Artikel PKL Tka

28
1. PENDAHULUAN Sesuai dengan Undang–Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang terdiri 3 komponen utama yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak air. Waduk dan danau yang merupakan sumberdaya air telah banyak mengalami penurunan fungsi dan kerusakan ekosistem. Hal ini disebabkan karena pengelolaan waduk atau danau yang banyak mengalami kendala (Pusat Litbang SDA, 2008). Waduk mempunyai karakteristik yang berbeda dengan badan air lainya. Waduk menerima masukan air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya, air sungai ini tentu saja mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat menyuburkan perairan waduk (Wiadnya, et.al, 1993). Waduk Selorejo merupakan salah satu badan air yang terjadi akibat pembendungan tiga sungai yaitu Sungai Konto, Sungai Kwayangan dan Sungai Pijal. Waduk Selorejo dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia seperti pengendali banjir, irigasi, PLTA, pariwisata, pemukiman dan dimanfaatkan juga oleh masyarakat sekitar untuk kegiatan perikanan sehingga disebut waduk seba guna. Tahun 2000, jumlah nelayan di Waduk Selorejo sebanyak 750 nelayan yang bergabung dalam koperasi Agromina Restu Taruna Jaya (ARTJ) memanfaatkan budidaya ikan air tawar. Pada areal tepian waduk di kapling- kapling menjadi 15 bagian. Tiap kapling luasnya antara 2–4 ha dan dikelola oleh satu kelompok nelayan dengan jumlah anggota antara 40–60 orang. Para nelayan berasal dari 6 desa sekitar waduk meliputi Desa Kaumrejo, Sumber Agung, Mulyorejo, Baturejo, Pandansari dan Desa Waturejo, Kecamatan Ngantang. Pembuatan kaplingan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan nelayan sekitar waduk, sehingga pencarian ikan lebih efektif karena ruang gerak ikan dibatasi 2 – 4 ha saja. Banyaknya kegiatan dalam pemanfaatan Waduk Selorejo diperlukan pengelolaan yang baik 1

Transcript of Artikel PKL Tka

Page 1: Artikel PKL Tka

1. PENDAHULUAN

Sesuai dengan Undang–Undang

No.7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air, yang terdiri 3 komponen

utama yaitu konservasi, pemanfaatan

dan pengendalian daya rusak air.

Waduk dan danau yang merupakan

sumberdaya air telah banyak

mengalami penurunan fungsi dan

kerusakan ekosistem. Hal ini

disebabkan karena pengelolaan waduk

atau danau yang banyak mengalami

kendala (Pusat Litbang SDA, 2008).

Waduk mempunyai karakteristik

yang berbeda dengan badan air

lainya. Waduk menerima masukan air

secara terus menerus dari sungai yang

mengalirinya, air sungai ini tentu saja

mengandung bahan organik dan

anorganik yang dapat menyuburkan

perairan waduk (Wiadnya, et.al,

1993).

Waduk Selorejo merupakan salah

satu badan air yang terjadi akibat

pembendungan tiga sungai yaitu

Sungai Konto, Sungai Kwayangan dan

Sungai Pijal. Waduk Selorejo

dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas

manusia seperti pengendali banjir,

irigasi, PLTA, pariwisata, pemukiman

dan dimanfaatkan juga oleh

masyarakat sekitar untuk kegiatan

perikanan sehingga disebut waduk

seba guna.

Tahun 2000, jumlah nelayan di

Waduk Selorejo sebanyak 750 nelayan

yang bergabung dalam koperasi

Agromina Restu Taruna Jaya (ARTJ)

memanfaatkan budidaya ikan air

tawar. Pada areal tepian waduk di

kapling-kapling menjadi 15 bagian.

Tiap kapling luasnya antara 2–4 ha

dan dikelola oleh satu kelompok

nelayan dengan jumlah anggota

antara 40–60 orang. Para nelayan

berasal dari 6 desa sekitar waduk

meliputi Desa Kaumrejo, Sumber

Agung, Mulyorejo, Baturejo,

Pandansari dan Desa Waturejo,

Kecamatan Ngantang. Pembuatan

kaplingan tersebut dimaksudkan

untuk meningkatkan nelayan sekitar

waduk, sehingga pencarian ikan lebih

efektif karena ruang gerak ikan

dibatasi 2 – 4 ha saja.

Banyaknya kegiatan dalam

pemanfaatan Waduk Selorejo

diperlukan pengelolaan yang baik

agar kelestarian Waduk Selorejo

dapat terjaga.

Kondisi kualitas perairan Waduk

Selorejo merupakan komponen

terpenting dalam upaya pelestarian

dan stabilitas ekosistemnya.

Pemanfaatan waduk oleh masyarakat

atau nelayan sekitar tidak sesuai

dengan aturan yang dikeluarkan oleh

pihak pengelola Waduk Selorejo.

Waduk Selorejo mampu memenuhi

banyak kebutuhan masyarakat sekitar

dengan berbagai cara antara lain

perikanan, pariwisata, irigasi, dan

1

Page 2: Artikel PKL Tka

PLTA, maka manajemen perairan

tepat guna yang diterapkan

diharapkan dapat menjaga

kelestariannya.

2. TUJUAN

Tujuan dari Praktek Kerja Lapang

ini antara lain:

1. Untuk mengetahui pengelolaan

waduk baik dari segi kualitas

perairan juga lingkungan di sekitar

waduk, serta pengelolaan di

bidang perikanan, perikanan

tangkap dan budidaya.

2. Untuk mendapatkan informasi

faktor penghambat dan pendukung

dalam manajemen perairan Waduk

Selorejo.

3. MATERI DAN METODE

PRAKTEK

3.1 Materi Praktek Kerja Lapang

Materi yang digunakan dalam

praktek kerja lapang ini adalah

kegiatan yang dilakukan oleh Perum

Jasa Tirta Sub Divisi Jasa ASA III

(DJA–III) Waduk Selorejo mengenai

pengelolaan perairan waduk meliputi;

pengelolaan sampah, pengukuran

klimatologi, pemeliharaan tubuh

bendungan, irigasi, pengendalian

banjir, pemeliharaan daerah sabuk

hijau, pemantauan sedimentasi

waduk, pengukuran kualitas air dan

pengelolaan pemanfaatan waduk yaitu

untuk kegiatan pariwisata, PLTA dan

perikanan darat, serta aturan-aturan

yang dikeluarkan dalam pengelolaan

perairan waduk.

3.2 Metode Praktek Kerja Lapang

Metode yang digunakan dalam

praktek kerja lapang ini yaitu

menggunakan metode survei.

Menurut Nazir (1999), metode survei

adalah penyelidikan yang diadakan

untuk memperoleh fakta-fakta dari

gejala-gejala yang ada dan mencari

keterangan-keterangan faktual, baik

tentang institusi sosial, ekonomi atau

politik dari suatu kelompok ataupun

suatu daerah. Metode survei

membedah dan mengenal masalah-

masalah serta mendapat pembenaran

terhadap keadaan dan praktik-praktik

yang sedang berlangsung.

Pelaksanaan metode survei yaitu

mencari data-data tentang

pengelolaan perairan Waduk Selorejo

kemudian dianalisa dan pembahasan

tentang data tersebut sehingga

diharapkan dapat memberikan

gambaran secara umum, sistematis,

aktual dan valid mengenai fakta dan

sifat-sifat daerah tersebut.

3.3 Teknik Pengambilan Data

Dalam PKL ini pengumpulan data

dilakukan dengan observasi,

wawancara dan partisipasi aktif.

a. Observasi

Kegiatan observasi ini dilakukan

dengan mengamati secara langsung

segala aktivitas mengenai

2

Page 3: Artikel PKL Tka

pengelolaan perairan waduk meliputi

pengamatan terhadap sekitar Waduk

Selorejo, kegiatan bidang perikanan

tangkap, pariwisata, PLTA, serta

mengamati kondisi perairannya.

b. Wawancara

Proses wawancara ini bertujuan

untuk mendapatkan informasi yang

meliputi; sejarah berdirinya Waduk

Selorejo, pemeliharaan Waduk

Selorejo, zonasi perairan waduk

meliputi aktivitas pariwisata,

perikanan, pengairan, dan PLTA,

peraturan yang ada dalam

pengelolaan perairan waduk,

pengelolaan di bidang perikanan,

kendala yang dihadapi dalam

pengelolaan waduk.

c. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif ini dilakukan

dengan mengikuti dan melaksanakan

kegiatan yang dilakukan oleh Perum.

