Artikel Ilmiah 060710380 (2)

21

Click here to load reader

Transcript of Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Page 1: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

ARTIKEL ILMIAH

DETEKSI ANTIBODI VIRUS INFLUENZA A SUBTIPE H3 PADA SERUM BABI DI RUMAH POTONG HEWAN PEGIRIAN KOTA SURABAYA

Oleh :

ELSA BAHAR PUTRINIM. 060710380

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA2011

Page 2: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

DETECTION OF SUBTYPE H3 INFLUENZA A ANTIBODY IN PIG SERUM AT PEGIRIAN SURABAYA SLAUGHTERHOUSE

1) Chairul Anwar Nidom, 2) Elsa Bahar Putri, 3) Rahayu Ernawati,

4) Setya Budhy 1) Departemen Kedokteran Dasar Veteriner, 2) Mahasiswa, 3)

Departemen Mikrobiologi Veteriner, 4) Departemen Kedokteran Dasar Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

ABSTRACT

The aim of this research was to detect the presence of antibody againt influenza virus A subtype H3 in pig serum at Slaughterhouse Pegirian Surabaya. 120 samples were taken from Slaughterhouse of Pegirian Surabaya from August 2010 until January 2011. The method used in this research was Haemagglutination Inhibition (HI) using antigen H3N2. Before tested with HI test, the serum was treated with RDE and 0,75% of guinea pig RBC. The result show that from 120 serum samples tested with HI test, all sample was negative from the infection of Influenza Virus A subtype H3. Therefore, it is suggested to do further research dealing with the sample from pig farms and using more specific testing method.

Keywords : H3, Pig, Antibody, Slaughterhouse.

Menyetujui untuk dipublikasikan

Surabaya, 02 Maret 2011

Page 3: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

DETEKSI ANTIBODI VIRUS INFLUENZA A SUBTIPE H3 PADA SERUM BABI DI RUMAH POTONG HEWAN KOTA SURABAYA

1) Chairul Anwar Nidom, 2) Elsa Bahar Putri, 3) Rahayu Ernawati, 4) Setya Budhy

1) Departemen Kedokteran Dasar Veteriner, 2) Mahasiswa, 3) Departemen Mikrobiologi, 4) Departemen Kedokteran Dasar Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap virus influenza A subtipe H3 pada serum babi di Rumah Potong Hewan Pegirian Kota Surabaya. Pengambilan sampel ini dilakukan di Rumah Potong Hewan Pergirian Kota Surabaya selama bulan agustus 2010 sampai januari 2011. Metode yang digunakan adalah uji Haemagglitination Inhibition (HI) dengan menggunakan antigen H3N2. Serum di treatment dengan menggunakan RDE dan RBC marmut 0,75% pada uji HI. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 120 sampel yang telah di uji serumnya dengan menggunakan uji HI, didapatkan hasil negatif terhadap infeksi Influenza A subtipe H3 di Rumah Potong Hewan Pegirian Kota Surabaya. Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengambilan sampel di perternakan babi dan juga menggunakan metode pengujian yg lebih spesifik.

Pendahuluan

Penyakit Influenza disebabkan oleh virus Influenza, termasuk dalam

famili orthomyxoviridae. Inang yang peka terhadap infeksi virus influenza

meliputi manusia dan beberapa spesies hewan. Sementara itu, virus

influenza bisa dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu Influenza A, B, dan C.

Virus Influenza tipe A menginfeksi manusia dan beberapa spesies hewan,

kemudian virus influenza tipe B dan tipe C hanya menginfeksi manusia

(Nidom, 2010).

Virus Influenza A memiliki struktur genom yang terdiri atas delapan

fragmen (gen) yang akan mengekspresikan sepuluh macam protein. Ke

delapan fragmen virus influenza A terdiri atas fragmen Polimerase B2

(PB2), Polimerase B1 (PB1), Matriks (M), Hemagglutinin (HA),

Page 4: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Neuraminidase (NA), Nukleoprotein (NP), Polimerase A (PA), dan fragmen

Nonstruktural (NS). Masing-masing fragmen akan menghasilkan satu

macam protein, kecuali fragmen M dan NS masing-masing menghasilkan

dua macam protein (Nidom, 2010).

Virus influenza tipe A masih bisa dibedakan berdasarkan struktur

Hemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA) menjadi beberapa subtipe.

