Artikel Tiar

21
HUBUNGAN KEJADIAN BULLYING DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR MARDIRAHAYU UNGARAN KABUPATEN SEMARANG JURNAL OLEH KURNIANSYAH BAKTIAR 010111a062 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 1

description

Syringe Pump

Transcript of Artikel Tiar

Page 1: Artikel Tiar

HUBUNGAN KEJADIAN BULLYING DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR MARDIRAHAYU UNGARAN

KABUPATEN SEMARANG

JURNAL

OLEHKURNIANSYAH BAKTIAR

010111a062

PROGRAM STUDI KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO

UNGARAN2015

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 1

Page 2: Artikel Tiar

HUBUNGAN KEJADIAN BULLYING DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR MARDIRAHAYU UNGARAN

KABUPATEN SEMARANG

Kurniansyah BaktiarProgram Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRAK

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Masuknya anak ke lingkungan sekolah yang memiliki dampak signifikan dalam perkembangan sosialnya. Rata-rata murid sekolah dasar mengalami paling sedikit satu kali kekerasan verbal per hari (bullying). Bullying dapat menjadi tindakan agresi yang lebih parah Perilaku bullying dapat membuat perkembangan sosial anak terganggu. Tujuan penelitian mengetahui hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di Sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Populasi yang siswa SD Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang kelas I-VI yaitu sejumlah 183 orang. Metode pengambilan sampel dengan cara proportionate random sampling. Sampel 125 responden. Alat yang digunakan data primer yaitu kuesioner. Uji statistik menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak tidak mengalami kejadian bullying sebanyak 82 responden (65,6%). Sebagian besar perkembangan sosial anak baik sebanyak 122 responden (97,6%). Ada hubungan antara kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak usia sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang dengan nilai p 0,039

Sekolah diharapkan tetap mengawasi siswanya agar perilaku bullying tidak terjadi di sekolah dan mengadakan penyuluhan tentang perilaku bullying sehingga siswa nya tahu serta tidak melakukan perilaku tersebut.

Kata kunci : Kejadian bullying, perkembangan sosial Kepustakaan : 32 pustaka (2002 – 2012)

BULLYING RELATIONSHIP WITH SOCIAL DEVELOPMENT SCHOOL AGE CHILDREN IN ELEMENTARY SCHOOL MARDIRAHAYU UNGARAN DISTRICT SEMARANG

ABSTRACT

Social development is an achievement of maturity in social relations. The entry of children into the school environment has a significant impact on social development. The average primary school pupils experienced at least one time per day verbal violence (bullying). Bullying can be a more serious act of aggression Bullying behavior can make the social development of children affected. This study aimed to bullying relationship with the social development of children of school age in primary schools Mardirahayu Ungaran Semarang District

This study is descriptive correlational approach used is a cross-sectional approach. Elementary student population Mardirahayu Ungaran Semarang District Grade I-VI are some 183 people. Sampling method in a manner proportionate random sampling. Sample of 125 respondents. The tools used primary data questionnaire. Statistical test using chi square test.

The results showed the majority of children do not experience bullying as much as 82 respondents (65.6%). Most of the social development of children both of 122 respondents (97.6%).

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 2

Page 3: Artikel Tiar

There is a relationship between the incidence of bullying with social development in children of school age in primary school Mardirahayu Ungaran Semarang District with p value 0.039

Schools are expected to keep watch over the students that bullying behavior does not occur in schools and organize education about bullying behavior so that his students know and do not do the behavior.

Keywords: Genesis bullying, social developmentBibliography: 32 libraries (2002-2012)

PENDAHULUANLATAR BELAKANG

Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat invidual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang atau masa latent, dimana apa yang telah terjadi dan di pupuk pada masa-masa selanjutnya (Gunarsa,2006). Anak sekolah menjadi pengalaman inti anak pada usia 6-12 tahun yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas prilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebayanya,dan orang lain. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaiaan diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong 2008).

Dalam tahap perkembangan anak usia sekolah adalah perubahan psikologi sebagai hasil dari proses pemotongan fungsi psikis dan fisik pada diri anak yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam waktu tertentu menuju kedewasaan (Suherman, 2002). Menurut Harlimsyah (2007) perkembangan anak adalah segala perubahan yang terjadi pada diri anak dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek fisik motorik, emosional, kognitif, dan psikososial.

