ASKEP AMPUTASI

25
ASKEP AMPUTASI PENDAHULUAN Footner (1992), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada klien dengan usia diatas 60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan) atau akibat penyakit vascular perifer progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes militus), gangren, trauma, (cedera,remuk dan luka bakar) dan tumor gamas. Dari semua penyebab tadi penyakit vascular parifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi pada ekstremitas bawah. Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat spesialistis. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis dan digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kwalitas hidup pasien. Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi. Karena kehilangan ektremitas memerlukan penyesuaian besar. Presepsi pasien mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat perubahan citra tubuh.

description

yes

Transcript of ASKEP AMPUTASI

Page 1: ASKEP AMPUTASI

ASKEP AMPUTASI

PENDAHULUAN Footner (1992), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada klien dengan usia

diatas 60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan) atau akibat penyakit

vascular perifer progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes militus), gangren, trauma,

(cedera,remuk dan luka bakar) dan tumor gamas. Dari semua penyebab tadi penyakit vascular

parifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi pada ekstremitas bawah.

Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada

kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat

spesialistis. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis dan

digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau

memperbaiki kwalitas hidup pasien.

Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif maka pasien

akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam

rencana rehabilitasi. Karena kehilangan ektremitas memerlukan penyesuaian besar. Presepsi

pasien mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus

menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan

sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat

perubahan citra tubuh.

Page 2: ASKEP AMPUTASI

PEMBAHASAN

A.   Pengertian

Amputasi adalah pengangkatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh atau

anggota gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis

dan kanker (PSIK FKUI,1996).

Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah /traumatik pada tungkai

(Doenges,2000). Dalam kamus kedokteran Dorland, amputasi adalah memotong atau

memangkas, pembuangan suatu anggota badan.

Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi dalah

pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh  atau anggota garak yang

disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker melalui

proses pembedahan.

B.   Etiologi

Indikasi utama bedah amputasi adalah :

1)      Iskemia. Karena penyakit vaskularisasi perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes

militus), gangrene, tumor ganas, infeksi dan arterosklerosis. Penyakit vaskularisasi perifer

merupakan penyebab tertinggi amputasi ekstremitas bawah (Smeltzer,2002).

2)      Trauma. Dapat diakibatkan karena perang, kecelakaan thermal injury seperti luka bakar,

cedera remuk dan sebagainya.

C.    Patofisiologi

Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan metode :

1)      Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang

mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat yang sama. Bentuknya

benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah

tidak terinfeksi.

2)      Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode ini kulit tepi

ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah

yang diamputasi.

Page 3: ASKEP AMPUTASI

D.   Tingkatan amputasi

Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas

konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Dimana mempertahankan lutut dan siku

adalah pilihan yang diinginkan. Untuk itu pembedahan atau amputasi dilakukan pada titik

paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Dimana tindakan ini

merupakan pilihan terakhir manakala organ mengalami iskemia atau kematian jaringan pada

ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain atau

manakala organ dapat membahayakan tubuh klien secara utuh/merusak organ yang lain.

Tempat amputasi ditentukan berdasarkan 2 faktor yaitu :

1.      Peredaran darah pada bagian yang akan diamputasi

2.      Kegunaan fungsional

Untuk batas amputasi pada cedera ditantukan oleh peredaran darah yang adekuat. Batas

amputasi pada tumor maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko

kekambuhan lokal.

Pada tubuh tingkatan amputasi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

1.      Ekstremitas atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan/kiri. Untuk itu kehilangan

ekstermitas atas akan menimbulkan masalah yang spesifik hal ini berkaitan dengan aktifitas

sehari-hari, seperti makan,minum, mandi dan sebagainya yang melibatkan tangan.

2.      Ekstremitas bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang

dapat mempengaruhi keseimbangan menekan pada waktu berjalan. Karena itu makin besar

tingkat amputasi makin besar energi yang dibutuhkan untuk ambulasi.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi 2 letak yaitu :

1)      Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)

Ada dua metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan ischemic

limb.