Jasa Tirta Sub Divisi Jasa ASA III

Waduk Selorejo seperti pengukuran

klimatologi.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Topografi dan

Sejarah Berdirinya

Waduk Selorejo terletak ± 50 km

sebelah barat Kota Malang, tepatnya

berada di Kecamatan Ngantang,

Kabupaten Malang, pada ketinggian ±

650 m diatas permukaan laut. Garis

batasnya adalah sebelah utara yaitu

Kabupaten Malang, sebelah selatan

yaitu Kabupaten Kediri, sebelah barat

yaitu Kabupaten Malang dan sebelah

timur yaitu Kabupaten Blitar. Lokasi

bendungan berada pada Kali Konto,

anak sungai Kali Brantas, tepat di

bawah pertemuannya dengan Kali

Kwayangan. Di hulu bendungan

Selorejo terdapat Sabo Dam Tokol

yang berfungsi untuk menangkap

sedimen yang akan masuk ke Waduk

Selorejo dan di hilirnya terdapat

Kolam Harian Mendalan atau Kolam

Sekuli, PLTA Mendalan, Sabo Dam

Mendalan, PLTA Siman dan Pondage

Siman (untuk irigasi) yang dibangun

pada zaman Belanda.

Pelaksanaan persiapan

pembangunan Waduk Selorejo

dilaksanakan oleh Dinas Pengairan

Propinsi Jawa Timur selama tahun

1963–1965. Pekerjaan Diversion

Tunnel oleh PN Waskita Karya selama

tahun 1965–1966 dan diselesaikan

oleh Proyek Brantas tahun 1969.

Pekerjaan seterusnya sampai selesai,

dilaksanakan oleh Badan Induk

Pelaksana Proyek Induk

Pengembangan Wilayah Sungai Kali

Brantas dengan dibantu oleh Nippon

Koei Co. Ltd sebagai konsultan di

bidang desain dan supervisi,

kemudian dialihkan kepada Perum

Jasa Tirta (PJT) pada tahun 1991.

Tanggal 22 Desember 1970, Waduk

Selorejo diresmikan sebagai waduk

3

Page 4: Artikel PKL Tka

serbaguna oleh Presiden Soeharto.

Tanggal 24 Juli 1973 dilakukan

peresmian PLTA Selorejo oleh Menteri

Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik,

Ir. Sutami. Berdasarkan instruksi

Bupati Kepala Daerah Tingkat II

Kabupaten Malang tanggal 19

Februari 1983 No. 7 Tahun 1983,

perairan Waduk Selorejo dibagi

menjadi 3 zona yaitu, zona suaka,

bahaya, dan pengusahaan.

4.2. Manfaat dan Tujuan

Berdirinya

a. Pengendalian Banjir. (di daerah

hilir Kali Konto)

1) Banjir maksimum (1000 tahun)

sebesar 920 m3/detik dapat

dikendalikan menjadi 360

m3/detik.

2) Banjir 200 tahun sebesar

700m3/detik dapat dikendalikan

menjadi 260 m3/detik

3) Kerugian yang dapat

dikendalikan akibat banjir

sebesar US$ 150.000/tahun

b. Irigasi

Dapat memberikan tambahan debit

di musim kemarau sebesar 4 m3/detik

pada daerah irigasi Pare dan Jombang,

sehingga menambah luas daerah padi

5.700 ha dan menaikkan produksi padi

sebesar 7.500 ton/tahun.

c. Pembangkit Tenaga Listrik

Pembangkit tenaga listrik dengan

daya terpasang 1 x 4,5 MW dan dapat

membangkitkan tenaga listrik sebesar

49 juta KWH/tahun.

d. Pariwisata dan Perikanan

darat.

Untuk pariwisata memiliki fasilitas

yang lengkap seperti kolam renang

dan padang golf. Perikanan darat

berupa perikanan tangkap yaitu ikan

mujaer, nila tombro, dll.

e. Kegiatan Pengelolaan Waduk

Selorejo

Tugas–tugas pengelolaan waduk

oleh Perum Jasa Tirta Sub Divisi Jasa

Air III-3 antara lain:

1) Pemeliharaan daerah tangkapan

air baik dari kawasan hulu

waduk maupun di sepanjang

sabuk hijau (green belt)

2) Penyediaan pasokan air baku

melalui pelepasan air dari

waduk

3) Pemantauan kualitas air

4) Pengendalian banjir

5) Pemeliharaan prasarana

pengairan

6) Kerja sama dengan masyarakat

sekitar waduk, melalui kegiatan

usaha wisata, perikanan, tenaga

kerja dan kemitraan.

c. Pengelolaan Sampah

Sampah di Waduk Selorejo lebih

banyak berasal dari hasil kegiatan

pariwisata. Di peinggir-pinggir waduk

telah disiapkan beberapa tempat

sampah agar para pengunjung dapat

membuang sampah pada tempatnya

4

Page 5: Artikel PKL Tka

dan menjaga kebersihan lingkungan

waduk. Untuk pengelolaan sampah

yang berasal dari aktivitas pariwisata,

Perum Jasa Tirta DJA- III bekerja sama

dengan Dinas Kebersihan. Setiap hari

Dinas Kebersihan mengambil sampah

untuk dikelola lebih lanjut. Sampah

yang berasal dari aliran sungai yang

ikut terbawa, telah dipasang saringan

di bagian depan pintu–pintu air yang

akan masuk ke daerah waduk,

selanjutnya sampah tersebut diangkat

dengan tenaga manusia. Sampah yang

berasal dari sungai ini lebih banyak

merupakan sampah organik dari

kegiatan pertanian sehingga sangat

berpotensi terjadi eutrofikasi.

Dampak negatif yang ditimbulkan

dari sampah yang tidak dikelola

dengan baik akan mengakibatkan

beberapa masalah yaitu:

a. Dampak terhadap Kesehatan

1) Penyakit diare, kolera, tifus

menyebar dengan cepat karena

virus yang berasal dari sampah

dengan pengelolaan tidak tepat

dapat bercampur air minum.

2) Penyakit jamur dapat juga

menyebar (misalnya jamur kulit).

3) Penyakit yang dapat menyebar

melalui rantai makanan.

b. Dampak terhadap Lingkungan

Cairan rembesan sampah yang

masuk ke dalam drainase atau

sungai akan mencemari air.

Berbagai organisme termasuk ikan

dapat mati sehingga beberapa

spesies akan lenyap, hal ini

mengakibatkan berubahnya

ekosistem perairan biologis.

c. Dampak terhadap Keadaan Sosial

dan Ekonomi

1) Pengelolaan sampah yang

kurang baik akan membentuk

lingkungan yang kurang

menyenangkan bagi masyarakat:

bau yang tidak sedap dan

pemandangan yang buruk

karena sampah bertebaran

dimana-mana.

2) Memberikan dampak negatif

terhadap kepariwisataan.

3) Pembuangan sampah padat ke

badan air dapat menyebabkan

banjir dan akan memberikan

dampak bagi fasilitas pelayanan

umum seperti jalan, jembatan,

drainase, dan lain-lain.

4) Infrastruktur lain dapat juga

dipengaruhi oleh pengelolaan

sampah yang tidak memadai

(Multiply, 2009).

4.3 Pengukuran Klimatologi

Waduk Selorejo memiliki stasiun

klimatologi yang berfungsi untuk

mengetahui kondisi cuaca dan untuk

meramal adanya hujan. Alat yang

dimiliki dalam pengukuran

klimatologi antara lain pemantau

temperatur, kelembaban otomatis,

kelembaban relatif, penguapan,

penyinaran matahari, tekanan udara,

5

Page 6: Artikel PKL Tka

angin dan hujan. Klimatologi

merupakan ilmu yang mencari

gambaran dan penjelasan sifat iklim,

mengapa iklim di berbagai tempat di

bumi berbeda, dan bagaimana kaitan

antara iklim dan dengan aktivitas

manusia (Wordpress, 2009).

