Artemis in In

5
Artemisinin Farmakokinetik: Ada tiga teori yang dikembangkan untuk menjelaskan mekanisme kerja artemisinin dan turunannya berdasarkan adanya struktur 1, 2, 4 trioksan (ikatan endoperoksida). Teori satu: Teori yang pertama menjelaskan bahwa artemisinin bekerja dengan cara membentuk radikal bebas yang berinti karbon (C-centered free radicals) dengan bantuan logam Fe 2 + atau jerriprotoporphyrin IX (FPIX). Radikal bebas tersebut yang kemudian akan mengikat dan menghambat kerja beberapa biomolekul parasit , seperti TCTP (translationally controlled tumor protein), PfHRP II (plasmodium jalciparum histidin-rich protein II), dan hemoglobin. Terhambatnya kerja biomolekul-biomolekul tersebut pada akhirnya menimbulkan kematian bagi parasit. Teori dua: Teori yang kedua menjelaskan bahwa artemisinin bekerja secara spesifik pada protein kalsium ATPase tipe SarcoEndoplasmic Reticulum CalciumATPase (SERCA) atau dikenal dengan nama PfATP6. Menurut Jung, adanya interaksi hidrofobik artemisinin dengan protein PfATP6 dan terputusnya ikatan endoperoksida oleh ion besi , menyebabkan aktivitas protein tersebut terhambat. PfATP6 adalah protein yang termasuk dalam kelompok SERCA dan berfungsi meregulasi ion kalsium dalam sitoplasma sel mamalia. Pada parasit malaria, protein tersebut dihambat secara spesifik oleh artemisinin meskipun determinan molekul dari selektivitas tersebut belum jelas. Berdasarkan kesamaan struktur molekul antara Artemisinin dengan thapsigargin , suatu inhibitor spesifik dari ATP6 , muncul dugaan bahwa artemisinin mungkin berinteraksi dengan ATP6 pada ranah perikatan thapsigargin (thapsigargin-binding cleft). Analisis hubungan struktur dan fungsi SERCA kemudian menyimpulkan bahwa residu asam amino L263 berperan pada sensitivitas terhadap artemisinin. Peruhahan leusin menjadi asam glutamat yang merupakan residu pada situs yang sarna di SERCA mamalia , menyebabkan mamalia relatif resisten terhadap efek inhibisi artemisinin. Pada P. vivax ATP6 (PvATP6), residu asam amino pada kodon 263 adalah

Transcript of Artemis in In

Page 1: Artemis in In

Artemisinin

Farmakokinetik:Ada tiga teori yang dikembangkan untuk menjelaskan mekanisme kerja artemisinin dan turunannya berdasarkan adanya struktur 1, 2, 4 trioksan (ikatan endoperoksida).

Teori satu: Teori yang pertama menjelaskan bahwa artemisinin bekerja dengan cara membentuk radikal bebas yang berinti karbon (C-centered free radicals) dengan bantuan logam Fe2+ atau jerriprotoporphyrin IX (FPIX). Radikal bebas tersebut yang kemudian akan mengikat dan menghambat kerja beberapa biomolekul parasit, seperti TCTP (translationally controlled tumor protein), PfHRP II (plasmodium jalciparum histidin-rich protein II), dan hemoglobin. Terhambatnya kerja biomolekul-biomolekul tersebut pada akhirnya menimbulkan kematian bagi parasit.