Departemen pendidikan dan kebudayaan (2008) mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus menuju pendewasaan yang memerlukan adanya komunikasi dengan masyarakat. Perkembangan sosial bagi anak

sangat diperlukan karena anak merupakan awal kehidupan sosial yang berpengaruh bagi anak, dimana anak akan berjalan mengenal dan menyukai orang lain melalui aktifitas sosial. Apabila pada masa kanak – kanak ini sangat mampu melakukan penyesuaiaan sosial dengan baik dan anak akan mudah diterima sebagai anggota kelompok sosial ditempat mereka mengembangkan diri (Hurlock 2001).

Perkembangan sosial anak usia sekolah dapat dilihat dua macam gerak, yaitu: memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks, 2004). Menurut Hurlock (2001), yang terpenting dan tersulit dalam perubahan sosial yang dialami anak usia sekolah adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam penerimaan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin. Anak usia sekolah mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota berbagai kelompok sebaya seperti clique, kelompok besar, atau geng. Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota kelompok.

Menurut Hurlock (2001) ada beberapa pola perilaku dalam situasi sosial pada awal masa anak-anak yaitu sebagai berikut: kerja sama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan social, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, meniru, perilaku kedekatan. Bentuk-bentuk Perilaku Sosial Anak Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 3

Page 4: Artikel Tiar

keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak usia sekolah  mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial, diantaranya: Pembangkangan, agresi, berselisih, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa, mementingkan diri sendiri.

Menurut Syamsu (2011) perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan norma-norma kelompok, moral, dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling komunikasi dan bekerja sama. Anak di lahirkan belum bersifat sosial, dalam arti dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Kemampuan ini di peroleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannta baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainya perkembangan sosial anak sangat di pengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Masuknya anak ke lingkungan sekolah yang memiliki dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain, masa usia sekolah paling lazim terjadi diantara kelas satu sampai enam dan rata-rata murid sekolah dasar mengalami paling sedikit satu kali kekerasan verbal per hari (bullying) dan biasanya terjadi diantara anak-anak perempuan (Borba, 2009).

Bullying merupakan bagian dari tindakan agresi yang dilakukan berulang kali oleh seseorang atau anak yang lebih kuat terhadap anak yang lebih lemah secara psikis dan fisik. Bullying diidentifikasi sebagai perilaku yang tak dapat diterima dan jika gagal menangani maka bullying dapat menjadi tindakan agresi yang lebih parah (Astuti, 2008).

Bentuk fisik dari bullying antara lain mengigit, menarik rambut, memukul, menendang, mengunci dan mengintimidasi

korban di ruangan atau dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong, men cakar, meludahi, mengancam. Bentuk non fisik dari bullying antara lain terbagi dalam bentuk verbal contohnya panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan, mengancam, atau intimidasi, menghasut, berkata jorok pada korban, berkata menekan, menyebarluaskan kejelekan korban. Bentuk non verbal dari bullying diantaranya adalah manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mengirimkan pesan menghasut, curang, dan sembunyi – sembunyi (Astuti, 2008).

Menurut Susanto (2010), ciri-ciri korban bullying pada anak usia sekolah, antara lain: Secara akademis, korban terlihat lebih tidak cerdas dari orang yang tidak menjadi korban atau sebaliknya. Secara sosial, korban terlihat lebih memiliki hubungan yang erat dengan orang tua mereka. Secara mental atau perasaan, korban melihat diri mereka sendiri sebagai orang yang bodoh dan tidak berharga. Kepercayaan diri mereka rendah, dan tingkat kecemasan sosial mereka tinggi. Secara fisik, korban adalah orang yang lemah, korban laki-laki lebih sering mendapat siksaan secara langsung, misalnya bullying fisik. Dibandingkan korban laki-laki, korban perempuan lebih sering mendapat siksaan secara tidak langsung misalnya melalui kata-kata atau bullying verbal. Secara antar perorangan, walaupun korban sangat menginginkan penerimaan secara sosial, mereka jarang sekali untuk memulai kegiatan-kegiatan yang menjurus ke arah sosial. Anak korban bullying kurang diperhatikan oleh pembina, karena korban tidak bersikap aktif dalam sebuah aktifitas. Dimana hal tersebut mengkibatkan perkembangan sosial pada anak terganggu.

