Askep cedera servikal

34
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Benturan keras atau benda tajam yang mengenai tulang servikal ini tidak hanya akan merusak struktur tulang saja namun dapat menyebakan cedera pada medulla spinalis apabila benturan yang disebabkan ini sampai pada bagian posterior tulang servikal. Struktur tulang servikal yang rusak dapat menyebabkan pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan apabila mengenai serabut saraf spinal dapat menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh. Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla pinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki- laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia decade 3. Trauma pada servikal C1 dan C2 dapat menyebakan dislokasi atlanto- servikalis sehingga kepala tidak dapat melalakukan gerakan mengangguk dan apabila menembus ligamentum posterior dan mencederai medulla spinalis maka pusat ventilasi otonom akan terganggu. Cedera pada C3-C5 menyebabkan gangguan pada otot pernapasan dan cedera pada C4-C7 mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas (qudriplegia). Karena sangat pentingnya peranan tulang servikalis pada fungsional tubuh manusia maka evaluasi dan pengobatan pada cedera 1

Transcript of Askep cedera servikal

Page 1: Askep cedera servikal

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah

trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7.

Benturan keras atau benda tajam yang mengenai tulang servikal ini tidak hanya akan merusak struktur

tulang saja namun dapat menyebakan cedera pada medulla spinalis apabila benturan yang disebabkan

ini sampai pada bagian posterior tulang servikal. Struktur tulang servikal yang rusak dapat menyebabkan

pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan apabila mengenai serabut saraf spinal dapat

menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh.

Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan

stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena

trauma langsung medulla pinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki- laki 5 kali

lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan

kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur

dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia decade 3.

Trauma pada servikal C1 dan C2 dapat menyebakan dislokasi atlanto-servikalis sehingga kepala

tidak dapat melalakukan gerakan mengangguk dan apabila menembus ligamentum posterior dan

mencederai medulla spinalis maka pusat ventilasi otonom akan terganggu. Cedera pada C3-C5

menyebabkan gangguan pada otot pernapasan dan cedera pada C4-C7 mengakibatkan kelemahan pada

ekstremitas (qudriplegia).

Karena sangat pentingnya peranan tulang servikalis pada fungsional tubuh manusia maka

evaluasi dan pengobatan pada cedera servikal memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini,

prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan

manajemen. Penanganan rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner tim trauma

dan perkembangan metode modern dari fusi servikal dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal

masyarakat. Oleh karena itu, perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu menguasai dan

memmahami pengetahuan tentang asuhan keperawatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan pada

pasien dengan cedera servikalis. Sehingga pada tatanan praktiknya, perawat mampu mengaplikasikan

teori dengan baik dan terampil.

1

Page 2: Askep cedera servikal

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada

apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher,

punggung dan bagian utama dari skeleton

(tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi

vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan

serabut syaraf, menyokong berat badan dan

berperan dalam perubahan posisi tubuh.

Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33

vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7

cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4

coccigeal.

Gambar 1. Tulang Belakang (www.medscape.com, 2010)

Atlas (C1) adalah vertebra servikalis pertama dari tulang belakang.

Atlas bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak dan tulang belakang

dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2 bertanggung jawab atas

gerakan mengangguk dan rotasi kepala.

Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah lengkungan dan dua massa lateral.

Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa

tulang atlas. Foramina melintang terletak pada aspek lateral. Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan

parsaticularis memisahkan unggulan dari proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid)

atau sarang adalah struktur 2 sampai 3 cm corticocancellous panjang dengan pinggang menyempit dan ujung

menebal. Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala) dari tubuh vertebra.

2

Page 3: Askep cedera servikal

Gambar 2. Atlas dan Axis (www.bonespine.com, 2009)

Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan

medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang terdapat pada tulang servikal antara lain adalah :

1. ligamen'ta fla'va : serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan memperluas antara bagian

ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari sumbu ke sacrum.. Namanya Latin untuk "ligamen

kuning," dan ini terdiri dari elastis jaringan ikat membantu mempertahankan postur tubuh ketika

seseorang sedang duduk atau berdiri tegak. Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses

spinosus dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing ke bawah dari belakang

setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam

kanalis vertebralis. Hal ini juga mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari

sacrum , tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul. Pada ujung atas, setiap flavum

ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi

horizontal pasangan tulang yang membentuk dua jembatan mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi

tubuh vertebral dan proses spinosus belakangnya. Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses

yang kurus menonjol ke belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah

tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka membentuk melebar "V"

yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang .

Gambar 3. Spinal Ligament-ligamentum Flavum (www.spineuniverse.com, 2010)

3

Page 4: Askep cedera servikal

2. Ligamentum nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis fibroelastic garis tengah.

Ia meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke punggung C7 dan menempel pada bagian median dari

puncak occipital eksternal, tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah leher

rahim, ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic dari otot leher rahim yang berdekatan dan

yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai dalam, otot-otot ini adalah trapezius, genjang kecil, capitus

splenius, dan serratus posterior superior. Juga anatomi, dan mungkin penting secara klinis, ligamen

telah ditemukan memiliki lampiran berserat langsung dengan dura tulang belakang antara tengkuk dan

C1,

3. Zygapophyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh manusia. Gabungan sinovial

ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairan-cairan sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian

dalam sendi, dan tulang rawan pada permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang

berdekatan dari setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan meluncur.

Gambar 4. Anterior dan posterior cervical ligament (www.boneandspine.com,2009)

4. Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas, untuk batas bawah

lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina dari sumbu .

5. Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas bawah lengkung anterior

dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang

menghubungkan tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan merupakan

kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior .

6. Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis, dan membentang sepanjang

permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari tubuh sumbu, di mana ia terus-menerus dengan

tectoria membrana, untuk sakrum. ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada

ruang disk intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi patologis tertentu tulang

belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram tulang belakang.

7. Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di cincin dari atlas , dan

mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan lengkung anterior. Ligamentum transversal

4

Page 5: Askep cedera servikal

membagi cincin dari atlas menjadi dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi

untuk transmisi dari medula spinalis dan membran dan saraf aksesori.

2.2 Definisi

Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut

Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh

dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

Cedera tulang belakang servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis oksiput hingga C2.

2.3 Klasifikasi

Tingkat cedera didefinisikan oleh ASIA menurut Penurunan Skala (dimodifikasi dari klasifikasi Frankel),

dengan menggunakan kategori berikut:

A - Lengkap: Tidak ada fungsi motorik dan sensorik yang dipertahankan dalam segmen sacral S4-

S5.

B - lengkap: Fungsi sensori dipertahankan di bawah tingkat neurologis dan meluas melalui segmen

sakral S4-S5.

C - lengkap: Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot

kunci di bawah tingkat otot neurologis memiliki nilai kurang dari 3.

D - lengkap: fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot

kunci di bawah level neurologis telah kelas otot lebih besar dari atau sama dengan 3.

E - Normal: Fungsi sensorik dan motorik yang normal.

Cedera servikal dapat digolongkan menjadi :

a. Cedera fleksi

Fraktur kompresi : disebabkan karena fleksi yang tiba-tiba.

Fraktur fleksi – teardrop : melibatkan seluruh columna ruang interspinosus melebar dan dapat

menyebabkan cedera medulla spinalis.

Subluksasi anterior : kompleks ligamentum superior mengalami ruptur sedangkan ligamentum

anterior tetap utuh.

Dislokasi faset bilateral : disebabkan fleksi yang berlebihan

Fraktur karena dorongan : terjadi karena fleksi leher yang tiba-tiba selain itu bisa juga terjadi karena

fraktur langsung di prosesus spinosus, trauma oksipital, tarikan yang sangat kuat di ligamentum

supraspinosus.

b. Cedera Fleksi-rotasi

Dislokasi faset unilateral : terjadi saat fleksi bersamaan dengan rotasi sehingga ligamentum dan

kapsul teregang maksimal. Dislokasi kedepan pada vertebra di atas dengan atau tanpa di sertai

kerusakan tulang.

5

Page 6: Askep cedera servikal

Dislokasi antlantoaxial : terjadi karena hiperekstensi, terjadi pergeseran sendi antara C1 dan C2 dan

biasanya fatal. Cedera ini dapat menyebabkan rheumatoid arthritis.

c. Cedera ekstensi

Fraktur menggantung : terjadi pada C2 yang disebabkan karena hiperekstensi dan kompresi yang

tiba-tiba.