Pengukuran klimatologi dilakukan

setiap hari pada jam 07.00 WIB, 13.00

WIB dan 18.00 WIB. Hal ini dilakukan

agar dapat selalu memantau kondisi

cuaca setempat dalam satu hari dan

dapat memperkirakan kondisi cuaca

yang terjadi pada besok hari yang

berhubungan dengan elevasi air

waduk.

Minggu pertama bulan Desember

pada pengukuran klimatologi satu hari

dalam seminggu dihasilkan suhu

berkisar antara 16-34,4ºC,

kelembaban berkisar antara 61-88%,

penyinaran matahari mulai jam 08.00-

16.00 berkisar antara 37-100%,

kecapatan angin berkisar antara 2,4-

5,9 km/jam, hujan 33 mm, dan cuaca

setempat terjadi hujan 2 kali dalam

seminggu dan cuaca sangat terang

selama 5 hari.

Hasil pengukuran minggu kedua

bulan Desember yaitu suhu berkisar

antara 18,2-34,3ºC, kelembaban

berkisar antara 59-89%, penyinaran

matahari mulai jam 08.00-16.00

berkisar antara 25-87%, kecepatan

angin berkisar antara 2,4-4,8 km/jam,

hujan berkisar antara 11-86 mm dan

cuaca setempat terjadi hujan setiap

hari pada malam hari.

Minggu ketiga bulan Desember

hasil pengukuran klimatologi yaitu

suhu berkisar antara 17,4-34,3ºC,

kelembaban berkisar antara 67-98%,

penyinaran matahari mulai jam 08.00-

16.00 berkisar antara 25-75%,

kecepatan angin berkisar antara 1,2-

5,9 km/jam, hujan berkisar antara 3-

10 mm, dan cuaca setempat terjadi

hujan 1 kali pada malam hari dan

cuaca sangat terang selama 5 hari

dan mendung selama 1 hari.

Hasil pengukuran minggu

keempat bulan Desember suhu

berkisar antara 17,2-34ºC,

kelembaban berkisar antara 59-89%,

penyinaran matahari mulai jam 08.00-

16.00 berkisar antara 50-100%,

kecepatan angin berkisar antara 2,4-

5,9 km/jam, hujan berkisar antara 3-

10 mm, dan cuaca setempat terjadi

hujan 1 kali pada malam hari dan

cuaca sangat terang selama 6 hari.

Bulan Desember sudah memasuki

musim penghujan, curah hujan yang

terjadi dalam sebulan masih relatif

sedikit, dicatat tidak setiap hari

terjadi hujan, sehingga elevasi air

Waduk Selorejo tidak mengalami

kenaikan yang signifikan.

Koppen dalam Kadarsah (2007),

membuat klasifikasi iklim seluruh

dunia berdasarkan suhu dan

kelembaban udara. Kedua unsur iklim

6

Page 7: Artikel PKL Tka

tersebut sangat besar pengaruhnya

terhadap permukaan bumi dan

kehidupan di atasnya. Berdasarkan

ketentuan itu Koppen membagi iklim

dalam lima daerah iklim pokok.

Masing-masing daerah iklim diberi

simbol A, B, C, D, dan E.

Menurut Koppen di Indonesia

terdapat tipe-tipe iklim Af, Aw, Am, C,

dan D.

1) Af dan Am = terdapat di

daerah Indonesia bagian barat,

tengah, dan utara, seperti Jawa

Barat, Sumatera, Kalimantan

dan Sulawesi Utara.

2) Aw = terdapat di Indonesia

yang letaknya dekat dengan

benua Australia seperti daerah-

daerah di Nusa Tenggara,

Kepulauan Aru, dan Irian Jaya

pantai selatan.

3) C = terdapat di hutan-hutan

daerah pegunungan.

4) D = terdapat di pegunungan

salju Irian Jaya.

Berdasarkan hasil pengukuran

klimatologi, dapat dilihat bahwa

kisaran suhu Waduk Selorejo bulan

Desember yang berkisar antara 16-

34,4ºC dan curah hujan tahunan lebih

besar dari evapotranspirasi tahunan

sehingga dapat dikatakan bahwa iklim

di Waduk Selorejo menurut Koppen

termasuk jenis iklim A yaitu suhu rata-

rata bulan terdingin minimal 18ºC.

Meskipun di Waduk Selorejo suhu

minimalnya adalah 16ºC, namun

masih dapat dikatakan termasuk jenis

iklim A karena suhu maksimalnya

adalah 34,4 ºC.

4.4Pemeliharaan Tubuh

Bendungan

Bendungan adalah suatu tembok

penahan air yang dibentuk dari

berbagai batuan dan tanah.  Air yang

dibendung akan digunakan untuk

pemenuhan kebutuhan masyarakat

antara lain dijadikan pembangkit

tenaga listrik (PLTA), penyediaan air

bersih, tempat rekreasi, pengendali

banjir, dan sebagainya (Geodesy,

2009).

Tubuh bendungan akan

mengalami tekanan dari efek loading

air bendungan. Akibat gaya tekanan

ini maka tubuh bendungan

kemungkinan akan dapat mengalami

deformasi.  Karena bendungan

memiliki peranan yang cukup penting

bagi kehidupan masyarakat, maka

diperlukan suatu bentuk

pemeliharaan dan perawatan yang

memadai guna menghindari

kerusakan pada bendungan tersebut. 

Salah satu bentuk pemeliharaan dan

perawatan tersebut salah satunya

adalah dengan melakukan

pemantauan deformasi pada tubuh

bendungan. Kegiatan pemeliharaan

tubuh bendungan dilakukan dengan

cara pengumpulan data secara visual

dan data yang diperoleh dari

7

Page 8: Artikel PKL Tka

beberapa peralatan yang dipasang

tersebar di beberapa bagian tubuh

bendungan dan dilakukan dua kali

pengukuran dalam satu bulan.

Peralatan pemantau tubuh bendungan

digunakan untuk menginformasikan

sifat–sifat, perubahan bentuk dan

gerakan dari suatu bendungan. Alat

pemantau tubuh bendungan yaitu

Ground Water (Air Tanah) yaitu untuk

mengetahui tinggi rendahnya elevasi

muka air, Seepage Water (Rembesan

Air) yaitu untuk mengetahui debit air

yang merembes melewati tubuh

bendungan, dan Pore Pressure

(tekanan pori) yaitu untuk mengetahui

besarnya tekanan pori.

4.5Irigasi

Aliran air dari Waduk Selorejo ini

didistribusikan untuk keperluan

pertanian (irigasi) di daerah hilir

hingga Kabupaten Kediri dan

Jombang, sehingga kebutuhan air

untuk irigasi dapat terpenuhi dan

dapat meningkatkan produksi padi.

Air dari waduk ini bisa menambah

areal tanaman padi seluas 5.700

hektar dengan perkiraan produksi

sekitar 7.500 ton per tahun. Debit air

yang digunakan untuk irigasi

merupakan sisa dari total debit air

yang digunakan untuk PLTA yaitu

sebesar 100.000 m3 yang ditampung

di kolam pengairan setelah PLTA

Siman. Skema sistem aliran untuk

irigasi sama dengan skema sistem

aliran pada PLTA dan dapat dilihat

pada gambar 5.

4.6Pengendalian Banjir

Dalam mengendalikan banjir ada

tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu

mengalirkan debit banjir jauh dari

pemukiman, pemukiman harus

menjauhi banjir, serta para pemukim

yang dekat dengan resiko banjir harus

bisa mengetahui karakteristik banjir

sehingga bisa menyesuaikan dengan

banjir (Basoeki, 2005).

Waduk Selorejo menampung air

dan mengelola air tersebut bertujuan

untuk mengendalikan banjir untuk

Kabupaten Kediri dan Jombang yang

merupakan daerah hilir dari waduk

tersebut. Jika terjadi hujan lebat,

maka air akan ditampung oleh Waduk

Selorejo untuk digunakan pada musim

kemarau, jika kapasitas waduk tidak

mencukupi, maka air akan keluar

melalui spillway atau pelimpah.

