arsitektur tropis kepulauan
-
Upload
meirah-dorvin -
Category
Documents
-
view
906 -
download
139
Transcript of arsitektur tropis kepulauan
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam
iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya.
Aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi
pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi
visual yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung
dengan suhu udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas
gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan.
Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat
ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan,
diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah
menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai.
Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam
(bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia
di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam
bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali
merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar
bangunan.
Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam
bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat
untuk memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan
aktivitas manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para
arsitek yang kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara
sadar atau tidakatau karena aturan membangun setempatkerap melakukan tindakan yang
benar. Karya arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk
memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan
dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua
lapisan dinding sehingga panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar.
Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis
setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan
sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain
diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern
(post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur
teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekon.truksi (deconstruction
architecture).
Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat
tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim
merupakan suatu tuntutan mendasar yang ‘wajib’ dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di
manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan
terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya ‘tidak wajib’, serta yang kemudian
memberi warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang ‘bersih’
tanpa embel-embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function)
disebut arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentuyang antara lain
menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke
dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan
dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan ‘arsitektur sub-
tropis’ meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi
masalah iklim tersebut.
Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini
sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang
disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan
hirarki ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya
arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat.
Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan
arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada
arsitektur sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi
ataupun High-Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap
lebar ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut
sanggup mengatasi problematik iklim tropishujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara
yang relatif tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin
yang relatif rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka,
menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar
mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum
tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai
pemecahan rancangan lain yang tepat.
Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana
arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja
sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman,
menjadi kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan
pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari
sekedar ‘bentuk’ atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada
kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak
terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari
hujan, dan terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah
karya arsitektur tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi
suhu ruang (dalam unit derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dalam unit persen);
intensitas cahaya (dalam unit lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik);
adakah air hujan masuk bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni
dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna
bangunan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di
alam luar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Arsitektur Tropis Kepulauan?
2. Bagaimana peraturan / UU tentang tepian air dan kepulauan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan pengertian Arsitektur Tropis Kepulauan.
2. Mendeskripsikan UU tentang tepian air dan kepulauan
BAB II
PEMBAHASAN
Iklim Tropis
Climate (iklim) berasal dari bahasa Yunani, klima yang berdasarkan kamus Oxford
berarti region (daerah) dengan kondisi tertentu dari suhu dryness (kekeringan), angin,
cahaya dan sebagainya. Dalam pengertian ilmiah, iklim adalah integrasi pada suatu waktu
(integration in time) dari kondisi fisik lingkungan atmosfir, yang menjadi karakteristik kondisi
geografis kawasan tertentu”. Sedangkan cuaca adalah “kondisi sementara lingkungan
atmosfer pada suatu kawasan tertentu”. Secara keseluruhan, iklim diartikan sebagai
“integrasi dalam suatu waktu mengenai keadaan cuaca” (Koenigsberger, 1975:3).
Kata tropis berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu kata tropikos yang berarti garis balik, kini
pengertian ini berlaku untuk daerah antara kedua garis balik ini. Garis balik ini adalah garis
lintan 23027” utara dan garis lintan 23027 selatan.
Iklim tropis adalah iklim dimana panas merupakan masalah yang dominan yang pada
hampir keseluruhan waktu dalam satu tahun bangunan “bertugas” mendinginkan pemakai,
dari pada menghangatkan dan suhu rata-rata pertahun tidak kurang dari 200C
(Koenigsberger. 1975:3). Menurut Lippsmiere, iklim tropis Indonesia mempunyai
kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi (kadang-kadang mencapai 90%), curah hujan
yang cukup banyak, dan rata-rata suhu tahunan umumnya berkisar 230C dan dapat naik
sampai 380C pada musim “panas”.