Page 4: ASKEP AMPUTASI

2)      Amputasi diatas lutut

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler

perifer.

3.      Nekrosis.

Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil

dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi

4.      Kontraktur.

 Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan

latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan

atau tidak di gerakkan

5.      Neuroma.

Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit

ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump

sehingga tertanam di dalam otot.

6.      Phantom sensation.

 Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut

disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga

dengan cara kombinasi.

E.    Penatalaksanaan amputasi

Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan 

menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada

lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan

masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan

yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres

lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari

infeksi.

Balutan rigid tertutup

Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu

dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita

harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis

sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan

kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah

kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka

tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras

Page 5: ASKEP AMPUTASI

akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah.

Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips

mulai longgar harus segara diganti.

Balutan lunak.

Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi

berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada

balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan

infeksi.

Amputasi.

Amputasi  bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan

amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka

didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol

dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.

Protesis.

 Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat

dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien

menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu

minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara

diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang

hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada

ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk

ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang

bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.

Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas berat

atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh dengan

cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering

merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk

menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stres akibat hospitalisasi,rehabilitasi

jangka panjang dan penyesuaiaan gaya hidup. Pasien ini memerlukan waktu untuk mengatasi

perasaan mereka mengenai kehilangan permanen. Reaksi mereka susah diduga dan dapat

berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan.

Page 6: ASKEP AMPUTASI

Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah

kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik untuk

kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas dan

ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap menerima

amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu :

  Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi

simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga menurunkan kecepatan

metabolismebasal.

  System musculoskeletal

Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system vaskuler

memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan demikian pula dengan

pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.

  System integument

Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti punggung dan

bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi penurunan suplai darah dan

nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan

normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali

darah.

F.    Komplikasi

Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan

dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi

dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya

kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan

iritasi penggunaan protesis.

G.   Pemeriksaan diagnostik

1)   Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang

2)   CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan pembentukan hematoma.

3)   Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusi jaringan

dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan setelah amputasi.

Page 7: ASKEP AMPUTASI

4)   Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran

darah

5)   Tekanan O2 transkutaneus untuk member peta pada area perfusi paling besar dan paling kecil

dalam ketrelibatan ekstremitas.

6)   Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi dari jaringan

kutaneus ketengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan, makin besar untuk

sembuh.

7)   Plestimografi untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah

mengevaluasi aliran darah arterial.

8)   LED, peningkatan mengidentifikasikan respon inflamasi.

9)   Kultur luka untuk mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.

10)  Biopsi, menginformasi diagnosis massa/benigna.

11)  Hitung darah lengkap/diferensial, peninggian dan pergeseran ke kiri diduga proses infeksi.

H.   Diagnosis keperawatan

Setidaknya ada 10 diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien dengan amputasi

yaitu :

1)      Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.

2)      Perubahan sensori/presepsi nyeri tungkai panthom berhubungan dengan amputasi.

3)      Gangguan harga diri/citra diri, penampilan peran berhubungan dengan kehilangan bagian

tubuh.

4)      Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer.

5)      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.

6)      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan amputasi bedah.

7)      Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.

8)      Resiko tinggi infeksi.

9)      Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan berhubungan dengan

kehilangan bagian tubuh.

10)  Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan salah

interpretasi informasi, kurang terpajan informasi dan kesulitan mengingat.

                                           

Page 8: ASKEP AMPUTASI

Asuhan keperawatan klien dengan amputasi

A.   Pengkajian

Sebelum pembedahan, status neurovaskuler dan fungsional ekstremitas harus

dievaluasi melalui riwayat dan pengkajian fisik ( warna, suhu, denyut nadi, penyebaran

rambut, keadaan kulit, respon terhadap perubahan posisi, sensasi nyeri, dan fungsi). Sebuah

Doppler (alat ultrasonic yang dapat dibawa-bawa) dapat digunakan untuk mengevaluasi

aliran darah arteri. Keterbatasan rentang gerak dan adanya kontraktur fleksi pinggul dan lutut

harus segera diketahui karena dapat mempengaruhi fungsi dan kesesuaian protesis. Bila

pasien mengalami amputasi traumatik, maka fungsi dan kondisi sisa tungkai harus dikaji.

