Askep Amputasi Mata Kuliah Pak Tori
-
Upload
ichah-meriecah-trianah-triana -
Category
Documents
-
view
329 -
download
11
Transcript of Askep Amputasi Mata Kuliah Pak Tori
mputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Askep Amputasi
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.
Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1. Amputasi terbuka
2. Amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese.
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.
Manajemen Keperawatan
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap preoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
Sistem Integumen:
Kulit secara umum: Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi : Lokasi amputasi mungkin mengalami peradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Pembuluh darah : Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi :
Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari :
Mengkaji jumlah urine 24 jam. Mengkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit : Mengkaji tingkat hidrasi. Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis :
Mengkaji tingkat kesadaran klien. Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Muskuloskeletal :
Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif.
Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.
Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul antara lain :
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut akan pembedahan.
- Menyatakan kurang pemahaman.
- Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
Intervensi :
Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral. Rasional : Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya.
Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya. Rasional: Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien.
Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien. Rasional : Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat.
2. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
- Takut kecacatan.
- Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria evaluasi :
- Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru.
Intervensi :
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup. Rasional : Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.
Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi. Rasional : Membantu klien menggapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi.
Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah. Rasional : Meningkatkan dukungan mental.
Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi. Rasional : Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.
Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif antara lain :
þ Mengatasi nyeri
- Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatasi nyeri.
- Menginformasikan tersedianya obat untuk mengatasi nyeri.
- Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese.
þ Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
- Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 - 2 jam untuk mencegah kontraktur.
- Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang sehat ), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
- Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas postoperasi, mempertahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
þ Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
- Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
- Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu ( karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka ).
- Memberikan semangat kepada klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
- Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.
b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif.
c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada
daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan nyeri.
- Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari luka insisi. Rasional : Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh daripada nyeri akibat insisi.
Bila terjadi nyeri panthom limb, Beri analgesik ( kolaboratif ). Rasional : Untuk menghilangkan nyeri.
Ajarkan klien memberikan tekanan lembut dengan menempatkan puntung pada handuk dan menarik handuk dengan berlahan. Rasional : Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom limb.
2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
- Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
- Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
- Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
Intervensi :
Validasi masalah yang dialami klien. Rasional : Meninjau perkembangan klien. Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan
putung : perawatan luka, mandi, menggunakan pakaian. Rasional : Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.
Berikan dukungan moral. Rasional : Meningkatkan status mental klien. Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri. Rasional :
Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.
3. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
- Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
Intervensi :
Lakukan perawatan luka adekuat. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi. Pantau masukan dan pengeluaran cairan. Rasional : Menghindari resiko
kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi. Pantau tanda-tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Sebagai monitor status
hemodinamik. Pantau kondisi balutan tiap 4-8 jam. Rasional : Indikator adanya perdaraham
masif. Monitor pernafasan. Rasional : Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin. Persiapkan oksigen. Rasional : Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu
dperlukan untuk tindakan yang cepat. Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu. Rasional
: Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
Melakukan perawatan luka postoperasi
- Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
- Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan -1 tahun).
Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
- Memberi dukungan psikologis.
- Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
Mencegah kontraktur
- Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
- Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya kontraktur.
Aktivitas perawatan diri
- Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
- Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
- Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
- Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
- Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.
Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk mencapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.
A. Pengertian
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh.
B. Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua,
seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal
injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti
pagets disease dan kelainan kongenital.
C. Patofisiologi
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain
adalah karena trauma amputasi.
D. Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum,
mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi
dua letak amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi
konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang
lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump
amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur
sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah
sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah
dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di
dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan
masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat
diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan
cara kombinasi.
E. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi
segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh,
setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk
mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia,
kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil,
therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah
untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka
pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila
ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post
operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
F. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka
kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam
rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi
perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran
pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan
menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik,
endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan
adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan
isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer,
dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat,
vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah
banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang
bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun,
akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta
dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada
jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi
dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta
adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang
menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan
mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus
dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan
meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang
sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu
ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang
biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
G. Diagnosa Keperawatan
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota
tubuh.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan
fisik.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan otot.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan
dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
H. Perencanaan
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota
tubuh.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.
Jangka Pendek :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
- Klien dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1.) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2.) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3.) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4.) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
5.) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan
fisik.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan fisiknya.
Jangka Pendek :
- Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.
- Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan otot.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang
Jangka Pendek :
- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan
- Klien menyatakan nyerinya berkurang
- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1.) Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema dan nyeri.
2.) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda vital dan emosi.
Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.
3.) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf nyeri.
4.) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan saraf pusat.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan
dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
Jangka Pendek :
- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
- Kuku pendek dan bersih.
- Rambut bersih dan rapih
- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
- Klien mengatakan merasa nyaman.
b. Intervensi :
1.) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2.) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3.) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.
Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa nyaman klien.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
Jangka Pendek :
- Kulit bersih dan kelembaban cukup.
- Kulit tidak berwarna merah.
- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.
b. Intervensi :
1.) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.
2.) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3.) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali
Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.
6. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.
Jangka Pendek :
- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.
- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.
- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1.) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan puntung.
Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi dari panggul.
2.) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3.) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.
Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari pada otot ekstensor.
4.) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus otot.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi
Jangka Pendek :
- Luka bersih dan kering
- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.
- Tanda-tanda vital normal
- Nilai leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1.) Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat ditanggulangi.
2.) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.
3.) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4.) Monitor LED
Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang merupakan tanda-tanda infeksi.
5.) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi
Sumber:
1. Asep Setiawan, SKp, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
2. Schwartz Stures dan Spencer, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah,
DIarsipkan di bawah: 1. ASKEP ZONE
AMPUTASI
Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi
dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian
ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin
dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti
sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler.
Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa
penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.
Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi
dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
memperbaiki kondisi umum klien.
3. amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1. amputasi terbuka
2. amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada
tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang
lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan
luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi
maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.
Manajemen Keperawatan
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu
pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk
mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik,
khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus,
penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji
riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien
secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan
amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi
tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
hidrasi.
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan
pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi
psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada
klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan
klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat
kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang
mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan
tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan
meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan
dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri
antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan
bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan
koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya
gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah
klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran
yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan
dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan
intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan
keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah
ini.
Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau
melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan
dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar
dan fungsi jantung.
Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul
antara lain :
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan
perioperatif.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan.
- Menyatakan kurang pemahaman.
- Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
INTERVENSI RASIONAL
Memberikan bantuan secara fisik
dan psikologis, memberikan
dukungan moral.
Menerangkan prosedur operasi
dengan sebaik-baiknya.
Mengatur waktu khusus dengan
klien untuk berdiskusi tentang
kecemasan klien.
Secara psikologis meningkatkan rasa aman
dan meningkatkan rasa saling percaya.
Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/
persepsi klien.
Meningkatkan rasa aman dan
memungkinkan klien melakukan
komunikasi secara lebih terbuka dan lebih
akurat.
2. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan
kehilangan akibat amputasi.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
- Takut kecacatan.
- Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan
pada citra diri.
Kriteria evaluasi :
- mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yangbaru.
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaan tentang dampak pembedahan
pada gaya hidup.
Berikan informasi yang adekuat dan
rasional tentang alasan pemilihan
tindakan pemilihan amputasi.
Berikan informasi bahwa amputasi
merupakan tindakan untuk memperbaiki
kondisi klien dan merupakan langkah
awal untuk menghindari
ketidakmampuan atau kondisi yang lebih
parah.
Fasilitasi untuk bertemu dengan orang
dengan amputasi yang telah berhasil
dalam penerimaan terhadap situasi
amputasi.
Mengurangi rasa tertekan dalam diri
klien, menghindarkan depresi,
meningkatkan dukungan mental.
Membantu klien mengapai
penerimaan terhadap kondisinya
melalui teknik rasionalisasi.
Meningkatkan dukungan mental.
Strategi untuk meningkatkan
adaptasi terhadap perubahan citra
diri.
Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif
antara lain :
þ Mengatasi nyeri
- Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi
nyeri.
- Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
- Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk
beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki
protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese.
þ Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
- Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam
untuk mencegah kontraktur.
- Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang sehat ), perut
dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
- Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi,
untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi,
memprtahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
þ Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
- Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan
kepada tim bedah.
- Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu ( karena tidak
semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese
seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit
vaskuler perifer, luka yang terbuka ).
- Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan
protese.
- Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.
b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie.
Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan
kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan
oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri
selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan
luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi
luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka
selanjutnya dimasa postoperatif.
Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi.
c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda
vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut
merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara
rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi
jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan
mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan
masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang
drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot
darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara
umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang
dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien
untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul
pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri
terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat
menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa
‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam
masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan
bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan nyeri.
- Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi
panthom limb atau dari luka insisi.
Sensasi panthom limb memerlukan waktu
yang lama untuk sembuh daripada nyeri
Bila terjadi nyeri panthom limb
Beri analgesik ( kolaboratif ).
Ajarkan klien memberikan tekanan
lembut dengan menempatkan puntung
pada handuk dan menarik handuk
dengan berlahan.
akibat insisi.
Klien sering bingung membedakan nyeri
insisi dengan nyeri panthom limb.
Untuk menghilangkan nyeri
Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom
limb
2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh
sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
- Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
- Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
- Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
INTERVENSI RASIONAL
Validasi masalah yang dialami
klien.
Libatkan klien dalam melakukan
perawatan diri yang langsung
menggunakan putung :
- Perawatan luka.
- Mandi.
- Menggunakan pakaian.
Berikan dukungan moral.
Hadirkan orang yang pernah
amputasi yang telah menerima diri.
Meninjau perkembangan klien.
Mendorong antisipasi meningkatkan
adaptasi pada perubahan citra tubuh.
Meningkatkan status mental klien.
Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.
3. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli
lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
- Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
INTERVENSI RASIONAL
Infeksi
Lakukan perawatan luka adekuat.
Mencegah terjadinya infeksi.
Perdarahan
Pantau :
-Masukan dan pengeluaran cairan.
- Tanda-tanda vital tiap 4 jam.
- Kondisi balutan tiap 4-8 jam.
-
Menghindari resiko kehilangan cairan dan
resiko terjadinya perdarahan pada daerah
amputasi.
Sebagai monitor status
hemodinamik
Indikator adanya perdaraham masif
Emboli lemak
Monitor pernafasan.
Persiapkan oksigen
Pertahankan posisi flower atau
tetap tirah baring selama beberapa
waktu
Memantau tanda emboli lemak sedini
mungkin
Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-
waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.
Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan
atau memudahkan pernafasan.
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
þ Melakukan perawatan luka postoperasi
- Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
- Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang
digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).
þ Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
- Memberi dukungan psikologis.
- Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
þ Mencegah kontraktur
- Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi
segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
- Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk
meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya
kontraktur.
þ Aktivitas perawatan diri
- Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
- Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
- Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim
rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
- Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
- Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan
protese.
Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan
kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup
besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien
sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai
tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar
ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi
perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.(anas)
REFERENSI
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah,
edisi Indonesia, EGC, Jakarta.
Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing Practice, 4th
edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia.
Kozier, erb; Oliveri ( 1991 ), Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and
Practice, Addison-Wesley Co. California.
Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara,
Jakarta.
engertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas. Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.
Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu
tindakan alternatif terakhir
2. amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki
kondisi umum klien.
3. amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1. amputasi terbuka
2. amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada
tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang
lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan
luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi
maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.
Manajemen Keperawatan
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu
pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk
mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik,
khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan
rokok dan obat-obatan.
Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara
utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi
merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan
pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi
psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien
melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada
amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat
operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada
antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr
persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau
persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan
standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif,
gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-
sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping
konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi
jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap
untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk
berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi
perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat
pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada
makalah ini.
Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui
pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang
meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.
Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul
antara lain :
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan
perioperatif.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan.
- Menyatakan kurang pemahaman.
- Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
INTERVENSI RASIONAL
Memberikan bantuan secara fisik
dan psikologis, memberikan
dukungan moral.
Secara psikologis meningkatkan rasa aman
dan meningkatkan rasa saling percaya.
Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/
Menerangkan prosedur operasi
dengan sebaik-baiknya.
Mengatur waktu khusus dengan
klien untuk berdiskusi tentang
kecemasan klien.
persepsi klien.
Meningkatkan rasa aman dan
memungkinkan klien melakukan
komunikasi secara lebih terbuka dan lebih
akurat.
2. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan
akibat amputasi.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
- Takut kecacatan.
- Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada
citra diri.
Kriteria evaluasi :
- mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yangbaru.
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaan tentang dampak pembedahan
pada gaya hidup.