Pada iklim ini terjadi sedikit sekali perubahan “musim” dalam satu tahun, satu-satunya
tanda terjadi pergantian musim adalah banyak atau sedikitnya hujan, dan terjadinya angin
besar. Karakteristik warm humid climate (iklim panas lembab) adalah sebagai berikut
(Lippsmiere. 1980:28) :
Landscap, rain forest (hutan hujan) terdapat sepanjang pesisir pantai dan dataran
rendah daerah ekuator.
Kondisi tanah, merupakan tanah merah atau coklat yang tertutup rumput.
Tumbuhan, zona ini tumbuhan sangat bervariasi dan lebat sepanjang
tahun.Tumbuhan tumbuh dengan cepat karena pengaruh curah hujan yang tinggi
dan suhu udara yang panas.
Musim. Terjadi sedikit perbedaan musim. Pada bulan “panas” kondisi panas dan
lembab sampai basah. Pada belahan utara, bulan “dingin” terjadi pada Desember-
Januari, bulan”panas” terjadi pada Mei sampai Agustus. Pada belahan selatan bulan
“dingin” terjadi pada April sampai Juli, bulan “panas” terjadi pada Oktober sampai
Februari.
Kondisi langit, hampir sepanjang tahun keadaan langit berawan. Lingkungan awan
berkisar 60%-90%. Luminance(lumansi) maksimal bisa mencapai 7000 cd/m2
sedangkan luminasi minimal 850cd/m2.
Radiasi dan panas matahari, pada daerah tropis radiasi matahari dikategorikan
tinggi. Sebagian dipantulkan dan sebagian disebarkan oleh selimut awan,meskipun
demikian sebagian radiasi yang mencapai permukaan bumi mempunyai dampak
yang besar dalam mempengaruhi suhu udara.
Temperatur udara, terjad fluktuasi perbedaan temperatur harian dan tahunan.Rata-
rata temperatur maksimum tahunan adalah 30,50C. temperatur rata-rata tahunan
untuk malam hari adalah 250C tetapi umumnya berkisar antara 21-270C. sedangkan
selama siang hari berkisar 27-320c. kadang-kadang lebih dari 320C.
Curah hujan sangat tinggi selama satu tahun, umumnya menjadi sangat tinggi dalam
beberapa tahun tertentu. Tinggi curah hujan tahunan berkisar antara 2000-5000
mm, pada musim hujan dapat bertambah. Sampai 500 mm dalam sebulan. Bahkan
pada saat badai bisa mencapai 100 mm per jam.
Kelembaban, dikenal sebagai RH (Relative humidity), umumnya rata-rata tingkat
kelembaban adalah sekitar 75%, tetapi kisaran kelembabannya adalah 55% sampai
hampir 100%. Absolute humidity antara 25-30 mb.
Pergerakan udara, umumnya kecepatan angin rendah, tetapi angin kencang dapat
terjadi selama musim hujan. Arah angin biasanya hanya satu atau dua.
Karakteristik khusus, tingginya kelembaban mempercepat pertumbuhan alga dan
lumut, bahan bangunan organik membusuk dengan cepat dan banyaknya serangga.
Evaporasi tubuh terjadi dalam jumlah kecil karena tingginya kelembaban dan
kurangnya pergerakan udara (angin). Rata-rata badai adalah 120-140 kali dalam satu
tahun.
Daerah dengan iklim tropis didunia terdiri 2 jenis, yaitu daerah dengan iklim tropis
kering, sebagai contoh adalah di negara-negara Timur Tengah, Meksiko, dan sekitarnya,
serta daerah dengan iklim tropis lembab, yang terdapat pada sebagian besar negara-negara
di Asia, termasuk Indonesia, walaupun untuk beberapa daerah di Indonesia, misalnya
beberapa bagian pulau Nusa Tenggara mengarah pada kondisi tropis kering.
Arsitektur Tropis Kering
1.Ciri-ciri iklim tropis kering:
Kelembaban rendah
Curah hujan rendah
Radiasi panas langsung tinggi
Suhu udara pada siang hari tinggi dan pada malam hari rendah (45o dan -10oCelcius)
Jumlah radiasi maksimal, karena tidak ada awan.