Sampai saat ini berdasarkan struktur HA terdapat 16 subtipe (H1-H16)

dan berdasarkan struktur NA terdapat 9 subtipe (N1-N9). Hal ini

disebabkan oleh karena virus influenza A bersifat sangat mudah mutasi,

terutama pada HA dan NA (Nidom, 2010).

Virus Influenza A dapat terisolasi dari sejumlah spesies, termasuk

burung, manusia, kuda, ikan paus dan pada umumnya inang yang spesifik

(Richt et al.,2003).

Babi adalah salah satu hewan yang peka terhadap virus Influenza.

Subtipe virus influenza yang selama ini menginfeksi babi meliputi H1N1,

H1N2, H2N3, H3N1, H3N2. Subtipe terakhir ini merupakan gabungan dari

virus influenza manusia, flu burung dari kalkun dan virus influenza babi

(Nidom, 2010).

Babi berperan cukup penting dalam penyebaran virus Influenza A

khususnya subtipe H3N2. Hewan babi ini memang mempunyai

kemampuan untuk melakukan penggabungan virus influenza

(reassortment) dari berbagai spesies yang berstruktur beda sehingga

menjadi virus influenza baru. Di dalam tubuh babi, ternyata mempunyai

perangkat biologis yang bisa menerima virus influenza dari berbagai

Page 5: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

spesies (mixing vessel). Infeksi ganda yang terjadi bisa menghasilkan

virus influenza baru, dan strukturnya bisa berkomposisi ganda, yaitu virus

flu babi, flu manusia dan flu burung. Bahkan bisa terjadi kemungkinan lain

pada tubuh babi, hanya sebagai tempat beradaptasi satu virus yang akan

berubah strukturnya (Nidom, 2010).

Berdasarkan hasil penelusuran virus H3N2 sepanjang 1989-1999 di

Amerika Serikat, para ahli menemukan virus hasil reassortment dua virus

influenza (double reassortant virus) yang mengandung campuran gen-gen

virus manusia dan babi, juga reassortment tiga virus (triple reassortant

virus) yang mengandung campuran gen-gen virus influenza manusia,

babi, dan unggas (Webby et al., 2000). Proses evolusi mengindikasikan

bahwa babi berperan sebagai inang perantara (mixing vessel) bagi

penataan ulang gen antara virus manusia dan unggas (Ito et al., 1998).

Munculnya wabah pandemi mulai tahun 1968, virus influenza A

(H3N2) juga sering menginfeksi pada babi. Pandemi pada babi ini berawal

di Hongkong pada tahun 1968 dan 1975, Cekoslowakia pada tahun 1975,

Italia pada awal 1980, Belgia dan Prancis pada tahun 1984, Britania Raya

pada tahun 1987, Kanada pada tahun 1988 dan Amerika Serikat pada

tahun 1998 (De Jong et al., 2007).

Sejak tahun 1998 virus H3N2 yang diisolasi dari babi di USA yang

mengandung kombinasi antara manusia, babi dan burung. Selain itu,

pada uji HA virus ini berasal dari virus manusia pada tahun 1995 (Brown,

2001).

Page 6: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Uji serologi dan molekuler menunjukkan bahwa sebagian besar

strain virus H3N2 diisolasi di Eropa, Hongkong dan Kanada dalam periode

dari tahun 1977 sampai 1995 dan berkaitan dengan H3N2 pada manusia

ditemukan strain A/England/42/72, A/PortChalmers/1/73,

A/Victoria/3/75,dan A/Bangkok/1/79 (De Jong et al., 2007).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan adanya suatu

penelitian mengenai deteksi antibodi virus Influenza A subtipe H3 pada

serum babi di Rumah Potong Hewan Pegirian Kota Surabaya. Penelitian ini

dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap virus Influenza A

subtipe H3 pada babi di wilayah dengan tingkat resiko penularan yang

tinggi, dengan cara memeriksa serum darah babi. Pemeriksaan serologik

dapat dilakukan untuk mengetahui adanya pembentukan antibodi

terhadap virus influenza A subtipe H3 dan pemeriksaan yang paling sering

dipakai adalah uji hemagglutination Inhibition (HI) untuk mengetahui

adanya antibodi terhadap hemaglutinin.

