ASKEP CA NASOFARING

15
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KARSINOMA NASOFARING DI RUANG THT RSUP DR KARIADI SEMARANG Disusun oleh : Ahmad Jupri (10.7.004) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG

description

askep ca nasofaring

Transcript of ASKEP CA NASOFARING

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KARSINOMA NASOFARINGDI RUANG THT RSUP DR KARIADI SEMARANG

Disusun oleh :

Ahmad Jupri (10.7.004)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG

2012/2013LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP PADA KLIEN DENGAN CA NASOFARING

A. Pengertian

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)

B. Etiologi

Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).

C. Manifestasi klinis

Gejala atau manifestasi klinis dari karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu gejala hidung/nasofaring, gejala telinga, gejala tumor di leher, gejala mata dan gejala saraf.

1. Gejala Hidung/Nasofaring 3Harus dicurigaiadanya karsinoma nasofaring, bila ada gejala-gejala:

Bila penderita mengalami pilek lama, lebih dari 1 bulan, terutama penderita usia lebih dari 40 tahun, sedang pada pemeriksaan hidung terdapat kelainan.

Bila penderita pilek dan keluar sekret yang kental, berbau busuk, lebih-lebih jika terdapat titik atau garis perdarahan tanpa kelainan di hidung atau sinus paranasal.

Pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun, sering keluar darah dari hidung (epistaksis) sedangkan pemeriksaan tekanan darah normal dan pemeriksaan hidung tidak ada kelainan.2. Gejala Telinga Gejala pada telinga umumnya berupa pendengaran yang berkurang, telinga terasa penuh seperti terisi air, berdengung atau gemrebeg (tinitus) dan nyeri (otalgia). Gangguan pendengaran yang terjadi biasanya berupa tuli hantaran dan terjadi bila ada perluasan tumor atau karsinoma nasofaring ke sekitar tuba, sehingga terjadi sumbatan.

3. Gejala Tumor Leher

Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring. Penyebaran ini bisa terjadi unilateral maupun bilateral. Spesifitas tumor leher sebagai metastase karsinoma nasofaring adalah letak tumor di ujung prosesus mastoid, di belakang angulus mandibula, di dalam muskulus sternokleidomastoideus, keras dan tidak mudah bergerak. Kecurigaan bertambah besar bila pada pemeriksaan rongga mulut, lidah, faring, tonsil, hipofaring dan laring tidak ditemukan kelainan.4. Gejala Mata Penderita akan mengeluh penglihatannya berkurang, namun bila ditanyakan secara teliti, penderita akan menerangkan bahwa ia melihat sesuatu menjadi dua atau dobel. Jelas yang dimaksud di sini adalah diplopia. Hal ini terjadi karena kelumpuhan N.VI yang letaknya di atas foramen laserum yang mengalami lesi akibat perluasan tumor. Keadaan lain yang dapat memberikan gejala mata adalah karena kelumpuhan N.III dan N.IV, sehingga menyebabkan kelumpuhan mata yang disebut dengan oftalmoplegia. Bila perluasan tumor mengenai kiasma optikus dan N.II maka penderita dapat mengalami kebutaan5. Gejala Saraf Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranialis biasanya didahului oleh beberapa gejala subyektif yang dirasakan sangat menganggu oleh penderita seperti nyeri kepala atau kepala terasa berputar, hipoestesia pada daerah pipi dan hidung, dan kadang mengeluh sulit menelan (disfagia). Tidak jarang ditemukan gejala neuralgia trigeminal oleh ahli saraf saat belum ada keluhan yang berarti. Proses karsinoma yang lebih lanjut akan mengenai N. IX, X, XI, dan XII jika perjalanan melalui foramen jugulare. Gangguan ini disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf kranial disebut dengan sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah demikian prognosisnya menjadi buruk.D. Pathofisiologi

Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen dan gen penekan tumor (TSGs) yang menghambat penghentian proses siklus sel.

Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi onkogen bila mengalami mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker karena memicu pertumbuhan dan pembelahan sel secara patologis.E. Tanda dan Gejala

Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :

1. Gejala nasofaring

Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.

2. Gangguan pada telinga

Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)

3. Gangguan mata dan syaraf

Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.

Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.

4. Metastasis ke kelenjar leher

Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.

2. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.

3. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.

4. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

G. Komplikasi a. MetastasisParu, Hepar, Tulangb. Penekanan nn. Cranialessindrom unilateralc. IntracranialcepalgiaH. Penatalaksanaan Medis

1. Radioterapi merupakan pengobatan utama

2. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.

Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat RADIOSENSITIZER.

I. Pengkajian

1. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara

2. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.

3. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).

4. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.

5. Tanda dan gejala :

Aktivitas

Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yangmempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

Sirkulasi

Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.

Integritas ego

Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.

Eliminasi

Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.

Makanan/cairan

Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.

Neurosensori

Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus

Nyeri/kenyamanan

Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran

Pernapasan

Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan

Keamanan

Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.

Seksualitas

Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.

Interaksi sosial

Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung

J. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri . Intervensi :a. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasib. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.c. Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.d. Evaluasi penghilangan nyeri atau kontrole. Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi Kriteria hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan Intervensi :a. Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.(b. Orientasikan pasien terhadap lingkunganc. Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasid. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabure. Bicara dengan gerak mulut yang jelasf. Bicara pada sisi telinga yang sehat3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria hasil :- Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah- Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat- Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab- Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan Intervensi :a. Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasienb. Berikan dorongan higiene oral yang seringc. Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkand. Pantau masukan makanan tiap hari.e. Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)f. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.2. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999

3. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001

4. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997

5. Purnaman S. Pandi.