artikel pkip.docx

download artikel pkip.docx

of 16

Transcript of artikel pkip.docx

Impian Kartini dalam NawacitaSelasa, 21 April 2015 | 15:35 WIB KOMPAS/HANDINING IlustrasiOleh: Omas Bulan SamosirJAKARTA, KOMPAS - Sembilan agenda prioritas (Nawacita) Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk rakyat Indonesia dituangkan dalam sembilan agenda pembangunan nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Cita-cita Kartini dalam memajukan harkat dan peranan perempuan sesungguhnya sudah termaktub dalam RPJMN tersebut.Agenda pembangunan perempuan secara eksplisit dituangkan dalam sub-agenda prioritas 2 dari agenda prioritas kedua (membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya), yaitu meningkatkan peranan dan keterwakilan perempuan dalam politik dan pembangunan. Juga dalam sub-agenda prioritas 8 dari agenda prioritas keempat (memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya), yaitu melindungi anak, perempuan, dan kelompok masyarakat marjinal.Sasaran pembangunan perempuan adalah meningkatnya indeks pembangunan jender dan indeks pemberdayaan jender.Ketidakadilan jenderPerempuan Indonesia akan bertambah sebanyak 6,3 juta jiwa dari 127,1 juta jiwa pada 2015 menjadi 133,4 juta jiwa pada 2019. Selain itu, pada periode 2015-2019, Indonesia juga akan diwarnai lebih banyaknya perempuan usia 15 tahun ke atas daripada laki-laki usia 15 tahun ke atas. Pencapaian sasaran pembangunan perempuan dan visi pembangunan nasional 2015-2019, terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong, akan sangat bergantung pada pemanfaatan dinamika kependudukan ini.Perempuan Indonesia (masih) mengalami berbagai bentuk ketidakadilan dan diskriminasi. Ketidakadilan dan diskriminasi terjadi antara lain dalam akses terhadap pembangunan kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja.Laporan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menunjukkan bahwa di Indonesia, indeks pembangunan manusia (IPM) perempuan 8 persen lebih rendah daripada IPM laki-laki. Secara rata-rata laki-laki sekolah 1,2 kali lebih lama daripada perempuan. Pendapatan laki-laki dua kali lebih besar daripada perempuan. Indonesia menempati urutan ke-98 dari 148 negara dalam hal ketidakadilan jender dalam pembangunan manusia. Di dunia ini, dalam hal pembangunan manusia, Slovenia merupakan negara yang paling tinggi pencapaiannya dan Afganistan merupakan negara yang paling rendah pencapaiannya.Ketidakadilan jender menghambat pembangunan dalam kesehatan reproduksi, demokrasi, pendidikan, partisipasi angkatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Laporan UNDP menunjukkan bahwa indeks ketidakadilan gender (IKG) juga paling baik di Slovenia dan paling rendah di Yaman. Indonesia menempati urutan ke-103 dari 152 negara dalam hal IKG.Di Asia Tenggara, Vietnam dan Myanmar lebih baik daripada Indonesia dalam hal IKG, masing-masing ada di urutan ke-58 dan ke-83. Persentase perempuan dalam parlemen lebih tinggi di Vietnam, Myanmar, dan Timor Leste daripada di Indonesia. Tingkat kematian ibu, tingkat kelahiran pada perempuan remaja usia 15-19 tahun, serta kesenjangan jender dalam pendidikan dan partisipasi angkatan kerja lebih buruk di Indonesia daripada di Vietnam dan Myanmar. Situasi ini, jika tidak ditangani, akan berdampak buruk pada pencapaian pembangunan manusia Indonesia pada masa yang akan datang.Empat bidang kunciInvestasi pada perempuan merupakan strategi terobosan yang cerdas dan harus dilakukan. Terdapat empat bidang kunci yang mempunyai pengaruh katalis dan pengganda pada kehidupan perempuan, anak perempuan, dan generasi masa yang akan