Fajrina (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh tindakan kekerasan verbal orang tua terhadap sosialisasi anak usia sekolah sebanyak 40 orang. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh tindakan-tindakan kekerasan verbal dengan perkembangan sosial anak pra sekolah.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SD Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang pada tanggal 5 Mei

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 4

Page 5: Artikel Tiar

2015, diperoleh jumlah siswa sebanyak 148 siswa. Hasil wawancara terhadap 10 siswa di peroleh 6 siswa (60%) mengatakan tidak pernah diejek atau di ganggu oleh teman yang lain 4 siswa ini dalam berhubungan dengan teman tidak bermasalah dan bisa bersosialisasi, 2 siswa dalam kehidupan sosialnya tidak begitu suka berkumpul dengan teman dan menyendiri. 4 siswa (40%) mengatakan suka di ganggu, di dorong dan dipanggil dengan nama julukan dan kata-kata kotor diantaranya 3 siswa merasa malu dan tertekan dan 1 siswa mengatakan cuek saja. Wawancara kepada 2 orang tua murid yang saat studi pendaluluan ada mengatakan anaknya dalam 1 bulan jarang mau masuk sekolah disebabkan pernah diejek dan diminta uang jajannya oleh teman. Dari studi pendahuluan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui adakah hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak

usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang.

METODE PENELITIANini merupakan penelitian deskriptif

korelasional dengan Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Populasi yang siswa SD Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang kelas I-VI yaitu sejumlah 183 orang. Metode pengambilan sampel dengan cara proportionate random sampling. Sampel 125 responden. Alat yang digunakan data primer yaitu kuesioner. Uji statistik menggunakan uji chi square.

HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat

1. Kejadian bullying di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten SemarangTabel 4.1. Distribusi frekuensi kejadian bullying di Sekolah Dasar Mardirahayu

Ungaran Kabupaten SemarangKejadian bullying Frekuensi Persentase (%)

MengalamiTidak mengalami

4382

34,465,6

Total 125 100,0

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa sebagian besar anak tidak mengalami kejadian bullying sebanyak 82 responden (65,6%) dan yang mengalami sebanyak 43 responden (34,4%).

2. Perkembangan sosial anak usia sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten SemarangTabel 4.2. Distribusi frekuensi perkembangan sosial anak usia sekolah di Sekolah

Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten SemarangPerkembangan sosial Frekuensi Persentase (%)

BaikKurang

1223

97,62,4

Total 125 100,0

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa sebagian besar perkembangan sosial anak baik sebanyak 122 responden (97,6%) dan kurang sebanyak 3 responden (2,4%).

B. Analisis Bivariat

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 5

Page 6: Artikel Tiar

1. Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak usia sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten SemarangTabel 4.3. Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak usia

sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten SemarangKejadian bullying

Perkembangan Sosial Jumlah X2 p value

ORBaik Kurang

f % f % f %MengalamiTidak mengalami

4082

93,0100,0

30

7,00

4382

100,0100,0

5,862

0,039 0,930

Jumlah 122 97,6 3 2,4 125

100,0%

Tabel 4.3. menunjukkan bahwa pada anak yang perkembangan sosialnya baik dialami oleh semua anak yang tidak mengalami bullying sebanyak 82 responden (100,0%), sedangkan anak yang perkembangan sosialnya kurang dialami oleh anak yang mengalami bullying sebanyak 3 responden (7,0%).

Berdasarkan uji chi square dapat dilihat bahwa nilai p 0,039 < =0,05 yang artinya Ha diterima sehingga ada hubungan antara kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak usia sekolah di Sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang. Nilai OR 0,930 yang artinya kejadian bullying mempunyai kecenderungan perkembangan sosial kurang sebanyak 0,930 kali pada anak usia sekolah di Sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang.

