Artikel Pilihan Kompas 9 Desember 2014

147
Penindakan Korupsi Lamban Latar Belakang Kepala Daerah Memengaruhi Modus Operandi JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah elemen masyarakat sipil mendesak pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla agar lebih serius memperhatikan upaya pemberantasan korupsi di daerah. Upaya penindakan kasus-kasus korupsi di daerah dinilai berjalan lamban dan belum optimal. Presiden Jokowi juga harus mampu menaklukkan tiga tantangan pemberantasan korupsi. Ketiga hal itu adalah penegakan hukum tanpa pandang bulu oleh kejaksaan dan kepolisian, ketegasan

description

print.kompas.com

Transcript of Artikel Pilihan Kompas 9 Desember 2014

Penindakan Korupsi LambanLatar Belakang Kepala Daerah Memengaruhi Modus Operandi

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah elemen masyarakat sipil mendesak pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla agar lebih serius memperhatikan upaya pemberantasan korupsi di daerah. Upaya penindakan kasus-kasus korupsi di daerah dinilai berjalan lamban dan belum optimal.

Presiden Jokowi juga harus mampu menaklukkan tiga tantangan pemberantasan korupsi. Ketiga hal itu adalah penegakan hukum tanpa pandang bulu oleh kejaksaan dan kepolisian, ketegasan terhadap politisi korup, dan mencegah Komisi Pemberantasan Korupsi dikebiri.

”Upaya penegakan hukum anti korupsi di sejumlah daerah masih jalan di tempat. Beberapa kasus besar di daerah tidak ditangani maksimal,” kata Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Hifdzil Alim, Senin (8/12), di Yogyakarta.

Hifdzil mengatakan, penanganan kasus korupsi di daerah lebih banyak melibatkan kejaksaan dan kepolisian karena KPK hanya menangani kasus tertentu dengan nilai kerugian besar. Sayangnya, kinerja kepolisian dan kejaksaan dalam menangani kasus korupsi relatif lemah.

”Inilah salah satu penyebab kenapa penanganan kasus korupsi di daerah berjalan lebih lamban dibandingkan di pusat. Kami mendesak para penegak hukum di daerah, baik kejaksaan maupun kepolisian, bekerja serius serta tidak takut dengan kelompok politik tertentu dalam memberantas korupsi,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Umum Masyarakat Pemantau Kejaksaan Tri Wahyu mengatakan, salah satu kasus korupsi yang pengusutannya lambat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah kasus dugaan korupsi dana hibah klub sepak bola Persiba Bantul. Kasus tersebut telah menjerat mantan Bupati Bantul Idham Samawi sebagai tersangka dan sejak mulai disidik Kejaksaan Tinggi DIY pada Juli 2013, tetapi sampai kini belum dilimpahkan ke pengadilan.

Secara terpisah, Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan meminta pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla mendukung penuh pemberantasan praktik korupsi. Pemerintah wajib memperkuat peranan kejaksaan dan kepolisian memberantas korupsi di daerah.

Perekrutan kandidat

Ade mengatakan, kasus korupsi kepala daerah terus meningkat setiap tahun karena masyarakat kurang berperan mengawasi jalannya pemerintahan dan biaya pemilihan kepala daerah yang mahal.

”Kami mendukung pilkada langsung, tetapi sistem itu harus dievaluasi terkait besarnya kebutuhan material calon dalam proses pemilihan,” ujar Ade di Jakarta.

Mahalnya biaya pilkada menyebabkan banyak kepala daerah berpikir untuk menutupi biaya itu. Hal itu dilakukan dengan mengakali perencanaan anggaran, baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Selain itu, modus operandi korupsi kepala daerah juga disebabkan pemberian izin proyek.

”Harus dilihat latar belakang kepala daerah. Apabila berlatar belakang pengusaha, mereka akan menguasai tender proyek, sedangkan yang bukan pengusaha akan mencari cara agar mendapatkan jatah dari biaya proyek itu,” kata Ade.

ICW menyarankan agar partai politik mengubah pola perekrutan calon kepala daerah sehingga bukan sekadar mengusung kandidat bermodal besar. Menurut Ade, pembatasan biaya kampanye dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku praktik politik uang dalam pilkada menjadi salah satu kunci membangun pemerintah daerah yang bersih.

Di Banda Aceh, Aceh, Kepala Divisi Advokasi Korupsi Gerakan Anti Korupsi (Gerak) Aceh Hayatuddin Tanjung mengatakan, sepanjang tahun 2014, Gerak menghimpun data dari

sejumlah pihak, seperti media dan laporan masyarakat, dan menemukan 43 kasus dugaan korupsi di Aceh. Potensi kerugian negara sebesar Rp 796,63 miliar. ”Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Hayatuddin.

Gerak Aceh telah melaporkan sedikitnya enam dari 43 kasus korupsi tahun 2014 ke KPK. ”Hal itu kami lakukan karena respons aparat penegak hukum di Aceh lambat,” katanya.

Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Aceh Komisaris Besar Gustav Leo membantah hal itu. Menurut Gustav, pihaknya terus berupaya maksimal mengungkap berbagai kasus korupsi di Aceh.

Polda Aceh tengah mengusut 28 kasus korupsi tahun 2014. Gustav menjelaskan, pengungkapan kasus korupsi membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan. ”Kami juga ingin proses berjalan cepat. Tetapi, pengungkapan kasus korupsi harus hati-hati,” ujarnya. (HRS/SAN/DRI)

Vonis Budi Diperberat, KPK Makin YakinJAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi semakin yakin berada di jalur yang benar dalam mengusut kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Keyakinan KPK bertambah setelah Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat vonis terdakwa kasus Century, Budi Mulya, menjadi 12 tahun.

Budi merupakan terdakwa pertama kasus Bank Century. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu divonis 10 tahun penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

”Putusan (Pengadilan Tinggi Jakarta) dalam kasus BM (Budi Mulya) dalam perkara korupsi Bank Century ini memberi keyakinan kepada KPK bahwa apa yang kami rumuskan dalam dakwaan dan dibuktikan di pengadilan sudah di jalur yang benar,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Senin (8/12), di Jakarta.

Vonis pengadilan tingkat pertama yang menghukum Budi 10 tahun penjara sempat menimbulkan polemik. Terlebih dalam vonis tersebut, sebagaimana dibacakan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam perkara Century, Afiantara, Budi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer.

Bagian Humas Pengadilan Tinggi Jakarta, M Hatta, mengungkapkan, ”Inti putusan banding adalah mengubah putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sekadar mengenai lamanya hukuman pidana menjadi 12 tahun pidana penjara dari yang dulunya 10 tahun. Sementara putusan lainnya tetap.”

”Alasan memperberat, antara lain, di samping menimbulkan kerugian keuangan negara yang besar, juga telah menimbulkan gangguan laju pertumbuhan perekonomian negara,” kata Hatta. (BIL)

Bonaran Minta Mahfud MD Jadi Saksi MeringankanJAKARTA, KOMPAS — Tersangka kasus dugaan korupsi sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, di Mahkamah Konstitusi, Bonaran Situmeang, meminta mantan Ketua MK Mahfud MD menjadi saksi meringankan. Namun, Mahfud tidak bersedia menjadi saksi meringankan ataupun memberatkan Bonaran.

Mahfud yang mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (8/12), mengatakan, dirinya diminta menjadi saksi meringankan Bonaran. ”Tetapi, bukan hanya Bonaran, saya juga bicara soal Bangkalan dan lainnya,” ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, dirinya hanya memberikan seputar fakta yang diketahui, selain berdiskusi soal pemberantasan korupsi. ”Saya memberikan informasi dan menanyakan perkembangan-perkembangan penanganan korupsi, yang intinya KPK ini merupakan lembaga yang paling diharapkan masyarakat untuk pemberantasan korupsi sehingga harus didukung,” ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia ini.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha membenarkan penolakan Mahfud menjadi saksi meringankan Bonaran. ”Jadi, Pak Mahfud diperiksa sebagai saksi fakta,” ujar Priharsa.

Sejauh ini, dari pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi sengketa pilkada di MK, Bonaran merupakan Bupati Tapanuli Tengah yang menjadi kepala daerah keempat yang menjadi tersangka. Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih sebagai tersangka dalam kasus suap mantan Ketua MK Akil Mochtar. Selanjutnya, Gubernur Banten Atut Chosiyah yang terlibat kasus sengketa Pilkada Lebak, serta Wali Kota Palembang Romi Herton.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi memastikan, Bonaran bukan kepala daerah terakhir yang bakal dijadikan tersangka terkait sengketa pilkada di MK ini. Diperkirakan masih akan ada kepala daerah lainnya yang bisa dijadikan tersangka.

Alasannya, dalam putusan majelis hakim yang memvonis Akil seumur hidup disebutkan, Aki terbukti menerima suap saat menangani 14 sengketa pilkada. Hal itu mulai dari sengketa Pilkada Kota Palembang hingga Boven Digoel. Hakim juga menyatakan Akil terbukti menerima janji pemberian uang Rp 10 miliar terkait Pilkada Jawa Timur.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, putusan hakim bisa menjadi alat bukti otentik. (BIL)

Babak Baru Relasi Pusat-DaerahOleh: A Ponco Anggoro

SEJAK Undang-Undang Otonomi Daerah diberlakukan tahun 1999, pemerintah daerah diberi kewenangan luas. Namun, hal itu kerap kali disalahgunakan. Daerah bertindak semaunya, di luar kontrol pusat, sehingga mengganggu jalannya pemerintahan dan pembangunan. Kini, kondisi itu berpotensi berubah.

Tanggal 24 November 2014, instruksi dikeluarkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ke semua kepala daerah dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi/kabupaten/kota. Isinya, meminta percepatan penyelesaian penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2015 dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Jika kepala daerah dan DPRD tidak menyelesaikannya sebelum akhir tahun 2014, sanksi dijatuhkan.

Sanksi itu berupa tidak dibayarkannya hak-hak keuangan kepala daerah dan DPRD selama enam bulan. Hak itu mencakup gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lain-lain.

Baru kali ini ancaman sanksi terhadap pimpinan daerah atas tidak dituntaskannya rancangan APBD tepat waktu dikeluarkan pemerintah pusat. Ancaman sanksi itu didasarkan pada Pasal 312 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini baru disahkan di ujung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono menggantikan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Ancaman sanksi ini dimunculkan dalam UU berkaca pada sering terlambatnya pengesahan APBD sekalipun pusat telah berulang kali mengimbau di ujung setiap tahun anggaran. Dampaknya, pembangunan pada tahun berikutnya terhambat dan penyerapan anggaran tidak bisa maksimal yang imbasnya juga buruk pada realisasi pembangunan di daerah.

Memang belum jelas efektivitas dari ancaman sanksi itu dengan ketepatan waktu kepala daerah dan DPRD menyelesaikan RAPBD sebelum akhir tahun. Di level provinsi, misalnya, hingga pekan lalu, masih ada 16 provinsi yang belum menyerahkannya ke Kementerian Dalam Negeri untuk dievaluasi. Namun, yang jelas genggaman pusat kepada daerah yang lebih kuat setelah UU 23/2014 disahkan telah ditunjukkan untuk pertama kalinya. Dan, tidak menutup kemungkinan, ke depan, akan lebih banyak contoh lain.

”Indonesia bukan negara federal. Mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdesentralisasi dengan Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Bagaimana caranya memperkuat Presiden dan peran pusat? Memperbanyak ancaman sanksi bagi kepala/wakil kepala daerah dalam UU No 23/2014,” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan.

Ancaman sanksi bagi kepala/wakil kepala daerah dalam UU 23/2014 memang jauh lebih banyak daripada UU 32/2004. Selain ancaman sanksi bagi kepala daerah dan DPRD yang tak tepat waktu dalam menetapkan APBD, ancaman sanksi juga berlaku bagi kepala/wakil kepala daerah yang menolak melaksanakan program strategis nasional yang telah dibuat Presiden.

Kepala/wakil kepala daerah juga terancam sanksi jika mereka tidak menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah setiap tahun. Begitu pula sanksi bagi kepala/wakil kepala daerah yang tidak membangun pelayanan publik yang baik, perizinan dengan pelayanan terpadu satu pintu, dan menyampaikan peraturan daerah yang dibuat ke pusat.

Sanksi juga bisa dijatuhkan bagi kepala/wakil kepala daerah yang keluar negeri tanpa izin serta meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari tujuh hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam waktu satu bulan.

Sanksi untuk setiap pelanggaran itu bervariasi, tak hanya menghentikan beberapa bulan hak keuangan mereka. Kepala/wakil kepala daerah yang menolak melaksanakan program nasional, misalnya, bisa sampai diberhentikan sebagai kepala/wakil kepala daerah. Sanksi itu hukuman terberat jika kepala/wakil kepala daerah tetap menolak melaksanakan program nasional setelah ditegur dua kali, dan diberhentikan sementara sebagai kepala/wakil kepala daerah selama tiga bulan.

Takkan merongrong

Pada sejumlah aturan, sanksi tidak hanya bisa dijatuhkan oleh pusat, tetapi juga oleh gubernur kepada bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota. Ini untuk memperkuat peran gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah.

Dengan banyaknya sanksi itu, sepertinya tidak mungkin lagi ada daerah yang tidak patuh kepada pusat jika aturan dan sanksi yang melekat padanya betul-betul diterapkan.

Selain itu, tidak mungkin ada pemikiran lagi dari partai politik bahwa dengan menguasai mayoritas kepala/wakil kepala daerah, mereka bisa merongrong kekuasaan Presiden.

Meski demikian, yang patut diwaspadai, kemungkinan kebijakan yang diambil penguasa, dengan kewenangan barunya, sarat dengan unsur politis. Bukan tidak mungkin, penguasa bersikap keras kepada pimpinan daerah yang kontra penguasa, tetapi lunak pada mereka yang ada di pihak penguasa.

Selain itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengingatkan, akuntabilitas dalam desentralisasi pasca UU 23/2014 tidak semata

menekankan akuntabilitas prosedural, tetapi harus pula pada akuntabilitas substantif dan kinerja.

”Menyerahkan RAPBD tepat waktu, misalnya, sangat penting secara prosedural. Namun, lebih penting lagi substansi dari APBD, penting menjaga alokasi anggaran sejalan dengan skala prioritas dan politik anggaran secara nasional,” katanya.

Pemerintah pusat juga harus cermat menggunakan kewenangan barunya. ”Pusat harus cermat melakukan kombinasi antara penegakan sanksi dengan negosiasi dan fasilitasi yang kuat kepada pemda agar pemda lebih kapabel dalam membuat kebijakan, disiplin menegakkan hierarki pemerintahan, dan akuntabel terhadap kewenangan otonom yang dimiliki,” ujar Endi.

Ini pula yang diharapkan Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia Syahrul Yasin Limpo. ”Relasi pusat-daerah sebaiknya tidak didasarkan semata pada perintah, instruksi dari pusat, bahkan ancaman sanksi jika tidak patuh dan taat, tetapi harus dikedepankan dialog. Pusat juga jangan melihat permasalahan daerah dari hitam-putih aturan semata. Pusat harus turun ke daerah melihat tantangan-tantangan yang dihadapi oleh daerah sebelum akhirnya menjatuhkan sanksi kepada daerah,” katanya.

Terkait pemda yang harus menetapkan RAPBD tepat waktu, seharusnya pusat juga melihat bahwa di banyak tempat, alat kelengkapan DPRD belum terbentuk. Tanpa itu, penyusunan RAPBD tidak mungkin dilakukan sehingga bisa berdampak pada molornya penetapan RAPBD.

Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Isran Noor, yang menilai UU 23/2014 tidak mencerminkan esensi dari otonomi daerah, juga mengharapkan penjatuhan sanksi menjadi hal paling akhir yang ditempuh pemerintah pusat. Pasalnya, banyaknya sanksi justru bisa mematikan kreativitas kepala/wakil kepala daerah.

”Esensi otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk bertindak. Namun, dengan banyaknya ancaman sanksi itu, ruang gerak kami menjadi terbatas. Artinya sama saja mengingkari esensi dan tujuan otonomi daerah,” katanya.

Inilah babak baru relasi pusat-daerah. Babak pemerintah pusat bisa lebih mengontrol daerah. Namun, jauh lebih baik jika kontrol bisa dicapai tanpa ada sanksi yang dijatuhkan. Sinergi berdasarkan kesepahaman yang sama, yaitu menyejahterakan rakyat, akan lebih memperkuat relasi pusat dan daerah.

Nilai Baik Hanya Diraih 11 dari 505 Kabupaten/KotaJAKARTA, KOMPAS — Dari 505 pemerintah kabupaten/kota yang menyerahkan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tahun 2013, hanya 11 yang memperoleh nilai baik. Mulai 2015, penilaian LAKIP akan menjadi dasar penentuan besaran dana alokasi khusus bagi kabupaten/kota.

Pemerintah kabupaten/kota yang mendapatkan nilai baik atau peringkat B (skor 65-75) adalah Bintan, Karimun, Kota Tanjung Pinang, Muara Enim, Kota Sukabumi, Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kota Yogyakarta, Sleman, Kota Manado, dan Badung.

Sebelas pemerintah kabupaten/kota ini bersama ratusan pemerintah kabupaten/kota lain menerima hasil evaluasi laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) dari Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, Senin (8/12) di Jakarta.

Evaluasi LAKIP dilakukan Kementerian PAN dan RB, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan Inspektorat Provinsi. Selain 11 kabupaten/kota yang mendapat peringkat B, 170 kabupaten/kota meraih peringkat CC atau cukup dengan skor 50-65, 241 kabupaten/kota meraih peringkat C atau kurang dengan skor 30-50, dan 38 kabupaten/kota peringkat D atau sangat kurang dengan skor 0-30. Peringkat AA dengan skor 85-100 (memuaskan) dan A dengan skor 75-85 (sangat baik) tak ada.

”Memang belum ada yang AA dan A, tetapi daerah dengan nilai B dan CC meningkat dibandingkan hasil evaluasi tahun sebelumnya. Ini artinya ada perbaikan,” ujar Yuddy.

Hasil evaluasi LAKIP tahun sebelumnya, jumlah daerah yang berada di peringkat B hanya empat pemerintah kabupaten/kota, sedangkan yang CC hanya 149 kabupaten/kota.

Yuddy menjelaskan, ada lima indikator penentu peringkat pemerintah kabupaten/kota, yakni perencanaan, efisiensi anggaran, hasil program, kemanfaatan program bagi publik, dan pelayanan publik. Komponen kemanfaatan dan pelayanan publik masih sulit diperbaiki pemerintah kabupaten/kota.

Menurut Tjahjo, masih banyak pemerintah daerah yang kinerjanya jauh dari memuaskan. Dia berjanji bersinergi dengan Kementerian PAN dan RB untuk peningkatan kinerja.

Wali Kota Manado Vicky Lumentut yang pemerintahannya dua kali meraih peringkat B berupaya menaikkan peringkat. Demikian pula Bupati Nias Sokhiatulo Laoli. (APA)

Pencegahan yang Efektif Memakmurkan BangsaOleh: C Wahyu Haryo dan Haris Firdaus 

YOGYAKARTA, KOMPAS — Langkah pencegahan korupsi yang efektif diyakini bakal menghadirkan kemakmuran bagi bangsa. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah korupsi adalah dengan membangun sistem pemerintahan yang baik.

Demikian diungkapkan Presiden Joko Widodo saat membagikan pengalamannya sebagai Wali Kota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta, dalam peringatan Hari Anti Korupsi Internasional, Selasa (9/12), di Grha Sabha Pramana, Kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hadir dalam peringatan bertema ”Tegakkan Integritas” itu yakni Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, sejumlah menteri Kabinet Kerja, pemimpin lembaga negara, serta sejumlah gubernur.

Joko Widodo menceritakan upaya yang dilakukannya untuk membangun sistem efektif mengurangi korupsi, salah satunya adalah sistem layanan perizinan terpadu one stop service. Ketika belum terbangun sistem itu, untuk mengurus surat izin usaha membutuhkan waktu hingga berminggu-minggu. Padahal jika dikerjakan secara serius hanya dibutuhkan waktu sekitar empat menit.

Lamanya pengurusan justru pada pemberian tanda tangan dari pejabat yang berwenang. Setelah ditelusuri, memang terindikasi ada motif meminta sesuatu untuk membubuhkan tanda tangan yang seharusnya sudah menjadi tugasnya.

”Pasti ada apa-apanya, ada pungutan, mau cepat atau lambat,” kata Joko Widodo.

Praktik pelayanan seperti itu, menurut dia, tidak boleh ada lagi. Karena itu, diperlukan sistem one stop service yang memang lebih cepat, transparan, dan akuntabel. Ia pun telah menginstruksikan kepada gubernur agar setiap daerah, provinsi, dan kabupaten/ kota, mempunyai one stop service office.

Upaya lain yang bisa dibangun adalah sistem anggaran yang dikelola secara daring atau electronic budgeting. Sistem ini memudahkan pimpinan untuk mengontrol penggunaan anggaran dan keluar-masuknya uang atau cash management system.

”Mudah sekali mengontrolnya, bisa lewat tab. Jadi sebagai Presiden, saya bisa mengecek uang masuk di kabupaten itu berapa. Ini upaya preventif,” katanya.

Upaya lain yang harus dilakukan untuk mencegah praktik korupsi, menurut Joko Widodo, adalah dengan mengubah pola pikir birokrasi agar beriorientasi melayani publik.

Perubahan pola pikir ini diakui cukup sulit. ”Ini masalah niat, kemauan. Kalau di perbankan bisa berubah dengan cepat, kenapa di pemerintahan tidak bisa?” katanya.

Pencegahan

Ketua KPK Abraham Samad, dalam sambutannya, mengatakan bahwa untuk mengefektifkan pemberantasan korupsi di Indonesia, KPK tidak hanya akan melakukan upaya penindakan terhadap para koruptor. KPK juga akan menggalakkan upaya pencegahan tindak pidana korupsi dengan berbagai cara, misalnya perbaikan sistem dalam pemerintahan, pengawasan gratifikasi, dan kampanye budaya anti korupsi pada masyarakat luas.

”KPK tidak mau menjadi petugas pemadam kebakaran yang tidak berpikir tentang penyebab kebakaran. KPK ingin mengantisipasi berbagai masalah yang menjadi penyebab korupsi agar korupsi bisa dicegah,” kata Abraham.

Ia mengemukakan, salah satu upaya pencegahan yang dilakukan KPK adalah melakukan supervisi terhadap sistem pertambangan mineral dan batubara di 12 provinsi di Indonesia. Contoh lainnya adalah mengefektifkan sistem Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

KPK juga melakukan kampanye budaya anti korupsi berbasis keluarga yang proyek percontohannya berada di Yogyakarta. ”Dengan semua langkah itu, kita semua memasuki era baru pemberantasan korupsi,” katanya.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, Festival Antikorupsi kali ini menandai bangkitnya gerakan masyarakat dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, festival ini dipenuhi berbagai acara sosial yang melibatkan masyarakat luas.

”Festival ini juga menjadi momentum upaya pencegahan korupsi melalui keluarga. Jadi sejak dini harus ditanamkan perilaku malu berbohong dan mencuri agar perilaku anti korupsi bisa tumbuh,” kata Sultan.

Penegakan HAM Tak Alami KemajuanJAKARTA, KOMPAS — Penegakan hak asasi manusia di Indonesia tidak mengalami kemajuan yang berarti. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga belum optimal bekerja.

Demikian disampaikan Hendardi dari Setara Institute saat peluncuran Indeks Kinerja HAM 2014, Senin (8/12), di Jakarta. Indeks kinerja tersebut disusun dengan menggunakan metode survei terhadap 200 ahli, aktivis HAM, akademisi, tokoh masyarakat, dan aparat pemerintahan di 19 provinsi.

Tahun 2010, skor indeks kinerja penegakan HAM ada di 2,53, lalu turun ke 2,30 pada 2011, kemudian 2,82 (2012), lalu 2,25 (2013), dan kemudian 2,49 (2014). ”Dibandingkan 2013, ada kenaikan di indeks 2014. Namun, jika dihitung dari 2010, tak ada kemajuan signifikan,” ujarnya.

Indeks kinerja HAM ini disusun dengan sejumlah indikator, antara lain, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, kebebasan berekspresi, kebebasan beragama/berkeyakinan, kinerja lembaga HAM, penghapusan diskriminasi, serta hak atas ekonomi, sosial, dan budaya.

Dalam kesempatan ini, Hendardi juga menyesalkan Komnas HAM yang lebih sibuk mengurusi masalah internalnya sehingga tak optimal menjalankan fungsinya dalam mendorong kemajuan penyelesaian kasus HAM.

Komisioner Komnas HAM Nur Kholis menyatakan, pihaknya terus berbenah dalam memperbaiki kinerja lembaganya. Untuk itu, Komnas HAM gencar mengajukan revisi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, khususnya pada pasal-pasal yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Komnas HAM, untuk mempertajam kinerja Komnas HAM terhadap berbagai kasus.

”Selama ini, kami memberikan rekomendasi, tetapi kerap tak dieksekusi. Akibatnya, seperti tak ada penyelesaian atau Komnas HAM dianggap tak bekerja. Ini harus diperbaiki dalam undang-undang,” kata Nur Kholis.

Anugerah

Kemarin, Komnas HAM memberikan penghargaan Anugerah Hak Asasi Manusia 2014 kepada pegiat HAM Munir Said Thalib serta Menteri Perburuhan pertama dan Menteri Perempuan pertama Maria Ulfah Soebadio Sastrosatomo. Semasa hidupnya, kedua tokoh itu dinilai berperan besar dalam memperjuangkan HAM.

Penghargaan itu diserahkan oleh Wakil Ketua Komnas HAM Ansori Sinungan dan Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Siane Indriani, dan diterima istri Munir, Suciwati.

Menanggapi penghargaan yang diberikan kepada suaminya, Suciwati mengatakan, penghargaan itu akan lebih berharga jika kasus pembunuhan Munir yang terjadi pada September 2004 bisa diusut tuntas. (WER/IAN)

Pemerintah Akan Tuntaskan Kasus HAM Masa LaluOleh: C Wahyu Haryo 

YOGYAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen pemerintah terhadap penuntasan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu. Menurut Joko Widodo, pemerintah akan bekerja keras untuk menyelesaikan kasus-kasus terebut secara berkeadilan.

Presiden menyampaikan hal itu dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang berlangsung di Istana Kepresidenan, Gedung Agung, Yogyakarta, Selasa (9/12). Peringatan diselenggarakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Nasional HAM, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Hadir dalam peringatan itu antara lain Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, Ketua Komnas HAM Hafidz Abas, dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X. Sejumlah menteri Kabinet Kerja yang mendampingi Presiden antara lain Menkumham Yasonna Laoly, Mensesneg Pratikno, Seskab Andi Widjajanto, Menpan RB Yuddy Chrisnandi, dan Kepala Polri Jenderal Sutarman.

