Artikel ilmiah

34

Click here to load reader

Transcript of Artikel ilmiah

Page 1: Artikel ilmiah

KAJIAN KUALITAS AIR SUNGAI DAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT DI SEKITAR

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH SARIMUKTI KABUPATEN BANDUNG BARAT

ARTIKEL ILMIAH

DICKDICK MAULANANIM. P2PA10004

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2013

Page 2: Artikel ilmiah

KAJIAN KUALITAS AIR SUNGAI DAN PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH SARIMUKTI KABUPATEN BANDUNG BARAT

Oleh:Dickdick Maulana

Program Pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman PurwokertoEmail: [email protected]

ABSTRACT

Sarimukti Municipal Solid Waste (MSW) was a waste management area which placed at West Bandung Districts with a controlled landfills management systems. However, in the contrary the leachate affecting the water quality of Cilimus Rivers which has been used by peoples of Sarimukti Village’s nearby Sarimukti MSW. This river quality affecting the pubilc health behavior’s due to the existence of Sarimukti MSW. The research held on surveys scales, were the rivers quality analyzed by Storet Method and social health behavior taken purposively in simple random sampling by in-debt interview and questionnaire. The research analysis showed that the existence of Sarimukti MSW affected to the Cilimus Rivers quality in “highly contaminated” and the overall public health behavior was neutral due to the existence of Sarimukti MSW. The social economy and political factors affected the neutral public health behavior to the availability of waste which produced by Sarimukti MSW in Cilimus Rivers. Different seasons analysis were needed with other physical and chemical parameters also analysis of the exchange pubic health behavior to compiling more detailed datas.

Keywords : MSW, leachate, health behavior, Storet method

PENDAHULUANSumberdaya alam merupakan

sumberdaya yang penting bagi kehidupan dan keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya, dimana dalam kegiatan pemanfaatannya cenderung dilakukan eksploitasi secara berlebihan melampaui daya dukung lingkungan dan memberikan beban yang tinggi terhadap daya tampung lingkungan hidup. Salah satu bentuk beban yang dihasilkan oleh manusia adalah limbah. Menurut Daryanto (2009), limbah berdasarkan sumbernya dapat dikelompokkan sebagai limbah domestik, industri dan pertanian. Limbah cair adalah limbah yang

dihasilkan dari kegiatan rutin (sehari-hari) manusia, industri dan hasil pengelolaan sampah dalam fasa/bentuk cair sedangkan limbah pada berbentuk padatan, dimana limbah padat di masyarakat secara umum dikenal dengan nama sampah (Damanhuri, 2010).

Sampah di Indonesia merupakan masalah yang serius karena kecepatan dari pengelolaannya tidak berimbang dengan kuantitas yang dihasilkan. Ketidak-seimbangan tersebut dipengaruhi oleh kinerja Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) setiap harinya. Sebagai contoh, jumlah total sampah yang dihasilkan oleh Kota

2

Page 3: Artikel ilmiah

Bandung dan sekitarnya pada tahun 2011 mencapai 2.242,9 m3/hari berdasarkan Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung, sedangkan kemampuan pengolahannya hanya mencapai 70% dari total volume sampah yang datang setiap harinya.

Kesenjangan dalam pengelolaan dan jumlah sampah yang dihasilkan tersebut dikarenakan oleh penanganan sampah yang umum dilakukan di negara-negara berkembang yaitu secara konvensional dengan cara pembuangan di kawasan terbuka atau open dumping dan pengurugan atau landfills. Sistem controlled landfills (sampah organik yang diolah menjadi kompos) dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi terhadap sampah yang dihasilkan oleh masing-masing kawasan tersebut yang mana bertempat di TPAS Sarimukti dan berlokasi di Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung.

Kegiatan landfills di TPAS Sarimukti umumnya tidak langsung dilakukan tetapi dilakukan kegiatan open dumping terlebih dahulu pada zona yang akan dilakukan pengurugan. Hal ini karena keterbatasan fasilitas seperti traktor, operator dan juga tingginya jumlah sampah yang masuk ke TPAS Sarimukti. Kegiatan open dumping tersebut berpotensi menghasilkan lindi jika terkena air hujan. Lindi merupakan cairan yang terbentuk dari proses masuknya air eksternal (air hujan) ke dalam timbulan atau urugan sampah, melarutkan dan membilas materi terlarut seperti materi organik hasil proses dekomposisi biologis oleh mikroba dan juga materi anorganik seperti logam berat yang terlarut dan tersuspensi (Damanhuri, 2006). Lindi tersebut merupakan cairan

berbau menyengat dan mengandung logam berat serta bahan yang beracun. Lindi yang memiliki kandungan logam berat berpotensi mencemari sumber air di sekitar kawasan TPAS Sarimukti karena cairan tersebut dapat menginfiltrasi permukaan tanah hingga lapisan tanah tertentu yang kedap air lalu mengalir menuju sumber air permukaan maupun air tanah yang berada di sekitarnya.

Sumber air yang digunakan oleh masyarakat di desa sekitar TPAS Sarimukti sebagaian besar berasal dari air Sungai Cilimus dan Cipicung. Karena aliran sungai tersebut melalui TPAS Sarimukti, besar kemungkinan terjadi kontaminasi pada air sungai yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan lingkungan. Kontaminasi yang terdapat di kedua sungai sebagai akibat adanya keberadaan TPAS Sarimukti yaitu berupa lindi. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Garnasih (2009), air lindi yang diambil dari TPAS Sarimukti berpotensi bersifat genotoksik (mengandung bahan yang mampu merusak DNA dan mengubah genom). Genotoksik dapat pula mempengaruhi kondisi kesehatan secara fisik, kimia dan biologi (Ikehata et al., 2006). Kualitas air merupakan suatu kondisi air permukaan dan air tanah yang ditentukan berdasarkan parameter fisik, kimia dan biologinya.

Kualitas air Sungai Cilimus yang terkontaminasi lindi dari kegiatan open dumping di TPAS Sarimukti dapat berimbas pula pada kondisi kesehatan masyarakat di sekitar kawasan TPAS. Masalah kesehatan yang muncul diperkirakan berasal dari kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan air Sungai Cilimus dan Cipicung sebagai sumber air sehari-hari. Akumulasi

3

Page 4: Artikel ilmiah

logam berat berpotensi mempengaruhi kesehatan serta dapat tersimpan dalam jaringan manusia dalam waktu dan kadar tertentu. Logam berat seperti Pb, merupakan logam berat yang bersifat lethal (berbahaya) bagi manusia dan memiliki tingkat toksisitas yang tinggi seperti kadmium (Cd), merkuri (Hg) dan arsen (As) (Kumar et al., 2008). Berdasarkan data 10 besar penyakit dari Puskesmas Cipatat Kabupaten Bandung Barat pada akhir bulan Januari 2012, peningkatan beberapa penyakit seperti Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) sebanyak 1120 kasus, diare sebanyak 383 kasus, dermatitis (penyakit kulit) sebanyak 210 kasus semenjak didirikannya TPAS Sarimukti. Peningkatan ISPA kemungkinan diakibatkan oleh bau lindi yang berasal dari sampah yang diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah yang melalui pemukiman warga di sekitar TPAS Sarimukti selama 24 jam. Diare, penyakit kulit dan dermatitis kemungkinan dikarenakan oleh pemanfaatan air Sungai Cilimus dan Cipicung terutama kegiatan mandi, mencuci dan kakus.

Derajat kesehatan seseorang ataupun kelompok dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah perilaku, pelayanan kesehatan, hereditas (keturunan) dan lingkungan. Perilaku kesehatan masyarakat di sekitar TPAS Sarimukti merupakan hubungan antara faktor perangsangan (stimulus) dan suatu respons yang muncul berkaitan dengan keberadaan TPAS Sarimukti yaitu perilaku kesehatan masyarakat yang berkaitan mengenai perubahan derajat kesehatan seiring dengan penurunan kualitas air sungai.