PEMBAHASANA. Kejadian bullying di Sekolah Dasar

Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak tidak mengalami kejadian bullying sebanyak 82 responden (65,6%). Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yaitu 96,0% tidak ditonjok teman jika tidak menikuti perintah teman dan 94,4 tidak dicubit/dicakar teman bila tidak melakukan perintahnya. Hal ini disebabkan pengawasan dari pihak sekolah dan guru dalam memahami perkembangan anak dan perilaku anak di lingkungan sekolah sehingga anak dapat melakukan bullying dan tidak mengalami bullying dari teman sebaya maupun lingkungan sekolah.

Perilaku bullying sendiri adalah penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti oranglain baik secara fisik maupun secara mental serta dilakukan secara berulang. Perilaku bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, serta emosional/psikologis. Dalam hal ini korban bullying tidak mampu membela

atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik atau mental. Menurut Black dan Jackson (2007), dalam Margaretha (2010) bullying merupakan perilaku agresif tipe proaktif yang didalamnya terdapat aspek kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya ketidak seimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial, serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak terhadap anak lain.

Sebagian besar siswa tidak mengalami bullying disebabkan hubungan anak dengan teman sebaya yang baik. Hubungan dengan teman sebaya menjadi sangat penting dan berpengaruh terhadap berlanjutnya perkembangan anak di sekolah. Pengaruh positif yang diperoleh dari hubungan teman sebaya dapat menimbulkan dampak yang positif tehadap perkembangannya di sekolah. Namun apabila tekanan teman sebaya dan hubungan anak kurang baik dengan teman sebaya dapat menghambat anak dalam perkembangannya di sekolah.

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 6

Page 7: Artikel Tiar

Menurut Wong (2007) pada usia ini ikatan yang terbentuk diantara teman sebaya dapat menimbulkan dampak yang positif dan negatif dari ikatan antara teman sebaya dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi Sedangkan dampak negatif yang mungkin timbul akibat ikatan kelompok yang terlalu kuat dapat menimbulkan masalah. Tekanan yang berasal dari teman sebaya dapat memaksa anak untuk mengambil resiko, melawan penilaian yang lebih baik, dan menyebabkan kekerasan.

Menurut Sejiwa (2008), ada beberapa jenis bullying, antara lain bullying fisik dimana jenis bullying yang terlihat oleh mata, siapapun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh-contoh bullying fisik antara lain memukul, menarik baju, menjewer, menjambak, menendang, menyenggol dengan bahu, menghukum dengan membersihkan WC, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari lapangan, menghukum dengan cara push up, Bullying verbal dimana jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra pendengaran kita. Contoh-contoh bullying verbal antara lain membentak, meledek, mencela, memaki - maki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, Bullying mental atau psikologis dimana jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam-diam dan diluar jangkauan pemantauan, contoh mencibir, mengucilkan, memandang sinis, memelototi, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon genggam atau e-mail, memandang yang merendahkan.

Selain karena teman sebaya pelaku bullying seringkali berasal dari

keluarga yang bermasalah : orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stres, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari sini anak mengembangkan perilaku bullying.

Selain itu sekolah juga dapat berperan bila pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.

B. Perkembangan sosial anak usia sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar perkembangan sosial anak baik sebanyak 122 responden (97,6%). Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner favourabel 90,4 % tidak melawan perintah guru dan 92, 8% bisa belajar berkelompok. Sedangkan pada kuesioner unfavaourable 92,0% bisa bekerjasama dengan teman dan bisa belajar berkelompok. Perkembangan sosial anak baik disebabkan dukungan dari berbagai pihak seperti keluarga, sekolah dan lingkungan. Menurut Yusuf (2007)  menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 7

Page 8: Artikel Tiar

sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.

Awalnya manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (2000) menyatakan bahwa  : Hubungan sosial merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.