Spillway akan selalu dibuka sesuai

dengan debit air yang masuk ke

waduk. Ketika air yang masuk

banyak, maka spillway di tutup. Jika

kapasitas tampungan waduk belebih,

maka air akan keluar lewat atas pintu

spillway dan masuk ke Sungai Konto

lagi.

4.7Pemeliharaan Daerah Sabuk

Hijau

8

Page 9: Artikel PKL Tka

Pengamanan Waduk Selorejo dari

erosi yaitu dengan menanami tebing

sekitar waduk dengan tumbuhan yang

memiliki akar kuat, seperti pohon

mahoni, senon, beberapa jenis pohon

buah seperti nangka, durian, alpukat

dengan luas 4 km2 dari ketinggian

elevasi muka air tinggi (high water

level) sampai elevasi banjir rencana

(flood water level) waduk. Penanaman

tersebut dilakukan setiap tahun sekali

oleh Perum Jasa Tirta DJA-III yang

melibatkan masyarakat sekitar Waduk

Selorejo dengan harapan agar

keberadaan tanaman tersebut dapat

dimanfaatkan buahnya dan dapat

menumbuhkan rasa menjaga dan

memelihara keberadaan tumbuhan

tersebut sehingga keutuhan daerah

sabuk hijau tetap terjaga. Selain

penanaman tumbuhan di sepanjang

daerah sabuk hijau PJT I juga bekerja

sama dengan Dinas Kehutanan untuk

berpartisipasi menyumbangkan bibit

dalam penanaman pohon di daerah

hulu DAS Brantas.

Tumbuh-tumbuhan kayu yang

tumbuh di tebing dapat memperkuat

tanah dan menambah stabilitas,

sebaliknya pembongkaran akan

melemahkan tanah dan mengurangi

stabilitas tebing (Hardiyatmo, 2006).

4.8Sedimentasi Waduk

Waduk Selorejo yang dibangun

untuk tujuan utama sebagai

penyediaan air untuk PLTA dan

pengendalian banjir akan sangat

terganggu dengan adanya

pengendapan sedimen yang

diakibatkan oleh akumulasi sedimen

dari sungai karena akan mengganggu

fungsi dan operasinya

Kondisi sedimen di Waduk

Selorejo semakin tahun meningkat 1.

Hal ini disebakan oleh adanya

perubahan fungsi tata guna lahan

menjadi pertanian dengan menebang

hutan di bagian hulu DAS Brantas

yang dulunya berfungsi menjaga

tanah agar tidak terjadi erosi

sehingga menyebabkan sedimen

terbawa oleh sungai yang akhirnya

masuk kedalam waduk. Setiap 2

tahun sekali, pihak Jasa Tirta DJA-III

melakukan pengerukan sedimen

tersebut. Tahun 2006 lalu telah

mengambil sedimen sejumlah.45 juta

m3. Tahun 2009 akan dilakukan

pengerukan kembali untuk menjaga

stabilitas kondisi perairan waduk.

4.9 Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air di Waduk

Selorejo oleh PJT I dilakukan setiap

bulan sekali. Hal ini dilakukan untuk

mengontrol kualitas perairan waduk

karena perairan Waduk Selorejo

sangat mudah sekali terjadi

eutrofikasi (perairan berwarna hijau),

sehingga dengan pengontrolan setiap

bulan dapat diketahui kondisi

1 Hasil wawancara pribadi dengan pegawai Perum Jasa Tirta Sub Divisi Jasa ASA III Waduk Selorejo

9

Page 10: Artikel PKL Tka

perairan waduk, dan jika terjadi

eutrofikasi dapat segera diatasi.

Pengambilan sampel dilakukan di

daerah hulu, tengah dan hilir waduk.

Hal ini dimaksudkan agar dapat

diketahui kualitas seluruh perairan

Waduk Selorejo.

Kedalaman sampel yang diambil

yaitu pada daerah hulu pada

kedalaman 0,3 m, daerah tengah

waduk pada kedalaman 0,3 m dan 5

m, sedangkan daerah hilir pada

kedalaman 0,3 m, 5 m, dan 10 m.

Kedalaman yang berbeda pada

pengambilan sampel kualitas air

karena pada daerah hulu hingga hilir,

kedalaman perairannya semakin

dalam, sehingga pada daerah hulu

dilakukan satu kali pengambilan pada

satu kedalaman sudah dapat mewakili

kondisi perairan pada daerah

tersebut, sedangkan pada daerah

tengah dan hilir dibutuhkan beberapa

kedalaman untuk mewakili kondisi

perairan pada daerah tersebut karena

semakin tinggi kedalamannya, maka

memungkinkan terjadinya stratifikasi

perairan.

Parameter kualitas air yang diukur

antara lain DO (Dissolved Oxygen),

BOD (Biochemical Oxygen Demand),

dan COD (Chemical Oxygen Demand),

TSS (Total Suspended Solid), suhu,

pH, nitrat dan fosfat.

a. Oksigen Terlarut (Dissolved

Oxygen)

Sumber oksigen terlarut berasal

dari difusi oksigen yang terdapat di

atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas

fotosintesis oleh tumbuhan air dan

fitoplankton. Difusi oksigen dari

atmosfer ke dalam air dapat terjadi

secara langsung pada kondisi air diam

(Effendi, 2003).

Pengukuran DO Waduk Selorejo

pada daerah hulu sebesar 9,9 mg/l,

hasil DO pada daerah tengah

kedalaman 0,3 m sebesar 9,4 mg/l

dan kedalaman 5 m sebesar 5,8 mg/l,

sedangkan hasil DO pada daerah hilir

kedalaman 0,3 m sebesar 11,8 mg/l,

kedalaman 5 m sebesar 2,4 mg/l, dan

kedalaman 10 m sebesar 1,2 mg/l . Di

perairan tawar, kadar oksigen

terlarut berkisar antara 15 mg/l pada

suhu 0ºC dan 8 mg/l pada suhu 25ºC

(Effendi, 2003). Berdasarkan hasil

pengukuran, kandungan oksigen

terlarut pada perairan waduk

tersebut dari hulu ke hilir mengalami

penurunan kandungan oksigen

terlarutnya. Hal ini kemungkinan

disebabkan karena pola aliran sungai

yang masuk dan keluar dari waduk.

Kondisi hulu, pola aliran sungai lebih

besar dari pada di hilir yang

menyebabkan kandungan oksigen

terlarut di bagian hulu lebih besar

dibandingkan di bagian hilir karena

terjadinya proses difusi. Pengaruh

kadar oksigen terlarut terhadap

kelangsungan hidup ikan yaitu jika

10

Page 11: Artikel PKL Tka

kadar oksigen terlarut > 5 mg/l maka

hampir semua organisme akuatik

menyukai kondisi tersebut (Effendi,

2003). Hasil yang didapat dari

pengukuran DO dilapang, nilai

tersebut dapat disimpulkan bahwa

kandungan oksigen terlarut pada

perairan Waduk Selorejo sangat baik

untuk pertumbuhan organisme

akuatik.

b. Oksigen Biokimiawi (Biochemical Oxygen Demand)

Hasil pengukuran BOD pada

daerah hulu sebesar 6,6 mg/l, hasil

BOD pada daerah tengah kedalaman

0,3 m sebesar 6,5 mg/l dan pada

kedalaman 5 m sebesar 4,9 mg/l,

sedangkan hasil BOD pada daerah

hilir kedalaman 0,3 m sebesar 6,7

mg/l, kedalaman 5 m sebesar 4,4 mg/

dan pada kedalaman 10 m sebesar 4

mg/l. Perairan alami memiliki nilai

BOD antara 0,5 – 7,0 mg/l. Perairan

yang memiliki nilai BOD lebih dari 10

mg/l dianggap telah mengalami

pencemaran (Jeffries dan Mills, 1996

dalam Effendi, 2003). Berdasarkan

hasil pengukuran maka kondisi

perairan Waduk Selorejo tidak

mengalami pencemaran.

b. Oksigen Biokimiawi

(Biochemical

Hasil pengukuran COD pada daeah

hulu waduk sebesar 33,8 mg/l, hasil

COD pada daerah tengah kedalaman

0,3 m sebesar 30,4 mg/l dan pada

kedalaman 5 m sebesar 26 mg/l,

sedangkan hasil COD pada daerah

hilir kedalaman 0,3 m sebesar 40,1

mg/l, kedalaman 5 m sebesar 24 mg/l,

dan kedalaman 10 m sebesar 21 mg/l.