Status peredaran darah dan fungsi ekstremitas yang sehat juga harus dikaji.

Bila infeksi atau gangren telah terjadi, pasien mungkin mengalami pembesaran

kelenjar limfa, demam dan pusing. Selain itu status nurisi pasien dievaluasi dan bila perlu

dibuat rencana perawatan nutrisi. Seringkali lansia menunjukkan nutrisi buruk, obesitas, atau

sedang menjalani diet khusus karena menderita masalah kesehatan lain. Untuk penyembuhan,

diet yang seimbang dengan vitamin dan protein yang memadai sangat penting.

Setiap masalah kesehatan yang ada ( misalnya dehidrasi, anemia, insufisiensi jantung,

masalah respirasi kronik, dan DM) harus segera teridentifikasi dan ditangani sehingga pasien

berada dalam keadaan sebaik mungkin untuk menghadapi trauma pembedahan. Pengguanaan

kortikosteroid, antikoagulan, vasokonstriktor atau vasodilator dapat mempengaruhi

penatalaksanaan dan penyembuhan luka.

Status psikologis pasien dikaji. Penentuan reaksi emosiaonal pasien terhadap amputasi

sangat penting untuk asuhan keperawatan. Respon berduka terhadap perubahan permanen

citra tubuh adalah normal. Meskipun bila amputasi ditujukan untuk mengurangi nyeri dan

meningkatkan fungsi, penyesuaian psikologis mayor masih diperlukan.

B.   Intervensi

Dx. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.

Tindakan Rasional

Mandiri

1.      Catat lokasi, frekwensi dan intensitas nyeri 1.      Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan

Page 9: ASKEP AMPUTASI

(skala 0-10). Amati perubahan karakteristik

nyeri, misalnya kebas dan kesemutan.

2.      Tinggikan bagian yang sakit dengan

meninggikan tempat tidur atau bantal guling

sebagai penyangga.

3.      Tingkatkan kenyamanan klien (rubah posisi

sesering mungkin, dan beri pijatan punggung).

Dotong penggunaan teknik manajemen stres

(napas dalam, visualisasi).

4.      Berikan pijatan lembut pada sisa tungkai

(puntung) sesuai toleransi bila balutan telah

dilepas.

5.      Amati keluhan nyeri yang tidak hilang dengan

analgesik.

keefektifan intervensi. Perubahan dapat

mengindikasikan terjadinya komplikasi,

misalnya nekrosis/infeksi.

2.      Mengurangi terbentuknya edema dengan

peningkatan aliran balik vena,

mengurangi kelelahan otot dan tekanan

pada kulit/jaringan.

3.      Memfokuskan kembali perhatian,

meningkatkan relaksasi, meningkatkan

kemampuan koping dan dapat

menurunkan terjadinya nyeri.

4.      Meningkatkan sirkulasi dan mengurangi

ketegangan otot.

5.      Dapat mengindikasikan sindrom

kompartemen, khususnya cedera

traumatik.

Kolaborasi

1.      Berikan obat sesuai indikasi, misalnya

analgesik, relaksan otot.

2.      Berikan pemanasan lokal sesuai indiksai.

1.      Mengurangi nyeri/spasme otot.

2.      Mungkin diperlukan untuk meningkatkan

relaksasi otot, sirkulasi dan membantu

perbaikan edema.

Dx. Perubahan sensori/presepsi : nyeri tungkai phantom berhubungan dengan amputasi.Tindakan Rasional

Mandiri 1.      Kaji adanya nyeri phantom.