datang.Pertama, peningkatan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan menengah yang berkualitas bagi anak perempuan. Perempuan yang berpendidikan memiliki prospek ekonomi yang lebih baik, mempunyai anak lebih sedikit dan lebih sehat, serta lebih cenderung untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Semakin tinggi pendidikan perempuan, semakin baik perekonomian sebuah bangsa. Allyn Young (1994) menemukan bahwa delapan negara macan Asia mengalami booming perekonomian sebagai akibat peningkatan pendidikan perempuan dan partisipasi perempuan dalam pasar kerja pada 1980-an.Kedua, peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk keluarga berencana. Bagi perempuan, akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi menolong mencegah kematian maternal; memungkinkan perempuan untuk merencanakan keluarga; memampukan perempuan untuk menunda atau menjarangkan kelahiran untuk meningkatkan kesempatan pendidikan, pelatihan, dan kesempatan kerja; serta menolong mengurangi risiko HIV/AIDS.Ketiga, peningkatan kendali perempuan terhadap aset produktif dan finansial. Partisipasi ekonomi perempuan dan kepemilikan serta kendali mereka terhadap aset-aset produktif diyakini akan mempercepat pembangunan, menolong mengatasi kemiskinan dan mengurangi ketimpangan pendapatan, serta memperbaiki gizi, kesehatan, dan partisipasi sekolah anak-anak. Perempuan biasanya menginvestasikan suatu proporsi yang lebih besar dari pendapatan mereka untuk keluarga dan komunitas mereka daripada laki-laki.Keempat, identifikasi dan dukungan terhadap pemimpin-pemimpin perempuan pada semua tingkat. Pemimpin perempuan ada di mana-mana. Mereka telah membawa perubahan bagi keluarga, komunitas, dan negara mereka. Tantangan bangsa dan negara adalah mengidentifikasi mereka dan menemukan cara-cara yang inovatif dan berkelanjutan untuk mendukung para perempuan dan organisasi mereka. Indonesia perlu dan harus menghargai kepemimpinan perempuan.Kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan merupakan syarat untuk mencapai tujuan pembangunan. Sekarang adalah waktunya untuk merealisasikan janji-janji membangun perempuan. Membuat Indonesia suatu tempat yang lebih baik untuk perempuan akan membuat suatu Indonesia yang lebih baik untuk semua.Investasi pada perempuan dan anak perempuan adalah cara yang paling pasti untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, stabilitas politik, dan kesejahteraan yang lebih besar untuk perempuan dan laki-laki. Cita-cita RA Kartini, yakni kesetaraan jender, akan membuat Indonesia jaya pada masa mendatang.Omas Bulan SamosirPengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Selasa (21/4/2015).

Membaca JokowiSelasa, 28 April 2015 | 15:10 WIB AFP PHOTO / YOSHIKAZU TSUNO Presiden Joko Widodo memberikan kata sambutan dalam acara Indonesia Business Forum untuk promosi bidang investasi dan perdagangan di Indonesia, di Tokyo, Selasa (24/3/2015). Jokowi dijadwalkan berada di Jepang selama 4 hari.Oleh: Agus SuwignyoJAKARTA, KOMPAS.com - Hanya dalam bulan-bulan pertama masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membuat terkejut banyak pihak di dalam dan luar negeri. Sayangnya, kian hari kian terlihat bahwa keterkejutan itu cenderung berujung pada kekecewaan dan memupus tingkat kepercayaan publik akan kepemimpinannya.Runtuhnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harga bahan bakar minyak dan nilai tukar rupiah yang turun-naik seperti yoyo, eksekusi hukuman mati terpidana kasus narkotika, dan pengenduran aturan remisi terpidana korupsi adalah sejumlah contoh kasus yang mengecewakan banyak kalangan. Tulisan ini mencoba membaca Jokowi dari sisi