Askep Cedera Kepala A4

34
ASKEP CEDERA KEPALA A. KONSEP MEDIS 1. DEFINISI Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. 2. ETIOLOGI Penyebab cedera kepala yaitu karena trauma. Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal Trauma oleh benda tumpul dapat menyebabkan ke substansi otak energi. Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap lapisan pelindung yaitu rambut kulit kepala dan tengkorak. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa peny ebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakanmenjadi 2 faktor yaitu: 1. Trauma primer, Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dandeselerasi) 2. Trauma sekunder, Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik. 3. Trauma akibat persalinan 4. Kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olahraga. 5. Jatuh 6. Cedera akibat kekerasan Page 1 of 34

description

Cedera Kepala

Transcript of Askep Cedera Kepala A4

Page 1: Askep Cedera Kepala A4

ASKEP CEDERA KEPALA

A. KONSEP MEDIS

1. DEFINISI

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau

otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.

2. ETIOLOGI

Penyebab cedera kepala yaitu karena trauma.

Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal

Trauma oleh benda tumpul dapat menyebabkan ke substansi otak energi. Kerusakan terjadi

ketika energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap lapisan pelindung yaitu

rambut kulit kepala dan tengkorak.

Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala

adalah karena adanya trauma yang dibedakanmenjadi 2 faktor yaitu:

1. Trauma primer, Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi

dandeselerasi)

2. Trauma sekunder, Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi

intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

3. Trauma akibat persalinan

4. Kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olahraga.

5. Jatuh

6. Cedera akibat kekerasan

3. PATOFISIOLOGI

Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder.

Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang

relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio

dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan

orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah

dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan

kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang

merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.

Page 1 of 25

Page 2: Askep Cedera Kepala A4

1. Proses cedera kepala primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal

(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal

yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan

arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala.

Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan

serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.

2. Proses cedera kepala Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat

dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan

hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak

sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak

sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah

otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal

bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang

tergantung lokasi kerusakan

Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan

mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan

ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan

sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti

dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.

Page 2 of 25

Page 3: Askep Cedera Kepala A4

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya

kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi.

Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air,

natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh

terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.

Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah

berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul

juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat

didalam batang otak.

Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi

atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena

penekanan oleh herniasi unkus.

Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal

dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus

rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada

siku  terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.

Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan saraf-

saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak

teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil.

Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan

alkalosisi respiratorik.

Cedera otak sekunder tejadi setiap saat setelah terjadi benturan. Factor-faktor yang

menyebabkan cedera otak sekunder adalah:

1. Hematoma intrakranial

a. Epidural

b. Subdural

c. Intraserebral

d. Subarahnoid

2. Pembengkakan otak

Mungkin terjadi dengan atau tanpa hematoma intrakranial. Hal ini diakibatkan timbunan

cairan intra atau ekstrasekuler atau bendung vaskuler

3. Herniasi : tentorial dan tonsiler

4. Iskhemi serebral, akibat dari: Hipoksia / hiperkarbi, Hipotensi, Peninggian tekanan

intracranial

5. Infeksi : Meningitis, abses serebri

Page 3 of 25

Page 4: Askep Cedera Kepala A4

4. KLASIFIKASI

Tipe – tipe cedera kepala

1. Trauma kepala terbuka

a. Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi durameter. Kerusakan

otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak, misalnya akibat benda tajam atau

tembakan.

b. Fraktur linier di daerah temporal, dimana arteri meningeal media berada dalam jalur tulang

temporal, sering menyebabkan perdarahan epidural. Fraktur linier yang melintang garis

tengah, sering menyebabkan perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis superior.

c. Fraktur di daerah basis, disebabkan karena trauma dari atas atau kepala bagian atas yang

membentur jalan atau benda diam. Fraktur di fosa anterior, sering terjadi keluarnya liquor

melalui hidung (rhinorhoe) dan adanya brill hematom (raccon eye).

d. Fraktur pada os petrosus, berbentuk longitudinal dan transversal (lebih jarang). Fraktur

longitudinal dibagi menjadi anterior dan posterior. Fraktur anterior biasanya karena trauma di

daerah temporal, sedang yang posterior disebabkan trauma di daerah oksipital.

e. Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen

jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2 – 3 hari akan nampakbattle sign (warna biru di

belakang telinga di atas os mastoid) dan otorrhoe(liquor keluar dari telinga). perdarahan dari

telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak.

