KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

85
BENCANA KECELAKAAN LALU LINTAS KERETA API I. Transportasi Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di negara maju, mereka biasanya menggunakan kereta bawah tanah (subway) dan taksi. Penduduk disana jarang yang mempunyai kendaraan pribadi karena mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai transportasi mereka. Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya. A. Transportasi Laut Kapal, adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut (sungai dsb), seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil. Kapal biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti sekoci. Secara kebiasaannya kapal dapat membawa perahu tetapi perahu tidak dapat membawa kapal. Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu

Transcript of KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Page 1: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

BENCANA KECELAKAAN LALU LINTAS

KERETA API

I Transportasi

Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat

lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau

mesin Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan

aktivitas sehari-hari Di negara maju mereka biasanya menggunakan kereta bawah

tanah (subway) dan taksi Penduduk disana jarang yang mempunyai kendaraan

pribadi karena mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai

transportasi mereka Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu transportasi darat laut dan

udara Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang

untuk memakainya Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih

transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat

transportasi lainnya

A Transportasi Laut

Kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut (sungai dsb)

seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil Kapal biasanya cukup besar

untuk membawa perahu kecil seperti sekoci Secara kebiasaannya kapal dapat

membawa perahu tetapi perahu tidak dapat membawa kapal Ukuran sebenarnya

dimana sebuah perahu disebut kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan

peraturan atau kebiasaan setempat

Kapal sulit untuk diklasifikasikan terutama karena banyak sekali kriteria yang

menjadi dasar klasifikasi dalam sistem yang ada seperti

1 Berdasarkan tenaga penggerak

a Kapal bertenaga manusia (Pendayung)

b Kapal layar

c Kapal uap

d Kapal diesel atau Kapal motor

e Kapal nuklir

2 Berdasarkan jenis pelayarannya

a Kapal permukaan

b Kapal selam

c Kapal mengambang

d Kapal bantalan udara

3 Berdasarkan fungsinya

a Kapal Perang

b Kapal penumpang

c Kapal barang

d Kapal tanker

e Kapal feri

f Kapal pemecah es

g Kapal tunda

h Kapal pandu

i Tongkang

j Kapal tender

k Kapal Ro-Ro

l Kapal dingin beku

m Kapal keruk

n Kapal peti kemas Kapal kontainer

o Kapal pukat harimau

Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera sungai atau danau untuk

menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya

Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan

membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh Crane dan gudang berpendingin

juga disediakan oleh pihak pengelola maupun pihak swasta yang berkepentingan

Sering pula disekitarnya dibangun fasilitas penunjang seperti pengalengan dan

pemrosesan barang Peraturan Pemerintah RI No69 Tahun 2001 mengatur tentang

pelabuhan dan fungsi serta penyelengaraannya

B Transportasi Udara

Pesawat terbang atau pesawat udara atau kapal terbang atau cukup pesawat saja

adalah kendaraan yang mampu terbang di atmosfer atau udara

1 Kategori dan klasifikasi

a Lebih berat dari udara

Pesawat terbang yang lebih berat dari udara disebut aerodin yang masuk dalam

kategori ini adalah autogiro helikopter girokopter dan pesawat bersayap tetap

Pesawat bersayap tetap umumnya menggunakan mesin pembakaran dalam yang

berupa mesin piston (dengan baling-baling) atau mesin turbin (jet atau turboprop)

untuk menghasilkan dorongan yang menggerakkan pesawat lalu pergerakan udara di

sayap menghasilkan gaya dorong ke atas yang membuat pesawat ini bisa terbang

Sebagai pengecualian pesawat bersayap tetap juga ada yang tidak menggunakan

mesin misalnya glider yang hanya menggunakan gaya gravitasi dan arus udara

panas Helikopter dan autogiro menggunakan mesin dan sayap berputar untuk

menghasilkan gaya dorong ke atas dan helikopter juga menggunakan mesin untuk

menghasilkan dorongan ke depan

b Lebih ringan dari udara

Pesawat terbang yang lebih ringan dari udara disebut aerostat yang masuk dalam

kategori ini adalah balon dan kapal udara Aerostat menggunakan gaya apung untuk

terbang di udara seperti yang digunakan kapal laut untuk mengapung di atas air

Pesawat terbang ini umumnya menggunakan gas seperti helium hidrogen atau udara

panas untuk menghasilkan gaya apung tersebut Perbedaaan balon udara dengan

kapal udara adalah balon udara lebih mengikuti arus angin sedangkan kapal udara

memiliki sistem propulsi untuk dorongan ke depan dan sistem kendali

c Jenis pesawat berdasarkan desain

Balon udara

Kapal udara

Pesawat bersayap tetap

o Pesawat bersayap satu

+ Pesawat bersayap delta

+ Pesawat bersayap lipat

+ Sayap terbang

o Pesawat bersayap dua

o Pesawat bersayap tiga

Pesawat sayap berputar

o Helikopter

o Autogiro

b Berdasarkan propulsi

Pesawat terbang layang (Glider)

Pesawat bermesin piston

Pesawat bermesin turbo propeler

Pesawat bermesin turbojet

Pesawat bermesin turbofan

Pesawat bermesin ramjet

c Berdasarkan penggunaan

Pesawat eksperimental

Pesawat penumpang sipil

Pesawat angkut

Pesawat militer

Pelabuhan udara bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat

pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat Bandara yang paling sederhana

minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya

dilengkapi berbagai fasilitas lain baik untuk operator layanan penerbangan maupun

bagi penggunanya

Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) Bandar

udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan instalasi dan

peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk

kedatangan keberangkatan dan pergerakan pesawat

Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah

lapangan udara termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan

kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara

untuk masyarakat

Transportasi darat

Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan

menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan

Pengemudi disebutkan

1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa

rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping

2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi

sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk

pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8

(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik

dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk

dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus

5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak

baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang

akan ataupun sedang bergerak di rel

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk

bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang

berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah

danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan

kabel

1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum

2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha

Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri

3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan

dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol

Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif

(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau

gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong

tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang

dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara

berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama

angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara

Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali

dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu

kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu

rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan

sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang

dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda

Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan

beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda

besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan

dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum

George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap

lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap

yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan

dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan

mampu menarik kereta lebih banyak

Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan

listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk

membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian

Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan

lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya

teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang

memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade

1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka

yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang

Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV

Jenis-jenis kereta api

a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)

1 Kereta api uap

2 Kereta api diesel

3 Kereta rel listrik

b Dari segi rel

1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api

yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi

yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat

ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah

rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi

2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta

api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini

hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung

pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat

transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang

mirip seperti jalan layang

c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah

1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah

Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya

pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah

dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying

2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan

bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar

tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan

sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya

untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api

layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)

3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan

tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-

terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan

sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali

- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta

permukaan

Dari segi penggunaan

1 Kereta Api Penumpang

2 Kereta Api Barang

Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa

memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang

dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan

dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat

Pandrol)

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan

Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e

digunakan untuk bantalan beton atau semen

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau

dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran

dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan

digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton

a Jenis rel berdasarkan berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar

Rel 25 yang berarti 25 kgm

Rel 33

Rel 44

Rel 52

Rel 54

Rel 60

b Lebar traklebar relGauge

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga

semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan

diantaranya

Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh

yang saat ini sudah tidak digunakan lagi

Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia

Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara

umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk

daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar

dan pembangunannya lebih sulit

Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan

didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

c Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 2: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