Metode Penelitian

Cara pengambilan sampel serum di ambil dari darah babi, setelah

babi pingsan karena disetrum, kemudian jagal memotong babi di daerah

vertikal dari arah dada ke jantung dan langsung mengeluarkan darah

secepatnya. Disaat bersamaan sampel darah ditampung di vacutainer dan

dimasukkan dalam ice box yang telah berisi dry ice, dan secepatnya

dikirim ke laboratorium.

Page 7: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Penanganan Sampel darah babi yang diperoleh, disimpan pada

suhu 4˚C selama 24 jam agar serum dan sel-sel darah tersebut terpisah.

Keesokan harinya disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 10

menit, agar serum tersebut benar-benar terpisah dari sel-sel darah.

Serum diambil dan dipisahkan pada eppendorf baru. Selanjutnya serum

ini diuji dengan uji hambatan hemaglutinasi (HI). Penyimpanan sampel

serum dilakukan pada lemari es bersuhu -20 0 C.

Uji hemaglutinasi (uji HA) digunakan untuk mengetahui titer awal

antigen yang akan digunakan dalam uji hambatan hemaglutinasi. Selain

itu juga digunakan untuk retitrasi antigen dengan tujuan memastikan titer

antigen yang digunakan (Ernawati dkk, 2008).

Bahan dan alat yang digunakan dalam uji ini adalah larutan PBS,

antigen yang diperiksa merupakan isolasi virus influenza A (H3N2)

manusia yang berasal dari Surabaya, suspensi eritrosit marmut 0,75%,

microplate “U”, micropipet 50 µl dan 100 µl.

Prosedur uji HA mikroteknik diawali dengan memasukkan PBS

sebanyak 50 µl tiap lubang microplate “U”, kecuali lubang A1. Antigen

dimasukkan sebanyak 100 µl ke dalam lubang A1, kemudian dibuat

pengenceran secara serial dengan mengambil 50 µl dari lubang A1 dan

dituang ke lubang B1, selanjutnya dicampur sampai rata dan diambil

sebanyak 50 µl dari lubang B1 ke lubang C1, demikian seterusnya sampai

lubang H1. Sisa 50 µl dibuang dan semua lubang diisi dengan eritosit

marmut 0,75% sebanyak 50 µl, kemudian diinkubasi pada suhu ruang

selama 30 menit sampai 60 menit. Langkah terakhir dilakukan penentuan

Page 8: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

titer HA dari sampel yang diperiksa. Hasil HA positif dinyatakan dengan

terbentuknya aglutinasi pada lubang microplate “U” (WHO, 2010; OIE,

2005).

Retitrasi adalah suatu metode untuk menguji ketepatan

pengenceran antigen yang akan digunakan dalam uji hambatan

hemaglutinasi. Cara pengujian yang dilakukan sama dengan metode

hemaglutinasi.

Setelah mengetahui hasil titer hemaglutinasi antigen, kemudian

diencerkan sampai mencapai delapan HA unit, dengan rumus N1 . V1 =

N2 . V2.

Prosedur untuk retitrasi antigen delapan HA unit adalah pengisian

50 µl PBS ke dalam lubang microplate nomor satu sampai nomor lima,

kemudian antigen yang telah diencerkan menjadi delapan HA unit

dimasukkan pada lubang nomor satu sebanyak 50 µl. Selanjutnya

dilakukan pengenceran serial dengan mengambil 50 µl dari lubang nomor

satu dipindah ke nomor dua, dicampur sampai rata kemudian diambil dan

dimasukkan pada lubang nomor tiga. Kegiatan ini dilakukan terus sampai

lubang nomor empat, sisa 50 µl dibuang. Pada lubang nomor lima

digunakan sebagai kontrol negatif. Selanjutnya semua lubang ditambah

dengan eritrosit marmut 0,75% sebanyak 50 µl. Setelah itu inkubasi

dalam suhu kamar selama 30 menit sampai 60 menit. Bila pengenceran

antigen delapan HA tepat, maka pada lubang nomor satu sampai tiga

akan terjadi aglutinasi.

Page 9: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Uji hambatan hemaglutinasi (HI) adalah pemeriksaan serologis

yang membuktikan pembentukan antibodi spesifik hemaglutinin (HA) dari

virus influenza A (H3N2) dalam serum darah. Sampel yang diperiksa

adalah serum darah babi. Pada penelitian kali ini pengujian yang

digunakan adalah uji hambatan hemaglutinasi dengan menggunakan

eritrosit marmut 0,75 % dan penambahan RDE pada sampel serum yang

akan diperiksa.