Menurut Presiden, untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu ada dua jalan yang bisa dilalui. Jalan itu meliputi rekonsiliasi secara menyeluruh dan lewat pengadilan HAM ad hoc.

Pelaksanaan HAM, menurut Presiden, tidak hanya berkaitan dengan penegakan hukum, tetapi juga bagaimana pemerintah dapat menjamin pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Implementasi hak itu meliputi pemberian pelayanan pendidikan, kesehatan, serta jaminan perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan.

”Pemerintah tidak hanya memberikan perhatian dan berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, tetapi juga mencegah terulangnya pelanggaran HAM di masa depan, dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang tegas, tepercaya, konsisten, dan tidak diskriminatif,” papar Joko Widodo.

Grasi untuk Eva

Pada momentum peringatan Hari HAM kali ini, pemerintah akan memproses dan menerima permohonan grasi dari Eva Susanti Bande, seorang aktivis HAM yang dipidana karena menggerakkan petani yang melawan ketidakadilan.

”Saya mendengar yang bersangkutan sedang dalam proses pengajuan permohonan grasi. Saya mempertimbangkan untuk mengabulkan permohonan grasi tersebut,” kata Joko Widodo.

Meski demikian, ujarnya, hal itu tentu saja harus menunggu proses lebih lanjut dan pertimbangan Mahkamah Agung. ”Insya Allah pada peringatan Hari Ibu, Eva sudah bisa bebas dan berkumpul dengan suami dan keluarga,” ujar Presiden.

Jokowi dan SBY Tetap Mendukung Pemilihan LangsungJAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo dan Presiden periode 2004-2014 Susilo Bambang Yudhoyono sepakat mendukung pemilihan umum kepala daerah secara langsung. Yudhoyono dan Jokowi menginginkan agar hak rakyat memilih kepala daerah dapat dikembalikan. Keduanya bertekad mengawal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota disahkan DPR menjadi UU.

”Kebetulan kami pada posisi yang sama, mengawal Perppu sehingga diterima DPR. Baik bagi Pak Jokowi maupun saya sendiri, Perppu itu sesuai dengan aspirasi rakyat dan baik untuk keberlanjutan demokrasi kita, terutama dalam pemilihan kepala daerah,” kata Yudhoyono seusai bertemu Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (8/12).

Pertemuan Jokowi dan Yudhoyono berlangsung sekitar 30 menit mulai pukul 13.05. Menurut Yudhoyono, pertemuan dengan Jokowi sangat konstruktif dan berlangsung dalam suasana yang baik. ”Insya Allah 100 persen persamaannya dengan Pak Jokowi soal (Perppu) itu. Mudah-mudahan ke depan positif,” kata Yudhoyono.

Yudhoyono tiba di Istana disertai mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Adapun Presiden Jokowi didampingi Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto dan Mensesneg Pratikno.

Jokowi merespons positif pertemuan itu dan menilai masih ada waktu untuk menggalang dukungan bagi Perppu Pilkada hingga Januari 2015. Menurut Presiden, kesepahaman ini sesuai harapan rakyat agar pemilihan kepala daerah bisa digelar secara langsung. Kesepahaman soal Perppu itu dapat menjadi pintu masuk pembicaraan lebih lanjut.

Saat ditanya apakah ada komitmen lebih jauh di balik dukungan itu, Jokowi enggan menjelaskan. ”Komitmennya, hanya saya dan Pak SBY yang tahu,” kata Jokowi seraya tersenyum.

Dukungan terhadap Perppu Pilkada juga disampaikan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa yang tengah umrah di Mekkah, Arab Saudi, melalui Twitter. Hatta mengatakan, semua partai politik pendukung Koalisi Merah Putih (KMP) telah menandatangani kesepakatan dengan Partai Demokrat berkait isu Perppu Pilkada.

Hatta mengajak elite politik KMP menghormati dan melaksanakan isi kesepakatan itu sebagai ukuran integritas. Menurut Hatta, setiap elite parpol penanda tangan sudah memikirkan secara matang kesepakatan demi memperbaiki pelaksanaan pilkada agar tidak sarat politik uang.

Adapun setelah mengunjungi Jokowi, Yudhoyono bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres. Kalla optimistis, Perppu Pilkada disetujui DPR.

”Sejak awal tekad kita itu sama, pemerintah, KIH, itu sependapat dengan pilkada langsung. Tentu hal ini karena (Perppu) dikeluarkan SBY, otomatis Demokrat bersama-sama (mendukung pilkada langsung),” kata Kalla seusai bertemu Yudhoyono, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat.

Terkait kedatangannya menemui Wapres Kalla, Yudhoyono menyatakan, pemerintahan akan terus berkesinambungan dari satu era ke era yang lain. Artinya, pemerintahan sekarang melanjutkan apa yang dilakukan pemerintahan sebelumnya. Ia meyakini pemerintahan sekarang mengetahui mana perlu perbaikan atau kebijakan baru apa yang lebih tepat untuk diambil.

”Tidak ada yang luar biasa (dari pertemuan ini). Tetapi, saya memberikan dukungan, semangat, agar pemerintahan ini bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Kalau pemerintah mencapai yang baru dan yang senang adalah rakyat Indonesia, semua bekerja untuk mereka semua,” kata Yudhoyono.

Sementara di Parapat, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, tokoh masyarakat Porsea, J Manurung, meminta pilkada sebaiknya tetap langsung oleh rakyat. Kekurangan yang ada, seperti maraknya politik uang, jangan menjadi alasan mengubah sistem. Persoalan itu bukan pada sistem pemilihan secara langsung, tetapi etika dan moral kepala daerah.

”Jangan mengubah sistem dari langsung menjadi tidak langsung hanya karena ada beberapa kekurangan. Itu tidak memberikan solusi pada persoalan, tetapi lari dari persoalan,” kata Manurung di sela-sela kunjungan kerja Ketua DPD Irman Gusman ke Sumut.

Hal senada diucapkan Wali Kota Pematang Siantar Hulman Sitorus. Dia lebih suka dipilih langsung oleh rakyat.

”Legitimasi lebih kuat dan kedekatan dengan rakyat juga lebih kuat,” kata Hulman. (WHY/NDY/AGE/HAM)

”Blusukan”, Jangan Sampai ”Keblusuk”UNTUK peluncuran buku Sisi Lain Istana jilid dua, Selasa (9/12) hari ini pukul 10.00, selama tujuh hari terakhir ini saya menemui Wakil Presiden 2009-2014 Boediono (Pak Boed) serta Wakil Presiden 2004-2009 dan 2014-2019 M Jusuf Kalla. Kedua tokoh ini diharapkan menjadi pembicara dalam peluncuran buku itu di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Jakarta.

Selasa pekan lalu, Suryadi Adam Nur, asisten Jusuf Kalla (JK), mempersilakan saya menemui JK di kantornya di Istana Merdeka Selatan. Alur birokrasi protokoler untuk menemui JK masih sesederhana periode 2004-2009. Tidak rumit, bisa langsung ketemu. Bahkan, JK masih bisa dikontak langsung lewat telepon genggam untuk membuat janji bertemu.

JK juga menjadi pembicara dalam peluncuran buku Sisi Lain Istana jilid satu, Maret 2014. Ketika ditemui di kantor Palang Merah Indonesia di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Maret lalu, JK mengatakan perlunya kecepatan tinggi untuk pembangunan ekonomi di Indonesia.

Ketika itu JK banyak bicara mengenai pembangunan infrastruktur, keharusan mengatasi banjir di Jakarta, mengatasi kemacetan jalan, pembangunan pelabuhan laut, bandar udara, dan seterusnya. ”Harus cepat, dan sandal jepit tak bisa dijadikan wakil presiden,” ujarnya saat itu. Ia mengecam orang yang mengatakan bahwa dengan wakil siapa pun atau apa pun, termasuk sandal jepit, Susilo Bambang Yudhoyono pasti menang dalam Pemilihan Presiden 2004 dan 2009.

Sabtu (6/12) malam, JK menghadiri pernikahan Rinaldy A Lukita (putera tokoh Partai Nasdem Enggartiasto Lukita) dengan Widya Williani di Jakarta. Di sini JK bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie, para menteri, dan tokoh partai politik lainnya. Sebelumnya, Kamis (4/12) hingga Sabtu (6/12) siang, JK blusukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Ada nasihat untuk JK dari seseorang yang tidak mau disebutkan identitasnya, di pesta nikah itu. Bunyinya begini: ”Jangan terlalu banyak blusukan karena bisa keblusuk (terperosok atau terjerembab).”

Jumat (5/12) sore, ketika hujan deras, kemacetan terjadi di jalan menuju tempat tinggal Pak Boed, di sebuah gang di Mampang Prapatan, Warung Buncit, Jakarta Selatan. Gang menuju tempat tinggal Pak Boed memang tidak begitu lebar; jika tidak hati-hati bisa keblusuk di parit atau genangan air.

Pak Boed baru saja selesai diurut kakinya karena terkilir sehingga aroma bau minyak urut masih menyengat di ruang tamu. Dalam pembicaraan, ia lebih banyak mendengarkan. Ketika Pak Boed bicara, seperti dikatakan mantan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, ”Pak Boed selalu berbicara dan bertutur dengan sabar dan lembut.”

Tentang Pak Boed, pengurus Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Balaraja, Banten, dan pengurus Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Veri Muhlis Arifuzzaaman, berkata, ”Saya bangga terhadap kebersahajaan Pak Boed, dan beliau akan dihormati bangsa ini.” (J Osdar)

Kubu Djan Faridz Menggelar MukernasJAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan versi Muktamar Jakarta Djan Faridz akan menggelar Musyawarah Kerja Nasional I untuk konsolidasi pada 10-13 Desember 2014 di Jakarta. Namun, Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya M Romahurmuziy mengecam rencana itu karena dinilai tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

Faridz mengumumkan rencana musyawarah kerja nasional (mukernas) dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (8/12). Dia didampingi, antara lain, Sekjen PPP Muktamar Jakarta Dimyati Natakusuma, Ketua Panitia Pengarah Mukernas Djafar Alkatiri, dan Ketua Panitia Penyelenggara Mukernas Ibnu Hajar Dewantara.

Dimyati menjelaskan, mukernas digelar selama tiga hari efektif di Hotel JS Luwansa, Jakarta. Agenda mukernas antara lain pengukuhan pengurus DPP PPP hasil Muktamar Jakarta 30 Oktober 2014, seminar, konsolidasi, dan deklarasi sikap PPP atas sejumlah persoalan bangsa.

Para peserta mukernas juga akan memutuskan sikap politik PPP terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah Langsung, kolom agama di KTP, dan harga bahan bakar minyak.

Mukernas akan dihadiri sedikitnya 250 peserta yang terdiri dari pengurus harian DPP, DPW-DPW, dan Fraksi PPP di DPR. Djafar Alkatiri menambahkan, mereka akan menjelaskan kedudukan hukum DPP PPP versi Muktamar Jakarta kepada pengurus di daerah.

PPP juga akan menjaring opini dan solusi terkait pengesahan parpol apakah sebaiknya dilakukan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM atau oleh pengadilan. Kubu Djan Faridz juga meminta pemerintah tak memihak kubu Romahurmuziy dalam konflik internal PPP.

Sementara itu, Romahurmuziy mengatakan, kubu Djan Faridz sebelumnya meminta agar pihaknya tidak melakukan langkah-langkah pelaksanaan hasil muktamar selama sengketa di PTUN masih berlangsung. Saat ini, PTUN tengah menggelar sidang gugatan yang diajukan Suryadharma Ali atas surat keputusan Menkumham tentang pengesahan perubahan susunan kepengurusan DPP PPP.

”Namun, mereka justru menabrak ucapannya. Masyarakat bisa menilai, siapa yang menghormati proses hukum, mana yang menabrak organisasi,” kata Romahurmuziy.

Terhadap rencana mukernas itu, pihak Romahurmuziy telah mengirimkan surat kepada Polri dan Polda Metro Jaya untuk tidak menerbitkan surat tanda terima pemberitahuan atas acara itu.

Romahurmuziy memastikan tidak ada DPW PPP yang hadir dalam acara itu, kecuali DPW yang dibentuk sendiri oleh kubu Djan Faridz.

”Mereka secara nyata telah menunjukkan tidak berniat islah karena secara tidak langsung telah membelah kepengurusan PPP di seluruh Indonesia,” kata Romahurmuziy. (FAJ)

Rekonsiliasi Jalan TerbaikJAKARTA, KOMPAS — Kepengurusan Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional di Bali dan Jakarta perlu duduk bersama. Kepengurusan ganda di Partai Golkar hanya dapat dituntaskan oleh dua kubu di partai itu yang kini berseberangan.

”Jalan rekonsiliasi tetap saja lebih baik,” kata fungsionaris Golkar, Hajriyanto Y Thohari, Senin (8/12).

Hajriyanto telah mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua DPP Golkar periode 2009-2015 dan Presidium Penyelamat Partai Golkar yang dipimpin Agung Laksono. Langkah itu sebagai bentuk keprihatinannya terhadap kondisi Golkar, yang kini terbelah dalam kepengurusan hasil munas di Bali yang dipimpin Aburizal dan Agung Laksono yang menjadi ketua umum Golkar versi munas di Jakarta.

Agung menjadi ketua umum Golkar versi munas di Jakarta setelah mendapat 147 suara, mengalahkan Priyo Budi Santoso (77 suara) dan Agus Gumiwang Kartasasmita (71 suara), dalam pemilihan yang berakhir Senin dini hari.

Namun, kubu Aburizal atau Agung masih menutup kemungkinan ada rekonsiliasi. Aburizal menekankan, rekonsiliasi mustahil terjadi karena sejumlah mantan petinggi Golkar yang mengadakan munas di Jakarta, seperti Agung Laksono dan Priyo Budi Santoso, telah dipecat.

”Partai Golkar hanya satu, yang saya pimpin. Tidak ada Partai Golkar lain sehingga tak perlu ada rekonsiliasi,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar versi munas di Bali, Idrus Marham, juga menolak rekonsiliasi dengan kubu Agung.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Golkar versi munas di Jakarta, Priyo Budi Santoso, menyatakan, selama kubu Aburizal masih menekankan cara-cara intimidatif dan tidak demokratis, rekonsiliasi mustahil terjadi.

”Rekonsiliasi tergantung dari kubu yang lain. Kami akan tetap menjaga kesantunan. Apabila ada tawaran (rekonsiliasi), kami akan pertimbangkan,” ujar Priyo.

Tidak diskriminatif

Kemarin, dua kubu di Golkar ini mendaftarkan kepengurusannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan pengesahan.

Aburizal tiba di Kemenkumham pukul 08.00 didampingi sejumlah pengurus Golkar versi munas di Bali, seperti Idrus Marham, MS Hidayat, Nurdin Halid, Sharif Cicip Sutardjo, Bambang Soesatyo, dan Rizal Mallarangeng.

Setelah bertemu dengan Menkumham Yasonna H Laoly sekitar 45 menit, Aburizal dan para petinggi Golkar lain versi munas di Bali, meninggalkan Gedung Kemenkumham menuju Menara Bakrie di Kuningan, Jakarta. ”Ini rapat dan pertemuan antar-petinggi dan kader,” kata Nurdin Halid.

Pukul 16.00, Partai Golkar versi munas di Jakarta tiba secara bergantian. Diawali Agun Gunanjar, Lawrence Siburian, dan kemudian Priyo Budi Santoso. Mereka bertemu dengan Yasonna selama sekitar 30 menit.

Yasonna menyatakan telah membentuk tim untuk mempelajari laporan dari kedua kubu di Golkar. Pemerintah tak akan diskriminatif. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai serta UU No 2/2008 tentang Partai Politik jadi dasar penyelesaian. (SAN/RYO/WHY/NDY/EGI)

Rakyat Sudah Lupa PilpresHARI Senin (8/12) dini hari, Musyawarah Nasional IX Partai Golkar di Ancol, Jakarta, memilih Agung Laksono sebagai Ketua Umum Golkar (2014-2019). Dalam pemungutan suara, Agung mengalahkan Priyo Budi Santoso dan Agus Gumiwang Kartasasmita yang kemudian dirangkulnya dalam kepengurusan.

Ketika DPP Golkar versi Munas Bali menyerahkan daftar pengurus ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Senin pagi, DPP Golkar versi Munas Jakarta juga melaporkan kepengurusannya pada hari yang sama.

Dua jam setelah Munas Jakarta resmi ditutup, Kompas mewawancarai Agung Laksono di kamarnya di Hotel Mercure, Ancol.

Apakah Munas Golkar di Jakarta didukung pemerintah?

Apa perlu dibuka (informasi dukungan pemerintah)? Yang jelas, (Munas Jakarta) bukan keinginan saya sendiri, tapi keinginan (kader) yang mengikuti munas ini.

Pak Agung kini jadi Ketum Golkar (versi Munas Jakarta). Adakah ambisi jadi presiden?

Semua politisi pasti ingin (menjadi presiden), tapi saat seusia saya (65 tahun) harus punya kemampuan untuk introspeksi. Harus melihat dari sisi keuangan, dukungan, belum lagi manajemen. Tidak mudah (jadi presiden). Oleh karena itu, saya berpikir, meski jadi ketua umum partai tak otomatis mengklaim jadi (calon) presiden.

Kalau belum pasti menjadi presiden, apa motivasi utama menjadi ketua umum?

Tahun 2014, hasil pileg Golkar hanya 14,75 persen dan menyebabkan (perolehan kursi di DPR) hanya 91 kursi. Itu menembus batas psikologis 100 kursi. Manajemen partai juga kurang mencerminkan kebersamaan. Ada momen Pak ARB, Aburizal Bakrie, dalam sidang pleno melibatkan seluruhnya (kader), tapi lebih banyak (memutuskan) sendiri sehingga ada protes-protes.

Jika (Golkar) masih dipimpin Pak ARB dengan gaya elitis dengan kepentingan bisnis lebih banyak dilihat orang, perolehan suara (Golkar) akan turun. Saya perkirakan (Pileg 2019) tinggal 8-9 persen, terutama karena kaderisasi tidak jalan.

Motivasi pribadi lain?

Saya juga merasa karier di Partai Golkar belum mencapai puncaknya. Tahun 2004, saya ingin mendeklarasikan jadi calon (ketum), tapi ada permintaan dari Pak Aburizal—yang rupanya juga permintaan Pak SBY, supaya saya tak meneruskan pencalonan karena tidak akan mampu mengalahkan Akbar Tandjung. Yang dinilai mampu itu Pak Jusuf Kalla, yang juga Wakil Presiden. Nanti you lima tahun lagi, kata Ical, ke saya.

Tahun 2009, masuk Pekanbaru (Munas VIII Golkar), ARB malah mau maju berhadapan dengan Surya Paloh. Saya akhirnya masuk tim ARB. Waktu itu terkenal dengan sebutan ”Triple A”, Akbar, Aburizal, dan Agung; atau Trio Macan, kata pers.

ARB berjanji lagi pada saya: next five years ya, lima tahun lagi ya, eh ternyata lewat lagi....

Adakah peluang islah?

Lebih baik melalui pengadilan saja. Nanti bisa dilihat bukti-buktinya. Bukan berarti saya yakin (menang) dalam arti kata mendahului kehendak Tuhan, tetapi daripada ”perang-perang” terus.

Bagaimana kalau kalah di pengadilan?

Saya tidak berambisi membuat partai baru!

Apa strategi Golkar versi Munas Ancol dalam waktu dekat?

Kami ingin mengonsolidasikan organisasi bersamaan dengan kasus hukum. Kami harus keliling ke daerah membangun semangat mereka (para kader). Saya siap turun ke bawah.

Kapan terakhir kali Anda berbicara dengan Pak Aburizal?

Di Rapat Konsultasi Nasional di Bandung (awal bulan November 2014). Pernah satu ruangan juga di rapat pleno (di Kantor DPP Golkar), tapi tak ada komunikasi. Dia tak telepon saya, saya juga tidak (telepon). Hanya Pak Akbar yang mencoba berkomunikasi. Saya bertemu Pak Akbar dua hari sebelum (dia) berangkat ke (Munas IX) Bali.

Benarkah Anda mendorong Golkar keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP)?

Kalau (KMP) jadi penyeimbang konstruktif, oke lah. Tapi bagaimana jika tidak jelas? Saya melihat basisnya itu lebih pada perasaan kecewa karena kalah di pilpres. Masih ada perasaan ingin membalas. Buat apa?

Koalisi harusnya hanya ada saat pilpres. Beberapa hari setelah pilpres, saya keliling Jawa dan buka puasa bersama (rakyat). Mereka sudah lupa dengan pilpres dan hanya elite politik yang ingat. Bagi rakyat, yang penting dagangan mereka laku dan punya utangan (kredit) untuk usaha.

Bagaimana sikap Pak Agung dan Golkar versi Munas Ancol terhadap Perppu Pilkada?

Di rapat konsultasi di Bali, saya lihat ARB berpidato menolak Perppu Pilkada Langsung. Saya bilang, ”Bos, kan you sudah setuju (dengan Susilo Bambang Yudhoyono).” Aburizal bilang hanya setuju untuk dibicarakan. Saya berkata balik, ”Kok begitu ya?”

(Penolakan) itu akibat dari hanya mendengar suara elite, padahal seharusnya mendengar suara rakyat. Bila mendengar rakyat itu artinya: ”Suara Rakyat, Suara Golkar.” Masyarakat menginginkan pilkada langsung.

Karena suara rakyat, suara Golkar, mau tidak mau cara bergerak dan berpraktik politik harus bottom up bukan top down. Maka dari itu, saya setuju pilkada langsung dan tak setuju (pileg) proporsional tertutup. Bila ada ekses (dari proporsional tertutup), itu bukan salah undang-undang, tapi kurang lengkapnya aturan yang ada.

Pak Aburizal menyetujui target Pak Akbar Tandjung, yakni perolehan 130 kursi DPR di Pemilu 2019. Target Pak Agung?

Belum ada target, tapi minimal 100 kursi di DPR karena itu angka psikologisnya.

Andai Golkar versi Munas Ancol dinyatakan sah, Anda berjanji tak ada pemecatan kader?

Saya tak setuju pemecatan dengan segala macam bentuk, dengan alasan apa pun. (Pemecatan) tak mendidik dan seolah tak ada alasan kreatif untuk mencari solusi.

Bagaimana Golkar lima tahun ke depan?

Kalau (Golkar) dipegang Ical dengan kepentingan kelompok dan bisnis, Golkar pasti drop. Apalagi, jika tidak terlihat upaya untuk sejalan dengan arus utama kehendak rakyat, yakni pemberantasan korupsi.

Kalau ”kabinet” Pak Agung, bagaimana?

Itu sudah saya hitung (komposisi pengurus Munas Ancol). Saya itu juga sudah 60-an tahun, jadi hanya akan satu kali (jadi ketum). Saya akan menyiapkan generasi baru.

Menurut Anda, bagaimana masyarakat menilai Golkar versi Munas Ancol?

Masyarakat justru banyak yang berpihak ke kami karena kami dianggap tidak ada agenda tersembunyi dan tak ada kepentingan. Soal perebutan (kekuasaan), wajarlah, kan, politisi. Tapi, (kami) tak terlalu Machiavelli! (Haryo Damardono)

Anggota DPRA Mengamuk Saat SidangBANDA ACEH, KOMPAS — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh atau DPRA, Ridwan A Bakar, mengamuk saat berlangsung sidang paripurna khusus DPRA, Selasa (9/12). Ia melemparkan botol minuman mineral ke arah pimpinan Dewan.

Insiden itu berawal ketika Ketua DPRA sementara, Tgk Muharuddin, hendak membacakan keputusan tentang kesepakatan fraksi-fraksi di legislatif terhadap penunjukan paket pimpinan DPRA periode 2014-2019.

Dalam sidang paripurna istimewa itu, seluruh fraksi menyetujui paket pimpinan DPRA periode 2014-2019, yang terdiri atas Ketua Tgk Muharuddin (Partai Aceh), Wakil Ketua I Sulaiman Abda (Partai Golkar), Wakil Ketua II Teuku Irwan Djohan (Partai Nasdem), Wakil Ketua III Dalimi (Partai Demokrat), dan Wakil Ketua IV Mawardi Ali (Partai Amanat Nasional).

Saat ketua DPRA terpilih, Tgk Muharuddin, hendak melanjutkan sidang, Ridwan berdiri dari tempat duduknya seraya menyatakan tidak menyetujui hasil pemilihan tersebut, dan meminta fraksi-fraksi Dewan agar menunda keputusan itu. Ridwan yang juga politisi Partai Aceh itu menyatakan penunjukan Muharuddin sebagai ketua definitif DPRA menyalahi aturan dan bertentangan dengan surat Wali Nanggroe serta Tuha Peuet Partai Aceh.

”Ini bentuk pembangkangan terhadap Tuha Peuet (lembaga partai), serta keputusan Wali Nanggroe. Ini tidak betul. Saya meminta pemilihan ini ditunda, dan beri kesempatan kepada partai kami (Partai Aceh) untuk bermusyawarah. Tunda untuk dua hari saja,” katanya dengan nada tinggi.

Ridwan lalu berjalan ke depan dan melempari pimpinan Dewan dengan botol minuman mineral. Lemparan nyaris mengenai Muharuddin dan Sulaiman.

Ketua terpilih Muharuddin meminta aparat keamanan segera mengamankan suasana yang mulai tidak kondusif. Sejumlah pria juga mencoba masuk ke arena persidangan, tetapi situasinya cepat dikendalikan oleh pihak kepolisian.

Muharuddin lalu meminta pendapat atau persetujuan anggota Dewan soal persidangan apakah tetap dilanjutkan atau ditunda seperti permintaan Ridwan. Para anggota Dewan menyatakan sidang dilanjutkan.

Ridwan kembali meminta sidang ditunda seraya maju ke depan dan berupaya melemparkan lembaran kertas di tangannya ke arah pimpinan Dewan. Dengan sigap, polisi melerai insiden itu.

Ridwan yang juga dikenal sebagai salah seorang mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu kemudian meninggalkan ruang sidang dengan pengawalan polisi. Sidang paripurna khusus pemilihan ketua Dewan definitif itu tetap dilanjutkan dan berjalan lancar.

Masalah internal

Dalam sesi sidang sebelumnya pun, Senin (8/12) malam, Ridwan sudah berulah. Ia membanting mejanya, setelah menginterupsi sidang yang dipimpin ketua sementara Tgk Muharuddin, terkait rencana pemilihan pimpinan definitif.