Respons seseorang maupun kelompok terhadap stimulus yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, makanan, minuman, lingkungan serta pelayanan lingkungan merupakan dasar pembentukan dari perilaku kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan terdiri atas perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, perilaku terhadap makanan (dan atau minuman) dan perilaku terhadap lingkungan sehat.

Perilaku kesehatan dapat dijelaskan pula sebagai suatu bentuk dari pengalaman dan interaksi seseorang ataupun kelompok masyarakat dengan lingkungannya yang secara khusus menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Sarwono, 2007). Peningkatan beberapa gangguan penyakit yang timbul di Desa Sarimukti semenjak tahun 2006 kemungkinan dipengaruhi oleh pendirian TPAS Sarimukti dan terkontaminasi oleh masuknya lindi ke dalam air sungai yang berasal dari TPAS. Hal tersebut dimungkinkan untuk terbentuk suatu perilaku seseorang atau kelompok di Desa Sarimukti terhadap sakit dan penyakit serta beberapa perilaku kesehatan lainnya dengan adanya TPAS tersebut.

Upaya untuk mengetahui perilaku kesehatan yang terbentuk dengan adanya TPAS tersebut dapat dilakukan suatu penelaahan berdasarkan ketiga domain pembentuk perilakunya yaitu domain kognitif (pengetahuan), domain afektif (sikap atau tanggapan) dan domain psikomotor (praktik atau tindakan).

Berdasarkan uraian di atas, suatu penelitian mengenai kualitas air perlu dilakukan berkaitan dengan keberadaan TPAS Sarimukti yang mempengaruhi

4

Page 5: Artikel ilmiah

menurunnya derajat air sungai dan pembentukkan perilaku kesehatan masyarakat di sekitar TPAS Sarimukti terutama di Desa Sarimukti sebagaimana pemanfaatan masyarakat terhadap air Sungai Cilimus dan Cipicung yang kemungkinan besar telah mengalami kontaminasi tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi dan data yang rasional, emipris dan juga sistematis mengenai perubahan kualitas air sungai termasuk kemungkinan peningkatan kadar logam berat Pb dengan menilai kualitas air sesuai peruntukannya berdasarkan baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan hasil identifikasi terhadap perilaku kesehatan masyarakat berdasarkan domain perilakunya terutama pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat di sekitar TPAS Sarimukti. Hasil dari penelitian ini akan memberikan informasi yang dapat mendeskripsikan secara spesifik mengenai kemungkinan perubahan kualitas air sungai dan perilaku kesehatan masyarakat berkaitan dengan keberadaan TPAS Sarimukti.

METODE PENELITIANPenelitian dilakukan dengan

menggunakan metode survai, dimana dilakukan pada pertengahan bulan September 2012 hingga akhir bulan Oktober 2012 terhadap kualitas air dan perilaku masyarakat.

Materi yang digunakan dalam penelitian, yaitu :a) Air sungai yang melalui TPAS

Sarimukti dan Desa Sarimukti (Sungai Cilimus, Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta) serta lindi TPAS Sarimukti,

b) Masyarakat di Desa Sarimukti.

a) Sampel Air SungaiPenetapan ke enam stasiun

pengamatan dilakukan berdasarkan pada jarak lokasi titik stasiun pengamatan tersebut terhadap lokasi outlet (saluran keluar) dari lindi TPAS Sarimukti, yaitu : Stasiun I = berada di Sungai Cilimus sebagai stasiun kontrol berjarak ± 100 m sebelum outlet lindi dari kolam pengelolaan lindi TPAS Sarimukti (Titik koordinat pada 6°48'7.56" LS dan 107°20'47.63" BT dengan ketinggian ± 312,42 meter di atas permukaan laut (mdpl)), Stasiun II = outlet lindi dari kolam pengelolaan lindi TPAS Sarimukti yang berada di Sungai Cilimus (Titik koordinat pada 6°48'21.16" LS dan 107°20'55.32" BT dengan ketinggian ± 303,28 mdpl) ,Stasiun III = ± 1.500 m setelah outlet lindi dari kolam pengelolaan lindi TPAS Sarimukti yang berada di Sungai Cilimus (Titik koordinat pada 6°48'28.96" LS dan 107°20'55.88" BT dengan ketinggian ± 298,70 mdpl),Stasiun IV = terdapat di Sungai Cipicung sebagai stasiun kontrol yang berjarak ± 500 m sebelum pertemuan Sungai Cilimus (Titik koordinat pada 6°48'37.25" LS dan 107°20'54.11" BT dengan ketinggian ± 284,98 mdpl),Stasiun V = ± 3.000 m setelah outlet lindi kolam pengelolaan lindi TPAS Sarimukti yang berada di Sungai Cilimus) (Titik koordinat pada 6°48'39.05" LS dan 107°20'49.44" BT dengan ketinggian ± 276,76 mdpl), dan Stasiun VI = ± 5.000 m setelah outlet lindi kolam pengelolaan lindi TPAS Sarimukti yang berada di Sungai Cimeta (± > 1.500 m dari RW 13, Desa Sarimukti) (Titik koordinat pada 6°49'7.55" LS dan 107°19'55.82" BT dengan ketinggian ± 249,94 mdpl).

5

Page 6: Artikel ilmiah

b) Sampel masyarakat sebagai responden Pengambilan sampel responden

dari variabel perilaku kesehatan masyarakat (pengetahuan, sikap dan praktik) diambil dengan teknik simple random sampling. Masyarakat sebagai responden di Desa Sarimukti adalah warga masyarakat yang dipilih berdasarkan lokasi tempat tinggalnya pada radius 100 hingga 3.000 m dari TPAS Sarimukti, terutama warga Desa Sarimukti RW 2 dan RW 13 yang dilalui Sungai Cilimus dan Cipicung serta telah lama bertempat tinggal pada lokasi tersebut lebih dari 2 tahun dan juga memanfaatkan air sungai tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.c) Pengukuran Kualitas Air a. Bau

Bau diukur langsung dengan bantuan organoleptik yaitu 5 orang pengamat yang terdiri atas seorang peneliti, 2 orang warga setempat dan 2 staff laboratorium analisis kualitas air, kemudian hasilnya dicatat dan dikelompokkan menjadi berbau atau tidak berbau.

b. RasaRasa diukur langsung dengan bantuan organoleptik yaitu 5 orang pengamat yang terdiri atas seorang peneliti, 2 orang warga setempat dan 2 staff laboratorium analisis kualitas air dan kemudian hasilnya dicatat serta dikelompokkan menjadi berasa atau tidak berasa.

c. WarnaWarna diukur secara tidak langsung dengan metode spektofotometri.

d. Total Padatan Terlarut (TDS) Prinsip dasar TDS adalah penguapan contoh uji yang sudah disaring dengan kertas saring

berpori 2 µm pada suhu 180 oC kemudian ditimbang sampai berat tetap.

e. Oksigen Terlarut (DO)Oksigen Terlarut (mg/l )= VxNx 8000 xF

50f. Kebutuhan Oksigen Biokimia

(BOD)BOD = {(C0 - C5) – k(AP0 – AP5) } x p

g. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)COD = {(A – B) x N x 800} x p

h. pH (Derajat Keasaman)Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter universal (metode Kalorimeter) atau dengan menggunakan pH meter digital.

i. Timbal (Pb)Pb (µg/l) = C x fp

j. Coliform atau Fecal Coliform (Ruyitno, 1997)Analisis data kualitas air sungai

dibandingkan dengan ketentuan Baku Mutu Air Kelas II yang tertera pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Setelah itu, data tersebut dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan Metode Storet. Kemudian dijelaskan secara deskriptif kualitatif berdasarkan keterkaitannya dengan keberadaan TPAS Sarimukti.