Sebelum dilakukan pengujian, serum harus mendapat perlakuan

khusus dengan menambahkan Receptor Destroying Enzime (RDE) untuk

menghilangkan substansi non spesifik dari sampel serum yang mampu

mengaglutinasi eritrosit (WHO, 2002). Serum sebanyak 50 µl ditambah

150 µl RDE dan dicampur hingga merata, kemudian diinkubasi dalam

waterbath pada suhu 370C selama 18 jam sampai 20 jam. Setelah itu

diinaktivasi pada suhu 560C selama 30 menit sampai 1 jam untuk

menghentikan kerja RDE. Tambahkan 50% RBC sebanyak 25 µl inkubasi

pada suhu ruangan kurang lebih 1 jam. Setelah itu disentrifus 2000 rpm

selama 10 menit. Diambil supernatanya sebanyak 200 µl ke dalam

microtube.

Langkah-langkah dalam uji HI mikroteknik diawali dengan

memasukkan 25 µl PBS kedalam tiap lubang microplate “U”, kecuali

lubang pada baris A (A1-A12). Sampel serum yang telah mendapatkan

perlakuan dimasukkan kedalam baris A (A1-A12) sebanyak 50 µl,

kemudian dibuat pengenceran secara serial dengan cara mengambil 25 µl

dari baris A kemudian dituang ke baris B dan dicampur hingga merata,

Page 10: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

selanjutnya dari baris B diambil 25 µl dan dimasukkan ke baris C,

demikian seterusnya sampai lajur H. Sisa 25 µl dibuang. Khusus untuk

kolom 11 dan 12, pengenceran hanya dilakukan sampai baris G karena

lubang H11 dan H12 digunakan untuk kontrol. Selanjutnya semua lubang

microplate diisi dengan antigen 4 HA unit sebanyak 25 µl, kecuali pada

lubang H11 antigen 4 HA unit diganti dengan PBS sebanyak 25 µl. Lubang

H11 ini tidak ada antigen didalamnya, sehingga eritrosit tidak mengalami

aglutinasi. Oleh karena tidak ada aglutinasi yang terjadi maka titik ini

digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan pada H12 tidak diberi

serum, tetapi diberi antigen sehingga eritrosit yang ditambahkan akan

mengalami aglutinasi, oleh karena itu lubang ini digunakan sebagai

kontrol negatif. Setelah penambahan antigen, microplate digoyang hingga

serum dan antigen merata, kemudian didiamkan pada suhu 22-25˚C

selama 30 menit. Selanjutnya semua lubang diisi dengan eritrosit marmut

0,75 % sebanyak 50 µl, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 30

menit sampai 60 menit. Langkah terakhir dilakukan penentuan titer HI

dari sampel yang diperiksa. (OIE, 2010).

Reaksi hambatan hemaglutinasi (HI) dinyatakan dengan terjadinya

pengendapan eritrosit pada dasar lubang microplate “U” yang terlihat

seperti pada kontrol. Pada uji HI dengan titer ≥ 1:8 menunjukkan bahwa

antibodi tersebut terbentuk akibat infeksi yang berasal dari subtipe virus

yang sama dengan antigen yang digunakan dalam uji HI tersebut (Buchta,

et al., 2001).

Page 11: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui hasil

pemeriksaan serum darah babi dari Rumah Potong Hewan Pergirian Kota

Surabaya dengan uji hambatan hemaglutinasi menunjukkan bahwa.dari

120 sampel yang diperiksa tidak mengandung antibodi terhadap virus

Influenza A subtipe H3 dalam serum darahnya.

Virus influenza tipe A pada manusia dapat hidup pada babi.

Demikian pula virus tipe Influenza tipe A pada unggas dapat hidup pada

babi sehingga dapat dikatakan babi merupakan mixing vessel dari

reassortment virus (Webster RG et al,1992).

Mutasi virus influenza tipe A sangat labil. Ini terlihat dari virus

influenza pada manusia setiap tahun mengalami perubahan minor pada

struktur sekuensnya atau perubahan struktur dari antigen yang disebut

antigenic drift. Sedangkan antigenic shift merupakan reassortment dari

dua atau lebih jenis antigen.