2 Berdasarkan jenis pelayarannya

a Kapal permukaan

b Kapal selam

c Kapal mengambang

d Kapal bantalan udara

3 Berdasarkan fungsinya

a Kapal Perang

b Kapal penumpang

c Kapal barang

d Kapal tanker

e Kapal feri

f Kapal pemecah es

g Kapal tunda

h Kapal pandu

i Tongkang

j Kapal tender

k Kapal Ro-Ro

l Kapal dingin beku

m Kapal keruk

n Kapal peti kemas Kapal kontainer

o Kapal pukat harimau

Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera sungai atau danau untuk

menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya

Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan

membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh Crane dan gudang berpendingin

juga disediakan oleh pihak pengelola maupun pihak swasta yang berkepentingan

Sering pula disekitarnya dibangun fasilitas penunjang seperti pengalengan dan

pemrosesan barang Peraturan Pemerintah RI No69 Tahun 2001 mengatur tentang

pelabuhan dan fungsi serta penyelengaraannya

B Transportasi Udara

Pesawat terbang atau pesawat udara atau kapal terbang atau cukup pesawat saja

adalah kendaraan yang mampu terbang di atmosfer atau udara

1 Kategori dan klasifikasi

a Lebih berat dari udara

Pesawat terbang yang lebih berat dari udara disebut aerodin yang masuk dalam

kategori ini adalah autogiro helikopter girokopter dan pesawat bersayap tetap

Pesawat bersayap tetap umumnya menggunakan mesin pembakaran dalam yang

berupa mesin piston (dengan baling-baling) atau mesin turbin (jet atau turboprop)

untuk menghasilkan dorongan yang menggerakkan pesawat lalu pergerakan udara di

sayap menghasilkan gaya dorong ke atas yang membuat pesawat ini bisa terbang

Sebagai pengecualian pesawat bersayap tetap juga ada yang tidak menggunakan

mesin misalnya glider yang hanya menggunakan gaya gravitasi dan arus udara

panas Helikopter dan autogiro menggunakan mesin dan sayap berputar untuk

menghasilkan gaya dorong ke atas dan helikopter juga menggunakan mesin untuk

menghasilkan dorongan ke depan

b Lebih ringan dari udara

Pesawat terbang yang lebih ringan dari udara disebut aerostat yang masuk dalam

kategori ini adalah balon dan kapal udara Aerostat menggunakan gaya apung untuk

terbang di udara seperti yang digunakan kapal laut untuk mengapung di atas air

Pesawat terbang ini umumnya menggunakan gas seperti helium hidrogen atau udara

panas untuk menghasilkan gaya apung tersebut Perbedaaan balon udara dengan

kapal udara adalah balon udara lebih mengikuti arus angin sedangkan kapal udara

memiliki sistem propulsi untuk dorongan ke depan dan sistem kendali

c Jenis pesawat berdasarkan desain

Balon udara

Kapal udara

Pesawat bersayap tetap

o Pesawat bersayap satu

+ Pesawat bersayap delta

+ Pesawat bersayap lipat

+ Sayap terbang

o Pesawat bersayap dua

o Pesawat bersayap tiga

Pesawat sayap berputar

o Helikopter

o Autogiro

b Berdasarkan propulsi

Pesawat terbang layang (Glider)

Pesawat bermesin piston

Pesawat bermesin turbo propeler

Pesawat bermesin turbojet

Pesawat bermesin turbofan

Pesawat bermesin ramjet

c Berdasarkan penggunaan

Pesawat eksperimental

Pesawat penumpang sipil

Pesawat angkut

Pesawat militer

Pelabuhan udara bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat

pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat Bandara yang paling sederhana

minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya

dilengkapi berbagai fasilitas lain baik untuk operator layanan penerbangan maupun

bagi penggunanya

Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) Bandar

udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan instalasi dan

peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk

kedatangan keberangkatan dan pergerakan pesawat

Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah

lapangan udara termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan

kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara

untuk masyarakat

Transportasi darat

Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan

menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan

Pengemudi disebutkan

1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa

rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping

2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi

sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk

pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8

(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik

dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk

dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus

5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak

baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang

akan ataupun sedang bergerak di rel

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk

bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang

berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah

danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan

kabel

1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum

2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha

Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri

3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan

dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol

Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif

(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau

gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong

tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang

dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara

berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama

angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara

Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali

dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu

kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu

rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan

sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang

dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda

Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan

beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda

besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan

dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum

George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap

lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap

yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan

dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan

mampu menarik kereta lebih banyak

Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan

listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk

membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian

Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan

lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya

teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang

memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade

1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka

yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang

Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV

Jenis-jenis kereta api

a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)

1 Kereta api uap

2 Kereta api diesel

3 Kereta rel listrik

b Dari segi rel

1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api

yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi

yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat

ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah

rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi

2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta

api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini

hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung

pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat

transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang

mirip seperti jalan layang

c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah

1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah

Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya

pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah

dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying

2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan

bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar

tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan

sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya

untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api

layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)

3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan

tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-

terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan

sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali

- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta

permukaan

Dari segi penggunaan

1 Kereta Api Penumpang

2 Kereta Api Barang

Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa

memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang

dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan

dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat

Pandrol)

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan

Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e

digunakan untuk bantalan beton atau semen

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau

dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran

dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan

digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton

a Jenis rel berdasarkan berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar

Rel 25 yang berarti 25 kgm

Rel 33

Rel 44

Rel 52

Rel 54

Rel 60

b Lebar traklebar relGauge

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga

semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan

diantaranya

Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh

yang saat ini sudah tidak digunakan lagi

Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia

Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara

umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk

daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar

dan pembangunannya lebih sulit

Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan

didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

c Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 3: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

B Transportasi Udara

Pesawat terbang atau pesawat udara atau kapal terbang atau cukup pesawat saja

adalah kendaraan yang mampu terbang di atmosfer atau udara

1 Kategori dan klasifikasi

a Lebih berat dari udara

Pesawat terbang yang lebih berat dari udara disebut aerodin yang masuk dalam

kategori ini adalah autogiro helikopter girokopter dan pesawat bersayap tetap

Pesawat bersayap tetap umumnya menggunakan mesin pembakaran dalam yang

berupa mesin piston (dengan baling-baling) atau mesin turbin (jet atau turboprop)

untuk menghasilkan dorongan yang menggerakkan pesawat lalu pergerakan udara di

sayap menghasilkan gaya dorong ke atas yang membuat pesawat ini bisa terbang

Sebagai pengecualian pesawat bersayap tetap juga ada yang tidak menggunakan

mesin misalnya glider yang hanya menggunakan gaya gravitasi dan arus udara

panas Helikopter dan autogiro menggunakan mesin dan sayap berputar untuk

menghasilkan gaya dorong ke atas dan helikopter juga menggunakan mesin untuk

menghasilkan dorongan ke depan

b Lebih ringan dari udara

Pesawat terbang yang lebih ringan dari udara disebut aerostat yang masuk dalam

kategori ini adalah balon dan kapal udara Aerostat menggunakan gaya apung untuk

terbang di udara seperti yang digunakan kapal laut untuk mengapung di atas air

Pesawat terbang ini umumnya menggunakan gas seperti helium hidrogen atau udara

panas untuk menghasilkan gaya apung tersebut Perbedaaan balon udara dengan

kapal udara adalah balon udara lebih mengikuti arus angin sedangkan kapal udara

memiliki sistem propulsi untuk dorongan ke depan dan sistem kendali

c Jenis pesawat berdasarkan desain

Balon udara

Kapal udara

Pesawat bersayap tetap

o Pesawat bersayap satu

+ Pesawat bersayap delta

+ Pesawat bersayap lipat

+ Sayap terbang

o Pesawat bersayap dua

o Pesawat bersayap tiga

Pesawat sayap berputar

o Helikopter

o Autogiro

b Berdasarkan propulsi

Pesawat terbang layang (Glider)

Pesawat bermesin piston

Pesawat bermesin turbo propeler

Pesawat bermesin turbojet

Pesawat bermesin turbofan

Pesawat bermesin ramjet

c Berdasarkan penggunaan

Pesawat eksperimental

Pesawat penumpang sipil

Pesawat angkut

Pesawat militer

Pelabuhan udara bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat

pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat Bandara yang paling sederhana

minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya

dilengkapi berbagai fasilitas lain baik untuk operator layanan penerbangan maupun

bagi penggunanya

Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) Bandar

udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan instalasi dan

peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk

kedatangan keberangkatan dan pergerakan pesawat

Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah

lapangan udara termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan

kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara

untuk masyarakat

Transportasi darat

Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan

menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan

Pengemudi disebutkan

1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa

rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping

2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi

sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk

pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8

(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik

dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk

dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus

5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak

baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang

akan ataupun sedang bergerak di rel

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk

bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang

berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah

danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan

kabel

1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum

2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha

Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri

3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan

dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol

Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif

(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau

gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong

tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang

dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara

berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama

angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara

Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali

dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu

kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu

rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan

sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang

dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda

Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan

beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda

besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan

dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum

George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap

lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap

yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan

dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan

mampu menarik kereta lebih banyak

Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan

listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk

membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian

Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan

lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya

teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang

memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade

1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka

yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang

Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV

Jenis-jenis kereta api

a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)