psikohistoris untuk meneropong karakteristik kepemimpinan dan pola pengambilan kebijakannya yang mengejutkan itu.Selama ini ada anggapan Jokowi adalah bagian dari Generasi Reformasi. Anggapan itu didasari pemahaman bahwa pembaruan di Indonesia setelah tumbangnya rezim Orde Baru pada 1998 telah membuat Jokowi, yang dulunya bukan siapa-siapa, dapat muncul sebagai pemimpin pilihan sebagian rakyat. Mobilitas vertikal karier politik Jokowi-sebagai wali kota, gubernur, hingga sekarang presiden-menegaskan adanya kemajuan kehidupan berbangsa yang, dalam beberapa hal, membuat para penganut teori strukturalisme Levi Strauss mulai meragukan kebenaran teori itu.Akan tetapi, anggapan itu tidak tepat. Jokowi sejatinya bukan bagian Generasi Reformasi. Lahir pada 1961, Jokowi adalah bagian generasi hasil didikan Orde Baru. Generasi ini menjalani masa formasi krusial dalam hidup pribadi mereka (yaitu masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa awal) pada masa keemasan rezim Orde Baru. Pendidikan formal ataupun nonformal pada masa keemasan Orde Baru adalah buah kebijakan yang ideologinya menekankan harmoni dan sikap nrimo, patuh, dan tidak banyak bertanya, sekalipun memendam ketidaksetujuan.Seperti semua generasi yang tumbuh dalam zaman "keemasan" Orde Baru, Jokowi dibesarkan dalam alam sosio-politik penuh jargon pembangunan, yang menekankan stabilitas politik dengan pendekatan militer, memandang persatuan dan kesatuan sebagai doktrin, dan memahami kedaulatan bangsa semata-mata sebagai kekuasaan penuh atas wilayah geografi negara. Karakter kepemimpinan Jokowi merupakan hasil tempaan pengalaman hidupnya pada zaman Orde Baru, entah senang entah sengsara.Teori GenerasiWilliam Strauss dan Neil Howe dalam buku Generations: The History of America's Future 1584-2069 (Quill New York, 1991) menyajikan Teori Generasi yang mungkin membantu kita memahami tipe dan karakteristik kepemimpinan generasi Jokowi.Strauss dan Howe mendefinisikan generasi sebagai satu cohort atau kelompok orang yang usianya dalam rentang siklus kehidupan yang sama dan dicirikan sifat-sifat kelompok usia (halaman 60). Satu siklus rata-rata kehidupan manusia adalah 80 sampai 90 tahun, terbagi dalam empat fase, masing-masing 20 tahun: masa kanak-kanak dan remaja (usia 0-20 tahun), masa dewasa awal (21-40), masa dewasa (41-60), dan masa tua (60-80/lebih).Menurut Strauss dan Howe, setiap generasi memiliki karakteristik kolektif yang dibentuk oleh peristiwa-peristiwa atau episode besar dan menentukan dalam sejarah yang mengubah secara fundamental arah perkembangan masyarakat tempat generasi itu dibesarkan. Pola dari peristiwa atau episode sejarah itu selalu berulang (disebut turning) dan terbagi menjadi empat episode: episode high (puncak), awakening (kebangkitan), unravelling (pemecahan), dan crisis (krisis).Dalam sejarah Indonesia tahun kelahiran Jokowi (1961) adalah tahun dimulainya satu episode sejarah yang dampaknya sangat besar bagi kehidupan bangsa kita hingga kini, antara lain ketidakstabilan politik dan ekonomi, disusul peristiwa G30S 1965 dan pembunuhan massal serta semua dampak ikutannya.Mengikuti teori Strauss dan Howe, maka fase 20 tahun pertama (1961-1980) dalam kehidupan Jokowi dan orang-orang segenerasinya adalah episode krisis yang secara normatif ditandai oleh tiga hal. Pertama, penghancuran dan pembangunan kembali institusi sebagai respons terhadap sesuatu yang dipandang mengancam kehidupan bangsa. Kedua, menguatnya kekuasaan negara dalam mengarahkan ekspresi kultural pada tujuan-tujuan kolektif. Ketiga, hilangnya individualitas dan menguatnya kecenderungan orang menempatkan dirinya sebagai