2.      Jelaskan perasaan tentang nyeri.

1.      Nyeri tungkai phantom terjadi 2-3 bulan setelah amputasi. Nyeri menjadi data dasar dalam menentukan tindakan dan evaluasi keberhasilan.

2.      Membantu klien menyesuaikan presepsi mereka sendiri.

Page 10: ASKEP AMPUTASI

3.      Terima kenyataan sensasi nyeri phantom tungkai yang biasanya hilang dengan sendirinya dan banyak alat yang dicoba untuk menghilangkan nyeri.

4.      Pertahankan TENS (stimulasi saraf elektrik transkutan).

5.      Anjurkan untuk tetap aktif melakukan aktifitas sesuai toleransi.

6.      Berikan pijatan lembut pada sisa tungkai (puntung) sesuai toleransi.

3.      Mengetahui tentang sensasi ini memungkinkan klien memahami fenomena normal ini yang dapat terjadi segera atau beberapa minggu pascaoperasi. Meskipun biasanya sensasi membaik sendiri, beberapa individu mengalami ketidaknyamanan untuk beberapa bulan/tahun. Nyeri phantom tidak teratasi dengan obat nyeri tradisional.

4.      Memberikan rangsangan saraf terus-menerus, blok transmisi sensasi nyeri.

5.      Membantu mengurangi terjadinya nyeri phantom.

6.      Meningkatkan sirkulasi dan mengurangi ketegangan otot.

Kolaborasi 1.      Berikan obat sesuai indikasi, misalnya

analgesic, antikonvulsan, dan anti depresan.1.      Analgesic mengurangi nyeri, antikonvulsan

mengontrol nyeri yang menusuk dan kram, dan antidepresan memperbaiki alam perasaan dan kemampuan menghadapi masalah.

Dx. Gangguan harga diri/citra diri, penampilan peran berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.

Tindakan Rasional

Mandiri

1.      Kaji/pertimbangkan persiapan klien dan

pandangannya terhadap amputasi.

2.      Dorong klien mengekspresikan, perasaan

negatif, dan kehilangan bagian tubuh.

3.      Beri penguatan informasi pascaoperasi

termasuk tipe/lokasi amputasi, harapan

setelah operasi, tindakan setelah operasi

termasuk control nyeri dan rehabilitasi.

4.      Kaji system pendukung (support system)

dukungan orang lain yang ada untuk klien.

5.      Diskusikan presepsi klien tentang diri dan

hubungannya dengan perubahan dan

bagaimana klien melihat dirinya dalam

pola/peran fungsi yang biasanya.

1.      Klien yang memandang amputasi sebagai

rekonstruksi hidup akan menerima diri yang

baru dengan cepat. Klien dengan amputasi

traumatik mempertimbangkan amputasi

sebagai kegagalan dan berada pada resiko

tinggi gangguan konsep diri.

2.      Ekspresi perasaan membantu klien mulai

menerima kenyataan dan realitas hidup tanpa

tungkai.

3.      Memberikan kesempatan untuk menanyakan

dan mengasimilasi informasi dan mulai

menerima perubahan gambaran diri dan

fungsi, yang dapat membantu penyembuhan.

4.      Dukungan yang cukup dari orang yang

terdekat dan teman dapat membantu proses

Page 11: ASKEP AMPUTASI

rehabilitasi.

5.      Membantu mengartikan masalah sehubungan

dengan pola hidup sebelumnya dan

membantu pemecahan masalah. Sebagai

contoh takut kehilangan kemandirian,

kemempuan bekerja dan sebagainya.

Kolaborasi

1.      Diskusikan tersedianya berbagai sumber

misalnya konseling psikiatrik/seksual dan

terapi kejujuran.

1.      Membantu adaptasi lanjut yang optimal dan

rehabilitasi.

Dx. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema jaringan,

hematoma, dan penurunan aliran darah vena/arteri.

Tindakan Rasional

Mandiri

1.      Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer,

perhatikan kekuatan dan kesamaan.

2.      Lakukan pengkajian neurovascular periodic

misalnya sensasi, gerakan, nadi, warna kulit

dan suhu.