Analisis data perilaku masyarakat dilakukan dengan menggunakan software SPSS (Statistical Product and Service Solution) for windows versi 16 untuk diperoleh suatu gambaran mengenai objek penelitian secara deskriptif berdasarkan data dan variable dari kelompok subjek yang diteliti dan kemudian ditampilkan dalam bentuk diagram persentase

6

Page 7: Artikel ilmiah

distribusi frekuensi terhadap setiap variabel perilakunya. Selanjutnya dilakukan crosstabulations antara pengetahuan dan sikap terhadap tindakannya untuk diperoleh pembentuk perilaku kesehatannya. Data tersebut kemudian dilakukan deskripsi secara kualitatif berdasarkan hubungan antara kualitas air dengan pembentuk perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap dan tindakan) masyarakatnya mengenai keberadaan TPAS Sarimukti.

HASIL DAN PEMBAHASANA. Deskripsi Lokasi Penelitian1. Deskripsi Desa Sarimukti

Berdasarkan Data Profil Desa Sarimukti Tahun 2011, Desa Sarimukti memiliki empat batas wilayah yang meliputi Desa Nanggeleng, Kecamatan Cipeundeuy sebagai batas wilayah utara; Desa Rajamandala, Kecamatan Cipatat sebagai batas wilayah selatan; Desa Kertamukti, Kecamatan Cipatat sebagai batas timur; dan Sungai Citarum, Kecamatan Cianjur sebagai batas wilayah sebelah barat. Topografi Desa Sarimukti terdiri atas dataran rendah 478 ha dan perbukitan 445 ha. Total luas wilayah Desa Sarimukti mencapai ± 923 ha yang didominasi oleh hutan produksi milik Perhutani seluas 445 ha. Curah hujan harian yang terdapat di Desa Sarimukti saat dilakukan penelitian (akhir September – akhir Oktober) terdiri atas curah hujan harian rata-rata sekitar 1500-2500 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 30 hari, kelembaban rata-rata 6 % dan suhu rata-rata harian 23,3 oC.

Desa Sarimukti berada pada ketinggian 319 m di atas permukaan laut (dpl). Jumlah Penduduk terdiri atas 4.994 orang yang terdiri atas 1.505 kepala keluarga (KK) dengan

persentase perkembangan sebesar 3,3% (pada tahun 2011-2012) dan memiliki 13 unit organisasi rukun warga (RW) dan 40 unit organisasi rukun tetangga (RT). Desa Sarimukti memiliki lokasi bersinggungan langsung dengan TPAS Sarimukti yang tepatnya di kawasan RW 2 Desa Sarimukti, yaitu berada pada kawasan batas wilayah utara desa.2. Deskripsi TPAS Sarimukti

TPAS Sarimukti secara administrasi berada di di Blok Gedig, Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, yang berada pada ketinggian rata-rata 316 m dpl. Luas lahan TPAS Sarimukti ± 25 ha, terdiri atas ± 23 ha milik Perhutani dan ± 2 ha milik Pemerintah Kota Bandung. Secara garis besar penggunaan lahan di TPAS Sarimukti adalah 17 ha untuk lahan penimbunan dengan sistem controlled landfill, 3.750 m2 digunakan sebagai tempat pengolahan kompos, 5 ha untuk jalan dan drainase, 2 ha untuk sarana dan prasarana penunjang dan sisanya sebagai lahan pengembangan landfills. Lahan penimbunan sampah dibagi dalam 5 zona penimbunan (lahan kerja), 2 zona telah dilakukan pengurugan, sedangkan sisanya masih dilakukan kegiatan penimbunan.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan terhadap sampah yang terdapat di pasar oleh pihak pengelola (yaitu BPSR) diperoleh komposisi dari jenis sampah tersebut, yaitu 80% sampah organik, 8% sampah kertas, 6% sampah plastik, 4% sampah logam dan 2% sampah lainnya, sehingga komposisi dan berat sampah yang masuk ke TPAS Sarimukti dengan volume 120 m3/hari adalah terdiri dari 96 m3 sampah organik, 8,6 m3 sampah kertas, 7,2 m3 sampah plastik, 4,8 m3 sampah logam dan 2,4

7

Page 8: Artikel ilmiah

m3 sampah lainnya. Iklim TPAS Sarimukti berdasarkan data yang diperoleh dari Stasiun BMG Wilayah II (dalam AMDAL TPAS Sarimukti 2011) terlihat bahwa suhu udara rata-rata bulanan terukur 16,7-32,3 C, kelembaban udara terukur antara 64-86%, dengan curah hujan menunjukkan nilai antara 10-526 mm per bulan.

Daerah studi TPAS Sarimukti memiliki 2 satuan geomorfologi yaitu perbukitan bergelombang (agak curam) dengan kemiringan 15-25% dan satuan geomorfologi curam dengan kemiringan 25-40% (data geomorfologi dalam AMDAL TPAS Sarimukti 2011). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03 - 3241 - 1994 bahwa pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah tidak boleh mempunyai kemiringan lereng melebihi 20%. Apabila merujuk jangkauan optimum sudut lereng untuk pemanfaatan lahan maka pemanfaatan lahan untuk TPAS berdasarkan kondisi geomorfologi adalah kurang tepat karena dengan kemiringan lereng yang relatif bergelombang (agak curam) dan curam akan memudahkan terjadinya longsoran atau pergerakan dari material sampah ataupun massa batuan sebagai dasar dari penimbunan sampah, terutama menuju pemukiman warga Desa Sarimukti yang bersinggungan dengan tempat kegiatan TPAS, yaitu pemukiman rukun warga (RW) 2 Desa Sarimukti.

B. Kualitas Air Sungai Berkaitan

dengan Keberadaan TPAS SarimuktiPengukuran parameter kualitas

air dilakukan terhadap parameter bau, warna, rasa, padatan total terlarut (TDS), pH, BOD, COD, DO, Fecal Coliform dan Total Coliform. Hasil

rata-rata pengukuran kualitas air pada seluruh stasiun penelitian.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa keberadaan TPAS Sarimukti mengakibatkan bau pada Stasiun II yang merupakan outlet pembuangan lindi dan Stasiun III yang berjarak ± 1,5 km setelah outlet tersebut.

Stasiun I yang merupakan stasiun kontrol dan berada sebelum pembuangan lindi tidak dihasilkan bau. Stasiun IV yang berada pada Sungai Cipicung diperoleh hasil yang tidak berbau, hal tersebut dikarenakan tidak langsung terkena pembuangan lindi meskipun berlokasi di sekitar TPAS Sarimukti. Pengaruh pembuangan lindi tidak nampak pada Stasiun V dan VI dikarenakan terjadi pengenceran dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta.

Daryanto (2009) mengemukakan bahwa kualitas bau air bergantung pada sumber airnya ataupun masukan yang terintroduksi pada badan sungai melalui aliran air tanah maupun air permukaan. Darmono (2001) mengemukakan pula bahwa bau air dapat pula disebabkan oleh beberapa faktor seperti mikroorganisme akuatik perairan, effluent rumah tangga, industri maupun tempat pengelolaan sampah. Bau yang dijumpai pada Stasiun II dan III diindikasikan oleh karena adanya pengaruh aliran permukaan yang mengandung lindi, yang masuk ke Sungai Cilimus dari TPAS melalui outlet kolam pegelolaan lindi.