Ridwan meminta pemilihan pimpinan definitif ditunda dengan alasan masalah internal partai terkait calon ketua DPRA dari Partai Aceh yang memiliki 29 kursi dari 81 kursi. Menurut Ridwan, masalah internal itu belum selesai.

Ridwan menyebutkan mekanisme penetapan calon pimpinan definitif dari Partai Aceh. Setiap calon harus mendapat dukungan dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Aceh. Nama Ridwan sendiri didukung mayoritas DPW Partai Aceh.

Muharuddin menjelaskan, apa yang disampaikan itu merupakan masalah internal Partai Aceh. Mendengar pernyataan itu, Ridwan langsung membalikkan mejanya dan menghampiri meja pimpinan sidang. Dan saat bersamaan sejumlah orang yang diduga loyalis Ridwan ikut menyerbu ke meja pimpinan sidang.

”Batalkan sidang, batalkan sidang. Dia bukan GAM,” teriak seseorang.

Melihat situasi tersebut, Nur Zahri, anggota DPRA dari Partai Aceh, meminta pimpinan sidang menunda pemilihan pimpinan definitif DPRA hingga masalah di internal partai selesai.

Sejumlah personel polisi bersenjata tampak berjaga-jaga di luar ruang sidang. (Antara)

Bencana Geologi Tidak Pernah DiantisipasiSIDOARJO, KOMPAS — Fenomena lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, harus terus diwaspadai agar tidak meluas. Apalagi, hingga kini penanganan baru sebatas permukaan, yakni pembangunan dan perbaikan tanggul jebol, yang juga kurang maksimal.

”Untuk fenomena lain, seperti bencana geologi, belum bisa antisipasi. Penanganan masih bersifat teknis terhadap peristiwa yang terjadi di permukaan bumi,” ujar Dwinanto Hesti Prasetyo dari Humas BPLS, Senin (8/12).

Bencana geologi yang dimaksud antara lain, jika terjadi gempa bumi di Sidoarjo dan sekitarnya, BPLS tak punya persiapan dan langkah antisipasi. Padahal, ada tiga ancaman bahaya di kawasan lumpur Lapindo, yakni endapan lumpur apabila ketinggiannya di atas 1,5 meter dari permukaan laut. Hal itu kini sudah terjadi di titik 73B dan mulai merembet ke titik 21 Desa Siring.

Ancaman lain ketinggian air, baik air hujan maupun air yang menyertai semburan lumpur, mencapai 1,5 meter di atas permukaan endapan lumpur dan itu terjadi di titik 34 Desa Mindi.

Adapun ancaman terakhir adalah semburan gas bumi atau gas alam dengan konsentrasi lebih dari 20 ppm (part per million). Alasannya, gas dengan konsentrasi tinggi dapat memicu kebakaran di sekitarnya.

Oleh karena itu, permukiman warga korban lumpur yang tinggal di sekitar tanggul penahan semburan lumpur Lapindo sulit terbebas dari bencana.

Menghadapi ancaman itu, warga yang tinggal sekitar kolam lumpur lebih waspada. ”Ya takut, apalagi seperti sekarang musim hujan, banjir keluar masuk rumah secara mendadak,” ujar Kasiyem (85), warga Desa Gempolsari.

Sulastri (37), warga lainnya, mengatakan, saat ini mereka agak tenang karena pemerintah sudah menyiapkan tempat evakuasi jika permukiman tenggelam. Setidaknya warga bisa mengungsi di kantor balai desa dengan fasilitas memadai, yakni tersedianya air bersih, tempat tidur, dan dapur umum. (NIK)

Rektor Jadi TersangkaDua Terdakwa Kasus Dana Hibah KPU Lanny Jaya Bebas

CIREBON, KOMPAS — Kejaksaan Negeri Kota Cirebon menetapkan Rektor Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati, Cirebon, Jawa Barat, Profesor Maksum Muhtar sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk perluasan kampus IAIN Syekh Nurjati tahap kedua.

”Kami menetapkan kuasa pengguna anggaran yang juga Rektor IAIN Profesor Maksum dalam kasus pengadaan tanah kampus IAIN,” kata Kepala Kejari Kota Cirebon A Sudirman, Senin (8/12), di kantornya.

Sebelumnya, Kejari Cirebon menetapkan Ali Hadiyanto, Kepala Biro Administrasi Umum dan Kemahasiswaan IAIN Syekh Nurjati, sebagai tersangka dalam kasus ini. Ali merupakan pejabat yang menandatangani surat perintah membayar kepada pihak penjual tanah.

Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Cirebon Musirwan Sahrul mengatakan, prosedur pengadaan tanah IAIN seluas 4,6 hektar di Desa Astapada, Kecamatan Tengahtani, pada 2013 tidak sesuai prosedur.

”Tidak ada persiapan dan perencanaan, tetapi uang sudah langsung dicairkan dari pihak pembeli kepada pemilik tanah,” katanya. Uang yang dicairkan untuk pembelian tanah tersebut sebesar Rp 8,2 miliar.

Vonis bebas

Di Papua, kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jayapura memvonis bebas Doren Wakerwa dan John Way. Kedua pejabat eselon II di lingkup Pemerintah Provinsi Papua itu adalah terdakwa dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana hibah bagi Komisi Pemilihan Umum Lanny Jaya Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp 11,4 miliar.

Jaksa Penuntut Umum Yulius Teuf menuntut Doren dan John dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Jaksa menilai, memo pencairan dana sebesar Rp 11,4 miliar yang dikeluarkan John dan Doren sewaktu menjadi Penjabat Bupati Lanny Jaya menyalahi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007. Dana itu disalahgunakan oleh 9 komisioner dan pegawai KPU Lanny Jaya sehingga negara rugi Rp 3 miliar.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura Marthinus Bala saat dihubungi Kompas mengatakan, Doren dan John hanya melakukan kesalahan administrasi.

Di Pekanbaru, Kejaksaan Tinggi Riau kemarin menahan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kampar Asril Jasda. Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan baju koko senilai Rp 2,4 miliar ini ditahan di Rumah Tahanan Sialang Bungkuk.

Kemarin, Kejati Jawa Tengah menahan empat tersangka dalam dua kasus dugaan korupsi yang berbeda. Mereka adalah mantan anggota DPRD Karanganyar Bambang Hermawan dan Romdloni, tersangka kasus dugaan korupsi dana subsidi perumahan rakyat Griya Lawu Asri, serta FX Sarwono dan Dian Ariffianto Budi Susilo, tersangka kasus dugaan penyelewengan dana hibah dari United Nations Habitat untuk pembangunan rumah layak huni bagi warga miskin di Solo. (REK/FLO/DKA/SAH/UTI)

Selundupkan BBM via NatunaSistem Otomatis Pemancar Identitas Sering Dimatikan

BATAM, KOMPAS — Para penyelundup minyak dari Indonesia memilih berputar hingga ke Laut Natuna sebelum masuk ke negara lain. Mereka menghindari Selat Malaka yang lebih dekat, tetapi lebih banyak diawasi kapal patroli, agar terbebas dari penangkapan.

Kepala Bidang Penyidikan dan Penindakan Kantor Bea dan Cukai Batam Kunto Prasti di Batam, Kepulauan Riau, Senin (8/12), membenarkan fenomena itu. Penggunaan rute itu diindikasikan dengan penangkapan MT Sea Jade dan MT Kyosei Maru di utara Bintan dan utara Batam, pekan lalu.

MT Sea Jade mendapatkan 980.000 liter minyak dari kapal-kapal di sekitar Palembang, Sumatera Selatan. MT Kyosei Maru mendapatkan 1.300 ton minyak dari MT Asio di utara Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Kedua kapal itu mengarah ke Malaysia. Namun, mereka tidak menggunakan rute terdekat dengan menyeberangi Selat Malaka, tetapi memutar terlebih dahulu ke Laut Natuna.

Mereka menghindari Selat Malaka karena pengawasan lebih ketat. Kapal patroli Indonesia sering mondar-mandir di perairan itu karena wilayahnya relatif lebih kecil daripada Laut Natuna.

Hanya butuh 20 menit berlayar dari Batam menuju garis batas Indonesia-Malaysia-Singapura di Selat Malaka hingga Selat Phillips. Sebaliknya, kapal patroli berkecepatan 12 knot butuh paling sedikit 14 jam untuk sekali berlayar dari Batam ke Anambas, kabupaten di Laut Natuna yang paling dekat dengan Batam dan Bintan. Dengan jarak sejauh itu, intensitas patroli di Laut Natuna lebih longgar. Kondisi itu dimanfaatkan penyelundup untuk membawa komoditas ilegal.

Kapal-kapal penyelundup berlayar di sisi timur Bintan. Mereka mengarah ke utara, menuju Laut Natuna, kemudian belok ke barat saat mendekati Pulau Jemaja di Anambas. Lalu, terus ke barat menuju Malaysia. Bisa pula ke utara menuju perairan internasional di Laut Tiongkok Selatan.

Penyelundup juga kerap mematikan sistem otomatis pemancar identitas (AIS). Seorang penyidik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Batam menyatakan kerap melihat AIS kapal tiba-tiba muncul di layar sistem pengawas. ”Tahu-tahu (terlacak) ada di luar perbatasan Indonesia,” ujarnya.

Padahal, peraturan internasional mewajibkan AIS dinyalakan. Kapal yang mematikan AIS patut diduga tengah terlibat kejahatan.

Hingga kini, penyidik Ditjen Bea Cukai masih memeriksa awak MT Kyosei Maru. Nakhoda berinisial YT sudah ditetapkan sebagai tersangka. ”Kami masih mencari pemodalnya,” ujar Kunto.

Hanya operator

Kepada penyidik, para awak mengaku hanya operator kapal. Mereka tidak tahu transaksi pemindahan 1.300 ton minyak dari MT Asio ke tanker itu. Diduga seseorang berinisial MS, pengusaha di Kepri, terlibat. Namun, Kunto dan penyidik Ditjen Bea Cukai menyatakan belum bisa memastikan. Penyidik juga masih mencari MT Asio. ”Sampai sekarang keberadaan MT Asio belum diketahui,” ujar Kunto.

Keterangan senada disampaikan Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi Kantor Wilayah Khusus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kepri R Evy Sutantyo. Penyidik masih memburu kapal-kapal yang memasok minyak ke MT Sea Jade. Tanker yang ditangkap pekan lalu di utara Bintan itu membawa 980.000 liter minyak. ”Masih digali Kanwil Sumbagsel,” ujarnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, pemodal untuk transaksi di MT Sea Jade adalah pengusaha Batam berinisial Lmn alias H. Ia dikenal sebagai pengusaha minyak di Batam. Perusahaannya mengoperasikan sejumlah tanker dengan pangkalan di Batam. Lmn juga diketahui sebagai rekanan Pertamina melalui beberapa perusahaannya. Namun, belum diketahui ada tidaknya keterkaitan perusahaannya dengan penyelundupan MT Sea Jade.

Untuk MT Kyosei Maru, pemodal juga disebut tinggal di Batam. Pengusaha berinisial RI itu diketahui antara lain memiliki usaha di Tanjung Uncang, Batam. Dalam beberapa kasus penyelewengan BBM bersubsidi di Kepri, namanya kerap disebut. Namun, tidak pernah ada bukti yang bisa mengaitkan RI dengan penyelewengan itu. (RAZ)

Polda NTT Jangan Korbankan Rudy SoikKUPANG, KOMPAS — Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur jangan mengorbankan Brigadir Rudy Soik yang telah mengungkap kasus perdagangan manusia di NTT, yang diduga melibatkan petinggi polda. Jika Rudy terlibat kasus penganiayaan, ia harus ditangani sesuai fakta hukum, tidak direkayasa sedemikian rupa untuk memberatkan proses hukum.

Hal itu dikatakan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, di Kupang, Senin (8/12). Dia bertemu Kapolda NTT dan mengikuti gelar 14 kasus dengan Polda NTT, termasuk kasus laporan Rudy ke Komnas HAM tentang keterlibatan beberapa petinggi polda dalam perdagangan manusia.

”Kasus ini tak boleh didiamkan dengan alasan apa pun. Soal penganiayaan yang dilakukan Rudy Soik saat menjalankan tugas melakukan pengejaran terhadap pelaku pemalsuan dokumen TKW harus ditangani sesuai fakta hukum. Kasus itu tak boleh direkayasa sedemikian rupa dengan maksud menghilangkan laporan Rudy mengenai keterlibatan petinggi polda dalam kasus perdagangan manusia di NTT,” kata Pigai.

Ia mengatakan, Komnas HAM mendesak polda menindaklanjuti kasus perdagangan manusia yang melibatkan petinggi polda sesuai laporan Rudy. Kasus itu masuk tindak pidana perdagangan manusia secara luas biasa karena itu penanganannya pun dengan cara-cara luar biasa.

Polda NTT harus konsisten dalam penegakan hukum tindak pidana perdagangan manusia dan tidak boleh dianggap enteng. Ada kesan polda begitu fokus pada kasus hukum yang menimpa Rudy Soik, yakni penganiayaan Rudy terhadap Ismail Pati Sanga (32) saat mengejar pelaku pemalsuan dokumen calo TKW dari PT Malindo Mitra Perkasa.

Kepala Polda NTT Brigjen (Pol) Endang Sunjaya mengatakan, polda tidak punya niat diskriminatif terhadap anggota, termasuk Rudy. Semua anggota diperlakukan sama. Namun, jika ada yang melanggar hukum, tetap diproses sesuai prosedur.

”Jangan sampai kami dituduh melindungi anggota yang lain dan menghukum yang lain. Polda telah membentuk tim untuk melakukan penelitian khusus terhadap laporan Rudy Soik,” ujar Sunjaya. (KOR)

Aktivitas Ilegal Makin TerungkapAparat Tangkap 24 Kapal Ikan Besar

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus memburu kapal ilegal yang menangkap ikan di perairan Indonesia. Hingga Senin (8/12) sudah ditangkap 22 kapal dari Tiongkok dan 2 kapal berbendera Papua Niugini yang berawak Thailand.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam keterangan pers kemarin petang mengemukakan, 22 kapal asal Tiongkok masing-masing berbobot 300 gros ton ditangkap di Laut Arafura pada Minggu pukul 15.00. Semua kapal itu ditangkap setelah terdeteksi oleh automatic identification system yang dibuat Organisasi Maritim Internasional (IMO) yang terhubung dengan sistem INDESO. Ada dugaan kapal tersebut berbendera ganda dengan kewarganegaraan Tiongkok.

”Di dunia tidak ada kapal yang memiliki dua kewarganegaraan. Kalau bicara ketertelusuran ikan, hasil tangkapan kapal itu berasal dari Tiongkok. Aneh jika kapal asal Tiongkok, tetapi menangkap di perairan Indonesia,” katanya.

Terkait dengan itu, pihaknya segera melayangkan nota protes ke Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia melalui Menteri Luar Negeri. Upaya itu ditempuh karena Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menandatangani nota kerja sama dengan Kedutaan Besar Tiongkok untuk membasmi penangkapan ikan ilegal.

Dari Surabaya, Jawa Timur, dilaporkan, Kapal Republik Indonesia (KRI) Abdul Halim Perdana Kusuma-355 di bawah kendali Satgas Gugus Keamanan Laut Komando Armada RI Kawasan Timur yang sedang berpatroli di perairan timur Indonesia berhasil mengamankan dua kapal ikan berbendera Papua Niugini di sekitar perairan Maluku, Senin.

Kedua kapal ikan tersebut, Senin petang, dikawal menuju Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IX Ambon.

Kepala Dinas Penerangan Komando Armada RI Kawasan Timur Letkol Laut (KH) Abdul Kadir mengatakan, kapal yang dipergoki menangkap ikan secara ilegal di perairan yurisdiksi Indonesia itu adalah KM Century 4 dengan jumlah anak buah kapal 45 orang, semuanya warga negara asing. Kapal ikan yang memiliki bobot 250 gros ton dan bertolak dari Pelabuhan Bangkok tersebut dinakhodai Thanaphom Pamnisti. Setelah diperiksa, kapal yang

berisi muatan 43 ton ikan campuran itu tidak memiliki surat izin penangkapan ikan di perairan Indonesia.

Adapun kapal kedua adalah KM Century 7 berbobot 200 gros ton dengan jumlah anak buah kapal 17 orang, semuanya warga negara asing. Kapal yang dinakhodai Thong Ma Lapho ini bertolak dari Pelabuhan Bangkok. Setelah dilakukan pemeriksaan, nakhoda kapal yang berisi muatan 20 ton ikan tersebut tak bisa menunjukkan dokumen lengkap untuk menangkap ikan di perairan Indonesia.

”Kedua kapal ikan asing tersebut tidak disertai dokumen lengkap saat menangkap ikan di perairan yurisdiksi Indonesia. Karena itu, kedua kapal tersebut saat ini sedang kami kawal ke pangkalan TNI AL terdekat, yaitu ke Lantamal IX Ambon,” kata Abdul Kadir.

Aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan juga memeriksa KM Manokwari I, II, dan III. Tiga kapal tersebut diduga kuat menyalahi aturan surat izin penangkapan ikan dan surat izin kapal pengangkut ikan. Selain itu, masih banyak pelaku usaha perikanan tangkap yang memanipulasi data tangkapan. Jika itu terbukti, kata Susi, pihaknya siap mencabut semua izin, baik surat izin penangkapan ikan maupun surat izin kapal pengangkut ikan.

”Mereka ini tidak kooperatif dan menyepelekan saya sebagai petugas negara. Menyepelekan dan tidak menghargai aparatur negara sama saja dengan tidak menghargai kedaulatan kita. Ini tidak bisa kita biarkan,” ujar Susi.

Menyepelekan

Di hadapan ratusan peserta yang hadir dalam rapat pimpinan Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Susi mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah melakukan upaya persuasif, mendata, dan bicara baik-baik dengan para pengusaha terkait rencana penataan pemerintah di bidang perikanan.

Namun, ternyata ada pengusaha yang seolah menyepelekan dirinya hanya gara-gara Susi lulusan SMP.

”Pengusaha itu datang dan bicara dengan saya. Saya tanya kapalnya berapa, yang ada izinnya berapa, yang beroperasi berapa. Kami mau menata benar. Saya tanya kapal Bapak yang 200-300 gros ton itu tangkapannya berapa dalam satu tahun?” kata Susi.

Pengusaha itu menjawab tangkapannya 50 ton dalam delapan bulan. ”Kalau begitu, sehari cuma 200 kilogram saja, ya, Pak? Rupanya dia menganggap saya masih bisa dibodohi,” kata Susi.

Susi lalu bertanya kepada pengusaha lain untuk menanyakan tangkapan ikan kapal berbobot 200-300 gros ton. Diperoleh jawaban paling tidak 600 ton setahun.

Untuk menangani masalah penangkapan ikan ilegal, pemerintah membentuk Satgas Pemberantasan Illegal Unreported Unregulated (IUU) Fishing. Ketua Satgas Pemberantasan IUU Fishing Mas Achmad Santosa mengemukakan, anggota satgas berjumlah 12 orang.

”Kami akan memastikan tidak ada konflik kepentingan antaranggota. Kerja sama diperlukan karena tugas kami berat. Kalau ada konflik kepentingan, kami usulkan orangnya diganti,” katanya.

Terkait dengan langkah Indonesia, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato’ Seri Zahrain Mohamed Hashim mengatakan, hal itu tak perlu dilihat sebagai suatu ancaman, apalagi terhadap kepentingan negerinya.

Akan tetapi, Zahrain meminta pemerintah dan rakyat Indonesia bisa bersikap dan melakukan hal serupa ketika pemerintahnya akan menerapkan aturan secara tegas di wilayah kedaulatan Malaysia. (LKT/RAZ/CAS/DWA/BIL/ANA/ETA)

Apau Kayan Nantikan Perhatian PusatMALINAU, KOMPAS — Warga di wilayah Apau Kayan, yang terletak di pedalaman Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, mendesak pemerintah pusat segera membangun infrastruktur, khususnya jalan dan jembatan. Daerah yang berbatasan dengan Malaysia itu masih terisolasi.

”Kami minta perhatian pemerintah pusat untuk membangun jalan dan jembatan di Apau Kayan karena sulit jika mengandalkan APBD kabupaten yang terbatas,” ujar Kepala Adat Besar Apau Kayan Ibau Ala di Malinau, Senin (8/12).

Wilayah Apau Kayan saat ini terdiri atas empat kecamatan. Daerah yang terletak di ujung barat daya Kabupaten Malinau itu berbatasan dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia.

Satu-satunya akses ke Apau Kayan dari Malinau Kota, ibu kota Kabupaten Malinau, adalah transportasi udara karena belum terhubung dengan jalan. Pada 2012 baru dibuka jalan nasional yang menghubungkan Apau Kayan dengan Long Bagun di Kabupaten Mahakam Ulu, Kaltim.

Ibau, yang juga anggota DPRD Malinau, mengatakan, dampak minimnya infrastruktur itu menyebabkan harga barang tinggi. Harga satu zak semen, misalnya, Rp500.000-Rp600.000.

Jembatan juga menjadi persoalan di Apau Kayan. Anggota DPRD Malinau dari Apau Kayan, Kila Liman, mengungkapkan minimnya jembatan sebagai ironi. Kila menunggu realisasi janji Presiden Joko Widodo yang pernah mengatakan akan membangun Indonesia dari pinggiran.

Anggota DPRD Malinau lainnya, Pdt Robinson Tadem, menuntut pemerintah pusat serius memperhatikan perbatasan seperti Apau Kayan. (ENG)

Renegosiasi Kontrak TerhambatIzin Perusahaan yang Melanggar Bisa Dicabut

JAKARTA, KOMPAS — Renegosiasi atas 107 perusahaan pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang dijadwalkan rampung tahun ini bakal gagal. Hingga Desember 2014, baru satu perusahaan yang menandatangani renegosiasi kontrak.

Perusahaan yang telah merenegosiasi kontrak adalah PT Vale Indonesia. Pemerintah harus berupaya keras agar target renegosiasi ini bisa tercapai. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengatakan, program pemerintah untuk merampungkan renegosiasi kontrak tahun ini tidak akan bisa terwujud. Namun, dalam waktu dekat, ada beberapa perusahaan pemegang kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang bersedia menandatangani renegosiasi.

”Tidak mudah merampungkan renegosiasi, terutama untuk perusahaan besar semacam Freeport. Perlu usaha keras agar mereka bersedia menandatangani renegosiasi,” katanya, Senin (8/12), di Jakarta.

Renegosiasi kontrak mencakup enam hal, yaitu wilayah kerja, kelanjutan operasi pertambangan, penerimaan negara, kewajiban pengolahan dan pemurnian dalam negeri (smelter), divestasi, serta penggunaan tenaga kerja lokal, barang, dan jasa di dalam negeri.

”Persoalan divestasi saham dan pembangunan smelter itu yang tidak mudah. Negosiasi tentang hal itu belum menemui titik temu,” ujar Sukhyar.

Kendati proses renegosiasi kontrak tidak mudah, lanjut Sukhyar, dijadwalkan ada tiga perusahaan yang bersedia menandatangani renegosiasi sebelum akhir tahun ini. Ketiga perusahaan itu adalah PT Adaro Indonesia, PT Berau Coal, dan PT Weda Bay Nickel.

Renegosiasi kontrak terhadap perusahaan pemegang KK dan PKP2B merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Semangat dari UU ini salah satunya untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang lewat kewajiban pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral serta pemakaian barang dan jasa di dalam negeri.

Harus tegas

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha dan Mineral Indonesia (Apemindo) Ladjiman Damanik mengatakan, pemerintah harus tegas menerapkan amanat UU No 4/2009, baik terhadap perusahaan besar milik asing maupun perusahaan lokal. Menurut dia, pemerintah tidak boleh memberikan keistimewaan bagi perusahaan pemegang KK dan PKP2B.

”Semua pemegang KK dan PKP2B harus diperlakukan sama untuk melaksanakan amanat UU No 4/2009. Ada kesan pemerintah kurang tegas terhadap pemegang KK, terutama menyangkut aturan pembayaran royalti yang baru dari 1 persen menjadi 3,75 persen untuk emas,” kata Ladjiman.

Menurut Ladjiman, selain divestasi dan pembangunan smelter, hal lain yang dianggap memberatkan perusahaan pemegang KK dan PKP2B adalah pengurangan luas wilayah pertambangan. Pasalnya, hal itu berkaitan dengan wilayah cadangan produksi perusahaan pemegang KK dan PKP2B.

”Jika luas wilayah pertambangan mereka berkurang, secara otomatis cadangan produksi turut berkurang. Hal itu akan berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, persoalan pengurangan wilayah pertambangan juga alot,” ujar Ladjiman.

Ladjiman melanjutkan, pentingnya perubahan KK dan PKP2B menjadi izin usaha pertambangan (IUP) seperti tercantum dalam UU No 4/2009, adalah agar negara berdaulat atas perusahaan. Dengan model IUP, perusahaan yang melanggar aturan bisa dicabut izin operasionalnya sewaktu-waktu. Tindakan seperti itu tidak bisa dilakukan pemerintah terhadap pemegang KK dan PKP2B.

”Dengan model IUP, pemerintah memiliki kontrol penuh terhadap pemegang izin. Namun, hal serupa tidak akan terjadi terhadap pemegang KK dan PKP2B,” katanya.

Harga keekonomian

Direktur Pelaksana One Asia Resources (OAR) Boyke Abidin mengatakan, pihaknya menunggu panggilan dari Kementerian ESDM untuk menandatangani renegosiasi KK. OAR adalah perusahaan pertambangan asal Sydney, Australia, yang memiliki KK sejak 1989. Kegiatan usaha pertambangan mereka di Luwu, Sulawesi Selatan; dan Gunung Pani, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo.

”Kami sudah menyepakati nota kesepahaman untuk menandatangani renegosiasi KK,” ujar Boyke.

Menurut Boyke, OAR sudah melakukan kegiatan eksplorasi. Namun, sejauh ini belum ada kegiatan eksploitasi karena harga emas dunia saat ini merosot di bawah 1.300 dollar AS per troy ons. Satu troy ons setara dengan 31,1 gram emas.

”Secara teknis kami siap berproduksi. Namun, secara keekonomian belum pas karena harga emas yang rendah,” ujarnya. Harga emas dinilai layak jika setidaknya 1.300 dollar AS per troy ons.

Boyke menjelaskan, kandungan emas dari usaha pertambangan emas mereka di Awak Emas sekitar 1,1 gram emas per ton. Perusahaan sudah dalam tahap studi kelayakan. Namun, untuk sementara proses eksploitasi ditangguhkan sambil membuat studi kelayakan berikutnya.