3.      Inspeksi balutan/drainase, perhatikan jumlah

dan karakteristik balutan.

4.      Berikan tekanan langsung pada sisi

perdarahan, bila terjadi perdarahan segera

hubungi dokter.

1.      Indicator umum status sirkulasi dan keadaan

perfusi.

2.      Edema jaringan pasca operasi, pembentukan

hematoma atau balutan terlalu ketat dapat

mengganggu sirkulasi pada sisa tungkai

(puntung) yang dapat mengakibatkan

nekrosis jaringan.

3.      Kehilangan darah terus-menerus

mengindikasikan kebutuhan untuk

penggantian cairan dan evaluasi gangguan

koagulasi atau intervensi bedah untuk ligasi

pembedahan.

4.      Tekanan langsung pada perdarahan dapat

diteruskan dengan penggunaan balutan serat

pengaman, dan balutan elastis bila perdarahan

terkontrol.

Page 12: ASKEP AMPUTASI

5.      Evaluasi tungkai bawah yang tidak dioperasi

dari adanyai nflamasi.

5.      Peningkatan insiden pembentukan trombus

pada klien penyakit vascular perifer

sebelumnya/perubahan diabetik.

Kolaborasi

1.      Berikan cairan IV/darah sesuai order

2.      Gunakan kaoskaki antiembolitik untuk kaki

yang tidak dioperasi.

3.      Pantau pemeriksaan laboratorium :

  Hb/Ht

  Pt/APTT.

1.      Mempertahankan volume sirkulasi untuk

memaksimalkan perfusi jaringan.

2.      Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan

trombus tanpa peningkatan resiko perdarahan

pascaoperasi/hematoma.

3.      Hasil pemeriksaan laboratorium berguna :

  Indicator hipovolemia/dehidrasi yang dapat

menggangu perfusi jaringan.

  Mengevaluasi kebutuhan/efektifitas terapi

antikoagulan dan mengidentifikasi terjadinya

komplikasi.

Dx. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai, ketidaknyamanan,

gangguan perceptual.

Tindakan Rasional

Mandiri

1.      Berikan perawatan puntung secara teratur,

misal inspeksi area, bersihkan dan keringkan

dan tutup kembali puntung dengan balutan

elestis.

2.      Segera tinggikan gips, bila gips berubah

posisi.

3.      Bantu latihan rentang gerak khususnya area

yang sakit dan mulai sedini mungkin

pascaoperasi.

1.      Memberikan kesempatan untuk

mengevaluasi penyembuhan dan komplikasi.

Penutupan puntung mengontrol edema dan

membantu pembentukan puntung.

2.      Edema terjadi dengan cepat dan rehabilitasi

dapat terhambat.

3.      Mencegah kontraktur, perubahan bentuk

yang dapat terjadi dengan cepat dan dapat

memperlambat penggunaan protese.

4.      Meningkatkan kekuatan otot untuk

membantu pemindahan/ambulasi.

Page 13: ASKEP AMPUTASI

4.      Dorong latihan aktif/isometric untuk paha

atas dan lengan.

5.      Berikan gulungan pada paha sesuai indikasi.

6.      Anjurkan klien untuk berbaring posisi

tengkurap sesuai toleransi sedikitnya 2 kali

sehari dengan bantal dibawah abdomen dan

puntung ekstremitas.

7.      Waspadai tekanan bantal dibawah

ekstremitas terhadap puntung untuk

menggantung secara dependen disamping

tempat tidur atau kursi.

8.      Tunjukkan/bantu ambulasi dan penggunaan

alat mobilitas, misalnya kruk atau walker.

9.      Bantu dengan ambulasi.

10.  Bantu klien melanjutkan latihan otot

preoperasi sesuai kemampuan .

5.      Mencegah rotasi ekstrenal puntung tungkai.

6.      Menguatkan otot ekstensor dan mencegah

kontraktur fleksi pada

p anggul.