Pada dasarnya fraktur tulang tengkorak itu sendiri tidaklah menimbulkan hal yang emergensi,

namun yang sering menimbulkan masalah adalah fragmen tulang itu menyebabkan robekan

Page 4 of 25

Page 5: Askep Cedera Kepala A4

pada durameter, pembuluh darah atau jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan

pusat vital, saraf kranial dan saluran saraf (nerve pathway).

2. Trauma kepala tertutup

a. commotio serebri (gegar otak)

Penyebab gejala komotio serebri belum jelas. Akselerasi-akselerasi yang meregangkan otak

dan menekan formotio retikularis merupakan hipotesis yang banyak dianut. Setelah penurunan

kesadaran beberapa saat pasien mulai bergerak, membuka matanya tetapi tidak terarah, reflek

kornea, reflek menelan dan respon terhadap rasa sakit yang semula hilang mulai timbul kembali.

Kehilangan memori yang berhubungan dengan waktu sebelum trauma disebut amnesia retrograde.

Amnesia post traumatic ialah kehilangan ingatan setelah trauma, sedangkan amnesia traumatic

terdiri dari amnesia retrograde dan post traumatic. Geger otak merupakan Cidera kepala ringan,

Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali, Hilang kesadaran sementara , kurang dari

10 - 20 menit, Tanpa kerusakan otak permanen, Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah,

Disorientasi sementara dan Tidak ada gejala sisa.

b. Edema serebri traumatic

Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahan pada trauma kapitis terutama pada anak-

anak. Pingsan dapat berlangsung lebih dari 10 menit, tidak dijumpai tanda-tanda kerusakan

jaringan otak. Pasien mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah. Pemeriksaan cairan otak

mungkin hanya dijumpai tekanan yang agak meningkat.

c. Contusio serebri (memar otak)

Kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak mengganggu

jaringan. Kontosio sendiri biasanya menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah motorik

atau sensorik otak.

Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio serebri meningkat sejalan

dengan meningkatnya penggunaan CT scan dalam pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri

sangat sering terjadi difrontal dan labus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap bagian

otak, termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara kontusio dan perdarahan intra

serebral traumatika memang tidak jelas. Kontusio serebri dapat saja dalam waktu beberapa jam

atau hari mengalami evolusi membentuk pedarahan intra serebral (ATLS 1997).

3. Perdarahan  Intrakranial

a. Perdarahan Epidural

Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya

pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh

Page 5 of 25

Page 6: Askep Cedera Kepala A4

darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa

jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :

Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral,

Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu.

b. Perdarahan Subdural

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.

Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara

duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2

minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir

lambat, kejang dan udem pupil.

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah

arteri; kapiler; vena.

Tanda dan gejalanya :

Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral, dilatasi

pupil, perubahan tanda-tanda vital

Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak

dibawahnya lebih berat dan prognosinyapun jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

c. Perdarahan subarahnoid

Perdarahan subaranoid sering terjadi pada trauma kapitis. Secara klinis mudah dikenali yaitu

ditemukannya kaku kuduk, nyeri kepala, gelisah, suhu badan subfebril, dan hemiparese.

Gejalanya menyerupai meningitis. Perdarahan yang besar dapat disertai koma.

Pedarahan terjadi didalam ruang subarahnoid karena robeknya pembuluh darah yang berjalan

didalamnya. darah tercampur dengan cairan otak. Adanya darah didalam liquor serebri spinal akan

merangsang meningia sehingga terjadi kaku kuduk.