1 Kereta api uap

2 Kereta api diesel

3 Kereta rel listrik

b Dari segi rel

1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api

yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi

yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat

ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah

rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi

2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta

api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini

hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung

pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat

transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang

mirip seperti jalan layang

c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah

1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah

Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya

pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah

dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying

2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan

bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar

tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan

sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya

untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api

layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)

3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan

tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-

terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan

sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali

- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta

permukaan

Dari segi penggunaan

1 Kereta Api Penumpang

2 Kereta Api Barang

Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa

memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang

dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan

dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat

Pandrol)

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan

Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e

digunakan untuk bantalan beton atau semen

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau

dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran

dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan

digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton

a Jenis rel berdasarkan berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar

Rel 25 yang berarti 25 kgm

Rel 33

Rel 44

Rel 52

Rel 54

Rel 60

b Lebar traklebar relGauge

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga

semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan

diantaranya

Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh

yang saat ini sudah tidak digunakan lagi

Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia

Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara

umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk

daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar

dan pembangunannya lebih sulit

Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan

didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

c Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 4: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

+ Sayap terbang

o Pesawat bersayap dua

o Pesawat bersayap tiga

Pesawat sayap berputar

o Helikopter

o Autogiro

b Berdasarkan propulsi

Pesawat terbang layang (Glider)

Pesawat bermesin piston

Pesawat bermesin turbo propeler

Pesawat bermesin turbojet

Pesawat bermesin turbofan

Pesawat bermesin ramjet

c Berdasarkan penggunaan

Pesawat eksperimental

Pesawat penumpang sipil

Pesawat angkut

Pesawat militer

Pelabuhan udara bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat

pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat Bandara yang paling sederhana

minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya

dilengkapi berbagai fasilitas lain baik untuk operator layanan penerbangan maupun

bagi penggunanya

Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) Bandar

udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan instalasi dan

peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk

kedatangan keberangkatan dan pergerakan pesawat

Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah

lapangan udara termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan

kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara

untuk masyarakat

Transportasi darat

Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan

menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan

Pengemudi disebutkan

1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa

rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping

2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi

sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk

pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8

(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik

dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk

dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus

5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak

baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang

akan ataupun sedang bergerak di rel

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk

bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang

berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah

danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan

kabel

1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum

2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha

Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri

3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan

dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol

Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif

(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau

gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong

tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang

dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara

berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama

angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara

Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali

dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu

kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu

rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan

sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang

dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda

Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan

beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda

besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan

dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum

George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap

lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap

yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan

dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan

mampu menarik kereta lebih banyak

Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan

listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk

membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian

Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan

lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya

teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang

memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade

1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka

yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang

Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV

Jenis-jenis kereta api

a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)

1 Kereta api uap

2 Kereta api diesel

3 Kereta rel listrik

b Dari segi rel

1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api

yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi

yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat

ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah

rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi

2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta

api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini

hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung

pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat

transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang

mirip seperti jalan layang

c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah

1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah

Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya

pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah

dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying

2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan

bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar

tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan

sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya

untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api

layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)

3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan

tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-

terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan

sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali

- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta

permukaan

Dari segi penggunaan

1 Kereta Api Penumpang

2 Kereta Api Barang

Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa

memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang

dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan

dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat

Pandrol)

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan

Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e

digunakan untuk bantalan beton atau semen

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau

dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran

dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan

digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton

a Jenis rel berdasarkan berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar

Rel 25 yang berarti 25 kgm

Rel 33

Rel 44

Rel 52

Rel 54

Rel 60

b Lebar traklebar relGauge

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga

semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan

diantaranya

Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh

yang saat ini sudah tidak digunakan lagi

Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia

Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara

umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk

daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar

dan pembangunannya lebih sulit

Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan

didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

c Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 5: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara

untuk masyarakat

Transportasi darat

Angkutan Jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan

menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan

Pengemudi disebutkan

1 Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) tanpa

rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping

2 Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi

sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk

pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

3 Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8

(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik

dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi

4 Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk

dalam sepeda motor mobil penumpang dan mobil bus

5 Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak

baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya yang

akan ataupun sedang bergerak di rel

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk

bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang

berada pada permukaan tanah di atas permukaan tanah di bawah permukaan tanah

danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan

kabel

1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum

2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha

Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri

3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan

dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol

Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif

(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau

gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong

tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang

dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara

berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama

angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara

Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali

dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu

kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu

rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan

sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang

dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda

Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan

beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda

besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan

dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum

George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap

lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap

yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan

dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan

mampu menarik kereta lebih banyak

Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan

listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk

membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian

Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan

lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya

teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang

memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade

1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka

yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang

Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV

Jenis-jenis kereta api

a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)

1 Kereta api uap

2 Kereta api diesel

3 Kereta rel listrik

b Dari segi rel

1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api

yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi

yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat

ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah

rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi

2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta

api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini

hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung

pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat

transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang

mirip seperti jalan layang

c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah

1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah

Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya

pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah

dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying

2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan

bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar

tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan

sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya

untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api

layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)

3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan

tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-

terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan

sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali

- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta

permukaan

Dari segi penggunaan

1 Kereta Api Penumpang

2 Kereta Api Barang

Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa

memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang

dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan

dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat

Pandrol)

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan

Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e

digunakan untuk bantalan beton atau semen

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau

dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran

dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan

digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton

a Jenis rel berdasarkan berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar

Rel 25 yang berarti 25 kgm

Rel 33

Rel 44

Rel 52

Rel 54

Rel 60

b Lebar traklebar relGauge

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga

semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan

diantaranya

Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh

yang saat ini sudah tidak digunakan lagi

Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia

Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara

umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk

daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar

dan pembangunannya lebih sulit

Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan

didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

c Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 6: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

danatau air serta di atas permukaan air kecuali jalan kereta api jalan lori dan jalan

kabel

1 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum

2 Jalan khusus adalah jalan yang di bangun oleh instasi badan usaha

Perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri

3 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan

dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol

Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif

(kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau

gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya) Rangkaian kereta atau gerbong

tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang

dalam skala besar Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif beberapa negara

berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama

angkutan darat baik di dalam kota antarkota maupun antarnegara

Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali

dengan penemuan roda Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu

kereta (rangkaian) kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu

rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan

sepur Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang

dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda

Setelah James Watt menemukan mesin uap Nicolas Cugnot membuat kendaraan

beroda tiga berbahan bakar uap Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda

besi Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan

dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum

George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap

lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester Waktu itu lokomotif uap

yang digunakan berkonstruksi belalang Penyempurnaan demi penyempurnaan

dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan

mampu menarik kereta lebih banyak

Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan

listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk

membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian

Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan

lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya

teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang

memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade

1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka

yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang

Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV

Jenis-jenis kereta api

a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)

1 Kereta api uap

2 Kereta api diesel

3 Kereta rel listrik

b Dari segi rel

1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api

yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi

yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat

ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah

rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi

2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta

api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini

hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung

pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat

transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang

mirip seperti jalan layang

c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah

1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah

Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya

pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah

dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying

2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan

bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar

tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan

sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya

untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api

layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)

3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan

tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-

terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan

sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali

- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta

permukaan

Dari segi penggunaan

1 Kereta Api Penumpang

2 Kereta Api Barang

Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa

memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang

dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan

dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat

Pandrol)

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan

Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e

digunakan untuk bantalan beton atau semen

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau

dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran

dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan

digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton

a Jenis rel berdasarkan berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar

Rel 25 yang berarti 25 kgm

Rel 33

Rel 44

Rel 52

Rel 54

Rel 60

b Lebar traklebar relGauge

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga

semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan

diantaranya

Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh

yang saat ini sudah tidak digunakan lagi

Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia

Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara

umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk

daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar

dan pembangunannya lebih sulit

Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan

didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

c Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 7: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif berdaya besar dan

mampu menarik kereta lebih banyak

Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan

listrik yang diikuti penemuan motor listrik Motor listrik kemudian digunakan untuk

membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik Kemudian

Rudolf Diesel memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan

lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap Seiring dengan berkembangnya

teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju dibuatlah kereta api magnet yang

memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa Jepang dalam waktu dekade

1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka

yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang

Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV

Jenis-jenis kereta api

a Dari segi propulsi (tenaga penggerak)

1 Kereta api uap

2 Kereta api diesel

3 Kereta rel listrik

b Dari segi rel

1 Kereta api rel konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api

yang umum dijumpai Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi

yang diletakan di bantalan Di daerah tertentu yang memliki tingkat

ketinggian curam digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah

rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi

2 Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta

api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai Rel kereta ini

hanya terdiri dari satu batang besi Letak kereta api didesain menggantung

pada rel atau di atas rel Karena efisien biasanya digunakan sebagai alat

transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang

mirip seperti jalan layang

c Dari segi di atasdi bawah permukaan tanah

1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah

Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya

pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah

dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying

2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan

bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar

tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan

sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya

untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api

layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)

3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan

tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-

terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan

sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali

- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta

permukaan

Dari segi penggunaan

1 Kereta Api Penumpang

2 Kereta Api Barang

Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa

memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang

dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan

dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat

Pandrol)

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan

Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e

digunakan untuk bantalan beton atau semen

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau

dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran

dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan

digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton

a Jenis rel berdasarkan berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar

Rel 25 yang berarti 25 kgm

Rel 33

Rel 44

Rel 52

Rel 54

Rel 60

b Lebar traklebar relGauge

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga

semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan

diantaranya

Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh

yang saat ini sudah tidak digunakan lagi

Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia

Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara

umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk

daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar

dan pembangunannya lebih sulit

Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan

didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

c Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 8: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

1 Kereta api permukaan (surface) Kereta api permukaan berjalan di atas tanah

Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis ini Biaya

pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah

dibandingkan yang di bawah tanah atau yang laying

2 Kereta api layang (elevated) Kereta api layang berjalan di atas dengan

bantuan tiang-tiang hal ini untuk menghindari persilangan sebidang agar

tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api Biaya yang dikeluarkan

sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama misalnya

untuk kereta api permukaan membutuhkan $ 10 juta maka untuk kereta api

layang membutuhkan dana $ 30 juta Kereta api bawah tanah (subway)

3 Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan

tanah (subway) Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-

terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api Biaya yang dikeluarkan

sangat mahal sekali karena sering menembus 20m di bawah permukaan kali

- bangunan maupun jalan yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta

permukaan

Dari segi penggunaan

1 Kereta Api Penumpang

2 Kereta Api Barang

Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api Rel mengarahkanmemandu kereta api tanpa

memerlukan pengendalian Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang

dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan Rel-rel tersebut diikat pada bantalan

dengan menggunakan paku rel sekrup penambat atau penambat e (seperti penambat

Pandrol)

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan

Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan penambat e

digunakan untuk bantalan beton atau semen

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau

dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran

dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan

digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton

a Jenis rel berdasarkan berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar

Rel 25 yang berarti 25 kgm

Rel 33

Rel 44

Rel 52

Rel 54

Rel 60

b Lebar traklebar relGauge

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga

semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan

diantaranya

Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh

yang saat ini sudah tidak digunakan lagi

Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia

Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara

umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk

daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar

dan pembangunannya lebih sulit

Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan

didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

c Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 9: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau

dikenal sebagai Balast Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran

dan lenturan rel akibat beratnya kereta api Untuk menyeberangi jembatan

digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton

a Jenis rel berdasarkan berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar

Rel 25 yang berarti 25 kgm

Rel 33

Rel 44

Rel 52

Rel 54

Rel 60

b Lebar traklebar relGauge

Ada beberapa lebar (gauge) yang digunakan semakin lebar semakin stabil sehingga

semakin tinggi kecepatan kereta apinya Lebar trak yang umum digunakan

diantaranya

Lebar 700 mm digunakan Kereta api Aceh dari Besitang menuju Banda Aceh

yang saat ini sudah tidak digunakan lagi

Lebar 1000 mm disebut juga meter gauge digunakan di Malaysia

Lebar 1067 mm atau 3 kaki 6 inci merupakan lebar rel yang digunakan secara

umum di Indonesia disebut juga sebagai Narrow gauge Narrow gauge cocok untuk

daerah yang bergunung-gunung karena trak yang lebar membutuhkan biaya besar

dan pembangunannya lebih sulit

Lebar 1435 mm atau 4 kaki 85 inci merupakan rel yang banyak digunakan

didunia sehingga disebut juga sebagai Standar gauge

c Penyambungan rel

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 10: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Rel karena alasan transportasi menuju ke lokasi biasanya dari pabrik pembuat rel

dipotong menjadi rel dengan panjang 25 m Untuk meningkatkan kenyamanan

penggunaan kereta api yang berjalan diatasnya maka rel tersebut disambung

Penyambungan rel dilakukan dengan beberapa cara

1 Las termit

Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan las termit dilokasi sehingga

bisa menjadi rel yang menerus Pengelasan menggunakan las termit dengan

menggunakan bahan kimia senyawa besi yang ditempatkan diantara kedua rel

kemudian bahan tersebut direaksikan pada suhu sampai mencairkan bahan kimia

tersebut dan menyambung rel tersebut sisa hasil reaksi kimia tersebut kemudian

dipotong dan diratakan dengan rel

2 Sambungan baut

3 Fishplate diantara 2 rel yang disambung

Pada sambungan ini digunakan suatu penyangga yang disebut sebagai fish plate yang

dibaut pada kedua rel yang disambung

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam

memakai sarana transportasi kereta api Selain stasiun pada masa lalu dikenal juga

dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api

Untuk daerahkota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan

sebagai halte kereta

Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas

Pelataran parkir di muka stasiun

Tempat penjualan tiket dan loket informasi

Peron atau ruang tunggu

Ruang kepala stasiun dan

Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti

sinyal wesel (alat pemindah jalur) telepon telegraf dan lain sebagainya

httpidwikipediaorgwikiTransportasi

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 11: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

httpwwwbnpbgoidwebsiteindexphp

option=com_contentamptask=viewampid=2101

Statistik Bencana Tahun 2008

Selasa 27012009 040225

Kejadian Bencana di Indonesia tahun 2008

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 12: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Korban Meninggal dan Hilang Akibat Bencana Tahun 2008

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 13: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

I latar Belakang

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu Jaringan kereta api di

Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan

sepanjang 6482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera dimana 70 diantaranya

terletak di pulau Jawa Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua 25 sudah

berusia 70-137 tahun 44 berusia antara 10-70 tahun

Di Jawa terdapat tiga lintas pelayanan utama yaitu Jakarta-Bandung Jakarta-

Semarang-Surabaya (disebut lintas utara) dan Jakarta-Yogyakarta-Surabaya (disebut

lintas selatan) Sementara di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah

satu sama lain yakni sub-jaringan Sumatera bagian Utara sub-jaringan Sumatera

bagian Barat dan sub-jaringan Sumatera bagian Selatan

Sebelum perang dunia kedua angkutan KA di Indonesia dikelola oleh perusahaan

swasta Belanda Selanjutnya pada tahun 1950 pengelolaan diserahkan kepada

Kementerian Komunikasi Republik Indonesia melalui DKA (Djawatan Kereta Api)

Kemudian secara berturut-turut pengelola KA mengalami beberapa kali perubahan

nama dan status yaitu PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api ) pada tahun 1963

PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api ) pada tahun 1971 PERUMKA (Perusahaan