Pada malam hari berbalik dingin karena radiasi balik bumi cepat berlangsung (cepat
dingin bila dibandingkan tanah basah/lembab).
Menjelang pagi udara dan tanah benar-benar dingin karena radiasi balik sudah habis.
Pada siang hari radiasi panas tinggi dan akumulasi radiasi tertinggi pukul 15.00.
Sering terjadi badai angin pasir karena dataran yang luas.
Pada waktu sore hari sering terdengar suara ledakan batu-batuan karena perubahan
suhu yang tiba-tiba drastis.
Di daerah benua atau daratan yang cukup luas, banyak terdapat gurun pasir karena di
tempat itu jarang terjadi hujan, bahkan dapat dikatakan tidak terjadi sama sekali, karena
angin yang melaluinya sangat kering, tidak mengandung uap air. Uap air yang terkandung di
udara sudah habis dalam perjalanan menuju ke pedalaman benua itu, atau juga karena
terhalang oleh daratan tinggi atau gunung, sehingga daerah itu menjadi sangat panas dan
tidak ada filter pada tanah dari sengatan sinar matahari, yang mengakibatkan bebatuan
hancur menjadi pasir. Suhu di padang pasir dapat mencapai 50o C hingga 60o C di siang hari,
dan di malam hari dapat mencapai -1o C.
2.Strategi untuk perancangan bangunan:
Mempergunakan bahan-bahan dengan time lag tinggi agar panas yang diterima siang
hari dapat menghangatkan ruangan di malam hari. Konduktivitas rendah agar panas
siang hari tidak langsung masuk ke dalam bangunan. Berat jenis bahan tinggi,
dimensi tebal agar kapasitas menyimpan panas tinggi.
Bukaan-bukaan dinding kecil untuk mencegah radiasi sinar langsung dan angin atau
debu kering masuk sehingga mempertahankan kelembaban.
Memperkecil bidang tangkapan sinar matahari dengan atap-atap datar dan rumah-
rumah kecil berdekatan satu sama lain saling membayangi, jalan-jalan sempit selalu
terbayang. Atap datar juga untuk menghindari angin kencang, karena curah hujan
rendah.
Menambah kelembaban ruang dalam dengan air mancur yang dibawa angin sejuk.
Pola pemukiman rapat dan jalan yang berbelok untuk memotong arus angin
Bangunan efisien bila rendah, masif dan padat.
Arsitektur Tropis Lembab
1.Ciri Iklim Tropis Lembab:
DR. Ir. RM. Sugiyanto, mengatakan bahwa ciri-ciri dari iklim tropis lembab sebagaimana
yang ada di Indonesia adalah “kelembaban udara yang tinggi dan temperatur udara yang
relatif panas sepanjang tahun”. Kelembaban udara rata-rata adalah sekitar 80% akan
mencapai maksimum sekitar pukul 06.00 dengan minimum sekitar pukul 14.00. Kelembaban
ini hampir sama untuk dataran rendah maupun dataran tinggi.Daerah pantai dan dataran
rendah temperatur maksimum rata-rata 320C.makin tinggi letak suatu tempat dari muka
laut, maka semakin berkurang temperatur udaranya. Yaitu berkurang rata-rata 0,60C untuk
setiap kenaikan 100 m. ciri lainnya adalah curah hujan yang tinggi dengan rata-rata sekitar
1500- 2500 mm setahun. Radiasi matahari global horisontak rata-rata harian adalah sekitar
400 watt/m2 dan tidak banyak berbeda sepanjang tahun, keadaan langit pada umumnya
selalu berawan.