Hasil pengukuran parameter rasa menunjukkan hasil yang selaras dengan parameter bau, dimana Stasiun II dan III menimbulkan rasa dalam air yang diukur. Stasiun I dan IV sebagai kontrol diperoleh hasil yang tidak berasa, lalu pada Stasiun V dan VI diperoleh hasil yang tidak berasa pula.

8

Page 9: Artikel ilmiah

Air yang normal seharusnya tidak memiliki rasa, air yang berasa dapat terjadi dikarenakan terdapat penyimpangan yang diakibatkan oleh adanya introduksi bahan asing atau kontaminan. Fardiaz (1992) dan Wardhana (2001) mengemukakan bahwa air yang tidak normal umumnya memiliki rasa yang tidak normal dan bau yang tidak normal pula selain itu air yang digunakan untuk kehidupan seharusnya tidak berasa, berbau, dan berwarna.

Hasil pengukuran parameter warna dengan indikator Platinum Cobalt (Pt.Co) menunjukkan bahwa terdapat perubahan warna sungai pada Stasiun II dengan nilai warna air sebesar 4291,67 kolori dan Stasiun III sebesar 2391,67 kolori, dimana secara kasat mata ditunjukkan dengan warna hitam pekat. Perubahan warna air pada dua stasiun tersebut dikarenakan terdapat pengaruh masukkan lindi dari outlet TPAS Sarimukti.

Harrison (1994) menyatakan bahwa tingginya nilai kolori pada perairan yang dikarenakan adanya introduksi lindi terdiri atas berbagai macam bahan seperti senyawa organik, anorganik, logam berat dan mikroorganisme berkonsentrasi tinggi pada lindi. Manahan (1984) menyatakan pula bahwa warna sungai yang terkontaminasi lindi umumnya berwarna hitam karena ikatan timbal dengan -Fe(OH)2

2-, -MnO2- ataupun dengan -CO2

2- yang terlarut serta terabsorbsi pada koloid di dalam perairan.

Stasiun I yang memiliki nilai warna air sebesar 91,67 kolori merupakan stasiun kontrol yang berada kurang lebih 1 km sebelum outlet TPAS, sedangkan pada Stasiun IV yang berada di Sungai Cipicung

(namun masih berada di sekitar TPAS Sarimukti) juga merupakan stasiun kontrol diperoleh nilai warna air sebesar 50 kolori. Effendi (2003) menyatakan bahwa perairan alami tidak berwarna atau memiliki nilai warna lebih kecil 10 kolori, perairan memiliki warna kuning kecoklatan seperti daerah rawa-rawa dan umumnya memiliki rentang nilai warna perairan pada 200 - 300 kolori. Nilai warna air pada Stasiun V dan VI kembali menyerupai pada Stasiun I yang merupakan kontrol, hal tersebut dikarenakan telah terjadi degradasi konsentrasi lindi akibat proses pengenceran yang berasal dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta.

Hasil pengukuran parameter kualitas air selanjutnya yaitu TDS (Total Dissolved Solid). Nilai TDS yang tinggi pada Stasiun II yaitu 15223,33 mg/l dan Stasiun III 7501 mg/l, dimana jumlah tersebut melampaui baku mutu yang ditentukan yaitu 1000 mg/l berdasarkan PP No.82 Tahun 2001. Sedangkan pada stasiun I, IV, V dan VI diperoleh nilai masing-masing yaitu 290 mg/l, 180,33 mg/l, 565,33 mg/l dan 277,67 mg/l.

Nilai TDS yang tinggi pada Stasiun II dan III selaras dengan hasil bau dan warna yang diperoleh karena dipengaruhi oleh lindi yang berasal dari TPAS Sarimukti. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa peningkatan nilai TDS pada perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan tanah, dan pengaruh antropogenik (limbah domestik).

Rendahnya nilai TDS pada stasiun I dan IV dikarenakan kedua stasiun tersebut belum dipengaruhi oleh keberadaan buangan lindi dari TPAS tersebut. Sedangkan rendahnya nilai TDS pada stasiun V dan VI dikarenakan terjadi degradasi

9

Page 10: Artikel ilmiah

konsentrasi lindi akibat proses pengenceran dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta.

Hasil pengukuran parameter pH menujukkan derajat kemasaman yang relatif basa di seluruh stasiun penelitian, namun pada Stasiun IV diperoleh nilai pH yang relatif lebih masam jika dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar 7, 38. Stasiun IV belum terintroduksi oleh lindi yang berasal dari TPAS Sarimukti. Rendahnya nilai pH menunjukkan bahwa aktivitas domestik seperti contohnya kegiatan pertanian mempengaruhi derajat kemasaman dan konsentrasi ion hidrogen dalam perairan (Khalil et al., 2011). Wardhana (2001) menyatakan bahwa perairan yang baik bagi kehidupan yaitu yang memiliki pH berkisar 6 – 7,5, sedangkan menurut Effendi (2003), perairan yang cocok bagi kehidupan biota akuatik yaitu yang memiliki kisaran pH 7 – 8,5. Berdasarkan Wardhana (2001) maka pH di lokasi penelitian berada pada batas yang baik bagi pertumbuhan biota akuatik. Berdasarkan Effendi (2003) maka pH di lokasi penelitian cocok bagi kehidupan biota akuatik.

Baku Mutu Air Kelas II yang terdapat pada PP No.82 Tahun 2001 menentukan Konsentrasi toleransi terhadap pH untuk peruntukkannya yaitu pada rentang 6 – 9. Derajat kemasaman pada seluruh stasiun penelitian berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 dapat dinyatakan masih dalam batas toleransi sesuai peruntukkannya.

Hasil pengukuran parameter oksigen terlarut (DO) menunjukkan bahwa pada Stasiun II dan III yang terkena masukkan lindi didapatkan oksigen terlarut yang rendah yaitu sebesar 0,13 mg/l dan 1,57 mg/l. Penurunan oksigen terlarut dikarenakan

oleh proses dekomposisi (Ayala et al., 2009). Menurut pendapat Effendi (2003), penurunan oksigen terlarut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kenaikan pH (basa), tingginya dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik. Stasiun kontrol (Stasiun I dan IV) diperoleh oksigen terlarut yang tinggi. Stasiun V dan VI didapatkan oksigen terlarut yang meningkat.Tingginya oksigen terlarut pada Stasiun V dan VI tersebut menunjukkan pengaruh lindi telah berkurang secara gradual karena pengenceran dari Sungai Cipicung dan Sungai Cimeta.

Hasil pengukuran parameter BOD dan COD menunjukkan terjadi peningkatan nilai BOD dan COD (Stasiun II dan Stasiun III). Konsentrasi BOD dan COD pada Stasiun I masing-masing 9,93 mg/l dan 19,93 mg/l. Peningkatan konsentrasi BOD dan COD yang signifikan terjadi pada Stasiun II masing-masing 11746,67 mg/l dan 17273,33 mg/l. Konsentrasi BOD yang tinggi tersebut menunjukkan tingginya bahan organik yang harus di dekomposisi oleh mikroorganisme dalam perairan tersebut, termasuk lindi yang berasal dari TPAS Sarimukti. Effendi (2003) menyatakan bahwa secara tidak langsung BOD merupakan gambaran banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air.

Tingginya konsentrasi COD pada Stasiun II dan III menunjukkan bahwa terdapat bahan organik yang sukar untuk didegragasikan secara biologis pada perairan sungai tersebut. Menurut Wardhana (2001) dan Effendi (2003) COD, jumlah bahan organik yang teroksidasi tinggi secara kimiawi terdiri

10

Page 11: Artikel ilmiah

dari bahan organik dapat terdegradasi secara biologis (biodegradable) dan yang sukar terdegradasi secara biologi (non-biodegradable) menjadi CO2 dan H2O (dalam fasa gas).