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 14: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Umum Kereta Api) pada bulan Januari tahun 1991 dan terakhir pada bulan Juni

tahun 1999 berubah menjadi PT KAI - Kereta Api Indonesia (Persero)

Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia baik untuk angkutan barang

ataupun penumpang Namun demikian di Indonesia peran kereta api masih sangat

marginal Dari sisi market share angkutan antar moda saat ini share kereta api untuk

angkutan penumpang hanya sebesar 73 dan angkutan barang lebih kurang 06

Dalam tahun 2005 KAI berhasil mengangkut penumpang sebanyak 1479 juta orang

dan mengangkut barang sebanyak 173 juta ton

Permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya

tingkat kecelakaan Trend kecelakaan KA dalam periode tahun 2000 ndash 2005 yang

diperlihatkan pada Gambar-1 dapat memberikan gambaran bahwa tingkat

keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk

Sumber Direktorat jenderal perkeretaapian Kementrian republik Indonesia

II Kondisi Prasarana amp Sarana

Sarana kereta api meliputi lokomotif kereta gerbong KRL dan KRD Jumlah

lokomotif yang dimiliki saat ini sebanyak 333 unit lebih dari 60 diantaranya

berusia lebih dari 20 tahun Karena keterbatasan jumlah lokomotif seringkali

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 15: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

dioperasikan hingga jarak 1400 kmhari jauh melampaui batas ideal 900 kmhari

Pada tahun 2005 terjadi lok mogok sebanyak 1519 kali yang mencerminkan kondisi

lokomotif sebagian sudah kurang baik Jumlah kereta 1243 unit lebih dari 45

diantaranya berusia diatas 30 tahun

Prasarana jalan rel yang ada saat ini pada umumnya masih jalur tunggal Jalur ganda

baru tersedia di jalur Jakarta-Cikampek Jakarta-Bogor Padalarang-Bandung dan

Surabaya kota-Wonokromo Jalur rel yang ada memiliki beban ganda antara 9 sd 18

ton yang mampu mendukung kecepatan kereta api antara 60-110 kmjam Panjang

rel di Jawa yang masih dioperasikan sepanjang 3216 km dan di Sumatera sepanjang

1348 km Sebagian dari jalur tersebut kondisinya sudah kurang layak operasi

sehingga sangat rawan terhadap kecelakaan

Prasarana persinyalan mencakup perangkat sinyal pintu perlintasan telepontelegraf

saluran fisik jaringan radio Sampai dengan tahun 2000 telah dilakukan modernisasi

(elektrifikasi) persinyalan di 183 stasiun Ada tiga sistem persinyalan yang

dioperasikan di Jawa maupun Sumatera yaitu electronic interlocking system all

relayNX-interlocking system dan electro mechanical interlocking system Jumlah

pintu perlintasan ada 8385 unit sebanyak 1145 unit dijaga dan sisanya sebanyak

7240 unit tidak dijaga Jumlah perlintasan tersebut belum termasuk sekitar 17000

perlintasan yang belum terdaftar

III Keselamatan KA

Permasalahan perkeretaapian Indonesia saat ini sangat rumit sulit dinamis dengan

tantangan yang terus berkembang Sejak dulu hingga kini kereta api selalu

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 16: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain Jika dulu

berhadapan dengan perkembangan otomotif maka kini tantangan datang dari

perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif Namun yang saat ini

mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan Pada

Gambar-1 diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005 Frekuensi

kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa dengan korban mayoritas

dari kalangan rakyat kecil Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda

transportasi yang paling aman murah andal dan cepat anti kemacetan lalu-lintas

Seperti yang disampaikan dalam gambar 41 dalam periode Januari 2004 sd Mei

2006 di Indonesia telah terjadi kecelakaan kereta api sebanyak 359 kali dengan

jumlah korban jiwa 139 orang dan luka berat 219 orang Kecelakaan kereta api ini

dalam lingkungan perkeretaapian disebut PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) yaitu

suatu kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka berat atau

mengakibatkan rintangan jalan yang mengganggu operasi KA Tabrakan KA vs KA

terjadi sebanyak 20 kali rata-rata 8 kali dalam satu tahun Tingginya frekuensi

kecelakaan katergori ini sangat mengkhawatirkan dan termasuk dalam kategori

terburuk di dunia Kecelakaan KA anjlok terjadi sebanyak 211 kali atau 59 dari

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 17: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

jumlah total kecelakaan Tabrakan KA dengan kendaraan umum sebanyak 46 kali

terjadi Kecelakaan akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali yang mayoritas

merupkan kecelakaan akibat pejalan kaki tertabrak kereta api

Kecelakaan KA akibat lain-lain terjadi sebanyak 71 kali 20 dari jumlah total

kecelakaan dengan jumlah korban jiwa sebanyak 22 orang Mayoritas Korban

adalah pejalan kaki yang tertabrak KA akibat kelalaian waktu berada di sekitar

daerah jalur operasi KA

Jumlah korban jiwa (tidak termasuk luka berat) akibat kecelakaan kereta api dalam

periode Januari 2004 sd Mei 2005 adalah ebesar 139 orang degan perincian seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 43 Korban jiwa terbesar adalah akibat tabrakan

KA dengan dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang yaitu sebesar 91 orang

atau sebesar 66 total jumlah korban Kemudian disusul akibat tabrakan KA vs KA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 18: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

yang yang menyebabkan korban jiwa sebanyak 24 orang atau 17 dari jumlah total

korban

Identifikasi Masalah

Tabrakan KA vs KA

Tabrakan antar KA merupakan kecelakaan dalam kategori malapetaka besar

(catastrophic) yang secara teoritis seharusnya dapat dan harus dicegah Kecelakaan

ini memiliki potensi korban jiwa yang sangat besar mengingat kapasitas angkut KA

ratusan orang dan juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang sangat

besar akibat kerusakan saranaprasarana (harga satu unit lokomotif sekitar Rp15

Milyar)

Dalam periode delapan tahun terakhir di Indonesia telah terjadi 64 kali tabrakan KA

vs KA Tragedi Bintaro merupakan lembaran hitam dalam sejarah perkeretaapian

Indonesia yaitu kasus tabrakan antara dua KA Ekonomi di Bintaro Jakarta Selatan

pada tahun 1987 yang menelan korban jiwa 153 orang dan korban luka berat 300

orang Untuk mencegah terulangnya kembali tragedi tersebut berbagai upaya sudah

dilakukan baik oleh pemerintah maupun KAI Antara lain dengan melakukan

modernisasi persinyalan namun demikian hasilnya belum seperti yang diharapkan

Berdasarkan hasil investigasi dari 64 kecelakaan tabrakan antar KA dalam delapan

tahun terakhir sebanyak 51 kali atau 80 disebabkan oleh faktor manusia hanya

20 yang diakibatkan oleh faktor teknik

Dalam periode Januari 2004-Mei 2006 telah terjadi 20 kali tabrakan KA vs KA

dengan jumlah korban meninggal 24 orang (Gambar 42) Dari hasil investigasi

penyebab kecelakaan sebanyak 75 adalah akibat faktor manusia antara lain

pelanggaran sinyal atau PSAD (Passed Signal at Danger) masinis tertidur PPKA

salah memberi sinyal PPKA tertidur Sedangkan kontribusi sarana terhadap

kecelakaan hanya 5 (rem rusak) faktor manusia eksternal 5 (sabotase) dan yang

dalam pengusutan sebesar 15

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 19: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Dalam bulan Maret-April tahun 2006 ini sudah terjadi 4 kali kecelakaan Salah satu

diantaranya yang terjadi di daerah operasi Semarang berakibat sangat fatal

menewaskan 13 orang dan 20 orang mengalami luka berat Dan lagi-lagi

berdasarkan hasil investigasi sumber penyebabnya adalah akibat masinis melanggar

sinyal (PSAD)