Hasil penelitian didapatkan masih ada anak yang perkembangan sosialnya kurang sebanyak 3 responden (2,4%). Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner favourabel 83,2% bertengkar dengan teman karena tidak suka sikap teman dan 83,2 % mendahulukan kepentingan sendiri. Sedangkan pada kuesioner unfavaourable 4,0% tidak merasa kasihan bila teman kesusahan Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak seperti keluarga teman dan sekolah. Proses perkembangan pada anak terjadi pada tiga tempat yaitu keluarga, teman sebaya dan sekolah. Keluarga merupakan tempat pertama kali anak melakukan fungsi sosialisasinya. Proses yang terjadi antara anak dan orang tua tidaklah bersifat satu arah, namun saling mempengaruhi satu sama lain. Artinya, anak belajar dari orang tua, sebaliknya, orang tua juga

belajar dari anak. Proses sosialisasi yang terjadi dalam keluarga lebih berbentuk sebagai suatu sistem yang interaksional. Pola pengasuhan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak. Orang tua yang cenderung otoriter (authoritarian parenting), dimana mereka menghendaki anak untuk selalu menuruti keinginan orang tua tanpa ada kesempatan bagi anak untuk berdialog, akan menghasilkan anak-anak yang cenderung cemas, takut, dan kurang mampu mengembangkan keterampilan berkomunikasinya.Sebaliknya, orang tua yang cenderung melepas keinginan anak (neglectful parenting) akan menyebabkan anak tidak mampu mengontrol perilaku dan keinginannya dan dapat membentuk pribadi anak yang egois dan dominan. Sebagai jembatan dari kedua pola pengasuhan yang ekstrem tersebut, maka pola pengasuhan demokratislah (authoritative parenting) yang dapat menjadi solusi terbaik bagi para orang tua untuk dapat mengoptimalkan perkembangan psikologis anaknya

Orang tua yang demokratis menghendaki anaknya untuk tumbuh sebagai pribadi yang mandiri dan bebas namun tetap memberikan batasan untuk mengendalikan perilaku mereka. Dalam hal ini, cara-cara dialogis perlu dilakukan agar anak dan orang tua dapat saling memahami pikiran dan perasaan masing-masing. Hukuman dapat saja diberikan ketika terjadi pelanggaran terhadap hal-hal yang bersifat prinsip. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa hukuman tersebut harus disertai dengan penjelasan yang dialogis agar anak mengerti untuk apa mereka dihukum.

Kelompok teman sebaya merupakan interaksi awal bagi anak-anak dan remaja pada lingkungan sosial. Mereka mulai belajar bergaul dan berinteraksi dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya. Ini dilakukan agar mereka mendapat pengakuan dan penerimaan dari kelompok teman sebayanya sehingga akan tercipta rasa

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 8

Page 9: Artikel Tiar

aman. Sebagai sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.

Teman sebaya sebagai kelompok sosial sering diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki kesamaan tingkat usia, pada dasarnya yang dikatakan sebagai teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan tingkah laku atau psikologis. Mereka bergabung ke dalam kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa materi ataupun psikologis. Pada teman sebaya inilah, anak memperoleh informasi dan perbandingan tentang dunia sosialnya. Anak juga belajar tentang prinsip keadilan melalui konflik-konflik yang terjadi dengan teman-temannya. Pada masa sekolah dasar, teman sebaya yang dipilih biasanya terkait dengan jenis kelamin. Anak cenderung bermain dengan teman sesama jenis kelaminnya, dimana anak laki-laki seringkali saling mengajarkan perilaku maskulin dan anak perempuan juga saling mengajarkan kultur bagaimana menjadi wanita (Santrock, 2007).

Berdasarkan interaksi sosial anak yang mulai berkembang, anak mulai mengenal kelompok teman sebaya, pada masa ini anak mulai mengembangkan suatu penilaian terhadap orang lain melalui berbagai cara oleh karena itu terbentuklah jenis status dari teman sebaya itu sendiri,

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu anak agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak adalah sebagai faktor penentu bagi perkembangan anak baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para anak mencapai tugas

perkembangannya. Alasannya adalah, anak-anak menghabiskan kurang lebih 10 jam waktunya diruang kelas.

Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai siswa yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah peraturan yang membatasi prilaku dan sikap mereka. Interaksi dengan guru dan teman sebaya di sekolah, memberikan suatu peluang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia, serta memperoleh pengetahuan akademis dan kemampuan intelektual yang dibutuhkan untuk keberhasilan berpartisipasi dalam masyarakat (Desmita, 2007).