Hasil analisis konsentrasi BOD dan COD di seluruh stasiun penelitian jika dibandingkan dengan Baku Mutu Air Kelas II dalam PP No.82 Tahun 2001 telah melampaui Konsentrasi maksimum yang ditentukan sesuai peruntukannya. Sesuai pernyataan Effendi (2003) bahwa perairan yang memiliki konsentrasi BOD dan COD tinggi sebaiknya tidak dipergunakan bagi kepentingan perikanan dan pertanian ataupun pemanfaatan lainnya seperti MCK. Hasil BOD dan COD di Stasiun I dan IV sebagai stasiun kontrol didapatkan hasil yang tidak memenuhi baku mutu. Hal ini karena bahan organik yang berasal dari aktivitas domestik di sekitarnya.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa parameter timbal (Pb) mengalami peningkatan signifikan terutama pada Stasiun II dengan konsentrasi sebesar 0,27 mg/l kemudian juga pada Stasiun III sebesar 0,12 mg/l.

Konsentrasi kelarutan timbal yang didapatkan pada Stasiun II dan III dikarenakan lindi yang berasal dari TPAS Sarimukti. Hal ini didukung dengan hasil analisa logam pada kolam pengelolaan lindi TPAS Sarimukti yang diperoleh hasil analisa timbal yang tinggi pula yaitu 0,206 mg/l (Lampiran III). Keberadaan timbal yang tinggi di TPAS dikarenakan karakteristik sampah yang mengandung baterai, bahan pelapis kabel, kaleng wadah makanan (yang mengandung glaze), sisa cat dan sisa oli kendaraan bermotor (Ball, 2003 dan Environmental European Commission,

2002). Effendi (2003) menyatakan pula bahwa umumnya Konsentrasi timbal di perairan relatif kecil karena kelarutannya yang rendah dan ditemukan dalam bentuk tersuspensi, namun toksisitasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah konsentrasinya, kadar oksigen dan pH.

Degradasi konsentrasi lindi dan konsentrasi Pb yang berasal dari TPAS Sarimukti selanjutnya terjadi secara gradual pada Stasiun V dan VI dikarenakan proses pengendapan maupun pengenceran dari Sungai Cipicung dan Cimeta. Konsentrasi timbal pada Stasiun II, III, V dan Stasiun VI berada pada batas yang telah melampaui baku mutu. Baku Mutu Air Kelas II dalam PP No.82 Tahun 2001 bahwa Konsentrasi maksimum timbal (Pb) yaitu tidak >0,01 mg/l, sedangkan hasil pada stasiun penelitian tersebut sangat jauh melampaui Konsentrasi maksimum yang telah ditentukan. Oleh karena hal tersebut, air pada stasiun-stasiun tersebut masih dianggap terkontaminasi dan tidak memenuhi syarat untuk dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sarimukti yang berada dekat TPAS dan dilalui Sungai Cilimus (Stasiun II dan III) dan Sungai Cipicung (Stasiun V), serta Sungai Cimeta (Stasiun VI).

Hasil pengukuran parameter Fecal Coliform dan Total Coliform, jumlah Fecal Coliform dan Total Coliform pada stasiun kontrol (Stasiun I dan IV) diperoleh hasil yang tinggi. Lalu mengalami peningkatan pada Stasiun II dan III kemudian terjadi penurunan di Stasiun V dan VI.

Tingginya Fecal Coliform dan Total Coliform pada stasiun kontrol tersebut karena adanya aktivitas domestik, pertanian maupun peternakan disekitarnya (Dimambro et

11

Page 12: Artikel ilmiah

al., 2007). Stasiun II dan III terjadi peningkatan karena berdekatan dan terkena langsung masukkan lindi dari TPAS. Penurunan pada Stasiun V dan VI terjadi karena jumlah limbah yang mulai berkurang akibat pengeceran dan jarak tempat tinggal masyarakat yang jauh dengan kedua stasiun tersebut.

Menurut Fardiaz (1992) dan Yu (2000), jumlah Fecal Coliform dan Total Coliform yang tinggi dapat terjadi akibat tingginya kontaminasi bakteria patogenik yang berasal dari saluran pencernaan manusia maupun hewan dan agen patogenik lainnya yang berasal dari bahan limbah pencemar seperti limbah pembuangan sampah. Menurut Baku Mutu Air Kelas II pada PP No.82 Tahun 2001, batas jumlah maksimum yang diperbolehkan terkandung dalam perairan yaitu 1000/100 ml untuk Fecal Coliform dan 5000/100 ml untuk Total Coliform, sehingga jumlah bakteri patogen pada stasiun tersebut melampaui ketentuan yang dipersyaratkan dan telah mengalami kontaminasi mikroorganisme patogenik.

Hasil pengukuran parameter kualitas air Sungai Cilimus. Cipicung dan Sungai Cimeta dapat pula ditentukan status mutunya dengan menggunakan Metode Storet.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan Metode Storet terhadap keenam stasiun penelitian tersebut (Lampiran IX) diperoleh hasil skor pada setiap stasiun yaitu : Stasiun I = -42 (Cemar Berat); Stasiun II = -70 (Cemar Berat); Stasiun III = -71 (Cemar Berat); Stasiun IV = - 37 (Cemar Berat); Stasiun V = -57 (Cemar Berat); dan Stasiun VI = -55 (Cemar Berat).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum perairan Sungai

Cilimus, Cipicung dan Sungai Cimeta telah mengalami pencemaran yang terlampau tinggi, terutama pada Stasiun II dan III yang terintroduksi langsung bahan pencemar lindi. Pencemaran pada Stasiun I yang tinggi merupakan hulu sungai diakibatkan oleh tingginya aktivitas manusia pada kawasan tersebut sebagaimana yang terjadi pada Stasiun IV. Sedangkan pada Stasiun V dan VI memiliki tingkat cemaran yang tinggi meskipun tidak setinggi pada Stasiun II dan III dikarenakan kelarutan bahan pencemar telah mengalami degradasi dan pengenceran secara gradual dari Sungai Cipicung (Stasiun V) dan Sungai Cimeta (Stasiun VI).

C. Perilaku Kesehatan Masyarakat Berkaitan dengan Keberadaan TPAS Sarimukti

a. PengetahuanPengetahuan yang rendah

berkenaan dengan pengetahuan tentang kesehatan terhadap keberadaan TPAS Sarimukti diperoleh bahwa sebesar 63% responden memiliki pengetahuan yang rendah dan hanya 37% responden yang memiliki pengetahuan.

Rendah dan sedangnya pengetahuan responden menunjukkan pula bahwa sebagian besar masyarakat Desa Sarimukti yang berada di dekat TPAS dan yang memanfaatkan air sungai yang terkontaminasi memiliki pengetahuan yang rendah mengenai kesehatan dan sampah yang masih pada tingkat tahu (know) (Notoatmodjo, 2003), tetapi belum menuju pada kesadaran (awareness) dalam mengadopsi perilaku baru untuk memperbaiki maupun meningkatkan kondisi yang berkaitan dengan kesehatan mereka yang berkenaan dengan keberadaan TPAS Sarimukti. Sedangkan tidak diperoleh hasil

12

Page 13: Artikel ilmiah

reponden yang memiliki pengetahuan tinggi atau 0%, dimana hal ini dikarenakan bahwa berdasarkan hasil data umum pada kuesioner mengenai pendidikan responden diperoleh bahwa umumnya merupakan lulusan Sekolah Dasar. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu bahwa masyarakat tidak memperoleh informasi yang cukup mengenai dampak negatif yang mungkin di alami oleh warga yang bertempat tinggal di sekitar TPAS baik itu mengenai dampak sampah itu sendiri ataupun penyakit dan kondisi sosial ekonomi dari pihak yang terkait.b. Sikap

Sikap masyarakat Desa Sarimukti secara umum yaitu bersikap netral berkenaan dengan sikap tentang kesehatan terhadap keberadaan TPAS Sarimukti dimana diperoleh hasil kuesioner sebesar 74% responden bersikap netral dan hanya 26% responden yang bersikap positif. Sikap netral yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sarimukti terhadap keberadaan TPAS Sarimukti cenderung dikarenakan masyarakat tidak menginginkan terjadi masalah sosial diantara mereka dengan pihak pemerintah setempat, pemerintah daerah, pengelola TPAS, kepolisian dan media, meskipun dalam internal activity seperti berfikir, persepsi dan emosi tidak menyetujui keberadaan dari TPAS tersebut. Pengetahuan dalam perilaku pada hakikatnya adalah suatu aktivitas daripada manusia itu sendiri dalam mencari informasi atau sekedar tahu sehingga memiliki bentangan yang luas hingga pada kegiatan internal seperti berfikir, persepsi dan emosi (Notoatmodjo, 2003).

