemahan
18) Asimetrisitas wajah
19) Afasia
20) Kaku kuduk
21) Dehidrasi dan poliuria
22) Bruit diatas arteri karotid
( S usan Martin Tucker, 200 8 )
2. Diagnosa Keperawatan (NANDA International, 2009)
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler dan ventilasi perfusi.
b. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
3. Intervensi (NANDA International, 2009)
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler dan ventilasi perfusi.
1) Nursing Outcomes Classification (NOC)
a) Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri normal
b) Tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri normal
c) Ph arteri darah berkisar 7,35-7,45
d) Saturasi oksigen dalam batas normal
e) Tercapainya keseimbangan ventilasi-perfusi
f) Tidak adanya temuan benturan asing pada dada
2) Nursing Interventions Classification (NIC)
Mandiri
a) Catat suhu pasien dan saturasi oksigen pada saat pemeriksaan
darah
b) Catat apabila tingkat pH arteri pada level alkalosis atau asidosis
c) Catat apabila PaCO2 menunjukkan kearah asidosis respiratory,
alkalosis respiratory, atau normal
d) Catat apabila HCO3 menunjukkan kearah asidosis metabolic,
alkalosis metabolik, atau normal
e) Catat PaO2, SaO2 dan hemoglobin untuk menentukan keadekuatan
oksigenasi arteri
f) Tingkatkan kenyamanan pasien untuk mengurangi hiperventilasi
Kolaborasi
a) Pemberian obat nyeri jika diperlukan
b) Pemberian obat demam jika suhu pasien meningkat
c) Pemberian terapi oksigen jika dibutuhkan
b. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
1) Nursing Outcomes Classification (NOC)
a) Kesadaran baik
b) Kranial sensorik, fungsi motorik tulang belakang sensorik
berfungsi baik
c) Tekanan intra kranial dalam batas normal
d) Sensitivitas pupil, ukuran pupil, serta pergerakan mata baik
e) Tekanan darah, nadi, dan respirasi dalam batas normal.
f) Orientasi kognitif baik
2) Nursing Interventions Classification (NIC)
Mandiri
a) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga terdekat pasien
b) Baca rekaman tekanan intra kranial
c) Pantau kualitas dan karakteristik dari bentuk gelombang tekanan
intra kranial
d) Pantau tekanan perfusi serebral
e) Pantau status neurologis dengan menggunakan GCS
f) Pantau tekanan intra kranial pasien dan lihat respon neurologis
terhadap kegiatan perawatan dan rangsangan lingkungan
g) Pantau intake dan output pasien
h) Pantau jumlah, tingkat, dan karakteristik drainase cairan
serebrospinal (CSF)
i) Jaga sterilisasi monitor system
j) Pantau tekanan tabung dari gelembung udara atau darah beku
k) Periksa kaku kuduk pasien
Kolaborasi
a) Pemberian antibiotik
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan.
1) Nursing Outcomes Classification (NOC)
a) Masukan nutrisi terpenuhi
b) Masukan cairan terpenuhi
c) Hematokrit meningkat
d) Adanya kekuatan tonus otot
2) Nursing Interventions Classification (NIC)
a) Pantau berat badan pasien awal dan selama perawatan
b) Pantau terjadinya penurunan berat badan yang signifikan
c) Pantau turgor kulit
d) Pantau adanya mual atau muntah
e) Pantau tingkat energi, kelemahan dan malaise
f) Pantau albumin, total protein, hemoglobin, dan hematokrit
g) Pantau limfosit dan tingkat elektrolit pasien
h) Pantau masukan nutrisi dan kalori
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2009).
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk
klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al.,
1995).
Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan,
antara lain:
1. Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu
implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
2. Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki,
penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian
terhadap penyakit dan intervensi.
3. Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
4. Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah
serta upaya peningkatan kesehatan.
5. Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi
kebutuhannnya.
6. Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan
kepada klien.
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,.
1995) adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan respons klien.
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar
pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan.
5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana
intervensi keperawatan.
6. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam
upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care)
7. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status
kesehatan.
8. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
9. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
10. Bersifat holistik
11. Kerjasama dengan profesi lain.
12. Melakukan dokumentasi
5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan
antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku
klien yang tampil.
Tujuan dari evaluasi antara lain:
1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Mendapatkan umpan balik.
5. Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan. (Menurut Craven dan Hirnle, 2000).
Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle,
2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur. Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata
cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan.
Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio
perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan
kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat
dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa
cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian
pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat
wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa
keperawatan, dan kemampuan teknikal perawat.
3. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien.
Respons prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan
dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan
baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah
dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan. Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari
klien setelah tindakan diberikan. Objektif adalah informasi yang didapat berupa
hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah
tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjektif
dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah
rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi, umur anak,
lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena. 50% dari anak yang
mengalami penurunan kesadaran selama lebih dari 24 jam, akan mengalami
komplikasi jangka panjang berupa kelainan fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian
akibat cedera kepala berat lebih sering ditemukan pada bayi.
Anak-anak yang bertahan hidup seringkali harus menjalani rehabilitasi kecerdasan
dan emosi. Masalah yang biasa timbul selama masa pemulihan adalah hilangnya
ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera (amnesia
retrograd), perubahan perilaku, ketidakstabilan emosi, gangguan tidur dan penurunan
tingkat kecerdasan.
B. SARAN
1. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala,
perawat perlu mempunyai keahlian yang baik dari segi pengkajian neurologi
seperti pengkajian GCS atau pun mengerti akan anatomi dari bagian kepala.
Sehingga dalam melakukan asuhan keperawatan dapat menghindari terjadinya
kesalahpahaman dalam melakukan tindakannya.
2. Dalam melakukan penelitian kepustakaan, kami selaku penyusun sedikit kesulitan
dalam mengerjakan tugas makalah seminar, penyusun berharap perpustakaan
civitas fakultas dapat membantu dalam penyediaan buku-buku referensi yang
terbaru, sehingga dapat menambah wawasan mengenai dunia keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn, et all. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Grace, A Pierce, et all. 2006. At a Glance ILMU BEDAH. Jakarta: EMS
Irianto, Drs Kus. 2008. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Yrama Widya:
Bandung.
Syaifuddin, Drs. H. Amk. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. EGC:
Jakarta
Baticaca, Franssisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Hudak dan Gallo. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 2. EGC: Jakarta
Martin, Susan Tucker, et all. 2008. Standar Perawatan Pasien Volume 2 Edisi 7. EGC:
Jakarta
Perry and Potter. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Edisi 7. Salemba Medika: Jakarta