Pada keadaan awan tipis menutupi langit, luminasi langit dapat mencapai 15.00
kandela/m2.Tinggi penerangan rata-rata yang dihasilkan menurut pengukuran yang pernah
dilakukan di Bandung untuk tingkat penerangan global horizontal dapat mencapai 60.000
lux. Sedangkan tingkat penerangan dari cahaya langit saja, tanpa cahaya matahari langsung
dapat mencapai 20.000 lux dan tingkat penerangan minimum antara 08.00 – 16.00 adalah
10.000 lux. Iklim tropis lembab dilandasi dengan perbedaan suhu udara yang kecil antara
siang hari dan malam hari, kelembaban udara yang tinggi pada waktu tengah malam serta
cukup rendah pada waktu tengah hari. Kecepatan angin ratarata pada waktu siang hari
dapat digambarkan sebagai memadai untuk kenyamanan, yaitu sekitar 1.0 m/det. Pada
waktu musim hujan yaitu sekitar 2.0 m/det. Pada waktu musim panas akan memberikan
gambaran tersendiri mengenai upaya pencapaian pendinginan pasif bangunan.
Sekalipun terdapat kondisi yang luar batas kenyamanan thermal manusia, sebenarnya
terdapat potensi iklim natural yang dapat mewujudkan terciptanya kenyamanan dengan
strategi lain. Kenyamanan tersebut tercapai dengan interaksi antar fungsi iklim dengan
lingkungan maupun dengan pemanfaatan teknologi.
2. Kriteria Perencanaan pada Iklim Tropis Lembab
Kondisi iklim tropis lembab memerlukan syarat-syarat khusus dalam perancangan
bangunan dan lingkungan binaan, mengingat ada beberapa factor-faktor spesifik yang hanya
dijumpai secara khusus pada iklim tersebut, sehingga teori-teori arsitektur, komposisi,
bentuk, fungsi bangunan, citra bangunan dan nilai-nilai estetika bangunan yang terbentuk
akan sangat berbeda dengan kondisi yang ada di wilayah lain yang berbeda kondisi iklimnya.
Menurut DR. Ir. RM. Sugiyatmo, kondisi yang berpengaruh dalam perancangan bangunan
pada iklim tropis lembab adalah, yaitu :
1. Kenyamanan Thermal
Kenyamanan thermal adalah suatu kondisi thermal yang dirasakan oleh manusia
bukan oleh benda, binatang, dan arsitektur, tetapi dikondisikan oleh lingkungan dan benda-
benda di sekitar arsitekturnya.
Kriteria dan Prinsip Kenyamanan Thermal :
Standar internasional mengenai kenyamanan thermal ( suhu) “ISO 7730 : 1994”
”menyatakan bahwa sensasi thermal yang di alami manusia merupakan fungsi dari 4 faktor
iklim yaitu: suhu udara, radiasi, kelembaban udara, kecepatan angin, serta faktor-faktor
individu yang berkaitan dengan laju metabolisme tubuh, serta pakaian yang di gunakan.”
Untuk mencapai kenyamanan thermal haruslah di mulai dari Kualitas udara di sekitar
kita yang harus memiliki kriteria :
Udara di sekitar rumah tinggal tidak mengandung pencemaran yang berasal dari asap sisa
pembakaran sampah, BBM, sampah industru, debu dan sebagainya.
Udara tidak berbau, terutama bau badan dan bau dari asap rokok yang merupakan masalah
tersendiri karena mengandung berbagai cemaran kimiawi walaupun dalam variable proporsi
yang sedikit.
Prinsip dari pada kenyamanan thermal sendiri adalah, teciptanya keseimbangan antara
suhu tubuh manusia dengan suhu tubuh sekitarnya. Karen jika suhu tubuh manusia dengan
lingkungannya memiliki perbedaan suhu yang signifikan maka akan terjadi ketidak
nyamanan yang di wujudkan melalui kepanasan atau kedinginan yang di alami oleh
tubuhUsaha untuk mendapatkan kenyamana thermal terutama adalah mengurangi
perolehan panas, memberikan aliran udara yang cukup dan membawa panas keluar
bangunan serta mencegah radiasi panas, baik radiasi langsung matahari maupun dari
permukaan dalam yang panas.