Netralitas masyarakat tersebut pada kenyataannya dipengaruhi pula

oleh rendahnya pengetahuan yang dimiliki sehingga masyarakat tersebut berkecenderungan terdapat keterbatasan dalam mengungkapkan pernyataan dan persepsi yang mereka miliki. Sedangkan, sikap positif yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa Sarimukti menunjukkan bahwa pada dasarnya masyarakat berkeinginan untuk menerima dan merespon hal-hal yang dapat meningkatkan ataupun memperbaiki kondisi kesehatan mereka, keinginan tersebut di dorong oleh faktor sosial ekonomi dan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan akibat dampak yang dialami dengan keberadaan TPAS Sarimukti. Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa menerima dan kemudian merespon dari adanya stimulus ataupun objek yang mempengaruhi merupakan indikasi dari adanya sikap, meskipun bentuk dari respon tersebut baik ataupun salah.

Sikap negatif responden tidak didapatkan karena merupakan sikap yang tidak merespon ataupun yang paling dasar yaitu tidak menerima keberadaan TPAS Sarimukti sedangkan pada kenyataannya mereka memberikan suatu respon terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan keberadaan TPAS. Sebagaimana yag dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa menerima yang merupakan tingkatan awal dari suatu sikap dipengaruhi oleh bentuk emosi untuk mau dan memperhatikan terhadap adanya suatu stimulus. Selaras itu dinyatakan oleh Allport (1954) dalam Notoatmodjo bahwa, sikap yang utuh ditentukan oleh keyakinan, berpikir, pengetahuan dan emosi serta kecenderungan untuk bertindak. Maka sikap negatif merupakan sikap yang diawali oleh tidak menerima sesuatu

13

Page 14: Artikel ilmiah

hal karena didasarkan oleh emosi, keyakinan dan kecenderungan untuk bertindak yang tidak sesuai mengenai suatu stimulus ataupun objek yang mempengaruhi pembentukan sikap mereka. c. Tindakan

Tindakan masyarakat Desa Sarimukti umumnya bertindak netral berkenaan dengan tindakan tentang peningkatan dan perbaikan kesehatan terhadap keberadaan TPAS Sarimukti, dimana diperoleh hasil kuesioner sebesar 94% responden bertindak netral dan hanya 6% responden yang bertindak aktif. Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Sarimukti yang berada disekitar TPAS Sarimukti cenderung kurang melakukan tindakan dalam peningkatan maupun perbaikan kondisi keehatannya karena kurang tersedianya sarana untuk memotivasi terhadap kondisi kesehatan, fasilitas dan pelayanan berkenaan dengan keberadaan TPAS Sarimukti meskipun secara persepsi, motivasi dan emosi tidak menginginkan dampak negatif yang telah dialami dan akan terjadi dikemudian hari.

Notoatmodjo (2006) menjelaskan bahwa tindakan seorang individu maupun kelompok individu tidak akan terjadi jika tidak terdapat dorongan atau motivasi oleh faktor pendorong seperti fasilitas dan sarana yang akan mempengaruhi tindakannya, dalam hal ini promosi kesehatannya. Tindakan dalam upayanya memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kondisi kesehatannya serta memperoleh kesembuhan merupakan suatu bentuk perilaku kesehatan (Sarwono, 2007).

Tindakan negatif terhadap keberdaan TPAS Sarimukti tidak diperoleh karena masyarakat berfikir

mengenai terlalu tingginya resiko yang akan diterima jika tidak melakukan penentangan terhadap pihak terkait dan juga rendahnya fasilitas komunikasi yang layak bagi kegiatan mediasi antara masyarakat dan pihak terkait tersebut.

Perilaku kesehatan masyarakat yang terbentuk diawali oleh upaya memperoleh pengetahuan lalu membentuk suatu sikap dan kemudian jika individu tersebut memiliki motivasi tertentu kemudian menghasilkan tindakan (praktik) yang berasal dari suatu respons masyarakat terhadap stimulus lingkungan yang mempengaruhi kesehatannya.

Perilaku kesehatan yang terbentuk dalam masyarakat Desa Sarimukti mengenai keberadaan TPAS Sarimukti berdasarkan hasil crosstabulation atau tabulasi silang diperoleh sebanyak 57 orang atau 96,6% responden yang memiliki pengetahuan rendah lebih bertindak netral dan hanya 2 orang atau 3,4% responden berpengetahuan rendah lebih bertindak positif. Sedangkan sebanyak 31 orang atau 88,6% yang memiliki pengetahuan sedang lebih bertindak netral namun hanya 4 orang atau 11,4% responden yang berpengetahuan sedang lebih bertindak positif.

Hasil tabulasi silang tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat hanya memiliki pengetahuan yang sebagaian besar berpengetahuan rendah meskipun terdapat beberapa masyarakat yang telah memperoleh sedikit informasi melaui media cetak maupun sarana informasi lainnya terhadap keberadaan TPAS Sarimukti dan cenderung membatasi besarnya pengetahuan, bentuk sikap dan kemudian tindakan mereka sebagai upaya untuk

14

Page 15: Artikel ilmiah

memperbaiki kondisi kesehatannya, selain itu masyarakat kurang memberikan respon dalam bentuk tindakan (praktik), hal tersebut hanya akan dilakukan jika terdapat stimulus dan motivasi dalam perbaikan kondisi kesehatannya, sebagai contoh yaitu seperti partisipasi mereka dalam penyediaan air bersih dan partisipasi dalam puskesmas gratis yang dilakukan oleh pihak pengelola TPAS, pemerintah daerah dan puskesmas setempat. Berdasarkan pendapat Notoatmodjo (2006), perilaku kesehatan merupakan upaya peningkatan dan perbaikan kondisi kesehatan secara internal maupun eksternal terhadap sakit dan penyakit, kesehatan lingkungannya, dan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang mempengaruhinya. Perwujudan perilaku kesehatan dalam bentuk tindakan yang nyata terhadap suatu kondisi tertentu yang dimulai pada tingkatan persepsi dan kemudian memberikan suatu respon terpimpin (Guided Respons) jika terdapat dorongan atau motivasi yang menyertainya.