Perairan yang memiliki nilai COD

tinggi tidak diinginkan bagi

kepentingan perikanan dan pertanian.

Nilai COD pada perairan yang tidak

tercemar biasanya kurang dari 20

mg/l, sedangkan perairan yang

tercemar dapat lebih dari 200 mg/l

(UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dalam

Effendi, 2003). Berdasarkan hasil

pengukuran nilai COD yang didapat

berada dalam kisaran normal

meskipun pada daerah hulu memiliki

nilai COD lebih dari 20 mg/l, hal ini

disebabkan karena didaerah hulu

merupakan muara dari sungai. Aliran

sungai tersebut telah mengandung

sisa-sisa (limbah) kegiatan manusia

yang dapat mempengaruhi jumlah

COD dalam perairan. Namun jumlah

COD pada hulu masih tidak terlalu

mempengaruhi kualitas perairan

karena masih jauh dari batas

maksimal kandungan COD di suatu

perairan.

c. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid)

Hasil pengukuran TSS bulan

Desember yaitu pada daerah hulu

sebesar 16,6 mg/l, untuk daerah

tengah kedalaman 0,3 m sebesar 15,6

mg/l dan pada kedalaman 5 m sebesar

11

Page 12: Artikel PKL Tka

53,2 mg/l, sedangkan pada daerah

hilir kedalaman 0,3 m sebesar 20,1

mg/l kedalaman 5 m sebesar 22,4 mg/l

dan kedalaman 10 m sebesar 23,5

mg/l. Effendi (2003), mengatakan

bahwa kandungan TSS < 25 tidak

berpengaruh terhadap kepentingan

perikanan, dan kandungan TSS 25 –

80, sedikit berpengaruh terhadap

kepentingan perikanan. Berdasarkan

hasil TSS yang didapat, pada daerah

hulu dan hilir ksndungan TSS tidak

berpengaruh untuk kepentingan

perikanan. Sedangkan kandungan TSS

didaerah tengah waduk sedikit

berpengaruh terhadap kepentingan

perikanan. Hal ini disebabkan karena

di daerah tengah Waduk Selorejo

terdapat kegiatan pariwisata dan

perkebunan jambu yang berada di

tengah pulau Waduk Selorejo yang

dapat memungkinkan merupakan

sumber terhadap kandungan TSS

yang berada di daerah tengah waduk.

Kandungan TSS diperairan

berpengaruh terhadap kandungan

bahan organik di perairan tersebut.

Karena menurut Sugiharto (2005), zat

padat tersebut (TSS) merupakan

bagian dari kelompok binatang dan

tumbuh-tumbuhan serta hasil kegiatan

manusia yang berhubungan dengan

komponen bahan organik tiruan. Pada

umumnya zat organik berisikan

kombinasi dari karbon, hidrogen dan

oksigen bersama-sama dengan

nitrogen.

d. Suhu

Hasil pengukuran suhu didapat

pada daerah hulu sebesar 27,3ºC,

suhu pada daerah tengah kedalaman

0,3 m sebesar 27,8ºC dan kedalaman

5 m sebesar 25,1ºC, sedangkan pada

daerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar

29ºC, kedalaman 5 m sebesar 25ºC,

dan kedalaman 10 m sebesar 25ºC..

Perubahan suhu berpengaruh

terhadap berpengaruh terhadap

proses fisika, kimia dan biologis

badan air. Suhu juga sangat berperan

mengendalikan kondisi ekosistem

perairan (Effendi, 2003). Besarnya

suhu juga mempengaruhi proses

dekompisisi bahan organik dalam

suatu perairan. Suhu yang didapatkan

dari hasil pengukuran di waduk ini

sudah optimum untuk proses

dekomposisi bahan organik yang

dilakukan oleh mikroorganisme.

Menurut Andayani (2005), bahwa

proses dekomposisi terjadi pada suhu

5 sampai 35ºC. Hasul pengukuran

suhu di Waduk Selorejo berkisar

antara 25-29ºC. Kordi dan Tancung

(2007), menyebutkan bahwa kisaran

suhu optimal bagi kehidupan ikan di

perairan tropis adalah antara 28-

32ºC. Suhu perairan Waduk Selorejo

menunjukkan kondisi yang normal

bagi kehidupan organisme perairan.

e. pH

12

Page 13: Artikel PKL Tka

Hasil pengukuran pH yang

didapatkan di Waduk Selorejo yaitu

pada daerah hulu sebesar 8, pH di

daerah tengah kedalaman 0,3 m

sebesar 8 dan pada kedalaman 5 m

sebesar 7,6, sedangkan pH didaerah

hilir kedalaman 0,3 m sebesar 8,4,

kedalaman 5 m sebesar 7,2 dan

kedalaman 10 m sebesar 7,2.

Berdasarkan hasil penelitian Koso

(2008) di Waduk Wonorejo

menunjukkan nilai pH perairan waduk

ini berkisar antara 7-8. Hal ini

menunjukkan bahwa perairan waduk

Wonorejo masih sangat layak untuk

kehidupan organisme perairan

didalamnya.berdasarkan hasil

pengukuran pH di Waduk Selorejo

yang berkisar antara 7-8, maka

kondisi tersebut masih layak untuk

kehidupan organisme perairan waduk

tersebut.

f. Nitrat (NO3)

Hasil pengukuran Nitrat (NO3)

perairan Waduk Selorejo yaitu pada

daerah hulu sebesar 0,589 mg/l, pada

daerah tengah kedalaman 0,3 m

sebesar 0,432 mg.l dan kedalaman 5

m sebesar 1,007, sedangkan nitrat

pada daerah hilir kedalaman 0,3 m

sebesar 0,301 mg/l, kedalaman 5 m

sebesar 1,168 mg/l dan pada

kedalaman 10 m sebesar 0,925 mg/l.

Berdasarkan hasil pengukuran

kandungan nitrat di perairan Waduk

Selorejo berkisar antara 0,4-1,2 mg/l.

Besarnya kandungan nitrat waduk ini

mengindikasikan bahwa perairan ini

memiliki kandungan nitrat yang tinggi

sehingga kemungkinan untuk

terjadinya blooming algae sangat

besar. Davis dan Cornwell (1991)

dalam Effendi (2003) menyebutkan

bahwa kadar nitrat di perairan alami

hampir tidak pernah lebih dari 0,1

mg/liter. Kadar nitrat nitrogen yang

lebih dari 0,2 mg/liter dapat

mengakibatkan terjadinya eutrofikasi

(pengayaan) perairan, yang

selanjutnya menstimulir pertumbuhan

algae dan tumbuhan air secara pesat

(blooming). Kadar nitrat untuk

keperluan air minum sebaiknya tidak

melebihi 10 mg/liter.

Blooming algae di perairan Waduk

Selorejo sering terjadi. Pembersihan

eceng gondok di waduk tersebut

dengan cara manual yaitu diambil

dengan menggunakan tenaga

manusia agar tidak mengganggu

sistem kerja turbin untuk PLTA.

Hasil pengukuran orthofosfat di

perairan Waduk Selorejo yaitu pada

daerah hulu sebesar 0,197 mg/l,

orthofosfat pada daerah tengah

kedalaman 0,3 msebesar 0,573 mg/l

dan kedalaman 5 m sebesar 0,580

mg/l, sedangkan orthofosfat pada

daerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar

0,536 mg/l, kedalaman 5 m sebesar

0,406 mg/l dan kedalaman 10 m

sebesar 0,535 mg/l. Kandungan

13

Page 14: Artikel PKL Tka

orthofosfat di perairan Waduk

Selorejo berkisar antara 0,1-0,6 mg/l.