Perolehan panas dapat dikurangi dengan menggunakan bahan atau material yang
mempunyai tahan panas yang besar, sehingga laju aliran panas yang menembus bahan
tersebut akan terhambat. Permukaan yang paling besar menerima panas adalah atap.
Sedangkan bahan atap umumnya mempunyai tahanan panas dan kapasitas panas yang lebih
kecil dari dinding. Untuk mempercepat kapasitas panas dari bagian atas agak
sulit karena akan memperberat atap. Tahan panas dari bagian atas bangunan dapat
diperbesar dengan beberapa cara, misalnya rongga langit-langit, penggunaan pemantul
panas reflektif juga akan memperbesar tahan panas. Cara lain untuk memperkecil panas
yang masuk antara lain yaitu:
a. Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat.
b. Melindungi dinding dengan alat peneduh.
Perolehan panas dapat juga dikurangi dengan memperkecil penyerapan panas dari
permukaan, terutama untuk permukaan atap. Warna terang mempunyai penyerapan radiasi
matahari yang kecil sedang warna gelap adalah sebaliknya. Penyerapan panas yang besar
akan menyebabkan temperature permukaan naik. Sehingga akan jauh lebih besar dari
temperatur udara luar. Hal ini menyebabkan perbedaan temperatur yang besar antara
kedua permukaan bahan, yang akan menyebabkan aliran panas yang besar.
ARSITEKTUR TROPIS
Arsitektur dan lingkungan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Arsitektur tropis adalah jawaban atas kondisi lingkungan di daerah tropis, merupakan karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim tropis. Konsep dasar arsitektur tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap iklim tropis.
Sebagaimana diketahui, secara umum iklim tropis ditandai dengan kondisi dua musim, kemarau dan hujan, yang kerap kali mencapai keadaan cukup ekstrim. Design arsitektur tropis harus mampu menanggapi kedua kondisi tersebut dengan baik.
Bangunan arsitektur tropis mempunyai ciri-ciri bentuk bangunan secara umum, seperti :
Mempunyai atap yang relatif tinggi dengan kemiringan diatas 30 derajat. Ruang di bawah atap berguna untuk meredam panas.
Mempunyai teritisan / overstek atap yang cukup lebar untuk mengurangi efek tampias dari hujan yang disertai angin. Juga untuk menahan sinar matahari langsung yang masuk ke dalam bangunan.
Mempunyai lubang / bukaan untuk ventilasi udara secara silang, sehingga suhu di dalam ruangan bisa tetap nyaman.
Pada daerah tertentu, rumah panggung menjadi ciri utama yang kuat untuk antisipasi bencana alam dan ancaman binatang buas.
Penggunaan material lokal yang sumbernya bisa didapat di sekitarnya.
Pengertian Arsitektur Tropis
Arsitektur Tropis adalah suatu konsep bangunan yang mengadaptasi kondisi iklim tropis.
Letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki
dua iklim, yakni kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi
dan sinar matahari memancar sangat panas. Dalam kondisi ikim yang panas inilah muncul
ide untuk menyesuaikannya dengan arsitektur bangunan gedung maupun rumah yang
dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya.
UNDANG UNDANG NOMOR 4 Prp TAHUN1960‐
Tentang
PERAIRANINDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
1. bahwa bentuk geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu‐
ribu pulaumempunyaisifat dan corak tersendiri;
2. bahwa menurut sejarah sejak dahulu kala Kepulauan Indonesia merupakan suatu
kesatuan.
3. bahwa bagi keutuhan wilayah Negara Indonesia semua kepulauan serta laut yang
terletak diantaranya harus dianggap sebagaisuatu kesatuan yang bulat.
4. bahwa penentuan batas laut wilayah seperti termaktub dalam “Territoriale Zee en
Marieteme Kringen Ordonnantie 1939” (Staatsblad. 1939 No. 442) pasal 1 ayat (1)
tidak lagi sesuai dengan pertimbangan pertimbangan tersebut diatas, karena ‐
membagi wilayah daratan Indonesia dalam bagian bagian terpisah dengan ‐
terriorialnya sendiri.