Tidak terdeteksinya antibodi dalam tubuh babi yang diambil dari

beberapa lokasi ini menunjukkan bahwa tidak terjadinya penularan

influenza A subtipe H3 pada babi yang sampelnya diperiksa. Seperti

laporan sebelumnya munculnya wabah pandemi mulai tahun 1968.

Influensa A (H3N2) pada babi merupakan penyakit saluran pernafasan

akut yang sangat menular, disebabkan oleh virus influensa tipe A yang

termasuk dalam orthomyxovirus. Babi merupakan induk semang utama

virus influensa babi, namun demikian virus tersebut dapat juga menular

pada manusia dan bangsa burung atau sebaliknya.

Page 12: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Sejak tahun 1998 virus H3N2 yang diisolasi dari babi di USA yang

mengandung kombinasi antara manusia, babi dan burung. Selain itu, di uji

HA dengan virus H3N2 yang berasal dari manusia pada tahun 1995

(Brown, 2001).

Batas penularan penyakit ini dibedakan antar hewan atau dari

hewan ke hewan, dari hewan ke manusia, antar manusia atau dari

manusia ke manusia dan dari manusia ke hewan atau sebaliknya (reverse

zoonosis). Penyakit pada hewan dapat ditularkan langsung dan tidak

langsung atau melalui produk hewan seperti daging, susu, dan telur

termasuk penyakit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan

(foodborne disease) dan penyakit yang disebabkan masuknya agen

patogen ke dalam saluran pencernaan (food infection). Penularan flu

burung maupun influenza babi keduanya merupakan aerosol droplet,

bukan airbone disease murni, dan juga bukan foodborne disease atau

melalui makanan.

Babi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah babi yang

berada di Rumah Potong Hewan Kota Surabaya yang berasal dari Jawa

Timur seperti Kediri, Mojokerto, Tulungagung, Malang, Banyuwangi

(Dinkes Surabaya, 2009).

Dari pengamatan yang dilakukan di Rumah Potong Hewan Pegirian

Kota Surabaya bahwa babi-babi tersebut, kemungkinan telah dilakukan

seleksi sebelum dilakukan pemotongan dan distribusi daging-daging babi

tersebut kepada konsumen, supaya aman di konsumsi oleh masyarakat.

Page 13: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Faktor lain yang menyebabkan babi-babi di Rumah Potong Hewan

Kota Pegirian Kota Surabaya tidak terinfeksi oleh Influenza A subtipe H3

antara lain dimungkinkan babi-babi yang berada di Rumah Potong Hewan

Pegirian Kota Surabaya telah melalui proses pemeriksaan oleh Dokter

Hewan setempat, dan juga melalui proses karantina.

Gejala klinis yang disebabkan karena infeksi Influenza A subtipe H3

adalah ditandai dengan apatis, sangat lemah, jarang bergerak atau

bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada

kulit, anoreksia, demam sampai 41,80C. Batuk sangat sering terjadi

apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan muntah eksudat lendir,

bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata dan terlihat adanya cairan

mata. Namun gejala klinis tersebut tidak ditemukan pada babi-babi yang

tidak memiliki antibodi terhadap influenza A suptipe H3 berdasarkan hasil

uji HI dengan menggunakan RBC marmut sebesar 0,75%.

Berdasarkan atas hasil penelitian dan pembahasan yang telah

dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Hasil pemeriksaan serum darah babi dari Rumah Potong Hewan Pegirian

Kota Surabaya dengan uji hambatan hemaglutinasi menunjukkan bahwa

dari 120 sampel serum darah yang diperiksa tidak mengandung antibodi

terhadap virus Influenza A subtipe H3.

Daftar Pustaka

Anonimus. 1991. Swine Influenza (Hog flu, Pig flu). In the Merck Veterinary Manual 7th ed. Merck & Co. Inc., Rahway, New Jersey, USA: 751-753.

Page 14: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Blood D.C. and O.M. Radostits. 1989. Swine Influenza. In "Veterinary Medicine". A Textbook of the disease of cattle, sheep, pigs, goats & horses, 7th ed. Bailliere Tindall, London, Philadelphia, Sydney, Tokyo, Toronto: 888-890.

Bouvier, N.M. and Lowen, A.C.,2010. Animal Models for Influenza Virus Pathogenesis and Transmission. Viruses 2010, 2, 1530-1563.