Ekstensi ‘teardrop’ : hiperekstensi mendadak dan terjadi akibat tarikan oleh ligamentum longitudinal.

d. Cedera compresi axial

Fraktur jefferson : terjadi pada C1 dan disebabkan karena kompresi yang sangat hebat. Kerusakan

terjadi di arkus anterior dan posterior.

Fraktur remuk vertebra : penekanan corpus vertebra secara langsung dan tulang menjadi hancur.

Fragmen tulang masuk ke kanalis spinalis kemudian menekan medulla spinalis sehingga terjadi

gangguan saraf parsial

Fraktur atlas :

Tipe I dan II : fraktur stabil karena terjadi pada arkus anterior dan posterior.

Tipe III : terjadi pada lateral C1

Tipe IV : sering disebut sebagai fraktur jefferson

Karena anatomi dan catu vaskuler kord spinal yang unik, berbagai sindroma tidak lengkap dapat dijumpai

pada cedera kord spinal servikal. Pada sindroma ini, fungsi sensori dan motor tertentu terganggu atau hilang,

namun lainnya tetap utuh.

1. Sindroma kord sentral

Paling sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena sebab tertentu seperti

keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian sentral dapat mengalami kontusi walau bagian lateral

hanya mengalami cedera ringan. Khas pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat pada lengan,

mungkin karena kerusakan serabut spinotalamik, mungkin saat ia menyilang komisura anterior. Pemeriksaan

fisik menunjukkan kelemahan lengan, dengan utuhnya kekuatan ekstremitas bawah. Sebagai tambahan,

sensasi nyeri dan suhu hilang dalam distribusi seperti tanjung. Semua lesi yang menyebabkan cedera primer

terhadap kord spinal sentral dapat menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti siringo- mielia, tomor kord

spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini secara jarang dapat terjadi pada kord spinal bawah (konus

medularis).

2. Sindroma arteria spinal anterior

Terjadi karena arteria ini mencatu substansi kelabu dan putih bagian ventrolateral dan

posterolateral kord spinal. Kerusakan arteria ini berakibat sindroma klinis paralisis bi- lateral dan hilangnya

sensasi nyeri serta suhu dibawah tingkat cedera, namun sensasi posisi dan vibrasi (fungsi kolom posterior)

utuh. Lesi arteria ini bisa karena cedera tulang belakang, neoplasma yang terletak anterior (biasanya

metastasis) dan cedera aortik.

6

Page 7: Askep cedera servikal

3. Sindroma Brown-Sequard

Pada bentuk yang murni, menunjukkan akibat dari hemiseksi kord spinal. Defisit neurologis

berupa hilangnya fungsi motor ipsilateral, sensasi vibrasi dan posisi. Sebagai tambahan, sensasi nyeri serta

suhu kontralateral hilang. Luka tembus dan peluru dapat menimbulkan sindroma Brown-Sequard 'lengkap',

namun manifestasi tak lengkap sindroma ini tampak dengan berbagai ragam pada lesi lain, termasuk trauma

dan neoplasma.

4. Sindroma kolom posterior

Terjadi bila kolom posterior rusak secara selektif, berakibat hilangnya sensasi vibrasi dan

proprioseptif bilateral dibawah lesi. Temuan ini tersering dijumpai sekunder terhadap kelainan sistemik

(neurosifilis), namun secara jarang dijumpai setelah trauma kord spinal.

2.4 Etiologi

Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah

raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan

dan gaya pegas untuk menahan tekanan.

Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:

a. Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan,

penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah

pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan

fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan

pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan

jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang.

Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau

calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau

tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

2.5 Manifestasi klinis

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut:

a. Nyeri

7

Page 8: Askep cedera servikal

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari

patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan

extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

c. Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

d. Spasme otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

f. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi

karena kerusakan syaraf.

g. Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi

pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

h. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.

i. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang

mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk

normalnya.

j. Shock hipovolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

2.6 Patofisiologi

Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah kecelakaan mobil, kecelakaan

motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera,

cidera servikal di bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical atas adalah fraktura

atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang belakang cervical bawah termasuk fraktura

dan dislokasi ruas tulang belakang C3-C7. Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami

fraktur.

C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal dan arcus posterior yang

tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya. Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis

membentuk articulatio atlanto-occipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah, tulang

8

Page 9: Askep cedera servikal

ini beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat berlangsungnya gerakan memutar

kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis

sehingga menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang otak. Cedera

pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif.

Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi hilangnya inervasi otot

pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat menyebabkan komplience paru menurun.

Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan medula spinalis oleh

ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan

nekrosis dan menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan akson,

sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal,

scalenus, otot2 abdominal. Intak pada diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor.

Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla spinalis yang dapat

terjadi beberapa menit setelah adanya benturang keras mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara histologis

medulla spinalis masih normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi. Pada

waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera neural primer. Disamping itu

juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis progresif akibat cedera neural sekunder.

Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka akan terjadi kerusakan secara

struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan

menghambat suplai O2 ke medulla spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi

ischemik pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan ada pelepasan vasoactive

agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi kapiler pada pusat substansi abu-abu medula

spinalis. Ini merupakan permulaan dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya

adalah peningkatan level Ca pada intraselular yang mengakibatkan kerusakan pada endotel pembuluh darah

yang dalam beberapa jam kemudian dapat menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di

medula spinal. Peningkatan potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada

sel (Conduction Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan

nekrosis pada sel.

Di tingkat selular, adnya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2 dapat merangsang pelepasan

superoksid (radikal bebas), disertai terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, dan pelepasan mediator

inflamasi dapat mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel mengkerut dan

kromatin nuclear yang padat.

9

Page 10: Askep cedera servikal

2.7 Penatalaksanaan

Semua penderita koban kecelakaan yang memperlihatkan gejala adanya kerusakan pada tulang

belakang, seperti nyeri leher, nyeri punggung, kelemahan anggota gerak atau perubahan sensitivitas harus

dirawat seperti merawat pasien kerusakan tulang belakang akibat cedera sampai dibuktikan bahwa tidak ada

kerusakan tersebut.

Setelah diagnosis ditegakkan, di samping kemungkinan pemeriksaan cedera lain yang menyertai,

misalnya trauma kepala atau trauma toraks, maka pengelolaan patah tulang belakang tanpa gangguan

neurologik bergantung pada stabilitasnya. Pada tipe yang stabil atau tidak stabil temporer, dilakukan

imobilisasi dengan gips atau alat penguat. Pada patah tulang belakang dengan gangguan neurologik komplit,

tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk stabilisasi patah tulangnya untuk memudahkan perawatan

atau untuk dapat dilakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini merupakan syarat penting sehingga penyulit yang

timbul pada kelumpuhan akibat cedera tulang belakang seperti infeksi saluran nafas, infeksi saluran kencing

atau dekubitus dapat dicegah. Pembedahan juga dilakukan dengan tujuan dekompresi yaitu melakukan

reposisi untuk menghilangkan penyebab yang menekan medula spinalis, dengan harapan dapat

mengembalikan fungsi medula spinalis yang terganggu akibat penekanan tersebut. Dekompresi paling baik

dilaksanakan dalam waktu enam jam pascatrauma untuk mencegah kerusakan medula spinalis yang

permanen. Tidak boleh dilakukan dekompresi dengan cara laminektomi, karena akan menambah instabilitas

tulang belakang.

Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha mencegah terjadinya

kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder, yaitu dengan dilakukannya imobilisasi di tempat kejadian

dengan memanfaatkan alas yang keras.

Pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu atau sarana apapun yang beralas

keras. Hal ini dilakukan pada semua penderita yang patut dicurigai berdasarkan jenis kecelakaan, penderita

yang merasa nyeri di daerah tulang belakang, lebih-lebih lagi bila terdapat kelemahan pada ekstremitas yang

disertai mati rasa. Selain itu harus selalu diperhatikan jalan napas dan sirkulasi.

10

Page 11: Askep cedera servikal

Bila dicurigai cedera di daerah servikal, harus diusahakan agar kepala tidak menunduk dan tetap di

tengah dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan kain untuk menyangga leher pada saat

pengangkutan.

Setelah semua langkah tersebut di atas dipenuhi, barulah dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologik

yang lebih cermat. Pemeriksaan penunjang seperti radiologik dapat dilakukan. Pada umumnya terjadi

paralisis usus selama dua sampai enam hari akibat hematom retroperitoneal sehingga memerlukan

pemasangan pipa lambung. Pemasangan kateter tetap pada fase awal bertujuan mencegah terjadi

pengembangan kandung kemih yang berlebihan, yang lumpuh akibat syok spinal. Selain itu pemasangan

kateter juga berguna untuk memantau produksi urin, serta mencegah terjadinya dekubitus karena menjamin

kulit tetap kering.

