ASET Kereta APi

15
ANALISIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN ASET PT KERETA API I. PENDAHULUAN Negara memiliki kewajiban untuk memakmurkan rakyat dengan mengelola kekayaan sumber daya alam Indonesia sebaik-baiknya. Tanggungjawab ini tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD45) yang menyatakan bahwa: "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat". Melalui pasal tersebut diketahui bahwa negara memiliki kewajiban untuk mengarahkan pemanfaatan bumi, air dan kekayaan alam di Indonesia ini, termasuk yang berada dalam kekuasaan masyarakat, untuk mencapai kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka negara harus mengatur hak penguasaan dan pemilikan bumi, air dan kekayaan alam oleh masyarakat agar terjadi keselarasan dan memberikan kepastian hukum oleh para pemilik hak tersebut. Untuk dapat mencapai hal ini, juga dalam rangka pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) UUD45, maka diterbitkanlah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1

Transcript of ASET Kereta APi

5

ANALISIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN ASET PT KERETA API

I. PENDAHULUANNegara memiliki kewajiban untuk memakmurkan rakyat dengan mengelola kekayaan sumber daya alam Indonesia sebaik-baiknya. Tanggungjawab ini tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD45) yang menyatakan bahwa: "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat". Melalui pasal tersebut diketahui bahwa negara memiliki kewajiban untuk mengarahkan pemanfaatan bumi, air dan kekayaan alam di Indonesia ini, termasuk yang berada dalam kekuasaan masyarakat, untuk mencapai kemakmuran rakyat secara keseluruhan.Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka negara harus mengatur hak penguasaan dan pemilikan bumi, air dan kekayaan alam oleh masyarakat agar terjadi keselarasan dan memberikan kepastian hukum oleh para pemilik hak tersebut. Untuk dapat mencapai hal ini, juga dalam rangka pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) UUD45, maka diterbitkanlah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) yang mengatur lebih lanjut tentang hak-hak yang dimiliki atas sumber daya alam di Indonesia. Dalam UUPA telah diatur tentang kepastian hak atas sumber daya alam tersebut bagi pemegang haknya serta hak pihak lain terhadap sumber daya tersebut sehingga pemanfaatan yang tidak sesuai haknya merupakan pelanggaran undang-undang dan dapat dikenai sanksi. Atas pelanggaran ini diatur dalam Undang-undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya sesuai dengan Pasal 2 yang menyatakan: "Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah". Pelanggaran baik berupa pemakaian tanah tanpa ijin maupun mengganggu yang berhak untuk menggunakan haknya atas tanah tersebut akan menyebabkan sanksi yang dapat berupa pidana sesuai dengan Pasal 6 undang-undang tersebut.Walaupun hak atas tanah, dan sumber daya lain, telah dijaminkan pada pihak yang diberi hak serta pelanggaran atas hak tersebut merupakan pelanggaran pidana, namun sengketa terhadap pemanfaatan tanah masih terus terjadi. Sengketa masalah pertanahan saat ini menjadi lebih kompleks dan menyangkut aspek-aspek lain seperti politik, ekonomi, dan pertahanan keamanan sehingga penyelesaian sengketa tidak sesederhana hanya dengan membuktikan bukti hak yang dimiliki saja. Pihak yang diberikan hak harus benar-benar menjaga dan memanfaatkan kekayaan yang dimilikinya agar mengurangi risiko pemanfaatan oleh pihak lain secara ilegal. Masalah ini yang sedang dihadapi oleh PT Kereta Api (PT KAI) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki aset yang sangat banyak termasuk aset yang nonaktif.

II. DASAR HUKUMDasar hukum terkait dengan hak dan kewajiban dalam pengelolaan aset negara, antara lain:1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria 3. Undang-undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara6. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah9. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara

III. PERMASALAHANPT KAI merupakan BUMN yang memiliki aset berupa tanah dan bangunan yang sangat luas, tetapi tidak semua tanah dan bangunan yang dimiliki telah dimanfaatkan secara maksimal. Bentuk pemanfaatan atau pendayagunaan yang dapat dilakukan antara lain berupa bangun guna serah (BGS), bangun serah guna (BSG), kerjasama operasi (KSO), kerjasama usaha (KSU), sewa, atau pinjam pakai. Namun, permasalahan aset ini muncul tidak hanya berupa penggunaan tanpa izin oleh pihak lain, tetapi juga adanya penyimpangan yang terjadi antara perjanjian kerjasama dengan kenyataan dilapangan. Beberapa sengketa yang masih dihadapi oleh PT KAI antara lain:a. KSO dengan PT Senopati Perkasa (PT SP) di Surabaya yang mencakup:i. KSO di Stasiun Surabaya Pasarturi dimana PT SP mengklaim luas lahan KSO sebesar 200.000 m2 sedangkan di MoU hanya sekitar 50.000 m2;ii. KSO di Stasiun Surabaya Kota dimana PT SP melakukan pembongkaran stasiun tanpa koordinasi dengan PT KAI; dan iii. KSO di Stasiun Wonokromo Kota dimana luas lahan KSO sebesar 120.000 m2 tetapi PT KAI tidak dapat memenuhi kewajiban pengosongan lahan sesuai dengan perjanjian.b. Perjanjian pemanfaatan aset berupa emplasemen di Stasiun Jurnatan Semarang pada tahun 1969 yang akan digunakan Pemkot Semarang untuk pembangunan terminal bus, dan sebaliknya PT KAI dapat menggunakan tanah Pemkot Semarang di Jalan WR Soepratman untuk perumahan karyawan. Namun pada tahun 1983 terjadi perjanjian tukarguling dengan PT Teguh Saka (PT TS) atas lahan tersebut dengan tanah dan bangunan Terminal Terboyo tanpa persetujuan PT KAI sebagai pemilik.c. Pemanfaatan tanpa izin aset PT KAI di Gang Buntu Medan oleh PT Agra Citra Kharisma (PT ACK) berupa tanah seluas kurang lebih 7,3 hektar, dan atas lahan ini telah dibangun pusat perbelanjaan, ruko, serta apartemen yang semua bangunan tersebut tidak memiliki IMB.PT KAI memiliki aset berupa tanah dan rumah yang sangat luas yaitu dengan luas total tanah sebesar 270.670.874 m2 dan luas total rumah sebesar 16.424 m2. Namun, hanya sekitar setengah dari total luas tersebut, 54% tanah dan 52% rumah, yang memiliki status clean and clear atau tidak bermasalah, sedangkan sisanya masih memerlukan tindaklanjut seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.Tabel 3.1 Luas Aset Tanah PT KAI

sumber: www.kereta-api.co.idPermasalahan terbesar menyangkut tanah yang dihadapi oleh PT KAI adalah penggunaan oleh pihak lain tanpa perikatan yaitu sebesar 22% diikuti oleh penggunaan yang tidak sesuai dengan perjanjian sebesar 16%. Sedangkan yang menyangkut rumah permasalahan terbesar adalah penggunaan tidak sesuai dengan perjanjian sebesar 28% dan penggunaan tanpa perikatan sebesar 5%.Tabel 3.2 Luas Aset Rumah PT KAI

sumber: www.kereta-api.co.id

IV. ANALISIS MASALAHA. Permasalahan SertifikasiDari Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 tersebut dapat dilihat bahwa masih terdapat tanah dalam proses sertifikasi sebesar 1.618.653 m2. Sertifikasi merupakan hal yang cukup mendesak dilakukan oleh PT KAI agar memberi kejelasan atas haknya atas tanah tersebut. Hal yang perlu diketahui adalah hukum dasar kepemilikan tanah oleh PT KAI adalah tidak wajib untuk disertifikasikan, namun hal ini dilakukan untuk memperkuat dan mempertegas hak PT KAI atas tanah tersebut. Tanda bukti awal kepemilikan PT KAI atas tanah yang dimiliki adalah Grondkaart yang merupakan peta tanah yang menguraikan dan menjelaskan secara konkrit pemetaan dan pengukuran batas-batas tanah yang diserahkan dari negara kepada Perusahaan Kereta Api Negara (Staats Sporwegen - SS).Dalam grondkaart diuraikan bahwa tanah-tanah yang diserahkan pada SS berstatus sebagai tanah negara sehingga terhadap tanah tersebut berlaku perundang-undangan perbendaharaan negara (komteble). Sehingga pada dasarnya grondkaart ini merupakan hasil final pemberian hak yang tidak perlu lagi ditindak lanjuti dengan surat keputusan pemberian hak oleh pemerintah. Selain itu, asas domein dalam hukum agraria yang termuat dalam Agrarische Wet (Staatsblad 1870 no. 55) dan Agrarische Besluit (Staatsblad 1870 no. 118) menyebutkan bahwa tidak diberikan tanda bukti hak atas tanah kepada instansi pemerintah sehingga berdasarkan asas domein itu dapat diketahui bahwa yang diwajibkan untuk memiliki surat tanda bukti hak atas tanah hanyalah orang pribadi atau badan hukum swasta. Dalam melakukan sertifikasi terhadap tanahnya, PT KAI seharusnya tidak mengalami kesulitan selama masih memiliki grondkaart yang menunjukkan secara jelas hak perusahaan kereta api tersebut. Bukti gondkaart ini sudah cukup untuk dijadikan dasar bagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menerbitkan sertifikat hak PT KAI.

B. Masalah Penggunaan Pihak Lain Tanpa PerikatanPemberian hak memerlukan jaminan kepastian hukum kepada penerima hak agar memberikan kepercayaan diri serta legal rights. Jaminan kepastian hukum atas tanah diatur di Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP24/1997) yang menyatakan dalam pasal 3 bahwa "tujuan pendaftaran tanah adalah menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak...". Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa pemegang hak mendapat kepastian hukum dan perlindungan hukum. Pelanggaran yang dilakukan atas hak ini merupakan pelanggaran hukum yang termasuk dalam ranah pidana sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 dan akan diancam dengan hukuman penjara.Permasalahan penggunaan tanah oleh pihak lain tanpa perikatan banyak terjadi terhadap tanah yang dikategorikan dalam aset nonaktif. Penyebab paling dasar dari permasalahan ini adalah tidak digunakannya tanah tersebut secara maksimal oleh PT KAI. Hal ini tentu menjadi jalan pembuka bagi masalah karena tanah merupakan aset yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini, terlebih lagi jika tanah tersebut berada di kawasan yang sangat strategis secara ekonomi. Salah satu kendala utama dalam pengawasan aset yang dihadapi oleh PT KAI adalah sumber daya, baik manusia maupun ekonomi, yang dibutuhkan sangat besar.