Brown, I.A. 2001. The Pig as an Intermediate Host For Influenza A Viruses Between Birds and Human. International Congress Series 1219 : 173-178.

Buchta, J., P.Lany, M. Ziziavsky, J. Thurnvaldora, Z. Pospisil. 2001. New Outbreak of Swine Influenza in the Czech Republic. Actavet. 70 : 321-325.

Campitelli, L., Donatelli, I., Foni, E., Castrucci, M.R., Fabiani, C., Kawaoka, Y., Krauss, S., Webster, R.G. 1997. Continued Evolution of H1N1 and H3N2 Influenza Viruses in Pig in Italy. Virology 232 : 310-318.

Campitelli, L., Fabiani, C., Puzelli, S., Fioretti, A., Foni, E., Marco, A.D., Krauss, S., Webster, R.G., Isabella Donatelli, I. 2002. H3N2 influenza viruses from domestic chickens in Italy : anincreasing role for chickens in the ecology of influenza?. Journal of General Virology. 83 : 413–420.

Choi, Y.K., Lee, J.H., Erickson, G., Goyal, S.M., Joo, H.S., Webster, R.G., Webby, R.J. 2004. Emerging Infectious Diseases. Vol. 10, No. 12.: 2156-2160.

Chungen Pan, C., Wang, G., Liao, M., Zhang, G.H., Jiang, S. 2009. High genetic and antigenic similarity between a swine H3N2 influenza A virus and a prior human influenza vaccine virus: A possible immune pressure-driven cross-species transmission. BBRC 385 : 402-407.

Chutinimitkul, S., N .Thippamom, S. Damrongwatanapokin, S. Payungporn., et al. 2007. Genetic characterization of H1N1, H1N2 and H3N2 Swine Influenza Virus In Thailand.

De Jong, J.C., Smith, D.J., Lapedes, A.S., et al. 2007. Antigenic ad Genetic Evolution of Swine Influenza A (H3N2) Viruses in Eurobe. J. Virol. 81(8) : 4315-4322.

Dinkes Sby, 2009. Waspada Terhadap Kemungkinan Munculnya Strain Virus Baru. 29 Oktober 2009. http://www.surabaya-ehealth . org /

Page 15: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

dkksurabaya / berita / rapat - koordinasi - lintas – sektor -penanggulangan-virus-influenza.htm [diakses 21 agustus 2010].

Ernawati, R., Rahardjo, A.P., Sianita, N., Rahmahani, J., Rantam, F.A., Tjahjaningsih, W., dan Suwarno. 2008. Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Virologik dan Serologik. Laboraatorium Virologi dan Imunologi Bagian Mikrobiologi Veteriner. Fakultas Kedokteraan Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Fenner F., P.A. Bachmann, E.P.S. Gibbs, F.A. Murphy, M.J. Studdent, and D.O. White. 1987. Veterinary Virology. Academic Press Inc. London ltd., 473-484.

Gurtler, L. 2006. Virology of Human Influenza. Eds: Kamps, Hoffmann and Breiser. Flaying Publisher. http://www. Influenzareport.com.

Haines, D.M., Waters, E.H., Clark, E.G. 1993. Immunohistochemical

detection of swine influenza A virus in formalin-fixed and paraffin-embedded tissues. Canadian J. of Vet. Research 57, 1: 33-36.

Haiyan, L., Huanliang, Y., Xiaoguang, X., Yunan, Q., Shangain, C., Hualan, C., Kangzhen, Y., Yingzuo, B., Guangzhi, T. 2003. Swine Influenza H3N2 Viruses Circulating in Pig Population in China 2001 closely Related to Avian Influenza Viruses. Internasional Symposium on Emerging and Re-emerging Pig Desease. 4th : 275-276.

Harder, T.C., and Werner, O.,2006. Avian Influenza. N. Engl. J. Med.

Hirst, G.K. 1942. The Quantitative Determination of Influenza Virus and Antibodies by Means of Red Cell Agglutination. J. Exp. Med. 75 : 47-64.

Holnes, E.C., Ghedin, E., Miller, N., Taylor, J., Bao, Y., George. K.S., Grenfell, B.T., Salzberg, S.L., Kraser, C.M., Lipman, D.J., Tauben berger, J.K. 2005. Whole-Genome Analysis of Human Influenza A Virus Reveals Multiple Persistent Lineages and Reassortment among Recent H3N2 Viruses. Plog Biology. Vol.3 : 0001-0011.