Jika dilihat dari besarnya kadar

orthofosfatnya, perairan waduk

Selorejo termasuk ke dalam golongan

hypertrofik. Menurut Wetzel (1975)

dalam Effendi (2003), perairan

diklasifikasikan menjadi 3

berdasarkan kadar orthofosfat yaitu :

perairan oligotrofik yang memiliki

kadar orthofosfat 0,003-0,01 mg/liter;

perairan mesotrofik yang memiliki

kadar orthofosfat 0,011-0,03 mg/liter;

dan perairan eutrofik yang memiliki

kadar orthofosfat 0,031-0,1 mg/liter.

Berdasarkan pernyataan tersebut,

kandungan orthofosfat di perairan

waduk melebihi 0,1 mg/l sehingga

perairan tersebut dapat dikatakan

hypertrofik yang berpeluang sangat

besar untuk terjadinya blooming alga

di perairan waduk tersebut.

Kondisi perairan Waduk Selorejo

secara umum sangat berpeluang

terjadinya eutrofikasi. Hal ini dapat

dilihat dengan tingginya kandungan

bahan organik di perairan. Tingginya

bahan organik di perairan ini

disebabkan karena adanya kegiatan

usaha peternakan yang berada di

daerah hulu, sehingga limbah yang

dihasilkan dari kegiatan usaha

tersebut mengalir lewat sungai dan

masuk ke waduk, sehingga perairan

Waduk Selorejo berwarna hijau.

Blooming eceng gondok sering terjadi

di Waduk Selorejo, cara

pembersihannya dengan tenaga

manusia. Setiap ada eceng gondok

yang tumbuh di perairan waduk selalu

dibersihkan agar tidak mengganggu

aktivitas PLTA dan ekosistem

perairan waduk. Hasil pengukuran

kualitas air dalam Tahun 2008 dapat

dilihat pada lampiran 6.

4.10 Kegiatan Usaha

Pihak Jasa Tirta Divisi ASA III

memanfaatkan waduk untuk kegiatan

usaha diantaranya pariwisata, PLTA,

irigasi dan perikanan darat. Kegiatan

ini dikelola sedemikian rupa yang

akhirnya akan dapat saling

menguntungkan. Masyarakat sekitar

waduk mendapatkan hak untuk

memanfaatkan waduk, baik dari

bidang pariwisata, dan perikanan

darat.

4.10.1 Pariwisata

Taman wisata Selorejo merupakan

salah satu bendungan di daerah

Kabupaten Malang Jawa Timur yang

dikelola oleh PJT-I. Keindahan

bendungan yang dikelilingi oleh

perbukitan dan Gunung Anjasmoro,

Gunung Kelud, serta Gunung Kawi

menambahkan kesejukan udara yang

dapat dirasakan oleh pengunjung.

Setiap tahun pihak PJT menebarkan

benih untuk melakukan kegiatan

memancing bagi wisatawan. Jembatan

gantung merupakan salah satu daya

tarik bagi wisatawan. Selain itu

14

Page 15: Artikel PKL Tka

wisatawan dapat mengarungi perairan

waduk menggunakan perahu dan

berkunjung ke kebun jambu yang

lokasinya berada di tengah perairan

waduk.

Fasilitas yang diberikan antara

lain, vila, kolam renang, padang golf,

tempat pertemuan dan beberapa

fasilitas olahraga lainnya. Masyarakat

sekitar waduk memanfaatkan waduk

dengan menjual jasa sewa perahu,

membuka warung-warung (wisata

kuliner), dan beberapa yang direkrut

sebagai tenaga kerja di bidang

pariwisata. Pengunjung yang masuk

dapat menikmati pemandangan wisata

Waduk Selorejo. Berdasarkan data

pengunjung tahun 2002, jumlah

pengunjung tercatat 169.500 orang

dan tahun ini sampai akhir Agustus

2008 sebanyak 82.591 orang. Selain

pengunjung yang khusus berekreasi,

jumlah itu juga termasuk mereka yang

mengikuti rapat, seminar, atau

kegiatan lain. Masyarakat sekitar

waduk diuntungkan dengan

banyaknya jumlah pengunjung.

Dampak negatif dari banyaknya

jumlah pegunjung, dapat pula

mengurangi kualitas perairan waduk.

Eksploitasi ikan yang tidak ada

batasan jumlah hasil tangkap untuk

wisata kuliner dapat mempengaruhi

populasi ikan di waduk. Untuk sampah

dari hasil pariwisata masih belum

mengganggu perairan waduk karena

pihak pengelola telah menyediakan

tempat sampah diberbagai sudut

waduk, agar pengunjung dapat

membuang sampah pada tempatnya.

Petugas kebersihan selalu

membersihkan sampah-sampah yang

tidak pada tempatnya dan

mengelolanya dengan baik agar tidak

berdampak negatif bagi perairan

Waduk Selorejo.

4.10.2 PLTA (Pembangkit Listrik

Tenaga Air)

Bendungan–bendungan untuk

pemenuhan kebutuhan air irigasi dan

kebutuhan lainnya, juga dimanfaatkan

untuk menggerakkan turbin yang

menghasilkan listrik. PLTA Selorejo

telah berdiri sejak tahun 1973.

Setiap hari debit maksimal air

yang digunakan untuk PLTA yaitu

sebesar 9,25 m3/detik yang

digunakan PLTA Selorejo untuk

menghasilkan energi listrik sebesar

4,5 mW. Sisa debit air dari

penggunaan PLTA Selorejo kemudian

ditampung dalam kolam Mendalan

yang selanjutnya digunakan oleh

PLTA Mendalan untuk menghasilkan

energi listrik sebesar 24 mW. Sisa

debit air produksi tersebut kemudian

ditampung dalam kolam Siman yang

selanjutnya digunakan oleh PLTA

Siman untuk menghasilkan energi

listrik sebesar 10,8 mW. Sisa debit air

produksi tersebut ditampung dalam

kolam pengairan yang selanjutnya

15

Page 16: Artikel PKL Tka

didistribusikan ke wilayah Serinjing

dan Lemurung untuk kegiatan irigasi

hingga Kabupaten Kediri dan

Jombang.

Tenaga listrik yang dihasilkan dari

PLTA Selorejo ini untuk memenuhi

kebutuhan listrik di daerah sekitar

Waduk Selorejo dan didistribusikan

hingga Kota Surabaya. Pengelolaan

Waduk Selorejo oleh Perum Jasa Tirta

Divisi Jasa ASA III lebih difokuskan

pada kegiatan PLTA tersebut.

4.10.3 Perikanan Darat

Populasi ikan di Waduk Selorejo

umumnya berasal dari sungai.

Pengelolaan perairan yang baik dapat

menghasilkan produksi perikanan

yang baik. Populasi ikan yang terdapat

pada waduk ini antara lain ikan nila,

wader, tombro, dan mujaer dan

beberapa ikan yang populasinya

sedikit seperti ikan lele. Tahun 2000

terbentuk kelompok koperasi

Agromina Restu Taruna Jaya (ARTJ)

yang memanfaatkan perikanan

tangkap. Terdapat 750 nelayan yang

berasal dari 6 desa di sekitar Waduk

Selorejo. Wilayah tepi perairan waduk

dikapling–kapling menjadi 15 bagian

berdasarkan kelompok nelayan

masing–masing desa. Setiap kapling

seluas 2-4 ha, dikelola oleh satu

kelompok nelayan dengan jumlah

anggota antara 40-60 orang Hal ini

bertujuan untuk meningkatkan

penghasilan nelayan sekitar waduk.

Namun, pada tahun 2008 ini, jumlah

nelayan berkurang menjadi sektar

250 nelayan saja. Hal ini disebabkan

karena populasi ikan di Waduk

Selorejo semakin menurun.

Masyarakat sekitar waduk

memanfaatkan perairan untuk

perikanan tangkap. Pengelolaan

perikanan tangkap meliputi berbagai

kegiatan yang ditujukan untuk

memanfaatkan sumberdaya perikanan

secara optimal dan berkelanjutan.