Klasifikasi cedera kepala

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringanya gejala yang muncul setelah

cedera kepala (Alexander PM, 1995). Ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam penentuan

derajat cedera kepala. The Traumatic Coma Data Bank mendifinisikan berdasarkan skor Skala

Koma Glasgow (Glasgow coma scale)

Page 6 of 25

Page 7: Askep Cedera Kepala A4

Table 1. Kategori Penentuan Keparahan cedera Kepala    berdasarkan Nilai Skala Koma

Glasgow (SKG)

Penentuan

keparahan

Deskripsi

Minor/ Ringan SKG 13 – 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30

menit. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral,

hematoma

Sedang SKG 9 – 12

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang

dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

Berat SKG 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga

meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intrakranial

sumber : keperawatan kritis, pendekatan holostik vol, II tahun 1995, hal:226

Tabel 2. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)

1. Membuka Mata

Spontan

Terhadap rangsang suara

Terhadap nyeri

Tidak ada

4

3

2

1

2. Respon Verbal

Orientasi baik

orientasi terganggu

Kata-kata tidak jelas

Suara Tidak jelas

Tidak ada respon

5

4

3

2

1

3. Respon Motorik

Mampu bergerak

Melokalisasi nyeri

Fleksi menarik

Fleksi abnormal

Ekstensi

6

5

4

3

2

Page 7 of 25

Page 8: Askep Cedera Kepala A4

Tidak ada respon 1

Total 3 – 15

Annegers et al (1998) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesis

pasca trauma yang dibagi menjadi:

1. Cedera kepala ringan, apabila kehilangan kesadaran dan amnesia berlangsung kurang dari 30

menit.

2. Cedera kepala sedang, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24

jam atau adanya fraktur tengkorak.

3. Cedera kepala berat, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam, perdarahan

subdural dan kontusio serebri.

Penggolongan cedera kepala berdasarkan periode kehilangan kesadaran ataupun amnesia saat

ini masih kontroversional dan tidak dipakai secara luas. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan

jumlah Skala Koma Glasgow (SKG) saat masuk rumah sakit merupakan definisi yang paling

umum dipakai (Hoffman, dkk, 1996).

5. MENIFESTASI KLINIS

1.  Gangguan kesadaran

2. Konfusi

3. Abnormalitas pupil

4. Awitan tiba-tiba defisit neurologic

5. Perubahan tanda vital

6. Gangguan penglihatan dan pendengaran

Page 8 of 25

Page 9: Askep Cedera Kepala A4

7. Disfungsi sensory

8. Kejang otot

9. Sakit kepala

10. Vertigo

11. Gangguan pergerakan

12. Kejang

6. PEMERIKSAAN FISIK

Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi

orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital

kaku kuduk, hemiparese.

Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema

otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan lain yang dapat menunjang diantaranya :

1. CT Scan

CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan

ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia

jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. Indikasi dilakukan Ct Scan yaitu :

Penurunan kesadaran (GCS <15)

Fraktur tulang tengkorak

Tanda klinis adanya fraktu basis krani

Page 9 of 25

Page 10: Askep Cedera Kepala A4

Nyeri kepala persisten, muntah

Cedera penetrasi

Kejang

Deficit neurologis

Lateralisasi

2. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan

otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

4. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis dan mencari lesi

5. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum 6 jam dari saat kejadian trauma.

9. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi

peningkatan tekanan intracranial

10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan

tekanan intrkranial

11.  Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan

kesadaran.

8. PENATALAKSANAAN

Beberapa hal yang diperhatikan dalam penatalaksanaan yaitu :

a. Prioritas Perawatan:

1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak

2. Mencegah komplikasi

3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal

4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga

5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan

rehabilitasi.

b. Tujuan:

1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap

2. Komplikasi tidak terjadi

3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain

4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan

Page 10 of 25

Page 11: Askep Cedera Kepala A4

5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai

sumber informasi.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk cedera kepala :

a. Tindakan terhadap peningkatan TIK

1. pemantauan TIK dengan ketat

2. oksigenasi adekuat

3. pemberian mannitol

4. penggunaan steroid

5. peningkatan kepala tempat tidur

6. bedah neuro

b. Tindakan pendukung lain

1. dukungan ventilasi

2. pencegahan kejang

3. pemeliharan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi

4. terapi antikonvulsan

5. klorpromazin à menenangkan pasien

6. selang nasogastrik

Proses Penatalaksanaan pada Trauma Kepala yang Memerlukan Tindakan Bedah  Saraf :

Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf, merupakan proses yang

terdiri dari serangkaian tahapan yang saling berkaitan satu sama lain, sehingga sampai pada

pengambilan putusan untuk melakukan tindakan pembedahan.