Tabrakan antar KA memiliki potensi korban jiwa dan korban finansial juga

memiliki dampak sosial dan secara teoritis dapat dihindari maka dalam manajemen

keselamatan harus sepenuhnya dapat dicegah dengan kategori zero tolerance

Tingginya frekuensi tabrakan antar kereta api di Indonesia telah mengubah persepsi

persepsi keandalan faktor keamanan yang sudah melekat dan menjadi citra moda

transportasi KA Tingginya frekuensi tabrakan antar KA akan mengasosiasikan

faktor keselamatan KA tidak berbeda dengan bus atau angkutan umum Namun yang

menjadi persoalan tabrakan antar KA seharusnya kejadian yang secara teoritis dapat

dihindari dan dapat dikendalikan asalkan dapat diketahui sumber penyebabnya

Tabrakan antar KA dalam satu kali dalam setahun adalah sudah terlalu banyak

Namun demikian kasus tabrakan antar KA di Indonesia rata-rata dalam setahun 8

kali Diduga kuat upaya-upaya pencegahan yang telah dilakukan belum memadai

atau belum komprehensif

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 20: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Tabrakan KA vs Kendaraan Umum

Dalam periode Janrsquo04 sd Meirsquo06 tabrakan KA vs Kendaraan Umum terjadi

sebanyak 46 kali atau 13 dari total jumlah kecelakaan Jumlah korban meninggal

sebanyak 91 orang dan luka berat 93 orang Jumlah korban jiwa adalah 65 dari

total jumlah korban jiwa dalam periode tersebut Semua kecelakaan terjadi di lokasi

perlintasan KA sebidang baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga dan sebagian

besar terjadi di Jawa Kecelakaan ini dalam beberapa kali kasus menimbulkan

jumlah korban yang sangat besar karena KA menabrak bus atau angkutan umum

yang sarat penumpang

Perlintasan KA sebidang di Jawa dan Sumatera yang terdaftar resmi di Dephub

mencapai 8385 buah (tidak termasuk ribuan perlintasan liar) dan yang dijaga hanya

1145 buah (14) Sisanya sebanyak 7240 buah (86) tidak dijaga dan pada

umumnya tidak dilengkapi dengan persinyalan yang memadai Di daerah Jawa

perlintasan yang tidak dijaga lebih dari 6602 buah Dengan semakin tingginya

frekuensi lalu-lintas kendaraan umum maka tidak mengherankan tabrakan KA vs

Kendaraan Umum akan cenderung semakin tinggi

Perlintasan sebidang tidak semua dijaga karena kendala keterbatasan dana

Pembuatan jalan layang (fly over) atau terowongan (underpass) sulit untuk

diwujudkan karena biaya pembangunannya sangat mahal Alasan lainnya pada saat

perlintasan KA dibangun kondisi lalu-lintas kendaraan umum belum sepadat

sekarang Dengan berkembangnya lingkungan sosial dan ekonomi memicu

tumbuhnya pemukiman disekitar jalur KA dan bertambah pesatnya jumlah

pengendara kendaraan bermotor Hal ini kemudian mendorong bertambahnya

jumlah perlintasan baru (liar) Perlintasan ini banyak yang dibiarkan terbuka tanpa

pintu ataupun penjaga sehingga titik-titik rawan kecelakaan semakin bertambah

banyak

httpperkeretaapiandephubgoidindexphp

option=com_contentampview=articleampid=108ampItemid=26ampa728c66ceac927a1a5624c

56ff8c277c=27eeb8eb8075a712111282208e8edd52

Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas kereta api adalah

1 Trauma kepala trauma thorak trauma abdomen

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 21: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

2 Fraktur

3 Ruptur organ dalam

4 Luka bakar

5 Laserasi

6 Kematian

A KONSEP DASAR PENYAKIT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR

By Iwan Sain SKp MKes

A Konsep Medis

1 Anatomi dan Fisiologi

a Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses ldquoOsteogenesisrdquo menjadi

tulang Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut ldquoOsteoblastrdquo Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima

kelompok berdasarkan bentuknya

1) Tulang panjang (Femur Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis Di sebelah proksimal dari

epifisis terdapat metafisis Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan tulang

memanjang Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular) Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis lempeng epifisis berfusi dan tulang berhenti tumbuh Hormon

pertumbuhan estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang

Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng epifisis Batang

suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis Kanalis

medularis berisi sumsum tulang

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 22: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous

(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang concellous

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek

5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang

berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial

misalnya patella (kap lutut)

Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit mineral Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar-osteoblas osteosit dan osteoklas Osteoblas berfungsi dalam

pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang Matriks tersusun atas

98 kolagen dan 2 subtansi dasar (glukosaminoglikan asam polisakarida) dan

proteoglikan) Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik

ditimbun Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang

dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ) Osteoklas adalah sel multinuclear

( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorpsi dan remosdeling

tulang

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa Ditengah osteon

terdapat kapiler Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella Didalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi

melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 01 mm)

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum

Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai

tempat perlekatan tendon dan ligamen Periosteum mengandung saraf pembuluh

darah dan limfatik Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang

panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus Osteoklast yang melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam

lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang)

Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 23: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 bahan organik (hidup) dan 70 endapan

garam Bahan organik disebut matriks dan terdiri dari lebih dari 90 serat kolagen

dan kurang dari 10 proteoglikan (protein plus sakarida) Deposit garam terutama

adalah kalsium dan fosfat dengan sedikit natrium kalium karbonat dan ion

magnesium Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen

melalui proteoglikan Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan

tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan) Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan)

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang Kecepatan pembentukan tulang berubah selama

hidup Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon faktor makanan dan

jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang dan terjadi akibat aktivitas sel-sel

pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang Osteoblas berespon terhadap

berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang Sewaktu pertama kali

dibentuk matriks tulang disebut osteoid Dalam beberapa hari garam-garam kalsium

mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan

berikutnya Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid dan disebut

osteosit atau sel tulang sejati Seiring dengan terbentuknya tulang osteosit dimatriks

membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit

lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang sebagian ion

kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi Garam nonkristal ini dianggap

sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat

antara tulang cairan interstisium dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi terjadi secara bersamaan dengan

pembentukan tulang Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut

osteoklas Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel

mirip-monosit yang terdapat di tulang Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai

asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis Osteoklas

biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang dan memfagosit

tulang sedikit demi sedikit Setelah selesai di suatu daerah osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 24: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

tulang baru Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus

menerus diperbarui atau mengalami remodeling Pada anak dan remaja aktivitas

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan

menebal Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur Pada orang dewasa muda aktivitas osteoblas dan osteoklas

biasanya setara sehingga jumlah total massa tulang konstan Pada usia pertengahan

aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai

berkurang Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan dominansi aktivitas osteoklas

dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah Aktivitas osteoblas

dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan

stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang Fraktur

tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas tetapi mekanisme pastinya

belum jelas Estrogen testosteron dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang Pertumbuhan tulang dipercepat

semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut Estrogen dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan

merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus aktivitas osteoblas berkurang Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan

bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong

kalsifikasi tulang Namun vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang Dengan demikian vitamin

D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan

menyebabkan absorpsi tulang

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh

hormon paratiroid Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang

terletak tepat di belakang kelenjar tiroid Pelepasan hormon paratiroid meningkat

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum Hormon paratiroid

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 25: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah Peningkatan kalsium serum bekerja secara

umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut

Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi

ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah Pengaktifan vitamin

D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid Sedangkan kalsitonin adalah suatu

hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga

menurunkan kadar kalsium serum

b Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung otak dan paru-paru) dan jaringan

lunak

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema

topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium fosfor

2 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer et al 2000) Sedangkan menurut Linda Juall C dalam

buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah

rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman 2000) Pendapat lain menyatakan

bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih

utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson M A 1992)

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 26: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

3 Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadiKekuatan dapat berupa

pemuntiran penekukan penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan

penarikan

4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medula tulang Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian

tulang yang patah Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi eksudasi plasma dan leukosit

dan infiltrasi sel darah putih Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar

waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas kelelahan dan

kepadatan atau kekerasan tulang

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 27: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

5 Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu

a Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Faktur Tertutup (Closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi

2) Fraktur Terbuka (OpenCompound) bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur

1) Fraktur Komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto

2) Fraktru Inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fraktur mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang

c Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga

3) Fraktur Spiral fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur Kompresi fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain

5) Fraktur Avulsi fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 28: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

d Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur Segmental fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur Multiple fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

e Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh

2) Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen terbagi atas

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

f Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian

1 13 proksimal

2 13 medial

3 13 distal

g Fraktur Kelelahan fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h Fraktur Patologis fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma yaitu

a Tingkat 0 fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya

b Tingkat 1 fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

c Tingkat 2 fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

d Tingkat 3 cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 29: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