C. Masalah Penyimpangan Perikatan Penggunaan Oleh Pihak LainPerikatan berasal dari perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang saling membutuhkan untuk mencapai tujuan. Pengertian perjanjian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian sebagai "persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu". Jadi dari pengertian ini diketahui bahwa perjanjian merupakan satu bentuk persetujuan yang disepakati bersama yang mengikat pihak-pihak tersebut.Kekuatan mengikat dari persetujuan tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pada Pasal 1313 yang menyatakan: "suatu persetujuan adalah perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih", dan dipertegas dalam Pasal 1338 yang menyatakan: "Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik". Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa suatu persetujuan akan menimbulkan peraturan yang harus dipatuhi dan haruslah berdasarkan itikad baik dari pihak yang melakukan persetujuan dan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.Pelanggaran dari persetujuan dapat menyebabkan pembatalan persetujuan dan mengakibatkan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran. Untuk menjalankan suatu persetujuan yang baik diperlukan pengawasan bersama dari pihak yang melakukan persetujuan, kekurangan pengawasan inilah yang menyebabkan banyak pelanggaran yang terjadi dalam perikatan yang dilakukan oleh PT KAI. Sebagai contoh kasus yang terjadi di Semarang, PT KAI seharusnya telah mengetahui rencana yang akan dilakukan oleh Pemkot Semarang sehingga dapat mencegah terjadinya tukar guling dengan PT TS.

V. KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanKesimpulan yang dapat diambil dari permasalahan pengelolaan aset berupa tanah dan rumah PT KAI adalah:1. Permasalahan yang terbesar adalah berkaitan dengan penggunaan oleh pihak lain tanpa perikatan. Permasalahan ini disebabkan oleh kurang maksimalnya pengelolaan serta pengawasan yang dilakukan oleh PT KAI sehingga membuka peluang bagi pihak lain untuk memanfaatkan aset tanpa ijin. Penggunaan tanpa ijin aset merupakan tindakan melanggar hukum yang dapat dikenai sanksi pidana.2. Permasalahan berikutnya adalah tentang pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh pihak lain dalam memanfaatkan aset PT KAI. Suatu perjanjian dibuat dengan itikad baik dari pihak yang melakukan perjanjian dan akan mengikat pihak tersebut. Pelanggaran atas perjanjian akan menyebabkan perjanjian tersebut batal. Kurangnya pengawasan menyebabkan terdapat pelanggaran perjanjian.3. Tidak terdapat kewajiban bagi PT KAI untuk melakukan sertifikasi aset yang dimiliki namun hal ini diperlukan untuk semakin menguatkan dan mempertegas hak PT KAI atas aset yang dimilikinya. Bukti gondkaart sudah cukup untuk dijadikan dasar bagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menerbitkan sertifikat hak PT KAI.

B. Saran1. Memperbarui setiap perikatan dan perjanjian yang dibuat agar lebih jelas hak, kewajiban, serta larangan masing-masing pihak. Menyertakan pasal sanksi pada perjanjian sehingga apabila terdapat pelanggaran dapat dituntut secara perdata.2. Inventarisir aset nonaktif menjadi dua kelompok besar yaitu aset nonaktif untuk kerjasama kemitraan dan aset nonaktif untuk kebutuhan sosial. Aset untuk kerjasama kemitraan dikhususkan untuk kerjasama yang disertai dengan perjanjian yang mendetail. Sedangkan aset untuk kebutuhan sosial digunakan untuk membangun fasilitas umum seperti taman, pusat bacaan, dan fasilitas lain yang dapat memperkenalkan perkeretaapian lebih mendalam kepada masyarakat.3. Inventarisir berkas-berkas penting yang dimiliki agar proses sertifikasi yang dilakukan akan lebih cepat selesai. Untuk aset-aset yang tidak memiliki berkas pendukung maka sebaiknya dikembalikan pada negara untuk dikelola lebih lanjut sehingga akan mengurangi beban pengelolaan PT KAI.

DAFTAR PUSTAKAKitab Undang-undang Hukum PerdataUndang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Undang-undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau KuasanyaUndang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan NegaraUndang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan NegaraUndang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik NegaraPeraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / DaerahPeraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran TanahPeraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negarahttps://www.kereta-api.co.id/?_it8tnz=Mg==&8dnts=ZGV0YWls&_4zph=MTE=&24nd= NDUy diakses tanggal 18 Mei 2015 pukul 20.00 WIBhttp://kbbi.web.id/ diakses tanggal 19 Mei 2015 pukul 9.00 WIB

1