Terapi pada cidera medula spinalis terutama ditujukanuntuk meningkatkan dan memperhatikan dan

mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cidera medula spinalis komplet hanya memiliki

peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam

72jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak komplet

cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila funsi sensoris dibawah lesi masih ada, maka

kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari 50%.

Metilpredinsolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medula spinalis

traumatika dan direkomendasikan oleh national institute of health di amerika Serikat. Namun demikian

penggunaannya sebagai terapi utama cidera medula spinalis traumatik masih dikritisi banyak pihak dan

belum digunakan sebagai standart terapi.

Dalam chochrane library menunjukkan bahwa metilpredinsolon dosis tinggi merupakan satu satunya

terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinis tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan

sebagai terapi cedera medula spinalis traumatika. Tindakan rehabilitasi medik meruoakan kunci utama

dalam penanganan pasien cidera medula spinalis.fisioterapi, terapi okupulasi dan blader training pada pasien

ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah mempertahankan ROM (Range of

Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan central

cord syndrome/CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga

dapat berjalan dengan bantuan apapun ataupun tidak.

Terapi Okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ektermitas atas,

mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sdehari hari/ activiting of dayli living (ADL). Pembentukan

kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

11

Page 12: Askep cedera servikal

CT SCAN : Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang servikal dan

sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi Pemeriksaan CT berkisar antara 72 -91 % dalam mendeteksi

adanya herniasi diskus. Akurasi dapat mencapai 96 % bila mengkombinasikan CT dengan myelografi.

MRI : Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal . MRI dapat

mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah medula spinalis , radiks saraf dan tulang

vertebra dapat divisualisasikan. Namun pada salah satu penelitian didapatkan adanya abnormalitas berupa

herniasi diskus pada sekitar 10 % subjek tanpa keluhan , sehingga hasil pemeriksaan ini tetap harus

dihubungkan dengan riwayat perjalanan penyakit , keluhan maupun pemeriksaan klinis. Elektromiografi

( EMG) : Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak,

karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk

menentukan level dari iritasi/kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan

adanya iritasi atau kompresi.

Elektromiografi ( EMG) : Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat

neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain

itu juga untuk menentukan level dari iritasi/kompresi radiks , membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer,

membedakan adanya iritasi atau kompresi .

Metode untuk foto daerah cervical

1. Pada foto anteroposterior garis lateral harus utuh, dan prosesus spinosus dan bayangan trakea harus

berada pada garis tengah. Diperlukan foto dengan mulut terbuka untuk memperlihatkan C1 dan C2

(untuk fraktur massa lateral dan odontoid).

2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra cervical dan T1, jika tidak cedera yang rendah akar

terlewatkan. Hitunglah vertebra kalau perlu, periksa ulang dengan sinar-X sementara menerapkan

traksi ke bawah pada lengan. Kurva lordotik harus diikuti dan menelusuri empat garis sejajar yang

dibentuk oleh bagian depan korpus vertebra, bagian belakang badan vertebra. massa lateral dan

dasar-dasar prosesus spinosus setiap ketidakteraturan menunjukkan suatu fraktur atau pergeseran.

Ruang interspinosa yang terlalu lebar menunjukkan luksasi anterior. Trakea dapat tergeser oleh

hematoma jaringan lunak.

3. Jarak tiang odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas tidak boleh melebihi 4,5 mm

( anak-anak ) dan 3mm pada dewasa

4. Untuk menghindari terlewatnya adanya dislokasi tanpa fraktur diperlukan film lateral pada posisi

ekstensi dan fleksi.

5. Pergeseran korpus vertebra ke arah depan terhadap korpus vertebra dibawahnya dapat berarti klinis

yaitu dislokasi permukaan unilateral jika pergeseran yang kurang dari setengah lebar korpus

vertebra. Untuk hal ini diperlukan foto oblik untuk memperlihatkan sisi yang terkena. Pergeseran

yang lebih dari setengah lebar korpus vertebra tersbut menunjukkan dislokasi bilateral.

12

Page 13: Askep cedera servikal

6. Lesi yang tidak jelas perlu dilanjutkn pemeriksaan CT scan.

2.9 Komplikasi

1. Syok neurogenik

Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada medulla

spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis

pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah

maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.