Dalam hal ini meliputi 4 tahapan, tahapan-tahapan tersebut meliputi:

1. Tahap I

a. Penilaian awal dan Pertolongan pertama

Penilaian awal, prioritas penilaian :

 Airway

Breathing

Circulation

Periksa adanya kemungkinan kelainan atau perdarahan. Tentukan hal-hal sebagai berikut:

Lamanya tak sadar

Lamanya amnesia post-trauma

Sebab-sebab cedera

Adanya nyeri kepala, muntah

Pemeriksaan fisik umum dan neurologic

Pertolongan pertama yang segera dilakukan bila terjadi gangguan pernafasan, sirkulasi dan

atau gangguan kesadaran:

Page 11 of 25

Page 12: Askep Cedera Kepala A4

Membebaskan jalan nafas agar tetap terbuka dan bebas

Mengontrol atau mengendalikan perdarahan

Menanggulangi renjatan (shock)

Monitor EKG

b. Diagnosis

Pemeriksaan Laboratorium

Hb, hematokrit, eritrosit, lekosit, trombosit, elektrolit, gula darah, BUN, ureum, kreatinin,

masa perdarahan dan penjendalan, golongan darah dan AGD.

Pemeriksaan penunjang yang khusus

Foto kepala

Foto servikal

Pada trauma multiple perlu dilakukan foto abdomen dan ekstremitas

Angiografi Serebral

CT scan

Burr holes/trepanasi eksplorasi

c. Indikasi Konsultasi Bedah Saraf (Teddy & Anslew, 1989)

Coma yang berlangsung lebih dari 6 jam

Penurunan kesadaran atau gangguan neurologik progresif

Penderita belum sadar kembali setelah dirawat 24 jam

Adanya tanda-tanda neurologik fokal, termasuk yang sudah ada sejak saat terjadinya cedera

kepala.

Adanya kejang fokal atau umum setelah trauma.

Fraktur impresi terbuka / tertutup

Perdarahan intrakranial

2. Tahap II: Observasi perjalanan klinis dan Perawatan suportif

3. Tahap III

a. Indikasi pembedahan

Perlukaan pada kulit kepala

Fraktur tulang kepala

Hematoma intrakranial

Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau laserasi otak

Subdural higroma

Kebocoran cairan serebrospinal

b. Kontaindikasi

Page 12 of 25

Page 13: Askep Cedera Kepala A4

Adanya tanda-tanda renjatan (Shock), ini biasanya bukan karena trauma kepalanya tetapi

karena sebab-sebab lain, misalnya ruptur alat viscera (Hepar, lien, ginjal) atau fraktur berat

pada ekstremitas.

Penderita dengan trauma kepala yang pada waktu masuk rumah sakit pupil sudah dilatasi

maksimal dan reaksi cahaya negatif, denyut nadi dan respirasi irregular.

c. Tujuan Pembedahan

Untuk mengeluarkan bekuan darah dan atau jaringan otak yang nekrotik

Untuk mengangkat bagian tulang yang menekan atau masuk ke jaringan otak

Untuk mengurangi tekanan intrakranial

Untuk mengontrol perdarahan

Untuk menutup durameter atau memperbaiki durameter yang rusak

Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infeksi atau untuk kepentingan segi

kosmetik

d. Persiapan Pembedahan

Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas

Pasang infus

Observasi tanda-tanda vital

Pemeriksaan laboratorium

Pemberian antibiotik profilaksi

Pasang kateter

Pasang NGT

Terapi untuk menurunkan TIK

Pemberian antikonvulsan

4. Tahap IV

a. Pembedahan spesifik

Perlukaan pada kulit prinsipnya dilakukan “debridemen”. Pada lesi desak ruang intrakranial

traumatic pada prinsipnya dilakukan kraniotomi yang cukup luasnya.