5. perlu mengadakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tentang ‐
perairan Indonesia yang sesuai dengan kenyataan kenyataan tersebut diatas;‐
Mengingat :
Pasal 5 ayat(1)Undang UndangDasar Republik Indonesia;‐
Mendengar:
Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 20 Januari 1960;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG UNDANG TENTANG PERAIRAN INDONESIA.‐
Pasal 1
1) Perairan Indonesia ialah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman
Indonesia.
2) Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut sebesar dua belas mil laut yang garis luarnya
diukur tegak lurus atau garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis‐
garislurus yang menghubungkan titik titik terluar pada garis air rendah daripada ‐
pulau pulau atau bagian pulau pulau yang terluar wilayah Indonesia dengan ‐ ‐
ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan negara
Indonesia tidak merupakan satu‐ satunya negara tepi, maka garis batas laut wilayah
Indonesia ditarik pada tengah selat.
3) Perairan pedalaman Indonesia ialah semua perairan yang terletak pada sisi dalam
dari garis dasarsebagai yang dimaksud ayat(2).
4) Mil lautialah,sepenampuluh derajat lintang.
Pasal 2
Pada peta yang dilampirkan pada peraturan ini ditentukan dengan jelas letaknya
titik titik serta garis garis yang dimaksud dalampasal 1 ayat(2).‐ ‐
Pasal 3
1) Lalu lintas laut damai dalam perairan pedalaman Indonesia terbuka bagi kendaraan
air asing.
2) Dengan Peraturan Pemerintah dapat diatur lalu lintas laut damai yang dimaksud
pada ayat(1).
Pasal 4
1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini mulai berlaku pada hari ‐
diundangkannya.
2) Mulai hari tersebut pada ayat (1) tidak berlaku lagi Pasal 1 ayat (1) angka 1 sampai
dengan 4 “Territoriale Zee en. Marieteme Kringen Ordonnantie 1939” (Staatsblad
1939No. 442).
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini dengan menempatkan dalam ‐
Lembaran Negara Republik Indonesia.
MEMORI PENJELASAN
Mengenai
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG UNDANG‐
Tentang
PERAIRAN INDONESIA
I. PENJELASAN UMUM
Sejak beberapa waktu lamanya telah dirasakan perlunya meninjau kembali penentuan
bataslaut wilayah sesuai dengan sifat khusus negara kita sebagai Negara Kepulauan dan
kebutuhan serta kepentingan rakyat Indonesia, laut wilayah sebagai bagian daripada
wilayah negara yang terdiri dari wilayah daratan, lautan, dan udara merupakan bagian yang
penting bagi negara Indonesia mengingat bentuk negara yang terdiri dari beribu – ribu
pulau.
Penentuan batas laut wilayah (laut territorial / territorial sea) seperti termaktub dalam
“Territoriale Zee en. Marieteme Kringen Ordonnantie 1939” (Staatsblad. 1939 No. 442)
artikel 1 ayat (1) antara lain menyatakan bahwa laut wilayah Indonesia itu lebarnya 3 mil
laut diukur dari garis airrendah daripada pulau pulau yang merupakan bagian dari wilayah ‐
daratan Indonesia, dirasakan tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang dan perlu ditinjau
kembali.