”Jadi, selama lebih dari 20 tahun ini kami tidak berproduksi. Namun, sejauh ini kami tetap membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), melakukan aksi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan kegiatan lainnya. Jadi, sejauh ini kami hanya meminta pengertian pemegang saham untuk terus memasok dana,” ujar Boyke.

Untuk kegiatan di Gunung Pani, OAR bekerja sama dengan KUD setempat yang sudah melakukan kegiatan pertambangan emas di sana. (APO/PPG/IDR)

Pertumbuhan Hulu dan Hilir DidorongJAKARTA, KOMPAS — Jajaran direksi baru PT Pertamina (Persero) akan memprioritaskan percepatan pertumbuhan sektor hulu sampai hilir minyak bumi. Pertamina akan agresif mengakuisisi blok-blok minyak di dalam dan luar negeri. Pembangunan kilang dan tangki penyimpanan bahan bakar minyak segera dipercepat.

Demikian yang terungkap dalam jumpa pers pengumuman penunjukan tiga direktur baru Pertamina, Senin (8/12), di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta. Hadir pada acara itu Menteri BUMN Rini M Soemarno, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, dan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto.

”Strategi kami ke depan adalah bagaimana mengembangkan bisnis hulu yang lebih baik, terutama pada Blok Mahakam dan Cepu. Selanjutnya adalah peningkatan cadangan bahan bakar minyak (BBM) nasional dari 18 hari menjadi 30 hari serta modernisasi kilang-kilang Pertamina yang ada,” kata Dwi.

Kapasitas produksi kilang Pertamina, lanjut Dwi, juga akan dinaikkan dari 800.000 barrel per hari (bph) menjadi 1,6 juta bph. Rencana penambahan kapasitas kilang itu diharapkan dapat terwujud dalam 3-4 tahun mendatang. Pada Rabu (10/12), Pertamina menandatangani nota kesepahaman dengan pihak swasta terkait program pengembangan kilang yang nilai investasinya 20-25 miliar dollar AS.

Di sektor hilir, Pertamina juga berencana menambah kapasitas kilang penyimpanan BBM dari 2,4 juta kiloliter (kl) menjadi 3,6 juta kl.

Penambahan itu dibutuhkan untuk mengantisipasi peningkatan konsumsi BBM pada 2025. Bahkan, ada kemungkinan penambahan kapasitas lebih dari 3,6 juta kl.

Rini mengatakan, penambahan tiga direktur baru Pertamina diperlukan lantaran empat direktur sebelumnya, termasuk direktur utama, dirasa kurang untuk menjalankan program-program Pertamina. Program Pertamina yang dirasa krusial dalam waktu dekat, lanjut Rini, adalah pengelolaan Blok Mahakam dan Blok Cepu.

Sementara itu, Sudirman berharap jajaran direksi Pertamina mampu bekerja sama dengan Tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk memberantas mafia migas. Ia juga mengimbau jajaran direksi agar tidak mudah diintervensi pihak luar dalam menjalankan tugasnya.

Tiga direktur baru yang ditunjuk adalah Rahmad Hardadi, Syamsu Alam, dan Dwi Wahyu Dayoto. Sebelumnya, selain Direktur Utama Dwi Soetjipto, direktur lainnya adalah Arief Budiman, Yenny Andayani, dan Ahmad Bambang dengan masa tugas hingga 2019. (APO)

Pansel: Dirjen Pajak IndependenJAKARTA, KOMPAS — Ketua Panitia Seleksi Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Keuangan Mardiasmo menyatakan, pihaknya berkepentingan agar direktur jenderal pajak terpilih adalah figur yang steril dari kepentingan partai politik. Karena itu, dirinya berjanji akan mencoret calon yang punya afiliasi dengan partai politik.

”Kami ingin agar dirjen pajak yang terpilih adalah orang yang tidak saja mumpuni di bidangnya, tetapi juga punya integritas tinggi,” kata Mardiasmo, di Jakarta, Senin (8/12).

Jika ada calon yang diketahui memiliki kedekatan atau berafiliasi dengan parpol, termasuk yang selama setahun terakhir atau lebih menggalang dukungan dari para elite parpol, Mardiasmo meyakinkan bahwa panitia seleksi (pansel) tak akan ragu-ragu mencoretnya.

Hal itu ditegaskan Mardiasmo untuk menepis kekhawatiran bahwa seleksi terbuka dirjen pajak rawan disusupi kepentingan parpol.

Seperti diberitakan, sejumlah kalangan menyatakan bahwa parpol selalu melihat dirjen pajak sebagai posisi yang strategis sehingga berkepentingan terhadap sosok terpilih. Dirjen pajak yang berafiliasi ke parpol dikhawatirkan melonggarkan perusahaan-perusahaan penyokong partai atau perusahaan milik elite parpol dari kewajiban pajaknya.

”Tentu parpol yang pendanaannya disokong perusahaan-perusahaan sangat berkepentingan. Demikian pula parpol yang elite-elitenya punya perusahaan atau duduk sebagai komisaris atau direktur perusahaan,” kata Guru Besar Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Gunadi.

Sehubungan dengan hal itu, Mardiasmo menjamin bahwa seluruh proses seleksi berjalan transparan dan akuntabel. Hal ini ditegaskannya karena menyangkut integritasnya sebagai Ketua Pansel.

Dari 28 pendaftar, pansel telah menyaring 11 nama. Mereka adalah calon yang lolos seleksi penulisan makalah. Selanjutnya pansel akan menyaring menjadi 5-6 nama.

Proses penyaringan menjadi 5-6 nama akan didasarkan atas wawancara oleh pansel dan dua orang profesional, yakni mantan Menteri Keuangan Chatib Basri dan mantan Menteri Keuangan Bambang Sudibyo.

Wawancara akan dilaksanakan secara panel. Artinya, setiap kandidat akan menghadapi tujuh panelis.

Selain wawancara, menurut Mardiasmo, penyaringan akan didasarkan pada hasil penilaian atas empat kriteria. Pertama, catatan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan. Kedua, catatan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Ketiga, aspek kepribadian (soft skill) yang telah diolah lembaga konsultan. Keempat, hasil pemeriksaan kesehatan.

Mardiasmo menambahkan, pansel akan mempertimbangan masukan dari masyarakat. Apalagi, jika masukan tersebut disertai bukti dan terkonfirmasi kebenarannya.

Sayangnya, sampai hari ini, belum ada satu masukan pun dari publik terkait pada kandidat. Uji publik berlangsung pada 3-18 Desember 2014.

Dari seluruh proses itu, pansel akan menyaring menjadi 5-6 calon untuk disampaikan kepada Menkeu Bambang PS Brodjonegoro pada 22-23 Desember 2014. Nama-nama itu akan disampaikan tanpa pemeringkatan.

Menkeu selanjutnya akan mewawancarai satu per satu. ”Kemungkinan Menteri Keuangan akan menyaring menjadi tiga nama dengan peringkat. Inilah yang kemudian disampaikan kepada presiden untuk dipilih satu sebagai calon terpilih. Semoga kita sudah akan mendapatkan dirjen pajak baru pada akhir 2014,” kata Mardiasmo.

Dirjen Pajak Ahmad Fuad Rahmany memasuki masa pensiun per 1 Desember 2014. (LAS)

Laman Pemasaran Semakin Diminati UMKMJAKARTA, KOMPAS — Laman pemasaran (online marketplace) menjadi pasar alternatif yang semakin diminati pengusaha mikro, kecil, dan menengah lokal. Dengan modal kecil dan kemudahan akses, para pengusaha mampu meraih untung lebih besar dan menggaet pelanggan lebih banyak.

Chief Executive Officer Bukalapak.com Achmad Zaky seusai temu media ”Menguak Bisnis Bukalapak.com dan Perannya Bagi Pelapak Indonesia”, Senin (8/12), mengatakan, saat ini jumlah pengusaha yang bergabung dengan laman pemasarannya mencapai 140.000 orang. ”Pertumbuhannya pesat,” ujarnya.

Saat terbentuk pada 2011, jumlah pengusaha yang bergabung dengan laman pemasarannya 10.000 orang. Setahun kemudian naik menjadi 20.000 orang dan pada 2013 tercatat 40.000 pengusaha. Achmad memperkirakan, pada 2015, jumlah pengusaha yang akan bergabung dengan laman pemasarannya meningkat hingga 1 juta orang.

Kondisi itu, kata Achmad, juga diikuti pengunjung laman yang besar. Setiap hari Bukalapak.com dikunjungi 215.000 orang. Mereka bisa memilih beragam produk yang dijual UMKM daring, berkonsultasi langsung dengan pengusahanya, dan waktu transaksi hingga pengiriman barang bisa cepat.

Salah satu pengusaha yang merasakan manfaat berjualan di laman pemasaran adalah Gianto, pemilik Wolka Bike, Jakarta Barat. Gianto mulai berjualan di laman pemasaran pada 2012. Sejak itu, dia bisa meraup untung Rp 20 juta-Rp 25 juta per bulan.

”Ini bisa menambah pemasukan toko saya di Glodok, Jakarta Barat. Target saya tahun mendatang, keuntungan bisa naik menjadi Rp 40 juta-Rp 60 juta per bulan,” ujarnya.

Pengalaman serupa diceritakan Sinta Savitri, Shabura, dan Atitan Sidarta, trio pengusaha produk fashion Atish yang berjualan di laman pemasaran lokalbrand.co.id. ”UMKM di Indonesia masih terganjal masalah minimnya modal usaha dan cara memperluas jaringan pelanggan. Namun, melalui laman pemasaran, UMKM dengan mudah dan efisien memasarkan produk-produk kreatifnya,” kata Sinta.

Sinta bersama kedua temannya berpendapat, melalui laman pemasaran, Atish bisa diterima oleh pelanggan domestik, baik yang tinggal di Indonesia maupun di luar negeri.

Achmad menilai, laman pemasaran tidak bisa dilepaskan dari masalah penjualan barang bajakan, keamanan dan kenyamanan transaksi, dan kualitas produk dagangan.

Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan, pihaknya sedang mengkaji peraturan pemerintah mengenai mekanisme teknis bisnis daring. Sejauh ini ketentuannya diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Substansi peraturan pemerintah tentang bisnis daring adalah perlindungan konsumen. Pengusaha daring, baik yang berjualan secara individual maupun di laman pemasaran, wajib memberikan identitas usaha guna menunjukkan legalitas. (MED)

Rezim Gula MenjebakWakil Presiden Ingin 10 Pabrik Baru Dibangun

JAKARTA, KOMPAS — Kondisi industri gula nasional berbasis tebu semakin mengkhawatirkan. Impor gula mentah, baik untuk bahan baku gula rafinasi maupun gula kristal putih, terus meningkat hingga 50 persen lebih dari total kebutuhan gula nasional. Diduga ada skenario jebakan impor gula.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung sekaligus ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin, di Jakarta, Senin (8/12), mengungkapkan dugaannya mengenai kesengajaan menciptakan jebakan impor gula.

Fenomena yang terjadi pada industri gula nasional berbasis tebu mirip dengan komoditas daging sapi, bahkan komoditas pertanian secara umum.

Dalam bahasa ekonomi, elastisitas transmisi harga gula dari tingkat ritel ke petani tebu sangat kecil. Harga eceran gula tinggi, sedangkan harga tebus gula di tingkat petani rendah.

Jika harga eceran gula makin tinggi, disparitas harga gula dalam negeri dengan harga gula dunia semakin besar. Akibatnya, pengimpor berlomba-lomba mengimpor gula. Permintaan izin impor banyak karena pengimpor melihat rente atau keuntungan dari impor.

Daya saing

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Jember Rudi Wibowo mengatakan, masalah daya saing menjadi isu utama produksi gula nasional. Tantangannya adalah membuat harga gula dalam negeri bisa bersaing dengan gula di pasar dunia, tetapi tetap memberikan kesejahteraan bagi produsen.

Secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia termasuk negara yang mengawali adanya industri gula di dunia.

”Namun, sekarang kita adalah salah satu importir gula terbesar. Bagaimana tidak kalau kita masih bangga dengan pabrik yang usianya 100 tahun,” kata Kalla dalam sambutannya pada Rapimnas Kadin.

Jumlah pabrik berusia tua jauh lebih rendah daripada pabrik di Thailand yang 12 persen. ”Kita harus menaikkan rendemen menjadi 10 persen dalam tiga tahun dengan membikin minimum 10 pabrik gula,” katanya.

Kalla mempersilakan siapa pun membangun pabrik gula. ”Kalau tidak, pemerintah akan membangun dengan kekuatan yang ada. Hal ini karena pabrik gula berkaitan erat dengan jutaan masyarakat di bawah,” katanya. (MAS/CAS/SON)

Kualitas Eksekusi Jadi Kunci di 2015Ekonomi Tumbuh 5,2 Persen

JAKARTA, KOMPAS — Kualitas eksekusi pemerintah dalam menjalankan program produktif sepanjang tahun 2015 akan menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi. Tahun depan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen. Adapun proyeksi Bank Dunia adalah 5,2 persen.

Bank Dunia memaparkan “Laporan Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia” di Jakarta, Senin (8/12). Ekonom Bank Dunia Ndiame Diop, mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, dan Direktur Pelaksana Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan hadir sebagai pembicara.

Ndiame berpendapat, di tengah tren perlambatan pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Indonesia masih bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi di atas proyeksi. Kuncinya ada pada eksekusi pemerintah atas program-program produktifnya.

Dalam laporannya, Bank Dunia menyatakan, pertumbuhan ekonomi pada 2014 cenderung melambat dengan pertumbuhan investasi maupun ekspor yang melambat.

Pada triwulan III-2014, produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5 persen setahun. Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan II-2014 yang sebesar 5,1 persen. Secara akumulatif, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2014 sekitar 5,1 persen, dikoreksi dari proyeksi awal sebesar 5,2 persen.

Mengacu pada tren tersebut, yang dikombinasikan dengan faktor melambatnya pertumbuhan ekonomi secara global, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 sebesar 5,2 persen. Angka ini merupakan hasil koreksi perkiraan pada Juli 2014 yang sebesar 5,6 persen.

Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen. Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, beberapa waktu lalu, menyatakan, dengan tambahan ruang fiskal akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dirinya optimistis target bisa tercapai.

Presiden Joko Widodo, menurut Ndiame, telah melewati ujian berat pertama, yakni persoalan subsidi BBM. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi memberikan tambahan ruang fiskal tahun 2015 di atas Rp 100 triliun.

”Kini kuncinya pada upaya mengeksekusi perubahan-perubahan,” kata Ndiame.

Hal itu, menurut Ndiame, menuntut tiga langkah, yakni peningkatan penerimaan pajak, peningkatan kualitas belanja pemerintah, dan fasilitas bagi pelaku bisnis.

Kualitas belanja

Dalam hal kualitas belanja anggaran, Ndiame menyoroti pola penyerapan anggaran belanja pemerintah yang selama ini menumpuk pada November-Desember. Jika hal serupa kembali terjadi pada 2015, dampak pertumbuhan ekonomi baru terasa pada 2016.

”Rencana pembangunan infrastruktur yang ambisius sangat krusial untuk pertumbuhan jangka panjang, tetapi tantangannya dalam jangka pendek adalah pada implementasinya,” ujarnya.

Mari menyatakan, tekanan faktor eksternal merupakan anugerah sehingga pemerintah tidak bisa terlalu memengaruhi. Hal yang bisa dilakukan adalah menjaga kepercayaan melalui konsistensi kebijakan.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, tambah Mari, tidak hanya menekan ekspor Indonesia. Hal itu juga memberi peluang bagi Indonesia untuk menjadi basis industri manufaktur. Kuncinya pada daya saing .

”Dampak pembangunan infrastruktur adalah jangka menengah-panjang. Namun, dalam jangka pendek ada yang bisa dilakukan, yakni dengan mengoptimalkan infrastruktur yang ada. Misalnya, dengan memperbaiki tata kelolanya,” katanya.

Mari juga menyinggung sektor pariwisata yang langsung mendatangkan devisa tanpa harus mengeluarkan investasi besar.

Fauzi Ichsan berpendapat, tahun 2015 akan diwarnai isu mikro. Alasannya kebijakan makro lebih cepat menyesuaikan dengan kondisi. ”Joko Widodo dianggap mampu karena punya pengalaman di Jakarta. Meskipun sekarang skalanya nasional, investor telah memiliki ukuran dan memberikan sentimen positif,” ujarnya. (LAS)

Tumbuh MenjanjikanNILAI transaksi kartu kredit di Indonesia sepanjang tahun ini masih tetap tumbuh meski ekonomi melambat. Ini sinyal bahwa kartu kredit mulai menjadi pilihan nasabah untuk menggantikan transaksi tunai.

Nilai transaksi kartu kredit di Indonesia pada Januari-Oktober 2014 mencapai Rp 204 triliun atau rata-rata Rp 20,4 triliun per bulan. Adapun nilai transaksi tahun 2013 sebesar Rp 219 triliun atau rata-rata Rp 18,25 triliun per bulan. Mengacu rata-rata nilai transaksi itu, hingga akhir tahun nilai transaksi dengan kartu kredit bisa menembus Rp 240 triliun.

Asosiasi Kartu Kredit Indonesia memproyeksikan, tahun depan pertumbuhan nilai transaksi kartu kredit masih konsisten di rentang 10-15 persen. Proyeksi ini tidak berubah meski pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini melambat dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) naik dari 7,5 persen menjadi 7,75 persen.

Transaksi dengan kartu kredit kini mulai menggantikan transaksi tunai sehingga tidak terpengaruh oleh pelambatan pertumbuhan perekonomian. Apalagi, Bank Indonesia tidak serta-merta menyesuaikan bunga kartu kredit setelah menaikkan suku bunga acuan.

Bunga kartu kredit dipatok maksimal 2,95 persen per bulan, masih menggunakan ketentuan yang berlaku sejak awal 2013, yakni Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/34/DASP mengenai Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit. Bunga kartu kredit tersebut juga hanya berlaku bagi tagihan nasabah yang tidak dibayar lunas.

Pada 2013, nominal utang (outstanding) kartu kredit mencapai Rp 51 triliun. Utang ini muncul karena ada nasabah yang mencicil tagihannya, tidak membayar seluruhnya. Tahun 2012, nilai transaksi mencapai Rp 197 triliun dengan posisi utang Rp 42 triliun. Pada 2014, posisi utang dari transaksi pada Januari-Agustus sudah mencapai Rp 53 triliun.

Dari posisi utang inilah penerbit kartu kredit bisa mengenakan bunga terhadap nasabah. Adapun untuk tagihan yang langsung dibayar lunas oleh nasabah, tak ada bunga yang perlu dibayar nasabah. Untuk nasabah yang selalu melunasi tagihannya, penerbit kartu kredit hanya bisa mendapatkan pembayaran dari iuran tahunan.

Di luar kebiasaan nasabah menggunakan kartu kredit untuk menggantikan transaksi tunai, pertumbuhan nilai transaksi bisa diharapkan untuk menopang konsumsi. Sebagian transaksi nasabah merupakan transaksi belanja konsumtif.

Walaupun melambat, pertumbuhan ekonomi masih tetap ditopang oleh konsumsi. Dari sisi pengeluaran pada produk domestik bruto (PDB), komponen konsumsi rumah tangga masih tumbuh 5,44 persen pada triwulan III-2014. Adapun PDB atau perekonomian nasional hanya tumbuh 5,01 persen. Pertumbuhan ekonomi berdasarkan harga konstan tahun 2000 melambat dari pertumbuhan ekonomi triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen.

Namun, peningkatan posisi utang kartu kredit juga perlu diperhatikan mengingat dari sinilah awal persoalan kredit macet. Ini terutama bisa terjadi pada nasabah yang memiliki banyak kartu kredit, tetapi membayar tagihannya dengan cara mencicil. Tagihannya akan makin besar dan pada satu titik tertentu bisa terjadi gagal bayar.

Untuk mengantisipasi hal ini, Bank Indonesia membatasi kepemilikan kartu kredit per 1 Januari 2015 untuk nasabah dengan penghasilan antara Rp 3 juta dan Rp 10 juta melalui Peraturan BI Nomor 14 Tahun 2012 dan Surat Edaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Nomor 14/17/DASP. Nasabah dengan penghasilan pada rentang itu dibatasi kepemilikan kartu kreditnya maksimal dua kartu. (A Handoko)

Ziarah di Kota LamaOleh: Trias Kuncahyono

PAGI itu, langit di atas Roma begitu bersih. Biru. Tak selembar pun mega mengotorinya. Apalagi mendung. Langit di atas Jerusalem, seperti itu juga. Biru. Seorang kawan pernah bercerita bahwa langit di atas Mekkah juga demikian bersih. Apakah langit di atas kota-kota suci memang bersih? Terbebas dari polusi asap pabrik dan kendaraan? Tetapi, biasanya, seperti hari-hari sebelumnya, mendadak awan kelabu dan gelap menutupinya. Dan, hujan pun turun.

Kami berjalan menyusuri jalanan berbatu kota Roma. Jalan yang dulu dilewati tentara Romawi, yang ditapaki kuda-kuda tentara Romawi. Andai kata bisa bicara, jalan-jalan berbatu itu akan bercerita tentang banyak hal tentang masa lalu. Masa ketika kejayaan Kekaisaran Romawi dan akhirnya runtuh.

Sejarah selalu memberikan pelajaran. Historia docet, sejarah itu mengajar. Masa Lalu Selalu Aktual, demikian judul buku P Swantoro. Di masa sekarang kita mendapati masa lalu dan dalam masa sekarang kita juga mendapati apa yang akan datang. Sejarah selalu berulang! L’histoire se repete.

Ketika melewati bekas bangunan amfiteater, semacam stadion, yang dulu digunakan untuk berbagai kegiatan, antara lain, pertarungan gladiator, venationes (pembantaian binatang), dan juga eksekusi mati yang disaksikan masyarakat umum, yang ada hanyalah rasa kekaguman. Orang Italia merawat peninggalan kakek moyangnya dan dijadikan obyek wisata. Setiap tahun banyak wisatawan mendatangi tempat itu. Di mana Julius Caesar dibunuh Brutus? Di negeri kita, banyak bangunan kuno yang kurang terawat, bahkan dirobohkan, digantikan mal atau apartemen atau bangunan lain.

”Oh, dia dibunuh Marcus Junius Brutus, yang lebih dikenal Brutus, dan kawan-kawannya di gedung Senat tak jauh dari Theater Pompey pada 15 Maret 44 SM. Tentu itu menurut

kalender Romawi. Ada frase dalam bahasa Latin yang sangat terkenal, yang menurut Shakespeare dikatakan Caesar pada saat terakhir setelah ditusuk 23 kali, yakni Et tu Brute? (Kau juga Brutus?). Setelah itu Caesar jatuh dan tewas,” kata teman seperjalanan, Wahyudi, pastor yang sudah 9 tahun tinggal di Vatikan.

Brutus adalah sahabat Caesar. Namun, lelaki asal Macedonia ini menusuk Caesar dari belakang. Kita banyak menyaksikan ”brutus-brutus”, terutama di panggung politik di negeri kita, juga di panggung yang lain. Pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan dilakukan—meminjam istilah yang dipopulerkan Niccolò di Bernardo dei Machiavelli (3 Mei 1469-21 Juni 1527), sejarawan, politisi, diplomat, dan filsuf, bahkan humanis Italia di zaman Renaisans—dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Yang diutamakan hasil akhir, bukan proses.

Namun, siapa yang main pedang, hidupnya akan berakhir dengan pedang pula. Demikianlah menurut kata-kata bijak. Banyak contoh tentang hal itu, seorang pemimpin yang naik ke kursi kekuasaan dengan cara kekerasan, katakanlah kudeta, akan berakhir dengan cara yang hampir sama.

Kami terus bergerak mengelilingi Roma; melihat gedung-gedung tua. ”Bagaimana mereka bisa membuat patung dari marmer demikian hidup, lipatan kain jubahnya seolah-olah kain sungguhan. Bukankah pada masa itu, peralatan tidak selengkap sekarang ini, dan bukankah marmer itu demikian keras,” kata Dubes Indonesia untuk Italia August Parengkuan ketika itu.

Perjalanan kami akhirnya berhenti di Tre Fontane (Tiga Mata Air), sebuah tempat yang oleh umat Kristiani diyakini sebagai penjara dan tempat pembunuhan St Paulus, salah seorang rasul. Kami mengakhiri perjalanan hari itu di sebuah kafe di Tre Fontane sambil minum cokelat panas untuk mengurangi rasa dingin setelah senja tiba. (Dari Roma, Italia)

Serangan Israel untuk Kampanye NetanyahuKAIRO, KOMPAS — Suriah menuding jet-jet tempur Israel mengebom area dekat Bandara Internasional Damaskus dan kota Dimas, tak jauh dari perbatasan Lebanon, Minggu (7/12). Tidak ada korban jiwa ataupun luka dalam serangan itu, tetapi berdampak kerusakan parah di lokasi pengeboman.

Tidak ada tanggapan langsung dari Israel atas tuduhan itu. Sejak konflik Suriah meletus, Maret 2011, Israel telah melancarkan beberapa serangan udara di Suriah. Mereka menarget sistem senjata canggih, termasuk rudal anti pesawat buatan Rusia dan rudal buatan Iran yang mereka yakini bakal berpindah tangan ke Hezbollah, musuh besar Israel.

Israel tak pernah mengonfirmasi serangan-serangan itu. Kubu oposisi Israel menuduh serangan kali ini sebagai kampanye Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu jelang pemilu dini.

Militer Suriah menyatakan, Israel tengah membantu oposisi mendongkel Presiden Suriah Bashar Al-Assad. ”Ini agresi langsung oleh Israel yang dilancarkan untuk membantu para teroris di Suriah setelah pasukan bersenjata kami merebut kemenangan penting di Deir Azzor, Aleppo, dan tempat-tempat lain,” kata militer Suriah melalui pernyataan.

Harian Lebanon, Al-Akhbar, yang pro-Hezbollah, mengakui, serangan Israel telah menghancurkan gudang senjata milik Hezbollah. Harian Al-Quds al-Arabi menambahkan, prioritas serangan Israel itu antara lain rudal anti pesawat S-300 buatan Rusia di dalam gudang tersebut.

Al-Akhbar menuduh serangan Israel itu telah merusak pola hubungan Israel dan Hezbollah. Serangan itu dinilai menghancurkan upaya terciptanya perimbangan kekuatan strategis antara

Hezbollah dan Israel. Demikian dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir.

Kantor berita Suriah, SANA, melaporkan, Kementerian Luar Negeri Suriah meminta Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menjatuhkan sanksi kepada Israel karena telah ”melakukan kejahatan yang sangat keji atas kedaulatan Suriah”.