Dalam pengelolaan perikanan

tangkap, diharapkan kesejahteraan

hidup masyarakat dapat meningkat,

khususnya yang berada di sekitar

waduk dan mereka yang terkena

pembangunan waduk, oleh sebab itu

inventarisasi mengenai keinginan,

harapan dan prefensi masyarakat

perlu dilakukan

Hal-hal yang perlu diperhatikan

agar dicapai tingkat pemanfaatan

yang optimal dan berkelanjutan dalam

perikanan tangkap, adalah :

a. Pengelolaan Habitat

Agar produksi perikanan di

perairan waduk meningkat dan sesuai

dengan sasaran yang diharapkan,

maka pengelola perikanan harus

mampu memanipulasi dan

memodifikasi habitat waduk sehingga

sesuai dengan persyaratan yang

16

Page 17: Artikel PKL Tka

diperlukan oleh populasi ikan.

Perairan waduk yang terbentuk

mungkin hanya cocok sebagai daerah

pertumbuhan, tetapi tidak sebagai

daerah pemijahan bagi beberapa jenis

ikan asli sungai, sehingga ikan

tersebut hanya dapat tumbuh namun

tidak dapat melanjutkan

keturunannya. Oleh sebab itu, maka di

dalam pengelolaan sumberdaya

perairan waduk, salah satu hal yang

penting untuk diperhatikan adalah

kondisi habitat agar habitat baru

tersebut sesuai bagi persyaratan

perkembangan populasi ikan untuk

menyelesaikan daur hidupnya.

b. Pengelolaan Populasi Ikan

Ukuran populasi ikan ditentukan

oleh laju peremajaan dan

pertumbuhan. Apabila ketersediaan

daerah pemijahan dan daerah

makanan ikan terbatas maka ukuran

populasi akan semakin menurun.

Penurunan tersebut akan dipercepat

dengan meningkatnya upaya

penangkapan. Teknik-teknik yang

dapat dilakukan dalam pengelolaan

populasi ikan untuk mencapai tingkat

produksi ikan yang tinggi antara lain :

pemberantasan jenis ikan yang tidak

disukai, introduksi dan penebaran,

pengaturan permukaan air dan

pencegahan serta pengendalian hama

penyakit dan parasit.

c. Pengelolaan Penangkapan

Usaha penangkapan diarahkan

pada rasionalisasi pemanfaatan

sumber yang optimal dengan

memperhatikan kelestarian sumber.

Dengan sasaran itu, maka pola

pembinaan pengelolaan di daerah

padat menurut Widana dan

Martosubroto (1986) dilakukan

dengan upaya sebagai berikut:

1) Pembatasan upaya baik jumlah

alat tangkap maupun musim

penangkapan.

2) Pembatasan ukuran mata jaring

atau alat lain

3) Membangun reservat baru dan

meningkatkan fungsi reservat

yang sudah ada, serta perlu

adanya pengawasan terhadap

kegiatan nelayan yang merugikan

fungsi reservet tersebut dan perlu

adanya penyuluhan tentang arti

penting suatu reservat.

4) Mengadakan penebaran yang

harus ditunjang dengan

penyediaan benih yang cukup

dengan jalan meningkatkan fungsi

BBI lokal.

5) Mengingat perairan waduk

merupakan perairan yang tertutup

dan dibeberapa tempat

dimanfaatkan untuk berbagai

tujuan, maka pengelolaan harus

dilaksanakan secara koordinatif

dan terpadu dengan ditunjang

oleh peraturan yang memadai.

17

Page 18: Artikel PKL Tka

6) Diversivikasi usaha kebidang lain,

terutama kebidang usaha budidaya

diperairan waduk.

7) Perlu penyuluhan yang intensif

kepada masyarakat mengenai

pentingnya kelestarian sumber

daya perairan. (Rahmawaty, 2002)

Pengendalian penangkapan ikan

antara lain dapat dilakukan dengan

cara:

1) Menetapkan daerah dan musim

atau bulan larangan penangkapan

ikan, yang bertujuan untuk

memberi kesempatan ikan

berkembang biak dan bertumbuh.

2) Pengaturan ukuran terkecil yang

boleh ditangkap, yaitu dengan

penetapan ukuran terkecil mata

jaring insang dan ukuran mata

pancing rawai yang boleh dipakai

oleh nelayan.

3) Pengaturan upaya penagkapan,

misalnya dengan mengatur jumlah

nelayan dan atau unit alat

tangkap.

4) Larangan penggunaan alat

tangkap ikan yang dapat

membahayakan kelestarian

sumberdaya perikanan, misalnya

larangan penggunaan bahan

peledak dan bahan beracun

berbahaya (B3), alat tangkap

berarus listrik dan pukat harimau

(Rahmawaty, 2002).

Pengelolaan perikanan tangkap di

Waduk Selorejo masih kurang optimal.

Koordinasi antara pihak yang

berkaitan dengan pengelolaan

perikanan waduk masih kurang.

Selama ini perhatian Dinas Perikanan

dan Kelautan (DKP) masih kurang

memberikan kontribusi banyak dalam

pengelolaan perikanan di Waduk

Selorejo. Padahal, jika dikelola

dengan baik, potensi perikanan

Waduk Selorejo dapat meningkatkan

produksi perikanan sehingga

pendapatan masyarakat nelayan

meningkat. Aturan yang dikeluarkan

dalam pengelolaan perikanan tangkap

masih minim. Nelayan hanya dilarang

menggunakan bahan peledak dan

bahan kimia dalam penangkapan,

serta ukuran mata jaring yang harus

digunakan yaitu dengan ukuran mata

jaring sebesar 3,5 – 4 inchi.

Pengawasan terhadap hasil

tangkapan nelayan setiap hari tidak

ada, dan pengawasan terhadap

ukuran mata jaring yang digunakan

oleh nelayan juga tidak ada, sehingga

data statistik terhadap hasil

perikanan tangkap dan potensi

produksi perikanan tangkap Waduk

Selorejo tidak ada. Data statistik hasil

tangkapan ikan tiap harinya akan

lebih membantu dalam pengelolaan

perikanan. Dengan mengetahui data

hasil perikanan tangkap dapat

mempermudah untuk memprediksi

potensi perikanan waduk tersebut dan

dapat sebagai pedoman dalam

18

Page 19: Artikel PKL Tka

pengelolaan perikanan tangkap.

Diharapkan ada perbaikan dari pihak

DKP Kabupaten Malang untuk

meningkatkan kinerja dan bekerja

sama dengan pihak PJT untuk dapat

mengembangkan potensi perikanan

khususnya di Waduk Selorejo.

Minimnya pengawasan terhadap

hasil tangkapan ikan oleh nelayan,

maka dapat mengakibatkan

eksploitasi sumberdaya perairan

waduk yang tak terbatas, dan dapat

menurunkan produksi perikanan

waduk. Pihak PJT setiap tahun

menebarkan benih (retstocking) ke

perairan waduk sebanyak 600.000

ekor benih yang berasal dari daerah

Pare Kabupaten Kediri. Sedangkan

penebaran oleh pihak DKP tahun 2008

tidak melaksanakan penebaran ikan.

Penebaran benih oleh DKP terakhir

dilaksanakan pada tahun 2007 dengan

menebarkan ikan sebanyak 500.000

ekor yaitu ikan nila dan ikan tombro

yang berasal dari Balai Benih Ikan

Punten Kota Batu, Malang.

Restocking adalah salah satu

upaya penambahan stock ikan

tangkapan untuk ditebarkan di

perairan umum, pada perairan yang

dianggap telah mengalami krisis

akibat padat tangkap atau tingkat

pemanfaatannya berlebihan. tujuan

dari pada kegiatan penebaran ikan

(restocking) adalah :

1) Untuk meningkatkan stok

populasi ikan di perairan

umum dalam rangka

pengelolaan sumberdaya

perikanan melalui

pengendalian dan

pemanfaatan yang

berpedoman pada kaidah-

kaidah pelestarian

sumberdaya hayati perairan.

2) Untuk melestarikan

keanekaragaman sumberdaya

ikan di perairan umum.

3) Untuk meningkatkan produksi

ikan di perairan umum guna

pemenuhan gizi bagi

masyarakat.

4) Untuk meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat/nelayan di sekitar

perairan umum melalui

peningkatan pendapatan yang

merata dan kesempatan kerja

tambahan dari sektor

perikanan (Hariyanto, 2008).