Keberatan pokok terhadap cara penentuan batas laut wilayah yang disebutkan diatas
adalah bahwa cara tersebut tadi kurang atau sama sekali tidak memperhatikan sifat khusus
daripada Indonesia sebagai suatu Negara kepulauan (archipelago). Menurut cara
pengukuran laut wilayah yang selama ini yaitu dihitung dari baseline yang berupa garis air
rendah, secara teoritis setiap pulau di Indonesia itu mempunyai laut wilayah sendiri
(Kepulauan Indonesia terdiri dari lebih 13.000 pulau pulau dari jumlah lebih kurang 3.000 ‐
yang didiami orang). Sekali pun beberapa pulau yang jaraknya 6 mil laut dianggap sebagai
kelompok, namun dengan cara pengukuran yang berpangkal pada “garis air rendah” masih
akan tetap ada beratus ratus atau berpuluh puluh / kelompok pulau (tergantung dari lebar ‐ ‐
lautnya) yang mempunyai laut wilayah sendiri sendiri.‐
Dapatlah dibayangkan bahwa keadaan itu sangat menyukarkan pelaksanaannya tugas
pengawasan laut dengan sempurna karena susunan daerah yang harus diawasi demikian
berbelit belit (complicated). Wilayah udara yang strukturnya dengan sendirinya tak akan ‐
bersifat homogen pula. Kantong kantong berupa laut bebas di tengah tengah dan diantara ‐ ‐
bagian darat (pulau) dari wilayah Indonesia ini menempatkan petugas dalam keadaan yang
sulit karena harus memperhatikan setiap waktu, apakah mereka ada didalam perairan
nasional atau di laut bebas. Karena tak bertindakmereka tergantung dari posisimereka itu.
Dalam suatu peperangan antara dua pihak yang armadanya bergerak kian kemari di laut
antara pulau pulau Indonesia keutuhan kita terancam. Lalu lintas yang merupakan urat nadi‐ ‐
daripada penghidupan rakyat antara satu pulau dan lain pulau, untuk kepentingan
pengangkutan bahan kebutuhan sehari hari yang sangat vital itu akan terputus atau ‐
terhenti, hak itu akan mengakibatkan penderitaan rakyat di pulau pulau tersebut. Akibat
suatu pertempuran laut diantara pulau pulau Indonesia dengan senjata “nuclear” akan
membahayakan penduduk pulau disekelilingnya “laut bebas” yang menjadi medan
pertempuran itu.
Lepas dari risiko yang mungkin diderita oleh penduduk menjadi pertanyaan pula
bagaimana kita dapat mempertahankan netralitas kita dalam keadaan serupa itu Kesulitan
pengawasan atas ditaatinya peraturan peraturan bea dan cukai. Imigrasi dan kesehatan juga
dapat dibayangkan dalam struktur wilayah semacam itu Berdasarkan pertimbangan diatas
perlu dicari pemecahan persoalan yang berpokok pada pendirian, bahwa kepulauan
Indonesia itu merupakan satu kesatuan (unit) dan bahwa lautan diantara pulau pulau kita ‐
merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari bagian darat(pulau pulau) negara kita.‐
Atas dasar pendirian ini maka laut harus terletak sepanjang garis yang menghubungkan
titik ujung terluar dari Kepulauan Indonesia.
Untuk menjamin kelancaran perjalanan kapal dari dan keluar negeri yang sangat
penting untuk kelancaran jalannya perekonomian kita dan untuk menyangkal tuduhan
tuduhan negara negara lain bahwa kita menghalangi pelayaran bebas, perlu adanya jaminan
bahwa.................lalu lintas yang damai di lautan pedalaman bagi kapal asing dijamin selama
tidak membahayakan kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. “Penentuan laut
wilayah selebar 12 mil laut merupakan lebar maksimum menurut apa yang dinyatakan
dalam naskah (draft articles) yang disusun oleh International Law Commission pada
sidangnya yang ke 8 tahun 1957.‐
Perubahan penentuan batas perairan Indonesia seperti apa yang diajukan dalam
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini juga mempunyai akibat yang penting ‐
di lapangan ekonomi. Dengan penentuan batas perairan yang baru ini Indonesia akan
mempunyai kedaulatan atas segala perairan yang terletak dalam batas batas garis luar laut ‐
serta udara dan dasarlaut dan tanah dibawahnya. Dengan demikian maka segala kekayaan
alam yang terdapat didalamnya, baik yang berupa bentuk hidup hewani maupun nabati,
serta kekayaan alam lainnya berupa bahan mineral, baik yang sudah diketahui diwaktu
sekarang maupun yang diketemukan di masa depan diselamatkan untuk kesejahteraan
rakyat Indonesia yang jumlahnya kian tahun kian bertambah.