Dalam konflik di Suriah, Israel berusaha mengambil jarak untuk tidak terlibat. Mei 2013, Israel juga melancarkan serangan, dekat Damaskus. Menurut pejabat Israel, target serangan saat itu, mencegah pengiriman rudal-rudal Fateh-110 Iran ke Hezbollah.

Terkait serangan kali ini, oposisi Israel menyebutkan, Netanyahu berusaha membakar Timur Tengah untuk menjamin kemenangannya pada pemilu dini yang dijadwalkan, Maret 2015.

Televisi Israel, Channel 2, melaporkan, oposisi mengaitkan serangan atas sasaran di Damaskus itu dengan gagalnya Netanyahu membentuk pemerintahan pengganti dari pemerintahan yang dibubarkan pekan lalu.

Anggota Knesset dari partai kiri Meretz, Farij Essawi, mengatakan, Netanyahu selalu menutupi kegagalannya dengan bermanuver di kebijakan politik luar negeri. Anggota Knesset dari Partai Buruh, Moshe Mazarahi, menambahkan, setiap menjelang pemilu, selalu muncul permasalahan yang kompleks.

Kedutaan Kanada

Dari Kairo dilaporkan, mulai Senin kemarin, Kedutaan Besar Kanada menutup kantornya di Kairo, Mesir, dengan alasan keamanan. Sehari sebelumnya, Kedutaan Besar Inggris lebih dulu menutup kantornya di ibu kota negara itu, juga dengan alasan keamanan.

Mesir saat ini berperang melawan kelompok milisi Islam di Semenanjung Sinai, area strategis dekat perbatasan Israel, Gaza, dan Terusan Suez. Kelompok itu kini paling berbahaya di Mesir.

Sumber keamanan di Mesir mengatakan kepada kantor berita Reuters, belum jelas bentuk ancaman yang memicu Inggris menutup kedutaannya. Sumber lain menyebutkan, para aktivis milisi yang kini ditahan otoritas Mesir telah mengaku berencana menyerang kedutaan-kedutaan besar asing di Mesir. (AP/AFP/REUTERS/SAM)

AS Bebaskan Tahanan GuantanamoWASHINGTON, SENIN — Setelah mengalami beberapa kali penundaan, Pemerintah Amerika Serikat akhirnya membebaskan enam penghuni penjara Guantanamo, Kuba. Mereka tiba di Uruguay, Minggu (7/12), untuk bermukim di negara itu dengan status sebagai pengungsi. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen Presiden Barack Obama menutup Guantanamo.

Keenam tahanan terdiri dari empat warga Suriah, satu orang Tunisia, dan satu warga Palestina. Mereka dibawa dengan pesawat angkut militer. Di antara warga Suriah yang dibebaskan, ada Jihad Diyab, yang baru-baru ini dipaksa makan oleh militer AS karena melakukan aksi mogok makan.

Pentagon mengatakan, tiga warga Suriah yang juga dibebaskan adalah Ahmed Adnan Ahjam, Ali Hussain Shaabaan, dan Omar Mahmoud Faraj. Adapun dua tahanan lain adalah Abdul bin Mohammed Abis Ourgy asal Tunisia dan Mohammed Tahanmatan asal Palestina. Sejak 2002, mereka semua ditahan di Guantanamo karena dicurigai berhubungan dengan Al Qaeda.

”Kami sangat berterima kasih kepada Uruguay untuk tindakan kemanusiaan yang penting ini, dan atas kepemimpinan Presiden (Jose) Mujica yang kuat dalam menyediakan rumah bagi individu yang tidak dapat kembali ke negara mereka sendiri karena konflik atau ancaman penyiksaan,” kata Utusan Khusus AS di Guantanamo Cliff Sloan.

Sloan yang terlibat dalam proses negosiasi permukiman kembali menyebutkan, langkah tersebut sebagai tonggak utama dalam upaya AS menutup Guantanamo. Maret lalu, Presiden Jose Mujica mengumumkan, negaranya bersedia menerima mantan tahanan Guantanamo. Ia menjelaskan, para mantan tahanan akan memiliki kebebasan seperti warga lainnya, termasuk hak untuk bepergian.

Pembebasan tahanan merupakan bagian dari janji Obama untuk menutup penjara Guantanamo. Ia menilai citra AS hancur di mata dunia internasional gara-gara keberadaan penjara dengan penjagaan sangat ketat itu.

Obama sampai saat ini tidak dapat mewujudkan secara tuntas janjinya karena sejumlah hambatan dari Kongres AS. Perbedaan pendapat terkait rencana penutupan penjara Guantanamo, menurut seorang pejabat AS, menjadi pemicu gesekan Menteri Pertahanan Chuck Hagel dengan lingkaran dalam Obama. Perdebatan lama-kelamaan memuncak sehingga menyebabkan Hagel mengundurkan diri, bulan lalu.

Aktivis hak asasi manusia memuji kesediaan Uruguay menerima mantan tahanan Guantanamo. Langkah itu dinilai sebagai bukti komitmen Uruguay terhadap HAM. (AFP/REUTERS/JOS)

Penundaan Kurikulum 2013 Repotkan Sekolah

JAKARTA, KOMPAS — Perubahan pelaksanaan Kurikulum 2013 di tengah tahun ajaran merepotkan guru dan sekolah. Ini disebabkan banyak perbedaan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 yang akan diterapkan kembali di SD, SMP, dan SMA/SMK.

Salah satu persoalan yang akan dihadapi sekolah adalah buku pelajaran untuk semester genap tahun ajaran 2014/2015 yang akan dimulai 5 Januari 2015, atau kurang dari satu bulan. Sejumlah sekolah sudah menerima buku-buku pelajaran berdasarkan Kurikulum 2013, sedangkan buku-buku Kurikulum 2006 sudah mulai langka di pasaran. Jumlah mata pelajaran pun berbeda, yaitu pelajaran berdasarkan Kurikulum 2006 lebih banyak, yakni 10 mata

pelajaran untuk SD dan 12 mata pelajaran untuk SMP. Adapun berdasarkan Kurikulum 2013, hanya ada 6 mata pelajaran di SD dan 10 mata pelajaran di SMP.

Sejumlah guru juga sudah ditugaskan berdasarkan mata pelajaran Kurikulum 2013.

Hanya di 6.221 sekolah

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan sebelumnya memutuskan, Kurikulum 2013 hanya akan diterapkan di 6.221 sekolah yang telah melaksanakan kurikulum baru itu selama tiga semester. Adapun sekolah lain harus kembali ke Kurikulum 2006. Keputusan mulai berlaku pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 atau Januari 2015.

Saat ini ada sekitar 208.000 sekolah jenjang pendidikan dasar hingga menengah atas dengan murid sekitar 31 juta orang.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 karena guru tidak siap, fasilitas sekolah minim, distribusi buku macet, serta evaluasi substansi dan implementasi Kurikulum 2013. Setelah dievaluasi, kurikulum itu nantinya diperbaiki dan tetap akan digunakan semua sekolah.

Kepala SMK Widya Mukti, Tasikmalaya, Jawa Barat, Dadan Erawan, Senin (8/12), mengatakan, penyempurnaan kurikulum idealnya menunggu satu tahun ajaran selesai.

Pendapat serupa diungkapkan Gunari, Kepala SDN 01 Pagi, Tambora, Jakarta Barat. Dengan kembali ke Kurikulum 2006, guru harus memilah kembali mata pelajaran yang berdiri sendiri.

Yuni Astuti, Kepala SMAN 17, Jakarta Barat, yang juga guru Matematika, mengatakan, perbedaan materi dua kurikulum itu membuat pelajaran berisiko bolong-bolong.

Namun, secara umum, para guru, termasuk di Aceh, Banjarmasin, Palembang, Palu, Maluku, Surabaya, Pontianak, Denpasar, Tegal, dan Palangkaraya lebih senang menggunakan Kurikulum 2006. Para guru dan sekolah belum sepenuhnya siap menggunakan kurikulum baru. Untuk itu, para guru meminta pemerintah menyiapkan sekolah jauh-jauh hari untuk menerapkan Kurikulum 2013.

Kepala SMPN 2 Palangkaraya Jayani berpandangan, pemerintah perlu memperhatikan ketersediaan fasilitas sekolah agar bisa menerapkan Kurikulum 2013. Hal senada dikatakan Purwanto, guru Kelas IV SDN 02 Petang, Tambora.

Kerugian lebih besar

Anies Baswedan mengakui, pemberlakuan Kurikulum 2006 berpotensi menimbulkan masalah. Namun, kerugian yang dirasakan dunia pendidikan akan lebih besar jika Kurikulum 2013 tak dihentikan. ”Kalau diteruskan, ongkosnya akan lebih mahal untuk murid. Ini kesempatan untuk koreksi,” katanya.

Guna mempermulus transisi sekolah kembali sementara ke Kurikulum 2006, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad mengatakan, paling lambat minggu ketiga Desember ini akan diterbitkan peraturan menteri atau dirjen. Aturan itu sebagai acuan dalam transisi, seperti kegiatan pembelajaran, penyediaan buku, sistem penilaian, dan penentuan nilai kenaikan kelas.

Hal senada diungkapkan Harris Iskandar, Direktur Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ”Kami siapkan petunjuk teknisnya,” kata Harris.

Pengamat pendidikan dari Perguruan Kanisius yang pernah masuk dalam Tim Evaluasi Kurikulum 2013, E Baskoro Poedjinoegroho, mengatakan, evaluasi itu langkah baik. Meskipun sekolah kembali dulu ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, pendampingan dan pelatihan bagi guru harus tetap dijalankan. (ELN/DNE/NDY/WHY/JUM/FRN/CHE/COK/EGI/DKA/DMU/WIE/ESA)

Ujian Nasional Mengacu Kurikulum 2006Pernah Terjadi Ada Dua Jenis Ujian di Indonesia

JAKARTA, KOMPAS — Ujian nasional SMP dan SMA/SMK pada 2015 akan berlangsung sama seperti tahun sebelumnya. Pelaksanaan ujian mengacu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan karena siswa kelas akhir, kelas IX SMP dan XII SMA/SMK, belum menjalankan Kurikulum 2013.

”Untuk acuan ujian nasional (UN) 2015 sudah ada permendikbud (peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan) yang ditandatangani Mohammad Nuh (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) pada 14 Oktober 2014. Karena ada pergantian menteri, nanti akan ada perubahan permendikbud soal UN,” ujar Bambang Suryadi, Sekretaris Badan Standar Nasional Pendidikan, di Jakarta, Senin (8/12).

Ada pula hal lain terkait pelaksanaan UN yang mesti diperbaiki. Menurut Bambang, salah satu perubahan yang dibutuhkan ialah soal pelaksanaan UN Paket Kesetaraan B (setara SMP) dan Paket C (setara SMA/SMK) yang dijadwalkan sesudah UN formal. Padahal, sebelumnya, UN pendidikan non-formal dilaksanakan pada hari yang sama dengan UN formal, tetapi dimulai siang hari.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 144 Tahun 2014 tentang Kriteria Kelulusan UN disebutkan, nilai akhir untuk menentukan kelulusan siswa merupakan gabungan dengan porsi seimbang antara nilai sekolah dan nilai UN, masing-masing 50 persen. UN SMA/SMK dilaksanakan pada April 2015, sedangkan UN SMP pada Mei 2015. UN dilaksanakan dengan dua cara, yakni tertulis dan daring (online).

Dua ujian

Sesuai dengan keputusan pemerintah untuk menerapkan kembali Kurikulum 2013 secara terbatas di sekitar 6.000 sekolah uji coba, nantinya di sekolah-sekolah akan ada dua kurikulum, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dan Kurikulum 2013. ”Tidak masalah meskipun kurikulum berbeda. Sekolah yang masih KTSP, ya, diuji dengan materi UN sesuai KTSP. Adapun yang sudah menerapkan Kurikulum 2013 diuji dengan

materi UN sesuai Kurikulum 2013,” kata Bambang. Prinsipnya, UN tidak akan merugikan siswa meskipun ada dua kurikulum yang berlaku.

Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia Iwan Hermawan mengatakan, sekolah pernah menghadapi soal UN yang berbeda saat perubahan Kurikulum 1994 ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004. Perbedaan itu menimbulkan permasalahan dalam penerimaan peserta didik baru saat menentukan kriteria seleksi. Penggunaan buku pelajaran yang berbeda dapat pula menjadi masalah.

”Ketika UN berbeda pada masa uji coba KBK 2004, justru siswa yang mengikuti KBK nilai akhirnya kecil. Masalah seperti ini bisa merugikan siswa saat mencari SMP atau SMA/SMK baru,” ujar Iwan.

Kepala SMP PGRI Kebumen, Jawa Tengah, Eko Sajarwo mengatakan, belum ada sosialisasi soal pelaksanaan UN 2015. ”Sekolah baru diminta mendata siswa yang ikut UN tahun depan,” kata Eko.

Praktisi pendidikan yang mendalami riset dan evaluasi pendidikan, Elin Driana, mengemukakan, penggunaan Kurikulum 2013 dan KTSP 2006 secara bersamaan tidak masalah. Sekolah yang diminta kembali memakai Kurikulum 2006 juga seharusnya tidak akan terlalu terganggu dalam proses belajar-mengajar.

Baik Kurikulum 2013 maupun Kurikulum 2006 sama-sama menggunakan prinsip KTSP. Pada dasarnya Kurikulum 2013 hanyalah pengembangan dari Kurikulum 2006.

”Jadi, kalau kembali memakai Kurikulum 2006, (hal itu) tidak akan mengubah model penilaian otentik, tematik, aktif, menggunakan berbagai media, dan lain-lain yang kerap disebut sebagai kelebihan Kurikulum 2013,” ujar Elin. (ELN/LUK)

Inspirasi dari Dunia PerfilmanOleh: Ilham Khoiri 

Jika kita yakin bahwa dunia perfilman adalah gambaran wajah bangsa, maka Festival Film Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan, pekan lalu, menyajikan wajah rekonsiliasi yang menjanjikan kemajuan bangsa di masa depan. Dalam FFI kali ini, semua kelompok insan film, termasuk yang dulu sempat berseteru, turut ambil bagian.

Kebetulan pula, film Cahaya dari Timur yang kental dengan semangat resolusi konflik terpilih sebagai film terbaik.

Mari kita bahas satu per satu. Soal rekonsiliasi, FFI 2014 kali ini diikuti banyak sineas dari hampir semua kelompok. Para sutradara, termasuk mereka yang dulu memprotes dan hengkang dari festival itu sejak tahun 2006, kini bergabung kembali. Proses penjurian melibatkan lebih banyak orang dari beragam profesi.

Sebut saja Hanung Bramantyo, Mira Lesmana, Riri Reza, dan Abduh Aziz yang kini menyertakan filmnya untuk berkompetisi dalam festival. Partisipasi itu penting karena pada tahun 2006 Mira, Riri, dan Abduh termasuk yang mengembalikan Piala Citra. Mereka protes atas kemenangan film Eskul yang dianggap mencomot musik film Korea, Taegukgi.

”Ini bukan masalah penjurian, tetapi masalah prinsip,” kata Mira Lesmana. Kemenangan Eskul dalam FFI 2006 memang menandai tidak seriusnya festival itu dalam menjaga hak cipta atau hak kekayaan intelektual. Masalah lain, para juri dinilai kurang mengikuti perkembangan film-film dari generasi baru.

Di FFI 2014, para insan film yang pernah menjauh itu kini kembali mendekat dan merajut kebersamaan. Dalam penjurian, panitia melibatkan lebih banyak orang, yaitu 80 juri, dari kalangan ahli di bidang masing-masing. Hasil penilaian mereka dikumpulkan, lantas dihitung oleh lembaga auditor independen, Deloitte, untuk menentukan pemenang untuk semua kategori. Semua berlangsung secara rahasia.

Dalam proses ini, tak ada lagi kecurigaan antarkelompok ataupun antargenerasi sebagaimana pernah merebak pada tahun-tahun sebelumnya. Semua sekarang merasa menjadi bagian dari dunia perfilman nasional dan sama-sama memiliki tanggung jawab pada kelangsungan film pada masa depan. Ketika diumumkan, hampir tidak ada yang keberatan dengan hasil penjurian. Bahkan, semua kalangan menghargai.

Tentu, ini modal yang baik untuk membangun era baru perfilman nasional yang lebih terbuka dan mengakomodasi semua kelompok. Perlu langkah-langkah serius untuk menindaklanjuti demi mendorong kemajuan perfilman di Tanah Air, melahirkan karya-karya berkualitas, dan membentuk iklim kompetisi yang sehat. Dunia film memiliki momentum bagus untuk membangun dirinya.

Suasana kian kondusif karena pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo memberikan dukungan. Presiden hadir dalam acara puncak pengumuman Piala Citra, memberikan sambutan, bahkan berjanji untuk memperhatikan film Indonesia. Bagi dia, perfilman adalah bagian dari ekonomi kreatif yang harus ditumbuhkembangkan.

Rekonsiliasi

Soal kemenangan Cahaya dari Timur juga menarik. Film Angga Dwimas Sasongko ini dengan sangat pas juga mencerminkan semangat rekonsiliasi FFI 2014. Dimainkan aktor Chicco Jerikho, yang meraih gelar Aktor Pemeran Utama Terbaik, film ini mengisahkan pelatih amatir yang berjibaku untuk membangkitkan semangat warga untuk bersatu kembali lewat permainan sepak bola.

Semangat persatuan itu menumbuhkan sikap saling memercayai, persaudaraan, dan kesadaran untuk hidup bersama dalam perbedaan. Ini menjadi ”obat” sosial yang menyembuhkan luka-luka akibat konflik di Ambon, Maluku, yang berkecamuk sejak tahun 1999 dan menimbulkan ribuan korban. Cerita film ini memberi inspirasi tak hanya bagi masyarakat di daerah-daerah yang pernah mengalami konflik, tapi juga kepada seluruh bangsa Indonesia agar bisa merawat kesadaran dan semangat toleransi dalam kemajemukan masyarakat.

Akhirnya, rekonsiliasi FFI dan kemenangan film Cahaya dari Timur yang bersemangat resolusi konflik mengingatkan kita semua untuk bersatu memajukan bangsa. Tak terkecuali elite politik yang masih bersitegang dengan sisa-sisa gesekan selama Pemilu Presiden 2014. Alih-alih bergandengan tangan, elite politik—terutama di DPR—masih saja ngotot dengan kepentingan kubu masing-masing, yakni Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Kepentingan bangsa yang lebih besar pun terabaikan.

Sudah saatnya elite politik, juga kita semua, mengambil inspirasi dari insan film yang berhasil membangun kebersamaan setelah gesekan selama tujuh tahun ini. Untuk membangun bangsa, diperlukan kebersamaan.

Hutan Dijaga, Hutan BerbagiOleh: Ichwan Susanto 

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 masih menyisakan euforia bahwa hutan ruang hidup masyarakat adat harus dikelola dalam konteks hutan adat yang terpisah dari hutan negara. Ternyata tak semuanya harus begitu. Situasi, kondisi, dan peta sosial masyarakat harus dijadikan acuan agar tidak salah dalam memercayakan pengelolaan hutan.

Pemberian hak kelola yang tak tepat malah bisa membuat ekosistem hutan tak terlindungi. Pilihan-pilihan hak kelola, seperti hutan desa, ternyata bisa menjadi solusi meski secara hukum hutan itu masih dimiliki negara, bukan milik komunal masyarakat adat.

Masyarakat Dusun Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi, membuktikan, hutan desa yang dikelola secara adat sejak tahun 2009 (pertama di Indonesia) hingga kini terlindungi dengan baik. Bahkan, hutan seluas 2.356 hektar—dalam rangkaian Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur—itu hingga kini dalam kondisi masih sangat ”hijau”.

Di sana, masyarakat adat melarang total pengambilan kayu dan bambu. Mereka hanya boleh mengambil hasil hutan, seperti madu dan rotan, dengan izin para pemuka adat.

Kondisi hutan yang terjaga asri memberi balas jasa. Sumber air yang mengalir di sungai sangat jernih. Saking jernihnya, gerombolan anakan ikan semah seukuran kelingking orang dewasa tampak jelas.

Seperti halnya pada hutan, masyarakat juga menerapkan aturan adat dalam mengelola sungai. Masyarakat dilarang memancing ikan dalam area tertentu yang dinamakan lubuk larangan. Konservasi tradisional itu menjamin stok ikan premium tersebut tak pernah habis.

”Saat itu dipilih pengelolaan secara hutan desa, bukan hutan adat. Sebab, secara pemetaan sosial lebih cocok ke situ,” kata Rakhmat Hidayat, Asisten Deputi Wilayah Jambi Badan Pengelola REDD+, pekan lalu, saat mendampingi Deputi Operasi REDD+ William P Sabandar melihat tiga komunitas masyarakat adat pengelola hutan.

Rakhmat yang 20 tahun jadi pendamping masyarakat dalam Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mengatakan, secara keterikatan sosial, warga Desa/Dusun Lubuk Beringin merupakan sub-adat Buat dari komunitas induk yang juga desa tetangga. Saat ini, kearifan adat desa itu tergerus perkebunan sawit dan pertambangan.

Jika pengelolaan hutan diberikan dalam bentuk hutan adat, keputusannya akan ditentukan komunitas induk. Namun, dengan pilihan hutan desa, pengelolaan hutan (selama 35 tahun dan dapat diperpanjang) berlindung di balik pemerintahan administratif (desa) yang dijalankan secara adat.

Hutan yang terlindungi itu pun memberi kelimpahan debit air yang sempat dimanfaatkan warga sebagai sumber pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Namun, infrastruktur yang diinisiasi KKI Warsi dan World Agroforestry Centre (ICRAF) itu kini rusak dan telantar sejak listrik PLN masuk ke desa.

”Dulu, sebelum ada listrik, orang hanya ingin menyalakan lampu. Setelah ada listrik, orang maunya menghidupkan kulkas dan televisi,” kata Muhamad Aljupri, Ketua Kelompok Pengelola Hutan Desa.

Kondisi Kerinci

Manfaat hutan yang menjamin ketersediaan air juga dirasakan warga Desa Keluru, Keliling Danau, Kerinci, Jambi. Sejak tahun 1992, jauh sebelum putusan Mahkamah Konstitusi No 35/2012, mereka telah mendapatkan pengakuan dari Bupati Kerinci untuk mengelola hutan adat Temedak seluas 23 hektar.

”Sejak kami lahir, orangtua kami sudah melindungi hutan di tengah sawah dan kebun. Sampai sekarang masih kami lanjutkan,” kata Nasir, ninik mamak atau pemuka adat setempat.

Penetapan hutan adat itu mau tak mau dipatuhi semua warga desa, baik tua maupun muda. Warga dilarang memotong atau mengambil kayu dari hutan. Mereka hanya boleh mengambil buah, rotan, dan bambu untuk dikonsumsi sendiri. Itu pun harus seizin dan sepengetahuan pemangku adat.

”Pernah ada warga yang menyalakan api dan tak sengaja merembet ke dalam hutan adat. Dia kami beri sanksi denda seekor kerbau,” ucap Nasir.

Hutan itu hanya berjarak kurang dari 500 meter dari permukiman. Di sekeliling hutan adat atau hutan larangan terdapat hamparan sawah dan kebun campuran (agroforestri) yang menjadi penopang hidup masyarakat. Fungsi hutan benar-benar mereka rasakan dari melimpahnya air yang menjamin sawah bisa dipanen dua kali setahun.

Meski air sangat jernih dan pemerintah setempat setahun ini membangun saluran irigasi beton, aliran air belum dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih atau PLTMH. Air bersih dipenuhi dari perusahaan air minum Desa Jujun.

”Kami ingin mengelola air sendiri dari Hutan Temedak,” kata Zulfahmi, Sekretaris Desa Keluru. ”Tambahan listrik dari kincir air juga akan sangat membantu kondisi desa yang masih byarpet,” tambah Eli Erti, Kepala Desa Keluru.

Perlindungan

Selain Keluru, saat ini Pemerintah Kabupaten Kerinci telah mengakui dan memberikan hak kelola adat kepada delapan komunitas masyarakat adat setempat. Tahun 2015, kata Bupati Kerinci Adorizal, terdapat tiga komunitas dan hutan adat yang akan diberi hak kelola.

Beberapa adalah hutan adat di Desa Talang Kemuning dan Bintang Marak yang berbatasan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat. Saat ini, hutan setempat sedang dijajaki terkait eksplorasi panas bumi.

Pemuka adat setempat, Dipati Mudo Aris, tak sabar pengakuan hutan adat segera diberikan. Itu untuk memberi mereka legitimasi dalam menentukan rambu-rambu kegiatan di hutan.

”Di hutan terdapat banyak mata air yang kami lindungi. Kalau hutan dirambah, sumber air akan kering. Pertanian kami juga kering,” ujarnya. Kepada merekalah sebaiknya para pengambil kebijakan belajar.

”E-cardio” untuk Deteksi Dini Penyakit JantungJAKARTA, KOMPAS — Peneliti pada Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia mengembangkan e-cardio, sistem berbasis Android untuk deteksi dini dan pemantauan penyakit jantung. Harapannya, sistem itu menjadi solusi ketidakmerataan ahli jantung di daerah dan berkontribusi menurunkan kematian akibat penyakit jantung.

Kepala Departemen Fisika Kedokteran FKUI Edrial Eddin, Senin (8/12), mengatakan, keberadaan e-cardio dilatarbelakangi kenyataan bahwa dokter spesialis jantung tidak terdistribusi merata ke seluruh daerah. Padahal, mereka dibutuhkan mengingat banyaknya kasus jantung dan pembuluh darah yang muncul dan berujung kematian.

E-cardio terdiri dari alat elektro kardiogram (EKG) perekam aktivitas listrik pada denyut jantung, serta aplikasi peranti lunak yang akan dipasang pada ponsel pintar berbasis Android.  

Berbeda dengan EKG pada umumnya, alat EKG pada e-cardio dibuat kompak.

E-cardio memungkinkan tenaga medis di daerah mengirimkan hasil perekaman EKG kepada dokter ahli melalui jaringan internet. Data diterima ponsel pintar dokter yang sudah dipasangi aplikasi khusus agar tak hanya menampilkan hasil perekaman, tetapi juga memberikan opsi rekomendasi tindakan.

Sebenarnya, kata Edrial, sistem yang hampir sama telah diterapkan di DKI Jakarta, dengan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Bedanya, sistem di DKI Jakarta lebih fokus pada bagaimana mendapatkan data EKG secepatnya dalam berbagai cara.