Hasil tabulasi silang antara sikap dengan tindakan diperoleh bahwa 66 orang atau 94,3% responden yang memiliki sikap netral akan lebih bertindak netral. Sedangkan 22 orang atau 91,7% responden memiliki sikap positif dan bertindak netral, namun hanya 2 orang atau 8,3% responden yang memiliki sikap positif dengan tindakan yang lebih positif. Sikap netral terhadap keberadaan TPAS Sarimukti dengan tindakannya yang netral tersebut berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa responden tersebut terjadi karena sebagian besar masyarakat merasa tidak memiliki kemampuan yang cukup

secara sosial-ekonomi untuk merubah keadaan yang ada di lingkungan mereka dan sangat mengharapkan terhadap peran dari pihak pemerintah setempat untuk dapat menyalurkan aspirasi mereka dan sangat mengharapkan terhadap peran dari pihak pemerintah setempat untuk dapat menyalurkan aspirasi mereka. Kurang aktif dan interaktifnya pemerintah setempat dengan masyarakat yang dipimpinnya mengakibatkan kurangnya pertukaran informasi dan penyuluhan mengenai kesehatan lingkungan yang ada dengan adanya keberadaan TPAS Sarimukti tersebut. Selain itu, kurangnya motivasi dan ikatan emosional antara pemerintah setempat, pemerintah daerah serta pihak pengelola TPAS Sarimukti dimana kurang perduli dengan keadaan lingkungan yang ada di kawasan tersebut dan hanya sebatas birokrasi serta pemenuhan kompensasi dampak.

Pembentukan perilaku kesehatan merupakan suatu respon yang nampak (overt behavior) terhadap faktor yang mempengaruhinya dengan diindikasikan oleh tindakan terhadap perbaikan, penjagaan maupun peningkatan kondisi kesehatannya dengan diawali oleh proses pencarian informasi dan ilmu sebagai proses pengetahuan yang kemudian terbentuk suatu sikap yang terinternalisasi. Berdasarkan hubungan silang antara pengetahuan dan sikap masyarakat Desa Sarimukti dengan tindakannya terhadap keberadaan TPAS Sarimukti menunjukkan bahwa perilaku masyarakat yang berinteraksi langsung dengan TPAS Sarimukti lebih bertindak netral dikarenakan keterbatasan pengetahuan mereka terhadap upaya penjagaan, perbaikan dan peningkatan kondisi kesehatan

15

Page 16: Artikel ilmiah

mereka akibat keberadaan TPAS Sarimukti.

Selaras dengan keterbatasan pengetahuannya tersebut sikap yang terbentuk lebih pada sikap yang netral, berdasarkan hasil wawancara terhadap Ketua RW 2 Desa Sarimukti (Bapak Amad) yang merupakan kawasan terdekat dengan TPAS Sarimukti menyatakan bahwa kegiatan mediasi dan komunikasi antara masyarakat dengan pihak-pihak yang terkait sangat terbatas dan tidak berjalan dengan baik sehingga alur persepsi masyarakat terhadap dampak keberadaan TPAS Sarimukti dengan upaya pengurangan dampak yang dilakukan oleh pihak terkait cenderung tidak efektif. Akibat dari hal tersebut yaitu masyarakat cenderung tidak bersikap negatif untuk tidak menimbulkan masalah dengan pihak terkait namun tidak pula bersikap positif karena dampak yang diterima kenyataannya masih dirasakan oleh mereka terutama kondisi kesehatan mereka akibat dampak yang dihasilkan oleh TPAS Sarimukti tersebut.

Hal tersebut selaras dengan pendapat Scott (1989) yang menyatakan bahwa aksioma “dahulukan selamat” merupakan suatu konsekuensi logis dari suatu ketergantungan ekologis masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah dimana mengandung preferensi relatif bagi kepastian subsistensi diatas keadaan ekonomi yang sangat tinggi saat ini.

Oleh karena itu, masyarakat Desa Sarimukti cenderung berperilaku netral dengan mencari opsi-opsi yang relevan dengan kondisi mereka meskipun dampak yang dihadapi secara faktual sangat tidak menguntungkan baik dari kondisi kesehatan maupun keberlanjutan keadaan sosial

ekonominya dan politik yang mempengaruhi (Beranek, 1992).

D. Hubungan antara Kualitas Air Sungai dan Perilaku Kesehatan Masyarakat Berkaitan Keberadaan TPAS SarimuktiKualitas air pada Sungai

Cilimus, Cipicung dan Sungai Cimeta yang tercemar dalam kondisi yang berat dipengaruhi oleh introduksi lindi yang dihasilkan oleh TPAS Sarimukti. Sedangkan pada stasiun kontrol yang berada pada Sungai Cilimus dan Cipicung yang belum terkena masukkan lindi telah mengalami pencemaran karena kegiatan domestik yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sarimukti.

Pengetahuan masyarakat yang rendah dan sikapnya yang tidak menolak maupun menerima keberadaan TPAS Sarimukti tersebut berpengaruh pada perilaku kesehatan masyarakat dalam memanfaatkan air sungai yang tercemar berat tersebut. Perilaku kesehatan masyarakat terhadap dampak pencemaran air sungai yang mereka manfaatkan untuk kegiatan MCK sehari-hari cenderung dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan rendahnya pengetahuan mengenai bahaya, dampak serta upaya penjagaan maupun peningkatan kesehatan terhadap keberadaan TPAS. Meskipun sebagian besar masyarakat bersikap tidak menyetujui keberadaan TPAS Sarimukti yang mempengaruhi kualitas air sungai yang mereka manfaatkan namun mereka tidak dapat pula menolak keberadaan TPAS tersebut dikarenakan faktor internal (seperti tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, biaya dan waktu) dan faktor eksternal seperti tekanan pihak pengelola, rendahnya proses mediasi dan

16

Page 17: Artikel ilmiah

kurangnya sarana maupun prasarana untuk mengurangi beban dampak yang dihasilkan oleh keberadaan TPAS.

Kualitas air sungai yang tercemar berat oleh lindi dan berdampak pada kesehatan masyarakat nampak dengan timbulnya penyakit seperti diare dan dermatitis yang dialami oleh masyarakat Desa Sarimukti (Lampiran II), dimana hal tersebut tidak selaras dengan perilaku masyarakat terhadap penjagaan dan peningkatan kondisi kesehatannya dengan masih memanfaatkan air sungai tersebut untuk kegiatan MCK. Rendahnya ketersediaan air yang memadai untuk memenuhi kegiatan tersebut dan jauhnya jarak lokasi sumber air lain merupakan faktor pendorong lain yang mempengaruhi pemilihan masyarakat dalam memanfaatkan air sungai yang telah tercemar lindi dari TPAS Sarimukti tersebut.

V. SIMPULAN DAN SARANa. Simpulan1. Keberadaan TPAS Sarimukti

berpengaruh terhadap kualitas air, terutama Stasiun II dan III yang tidak memenuhi baku mutu untuk parameter fisik dan kimia. Fecal Coliform dan Total Coliform pada seluruh stasiun penelitian telah melampaui baku mutu yang dipersyaratkan, sehingga semua stasiun pengamatan berada pada kondisi “Cemar Berat”, Stasiun I dan IV cemaran lebih pada aktivitas domestik karena berada sebelum terintroduksi lindi dari TPAS tersebut.

2. Masyarakat Desa Sarimukti memiliki pengetahuan yang rendah, bersikap netral dan bertindak netral terhadap

keberadaan TPAS Sarimukti. Hal ini menyebabkan bahwa masyarakat Desa Sarimukti secara umum berperilaku netral mengenai keberadaan TPAS Sarimukti.

3. Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sarimukti menghasilkan limbah organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan limbah anorganiknya dan mempengaruhi kualitas air Sungai Cilimus. Hal ini terlihat pada nilai BOD yang tinggi dan mempengaruhi nilai Fecal Coliform dan Total Coliform perairan tersebut. Peningkatannya dan faktor sosial ekonomi dan politik mengenai keberadaan TPAS Sarimukti tersebut menghasilkan perilaku kesehatan masyarakat yang netral.

b. Saran1. Pengkajian kualitas air Sungai

Cilimus sebaiknya dilakukan pula pada musim panas untuk diperoleh perbandingan hasil pengamatan di lokasi yang sama.