bagian dari kelompok (halaman 118-119).Generasi yang lahir pada episode krisis disebut generasi artist. Mereka melewati masa kanak-kanak dan remaja dalam asuhan orangtua yang cenderung overprotektif karena tuntutan situasi krisis. Relasi sosial ditekankan dengan etika konsensus dan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Masa dewasa awal generasi artist (usia 21-40 tahun) adalah episode puncak ketika masyarakat sangat kuat secara institusi, tetapi tidak memberi ruang gerak bagi ekspresi bebas warganya secara individu. Melalui kontrol sosial dan tata krama pergaulan formal dan informal ketat, generasi artist tumbuh dalam nilai-nilai kolektif dan keyakinan bahwa institusi masyarakat hal terpenting dalam hidup.Namun, saat generasi artist memasuki fase ketiga kehidupannya (usia 41-60 tahun), kepercayaan individu warga terhadap institusi negara memudar. Inilah episode kebangkitan ketika kebutuhan akan kebebasan individu menguat. Orang merasa lelah dan bosan pada tata krama, disiplin, dan aturan-aturan sosial, tetapi merindukan kemajuan dalam kesetaraan. Kekangan kontrol sosial selama episode puncak telah menumbuhkan euforia kebebasan individu pada episode kebangkitan. Namun, kebebasan individu baru akan betul-betul dirasakan pada fase terakhir (fase tua, usia 61 ke atas) dalam episode pemecahan, ketika institusi sangat lemah dan tak lagi dipercaya individu.Generasi "artist" IndonesiaKembali ke sejarah Indonesia, guncangan politik dan keruntuhan ekonomi 1961-1965 yang disusul peristiwa G30S dan pembunuhan massal memaksa pemerintah Orde Baru (mulai 1966) melakukan stabilisasi melalui penguatan institusi negara dan masyarakat. Antara 1967 dan 1980 sejarah mencatat sejumlah momen krusial dalam konteks stabilisasi institusi, antara lain pengesahan undang-undang penanaman modal asing, penyederhanaan partai politik dan pengesahan paket undang-undang politik, pembentukan lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD), dogmatisasi Pancasila melalui penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), pemberangusan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di dalam kampus.Pada episode 1981-1998 rezim Orde Baru mengalami zaman keemasan sekaligus keruntuhan di pengujung waktu. Meskipun demikian, dampak dari episode puncak ini bagi pembentukan karakteristik-kolektif generasi amat kuat. Bonus produksi minyak dan keberhasilan swasembada beras tahun 1980-an serta situasi keamanan yang relatif stabil telah menumbuhkan kebanggaan kolektif. Tahapan-tahapan pembangunan melalui Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) adalah bukti optimisme kolektif elite saat itu bahwa institusi-negara yang kuat memang diperlukan sekalipun harus dibayar dengan pengekangan hak-hak dan kebebasan individu. Kebanggaan kolektif itu pupus di pengujung dekade kedua episode puncak.Reformasi 1998 menebarkan antusiasme dan harapan akan perubahan. Inilah episode kebangkitan, yang dalam sejarah Indonesia juga sudah terjadi sekitar 90 tahun sebelumnya. Jadi, pada fase ketiga kehidupan mereka (fase usia dewasa, dimulai sekitar tahun 2000), generasi artist Indonesia mengalami situasi masyarakat yang euforia dengan kebebasan individu, tak percaya pada institusi negara dan institusi masyarakat, bosan pada disiplin dan aturan, dan bersikap semau gue. Reformasi 1998 menumbuhkan semangat kolektif akan perbaikan dan kemajuan, tetapi proses menuju pembaruan itu sangat berliku dengan saling serang antarindividu tokoh dan antarinstitusi. Jika semua sesuai dengan Teori Generasi, episode kebangkitan yang penuh euforia masih akan berlanjut hingga 2020.Karakteristik generasiLahir