7.      Pengguanaan bantal dapat menyebabkan

kontraktur fleksi permanen pada panggul dan

posisi dependen puntung mengganggu aliran

vena dan dapat meningkatkan pembentukan

edema.

8.      Membantu perawatan diri dan kemandirian

klien. Teknik pemindahan atau ambulasi

yang dapat mencegah cedera abrasi.

9.      Menurunkan resiko cedera. Ambulasi setelah

amputasi tungkai bawah bergantung pada

waktu pemasangan protese.

10.  Membantu meningkatkan perbaikan rasa

keseimbangan dan kekuatan kompensasi

bagian tubuh.

Kolaborasi

1.      Rujuk ketim rehabilitasi, misalnya ahli terapi

fisik/fisioterapi.

2.      Berikan tempat tidur busa.

1.      Memberikan bentuk latihan/program

aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan

kekuatan individu serta mengidentifikasi

mobilitas fungsional, membantu

meningkatkan kemandirian.

2.      Menurunkan tekanan pada kulit/jaringan

yang dapat mengganggu sirkulasi, resiko

iskemia/kerusakan jaringan.

Page 14: ASKEP AMPUTASI

Dx. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit

robek, jaringan traumatic).

Tindakan Rasional

Mandiri

1.      Pertahankan teknik anti septik bila

mengganti balutan/merawat luka.

2.      Inspeksi balutan dan luka,perhatikan

karakteristik drainase.

3.      Pertahankan patensi dan pengosongan alat

drainase secara rutin.

4.      Tutup balutan dengan plastik bila klien

menggunakan pispot atau bila terjadi

inkontenensia.

5.      Buka puntung terhadap udara, pencucian

dengan sabun ringan dan air setelah

pembalutan bila ada indikasi.

6.      Awasi tanda vital

1.      Meminimalkan kesempatan introduksi

bakteri.

2.      Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan

kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan

mencegah komplikasi lebih serius.

3.      Hemovac, drain Jackson-pratt mambantu

membuang drainase, meningkatkan

penyembuhan luka dan mengurangi resiko

infeksi.

4.      Mencegah kontaminasi pada amputasi

tungkai.

5.      Mempertahankan kebersihan, meminimalkan

kontaminasi kulit dan meningkatkan

penyembuhan kulit yang lunak/rapuh.

6.      Peningkatan suhu dan takikardia dapat

menunjukkan terjadinya sepsis.

Kolaborasi

1.      Kultur lika/drainase dengan tepat.

2.      Berikan antibiotic sesuai indikasi.

1.      Mengidentifikasi adanya infeksi/organism

khusus

2.      Antibiotik spectrum luas dapat digunakan

secara profilaksis atau terapi antibiotik

mungkin disesuaikan terhadap organism

penyebab.

Dx. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubugan dengan

salah interpretasi, kurang terpajan informasi, kesulitan mengingat.

Page 15: ASKEP AMPUTASI

Tindakan Rasional

Mandiri

1.      Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah

dan harapan klien yang akan datang.

2.      Anjurkan perawatan balutan/luka

3.      Tunjukkan cara perawatan protese, tekankan

pentingnya pemeliharaan secara rutin.

4.      Tekankan pentingnya diet seimbang dan

pemasukan cairan adekuat.

1.      Memberikan dasar pengetahuan dimana klien

dapat membuat pilihan berdasarkan

informasi.

2.      Meningkatkan perawatan diri, membantu

penyembuhan dan pemasangan protese serta

mengurangi resiko komplikasi.

3.      Mengurangi resiko komplikasi dan

memperpanjang penggunaan protese

4.      Memenuhu kebutuhan nutrien untuk

regenerasi jaringan, membantu

mempertahankan sirkulasi dan fungsi organ

agar tetap normal.

Page 16: ASKEP AMPUTASI

Daftar pustaka

Brunner and suddarth. 2001. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH edisi 8 volume 3. Jakarta :

EGC.

Lukman dkk. 2009. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba medika