Walaupun mengalami bullying ada anak yang perkembangan sosialnya baik hal ini disebabkan kemampuan anak yan dapat beradaptasi dan dukungan keluarga serta teman sebaya yang lain sehingga anak tersebut perkembangan sosialnya tetap baik. Selain itu dukungan dari sekolah berupa guru yang sering memberikan contoh-contoh dan nasihat dapat memperkuat anak yang mengalami bullying agar perkembangannya tetap normal.

C. Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak usia sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang

Hasil penelitian didapatkan p value 0,039 < 0,05 yang artinya ada hubungan antara kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak usia sekolah di Sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang. Hal ini berarti anak yang mengalami bullying cenderung perkembangan sosialnya menjadi kurang dan anak yang tidak mengalami bullying cenderung perkembangan sosialnya baik. Bullying yang dialami oleh anak dapat berdampak terhadap perilaku dan korban bullying. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat jangka panjang dan jangka pendek. Dampak jangka pendek yang mungkin timbul akibat perilaku bullying disekolah

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 9

Page 10: Artikel Tiar

dasar dapat berupa perasaan tidak aman dan terancam, tidak bersemangat saat belajar, tingginya tingkat ketidak hadiran disekolah, maupun penurunan prestasi akademik di sekolah (beran & leslie, 2002 : Warton, 2009).

Anak atau pelaku menjadi korban bullying dapat mengalami dampak jangka panjang yang ditimbulkan perilaku tersebut. Dampak jangka panjang bagi anak korban bullying adalah anak akan mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami depresi dan harga diri rendah pada tahap kehidupan selanjutnya. Selain itu anak akan mejadi lebih beresiko untuk meninggalkan rumah kabur, melakukan bunuh diri, dan bermasalah dengan alkohol dan obat-obatan terlarang (Milsom & Gallo 2010).

Adanya hubungan juga dapat dilihat responden yang perkembangan sosialnya baik dialami oleh semua anak yang tidak mengalami bullying sebanyak 82 responden (100,0%), sedangkan anak yang perkembangan sosialnya kurang dialami anak mengalami bullying sebanyak 3 responden (7,0%). Bullying merupakan bagian dari tindakan agresi yang dilakukan berulang kali oleh seseorang atau anak yang lebih kuat terhadap anak yang lebih lemah secara psikis dan fisik. Bullying diidentifikasi sebagai perilaku yang tidak dapat diterima dan jika gagal menangani maka bullying dapat menjadi tindakan agresi yang lebih parah Bentuk fisik dari bullying antara lain mengigit, menarik rambut, memukul, menendang, mengunci dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong, men cakar, meludahi, mengancam.

Bentuk non verbal dari bullying diantaranya adalah manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mengirimkan pesan menghasut, curang, dan sembunyi – sembunyi dengan terjadinya bullying pada anak maka anak menjadi takut untuk bersosialisasi sehingga mengganggu perkembangan sosialnya (Astuti, 2008).

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Syamsul Yusuf (2007).

Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks (Sunarto dan Hartono 2000).

Adanya hubungan juga disebabkan faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak adalah hubungan anak dengan teman sebaya. Hubungan ini paling lama didapatkan anak di sekolah. Hubungan anak dengan teman sebaya. Hubungan anak dengan teman sebaya menjadi sangat penting. Pengaruh positif yang diperoleh dari hubungan teman sebaya dapat menimbulkan dampak yang positif tehadap berlanjutnya sekolah. Akan tetapi, tekanan teman sebaya, hubungan yang kurang baik dengan teman sebaya dapat menghambat anak dalam perkembangan sosialnya (Wong, 2002).

Selain itu lingkungan sekolah atau pengalaman sekolah anak memiliki pengaruh terhadap kehidupan sosial anak. Pengalaman sekolah dapat memperluas hubungan anak dengan teman sebaya dan lingkungan sekitar serta memperoleh periode transisi dari kehidupan anak-anak yang bebas ke kehidupan yang lebih

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 10

Page 11: Artikel Tiar

terstruktur. Sekolah juga dapat menjadi sarana untuk menstransmisikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan sosial anak (Wong, 2002).

Pengalaman sekolah khususnya sekolah dasar merupakan pengalaman pertama anak dalam bersosialisasi dalam kelompok besar yang melibatkan proses penyesuaian. Proses penyesuaian yang dimaksud adalah penyesuaian anak terhadap lingkungan sekolah, penyesuaian terhadap peraturan dan tanggung jawab untuk belajar disekolah serta penyesuaian dengan teman sebaya.