Kelemahan dari kegiatan

restocking yang dilakukan adalah

tidak adanya larangan bagi nelayan

untuk melakukan kegiatan

penangkapan dalam waktu tertentu

setelah melakukan kegiatan

restocking agar benih yang baru

ditebar mampu tumbuh dan

berkembang hingga mencapai ukuran

tertentu yang layak untuk ditangkap.

Karena pengawasan terhadap ukuran

19

Page 20: Artikel PKL Tka

mata jarring yang digunakan oleh

nelayan tidak ada, maka kemungkinan

pengambilan benih yang baru ditebar

untuk ditangkap sangat besar. Selain

itu, perairan waduk masih belum

memiliki zonasi dibidang perikanan

misalnya adanya zona pemijahan,

pembesaran dan daerah penangkapan

agar ikan dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik sehingga

populasi ikan di perairan waduk tetap

seimbang. Namun, pembagian zonasi

tersebut belum ada di Waduk Selorejo

maka nelayan sekitar melakukan

kegiatan penangkapan di seluruh

wilayah perairan waduk termasuk di

zona bahaya (spillway).

Pemahaman yang rendah dan

ketidakpedulian dari masyarakat

nelayan mengakibatkan aturan yang

pernah dikeluarkan menjadi tidak

berlaku bagi masyarakat sekitar

dalam pemanfaatan waduk.

Masyarakat seakan tidak mau dan

tidak peduli terhadap aturan yang

berlaku dalam pemanfaatan waduk

karena mereka beranggapan bahwa

mereka juga memiliki hak untuk

memanfaatkan waduk tersebut namun

tanpa memiliki rasa untuk saling

menjaga dan memelihara keutuhan

waduk tersebut agar tetap lestari.

Kerjasama PJT dengan masyarakat

dalam pengelolaan perikanan masih

kurang. Diharapkan adanya

peningkatan kinerja dari pihak PJT

dan DKP setempat agar lebih bisa

merangkul masyarakat untuk

dilibatkan dalam pengelolaan

perikanan di Waduk Selorejo agar

potensi perikanan di Waduk Selorejo

lebih meningkat, populasi ikan

seimbang, aturan dan pengawasan

meningkat hingga tercipta kelestarian

perairan waduk.

4.11 Faktor Pendukung dan

Penghambat

Berdasarkan tujuan pembangunan

Waduk Selorejo, faktor pendukung

pengelolaan perairan waduk tersebut

adalah beberapa pihak yang

melakukan pemanfaatan perairan

Waduk Selorejo seperti PLN, dan

bidang pariwisata telah melakukan

pemanfaatan perairan waduk sesuai

dengan aturan yang telah ditetapkan

oleh pihak Perum Jasa Tirta I sebagai

pengelola perairan waduk. Selain itu,

beberapa dinas yang terkait dalam

pengelolaan perairan waduk telah

bekerjasama dengan baik dengan rasa

saling memiliki dan menjaga

keutuhan Waduk Selorejo demi

kepentingan bersama.

Dalam menjalankan pengelolaan

perairan Waduk Selorejo, Perum Jasa

Tirta sejauh ini belum memiliki faktor

penghambat yang berarti, namun

pemahaman dari masyarakat sekitar

Waduk Selorejo yang masih rendah,

sehingga dibutuhkan kegiatan

penyuluhan untuk meningkatkan

20

Page 21: Artikel PKL Tka

kesadaran dan dapat ikut menjaga

kelestarian sumberdaya perairan

Waduk Selorejo, sehingga masyarakat

tidak hanya ikut memanfaatkan

namun juga ikut memelihara dan

menjaga sumberdaya perairan Waduk

Selorejo.

4.12 Analisis SWOT

Analisis data adalah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori dan

satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti

yang disarankan oleh data (Hasan,

2002).

Analisis data yang dilakukan dalam

Praktek Kerja Lapang ini adalah

dengan menggunakan metode SWOT.

Teknik SWOT atau dikenal dengan

nama teknik analisis KEKEPAN

(Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Dan

Ancaman). Pada dasarnya merupakan

satu teknik untuk mengenali berbagai

kondisi yang menjadi basis bagi

perencanaan strategi. Analisis

KEKEPAN adalah analisis kualitatif

yang digunakan untuk

mengidentifikasi berbagai faktor

secara sistematis untuk

memformulasikan strategi suatu

kegiatan. Analisis KEKEPAN/SWOT

adalah singkatan dari lingkungan

Internal Strenghts dan Weakness

serta lingkungan Eksternal

Opportunities dan Threats (Noor,

2003). Sedangkan menurut Yuliazmi

(2005), bahwa analisa SWOT

didasarkan pada suatu asumsi bahwa

strategi yang efektif akan

memaksimalkan kekuatan dan

peluang serta meminimalkan

kelemahan dan ancaman.

V. ESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

1) Kondisi perairan Waduk Selorejo

secara umum sangat berpeluang

mengalami eutrofikasi. Hai ini

ditandai dengan kandungan bahan

organik yang tinggi sehingga

peluang terjadinya blooming alga

sangat besar

2) Pengelolaan dalam perikanan

masih kurang, aturan yang

berlaku masih lemah dan

kontribusi DKP dalam mengelola

perikanan masih kurang, sehingga

potensi perikanan Waduk Selorejo

masih rendah.

3) Kegiatan pengelolaan perairan

Waduk Selorejo cukup baik, hal ini

dapat dilihat dari hasil analisis

SWOT yang berada pada kuadran

I, dimana Perum Jasa Tirta dapat

memiliki peluang dan kekuatan

sehingga dapat memanfaatkan

peluang yang ada, sehingga akan

menghasilkan kontribusi yang

besar dalam pengelolaan perairan

Waduk Selorejo agar

kelestariannya dapat terjaga.

21

Page 22: Artikel PKL Tka

b. Saran

1) Peraturan dalam pengelolaan

perikanan lebih ditegakkan agar

sumberdaya hayati perairan

Waduk Selorejo semakin

meningkat.

2) Kontribusi DKP dalam pengelolaan

perairan Waduk Selorejo lebih

ditingkatkan agar produksi

perikanan dapat berkembang.

3) Pengawasan dalam pengelolaan di

bidang perikanan lebih

ditingkatkan.

4) Penyuluhan kepada masyarakat

akan pentingnya menjaga

kelestarian waduk dan menaati

peraturan yang ada lebih

ditingkatkan.

5) Kerjasama dengan pihak yang

terkait dalam pengelolaan Waduk

Selorejo lebih ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Basoeki. 2005. Solusi bagi Penanganan Bantaran Sungai. PU. Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Geodesy. 2009. Studi Deformasi Bendungan Jatiluhur dengan GPS. www. geodesy.gd.itb.ac.id. Diakses tanggal 5 Januari 2009.

Hardiyatmo, H.C, 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hariyanto, T. 2008. Strategi Pelaksanaan Restocking Dalam Rangka Pengelolaan Periran Umum.

Kadarsah. 2007. Mengenal Iklim Indonesia. www. wordpress.com. Diakses tanggal 5 Januari 2009.

Multiply. 2009. Sampah dan Pengelolaannya. www.anafio.multiply.com. Diakses tanggal 5 Januari 2009.

Nazir. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Noor, A. 2003. Analisis Kebijakan Pengembangan Marikultur di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta. IPB. Bogor.

Pusat Litbang Sumber Daya Air. 2008. Pengelolaan Danau dan Waduk di Indonesia.

Rahmawaty. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Perairan waduk Secara Optimal dan Terpadu. Fakultas Pertanian. Universiras Sumatra Utara.

Wiadnya,D.G.R.,L.Sutini dan T.D. Lelono. 1993. Bahan Referensi Manajemen Sumberhayati Perairan dengan kasus Perikanan Tangkap Di Jawa Timur. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.

Wordpress. 2009. Klimatilogi untuk Pertanian. www.wordpress.com. 5 Januari 2009.

Yuliazmi, 2005. Penerapan Knowledge Manajemen pada Perusahaan Reasuransi. Universitas Budiluhur. Jakarta.

22

Page 23: Artikel PKL Tka

23