Ito, T., Couceiro, J.N., Kelm, S., baum, L.G., Krauss, S., Castrucci, M.R., et al. 1998. Moleculer Basis for the Generation in Pigs of Influenza A Viruses with Pandemic Potential. J.Virol. 72: 7367-7373.

Joslin, J.O. 2009. Blood Collection Techniques in Exotic Small Mammals. J. Of Exotic Pet Medicine 18 : 117-139.

Lindstrom, S.E., Hirotomo, Y., Nerome, R., Omoe, K., Sugita, S., Yamazaki, Y., Takahashi, T., Nemore, K. 1998. Phylogenic Analysis of the

Page 16: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Entice Genome of Influenza A (H3N2) Viruses from Japan : Evidence for Genetic Reassortment of the Six Internal Genes. Journal of Virology. Vol. 72, No.7 : 8021-8031.

Lumb, S. 2003. Internatonal pig Topics. Vol 18. East Yorkshire England

Mancini, D.A.P., Mendonca, R.M.Z., Cianciarullo, A.M., Kobashi, L.S., Trindade, H.G., Fernandes, W., Pinto, J.R. 2004. Influenza in Heterothermics. Revista de sociedade brasileira de Medicina Tropical 37: 2004-2009.

Martin, A.W., Meek, A.H., and Willeberg, P. 1987. Veteriner Epidemiologi : Principales And Methods. Iowa State University Press/Ames.

Nidom, 2010. Hewan Model dalam Penelitian Influenza. Airlangga University Press. Surabaya.

OIE, 2009. Terrestrial Manual Chapter 2.8.8-Swine Influenza. http://www.oie.int/eng/norms/manual/A_00037.htm Officer International des Epizooties.[diakses 26 Desember 2010]

Richt, J.A., Lager, K.M., Janke, B.H., Woods, R.D., Webster, R.G., Webby, R.J. 2003. Pathogenic Antigenic Properties of Phylogenetically Distinct Reassortnant H3N2 Swine Influenza Viruses Cocirculating in The United States. Journal of Clinical Microbiology. Vol.41, No.7 : 3198-3205.

Rouche, A. and Systma, M. 2007. Feral Swine Action Plan for Oregon. Environmental Science and Resources. Portland State University.

Salk, J.E. 1994. Simplified Procedure for Titrating Hemagglutinating Capacity of Influenza Virus and the Corresponding antibody. J. Immunol. 49 : 87-98.

Sanford, S.E., Rehmtulla, A.J., Josephson, G.K.A.1989. Canadian Veterinary Journal 30:4, 350.

Song, D.S., Lee, J.Y., Oh, J.S., Lyoo, K.S., Yoon, K.J., Park, Y.H., Park, B.K. 2003. Isolation of H3N2 swine influenza virus in South Korea. J Vet Diagn Invest 15:30–34.

Taylor, D.J. 1989. Swine Influenza. In Pig Diseases. 5th ed., The Burlington Press (Cambridge) Ltd. Foxton, Cambridge, Great Britain: 37-40.

Van Reeth, K., Labarque, G., and Pensaert, M. 2004. Seroprevalence of Swine Influenza in Europe and Interpretation of Serological Findings. International Society for Animal Hygiène : 323-324.

Page 17: Artikel Ilmiah 060710380 (2)

Webby, R.J., S.L. Swenson, S.L. Krauss, P.J. Gerrish, S.M. Goyal and R.G. Webster. 2000. Evolution of Swine H3N2 Influenza Viruses In The United States. Jurnal of Virol 74 : 8243-8251.

Webster, R.G., Bean, W.J., Gorman, O.T., Chambers, T.M and Kawaoka, Y. 1992. Evolution and Ecology of Influenza A Viruses. Microbiol Rev 56: 79-152

Wesley, R.D. 2004. Exposure of Seropositive Silts to Swine Influenza Virus may cause a few Stillbirthsperlitter. The Canadian Journal of Veterinary Research. 68 : 215-317

WHO. 2002. WHO Manual on Animal Influenza Diagnosis and Surveilance. WHO/CDS/CSR/NCS/2002. 5. Rev. 1. http://who.int. [Diakses 26 Desember 2010]