dalam episode krisis, generasi artist tumbuh sebagai remaja yang adaptif, pendiam, dan sering memendam gagasan, tetapi memiliki keterikatan sosial yang kuat. Generasi artist sangat tergantung dan mengandalkan kelompok. Di usia dewasa awal pada episode puncak, sifat adaptif berubah menjadi konformis. Mereka menjadi idealis tentang tata sosial kemasyarakatan karena keyakinan yang kuat pada fungsi institusi. Di usia dewasa pada episode kebangkitan, sifat konformis disertai sifat pragmatis dan karakter idealis disertai sifat moralistik. Di usia tua pada episode pemecahan, generasi artist cenderung menyendiri (reclusive) dan kontemplatif, tetapi sangat sensitif terhadap lingkungan sosial yang sudah berubah menjadi individualistis.Kepemimpinan Presiden Jokowi sedikit atau banyak menunjukkan karakteristik dirinya sebagai bagian generasi artist. Agenda Revolusi Mental, gagasan tentang poros maritim dan kedaulatan negara, penolakan permohonan grasi terpidana mati narkoba menunjukkan sifat-sifat idealis-moralis generasinya. Di sisi lain, cara diplomasi Jokowi, misalnya ketika mengundang investor, menunjukkan sifat pragmatisnya. Tumbuh besar dalam situasi krisis, generasi artist terbiasa menyelamatkan diri dari tekanan dengan cara beradaptasi, mengesampingkan orientasi idealis-moralisnya menjadi pragmatis. Kasus pencalonan Kapolri yang mencuatkan kembali konflik Polri-KPK dapat dibaca sebagai cermin adaptasi sifat idealis-moralis menjadi pragmatis Jokowi sebagai generasi artist yang menyelamatkan diri dari tekanan berbagai pihak.Karena sifatnya yang idealis-moralis tapi juga adaptif-pragmatis, generasi artist bukan tipe pemimpin visioner yang mampu menjadi soko guru penyelesaian persoalan besar dan kompleks. Kepemimpinannya lebih cocok untuk lingkup persoalan terbatas yang dapat ditangani langsung, tetapi penyelesaiannya menumbuhkan kebanggaan kolektif. Melihat kecenderungan itu, kita harus siap jika era kepemimpinan Jokowi tidak akan membawa perubahan visioner yang berarti atas aneka persoalan besar bangsa ini, misalnya pemberantasan korupsi. Sesungguhnya jika Teori Generasi Strauss dan Howe berlaku linear tanpa faktor pembelok, pemimpin visioner Indonesia baru akan muncul dari mereka yang lahir antara tahun 1981 dan 2000 pada episode puncak, yang disebut generasi prophet. Ini berarti kepemimpinan visioner Indonesia baru akan muncul antara tahun 2021 dan 2040, pada episode pemecahan.Agus SuwignyoPedagog cum Sejarawan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada* Artikel ini telah ditayangkan di Harian Kompas edisi Selasa (28/4/2015).

"Republik Riuh Rendah"Minggu, 3 Mei 2015 | 17:39 WIB kompas.com/ syahrul munir Presiden Jokowi membagikan kaos dan buku usai keluar dari lokasi groundbreaking Rusunawa, Kelurahan Gedanganak, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Rabu (29/4/2015) siang.

Oleh: Budiarto ShambazyJAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo mengakui secara terbuka popularitas dia turun saat usia pemerintahannya mencapai enam bulan. "Banyak yang sampaikan ke saya, 'Pak, popularitasnya turun'. Memang policy kita di depan sakit semua," kata Jokowi dalam acara silaturahim dengan pers di Auditorium TVRI, Senayan, Jakarta, Senin (27/4/2015) malam.Jokowi mengatakan tidak takut popularitasnya turun karena mengambil kebijakan tak populer jika itu menjamin kebaikan di kemudian hari. "Perubahan butuh pil pahit, kesabaran, pengorbanan. Tapi, keyakinan itu harus kita miliki. Perlu loncatan keberanian. Kalau itu diperlukan, akan saya putuskan," katanya.November 2014, di hadapan warga negara Indonesia di Melbourne, Australia, Jokowi juga mengungkapkan