Trauma Amputasi

29
TRAUMA AMPUTASI TRAUMA AMPUTASI By. Nuzulul Fitri By. Nuzulul Fitri

Transcript of Trauma Amputasi

Page 1: Trauma Amputasi

TRAUMA AMPUTASITRAUMA AMPUTASI

By. Nuzulul FitriBy. Nuzulul Fitri

Page 2: Trauma Amputasi

A. PENGERTIANA. PENGERTIAN

Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh.

Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.

Page 3: Trauma Amputasi

Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.

Page 4: Trauma Amputasi

B. ETIOLOGIB. ETIOLOGI

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya

pada orang tua, seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.

2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.

3. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.

Page 5: Trauma Amputasi

4. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

5. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.

6. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

7. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

8. Deformitas organ.

Page 6: Trauma Amputasi

C. JENIS AMPUTASIC. JENIS AMPUTASI

1. Amputasi terbuka:dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.

2. Amputasi tertutup:dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkandimana dibuat skin graf untuk menutup luka yangdibuat dengan memotong kurang lebih 5sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.

Page 7: Trauma Amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi dibedakan menjadi :

1. Amputasi selektif/terencana

Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.

Page 8: Trauma Amputasi

2. Amputasi darurat

Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Page 9: Trauma Amputasi

D. PATOFISIOLOGID. PATOFISIOLOGI

Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besardari tubuh, dengan dua metode :1. Metode terbuka (guillotine amputasi).

Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.

2. Metode tertutup (flap amputasi)Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.

3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena trauma amputasi.

Page 10: Trauma Amputasi

E. TINGKATAN AMPUTASIE. TINGKATAN AMPUTASI

1. Ekstremitas atasAmputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.

2. Ekstremitas bawahAmputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :

Page 11: Trauma Amputasi

a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.

b. Amputasi diatas lututAmputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.

Page 12: Trauma Amputasi

3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.

4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.

5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.

6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

Page 13: Trauma Amputasi

F. Penatalaksanaan AmputasiF. Penatalaksanaan Amputasi

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :1. Rigid dressingYaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi.

Page 14: Trauma Amputasi

Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.

Page 15: Trauma Amputasi

Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.

Page 16: Trauma Amputasi

2. Soft dressingYaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasHarus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur.

Page 17: Trauma Amputasi

Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

Page 18: Trauma Amputasi

G. Dampak Masalah Terhadap G. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.Sistem Tubuh.

Adapun pengaruhnya meliputi :1. Kecepatan metabolismeJika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.

Page 19: Trauma Amputasi

2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolitAdanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

Page 20: Trauma Amputasi

3. Sistem respirasia. Penurunan kapasitas paruPada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.

Page 21: Trauma Amputasi

b. Perubahan perfusi setempatDalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

c. Mekanisme batuk tidak efektifAkibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.

Page 22: Trauma Amputasi

4. Sistem Kardiovaskulera. Peningkatan denyut nadiTerjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.

Page 23: Trauma Amputasi

b. Penurunan cardiac reserveDibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.

Page 24: Trauma Amputasi

c. Orthostatik HipotensiPada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.

Page 25: Trauma Amputasi

5. Sistem Muskuloskeletala. Penurunan kekuatan ototDengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

Page 26: Trauma Amputasi

b. Atropi ototKarena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

c. Kontraktur sendiKombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.

Page 27: Trauma Amputasi

d. OsteoporosisTerjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

Page 28: Trauma Amputasi

6. Sistem Pencernaana. AnoreksiaAkibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

b. KonstipasiMeningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

Page 29: Trauma Amputasi

7. Sistem perkemihanDalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.