Teori dua: Teori yang kedua menjelaskan bahwa artemisinin bekerja secara spesifik pada protein kalsium ATPase tipe SarcoEndoplasmic Reticulum CalciumATPase (SERCA) atau dikenal dengan nama PfATP6. Menurut Jung, adanya interaksi hidrofobik artemisinin dengan protein PfATP6 dan terputusnya ikatan endoperoksida oleh ion besi, menyebabkan aktivitas protein tersebut terhambat. PfATP6 adalah protein yang termasuk dalam kelompok SERCA dan berfungsi meregulasi ion kalsium dalam sitoplasma sel mamalia. Pada parasit malaria, protein tersebut dihambat secara spesifik oleh artemisinin meskipun determinan molekul dari selektivitas tersebut belum jelas. Berdasarkan kesamaan struktur molekul antara Artemisinin dengan thapsigargin, suatu inhibitor spesifik dari ATP6, muncul dugaan bahwa artemisinin mungkin berinteraksi dengan ATP6 pada ranah perikatan thapsigargin (thapsigargin-binding cleft). Analisis hubungan struktur dan fungsi SERCA kemudian menyimpulkan bahwa residu asam amino L263 berperan pada sensitivitas terhadap artemisinin. Peruhahan leusin menjadi asam glutamat yang merupakan residu pada situs yang sarna di SERCA mamalia, menyebabkan mamalia relatif resisten terhadap efek inhibisi artemisinin. Pada P. vivax ATP6 (PvATP6), residu asam amino pada kodon 263 adalah alanin (A) dan secara kimiawi memperlihatkan afinitas 3 kali lebih besar terhadap artemisinin, tetapi sebaliknya pada PbATP6 residu asam amino pada situs tersebut adalah serin dan afinitasnya 3 kali lebih kedl dibanding PfATP6. Sampai saat ini, berbagai polimorfisme DNA pada gen pfATP6 telah dilaporkan pada isolat P. falciparum di lapangan maupun dalam laboratorium, misalnya H243Y, L263S E431K, A623E, dan S769N, namun kaitannya dengan resistensi terhadap artemisinin masih belum jelas.

Teori tiga: Teori yang ketiga mengemukakan bahwa efek artemisinin dimediasi melalui perusakan potensial membran mitokondria akibat perikatannya dengan rantai transfer elektron sehingga menyebabkan rusaknya fungsi mitokondria. Selain itu, hilangnya potensial membran mitokondria menyebabkan gangguan jalur biosintesis pirimidin (senyawa kimia yang berperan dalam pembentukan asam nukleat), yang pada akhirnya menyebabkan kematian bagi parasit. Delesi gen NDEI yang menyandi NADH dehidrogenase, salah satu subunit pada rantai respirasi kompleks I di mitokondria, berhubungan dengan resistensi terhadap artemisinin sedangkan overekspresi dari gen ini berhubungan dengan peningkatan sensitivitas terhadap artemisinin.

Page 2: Artemis in In

Farmakodinamik:Konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 1-3 jam setelah pemberian per oral dan 11 jam setelah pemberian per rektal. Artemisinin diubah menjadi metabolit inaktif melalui enzim sitokrom P 450 CYP2B6 dan enzim lainnya. Waktu paruh eliminasi sekitar 1 jam.Indikasi: Malaria tanpa komplikasi dan malaria berat.

Dosis dan bentuk sediaan: Artemisinin tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul 250 mg, supositoria 100 mg, 200 mg, 300 mg, 400 mg, 500 mg. Dosis untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi adalah 10 mg/kg BB / dosis, 2 kali sehari pada hari pertama, lalu 10 mg/kg BB, dosis tunggal pada 4 hari berikutnya. Dosis pemberian per rektal adalah 2800 mg untuk 3 hari, yaitu 600 mg pada hari pertama, 600 mg 4 jam kemudian, selanjutnya 2x400 mg pada hari kedua dan ketigaKontraindikasi: Artemisinin tidak boleh diberikan pada kehamilan trimester pertama karena belum ada bukti keamanannya dan pada percobaan dengan hewan derivat artemisinin dapat menyebabkan abnormalitas (neurotoksis) dan kematian embrioEfek samping obat: Efek samping yang pernah dilaporkan antara lain gangguan pencernaan ringan (tenesmus, diare), pusing, tinnitus, retikulositopenia, neutropenia, peningkatan enzim hati, bradikardia, pemanjangan interval QT. Efek samping yang serius adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang dapat terjadi pada 1 diantara 3000 pasienInteraksi:

Artemeter

Farmakokinetik:Sama seperti derivat artemisinin lainnya

Farmakodinamik:Kadar puncak plasma tercapai dalam 2-3 jam setelah pemberian oral. Pada pemberian intra-muskular kadar puncak plasma biasanya 6 jam namun absorpsi sering pelan dan tidak menentu sehingga kadar puncak baru tercapai setelah 18 jam atau lebih. Artemeter dimetabolisme menjadi bentuk aktif, yaitu dihidroartemisinin dan biotransformasi melalui enzim sitokrom P 450 CYP3A4. Artemeter 95% terikat pada protein plasma dan waktu paruh eliminasi sekitar 1 jam, namun pada injeksi intramuskular dapat lebih lama karena absorpsi yang berkelanjutan.