Oleh karena itu, metode pengiriman data tidak baku. Hasil EKG ada yang dikirimkan melalui faksimile, ada yang difoto lalu dikirimkan melalui aplikasi Blackberry Messenger, atau aplikasi lain.

”E-cardio membakukan pengiriman hasil EKG melalui aplikasi tertentu. Sebab, data medis tidak boleh dikirim melalui saluran publik,” ujar Edrial.

Para peneliti menghabiskan waktu 6-7 bulan untuk survei dan 3 bulan membuat peranti lunak e-cardio. Kini, prototipe alat itu sedang diuji coba di beberapa puskesmas di Jakarta.

Pada penyelenggaraan Asia Pacific ICT Alliance (Apicta) tahun 2014, e-cardio menjadi juara 2 (Merit Award) untuk kategori penelitian dan pengembangan. Apicta adalah ajang tahunan yang bertujuan menyebarluaskan kesadaran teknologi informasi dan komunikasi di dunia.

Dekan FKUI Ratna Sitompul mengatakan, ada banyak inovasi bidang kedokteran yang dihasilkan para peneliti dalam negeri. Namun, selama ini hal tersebut belum terpublikasi dengan baik sehingga kurang dikenal.

Selain itu, pemanfaatan hasil-hasil penelitian oleh pemerintah ataupun industri juga masih belum optimal. (ADH)

Lumia 535 Sasar Segmen BawahOleh: Didit Putra Erlangga Rahardjo

Setelah mengakuisisi divisi ”handset” milik Nokia pada bulan September 2013, Microsoft Devices secara perlahan berusaha mengajak konsumen untuk melepaskan nama Nokia dari benak mereka. Namun, hal tersebut dilakukan tanpa menghapus seri produk yang sudah lama dikenal, salah satunya Lumia yang menggunakan sistem operasi Windows Phone.

Untuk memperkenalkan produk terbaru dari jajaran produk seri Lumia, Microsoft Devices pada hari Senin (1/12) mengumumkan peluncuran Lumia 535 yang resmi menyandang merek Microsoft. Hal itu akan ditemui pada bagian atas layar utama dan tercetak di punggung telepon seluler (ponsel), sementara di seri sebelumnya masih tercetak Nokia.

Ponsel ini menandai akhir dari merek Nokia dan awal bagi merek Microsoft. Selanjutnya Microsoft membeli divisi handset Nokia senilai 7,2 miliar dollar AS. Ini merupakan salah satu tonggak penting bagi Microsoft untuk bermain di pasar perangkat keras ponsel.

Lumia 535 ditawarkan dengan harga Rp 1,4 juta. Produk ponsel ini akan bertarung di lini bawah, tempat persaingan ketat pasar ponsel di Tanah Air. Di pasar Indonesia, Lumia 535 akan tersedia pada tanggal 12 Desember 2014, bertepatan dengan Hari Belanja Daring Nasional.

Angka lima

Microsoft menyelipkan pesan khusus di balik kode 535, yakni tiga buah angka lima. Ukuran layar ponsel ini adalah 5 inci, sedangkan kamera depan ataupun belakang masing-masing memiliki ketajaman 5 megapiksel.

Layar dengan teknologi pelindung Gorilla Glass generasi ketiga ini mampu menampilkan resolusi gambar 960 x 540 piksel serta teknologi in plane switching yang membuatnya nyaman untuk dilihat dari berbagai sudut.

Pertanyaan yang paling mengemuka tentulah terkait kamera belakang yang hanya memiliki resolusi 5 megapiksel, sama seperti kamera depan.

Kamera depan dengan ketajaman 5 megapiksel memiliki sudut pengambilan gambar lebih lebar sehingga lebih menampung obyek lebih banyak hanya dalam jarak rentangan lengan.

Sewaktu Kompas mencoba ponsel ini, tidak ada yang spesial dari kamera belakang Lumia 535. Kamera yang dipakai bukanlah teknologi Pureview seperti yang ditemui pada Lumia 1020 dengan ketajaman gambar hingga 41 megapiksel.

Untuk kamera depan, Lumia 535 memang memanjakan pengguna yang gemar membuat foto selfie, karena bisa mengambil gambar lebih lebar, termasuk berkomunikasi melalui layanan percakapan video seperti Skype.

Lumia 535 juga memiliki dua buah colokan kartu SIM GSM, sebuah fitur yang banyak ditemui pada ponsel kelas low-end. Fasilitas ini memudahkan pengguna untuk bertukar kartu dan menikmati layanan panggilan suara, pesan pendek, atau koneksi internet sesuai paket data atau ketersediaan pulsa.

Meskipun menyasar segmen low-end, Lumia 535 datang dengan membawa spesifikasi dari kelas yang lebih tinggi, misalnya memori sebesar 1 gigabyte serta prosesor empat inti berkecepatan 1,2 gigahertz. Salah satu hal yang disayangkan adalah keterbatasan untuk menangkap jaringan seluler hingga 3G. Sementara ponsel lain sudah kompatibel dengan jaringan 4G.

Ciri khas Lumia yang datang dengan pilihan warna sampul belakang berwarna-warni juga dipertahankan untuk seri 535. Satu-satunya perubahan adalah keputusan Microsoft untuk membuat penutup bisa dilepas, dan mengungkap baterai berkapasitas 1.905 mAh di dalamnya.

Dari beberapa event peluncuran produk milik Microsoft selalu ada benang merah, yakni menawarkan konsep menggunakan gawai dengan menggabungkan antara hiburan, permainan, dan produktivitas.

Tiga hal tersebut diwujudkan melalui produk milik Microsoft, yakni Microsoft Office, untuk produktivitas ditambah One Drive, yakni penyimpanan di awan untuk mengerjakan dokumen lintas perangkat, serta hiburan berupa permainan Xbox.

Penawaran yang sama juga dijumpai di Lumia 535. Tidaklah mengherankan karena inilah jargon mobile first, cloud first yang selalu didengungkan oleh Microsoft.

Presiden Direktur Microsoft Devices Indonesia William Hamilton-Whyte menjelaskan bahwa pihaknya menempuh pendekatan yang berbeda dalam memasarkan produk dibandingkan dengan sistem operasi lainnya. Yang mereka tawarkan adalah layanan untuk produktivitas, menyimpan file di awan, dan hiburan.

”Pengguna tidak perlu berkompromi untuk tetap bisa produktif sekaligus terhibur hanya dengan satu perangkat,” ujar William Hamilton-Whyte.

Tantangan yang harus dijawab oleh Microsoft adalah memastikan Lumia 535 mampu bersaing dengan ponsel-ponsel dengan rentang harga yang sama, tetapi memiliki spesifikasi yang jauh lebih baik, seperti Redmi 1S.

Mental Inter Milan Masih RapuhMILAN, SENIN — Kehadiran Roberto Mancini belum mampu mengatasi persoalan klasik Inter Milan, yaitu rapuhnya mental pemain saat berlaga. ”I Nerazzurri” kembali menderita kekalahan di Liga Italia Serie A. Kali ini oleh Udinese, Senin (8/12) dini hari waktu Indonesia.

Bermain di depan puluhan ribu pendukungnya di Stadion Giuseppe Meazza, Milan, Inter dipukul tamunya itu 1-2. Ini adalah kekalahan kedua berturut-turut Inter sejak dilatih kembali Mancini. Pekan lalu, mereka ditekuk AS Roma 2-4.

Inter sempat unggul lebih dulu atas Udinese lewat gol striker muda, Mauro Icardi, satu menit menjelang turun minum. Ia meloloskan diri dari jebakan off-side lawannya dan mencetak satu-satunya gol Inter.

Celakanya, keunggulan satu gol membuat para pemain Inter terlena. Seusai jeda minum, pertahanan Inter banyak ditekan lawan. Sementara itu, dukungan dari lini tengah sangat minim.

Raihan tiga poin tuan rumah pun menguap lewat dua gol yang diborong tim tamu dalam kurun waktu 11 menit, masing-masing dicetak Bruno Fernandes (menit ke-60) dan striker pengganti, Cyril Thereau (menit ke-71).

Kekalahan itu membuat Mancini getir dan heran. ”Saya tidak mengerti mengapa kualitas permainan kami sangat kontras di kedua babak. Selama 15 menit (babak kedua) kami seperti mengalami blackout dan tak mampu bangkit. Saya ragu, itu (karena) persoalan fisik.”

Diakui Mancini, timnya saat ini kehilangan daya juang dan rapuh secara mental. ”Inter yang saya inginkan ada di babak pertama. Kami tidak boleh putus asa jika kebobolan,” ujar Mancini.

Semenjak kembali ke Milan, awal November lalu, Mancini belum mampu mengantar ”Nerazzurri” meraih kemenangan di Serie A. Inter pun kini terbenam di peringkat ke-12 klasemen sementara, tertinggal 18 poin dari Juventus di puncak klasemen.

Kondisi kontras

Kondisi ini kontras dengan delapan tahun silam. Saat itu Inter, di bawah asuhan Mancini, mampu meraih gelar Serie A dengan hanya menelan satu kekalahan. Inter dan Mancini meraih kejayaan dengan tiga gelar Serie A berturut-turut.

Meski tengah dalam periode buruk, gelandang Inter Milan, Mateo Kovacic, meminta para fans bersabar dan tidak buru-buru menghakimi Mancini terkait rentetan kekalahan itu. ”Pelatih tidak bisa mengubah segalanya, seketika. Sayangnya, saat ini kami tengah dalam kondisi buruk dan kami hanya perlu menatap ke depan. Kami ini tim yang bagus, tetapi banyak melakukan kesalahan sendiri,” ujar Kovacic.

Ironisnya, hasil negatif itu diderita Inter atas tim tamu yang kini dilatih mantan pelatihnya, Andrea Stramaccioni. Andrea sempat menukangi Inter setahun sebelum dipecat, Mei 2013.

Udinese pun mengakhiri paceklik kemenangan di lima laga sebelumnya. (AFP/Goal.com/Football-Italia.net/JON)

Liverpool Sambut Hari Besar di AnfieldLIVERPOOL, SENIN  — Steven Gerrard tidak akan melupakan hari besar di Anfield 10 tahun silam. Ayunan kaki kanannya dari luar kotak penalti merobek gawang Olympiakos. Gol ketiga Liverpool itu mengantar ”The Reds” melenggang ke babak 16 besar Liga Champions.

Satu dekade lalu, Liverpool harus menang minimal selisih dua gol di laga terakhir Grup B untuk lolos ke 16 besar. Liverpool ada di posisi ketiga dengan tujuh poin dan selisih gol nol.

Olympiakos di peringkat kedua dengan 10 poin dan selisih gol dua. Di pertemuan pertama, wakil Yunani itu menang 1-0.

Hari besar yang dinanti suporter Liverpool nyaris berantakan karena sepakan kaki kiri Rivaldo membawa Olympiakos unggul pada menit ke-27.

Manajer Liverpool Rafael Benitez menarik Djimi Traore dan memasukkan Florent Sinama Pongolle di babak kedua. Pongolle hanya perlu dua menit untuk menyamakan kedudukan. Benitez melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu.

Gol kedua tercipta pada menit ke-80 melalui sepakan Neil Mellor. Benitez kembali melirik jam tangannya. Waktu hampir habis.

Wajah-wajah tegang menantikan datangnya gol ketiga. Momentum itu terjadi enam menit kemudian seiring ayunan kaki kanan Steven Gerrard.

Anfield bergemuruh. Teriakan histeris membelah dingin udara malam. Gerrard membuat skuad Liverpool tidur nyenyak, memeluk tiket ke babak 16 besar.

Kini, Liverpool mengalami situasi sama. Gerrard akan memimpin Liverpool menciptakan hari besar di Anfield saat menjamu FC Basel di laga terakhir Grup B Liga Champions, Rabu (10/12) dini hari WIB.

”Ini akan menjadi malam istimewa,” ujar gelandang Liverpool Lucas Leiva.

Leiva akan berada di belakang Gerrard yang didorong lebih ke depan. Rotasi pemain yang diterapkan oleh Manajer Brendan Rodgers diharapkan membuat Gerrard yang kini berusia 34 tahun bisa tampil lebih bugar.

”Laga melawan Basel tercipta untuk Steven Gerrard, dia adalah tokoh untuk hari-hari besar,” ujar bek Liverpool Kolo Toure di situs resmi klub, liverpoolfc.com.

Liverpool dengan empat poin tidak memiliki pilihan lain selain menang. Adapun Basel dengan enam poin hanya membutuhkan hasil imbang.

Liverpool dalam situasi kurang menguntungkan. Lini depan mereka tumpul dan pertahanan rapuh. Dalam 19 laga terakhir, Liverpool hanya dua kali tidak kemasukan gol. Pekan ini, mereka juga gagal mencetak gol melawan Sunderland yang bertahan ketat.

Sementara Basel dalam momentum positif. Anak-anak asuh Manajer Paulo Sousa itu sangat percaya diri karena lini depan mereka mencetak 14 gol dalam lima laga terakhir di Liga Swiss dan gawang mereka hanya kemasukan satu gol.

Di laga Grup B lainnya, Real Madrid bisa mencetak rekor menang 19 laga beruntun saat menjamu Ludogorets Razgrad. (REUTERS/AFP/UEFA/ANG)

Malaysia Meminta MaafKUALA LUMPUR, SENIN — Menteri Olahraga Malaysia Khairy Jamaluddin, Senin (8/12), secara resmi meminta maaf atas ulah para pendukung tim nasional sepak bola Malaysia yang menyerang para pendukung tim nasional Vietnam.

Serangan dimulai ketika laga semifinal pertama Piala Suzuki AFF 2014 antara Malaysia dan Vietnam di Kuala Lumpur, Minggu, akan berakhir. Serangan berlanjut setelah pertandingan usai dan Vietnam keluar sebagai pemenang laga dengan skor 2-1. ”Saya melihat dengan mata saya sendiri, para pendukung Vietnam diserang oleh sekelompok pendukung Malaysia di Stadion Shah Alam,” ungkap Menteri Olahraga Malaysia dalam akun Facebook miliknya.

Dia menegaskan, tidak ada alasan untuk melakukan kekerasan. ”Para pendukung kekerasan itu tidak mewakili Malaysia. Dengan sepenuh hati saya meminta maaf atas nama Malaysia untuk tindakan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab itu,” ujarnya.

Dalam pernyataan resmi yang dipublikasikan kemudian, Khairy mengecam keras kekerasan yang terjadi dalam semifinal Piala AFF tersebut.

”Meskipun (pelakunya) hanya sebagian kecil pendukung Malaysia yang melanggar aturan, perilaku kekerasan yang ditujukan kepada para pendukung tamu dari Vietnam sepenuhnya tidak bisa diterima dan itu telah merusak reputasi Malaysia,” katanya.

Dia menambahkan, kekerasan bukan dan tidak pernah menjadi bagian dari budaya Malaysia. ”Saya berduka bahwa pertandingan sepak bola dikotori oleh tindakan-tindakan sekelompok kecil hooligan,” ujarnya.

Kepolisian Malaysia menangkap lima orang yang diduga melancarkan kekerasan terhadap pendukung timnas Vietnam. Pihak Vietnam mengatakan, setidaknya seorang pendukung Vietnam terluka pada pertikaian di akhir pertandingan yang berlangsung di tengah guyuran hujan lebat itu.

Para pendukung timnas Vietnam diminta untuk tidak melakukan pembalasan terhadap kelompok pendukung Malaysia yang akan bertamu pada semifinal putaran kedua di Vietnam, Kamis (11/12). Diperkirakan, 1.000 pendukung Malaysia akan menghadiri pertandingan tersebut.

”Mereka bukanlah kelompok ekstrem. Jangan membalas dendam terhadap mereka,” ungkap Tran Song Hai dari Asosiasi Pendukung Sepak Bola Vietnam sambil menambahkan bahwa

insiden yang terjadi Minggu itu ”sangat disayangkan dan itu disebabkan sejumlah pendukung yang ekstrem.”

Tren mengkhawatirkan

Mantan Wakil Ketua Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) Subahan Kamal mengatakan, aksi kekerasan para pendukung sepak bola menjadi tren yang mengkhawatirkan di Malaysia. ”Sejujurnya, hooliganisme dan kekerasan adalah hal yang mengkhawatirkan di Malaysia. Otoritas harus bergerak cepat untuk mencegah insiden-insiden seperti itu,” ucapnya.

Pekan lalu, Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) mendenda FAM 10.000 dollar AS (sekitar Rp 122 juta) karena ulah pendukung sepak bola Malaysia selama laga persahabatan melawan Filipina, Maret lalu.

September lalu, seusai laga Piala Malaysia antara Sarawak dan Perak, 2.000-an pendukung Sarawak berbuat onar dengan menghancurkan mobil-mobil dan berkelahi dengan polisi. (AFP/REUTERS/OKI)

Situasi Tak Nyaman di McLarenOleh: Gatot Widagdo 

Monaco, Selasa - Tim McLaren menciptakan situasi yang tak nyaman menjelang persiapan musim balap Formula 1 2015. Sampai saat ini, para petinggi tim yang berbasis di Inggris ini belum menentukan nama-nama pebalapnya untuk lomba musim depan.

Sebelumnya, McLaren telah menandatangani kontrak dengan mantan pebalap Ferarri Fernando Alonso senilai 25,5 juta poundsterlings per tahun. Namun, tim belum mengukuhkan bergabungnya Alonso dan hanya berencana untuk melakukannya setelah mereka memutuskan pebalap yang akan menjadi rekan setimnya.

Situasinya menjadi runyam karena ada perbedaan pendapat di antara para petinggi tim McLaren dalam menentukan pebalap kedua antara Jenson Button atau Kevin Magnussen.

Button mengatakan, situasi ketidakpastian atas masa depannya di Formula 1 yang sekarang dihadapinya merupakan hal yang ”ganjil”.

”Ini situasi yang ganjil, tetapi kadang-kadang dalam hidup, kita mendapatkan diri kita dalam situasi macam itu. Kita hanya harus menghadapinya,” kata Button.

Direktur Balapan McLaren Eric Boullier mengatakan keputusan tentang hal itu bisa dibuat dalam beberapa hari. Boullier mengatakan tim memerlukan cukup waktu untuk mendapat keyakinan bahwa mereka mengambil keputusan yang tepat.

Baik Button maupun Boillier berbicara pada Autosport Awards pada Minggu (7/12) malam, ketika juara dunia Lewis Hamilton mendapatkan piala untuk pebalap internasional terbaik dan pebalap kompetitif Inggris terbaik.

Saat menerima penghargaan, Hamilton mengatakan harapannya agar Button, juara dunia tahun 2009 yang juga bekas rekan setimnya di McLaren, akan tetap mendapatkan tempatnya di Mclaren.

”Jenson, saya melihat Anda di sana, teman, saya harap Anda berada di sini tahun depan, kawan,” kata Hamilton

Button berusaha tak membesarkan situasinya, ”Jika ini adalah tahun pertama saya di F1 itu akan menjadi jauh lebih sulit, tetapi saya sudah memiliki karier yang luar biasa di F1. Dan memenangi gelar juara dunia serta mendapat yang saya capai, sungguh pengalaman yang luar biasa,” ujarnya.

”Beberapa bulan yang lalu, memang sangat sulit. Tetapi kemudian, bagaimana kita melewatinya, dan balapan-balapan terakhir benar-benar menyenangkan. Saya bekerja dengan beberapa orang yang menakjubkan di McLaren. Suatu kenikmatan nyata untuk bekerja dengan mereka,” katanya lagi.

Sementara itu, kendati Button akan bersedia mendapatkan pengurangan gaji, yang sebelumnya sekitar 12 juta poundsterlings per tahun, ia diyakini tidak akan menurunkannya hingga tingkat gaji Magnussen tahun 2014, yang dibayar 500.000 poundsterlings.

Musim lalu, McLaren menjalani musim yang buruk. Button duduk di posisi kedelapan klasemen akhir setelah raihan terbaiknya adalah posisi ketiga di GP Australia. Sementara Magnussen menempati klasemen ke-11 dengan raihan terbaik sebagai peringkat kedua juga di Australia. (BBC/AUTOSPORT)

TAJUK RENCANA

Evaluasi Kembali Kurikulum 2013KEPUTUSAN pemberlakuan Kurikulum 2013 di 6.221 sekolah dan memberhentikannya di 201.779 sekolah dasar dan menengah menimbulkan kontroversi.

Menurut yang pro, keputusan itu tepat. Penerapannya dipaksakan. Belum satu kata masalah konsep, apalagi kedodoran di tingkat implementasi. Yang kontra meyakini, Kurikulum 2013 mampu menjawab kebutuhan bangsa ini pada 20-30 tahun ke depan. Sebagai panduan praksis pendidikan, kurikulum ini mampu menjawab empat persyaratan dasar: akademik, efisiensi sosial, berpusat pada peserta didik, dan transformasi sosial.

Kita tidak ingin terjebak dalam pendapat pro dan kontra. Masing-masing ada benar dan salahnya. Yang segera terlihat kebingungan. Sebab, permasalahan pendidikan tidak kenal stratifikasi sosial, umur, kelamin, latar belakang. Bingung, panduan arah angin (kompas) mendadak kembali ke Kurikulum 2006. Tidak hanya guru dan peserta didik, tetapi juga orangtua dan masyarakat.

Benar juga pendapat yang pro-revisi. Uji coba yang diterapkan di 6.221 sekolah di masa lalu itu belum cukup untuk menjadi dasar penerapan serentak. Kurikulum 2013, apabila diterapkan sesuai standar minimalnya pun, tertatih-tatih diikuti sekolah di luar Jawa, taruhlah Indonesia bagian timur. Alih-alih luar Jawa, di kota dan pedesaan Jawa pun sudah beragam praksis menyelenggarakan Kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 harus ditinjau kembali dan diperbaiki. Masih banyak kelemahan setelah bertahun-tahun praksis pendidikan di Indonesia berpusat pada guru, buku teks, hafalan, banyak titipan politis, ketidaksesuaian dengan tuntutan pasar, dan minim pendidikan karakter. Keharusan revisi kurikulum adalah keniscayaan, itu pula yang menjadi argumentasi setiap pergantian kurikulum.

Pergantian Kurikulum 2006 ke 2013 tampaknya paling ribut dibandingkan dengan pergantian kurikulum sebelumnya. Karena era reformasi, mungkin. Karena semakin besarnya kesadaran warga masyarakat, mungkin. Mungkin juga karena Rp 1,2 triliun anggaran untuk penggandaan 72,8 juta eksemplar buku, Rp 1,09 triliun untuk pelatihan guru, dan besarnya persentase anggaran pendidikan.

Kebingungan tidak hanya di lebih dari 200.000 sekolah, tetapi kenyataan berlakunya dua kurikulum di satu negara dalam kurun waktu yang sama. Mungkin saja disikapi, lupakan yang ideal, anggap ini darurat. Namun, tanpa sadar tercipta kesan sekitar 6.000 sekolah dengan lulusannya sebagai warga kelas satu dan sekitar 200.000 lainnya warga kelas dua.

Plus dan minus keputusan masalah Kurikulum 2013 jangan sampai menambah kebingungan masyarakat. Keputusan sudah dijatuhkan. Kalau masih mungkin ditarik, taruhlah penghentian itu dimulai setelah berakhirnya tahun ajaran 2014/2015.

TAJUK RENCANA

Tiongkok, Adidaya Ekonomi BaruSETELAH menyalip Jepang sebagai ekonomi kedua terbesar dunia pada 2013, Tiongkok menggeser AS sebagai perekonomian terbesar pada akhir 2014 ini.

Apa maknanya bagi dunia? Mampukah Tiongkok memenuhi tuntutan dunia sebagai sebuah negara adidaya ekonomi baru dan siapkah dunia dipimpin Tiongkok? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Tiongkok mengukuhkan diri sebagai adidaya ekonomi baru dunia dengan produk domestik bruto (PDB) berdasarkan paritas daya beli per akhir 2014 sebesar 17,6 triliun dollar AS, sementara PDB AS 17,4 triliun dollar AS. Sebagai perbandingan, PDB Indonesia berdasarkan paritas daya beli saat ini 2,554 triliun dollar AS. Ini menempatkan Indonesia sebagai perekonomian terbesar kesembilan dunia, sementara jika berdasarkan PDB harga berlaku masih urutan ke-17 dengan PDB 856 miliar dollar AS.

India di posisi ketiga dengan PDB 7,277 triliun dollar AS, menyalip Jepang dengan PDB 4,788 triliun dollar AS. Urutan berikutnya Jerman, Rusia, Brasil, dan Perancis.

Dengan lompatan besar pertumbuhan Tiongkok rata-rata 10 persen/tahun selama tiga dekade lebih—meski beberapa tahun terakhir melambat—dan pertumbuhan AS 2-3 persen/tahun, kudeta posisi AS oleh Tiongkok sudah bisa diperkirakan, jauh lebih cepat dari prediksi Goldman Sachs dan PricewaterhouseCoopers yang meramalkan Tiongkok baru akan menggusur negara maju pada 2030.

Pergeseran ini secara pasti juga akan mengubah peta geopolitik dan geoekonomi global, yang jika tidak dikelola dengan baik transisinya di antara negara-negara besar dunia, bukan tak mungkin akan mengakibatkan ketidakpastian, bahkan guncangan.

Keengganan ditunjukkan Tiongkok. Kegamangan itu selain karena tak berambisi menjadi dominan, secara struktur ekonomi Tiongkok belum negara maju dan memiliki keterbatasan dalam soft power—tidak seperti ketika Inggris dan AS pertama kali menyandang status itu—juga karena sejalan dengan posisinya melekat pula tanggung jawab baru sebagai adidaya ekonomi dunia.

Salah satu tanggung jawab itu adalah menjaga stabilitas tatanan global, mulai dari ekonomi, politik, hingga keamanan. Bukan tanggung jawab mudah di tengah peta global yang terkoyak saat ini. Survei sejumlah lembaga, sebagian responden meyakini dunia akan lebih baik di

bawah kepemimpinan Tiongkok ketimbang AS yang dianggap terlalu self-centered dan intervensionis dalam setiap kebijakan berdimensi global yang diambilnya selama ini.

Sebagian lagi mencemaskan kemungkinan perubahan dramatis akan terjadi karena pertimbangan ideologi Tiongkok. Lambat atau cepat, semua pihak harus menerima realitas Tiongkok sebagai adidaya ekonomi baru. Kepentingan domestik dan global Tiongkok akan mewarnai dunia ke depan. Sebagai negara berkembang, kita berkepentingan terhadap terwujudnya dunia lebih damai dan tatanan global lebih adil ke depan. Ini hanya bisa terwujud jika ada kesalingpahaman di antara negara-negara besar.