6 Manifestasi Klinik

a Deformitas

b Bengkakedema

c Echimosis (Memar)

d Spasme otot

e Nyeri

f Kuranghilang sensasi

g Krepitasi

h Pergerakan abnormal

i Rontgen abnormal

7 Test Diagnostik

a Pemeriksaan Rontgen menentukan lokasiluasnya frakturluasnyatrauma

skan tulang temogram scan CI memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

b Hitung darah lengkap HB mungkin meningkatmenurun

c Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma

d Kreatinin traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

e Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau cederah hati

8 Penatalaksanaan Medik

a Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan

disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period) Kuman belum

terlalu jauh meresap dilakukan

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b Seluruh Fraktur

1) RekognisisPengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya

2) ReduksiManipulasiReposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 30: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah

mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannotnya dan rotasfanatomis (brunner

2001)

Reduksi tertutup traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaring-an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi

karena edema dan perdarahan Pada kebanyakan kasus roduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani

prosedur harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur dan analgetika diberikan

sesuai ketentuan Mungkin perlu dilakukan anastesia Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang Sinar x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar

Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatnotkan efek reduksi dan imoblisasi

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi Sinar x digunakan

untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Ketika tulang

sembuh akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x Ketika kalus telah kuat dapat

dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilinotsasi

Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka Dengan

pendekatan bedah fragmen tulang direduksi Alat fiksasi interna dalam bentuk pin

kawat sekrup plat paku atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi Alat

ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

3) RetensiImmobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 31: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimun

Imobilisasi fraktur Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan -

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutnotan gips bidai traksi kontinu pin dan teknik gips atau

fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler (mis pengkajian peredaran

darah nyeri perabaan gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler Kegelisahan ansietas dan

ketinotdaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis meyakinkan

perubahan posisi strategi peredaan nyeri termasuk analgetika) Latihan isometrik

dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk

memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika Biasanya fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas

fiksasi fraktur menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang

diperbolehkan dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

9 Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast Stadium ini berlangsung 24 ndash 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 32: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum`endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai

tergantung frakturnya

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Selndashsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik bila

diberikan keadaan yang tepat sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut anyaman tulang berubah menjadi

lamellar Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat Selama beberapa

bulan atau tahun pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus Lamellae yang lebih tebal diletidakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi dinding yang tidak dikehendaki dibuang

rongga sumsum dibentuk dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya

10 Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 33: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

a Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi CRT

menurun cyanosis bagian distal hematoma yang lebar dan dingin pada ekstrimitas

yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting perubahan posisi pada yang

sakit tindakan reduksi dan pembedahan

b Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh

darah Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat

c Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan tachykardi hypertensi

tachypnea demam

d Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam Ini biasanya

terjadi pada kasus fraktur terbuka tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat

e Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmanrsquos Ischemia

f Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi Ini biasanya terjadi pada

fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 34: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung Ini disebabkan karena penurunan supai

darah ke tulang

c Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap kuat dan stabil setelah 6-9 bulan Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang

d Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas) Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik

B Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian

diagnosa keperawatan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini Tahap ini terbagi atas

a Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama jenis kelamin umur alamat agama bahasa yang dipakai status

perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi golongan darah no register tanggal

MRS diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri Nyeri tersebut

bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 35: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

(1) Provoking Incident apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri

(2) Quality of Pain seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien Apakah seperti terbakar berdenyut atau menusuk

(3) Region radiation relief apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya

(5) Time berapa lama nyeri berlangsung kapan apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena Selain itu dengan mengetahui

mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius Donna D 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit pagetrsquos yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik (Ignatavicius Donna D 1995)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 36: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius Donna

D 1995)

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak(Ignatavicius Donna D1995)

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya

seperti kalsium zat besi protein vit C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada

lansia Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi konsistensi warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatannya

warna bau dan jumlah Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien Selain itu juga pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur suasana lingkungan kebiasaan tidur dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos Marilynn E 2002)

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 37: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien Karena

ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan

yang lain (Ignatavicius Donna D 1995)

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat Karena klien

harus menjalani rawat inap (Ignatavicius Donna D 1995)

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan

akibat frakturnya rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

(Ignatavicius Donna D 1995)

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan begitu juga pada kognitifnya

tidak mengalami gangguan Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual

karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah

anak lama perkawinannya (Ignatavicius Donna D 1995)

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya Mekanisme koping yang ditempuh

klien bisa tidak efektif

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 38: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan

(1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti

(a) Kesadaran penderita apatis sopor koma gelisah komposmentis tergantung

pada keadaan klien

(b) Kesakitan keadaan penyakit akut kronik ringan sedang berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema suhu sekitar daerah trauma meningkat bengkak oedema nyeri

tekan

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris tidak ada penonjolan tidak ada

nyeri kepala

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris tidak ada penonjolan reflek menelan ada

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk

Tak ada lesi simetris tak oedema

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(g) Hidung

Tidak ada deformitas tak ada pernafasan cuping hidung

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil gusi tidak terjadi perdarahan mukosa mulut tidak pucat

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae gerakan dada simetris

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 39: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien

yang berhubungan dengan paru

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris fermitus raba sama

(3) Perkusi

Suara ketok sonor tak ada erdup atau suara tambahan lainnya

(4) Auskultasi

Suara nafas normal tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung

(2) Palpasi

Nadi meningkat iktus tidak teraba

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar simetris tidak ada hernia

(2) Palpasi

Tugor baik tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

(3) Perkusi

Suara thympani ada pantulan gelombang cairan

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kalimenit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia tak ada pembesaran lymphe tak ada kesulitan BAB

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain Palor Parestesia

Pulse Pergerakan) Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 40: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi)

(b) Cape au lait spot (birth mark)

(c) Fistulae

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi

(e) Benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal)

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi

netral (posisi anatomi) Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien

Yang perlu dicatat adalah

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit Capillary

refill time Normal 3 ndash 5 ldquo

(b) Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian

(c) Nyeri tekan (tenderness) krepitasi catat letak kelainan (13 proksimal

tengah atau distal)

Otot tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi benjolan yang terdapat di

permukaan atau melekat pada tulang Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler

Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya

konsistensinya pergerakan terhadap dasar atau permukaannya nyeri atau tidak dan

ukurannya

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel kemudian diteruskan dengan menggerakan

ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan Pencatatan

lingkup gerak ini perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik Pemeriksaan ini menentukan apakah

ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 41: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

(Reksoprodjo Soelarto 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah ldquopencitraanrdquo menggunakan

sinar rontgen (x-ray) Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan

penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan Hal yang harus dibaca

pada x-ray

(1) Bayangan jaringan lunak

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti

(1) Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang

kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya

(2) Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma

(3) Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa

(4) Computed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 42: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase Laktat Dehidrogenase (LDH-5)

Aspartat Amino Transferase (AST) Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi

(2) Biopsi tulang dan otot pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi

(3) Elektromyografi terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur

(4) Arthroscopy didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan

(5) Indium Imaging pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang

(6) MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Ignatavicius Donna D 1995)

b Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah

sebagai berikut

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 43: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang)

g Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

(Doengoes 2000)

4 Intervensi Keperawatan

a Nyeri akut bd spasme otot gerakan fragmen tulang edema cedera jaringan

lunak pemasangan traksi stressansietas

Tujuan Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai mampu berpartisipasi dalam beraktivitas tidur istirahat dengan

tepat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips bebat

dan atau traksi

2 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena

3 Lakukan dan awasi latihan gerak pasifaktif

4 Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase perubahan

posisi)

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 44: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

5 Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam imajinasi

visual aktivitas dipersional)

6 Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan

7 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

Evaluasi keluhan nyeri (skala petunjuk verbal dan non verval perubahan tanda-

tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi

Meningkatkan aliran balik vena mengurangi edemanyeri

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler

Meningkatkan sirkulasi umum menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Menilai perkembangan masalah klien

b Risiko disfungsi neurovaskuler perifer bd penurunan aliran darah (cedera

vaskuler edema pembentukan trombus)