Dosis dan bentuk sediaan: Tersedia dalam bentuk injeksi intramuskular dan oral. Sediaan artemeter adalah kapsul 40 mg, tablet 50 mg dan ampul 80 mg (1 mI) untuk dewasa, ampul 40 mg (1 ml) untuk anak-anak. Dosis per oral adalah 2 mg/kg BB/dosis, 2 kali sehari pada hari pertama, selanjutnya 2 mg/kg BB dosis tunggal pada hari kedua sampai hari kelima. Pada malaria berat dosis artemeter intramuskuler adalah 1,6 mg/kg BB/dosis, 2 kali sehari pada hari pertama, dilanjutkan dengan I ,6 mg/kg BB dosis tunggal 4 hari berikutnya dengan dosis total 480 mg selama 5 hari.Kontraindikasi: Sama seperti derivat artemisinin lainnyaEfek samping obat: Efek samping yang pernah dilaporkan sarna seperti derivat artemisinin lainnya.

Page 3: Artemis in In

Interaksi: Tidak diketahui interaksi dengan obat lain.

Artesunat

Farmakokinetik:Sama seperti derivat artemisinin lainnya

Farmakodinamik:Bentuk metabolit aktif artesunat adalah dihidroartemisinin. Pada pemberian oral kadar puncak plasma tercapai dalam l,5 jam, pada pemberian per rektal 2 jam dan injeksi intravena/intramuskular 0,5 jam. Waktu paruh eliminasi sangat cepat, sekitar 45 menit.

Dosis dan bentuk sediaan: Sediaan artesunat adalah tablet 50 mg atau 200 mg sodium-artesunat, ampul serbuk 60 mg yang dilarutkan dalam sodium bikarbonat 5 %, kapsul rektal 100 mg atau 400 mg. Dosis parenteral adalah 2.4 mg/kg BB pada jam 0 (saat masuk rumah sakit), jam ke-12 dan jam ke-24, selanjutnya 2,4 mg/kg BB/24 jam hari kedua sampai hari ketujuh (dosis total 17-18 mg/kg BB selama 7 hari) atau jika keadaan pasien membaik injeksi dapat diganti dengan artesunat oral 2 mg/kg BB/hari sampai hari ketujuh.Kontraindikasi: Sama seperti derivat artemisinin lainnyaEfek samping obat: Efek samping yang pernah dilaporkan sarna seperti derivat artemisinin lainnya.Interaksi: Tidak diketahui interaksi dengan obat lain.

Dihidroartemisinin

Farmakokinetik:Sama seperti derivat artemisinin lainnya

Farmakodinamik:Kadar puncak plasma pada pemberian per oral 2,5 jam dan pada pemberian per rectal 4 jam, 55% terikat pada protein plasma dan waktu paruh eliminasi 45 menit.

Dosis dan bentuk sediaan: Tersedia dalam bentuk tablet 20 mg, 60 mg, 80 mg dan supositoria 80 mg. Dosis per oral sarna dengan artesunat/ artemeter.Kontraindikasi: Sama seperti derivat artemisinin lainnya.Efek samping obat: Efek samping yang pernah dilaporkan sarna seperti derivat artemisinin lainnya.Interaksi: Tidak diketahui interaksi dengan obat lain.

Artemotil

Farmakokinetik:Sama seperti derivat artemisinin lainnya

Farmakodinamik:

Page 4: Artemis in In

Seperti halnya artemeter, absorpsi artemotil lambat dan tidak menentu, pada beberapa pasien bahkan sampai 24 jam setelah pemberian kadar artemotil dalam plasma belum terdeteksi. Waktu paruh eliminasi sekitar 25-72 jam.

Dosis dan bentuk sediaan: Sediaan artemotil adalah ampul 2 ml yang mengandung 150 mg artemotil, hanya dapat diberikan secara injeksi intramuskular. Dosis artemotil adalah 4,8 mg/kgBB lalu 1,6 mg/kg BB, 6 jam kemudian, diikuti dosis 1,6 mg/kg BB dosis tunggal hari kedua sampai kelima.Kontraindikasi: Sama seperti derivat artemisinin lainnya. Efek samping obat: Efek samping yang pernah dilaporkan sarna seperti derivat artemisinin lainnya.Interaksi: Tidak diketahui interaksi dengan obat lain.