Pada Hematom Epidural biasanya dilakukan.

Trepanasi

Kraniotomi yang diperluas dengan kraniektomi

Bila diagnosa dengan CT scan yang menunjukkan lesi dengan jelas, cukup dengan kraniotomi

yang terbatas. Pada epidural hematom yang lebih tebal <1,5 – 1 cm, belum perlu tindakan operasi.

Pada Hematom Subdural

Pada Hematom Subdural akut senantiasa diperlukan kraniotomi yang luas. Tindakan

kraniektomi atau membuat lubang bur tidak dianggap cukup, ini hanya hematom subdural yang

kronis.

Page 13 of 25

Page 14: Askep Cedera Kepala A4

Pada Hematom intraserebral dan kontusio serebri dengan efek massa yang jelas.

Dilakukan tindakan kraniotomi yang cukup luas apabila :

Terdapat kontusio dengan diameter > 1 cm, dipermukaan korteks hendaknya diisap

sampai batas jaringan otak yang sehat.

Menimbulkan efek massa yang jelas

Menyebabkan penyimpangan garis tengah > 4-5 mm

Volume diperkirakan > 30 cc atau diameter > 3 cm

Menunjukkan peninggian tekanan intrakarnial > 30 mmHg dan atau berkaitan dengan

gangguan neurologik yang progresif.

Pada hematoma intraserebral yang kronis dapat dilakukan dengan trepanasi secara

konvensional dan aspirasi.

Pada intraventrikuler hematoma

Kraniotomi – aspirasi hematom

Trepanasi – drenase ventrikuler

Bila timbul tanda-tanda hidrosefalus, dilakukan ventrikulo-peri-toneal shunt.

Prognosis buruk bila GCS < 8 pada saat masuk dirawat. Bila GCS > 8 prognosis lebih baik

kira-kira 86 % hidupnya tidak tergantung orang lain.

Pada subdural higroma

Pada Rhinorrhea

Pada Laserasi otak

Pada fraktur tulang kepala terbuka

Pada fraktur yang menekan tertutup

b. Evaluasi, komplikasi yang perlu diperhatikan:

Perdarahan ulang

Kebocoran cairan otak

Infeksi pada luka atau sepsis

Timbulnya edema serebri

Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK

Nyeri kepala setelah penderita sadar

Konvulsi

c. Outcome

Outcome akibat trauma kepala, walaupun sudah dilakukan tindakan operasi tergantung

beberapa factor diantaranya:

Saat dilakukan operasi

Tergantung pada penilaian tingkat kesadaran

Faktor usia

Tergantung tanda-tanda vital waktu masuk

Page 14 of 25

Page 15: Askep Cedera Kepala A4

Tergantung pada peninggian intrakranial

Tergantung pada factor hematom: jenis, sifatnya, volume dan lokalisasinya, misalnya:

Outcome epidural hematom dengan kontusio serebri lebih buruk daripada kalau hanya

ada epidural hematomnya (Guillermann, 1996)

Volume hematom epidural (EDH)

× EDH < 50 cc mortalitasnya 12 %

× EDH 50 – 100 cc mortalitasnya 33 %

× EDH > 100 cc mortalitasnya 66 %

9. KOMPLIKASI

Komplikasi yang akan terjadi pada cplikasi yang akan terjadi pada cedera kepala ini

diantaranya ;

a. Jangka pendek :

1. Hematom Epidural

Letak : antara tulang tengkorak dan duramater

Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya

Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala

sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul

gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran

menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-

mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks

cahaya.  Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.

Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)

Interval lucid

Peningkatan TIK

Gejala lateralisasi → hemiparese

Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma

subkutan

Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi

kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus

piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik

positif.

CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks

LCS : jernih

Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan

pembuluh darah.