popularitasnya turun setelah mengalihkan subsidi BBM. Sambil bercanda, dia mengatakan, hal itu hanya akan berlangsung sebulan."Popularitas turun gara-gara BBM, ya, itu risiko. Masa pemimpin penginnya populer terus? Kalau untuk kebaikan, saya enggak peduli enggak populer. Paling sebulan. Setelah itu minta foto lagi. Pak selfie, Pak," canda Jokowi disambut tawa hadirin.Meski mengalami penurunan, sejumlah hasil jajak pendapat membuktikan popularitas Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla masih tergolong tinggi. Tidak perlu memperlakukan hasil jajak-jajak pendapat itu untuk mengambil keputusan meskipun tetap dibutuhkan sebagai rujukan.Jokowi sosok yang sejauh ini dapat dianggap jujur, sederhana, dan, yang terpenting, bukan bagian bablasan Orde Baru. Persoalannya, mungkin berhubung dia the new kid on the block, dia belum membuktikan diri sebagai sosok kepala negara yang berani.Namun, pada Jumat (1/5) kemarin, Jokowi tampak tegas meminta Polri tidak menahan seorang penyidik KPK, Novel Baswedan.Wajar setelah enam bulan muncul rasa kecewa terhadap sebuah pemerintahan baru. Hal ini terjadi di negara mana pun di dunia. Kekecewaan itu biasanya bersumber dari kegagalan pemerintah memenuhi janji-janji kampanye.Tidak ada politisi yang tak berbohong dalam kampanye, mulai dari ngibul sampai "kebohongan ringan" (white lies). Kedua jenis kebohongan itu mungkin dilakukan semua politisi yang bertarung di pemilihan eksekutif/legislatif dari pusat sampai daerah beberapa tahun terakhir ini, khususnya di Pilpres 2014.Keberadaan Anda selama lima menit di kotak suara bertujuan memilih wakil Anda untuk periode lima tahun. Pasti tak sedikit dari Anda yang telah menyesal memilih duet Jokowi-Kalla pada tahun lalu.Kalau di Amerika Serikat ini namanya too dumb to be governed. Celakanya, untuk kasus di Indonesia mungkin bisa ditambahi too dumb to governed.Intinya, tak ada politisi yang memenuhi 100 persen janji kampanye. Di lain pihak, kekecewaan itu tidak bisa langsung dikompensasi dengan pergantian legislatif/eksekutif di tengah jalan.Belum lama ini kita menjadi tuan rumah peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika di Jakarta dan Bandung. Dari sekarang ada baiknya Presiden Jokowi mempersiapkan KTT Indonesia-Afrika untuk menggenjot ekspor kita ke "benua masa depan" yang bakal menjadi pusat pertumbuhan ekonomi tertinggi itu.Jokowi juga sudah manggung di KTT APEC di Beijing, Tiongkok; KTT G-20 di Melbourne, Australia; dan dua kali KTT ASEAN. Semua negara dan kawasan respek terhadap Indonesia dan ingin menjalin hubungan erat dengan Jokowi.Popularitas Jokowi pada hari-hari ini mungkin melambung karena ketegasan melakukan eksekusi gelombang kedua terhadap delapan terpidana mati perkara narkoba. Ini juga salah satu dari tiga tujuan Trisakti, yakni menjaga kedaulatan politik dan hukum kita dari penyelundupan narkoba.Oh ya, satu lagi pernyataan Jokowi tentang perlunya mengurangi ketergantungan utang dari Bank Dunia, ADB, dan IMF. Bukankah ini juga merupakan salah satu cita-cita Trisakti mengenai kemandirian ekonomi?Jadi, sekali lagi, Jokowi sosok sederhana dan jujur yang tak memiliki beban politik masa lalu. Mungkin saya dan Anda merasa lebih mampu menjadi presiden, tetapi dia toh sudah dipilih mayoritas rakyat melalui proses demokrasi.Beberapa hari lalu, Jokowi meresmikan dimulainya pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera. Ini sesuai dengan tagline "kerja, kerja, kerja".Namun, tiba-tiba muncul lagi drama baru: penangkapan Novel Baswedan. Kita memang "Republik Riuh Rendah"....* Artikel ini telah ditayangkan di Harian Kompas edisi Sabtu (2/5/2015).