Hasil penelitian masih didapatkan anak yang mengalami bullying sebanyak 40 responden (93,0%) perkembangan sosialnya baik. Hal ini disebabkan dukungan keluarga dan sekolah yang memberikan support kepada anak tersebut untuk terus berprestasi dan mengatasi permasalahannya. Sekolah ada guru BK (bimbingan konseling) yang memperhatikan dan menerima keluhan siswa. Selain itu guru-guru juga ikut mengawasi perilaku anak didiknya dan ada wali kelas masing-masing. Orang tua anak yang mengalami bullying juga selalu support dan membesarkan hati anaknya agar tidak minder. Terkadang orang tua juga melaporkan kepada guru agar dapat dinasehati oleh guru anak-anak yang melakukan bullying kepada temannya.

Keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri dengan sekolah berhubungan proses kematangan fisik dan perkembangan emosional anak (Wong, 2002). Sekolah memiliki pengaruh terhadap proses perkembangan anak. Kehidupan sekolah anak dapat memberikan stimulasi yang dapat mempercepat perkembangan emosi dan psikologi anak. Hal ini dikarenakan aktivitas disekolah, interaksi sehari-hari bersama dengan guru dan siswa yang lain, serta tantangan dalam setiap area mata pelajaan dapat menstimulasi perkembangan dan fungsi kecerdasan, presepsi dan perhatian anak . Selain menjadi tempat yang baik untuk stimulasi

perkembangan anak, sekolah dapat juga menjadi tempat berkembang nya prilaku abusive pada usia sekolah. Prilaku-prilaku menyimpang dan merusak yang sering ditemui dilingkungan sekolah diantaranya perilaku mengganggu, mengkambinghitamkan atau memfitnah, saling mengejek, dan perilaku bullying (Wong, 2008).

D. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah

untuk anak SD kelas 1-3 dalam pengisian mengalami keterbatasan karena belum lancarnya membaca kuesioner sehingga peneliti beserta asisten membacakan pertanyaan tersebut dengan cara membagi dalam 5 kelompok dan setiap kelompok didampingi 1 orang asisten untuk membantu membacakan dan menjelaskan kuesioner. Ruang kelas di seting untuk perkelompok responden. Waktu penelitian membutuhkan 2 hari karena kelas 1-6 dimana hari pertama kelas 1-3 dan hari kedua kela 4-6. Karena jumlah responden banyak penelitian dibantu oleh 4 asisten.

KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

1. Sebagian besar anak tidak mengalami kejadian bullying sebanyak 82 responden (65,6%).

2. Sebagian besar perkembangan sosial anak baik sebanyak 122 responden (97,6%).

3. Ada hubungan antara kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak usia sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang dengan nilai p 0,039.

B. Saran1. Bagi Responden

Responden yang melakukan bullying dapat menghentikan perilakunya karena merugikan orang lain dan dirinya sendiri dan responden yang di bully dapat mengatasi dengan

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 11

Page 12: Artikel Tiar

minta bantuan pihak sekolah untuk menghentikan teman yang membully.

2. Bagi SD MardirahayuSekolah diharapkan tetap

mengawasi siswanya agar perilaku bullying tidak terjadi di sekolah dan mengadakan penyuluhan tentang perilaku bullying sehingga siswa nya tahu serta tidak melakukan perilaku tersebut.

3. Bagi Orang TuaOrang tua diharapkan ikut

memperhatikan perkembangan anaknya dan mengetahui apakah anaknya menjadi pelaku bullying atau yang di bullying sehingga orang tua dapat menasehati dan memberikan arahan pada anaknya.

4. Bagi Peneliti SelanjutnyaPeneliti selanjutnya diharapkan

meneliti faktor yang menyebabkan anak melakukan bullying seperti keluarga, teman sebaya atau lingkungan. Selain itu dapat diteliti prestasi belajar anak yang di bully dan tidak.

.

DAFTAR PUSTAKA

Ariesto, A. 2009. Pelaksanaan Program Antibullying Teacher Empowerment. Skripsi : Jakarta . UI. Tidak Dipublikasikan.