2. Syok spinal

Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera medulla

spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian

rusak.

3. Hipoventilasi

Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera yang mengenai

medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas.

4. Hiperfleksia autonomic

Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut , keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi dan

hipertensi.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Contoh Kasus

Pasien  F, laki-laki usia 40 tahun, pekerjaan pegawai swasta, masuk RS Dr Soetomo pada tanggal 28

Januari 2011 atas rujukan RS Soedono, dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak sejak 5 hari yang

lalu. Klien merasa kelemahan anggota geraknya semakin memberat. Makan dan minumnya baik. Klien

tampak menggunakan colar neck.

Satu bulan sebelum masuk RS Dr Soetomo, pasien mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpangi

pasien masuk ke lubang, dan kepala pasien terbentur atap mobil sampai 4x. Saat itu pasien pingsan, lamanya

kira-kira 20 menit, perdarahan THT tidak ada, muntah tidak ada dan pasien masih mengingat peristiwa

sebelum kejadian. Pasien mengalami kelemahan pada keempat anggota gerak, nyeri hebat di area leher

bagian belakang dan dipasang colar neck. Jika buang air kecil (BAK) pasien ngompol, pasien juga tidak bisa

buang air besar (BAB), klien dirawat di RS Soedono Madiun selama 10 hari. Pasien masih menggunakan

kateter sejak pulang dari RS Soedono sampai saat ini dan untuk bisa BAB dibantu dengan klisma. Sejak

pulang dari RS Soedono, pasien menjalani fisioterapi sebanyak 9 kali yang dilakukan oleh fisioterapist agar

bisa berjalan lancar. Saat difisioterapi, kepala pasien ditarik.

13

Page 14: Askep cedera servikal

            Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung disangkal. Riwayat pemberian steroid di RS Soedono

tidak diketahui.

Pemeriksaan Diagnostik

a. Hasil Laboratorium :   

Hb 13,2 g/dl

Ht  36 %

Leukosit 16.500/uL

Trombosit 244.000/uL

LED 25 mm

Ureum 23 mg/dL

Kreatinin darah 0.6 mg/dl

GDS 126 mg/dL

Na 105 meq/l

K 4,2 meq/l

Cl 73 meq/l

14

Page 15: Askep cedera servikal

b. Foto X cervical : dislokasi C1-C2

c. MRI : fraktur C1 dengan dislokasi ke posterior, stenosis berat medulla spinalis setinggi

CI-CII.

d. BGA : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

pH 7.607

pCO2 21.5 mmHg

pO2 84.7 mmHg

SO2  % 92.2

BE 0.0 mmol/L

HCO3  21.7 mmol/L

Terapi yang diberikan : O2 sungkup rebreathing 6 l/m

IVFD NaCl 0,9 % per 12 jam

Imobilisasi leher dengan collar neck

Metilprednisolon  tab 4 x 8 mg

Ranitidin 2 x 1 amp injeksi

NaCl tab 3 x 500 mg

Periksa AGD ulang 6 jam kemudian

Diagnosis kerja : Tetraparesis

Diagnosis klinis : Tetraparesis, inkontinensia uri dan retensi alvi, hiponatremi, hipoklorida, alkalosis

respiratorik, leukositosis.

Diagnosis topis : servikal 1, proccesus odontoid, medulla spinalis

Diagnosis patologi : Fraktur, dislokasi

Diagnosis etiologi : Trauma

3.2 Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

1. Identitas

Nama : Tn. F

Umur : 40 tahun

Alamat : Madiun

Pekerjaan : Pegawai Swasta

2. Keadaan Umum : kesadarannya compos mentis, klien memakai colar neck

3. Keluhan Utama : Pasien mengeluh mengalami kelemahan anggota gerak 5 hari yll 7

semakin memberat. Mengalami muntah-muntah 10x dalam 2 hari.

4. Riwayat penyakit sekarang : Tn.F mengalami kelemahan keempat anggota gerak, nyeri di area

cedera, demam, sesak napas. Muntah.

Page 16: Askep cedera servikal

6. Riwayat Penyakit Dulu : Klien mengalami kecelakaan lalu lintas 1 bulan yang lalu

7. Riwayat Alergi : Klien menyatakan tidak mempunyai alergi.

8. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada masalah

9. Keadaan Umum : TD = 100 / 60 mmhg,

N= 80 x/menit

RR = 29 x/menit

T = 38,50C

ROS (Review of System)

B1 (Breathing) : napas pendek, sesak

B2 ( Blood ) : berdebar-debar, hipotensi, suhu naik turun.