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 45: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Tujuan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat tidak pucat dan syanosis bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jarisendi

distal cedera

2 Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebatspalk yang terlalu ketat

3 Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen

4 Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan

5 Pantau kualitas nadi perifer aliran kapiler warna kulit dan kehangatan kulit

distal cedera bandingkan dengan sisi yang normal

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan

bebatspalk

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan

hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan

klien

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 46: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

c Gangguan pertukaran gas bd perubahan aliran darah emboli perubahan

membran alveolarkapiler (interstisial edema paru kongesti)

Tujuan Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Instruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

2 Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

3 Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi

4 Analisa pemeriksaan gas darah Hb kalsium LED lemak dan trombosit

5 Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas perhatikan adanya

stridor penggunaan otot aksesori pernapasan retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 47: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli Kortikosteroid

telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegahmengatasi emboli lemak

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas

anemia hipokalsemia peningkatan LED dan kadar lipase lemak darah dan

penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak

Adanya takipnea dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi

pernapasan mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal

d Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler nyeri terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan

kekuatanfungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik

yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio koran

kunjungan temankeluarga) sesuai keadaan klien

2 Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien

3 Berikan papan penyangga kaki gulungan trokantertangan sesuai indikasi

4 Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien

5 Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 48: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

6 Dorongpertahankan asupan cairan 2000-3000 mlhari

7 Berikan diet TKTP

8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi

9 Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi

Memfokuskan perhatian meningkatakan rasa kontrol diriharga diri membantu

menurunkan isolasi sosial

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal mempertahankan tonus otot

mempertahakan gerak sendi mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi

kalsium karena imobilisasi

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan

klien

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus atelektasis

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 49: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-

pertahankan fungsi fisiologis tubuh

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

individual

Menilai perkembangan masalah klien

e Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka pemasangan traksi (pen kawat

sekrup)

Tujuan Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan

perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulitmemudahkan penyembuhan sesuai

indikasi mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering bersih alat tenun

kencang bantalan bawah siku tumit)

2 Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebatgips

3 Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4 Observasi keadaan kulit penekanan gipsbebat terhadap kulit insersi

pentraksi

Menurunkan risiko kerusakanabrasi kulit yang lebih luas

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 50: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap

tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal

Menilai perkembangan masalah klien

f Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit

taruma jaringan lunak prosedur invasiftraksi tulang

Tujuan Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu bebas drainase

purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2 Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen

3 Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi

4 Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap LED Kultur

dan sensitivitas lukaserumtulang)

5 Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka

Meminimalkan kontaminasi

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 51: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis

mencegah atau mengatasi infeksi Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi anemia dan peningkatan LED

dapat terjadi pada osteomielitis Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi

Mengevaluasi perkembangan masalah klien

h Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi keterbatasan kognitif

kurang akuratlengkapnya informasi yang ada

Tujuan klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran

2 Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik

3 Ajarkan tandagejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat

demam perubahan sensasi kulit distal cedera)

4 Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien

untuk mengikuti program pembelajaran

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 52: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tandagejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien

B Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

httphesa-andessablogspotcom201003askep-pada-pasien-dengn-fraktur-

terbukahtml

Peran Perawat saat terjadi kecelakaan

Tenaga Medik dan Kesehatan di Lapangan

Biasanya yang datang pertama ditempat kejadian adalah Pelayanan

Ambulans yang tugas pertamanya adalah menilai keadaan kemudian

memberitahu Pusat Koordinasi bila membutuhkan tambahan bantuan lain

sebelum melakukan tugas spesifik triage atau pengobatan korban

Tambahan ambulans dapat dikirim bila masih tersedia dan dibutuhkan

Bantuan ini termasuk Komandan Lapangan Ambulans Pelayanan

ambulans memberitahu Pengendali Medik yang mana dapat menunjuk

seorang Komandan Medik yang harus turun ke lapangan Komandan

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 53: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Medik bekerjasama dengan Komandan Ambulans dapat meminta Tim

Medik Bencana turun ke lapangan melalui Pengendali Medik yang bekerja

di Pusat Pengendali Krisis Medik Bencana Pelayanan ambulans terbatas

pada manajemen pra-rumah sakit

Triage

Triage adalah proses memilah pasien dan klasifikasi dari sudut

urgensi relatif Ini untuk memastikan bahwa pasien yang perlu segera

diobati dapat tertangani dan sumber daya yang terbatas tidak terbuang

percuma pada kasus yang sebenarnya penanganannya dapat ditunda

Pada kasus masal maka ada perbedaan dengan triage skala kecil dimana

kasus yang cedera berat dengan kemungkinan hidup kecil akan

diletakkan pada prioritas rendah Pada beberapa petugas maka kondisi ini

akan menjadi kesulitan tetapi disini ada prinsip ldquokerjakan sebanyakbanyaknya

untuk kebaikan pasien dan buat sumber daya bekerja dengan

efisienrdquo

Kategori Triage

bull bull bull B A H A N B A C A A N bull bull bull

6

Ada sistim 4 level untuk kategori triage

1 Segera - Immediate (I) ndash Pasien mengalami cedera mengancam jiwa

yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera Misal

tension pneumothorax distress spernafasan perdarahan internal

vasa besar dan cedera jalan nafas

2 Tunda - Delayed (II) ndash Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera Pasien dapat menunggu giliran

pengobatan tanpa bahaya Misal fraktur minor ekstremitas

perdarahan lacerasi terkontrol dan luka bakar lt 25

3 Minimal (III) ndash Pasien mendapat cedera minimal dapat jalan dan

dapat menolong diri sendiri atau mencari pertolongan lain Misal

lacerasi minor memar dan lecet

4 Expextant (0) ndash Pasien mengalami cedera lethal dan akan

meninggal meski diobati Misal cedera kepala berat luka bakat

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 54: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

derajat 3 berat hampir seluuruh tubuh dan kerusakan organ vital

Metode penilaian triage

Triage dilakukan secara cepat dan mendapatkan kategori triage

berdasar evaluasi yang dapat dikerjakan secara cepat mudah dan oleh

tenaga yang training medik terbatas Sistim apapun yang dipakai tetap

diprioritaskan pada orang paling berpengalaman berpengetahuan medik

cukup dan mempunyai kemampuan penilaian yang baik Untuk ini

dipakai metode START yaitu simple triage and rapid treatment

Dapat jalan ------------------- Ya-----------------------------1048774 Tunda

Tdk

Bernafas ----Tidak 1048774 Posisi ---1048774 Bernafas -- No ---1048774 Expectant

Jalan Nafas

Ya Ya

Frekuensi 1048774 30 --------------------1048774 SEGERA

lt 30

Capillary 1048774 2 detik 1048774 Kontrol perdarahan

lt 2 detik

Dapat diperintah --------------------------------------------

Ya

TUNDA

Gambar ALGORITME TRIAGE START

Pemulihan

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 55: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

Saran

Untuk menghadapi masalah bencana yang dapat terjadi lagi dimasa

yang akan datang maka di rekomendasikan

1 Perlu kesiapsiagaan dalam bentuk pembentukan Pusat Pengendali

Krisis Medik Emergensi yang mempunyai Pengendali Medik dan

Komandan Medik

2 Perlu kesiapsiagaan pelayanan ambulans yang mempunyai Komandan

Ambulans berikut Tim Ambulans-nya

3 Ditingkat rumah sakit ada kesiapan rumah sakit dalam menerima

kasus korban bencana maupun dalam mengirim bantuan Tim Medik

Bencana Di rumah sakit harus ada Pengendali Medik dan Komandan

Medik dan rumah sakit sudah mempunyai Plan AB C dstnya untuk

menghadapi kasus massal akibat bencana atau musibah massal

4 Disiapkan peraturan pedoman danatau prosedur di tingkat nasional

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA

Page 56: KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA

daerah dan rumah sakit untuk menghadapi masalah bencana

5 Latihan secara berkala untuk menghadapi musibah massal sebagai

salah satu cara sosialisasi manajemen bencana kepada berbagai

pihak

HttpwwwpdfsearchPERAN MEDIK PADA PENANGANAN KORBAN

BENCANA

(Lessons learned from earthquake May 27th 2006) DrBambang Suryono S SpAn

KIC Mkes KNA