ARTIKEL JAHE.docx
Transcript of ARTIKEL JAHE.docx
1. Pengertian Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan
banyak digunakan sebagai bumbu, bahan obat tradisional, manisan, atau minuman
penyegar, dan sebagai bahan komoditas ekspor nonmigas andalan. Pasokan jahe
dari Indonesia ke negara pengimpor jahe dalam beberapa tahun terakhir ini cukup
meningkat. Akan tetapi, peningkatan permintaan akan jahe belum dapat diimbangi
dengan peningkatan produksi jahe. Jahe Indonesia diekspor ke beberapa negara
tujuan antara lain Jepang, Emirat Arab, Malaysia dalam bentuk jahe segar, jahe
kering dan olahan (Paimin dan Murhananto, 1999).
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna
rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1. Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak,
rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung
dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat
berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe
olahan.
2. Jahe putih kecil atau lebih dikenal dengan jahe emprit memiliki rimpang
dengan bobot berkisar 0,5 – 0,7 kg per rumpun. Struktur rimpang jahe
emprit, kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih
kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang
antara 6 – 30 cm, dan diameter antara 3,27 – 4,05 cm. Kandungan dalam
rimpang jahe emprit antara lain minyak atsiri 1,5 – 3,5%, kadar pati 54,70%,
kadar serat 6,59%, dan kadar abu 7,39 – 8,90%.
3. Jahe merah, rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe
putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua,
dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil,
sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan (Harmono dan Andoko. 2005).
2. Minyak Atsiri Jahe
Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak
menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak menguap yang biasa disebut minyak
atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak tak
menguap yang biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas
dan pahit. Komponen yang terdapat pada oleoresin merupakan gambaran utuh dari
kandungan jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed oil yang terdiri dari zingerol,
shogaol, dan resin. Kandungan minyak setiap bagian bagian rimpang jahe
berbeda. Kandungan terbanyak di bagian bawah jaringan epidermis. Semakin ke
tengah kandungannya semakin sedikit. Selain itu, umur jahe mempengaruhi
kandungan minyaknya. Kandungan minyak meningkat terus sampai mencapai
umur optimum (12 bulan). Lewat usia itu kandungan minyaknya semakin sedikit.
Sedangkan bau khas jahe semakin tua semakin menyengat.
Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe.
Minyak atsiri itu sendiri terdapat pada rimpang jahe segar, jahe kering, atau
oleoresin. Jahe kering mengandung minyak atsiri sebanyak 1-3 %. Sedangkan
jahe segar kandungan minyak atsirinya lebih banyak daripada jahe kering, apalagi
kalau tidak dikuliti sama sekali. Komponen utama minyak jahe adalah zingiberen
dan zingiberol. Zingiberen adalah senyawa paling utama dalam minyak jahe
( Paimin, 1991).
Di dalam dunia perdagangan, minyak jahe dikenal dengan nama ginger oil.
Menurut EOA, patokan mutu ginger oil sebagai berikut :
- Warna dan penampilan : cairan berwarna kuning muda sampai kuning
- Berat jenis pada 25oC : 0,871 – 0,882
- Putaran optik : (-28) – (-45)o
- Indeks refraksi, 20oC : 1.4880 – 1.4940
- Bilangan penyabunan : tidak lebih dari 20
- Kelarutan dalam alkohol : larut dengan kekeruhan (Lutony, 1994).
3. Pengolahan minyak atsiri jahe
Pengolahan minyak atsiri dapat dilakukan dengan cara penyulingan dengan
air, penyulingan dengan air dan uap serta penyulingan dengan uap. Penyulingan
dengan air, bahan yang disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan
tersebut mengapung diatas air atau diremdam secara sempurna tergantung dari
massa jenis atau jumlah bahan yang akan disuling. Pada penyulingan uap dan air
serta penyulingan dengan uap, bahan diletakkan pada rak-rak atau saringan
berlubang, sehingga bahan tidak mengalami kontak langsung dengan air yang
digunakan untuk menghasilkan uap. Perbedaan dengan penyulingan langsung
adalah uap panas berasl dari ketel uap yang terpisah dari alat penyulingan
(Guenther 1952).
Penyulingan jahe segar lebih baik menggunakan sistem uap langsung
dengan tekanan 2,5 bar (Rusli dan Risfaheri, 1992). Hal ini didukung oleh Rusli
(1985) yang menyatakan bahwa penyulingan minyak jahe bahan segar langsung
dengan uap selama 15-20 jam, karena bahan tidak berhubungan dengan air, lama
proses penyulingan ini antara 16-36 jam tergantung dari kapasitas tangki
penyulingan (Murhananto, 1999).
Menurut Guenther (1952) penyulingan minyak jahe dengan uap tergantung
pada tumpukan bahan saat penyulingan dan tekanan yang digunakan, penyulingan
ini memerlukan waktu 20 jam. Minyak jahe juga dapat dihasilkan dengan metode
penyulingan air tetapi dengan metode tersebut dapat memacu proses hidrolisa
yang dipacu oleh adanya air dan suhu tinggi selama proses penyulingan. Menurut
Purseglove (1981), penyulingan minyak jahe dari jahe dengan distilasi air tidak
dilakukan dalam industri untuk menghindari terjadinya pengembunan partikel
(swelling) akibat kandungan pati pada jahe.
Menurut Guenther (1952), kadar minyak jahe tergantung pada cara
pengolahan jahe sebelum disuling, umur jahe dan varietas jahe. Menurut Rusli
(1989), semakin tua umr jahe kandungan minyak jahe dan serat jahe semakin
besar. Hasil penelitian di Australia menyebutkan bahwa kandungan minyak jahe
akan mencapai maksimum pada umur 8-9 bulan.
ARTIKEL PENGOLAHAN MINYAK ATSIRI JAHE EMPRIT
MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI
PERKEBUNAN HULU
Disusun Oleh :
Maisaroh (141710101055)
THP A/8
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
Nopember, 2015
DAFTAR PUSTAKA
Guenther, E., A.J.H. Smith, E.E. Langenau dan G. Urdang. 1952. Minyak
AtsiriVol 1, terjemahan oleh Ketaren, S.Jakarta: UI-Press.
Harmono dan A. Andoko. 2005. Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe. Jakarta:
AgromediaPustaka.
Lutony, T. L. dan Y. Rahmayati. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Paimin, B. F dan Murhananto. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan
Jahe. Cetakan Kedelapan. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.4
Paimin, FB. 1991. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Purseglove, J.W., E.G. Brown., C.L. Green and Robbins, 1981. Spicies Vol. II.
Longman, London.Tropical Agriculture Series.
Rusli, S dan Risfaheri, 1992. Penyulingan Jahe.Makalah pada pertemuan Aplikasi
PaketTeknologi Pertanian. 11-14 Agustus 1992. BandarLampung. Balai
Penelitian Tanaman Rempah danObat.
Rusli, Sofyan. 1989. Peningkatan Nilai Tambah Jahe Melalui Beberapa Proses
Pengolahan. J. Litbang Pertanian, Vol. VIII (4).