Oleh: Budiarto ShambazyJAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo mengakui secara terbuka popularitas dia turun saat usia pemerintahannya mencapai enam bulan. "Banyak yang sampaikan ke saya, 'Pak, popularitasnya turun'. Memang policy kita di depan sakit semua," kata Jokowi dalam acara silaturahim dengan pers di Auditorium TVRI, Senayan, Jakarta, Senin (27/4/2015) malam.Jokowi mengatakan tidak takut popularitasnya turun karena mengambil kebijakan tak populer jika itu menjamin kebaikan di kemudian hari. "Perubahan butuh pil pahit, kesabaran, pengorbanan. Tapi, keyakinan itu harus kita miliki. Perlu loncatan keberanian. Kalau itu diperlukan, akan saya putuskan," katanya.November 2014, di hadapan warga negara Indonesia di Melbourne, Australia, Jokowi juga mengungkapkan popularitasnya turun setelah mengalihkan subsidi BBM. Sambil bercanda, dia mengatakan, hal itu hanya akan berlangsung sebulan."Popularitas turun gara-gara BBM, ya, itu risiko. Masa pemimpin penginnya populer terus? Kalau untuk kebaikan, saya enggak peduli enggak populer. Paling sebulan. Setelah itu minta foto lagi. Pak selfie, Pak," canda Jokowi disambut tawa hadirin.Meski mengalami penurunan, sejumlah hasil jajak pendapat membuktikan popularitas Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla masih tergolong tinggi. Tidak perlu memperlakukan hasil jajak-jajak pendapat itu untuk mengambil keputusan meskipun tetap dibutuhkan sebagai rujukan.Jokowi sosok yang sejauh ini dapat dianggap jujur, sederhana, dan, yang terpenting, bukan bagian bablasan Orde Baru. Persoalannya, mungkin berhubung dia the new kid on the block, dia belum membuktikan diri sebagai sosok kepala negara yang berani.Namun, pada Jumat (1/5) kemarin, Jokowi tampak tegas meminta Polri tidak menahan seorang penyidik KPK, Novel Baswedan.Wajar setelah enam bulan muncul rasa kecewa terhadap sebuah pemerintahan baru. Hal ini terjadi di negara mana pun di dunia. Kekecewaan itu biasanya bersumber dari kegagalan pemerintah memenuhi janji-janji kampanye.Tidak ada politisi yang tak berbohong dalam kampanye, mulai dari ngibul sampai "kebohongan ringan" (white lies). Kedua jenis kebohongan itu mungkin dilakukan semua politisi yang bertarung di pemilihan eksekutif/legislatif dari pusat sampai daerah beberapa tahun terakhir ini, khususnya di Pilpres 2014.Keberadaan Anda selama lima menit di kotak suara bertujuan memilih wakil Anda untuk periode lima tahun. Pasti tak sedikit dari Anda yang telah menyesal memilih duet Jokowi-Kalla pada tahun lalu.Kalau di Amerika Serikat ini namanya too dumb to be governed. Celakanya, untuk kasus di Indonesia mungkin bisa ditambahi too dumb to governed.Intinya, tak ada politisi yang memenuhi 100 persen janji kampanye. Di lain pihak, kekecewaan itu tidak bisa langsung dikompensasi dengan pergantian legislatif/eksekutif di tengah jalan.Belum lama ini kita menjadi tuan rumah peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika di Jakarta dan Bandung. Dari sekarang ada baiknya Presiden Jokowi mempersiapkan KTT Indonesia-Afrika untuk menggenjot ekspor kita ke "benua masa depan" yang bakal menjadi pusat pertumbuhan ekonomi tertinggi itu.Jokowi juga sudah manggung di KTT APEC di Beijing, Tiongkok; KTT G-20 di Melbourne, Australia; dan dua kali KTT ASEAN. Semua negara dan kawasan respek terhadap Indonesia dan ingin menjalin hubungan erat dengan Jokowi.Popularitas Jokowi pada hari-hari ini mungkin melambung karena ketegasan melakukan eksekusi gelombang kedua terhadap delapan terpidana mati perkara narkoba. Ini juga salah satu dari tiga tujuan Trisakti, yakni menjaga kedaulatan politik dan hukum kita dari penyelundupan narkoba.Oh ya, satu lagi pernyataan Jokowi tentang perlunya mengurangi ketergantungan utang dari Bank Dunia, ADB, dan IMF. Bukankah ini juga merupakan salah satu cita-cita Trisakti mengenai kemandirian ekonomi?Jadi, sekali lagi, Jokowi sosok sederhana dan jujur yang tak memiliki beban politik masa lalu. Mungkin saya dan Anda merasa lebih mampu menjadi presiden, tetapi dia toh sudah dipilih mayoritas rakyat melalui proses demokrasi.Beberapa hari lalu, Jokowi meresmikan dimulainya pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera. Ini sesuai dengan tagline "kerja, kerja, kerja".Namun, tiba-tiba muncul lagi drama baru: penangkapan Novel Baswedan. Kita memang "Republik Riuh Rendah"....* Artikel ini telah ditayangkan di Harian Kompas edisi Sabtu (2/5/2015).