Page 15 of 25

Page 16: Askep Cedera Kepala A4

2. Hematom subdural

Letak : di bawah duramater

Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi

piamater serta arachnoid dari kortex cerebri

Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama

Kronis : 3  minggu atau berbulan-bulan setelah trauma

CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian

Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.

Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian

dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)

Isodens → terlihat dari midline yang bergeser

Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak

(dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom

akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.

3. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus

temporalis.  Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya

berupa perdarahan kecil-kecil saja.  Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari

kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan

kavitasi.  Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian

otak yang terkena.

4. Oedema serebri

Pada keadaan ini otak membengkak.  Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga

berjam-jam.  Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat.  Tekanan darah

dapat naik, nadi mungkin melambat.  Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak

ada.  Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.

TIK meningkat

Cephalgia memberat

Kesadaran menurun

b. Jangka Panjang :

1. Gangguan neurologis

Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII,  disartria,

disfagia, kadang ada hemiparese

2. Sindrom pasca trauma

Page 16 of 25

Page 17: Askep Cedera Kepala A4

Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah

tersinggung, sakit kepala, kesulitan  belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku, misalnya:

menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran

saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

b. Tingkat kesadaran dan responsitivitas

Tingkat kesadaran atau responsitivitas dijkaji secara teratur karena perubahan pada tingkat

kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologic lain. Skala koma gaslow

digunakan untuk, digunakan untuk mengklaji tingkat kesadaran berdasarkan 3 kriteria

pembukaan mata, respon verbal, dan respon motorik.

c. Pemantauan tanda – tanda vital

Meskipun penyimpangan tingkat kesehatan pasien adalah indikasi neurologic paling sensitive

tentang acaman bahaya, tanda vital dipantau dalam interval sering untuk mengkaji status

intrakranial.

Tanda peningkatan TIK meliputi pelambatan nadi, peningkatan tekanan darah sistolik, dan

pelebaran tekanan nadi.

Pada saat kompresi otak meningkat, tanda vital cenderung sebaliknya, nadi dan pernapasan

menjadi cepat, dan tekanan darah menurun. Hal ini adalah perkembangan yang

menyenangkan, sesuai dengan fluktuasi cepat tanda vital.

Peningkatan suhu tubuh dianggap hal yang tidak menguntungkan, karena hipertermia

meningkat kebutuhan metabolism otak dan merupakan indikasi kerusakan batang otak.

Indicator prognosis buruk. Suhu dipertahaknkan dibawah 280C

Takikardia dan hipotensi arteri dapat mengindikasikan perdarahan sedang terjadi ditempat lain

ditubuh.

d. Fungsi motorik

Fungsi motorik juga sering dikaji melalui observasi gerakan – gerakan spontan,

memeribtahkan pasien meninggikan dan menurunkan ekstermitas, dan membandingkan kekuatan

dan kualitas genggaman tangan dalam periodic waktu yabg teratur. Ada atau tidaknya gerakan –

gerakan spontan pada masing – masing ekstermitas dicatat dan tanda bicara dan mata dikaji.

Jika pasien tidak menunjukkan gerakan spontan, maka respon stimulus nyeri dikaji. Respon

abnormal (respon motorik berkurang, perluasan respon) mengarah pada prognosis buruk

Kemampuan pasien untuk bicara dan kualitas biacara juga dikaji. Kapasitas untuk berbicara

merupakan indikasi tingkat fungsi otak yang tinggi.

Pembukaan mata secara spontan pada pasien dievaluasi.

Page 17 of 25

Page 18: Askep Cedera Kepala A4

Ukuran dan kualitas pupil dan reaksinya terhadap cahaya. Dilatasi unilateral dan respon pupil

yang buruk merupakan indikasi adanya pembentukkan hematoma dengan tekanan lanjut pada

saraf cranial ketiga karena pergeseran otak. Jika kedua pupil menjadi kaku dan dilatasi, maka

diindikasikan ada cedera berlebihan dan kerusakan instrinsik pada batang otak atas, yang

merupakan tanda prognostic buruk.

e. Pemeriksaan fisik

Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,

ataksik)

Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

Sistem saraf :

Kesadaran melalui pemeriksaan GCS.

Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan

melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.

Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi

suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.

Sistem pencernaan : Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,

kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar,

tanyakan pola makan?

Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak

volunter, ROM, kekuatan otot.

Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat

kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

f. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.

2. DIAGNOSA

Diagnose yang sering muncul diantaranya :

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan

tekanan intrakranial

3. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan

intrakranial.

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

7. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Page 18 of 25

Page 19: Askep Cedera Kepala A4

8. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya

sirkulasi perifer.

3. RENCANA INTERVENSI

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

a. Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.

b. Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda

hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.

c. Rencana tindakan :

1. Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat

menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2

dan menyebabkan asidosis respiratorik.

2. Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal

volume.

3. Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari

inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap

gangguan pertukaran gas.

4. Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /

cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.

5. Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak

adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.

6. Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang

adekuat bila ada gangguan pada ventilator

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan

tekanan intrakranial.

a. Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,

kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

b. Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

c. Rencana tindakan :

1. Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan

tekanan vena jugularis.

2. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya :

peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala,

valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction,

perkusi).

tekanan pada vena leher.

Page 19 of 25

Page 20: Askep Cedera Kepala A4

pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada

vena leher).

3. Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan,

fleksi (harus bersamaan).

4. Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.

5. Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan

therapeutic, hindari percakapan yang emosional.

6. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai

program.

7. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat

meningkatkan edema serebral.

8. Monitor intake dan out put.

9. Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

10. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.

11. Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan

tekanan intrakranial.

3. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

a. Tujuan : Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

b. Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai

dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

c. Rencana tindakan :

1. Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

2. Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan

pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.

3. Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

4. Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku,

mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh

perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.

5. Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

6. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk

menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik

jumlah, kalori, dan waktu.

7. Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang

aman dan bersih.

Page 20 of 25

Page 21: Askep Cedera Kepala A4

8. Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan

perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.

9. Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

10. Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

4. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan

intrakranial.

a. Tujuan : Anak terbebas dari injuri.

b. Criteria hasil : tidak adanya injuri

c. Rencana tindakan :

1. Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,

menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.

2. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

3. Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.

4. Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.

5. Berikan analgetik sesuai program.

5. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

a. Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang

ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam

batas normal.

b. Criteria hasil : tidak mual dan muntah

c. Rencana tindakan :

1. Kaji intake dan out put.

2. Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata

cekung dan out put urine.

3. Berikan cairan intra vena sesuai program

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

a. Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan

tanda-tanda vital dalam batas normal.

b. Criteria hasil : tidak lagi merasakan nyeri

c. Rencana tindakan :

Page 21 of 25

Page 22: Askep Cedera Kepala A4

1. Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,

serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.

2. Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.

3. Kurangi rangsangan.

4. Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.

5. Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.

6. Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

7. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

a. Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan

tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam

perawatan anak.

b. Criteria hasil : Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan, Keluarga mengerti cara

berhubungan dengan pasien, Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan

tindakan meningkat.

c. Rencana tindakan

1. Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.

2. Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.

3. Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.

4. Gunakan komunikasi terapeutik

8. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya

sirkulasi perifer.

a. Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi

b. Criteria hasil : tidak ditemukan lesi,

c. Rencana tindakan :

1. Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan

kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.

2. Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

3. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang

menonjol.

4. Ganti posisi pasien setiap 2 jam

5. Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan

terjadinya kerusakan kulit.

Page 22 of 25

Page 23: Askep Cedera Kepala A4

6. Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

7. Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

8. Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.

9. Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan

menggunakan H2O2.

4. PENYIMPANGAN KDM

Page 23 of 25

Page 24: Askep Cedera Kepala A4

Page 24 of 25

Page 25: Askep Cedera Kepala A4

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah, IAPK, Pajajaran, Bandung.

Elizabeth J. Corwin, 1996, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Hudak & Gallo, 1994, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.

Meg Gulanik, 1994, Nursing Care Plans, Mosby, New York.

Swear Ingen, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta4

Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999

Page 25 of 25