Mengurangi rasa tertekan dalam diri
klien, menghindarkan depresi,
meningkatkan dukungan mental.
Berikan informasi yang adekuat dan
rasional tentang alasan pemilihan
tindakan pemilihan amputasi.
Berikan informasi bahwa amputasi
merupakan tindakan untuk memperbaiki
kondisi klien dan merupakan langkah
awal untuk menghindari
ketidakmampuan atau kondisi yang lebih
parah.
Fasilitasi untuk bertemu dengan orang
dengan amputasi yang telah berhasil
dalam penerimaan terhadap situasi
amputasi.
Membantu klien mengapai
penerimaan terhadap kondisinya
melalui teknik rasionalisasi.
Meningkatkan dukungan mental.
Strategi untuk meningkatkan
adaptasi terhadap perubahan citra
diri.
Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif antara
lain :
Mengatasi nyeri
- Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
- Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
- Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa
waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika
belajar mengenakan kaki protese.
Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
- Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah
kontraktur.
- Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang sehat ), perut dan dada
sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
- Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu
meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan
dari organ tubuh lain.
Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
- Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
- Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu ( karena tidak semua klien yang
mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit
jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka ).
- Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
- Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.
b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie. Tujuan
utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi
opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan
oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri
selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka,
perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka,
posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka
selanjutnya dimasa postoperatif.
Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi.
c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda
vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut
merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin
dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan,
memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif
atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-
benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum
yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang
dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk
membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan
keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien
seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada
daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya
depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena
merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus
membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh
klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder
terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan nyeri.
- Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi
panthom limb atau dari luka insisi.
Bila terjadi nyeri panthom limb
Sensasi panthom limb memerlukan waktu
yang lama untuk sembuh daripada nyeri
akibat insisi.
Beri analgesik ( kolaboratif ).
Ajarkan klien memberikan tekanan
lembut dengan menempatkan puntung
pada handuk dan menarik handuk
dengan berlahan.
Klien sering bingung membedakan nyeri
insisi dengan nyeri panthom limb.
Untuk menghilangkan nyeri
Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom
limb
2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder
terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
- Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
- Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
- Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
INTERVENSI RASIONAL
Validasi masalah yang dialami
klien.
Meninjau perkembangan klien.
Libatkan klien dalam melakukan
perawatan diri yang langsung
menggunakan putung :
- Perawatan luka.
- Mandi.
Menggunakan pakaian.
Berikan dukungan moral.
Hadirkan orang yang pernah
amputasi yang telah menerima diri.
Mendorong antisipasi meningkatkan
adaptasi pada perubahan citra tubuh.
Meningkatkan status mental klien.
Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.
3. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli lemak
berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
- Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
INTERVENSI RASIONAL
Infeksi
Lakukan perawatan luka adekuat.
Mencegah terjadinya infeksi.
Perdarahan
Pantau :
-Masukan dan pengeluaran cairan.
- Tanda-tanda vital tiap 4 jam.
- Kondisi balutan tiap 4-8 jam.
Menghindari resiko kehilangan cairan dan
resiko terjadinya perdarahan pada daerah
amputasi.
Sebagai monitor status hemodinamik
Indikator adanya perdaraham masif
Emboli lemak
Monitor pernafasan.
Persiapkan oksigen
Pertahankan posisi flower atau
tetap tirah baring selama beberapa
waktu
Memantau tanda emboli lemak sedini
mungkin
Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-
waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.
Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan
atau memudahkan pernafasan.
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
Melakukan perawatan luka postoperasi
- Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
- Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan telah
tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).
Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
- Memberi dukungan psikologis.
- Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
Mencegah kontraktur
- Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi segera setelah
pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
- Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk meningkatkan
kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya kontraktur.
Aktivitas perawatan diri
- Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
- Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
- Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi
kesehatan selama penggunaan protese.
- Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
- Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.
Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan
kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup
besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien
sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai
tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar
ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi
perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.(anas)
REFERENSI
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia, EGC,
Jakarta.
Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing Practice, 4th edition, J.B.
Lippincott Co. Philadelphia.
Kozier, erb; Oliveri ( 1991 ), Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice, Addison-
Wesley Co. California.
Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara
Lebih lengkap disini: Teknik Amputasi | kumpulan askep askeb | download KTI Skripsi | asuhan keperawatan kebidanan http://terselubung.cz.cc/