2. Pengkajian kualitas air Sungai Cilimus terhadap parameter fisik dan kimia lainnya sebaiknya dilakukan untuk diperoleh hasil pengkajian yang lebih menyeluruh berdasarkan Baku Mutu Air yang ada.

3. Pengkajian perubahan perilaku kesehatan masyarakat terhadap keberadaan TPAS Sarimukti sebaiknya dilakukan untuk memperoleh perilaku kesehatan yang lebih mendetil.

DAFTAR PUSTAKAAzwar, S. 1995. Sikap Manusia: Teori

dan Pengukurannya Edisi Ke 2. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

17

Page 18: Artikel ilmiah

Ayala, P.C., A. Afzal., P.Pourrezaei., Y. Wang., M.A. Zapata., N. Ding., N. Wang., P. Drzewicz., and M.G. El-Din. 2009. Physico-Chemical Processes. Water Environment Research 81: 10.

Balai Pengelolaan Sampah Regional (BPSR). 2011. TPPAS Regional Sarimukti. http://www.bpsr.co.gov diakses 07 November 2011.

Badan Standardisasi Nasional (BSN), 2002. Standar Nasional Indonesia : Standar Pengujian Total Padatan Terlarut dengan Metode Gravimetri. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

_____________________________,2004. Standar Nasional Indonesia : Standar Pengujian Oksigen Terlarut dengan Metode Iodometri. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

_____________________________,1991. Standar Nasional Indonesia : Standar Pengujian Kadar Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD) dalam Air dengan Reflux Tertutup. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

_____________________________,1991. Standar Nasional Indonesia : Standar Pengujian Timbal (Pb) secara Spektrofotometri Serapan Atom (ASS) dengan Tungku Karbon. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Ball, P. 2003. Lead, Leaching and Landfill. ProQuest 425 : 264.

Beranek, W. 1992. Solid Waste Management and Economic Development: Economic Development Review. ProQuest Agriculture Journals 10 (3): 49.

Damanhuri, E. dan T. Padmi. 2006. Pengelolaan Sampah. Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Edisi Semester I, Bandung.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia, Jakarta.

Daryanto. 2009. Masalah Pencemaran. Tarsito, Bandung.

Dimambro, M.E., R.D. Lillywhite and C.R. Rahn. 2007. The Physical, Chemical and Microbial Characteristic of Biodegradable Minicipal Waste Derived Composts. Compost Science & Utilization 15 (4) : 243-252.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Ellis, K. V., G. White. and A.E. Warn. 1989. Surface Water Pollution and It’s Control. The MacMillan Press Ltd., London.

Environmental European Commission DG. E3, 2002. Heavy Metal in Waste: Final Report. Project ENV.E.3/ETU/2000/0058. Page 22-29. COWI A/S, Denmark.

18

Page 19: Artikel ilmiah

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Cetakan Ketiga Belas. Kanisius, Yogyakarta.

Garnasih, I. 2009. Potensi Toksisitas dan Genotoksisitas Lindi Sampah dari TPA Sarimukti Kabupaten Bandung terhadap Tikus. Tesis. Program Studi Biologi Magister SITH Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Galavi, M., A. Jalali., and M. Ramroodi. 2010. Effect of Treated Municipal Wastewater on Soil Chemical Properties and Heavy Metal Uptake by Sorghum (Shorgum Bicolor L.). Journal of Agricultural Science 2 (3).

Gubernur Jawa Barat. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Balai Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bandung.

Harrison, R.M. and U.P.H. Laxen. 2000. Lead Pollution: Causes & Control. Chapman and Hall, New York.

Kementrian Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2011. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Tempat Pembuatan Kompos (TPK) Sarimukti Jawa Barat, Bandung.

Katsuo, E., S. Malamis., and K. Haralambous. 2011. Pre-treatment of Industrial

Wastewater Polluted with Lead Using Absorbents and Ultrafiltration or Microfiltration Membranes: Waste Water Research. ProQuest Agricultural Journal 83 (4) : 298.

Kementrian Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2011. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Tempat Pembuatan Kompos (TPK) Sarimukti Jawa Barat, Bandung.

Kementrian Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2011. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Tempat Pembuatan Kompos (TPK) Sarimukti Jawa Barat, Bandung.

Kementrian Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2011. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Tempat Pembuatan Kompos (TPK) Sarimukti Jawa Barat, Bandung.

Kirana, K. N. Aufa., E. Huliselan., dan S. Bijaksana. 2011. Magnetical and Electrical Properties of Leachate. Jurnal Science Institut Teknologi Bandung 43 A (3): 165-178.

Kjeldsen, P., M. B. Marlaz., A. P. Rooker., A. Baun., A. Ledin. And T. H. Christensen. 2002. Present and Long-Term Composition of MSW Landfill Leachate: A Review. Critical

19

Page 20: Artikel ilmiah

Reviews in Environmental Science and Technology. ProQuest Agriculture Journals 32 (4): 297.

Khalil, A. I., M. S. Hassouna., H. M. A. El-Ashqar., and M. Fawzi. 2011. Changes in Physical, Chemical and Microbial Parameters During The Composting of Municipal Sewage Sludge. World Journals Microbiol Biothecnol 27: 2359-2369.

Kuswanto, D. 2012. Statistik Untuk Pemula & Orang Awam. Laskar Aksara, Jakarta.

Kumar, S., V. Sharma., R. V. Bhoyar., J. K. Bhattacharyya., and T. Chakrabarti. 2008. Effect of Heavy Metals on Earthworm Activities During Vermicomposting of Municipal Solid Waste: Water Environment Research. ProQuest Agricultural Journals 80 (2): 154.

Manahan, S.E. 1984. Environmental Chemistry. Fourth Edition. Brooks/Cole Publishing Company. Monterey, California.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan

Masyarakat. Cetakan Kedua. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2006. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Cetakan Kedua. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta.

Sarwono, S. 2007. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. GMU Press, Yogyakarta.

Sejati, K. 2009. Pengelolaan Sampah Terpadu dengan Sistem Node, Sub Point, dan Center Point.Cetakan Ketiga. Kanisius, Yogyakarta.

Scott, J.C. 1989. Model Ekonomi Petani. Cetakan Ketiga. Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta.

Scott, J., D. Beydoun., R. Amal., G. Low., and J. Cattle. 2005. Landfills Management, Leachate Generation, and Leach Testing of Solid Wastes in Australia and Overseas.

20

Page 21: Artikel ilmiah

Critical Reviews in Environmental Science and Technology 35 (3): 239.

Singarimbun, M. 1982. Metode Penelitian Survai. Cetakan Kedua. Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta.

Soemarwoto, O. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan Edisi Revisi, Cetakan Ketujuh. Djambatan, Jakarta.

Sudarajat, H.R. 2006. Mengelola Sampah Kota. Penebar Swadaya, Depok.

Tchobanoglous. 1977. Intergrated Solid Waste Management : Engineering Principles and Management Issues. Mcgraw Hill, New York.

Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta.

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta.

Vesilind, P. A., J. J. Pierce. and R.F.Weiner. 1990. Environmental Pollution and Control. 3rd Edition. Butterworth-Heinemann, Boston.

Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. ANDI, Yogyakarta.

World Health Organization (WHO), 2003. Total dissolved solids in Drinking-water : Backgroud document for development of WHO Guidelines for Drinking-Water Quality, 2nd ed. Vol.2. Health criteria and other supporting information. World Health Organization. Jenewa, Swiss.

Yu, M. H. 2001. Environmental Toxicology: Impacts of

Environmental Toxicants on Living Systems. CRC Press

LLC, California.

21

Page 22: Artikel ilmiah

22