B3 ( Brain ) : nyeri di area cedera

B4 ( Blader ) : inkontinensia uri

B5 ( Bowel ) : tidak bisa BAB (konstipasi), distensi abdomen, peristaltik usus menurun.

B6 ( Bone ) : kelemahan ke empat anggota gerak(Quadriplegia)

Psikososial : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.

Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS : klien mengeluh sesak

napas.

DO : klien terlihat pucat,

sianosis, adanya

pernapasan cuping hidung

RR= 29x/menit

TD = 100/60 mmHg

Cedera cervical (C1-C2)

Kelumpuhan otot pernapasan

(diafragma)

Ekspansi paru menurun

Pola napas tidak efektif

Ketidakefektifan pola

napas

2. DS : klien mengeluh nyeri

hebat & tidak bisa tidur.

DO : Klien terlihat sangat

gelisah, suhu tubuh klien

naik turun tak menentu,

klien memakai colar neck.

N=80x/mnt.

S= 38,50C

Hasil foto X-cervical

menunjukan fraktur

dislokasi C1-2.

Cedera cervical

Fraktur dislokasi servikal

Pelepasan mediator inflamasi

Prostalglandin, bradikinin dll

respon nyeri hebat dan akut

Nyeri

Nyeri

Page 17: Askep cedera servikal

Skala nyeri 8 (interval 1-

10).

3. DS : Klien megatakan

sering ngompol.

DO : Klien terpasang

kateter.

Cedera cervikalis

Kompresi medulla spinalis

Gangguan sensorik motorik

Kelumpuhan saraf perkemihan

Inkontinensia uri

Gangguan pola eliminasi uri

Gangguan pola

eliminasi uri

4. DS : Klien mengeluh tidak

bisa BAB.

DO : Peristaltik usus klien

menurun, abdomen

mengalami distensi.

Cedera cervikalis

Kompresi medulla spinalis

Kelumpuhan persarafan usus &

rektum

Gangguan eiminasi alvi

Gangguan eliminasi

alvi (Kostipasi)

5. DS : Klien merasa

mengalami kelemahan

pada keempat anggota

geraknya.

DO : Klien membutuhkan

bantuan untuk memenuhi

ADL nya.

Cedera cervikalis

Kompresi medula spinalis

Gangguan motorik sensorik

Kelumpuhan

Kerusakan mobilitas fisk

Kerusakan mobilitas

fisik.

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi medulla spinalis.

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada cervikalis

Page 18: Askep cedera servikal

3. Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan

4. Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat kerusakan persarafan usus &

rectum.

5. Kerusakan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak

3.4 Rencana Intervensi

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma

Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen

Kriteria hasil :

a) ventilasi adekuat

b) PaCo2<45

c) PaO2>80

d) RR 16-20x/ menit

e) Tanda-tanda sianosis(-) : CRT 2 detik

Intervensi keperawatan :

1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.

Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/

mempertahankan jalan nafas.

2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.

Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan

mengurangi resiko infeksi pernapasan.

3. Kaji fungsi pernapasan.

Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot

pernapasan mengalami kelumpuhan.

4. Auskultasi suara napas.

Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat

pnemonia.

5. Observasi warna kulit.

Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera

6. Kaji distensi perut dan spasme otot.

Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma

7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.

8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan

fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan

pernapasan.

Page 19: Askep cedera servikal

9. Pantau analisa gas darah.

Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi

PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.

10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat.

Rasional : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.

11. Lakukan fisioterapi nafas.

Rasional : mencegah sekret tertahan

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan

Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang dengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X 24 jam

Intervensi keperawatan :

1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.

Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.

Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan

berbaring lama.

3. Berikan tindakan kenyamanan.

Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.

4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.

Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.

5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.

Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan

istirahat

3. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.

Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan

Kriteria hasil :

a) Produksi urine 50cc/jam

b) Keluhan eliminasi urin tidak ada

Intervensi keperawatan:

1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.

Rasional : mengetahui fungsi ginjal

2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.

3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.

Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.

Page 20: Askep cedera servikal

4. Pasang dower kateter.

Rasional membantu proses pengeluaran urine

4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.

Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi

Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

Intervensi keperawatan :

1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.

Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.

2. Observasi adanya distensi perut.

3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.

4. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.

5. Berikan diet seimbang TKTP cair

Rasional : meningkatkan konsistensi feces

6. Berikan obat pencahar sesuai pesanan.

Rasional: merangsang kerja usus

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan

Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi

dengan pembedahan.

Kriteria hasil :

a) Tidak ada konstraktur

b) Kekuatan otot meningkat

c) Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahap

Intervensi keperawatan :

1. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum

2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan.

Rasional memberikan rasa aman

3. Lakukan log rolling.

Rasional : membantu ROM secara pasif

4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.

Rasional mencegah footdrop

5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.

Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik

6. Inspeksi kulit setiap hari.

Page 21: Askep cedera servikal

Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.

7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.

Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan

spastisitas.

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan

Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering

Intervensi keperawatan :

1. Inspeksi seluruh lapisan kulit.

Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.

2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan.

Rasional : untuk mengurangi penekanan kulit

3. Bersihkan dan keringkan kulit.

Rasional: meningkatkan integritas kulit

4. Jagalah tenun tetap kering.

Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit

5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan.

Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta

mengurangi kerusakan kulit.

Page 22: Askep cedera servikal

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat dapat diakibatkan

oleh beberapa hal yaitu: Fraktur akibat peristiwa trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan,

fraktur patologik karena kelemahan pada tulang.

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, edema, memar/ ekimosis, spasme otot, penurunan

sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.

Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu: hiperfleksi, fleksi-rotasi,

hiperekstensi, ekstensi- rotasi, kompresi vertical. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan yaitu: stabil

dan tidak stabil

Setelah primery survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan eksternal, tahap berikutnya

adalah evaluasi radiografik tercakup di dalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography CT-scan

tanpa atau dengan myelography dan MRI.

4.2 Saran

Sebagai tenaga kesehatan professional, perawat hendaknya dapat memberikan asuhan

keperawatan keperawatan pada penderita cegera servikal untuk mencegah atau meminimalkan

komplikasi yang mungkin terjadi. Sehingga dapat diharapkan dapat terwujud kesehatan pada klien

cedera servikal secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: Askep cedera servikal

Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-unipdu.web.id. Diakses tanggal 11

Maret 2011

Dawodu, Segun.2008.Spinal Cord Injury.http://www.medscape.com. Diakses tanggal 11 Maret 2011

Devenport, Moira.2010.Cervical Spine Fracture in Emergency Medicine. http://www.medscape.com.

Diakses tanggal 11 Maret 2011

Eidelson, MD, Stewart G. 2010 .Lumbar Spine .www.spineuniverse.com/anatomy/lumbar-spine.

Diakses tanggal 23 Maret 2011

Khosama, Herlyani.Diagnosis dan Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis.

http://neurology.multiply.com/journal/item/27. Diakses tanggal 11 Maret 2011

Malanga, A.Gerrad.2008. Cervical Spine Sprain/Strain Injuries. http://www.medscape.com . Diakses

tanggal 11 Maret 2011

O. Bertora,Guillermo, and M. Bergmann ,Julia.2008. Whiplash Injury: Frequent Brain Lesions studied

through Brain Electric Tomography - LORETA. http://

www.vertigo-dizziness.com/english/whiplash-in. Diakses tanggal 11 Maret 2011

Pal Singh, Arun .2009 .Basic Anatomy of Upper Cervical Spine.

http://boneandspine.com/musculoskeletal-anatomy/basic-anatomy-of-upper-cervical-spine/.

Diakses tanggal 23 Maret 2011

Sika.2010.Asuhan Keperawatan dengan Pasien Fraktur Servikalis. http://id.shvoong.com/medicine-and-

health/pathology.Diakses tanggal 11 Maret 2011

Strefer Tiffiny.2010.. Care of the patient with cervical spine injury. http://Lipincot’sNursing.com.Diakses

tanggal 11 Maret 2011

Sweet haven Publishing Services.2006.Spinal Cord

Injury.http://www/free-ed.net/sweethaven/medtech/nursecare. Diakses tanggal 11 Maret 2011

Yip, Kevin .2010. Cervical Spine Trauma: Dislocation and Subluxation.

http://indonesian.orthopaedicclinic.com.sg/. Diakses tanggal 11 Maret 2011