Arikunto, 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Astuti, 2008 Meredam Bullying : 3 cara efektif menanggulangi kekerasan pada anak. Jakarta: PT Grasindo.

Bauman, S. 2008. The Role of Elementary School Counselors in Redusing School Bullying, the Elemantary School Journal vol.108.

Beran, T.N., & Leslie., T. (2005). Childern’s reports of bullying and safety at

school. Canadian jornal of school psychology, 17 (2)

Black, S.A & Jackson, E. 2007. Using bullying incident density to evaluate the olweus bullying prevention programme. School psychology international,

Borba, 2009. Building Moral Intelligence. The Seven Essential Virtues That. Teach Kids to Do the Right Thing. San Francisco: Jossey-Bass.

Dake, J.A, Price, J.H, & Telljohann, S.K. (2007). The nature and extent of bullying at school The Journal of School Health, 73 (3): 173.

Desmita. (2007). Psikologi Perkembngan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Elliot, M. 2005. Wise Guides Bullying. New York: Hodder Children’s Books.

Fajrina, Y. ((2007). Hubungan Tindakan Kekerasan Verbal Dengan Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah. Surabaya.

Gunarsa, S.D. (2006). Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.

Haditono. (2009). Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Harlimsyah. (2007). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bandung.

Heath, M.A., & Sheen, D. (2005). School-based crisis interventional: preparing all peronel to assit. New York : The Gilford Pres.

Hurlock, E.B. (2012). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Alih bahasa : Isti Widayati. Jakarta : Erlangga

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 12

Page 13: Artikel Tiar

-------- (2008). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Airlangga.

Kholilah, M. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Bullying Dengan Perilaku Bullying Pada Siswa Kelas XI Di SMA Semen Gresik. Skripsi : Stikes Yarsis. Tidak Dipublikasikan

Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif - Buku Panduan Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Margaretha, 2010. Study Deskriftif Tentang Bullying Pada Sekolah Menengah Atas Dan Kejuruan Di Salatiga”. Skripsi : Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Tidak Dipublikasikan

Milsom, A., & Gallo, L.L. (2006). Bullying in middle school: prevention and intervention. Middle School Journal, 37 (3): 12-19.

Mong. (2004). PsikologiPerkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagaiannya. Yogyaakarta: Gajah Mana University Press.

Mudjijanti, F. 2011. “School Bullying dan Peran Guru Dalam Mengatasinya”. Naskah Krida Rakyat. Madiun.: Universitas Katolik Widya Mandala.

Notoatmodjo, 2010. Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta

----------, 2011. Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta.

----------, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Piaget. (2005). Psychology Themes and Variations. USA: Aspen Publisher Inc.

Potter & Perry. (2010). Funda Mental Keperawatan. Edisi 4, Buku Kedokteran : Yogyakarta. EGC

Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1Edisi 11. Jakarta : Erlangga.

Saryono, 2010. Metodologi Penelitian kebidanan. Nuha. Medika. Jakarta.

SEJIWA Yayasan Semai Jiwa Amini. 2008. Mengatasi kekerasan dari sekolah dan lingkungan anak. Jakarta: Grasindo.

Smith, et.al (2002). Definition of bullying : A comparison of term used, and age and gender differences in a fourteen country. Child development. 73 (4): 1119-1133.

Sugiyono, 2010.Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suherman. (2007). Buku Saku Perkmembangan Anak. Jakarta: EGC

Susanto, 2010. Fenomena korban perilaku bullying pada remaja Dalam dunia pendidikan. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata:Semarang. Tidak Dipublikasikan.

Wharton, S. (2005). How to stop that bully: menghentikan si tukang teror. (Terj: Ratih sunar Astuti, 2009). Yogyakarta: Kanisius.

Wicaksana, I. 2008. Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa.Yogjakarta: Kanisius.

Wiyani, N. A. 2012. Save Our Children From School Bullying. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Wong, D. L (2002). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

---------, (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 13

Page 14: Artikel Tiar

Yusuf, S (2007). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : PT. Rosdakarya Remaja

Yusuf, S (2011). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : PT. Rosdakarya Remaja.

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 14