Payung Hukum Masyarakat AdatOleh: Manuel Kaisiepo

ADANYA peta wilayah merupakan unsur penting dalam mekanisme penyelesaian konflik agraris.

Karena itu, agak melegakan bahwa baru-baru ini Badan Pengelola REDD+ menawarkan diri menjadi wali data dalam pembuatan peta wilayah masyarakat hukum adat (MHA) agar konflik antara MHA dan pemegang konsesi lahan perkebunan besar, yang wilayahnya tak jarang menggusur tanah adat, dapat dihindari (Kompas, 13 November 2014). Pengalaman selama ini menunjukkan, dalam konflik agraris, MHA selalu dalam posisi lemah. Padahal, MHA memiliki kedudukan kuat karena telah ditegaskan dalam konstitusi. Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang”.

Eksistensi dan hak MHA itu bukanlah sesuatu yang diberikan oleh negara karena hal itu sudah ada bahkan sebelum negara terbentuk. Jadi, ketika keberadaan MHA dan hak-haknya diakui dalam konstitusi serta berbagai peraturan hukum lainnya, hal itu bersifat declaratoir. Bahkan, tidak hanya di Indonesia, di dunia pun eksistensi dan hak-hak MHA diakui.

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September 2007 menyatakan bahwa MHA memiliki hak atas akses untuk memperoleh keputusan secara cepat melalui prosedur-prosedur yang adil dan disetujui secara bersama dalam menyelesaikan sengketa dengan negara dan pihak-pihak lain, serta bagi pemulihan yang efektif atas pelanggaran hak-hak individual dan kolektif mereka. Keputusan itu harus mempertimbangkan adat, tradisi, peraturan, dan sistem hukum masyarakat adat tersebut (Pasal 40 United Nations Declaration on the Rights of Indigenous People).

Namun, jaminan dalam konstitusi belum diikuti peraturan perundang-undangan  yang secara nyata memberikan perlindungan kepada MHA. Kedudukan MHA untuk pertama kali dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Lama sesudah itu barulah muncul sejumlah UU lain, khususnya UU di bidang sumber daya alam yang ikut mengatur kedudukan MHA. Namun, pengaturan hak MHA dalam berbagai UU itu dilakukan secara sektoral, dengan mengatur MHA menurut kepentingan sektoralnya sendiri, tanpa sungguh-sungguh berpihak, bahkan cenderung

meredusirnya. Sebagian UU itu juga  mengabaikan aspek konservasi, sebaliknya berkarakter eksploitatif dan pro kapital.

Ketiadaan payung hukum yang memberikan jaminan kepada MHA mengakibatkan kedudukannya lemah ketika terjadi sengketa klaim atas tanah, hutan, atau sumber daya alam lainnya, bahkan sering mengalami diskriminasi disertai kriminalisasi dan kekerasan.

Meminjam rumusan Gibbs dan Bromley (1989) tentang rezim property rights di bidang sumber daya alam, dapat ditunjukkan bahwa sumber daya alam di Indonesia yang dahulu dikuasai masyarakat adat (traditional common property) telah bergeser ke penguasaan oleh negara (state property), dan kini (terutama) penguasaan oleh korporasi swasta (private property).

Salah satu hak penting MHA adalah hak ulayat. Di beberapa daerah, hak ulayat itu tidak saja mencakup tanah, tetapi juga hak atas laut dan hak atas perairan, yang memang merupakan hak properti umum (common property rights). Sebagai catatan, UU No 31/2004 tentang Perikanan dan UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil memang telah mencantumkan eksistensi MHA, tetapi belum disertai pengaturan tegas mengenai hak-hak mereka.

Hak ulayat juga berkaitan dengan hubungan hukum antara MHA dan tanah dalam lingkungan wilayahnya. Pengertian ”tanah dan lingkungan wilayahnya”—dengan memakai konsepsi Ter Haar tentang ”tanah plus”—mencakup kewenangan MHA atas tanah, termasuk isinya, yakni perairan, hutan, dan satwa liar dalam wilayahnya yang menjadi sumber mata pencariannya. Namun, pengertian ”tanah plus” ini hanya mencakup sumber daya alam yang terdapat di atas tanah dan tidak termasuk hak atas sumber daya alam yang berada di bawah tanah. Sebab, sesuai ketentuan hukum, kekayaan alam yang terkandung dalam bumi tidak termasuk dalam kewenangan pemegang hak atas tanah di atasnya.

Namun, sesuai asas pengakuan terhadap MHA, jika sumber daya alam di dalam bumi berada dalam wilayahnya, MHA harus diberi hak untuk memperoleh informasi, persetujuan tanpa paksaan,  dan hak untuk memperoleh manfaat serta pembagian keuntungan dari alokasi dan pemanfaatan pengelolaan sumber daya alam tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip yang sudah diterapkan secara global, yakni prinsip FPIC (Free, Prior, and Informed Consent). Sayangnya prinsip ini belum sepenuhnya tercantum dalam UU terkait.

Pengakuan atas hak-hak MHA memang telah diatur dalam UUPA No 5/1960. Namun, pengakuan itu dinilai setengah hati karena disertai syarat. Pengakuan dengan syarat ini menunjukkan bahwa negara secara sepihak menetapkan syarat pengakuan hak ulayat tanpa melalui penelitian menyeluruh terhadap berbagai MHA di Indonesia. Dalam Pasal 3 UUPA, pengakuan hak ulayat dibatasi pada dua hal, yakni eksistensi dan pelaksanaannya.

Namun, UUPA tidak memberikan kriteria mengenai keberadaan hak ulayat. Alasan para perancang dan pembentuk UUPA untuk tak mengatur tentang hak ulayat adalah karena pengaturan hak ulayat, baik dalam penentuan kriteria eksistensinya maupun pendaftarannya,

akan melestarikan keberadaan hak ulayat, sedangkan secara alamiah terdapat kecenderungan melemahnya hak ulayat (Boedi Harsono, 1999).

Penyelesaian masalah hak ulayat

Menurut pakar hukum agraria Maria SW Sumardjono, ketiadaan kriteria persyaratan hak ulayat dalam kenyataannya justru merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap marjinalisasi MHA. Tanpa ada kriteria obyektif, pihak (pemerintah atau swasta) yang berhadapan dengan MHA dapat secara sepihak menafikan keberadaan MHA. Secara obyektif, posisi tawar MHA berhadapan dengan pihak yang posisinya lebih kuat dari segi politik ataupun modal jelas tak seimbang.

Lebih dari 30 tahun setelah UUPA Tahun 1960, barulah terbit Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Peraturan tersebut menetapkan kriteria keberadaan dan hak ulayat berkenaan dengan subyek, obyek, dan kewenangannya.

Berbeda dengan UUPA yang mengatur bahwa hak ulayat mencakup tanah dan isinya (termasuk hutan), UU Kehutanan No 41/1999 (UUK) hanya mengakui hutan negara dan hutan hak, sementara hutan adat dimasukkan dalam kategori hutan negara. Pasal 1 Angka 6 UUK menyatakan, ”Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Baru setelah uji materi atas UUK tersebut melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi  No 35/PUU-X/2012, pasal yang menafikan hak MHA direvisi dan dipulihkan. Oleh MK, pasal itu diubah menjadi: ”Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”.

Sesuai pengertian tanah ”plus” dan asas pemisahan horizontal, hak ulayat MHA meliputi segala sesuatu yang berada di atasnya. Putusan MK terkait hutan adat juga merefleksikan asas pemisahan horizontal, dalam wilayah adat jika di atasnya terdapat hutan, maka hutan tersebut merupakan hutan adat. Selama ini hutan adat yang diakui pemerintah adalah hutan desa atau hutan tanaman rakyat, yang luasannya dibatasi, padahal luasan hutan masyarakat adat jauh lebih luas dari itu.

Data dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara sampai November 2012 mengidentifikasikan adanya 2,4 juta hektar wilayah adat yang telah dimasukkan ke dalam 265 Peta Wilayah Adat. Sementara dari hasil kerja Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif yang telah memetakan wilayah seluas 5.263.058,28 hektar, diketahui yang termasuk wilayah adat seluas 4.973.711,79 hektar. Namun, dari jumlah itu tinggal 19 persen yang dikelola masyarakat adat, sisanya 81 persen di bawah Kementerian Kehutanan (Kompas, 1 Februari 2014).

Pergeseran penguasaan ke swasta

Proses pengambilalihan hak-hak MHA untuk kepentingan swasta melalui penerbitan izin negara semakin menguatkan kecenderungan pergeseran penguasaan sumber daya dari masyarakat adat ke penguasaan oleh swasta. Sebagai contoh dalam penguasaan lahan untuk perkebunan sawit, data yang dihimpun Sawit Watch menunjukkan sampai Juni 2010

pemerintah telah memberikan izin 9,4 juta hektar hutan kepada perkebunan sawit dan diperkirakan akan mencapai 26,7 juta hektar pada 2020 (Kompas, 14/1/2012).

Dari data Konsorsium Pembaruan Agraria, pada tahun 2013 telah terjadi 369 konflik agraria, tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2009 (Kompas, 30/1/2014). Sepanjang tahun 2013 telah terjadi konflik sosial melibatkan 150 masyarakat adat dengan pihak perkebunan kelapa sawit di Sumatera. Konflik serupa melibatkan 96 komunitas lokal di Kaltim, 94 komunitas di Kalbar, dan 56 komunitas di Kalteng (Kompas, 23/12/2013). Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan indikasi pelanggaran HAM terhadap MHA dalam proses penetapan kawasan hutan dan realitas pengurusan kehutanan di Indonesia. Menurut Komnas HAM, pemberian izin konsesi bagi kelompok usaha besar bidang tanaman industri dan perkebunan berdampak konflik dengan masyarakat. Akibatnya, terjadi pelanggaran hak hidup, hak atas rasa aman, dan hak atas kesejahteraan masyarakat adat (Kompas, 3/2/2014).

Salah satu penyebab yang juga ikut menimbulkan konflik adalah tidak adanya peta wilayah yang mengatur batas-batas tanah ulayat yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. Pentingnya peta wilayah adat antara lain untuk menghindari konflik terkait batas wilayah. Sebagai contoh, sengketa wilayah adat antara Desa Muara Tae dan warga Desa Muara Ponaq, Kabupaten Kutai Barat, terkait pembelian tanah warga untuk usaha perkebunan oleh PT MJP (Kompas, 25 Juni 2012). Pemetaan wilayah adat akan sangat membantu pekerjaan besar pemerintah untuk menuntaskan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia, baik yang berstatus tanah negara, tanah perseorangan/badan hukum, maupun tanah ulayat dari MHA, sekaligus mencegah terjadinya konflik-konflik agraris baru. Pemetaan wilayah adat merupakan konsekuensi atas pengakuan negara atas keberadaan MHA setelah putusan MK.

Keputusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 Mei 2013 telah memulihkan kembali hak-hak MHA atas hutan adat. Keputusan ini tonggak penting yang akan mengawali perjuangan  untuk memulihkan status MHA sebagai subyek hukum tersendiri dan sebagai pemilik dari wilayah adatnya. Namun, keputusan itu belum mencukupi sebab hingga saat ini belum ada UU yang secara khusus mengatur mekanisme pengidentifikasian dan pengukuhan status MHA, serta jaminan atas hak-hak mereka. Sebelum UU itu lahir, MK menegaskan pengukuhan MHA beserta hak-haknya dapat dilakukan melalui peraturan daerah (perda) dan peraturan pemerintah (PP). Namun, masih disangsikan, seberapa jauh kepedulian pemerintah pusat dan daerah untuk mengatur eksistensi MHA dan hak ulayat melalui PP dan perda.  

Setelah keputusan MK ini, muncul berbagai isu hukum yang belum dapat terjawab dengan konstruksi hukum yang ada saat ini. Di antaranya menyangkut mekanisme identifikasi MHA; mekanisme pengalihan dan penyewaan hak atas hutan adat kepada pihak lain; dan bagaimana bentuk kompensasi yang adil bagi MHA yang tanah ulayatnya telah diambil pihak lain. Berbagai isu hukum di atas perlu dicari jawabannya untuk mendapat jaminan keadilan dan kepastian hukum, juga karena semua itu berpotensi menimbulkan konflik agraris baru. DPR periode 2009-2014 telah berinisiatif  menyusun RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, tetapi hingga kini belum terselesaikan.

Mengingat eksistensi MHA masih diatur secara parsial, diharapkan RUU ini dapat menjadi lex generalis bagi peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait, sekaligus payung hukum yang memberikan perlindungan kepada MHA. Ini merupakan amanat konstitusi Pasal 18B Ayat (2) yang mengharuskan adanya UU tentang MHA.

MANUEL KAISIEPOAnggota Pansus RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, DPR

Periode 2009-2014

Bangsa Tukang KeplokOleh: Indra Tranggono 

INDUSTRI hiburan di televisi sangat membutuhkan tukang keplok ”profesional”. Para suporter ini dibayar dan diwajibkan untuk tepuk tangan dan tertawa sehingga acara bincang-bincang atau lawak tampak meriah meskipun sebenarnya tidak lucu, apalagi cerdas.

Hampir tak ada yang otentik dalam industri hiburan di televisi. Semua serba direkayasa demi lakunya komoditas. Para juru keplok yang dikoordinasi agen ini benar-benar jadi alat untuk menyemangati para penampil dan memancing tawa penonton lain. Namun, penonton bukan tertawa dan terhibur, tetapi justru ”terharu” melihat juru keplok dan para penampil yang bersusah payah untuk lucu.

Sama terharunya merasakan nasib bangsa ini yang juga tak lebih dari juru keplok dan tawa dalam pementasan industri politik, baik di level nasional maupun internasional. Bedanya, juru keplok di sini tak dibayar, malah diwajibkan membayar, baik dengan uang maupun dengan berbagai kesusahan hidup.

Pada masa pemilihan presiden lalu, bangsa ini ramai-ramai digiring menjadi juru keplok bagi politisi-politisi yang berkontestasi. Favoritisme dan dukungan atas capres pun merebak, bahkan nyaris menimbulkan benturan besar antarsuporter. Tidak hanya masyarakat akar rumput yang terlibat, tetapi juga intelektual lintas bidang dan profesi.

Setiap pihak larut dalam kegandrungan pada tokoh idola. Pihak yang satu menganggap idolanya tak beda dengan ”penyelamat bangsa” dari hegemoni kekuatan asing. Adapun pihak yang lain menganggap tokoh idolanya adalah sosok ”pembawa perubahan dan harapan baru”, nyaris seperti ”ratu adil”.

Namun, semua berakhir antiklimaks. Kemunculan presiden terpilih dan  kabinetnya cenderung ”anyep” alias dingin. Rakyat pun menunggu pembuktian janji menciptakan perubahan dan menghadirkan harapan baru. Mendadak rakyat disuguhi kebijakan klasik: pencabutan subsidi dan kenaikan harga bahan bakar minyak.

Kelas menengah yang tetap bisa survive dalam kondisi apa pun kontan mendukung kebijakan itu. Tak peduli harga-harga kebutuhan pokok ikut melambung.

Bangsa juru keplok adalah bangsa yang rapuh dan gampang direkayasa mesin pencipta kekaguman. Mesin yang dikendalikan teknokrat, birokrat, kaum pemodal, akademisi partisan atau profesional pengarah mindset massa dan kaum pemasar ini bekerja untuk melahirkan ikon-ikon kekaguman yang mampu mengguncang kognisi dan afeksi publik. Agendanya jelas: raihan dukungan besar dan masih demi mendapatkan kekuasaan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Harus diakhiri

Banyak orang lupa politik adalah dunia kemungkinan, bukan dunia kepastian. Dunia kemungkinan meniscayakan politik tak lebih perjudian nasib seseorang atau kelompok, bahkan bangsa, dalam berbagai tarikan kepentingan yang berujung pada kemenangan atau kekalahan. Keberuntungan sering ”tidak berlaku” akibat sistem permainan yang sudah diatur dan ditentukan oleh kekuatan modal dan kepentingan ideologis, baik skala nasional maupun internasional.

Dalam dunia yang sudah terpecah-pecah dan mengalami detotalisasi nilai-nilai akibat menguatnya materialisme dan pragmatisme, mitos-mitos tentang ”ratu adil”, pemimpin pro-rakyat, pro-konstitusi, dan pro-kemanfaatan publik cenderung kurang berlaku. Ini terjadi karena dunia memang didesain hanya untuk melayani kepentingan para pemodal kuat melalui penerapan prinsip-prinsip kapitalisme dan ekonomi neoliberal.

Bisakah dalam kepungan kekuatan ekonomi neoliberal ini kita memperjuangkan semangat hidup komunal, kepentingan khalayak dan nasib ”kaum marhaen”, serta konsep Trisakti (kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan kepribadian kebudayaan)? Jargon-jargon mulia itu cenderung hanya berhenti sebagai jagat kata dan sulit tertransformasi menjadi realitas. Ini menunjukkan, siapa pun yang menjadi presiden kita sulit berbuat banyak dalam tekanan ekonomi neoliberal yang ganas itu.

Di tengah ketidakberdayaan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, rakyat tergiring ke dalam kubangan konsumerisme dan dipaksa bangga jadi bangsa konsumen plus juru keplok pasar bebas.

Mengubah paradigma bangsa konsumtif menjadi bangsa produktif bisa dimulai dari kesadaran atas harkat dan martabat kita sebagai bangsa yang bangga dan mau membela nilai-nilai kebudayaan kita, sekaligus mengaktualisasikannya dalam realitas. Problem besar kita adalah tidak percaya diri dan tak bangga pada kebudayaan sendiri. Akibatnya, kita hanya jadi juru keplok dan konsumen dalam gegap gempita pasar bebas. Tragisnya, kita tak lebih dari tukang keplok yang tombok: tombok kebudayaan, tombok Tanah Air. Menjadi bangsa tukang keplok memang harus diakhiri.

INDRA TRANGGONOPemerhati Kebudayaan

Eklektisisme Islam IndonesiaOleh: Masdar Hilmy 

DILIHAT dari sisi apa pun, sangat sulit disangkal bahwa Islam di Indonesia adalah versi keberagamaan yang eklektik. Dalam bahasa sederhana: ”Islam campur-campur”.

Sekalipun demikian, perlu digarisbawahi, sejak awal eklektisisme Islam Indonesia bukanlah eklektisisme serampangan, gegabah, atau asal comot. Ia adalah eklektisisme yang elegan, penuh kearifan, dan mencerahkan.

Pola keberagamaan eklektik Islam Indonesia banyak berlangsung di tingkat artefak dan ideofak. Jika mau dikodifikasi, eklektisisme Islam Indonesia merupakan hamparan realitas faktual yang membentang sepanjang gugusan Nusantara.

Modus persilangan budaya dapat dijumpai pada kosmologi Muslim tentang ruang, waktu, dan artefak fisik sebagaimana tecermin dalam arsitektur rumah ibadah. Produk akhir dari persilangan itu dapat diterima sebagai realitas faktual, tetapi proses pembentukannya sering absen dari pencernaan kognitif umat Muslim pada umumnya.

Kelumrahan antropologis

Begitu eklektisisme tersebut diterima sebagai realitas faktual, pembelahan dan pemilahan anasir keagamaan dari anasir sosial-budaya hampir-hampir merupakan kemustahilan antropologis. Hal ini karena kedua anasir tersebut telah menyatu-padu secara kohesif ke dalam struktur keberagamaan umat Muslim di Tanah Air. Setiap Muslim merayakan entitas keberagamaan dimaksud sebagai kelumrahan antropologis belaka tanpa harus meributkan kembali sisi genealogis setiap elemen.

Pada derajat tertentu, modus keberagamaan eklektik tersebut bahkan dirayakan juga oleh tiap orang, apa pun latar belakang agama dan budayanya. Setiap orang merasa memiliki dan menjadi bagian dari entitas tersebut tanpa harus menyoal kembali dari mana asal-usulnya. Artinya, efek liminalitas dari keberagamaan eklektik tersebut tak dirasakan segenap warga masyarakat, tetapi justru menjadi faktor kohesi sosial di kalangan mereka. Setiap orang dengan tulus dan bangga diafiliasikan kepadanya.

Sebagaimana dicatat oleh Denys Lombard (Nusa Jawa: Jaringan Asia, 2005:237), penyatuan sistem penanggalan Jawa dan Hijriah oleh Sultan Agung menjadi contoh kecil betapa eklektisisme Islam dapat bekerja dengan baik di Jawa melalui kosmologi tentang waktu. Atau, ritus selamatan, bersih desa, dan festival budaya lainnya menjadi semacam focal point dengan anasir keislaman dan kejawaan bersatu padu. Inilah bentuk-bentuk local genius keberagamaan di Indonesia yang merefleksikan eklektisisme Islam yang penuh makna dan kearifan kultural.

Memang, modus keberagamaan eklektik semacam ini secara peyoratif pernah ”disindir” oleh Clifford Geertz (The Religion of Java, 1960) sebagai keberagamaan sinkretis atau tidak murni. Dikatakan peyoratif karena saat menyebut Islam Jawa, Geertz sebenarnya tengah menunjukkan versi keberagamaan yang terdegradasi dari keberagamaan ”Islam murni” yang hanya ada di episentrumnya, Jazirah Arab. Sebagaimana dimaklumi, di dalam Islam Indonesia, khususnya Islam Jawa, ditemui banyak elemen lokal yang dianggapnya tidak sejalan, bahkan bertentangan dengan Islam.

Dalam formulasi yang hampir sama, Ernest Gellner (Muslim Society, 1981)—mengikuti Robert Redfield (The Little Community and Peasant Society and Culture, 1960)—mengklasifikasi Islam ke dalam dua manifestasi: Islam tradisi besar (great tradition) dan Islam tradisi kecil (little tradition). Islam tradisi besar adalah versi keberagamaan yang terambil dari sumber-sumbernya yang otentik, yakni Kitab Suci. Sementara itu, Islam tradisi kecil adalah versi keberagamaan populer yang keberadaannya dianggap tidak selalu sejalan dengan Islam tradisi besar. Diskrepansi keberagamaan ini terjadi karena terdapat serangkaian kontradiksi dan inkonsistensi di antara keduanya.

Sejalan dengan Geertz, Gellner juga menempatkan Islam tradisi besar dalam posisinya yang lebih adiluhung dan otentik ketimbang Islam tradisi kecil. Klasifikasi biner semacam ini tentu saja tidak menyelesaikan masalah, bahkan misleading, terutama ketika umat Muslim dihadapkan pada dialektika teks-konteks yang begitu rumit.

Selain itu, klasifikasi biner tersebut hanya menahbiskan pola keberagamaan deduktif; teks bersifat judgmental terhadap realitas sosial. Tidak pernah berlaku sebaliknya; praksis keberagamaan menjadi faktor pemerkaya dalam pembacaan atas teks (keberagamaan induktif).

Logosentrisme monokultur

Salah satu kekuatan modus keberagamaan eklektik adalah kemampuannya meruangkan perbedaan dan multikulturalisme. Karakter terbuka sekaligus adesif memungkinkan Islam menyerap anasir di luar dirinya secara mudah. Namun, perlu diingat, Islam eklektik tetap memperhatikan komposisi ideal dalam sebuah persilangan budaya antara elemen inti dan elemen pinggiran. Dalam konteks ini, proses penyerapan sebenarnya berlangsung hanya di tingkat pinggiran. Sementara itu, aspek fondasional agama yang merupakan elemen inti tetap dibiarkan asli sebagaimana adanya.

Namun, keberadaan Islam eklektik akhir-akhir ini menghadapi ancaman dari logosentrisme monokultur, yakni modus keberagamaan picik ala ”kacamata kuda”. Arkoun (2002:31) memaknai logosentrisme sebagai ”tendensi untuk membatasi seluruh pengetahuan pada sekumpulan teks keagamaan, asumsi, dan tafsir diskursif tertentu, beserta seluruh pandangan dunia sosial/budaya/politik yang menyertainya”. Modus keberagamaan logosentris tidak mendasarkan dirinya pada argumentasi rasional, tetapi pada sikap narrow-mindedness dan ketakutan atas hal-hal baru (xenophobia).

Sikap dan pandangan kaum logosentris hanya mengedepankan aspek tekstualitas literal sekaligus mengesampingkan pesan-pesan substantif. Segala sesuatu yang tidak selaras dengan ujaran harfiah Kitab Suci, atau tidak disebut secara eksplisit di dalamnya, akan dihakimi dosa. Sebaliknya, sebuah ujaran harfiah Kitab Suci akan tetap direalisasikan sekalipun keberadaannya tidak lagi relevan dengan semangat zamannya. Modus keberagamaan logosentris semacam ini belakangan tengah membuncah di Tanah Air seiring munculnya protes sekelompok orang terhadap pemimpin bukan atas argumentasi kinerja kepemimpinannya, melainkan karena identitas keagamaannya (baca: non-Muslim).

Selain itu, kelompok ini juga berargumen bahwa Indonesia bukan negara Islam. Landasan ideal dan konstitusional Indonesia, Pancasila dan UUD 1945, dianggap bukan representasi Islam hanya karena keduanya merupakan produk pemikiran manusia. Mereka alpa bahwa jika dijabar secara rinci, tidak ada satu butir-butir pun penjelasan kedua dasar tersebut yang bertentangan dengan Islam. Padahal, di atas kedua landasan tersebut, Indonesia kini menjadi sebuah negara Islam(i) dalam versi yang berbeda karena Islam hadir bukan dalam semangat legal-formalnya, melainkan dalam semangat profetiknya.

Inilah pesan moral yang coba diangkat melalui Annual International Conference on Islamic Studies yang dihelat IAIN Samarinda pada 21-23 November 2014 di Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan tema: ”Responding the Challenges of Multicultural Societies: The Contribution of Indonesian Islamic Studies.”

MASDAR HILMYWakil Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel, Surabaya

Jepang Pasca 2014Oleh: Makmur Keliat 

PEMILU Jepang segera dilaksanakan pada 14 Desember mendatang. Sebagian besar pengamat di Jepang menyatakan, partai koalisi pimpinan Shinzo Abe akan tetap  memenangi pemilihan Majelis Rendah (Diet) itu.

Terlepas dari proyeksi optimistis tentang  kepemimpinan nasional ini, kebijakan luar negeri Jepang tampaknya akan terus mengalami pergeseran struktural, baik dalam isu keamanan maupun ekonomi. Tulisan berikut berupaya mengidentifikasikan beberapa pergeseran tersebut.

Reintepretasi Pasal 9

Dalam isu keamanan, pergeseran yang paling tampak adalah pada operasionalisasi Pasal 9 Konstitusi Jepang. Pemerintah Jepang baru-baru ini telah sepakat pada prinsip berikut: penciptaan ruang interpretasi yang lebih besar terhadap ketentuan Pasal 9. Tafsiran sebelumnya adalah bahwa  penggunaan kekuatan ”pertahanan bela diri” Jepang hanya terbatas pada situasi ketika terdapat serangan militer secara langsung ke negeri itu. Reinterpretasi yang dilakukan kini telah memungkinkan ”kekuatan pertahanan bela diri” Jepang dapat digunakan untuk menghadapi serangan militer terhadap suatu negara asing.

Dalam hal ini ada tiga prasyarat yang diperlukan. Pertama, penggunaan ”kekuatan pertahanan bela diri” itu dimungkinkan jika serangan militer itu ditujukan kepada negara asing yang memiliki hubungan dekat dengan Jepang dan jika serangan itu mengakibatkan adanya ancaman terhadap kelangsungan hidup Jepang dan memberikan bahaya yang jelas terhadap  hak-hak hidup, kebebasan, dan pencapaian kebahagiaan.

Kedua, jika tidak terdapat alat-alat lainnya yang tersedia untuk menghilangkan serangan militer tersebut dan untuk menjamin kelangsungan hidup Jepang dan untuk melindungi rakyatnya. Ini berarti penggunaan ”kekuatan pertahanan bela diri” itu sebagai sandaran terakhir ketika instrumen lainnya tidak dapat digunakan.

Ketiga, penggunaan ”kekuatan pertahanan bela diri” itu harus dibatasi seminimum mungkin sesuai dengan yang dibutuhkan.

Prinsip umum untuk memberikan ruang interprestasi yang lebih luas dengan tiga prasyarat itu kini tengah diterjemahkan secara lebih rinci melalui kerangka hukum nasional. Namun, seluruh kekuatan politik di Jepang telah sepakat, penggunaannya harus atas persetujuan parlemen.

Di samping persetujuan parlemen, kompleksitas lainnya dalam penggunaan kekuatan bela diri itu terkait persetujuan dari negara yang mengalami serangan militer atau yang terkait dengan mekanisme multilateral di bawah payung PBB. Intinya, penggunaan ”kekuatan pertahanan bela diri” Jepang telah mengalami pergeseran. Jika sebelumnya memiliki watak ”individual” dan ”pasif-defensif”, yaitu terbatas untuk wilayah nasional Jepang ketika mendapatkan serangan militer, maka kini telah bergeser menjadi lebih berwatak kolektif dan ”aktif-defensif” karena keamanan negara yang mendapat serangan militer dapat juga dipandang menjadi bagian kepentingan keamanan Jepang.

Ada dua sebab utama mengapa reinterpretasi Pasal 9 dilakukan. Pertama, terkait dinamika di tingkat global. Terdapat pandangan strategis yang kian menguat di Jepang bahwa ancaman militer di tataran global semakin bervariasi baik dari sisi aktor pelaku maupun dari sebaran wilayahnya. Seluruh ancaman ini dipersepsikan dapat membahayakan Jepang sebagai salah satu trading nation utama di tingkat global. 

Tidak adanya sebutan negara dan wilayah tertentu dalam prinsip umum yang melandasi reinterpretasi itu menyampaikan pesan yang sangat jelas. Dengan hanya menyebut istilah ”negara asing” terdapat fleksibilitas dalam penggunaannya, yaitu tidak hanya terbatas pada kawasan atau negara tertentu.

Kedua, terkait kebangkitan Tiongkok sebagai aktor negara utama di tataran internasional. Terdapat persepsi yang makin kuat di kalangan pembuat kebijakan di Jepang bahwa terdapat kebutuhan untuk menyeimbangkan kebangkitan Tiongkok. Tidak hanya karena Jepang bersengketa dengan Tiongkok terkait kepemilikan Pulau Senkaku/Diaoyu di Laut Tiongkok Timur. Kepedulian strategis ini juga didorong konflik teritorial di kawasan Laut Tiongkok Selatan sebagai jalur lintas laut strategis bagi ekonomi nasional Jepang. Dalam hal ini reinterpretasi Pasal 9 dapat dilihat sebagai tanggapan kebijakan strategis Jepang menetralisasi kemungkinan tindakan militer secara unilateral Tiongkok atas sengketa Kepulauan Spratly.

Kemitraan Trans-Pasifik

Kepedulian strategis untuk menyeimbangkan diri dengan kebangkitan Tiongkok tidak hanya tampak pada bidang keamanan. Pada bidang ekonomi, dorongan serupa juga kian kuat. Jepang tampak menyambut baik dan mendukung kerangka kerja sama regional Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Beranggotakan 12 negara tanpa keikutsertaan Tiongkok di dalamnya  telah menyampaikan pesan bahwa TPP bentuk dukungan Jepang terhadap strategi rebalancing Washington terhadap Beijing.

Ini tidak berarti Jepang telah mengesampingkan ASEAN. Organisasi regional ini tetap penting bagi Jepang. Jepang adalah negara mitra ASEAN, baik melalui mekanisme ASEAN+1, ASEAN+3, dan juga melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensif ASEAN-Jepang. Jepang juga memberikan dukungan bagi gagasan ASEAN untuk mewujudkan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), dengan Tiongkok juga berada di dalamnya. Seluruh mekanisme kerja sama ini tentu saja menunjukkan ASEAN secara ekonomi penting bagi Jepang.

Namun, Jepang tidak sepakat terhadap upaya yang tengah dilakukan Tiongkok untuk membangun institusi keuangan baru di Asia. Jepang, misalnya, tidak memberikan tanggapan positif terhadap pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang baru-baru ini disetujui Indonesia. Setidaknya terdapat dua keberatan terhadap inisiatif Tiongkok ini. Pertama, terkait hal-hal teknis, yaitu prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan institusi itu nantinya. Jepang merasa Tiongkok tidak memiliki tradisi yang kuat untuk melembagakan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola institusi keuangan.

Keberatan kedua terkait ”itikad hegemonik” dari Tiongkok. Dengan memberikan kontribusi pendanaan awal sebesar 50 persen, Jepang mencemaskan bahwa Tiongkok bermaksud mendikte mekanisme, aturan, dan prosedur dari institusi keuangan tersebut.

Karena itu, ada skenario bahwa Jepang bersama AS akan menggunakan TPP secara maksimal sebagai instrumen untuk membendung kemungkinan ”itikad hegemonik” Tiongkok itu.

Konsekuensi strategis

Ada dua konsekuensi strategis dari pergeseran struktural ini. Pertama, dalam bidang keamanan, Indonesia tidak perlu terlalu mencemaskan stabilitas kawasan, khususnya menyangkut Laut Tiongkok Selatan. Reinterpretasi Pasal 9 yang telah disepakati Pemerintah Jepang akan memberikan manfaat positif setidaknya berupa efek penggentar terhadap kemungkinan sikap unilateral Tiongkok di dalam konflik Laut Tiongkok Selatan.

Namun, dalam isu ekonomi, situasinya mungkin sedikit berbeda. Indonesia harus tidakterjebak dalam strategi rebalancing AS dan Jepang vis-À-vis Tiongkok. Hal ini disebabkan tak hanya Indonesia tidak mendukung kerja sama TPP yang didukung Jepang dan AS, tetapi juga menyepakati inisiatif Tiongkok untuk mewujudkan AIIB. Untuk itu terdapat kebutuhan bagi Indonesia untuk memberikan argumen yang jelas dan logis berdasarkan kepentingan nasionalnya mengapa sikap demikian diambil. Misalnya  dengan menyatakan tiga hal substansial berikut.

Pertama, Indonesia memiliki kebutuhan mendesak untuk segera mempercepat pembangunan infrastrukturnya. Infrastruktur yang baik juga akan memberikan dampak positif bagi para investor Jepang yang sejak lama telah berbisnis di Indonesia. Kedua, dengan menyatakan AIIB adalah komplementer terhadap Bank Pembangunan Asia (ADB), dengan Jepang sebagai salah satu negara penyandang dana utamanya. Indonesia tidak melihat dua institusi ini dalam pendekatan yang saling meniadakan, tetapi saling melengkapi. Ketiga, dengan

menyatakan bahwa agenda liberalisasi tanpa agenda perbaikan infrastruktur adalah agenda yang melumpuhkan daya saing ekonomi negeri ini. 

MAKMUR KELIATPeneliti pada ASEAN Studies Center, FISIP UI

Dilema ”E-Voting”Oleh: Didik Supriyanto

BERBICARA peran perangkat elektronik dalam proses pemilu dikenal dua istilah: e-voting dan e-counting.

E-voting adalah pemberian suara melalui perangkat elektronik sehingga pilihan pemilih otentik serta mudah dan cepat dihitung. Sementara e-counting adalah penghitungan suara melalui perangkat elektronik sehingga proses penghitungan suara berlangsung cepat dan hasilnya akurat. Ketika bicara e-voting, aspek e-counting sudah tercakup; sedangkan e-counting tak meliputi teknis pemberian suara.

Dipicu oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pembahasan e-voting kembali bergairah.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan sudah menyiapkan perangkat yang bisa digunakan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) mendatang. Perangkat tersebut sudah berhasil dipraktikkan dalam pemilihan kepala desa di Musi Rawas (Sumatera Selatan), Boyolali (Jawa Tengah), dan Jembrana (Bali). Karena itu, bupati di tiga daerah itu menyatakan siap menggelar pilkada dengan e-voting (Kompas, 14/11).

Hilangnya kegembiraan politik

Saya tidak meragukan kemampuan BPPT atau pihak lain dalam menyiapkan perangkat e-voting yang akurat, ramah, sekaligus praktis. Saya juga tidak ragu atas komitmen mereka untuk membangun demokrasi sehat melalui pemilu murah. Namun, semua pihak harus tetap berhati-hati merealisasikan gagasan ini.

Masalahnya tidak hanya pada kesiapan teknis peralatan, keterampilan penyelenggara, pengetahuan pemilih, serta mental elite partai dan calon, tetapi juga kesiapan masyarakat untuk move on dari pemilu yang ”ramai” ke pemilu yang ”sepi” di tempat pemungutan suara (TPS).

Pertama, pada hari-H pemilu, TPS sesungguhnya bukan sekadar tempat pemilih memberikan suara. TPS juga bukan sekadar arena kontestasi terakhir yang harus dilalui partai politik dan calon untuk memenangi pemilihan. TPS adalah tempat interaksi sosial karena tidak setiap hari warga bisa bertatap muka, bertegur sapa, dan mengobrol. Ini tidak hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga di desa-desa, di pantai, daratan, ataupun di pegunungan. Mereka yang hadir menyadari tengah melakukan ”ritual politik” lima tahunan meski dalam interaksi itu tidak melulu bicara politik.

Interaksi sosial itu akan menghilang, atau setidaknya berkurang, ketika e-voting diterapkan. Tidak ada lagi orang saling bertanya dan menjelaskan tentang ada-tidaknya nama dalam daftar pemilih, bagaimana mendaftar dan masuk antrean, juga bagaimana memberikan suara karena semua pertanyaan itu jawabannya cuma satu: e-KTP. Karena proses pemungutan suara berlangsung cepat, tidak perlu antre dan minta penjelasan macam-macam, warga juga bergerak cepat di TPS. Selesai memilih, mereka bisa langsung pulang. Tidak ada perbincangan, tidak ada senda gurau soal pilihan, juga hilang kesadaran bahwa mereka baru saja melakukan ”ritual politik” lima tahunan.

Kedua, TPS telah menjadi arena politik tempat warga mengembangkan toleransi dan memaknai perbedaan pilihan politik. Hal ini terjadi terutama ketika berlangsung penghitungan suara. Ketika satu per satu surat suara dipampangkan petugas, lalu disaksikan dan dihitung bersama, ketegangan politik selama masa kampanye lumer.

Selama mengikuti penghitungan suara, warga bersenda gurau tentang nasib partai atau calon jagoannya. Saksi-saksi boleh saja bersitegang, tetapi ketegangan itu tak berujung keributan karena melalui celetukan dan sindiran, warga mengembangkan nilai-nilai kejujuran dan toleransi. Setelah semua suara direkap, warga memiliki peta politik hasil pemilu, yang diikuti kesadaran untuk menerima siapa pun yang menang.

Kejujuran dan toleransi

Jika e-voting diterapkan, jangan harap kegembiraan politik yang disokong nila-nilai kejujuran dan toleransi itu bertahan. Di TPS, e-voting menjadikan pemilu senyap. Tidak ada lagi proses penghitungan suara yang diikuti warga, tidak ada lagi senda gurau, dan tentu saja tidak ada lagi pengembangan nilai-nilai kejujuran dan toleransi.

Sebab, setelah pemungutan suara ditutup, petugas akan mengoperasikan perangkat, yang dalam hitungan detik, hasil penghitungan suara langsung diketahui. Dalam situasi seperti ini, e-voting tidak hanya menghilangkan kegembiraan politik, tetapi juga justru menimbulkan ketegangan. Sebab, warga ataupun saksi yang merasa partai atau calonnya akan menang secara tiba-tiba harus menghadapi kenyataan pahit: kalah.

Saya menghargai sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak terburu-buru menerapkan e-voting. Namun, sejauh ini sikap KPU lebih didasari pada pertimbangan kesiapan perangkat, petugas, pemilih, partai politik dan calon. Lembaga ini belum mengeksplorasi lebih jauh tentang kemungkinan hilangnya kegembiraan politik yang bernilai kejujuran dan toleransi saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Padahal,

kedewasaan politik warga itulah yang menjadikan politik kita tetap beradab, berkebalikan dengan perilaku wakil-wakil mereka di DPR.

Belajar dari kekisruhan pemilu-pemilu sebelumnya, masalah pokok pemilu sesungguhnya terjadi dalam proses rekapitulasi hasil penghitungan suara di Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Di sanalah sering terjadi kasus pengubahan hasil penghitungan suara karena suara yang diperoleh partai atau calon tertentu dikurangi atau dialihkan ke partai atau calon lain. Selama ini nyaris tidak ada komplain perubahan hasil penghitungan suara di TPS. Jika pun terjadi komplain, hal itu lebih karena salah hitung atau salah tulis akibat kelelahan petugas.

Jika demikian, yang kita butuhkan sesungguhnya e-counting, yaitu perangkat yang bisa merekam dengan akurat, cepat, dan bisa diverifikasi atas hasil penghitungan suara di TPS. Jika kita konsentrasi mengembangkan perangkat ini, kita tidak hanya menyelesaikan masalah pokok pemilu selama ini, tetapi juga tidak mengancam kekayaan politik yang kita miliki: kegembiraan politik yang bernilai kejujuran dan toleransi di TPS.

DIDIK SUPRIYANTOKetua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi

ANALISIS POLITIK

Menjadi PejabatMENARIK mencermati pemikiran Bupati Boyolali Seno Samodro. Dalam obrolan kami sambil menikmati jajanan tradisional di sela-sela gerimis, Jumat (5/12) sore, dia mengatakan bahwa jabatan bupati, wali kota, gubernur, dan presiden sebaiknya satu periode saja. Ibarat membangun masjid atau katedral, mereka cukup meletakkan satu batu bata. Biar pemimpin berikutnya yang melanjutkan.

Gagasan itu tentu bertentangan dengan logika umum yang menginginkan masa jabatan kepala daerah dan presiden dua periode agar terjadi kesinambungan dalam implementasi kebijakan. Bagi Seno Samodro, siapa pun yang mendapatkan kesempatan itu kecenderungannya hanya akan menikmati kebun mawar kekuasaan pada periode kedua. Kinerjanya pasti melemah.

Selain itu, untuk persiapan kontestasi pada periode kedua, mereka juga memerlukan dana kampanye. Apabila dana cekak, perilaku koruptif kemungkinan besar akan terjadi. Situasi akan lebih buruk apabila petahana juga berkehendak mengembalikan biaya politik yang sudah dikeluarkan pada masa kampanye periode pertama. Pendeknya, menata Republik akan lebih mudah apabila jabatan politik dipanggul satu kali saja. Ini akan memupus patronase akut.

Dalam perspektif budaya politik, pemikiran itu bisa dibenarkan. Secara kesejarahan, bangsa Indonesia dibangun dari kultur kerajaan yang memandang kekuasaan bersifat tunggal dan tidak terbagi, jika tidak boleh disebut absolut. Siapa pun yang berada dalam lingkaran kekuasaan mendapatkan kehormatan dan hak-hak istimewa.

Dalam derajat tertentu, perpecahan Partai Golkar juga merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan kekuasaan yang bersifat tunggal dan pemenuhan hak-hak istimewa itu. Dengan istilah lain, Aburizal Bakrie menghendaki dua kali kepemimpinan. Untuk itu, dia telah membangun patronase guna mengamankan kepentingannya.

Tidak mengherankan apabila dia berkemampuan menggerakkan pendukungnya untuk menyelenggarakan Musyawarah Nasional IX di Nusa Dua, Bali, dan dipilih secara aklamasi. Ia juga memecat para politisi Golkar yang tergabung dalam Presidium Penyelamat Partai.

Sebaliknya, kubu lain mencoba menggeliat melakukan perlawanan. Mereka mengibarkan bendera nilai-nilai demokrasi. Sikap politik Aburizal Bakrie yang mendukung pemilihan kepala daerah oleh DPRD menjadi sasaran tembak. Demikian juga dengan fenomena aklamasi pemilihannya. Mereka berargumen Golkar tidak boleh menjadi pengkhianat demokrasi.

Untuk membuktikan keseriusan perlawanan mereka, Presidium mengadakan Munas IX tandingan di Ancol, Jakarta. Di sini, mekanisme terbuka dilakukan sebagai peluru yang dibidikkan ke Aburizal Bakrie yang dipilih secara aklamasi. Agung Laksono akhirnya terpilih sebagai ketua umum secara demokratis mengalahkan Priyo Budi Santoso dan Agus Gumiwang Kartasasmita.

Fenomena keterbelahan Golkar tersebut, sama dengan hasrat politik para bupati, wali kota, gubernur, dan presiden untuk mempertahankan kekuasaan selama memungkinkan (sesuai dengan aturan adalah dua periode), sebenarnya berakar jauh dalam sosialisasi keluarga, sekolah, dan lingkungan.

Para orangtua, misalnya, meskipun bangsa ini telah merdeka dan menjelma menjadi republik, secara umum dan tradisional tetap saja menginginkan anaknya dadi wong (menjadi orang). Maknanya, menjadi pegawai negeri, pejabat pemerintah, dan dalam perkembangannya termasuk menjadi ketua partai politik. Harapan orangtua tanpa kita sadari menyelusup ke dalam alam bawah sadar dan menjadi cita-cita kita sendiri.

Tidak mengherankan apabila banyak orang berkeinginan menjadi pejabat. Mereka berebut mendirikan partai politik dan mencalonkan diri menjadi presiden. Di tingkat lebih rendah, banyak orang bergabung ke dalam partai untuk bisa maju memperebutkan kursi eksekutif ataupun legislatif. Bahkan, banyak orang mendukung calon presiden bukan karena cita-cita luhur ingin melihat bangsa Indonesia lebih adil dan makmur, melainkan karena ingin jadi menteri.

Sehubungan dengan hal tersebut, penyatuan hati dan tangan mereka untuk bekerja bagi rakyat patut dipertanyakan. Hal itu karena cita-cita mereka sejak kecil adalah sekadar menjadi pejabat dan bukan bekerja untuk rakyat. Setelah menjadi pejabat, mereka merasa cita-citanya sudah tercapai. Mereka miskin inisiatif, malas melayani rakyat, dan menolak hak rakyat yang ingin terlibat dalam pembuatan kebijakan.

Padahal, sebagai pejabat, meminjam istilah yang mencuat dalam pertunjukan seni di Omah Petruk asuhan Romo Sindhunata, Karang Klethak, Pakem, Yogyakarta, seharusnya tidak hanya melihat perikehidupan rakyat dengan mata terbuka, tetapi juga dengan mata hati. Mata terbuka justru harus ditutup karena semu dan sering menipu. Sebaliknya, mata hati ibarat

Mbok Turah yang tidak pernah kehabisan rezeki meskipun dibagikan kepada sebanyak mungkin orang yang susah dan miskin.

Kultur kekuasaan yang bersifat tunggal dan tak terbagi secara hipotesis memang membuka peluang pejabat hanya membangun patronase dan tidak bekerja keras pada periode kedua. Oleh karena itu, kontrol media dan masyarakat sipil terhadap kinerja mereka adalah mutlak. Tanpa itu, rakyat akan pesimistis karena menyaksikan elite yang tidak bekerja untuk mereka, tetapi justru sibuk saling membuat rapat tandingan!

SUKARDI RINAKITChairman Soegeng Sarjadi Syndicate

Menyediakan Guru BermutuOleh: Rosalia Wiwiek Wahyuning Ratri 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memiliki perhatian serius soal ketersediaan guru bermutu. Dengan program Indonesia Mengajar, Anies merekrut para sarjana unggul untuk menjadi guru di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar.

Dari cara merekrut guru dan daerah penempatannya, tampaklah tekanannya pada mutu guru dan nasionalisme. Dengan sedikit retorika heroisme, berdatanganlah para sarjana mumpuni dan idealis mendaftarkan diri. Apakah Anies bisa mewujudkan ketersediaan guru bermutu seperti program Indonesia Mengajar?

Dalam perekrutan guru Indonesia Mengajar, kesempatan terbuka bagi semua sarjana sehingga leluasa memilih calon yang bermutu. Ini berbeda dengan perekrutan guru di bawah kementerian di mana regulasi menentukan bahwa pelamar harus sarjana bersertifikat guru. Padahal, tidak semua sarjana hebat memiliki sertifikat keguruan.

Tanpa mengubah peraturan, Anies akan kembali terjebak pada sistem perekrutan lama yang terbukti kurang melahirkan guru-guru bermutu tinggi. Apalagi, perekrutan guru di pendidikan dasar dan menengah sekarang menjadi hak pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat, sehingga keinginan mendapatkan guru bermutu semakin jauh.

Setelah perekrutan calon guru tertutup untuk para sarjana bukan keluaran lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK), hingga kini pelajar bermutu tamatan SMA belum juga berminat melamar kuliah ke LPTK. Ini membuat LPTK masih mendapat calon mahasiswa dari pelajar lapisan bawah. Maka, harapan tinggal pada mutu LPTK.

Sebagai guru yang sudah 23 tahun mengajar, hampir setiap tahun saya dan teman-teman guru mendapat mahasiswa calon guru yang praktik kerja lapangan (PKL) dari sejumlah LPTK. Tugas mereka belajar dari kami tentang bagaimana mengajar dan menulis laporan/skripsi. Hasil penilaian kami menjadi bahan pertimbangan LPTK menentukan kelulusan mahasiswanya.

Pola belajar seperti ini menunjukkan LPTK-LPTK yang ada tidak yakin akan proses yang berlangsung di kampus sehingga masih membutuhkan pengajaran, peniruan, dan penilaian kami. Jika selama ini kita mengakui bahwa mutu pendidikan kita buruk, mutu lulusan buruk, dan mutu guru buruk, pola PKL itu bisa dikatakan gagal karena hanya menduplikasi dan mereproduksi guru-guru yang bermutu rendah juga.

Persoalan baru yang dihadapi sekarang adalah realitas terpisahnya pendidikan tinggi dan riset sehingga pembenahan LPTK agar link-match dengan kondisi mutu guru menjadi persoalan tersendiri.

Meningkatkan mutu

Bagaimana sebaiknya meningkatkan mutu? Selain memperbaiki pola perekrutan dan meningkatkan mutu LPTK, realitas guru yang berkualitas rendah pun perlu dibenahi. Jangan lagi terjebak pada pola-pola lama yang mewajibkan guru kuliah lagi untuk mengambil S-1 dan mengikuti penataran/workshop/diklat.

Pola kuliah S-1 tidak efektif karena orang dengan status guru merasa sudah nyaman dapat pekerjaan dan gaji. Kalaupun mau kuliah lagi, etos belajar biasanya sudah menyimpang dari semula berupaya meningkatkan kualitas diri menjadi sekadar meningkatkan jumlah ijazah dan gelar. Akibatnya, guru akan memilih kuliah di LPTK kelas rendah yang mudah meluluskan.

Sekarang, jumlah guru berijazah sarjana lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi mutu pendidikan tetap saja buruk. Ini berarti peningkatan jumlah guru yang sarjana tidak otomatis menambah mutu guru.

Mendikbud sebaiknya juga tidak terjebak pada pengadaan penataran, diklat, dan workshop bagi para guru seperti yang selama ini dilakukan. Kenyataannya, efektivitas intervensi ini masih kurang. Maka, pilihan maksimal adalah bermain di wilayah pembenahan mutu penataran, diklat, workshop, metode, narasumber, kurikulum, dan kriteria pesertanya.

Untuk itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, menciptakan kondisi kesejahteraan dan suasana kerja guru yang menyenangkan sehingga bisa menarik perhatian lulusan terbaik SMA untuk mau masuk ke LPTK dan kemudian menjadi guru. Ini membutuhkan riset khusus ke arah persepsi siswa SMA terhadap profesi guru. Kebijakan yang harus diambil adalah menciptakan imaji positif tentang guru di mata para pelajar SMA.

Kedua, bekerja sama dengan LPTK agar bisa memperbaiki mutu mereka, termasuk mereka harus percaya diri dengan tidak lagi mengirim mahasiswa PKL belajar dari kami. Mahasiswa

LPTK harus tampil percaya diri dengan membawa metode-metode pedagogi paling mutakhir. Ini berarti mahasiswa LPTK itu datang bukan belajar dari kami, tapi kamilah yang harus mengadopsi metode terbaru dari mereka untuk merevisi metode lama yang gagal memperbaiki mutu lulusan.

Ketiga, perekrutan calon guru harus terbuka untuk semua sarjana. Sarjana non-sertifikasi keguruan yang lulus seleksi diwajibkan mengikuti program Akta IV ke LPTK yang tertunjuk. Selama masih kuliah di LPTK pun mereka tidak otomatis menjadi guru! Jika prestasinya tidak memadai, mereka tidak jadi diangkat menjadi guru. Sarjana yang lulus dan memiliki sertifikat keguruan boleh langsung mengajar.

Keempat, reformasi sistem penataran, diklat, dan workshop setelah melakukan kajian kritis atas penataran, diklat, dan workshop selama ini. Kelima, bagi guru yang sudah tidak mungkin bisa berkembang lewat penataran, diklat, dan workshop perlu dilakukan pensiun dini.

Keenam, perekrutan guru tidak lagi di tangan pemerintah daerah, tetapi di tangan Kemdikbud supaya tidak bias kepentingan politik pilkada.

ROSALIA WIWIEK WAHYUNING RATRI

Guru SMP Negeri 1 Patuk, Gunung Kidul, DI Yogyakarta