Bagi rakyat Indonesia yang susunan makanannya tidak cukup mengandung bahan
protein, bahkan yang kadar protein hewani dalam makanannya tegolong paling rendah di
dunia ini, sumber kekayaan yang terdapat dalam perikanan tak ternilai besarnya. Terutama
bila diingat, bahwa cara cara lain untuk menutup kekurangan protein seperti misalnya ‐
perkembangan peternakan tidak mudah dilakukan disamping biayanya sangat mahal, maka
sumber potensil didalam laut perlu dicadangkan dan dimanfaatkan. Teknik penangkapan
ikan dan pengambilan hasil laut lainnya pada bangsa Indonesia hingga dewasa iniserba
sederhana sifatnya merupakan alasan tambahan bagi suatu tindakan perlindungan dari
sumber kekayaan itu.
Kekayaan alam yang berupa bahan mineral tidak kurang pentingnya bagi kesejahteraan
rakyat Indonesia. Walaupun kini belum diketahui dengan pasti banyaknya terpendam di
bawah dasar laut namun dapatlah dikatakan bahwa kekayaan itu sangat besar. Mengingat
kekayaan pulau pulau Indonesia akan bahan tambang seperti minyak tanah dan timah yang ‐
didapati didalam tanah pada wilayah daratan Indonesia maka dapat dipastikan, bahwa
tanah dibawah permukaan laut pada hakekatnya merupakan lanjutan wilayah daratan juga
mengandung bahan bahan kekayaan itu.‐
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
(1) Dengan perairan Indonesia dimaksud bagian wilayah negara yang terdiri
dari air. Sebagai diketahui wilayah suatu negara atas mana negara itu mempunyai
kedaulatan dapat meliputi:
1. wilayah daratan;
2. wilayah perairan;
3. wilayah udara
(2) Laut wilayah (laut terriotorial territorial sea) adalah lajur laut yang‐
terletak pada sisi luar daripada garis pangkal atau garis dasar. Garis pangkal atau
garis dasar adalah garis darimana laut wilayahmulai diukur keluar. Laut wilayah pada
sebelah luar ini dibatasi oleh suatu garisluar(outer limit) yang ditarik sejajar dengan garis ‐
pangkal. Jarak antara garis pangkal (dasar) dan garis luar adalah 12 mil laut. Dengan
demikian maka yang dinamakan laut wilayah itu adalah lajurlaut (maritieme belt) yang
lebarnya 12 mil laut dan dibatasi pada sebelah dalam oleh suatu garis dasar (garis pangkal =
baseline) dan disebelah luarnya oleh garis luar (outer limit) yang ditarik sejajar dengan garis ‐
pangkal itu. Negara Indonesia berdaulat atau laut ini, baik mengenai lajur itu sendiri yang
terdiri dari air, dasar laut (seabed) dan tanah dibawahnya (subsoil), maupun udara yang
diatasnya. Satu satunya pembatasan atas kedaulatan Indonesia sebagai negara pantai ‐
adalah adanya hak lalu lintas damai alam laut bagi kapal kapal asing. Lalu lintas laut damai ‐
dalam laut ini adalah suatu hak yang dijamin oleh hukum Internasional.
(3) Perairan pedalaman Indonesia seperti dimaksud ayat ini adalah segala perairan
yang terletak pada sisi dalam garis pangkal dan terdiri dari laut, teluk, dan anak laut.
Indonesia berdaulat penuh di perairan pedalaman, berlainan di laut kedaulatan ini pada
dasarnya tidak dibatasi oleh lalu lintas laut damai, walaupun Indonesia sendiri dapat
dibatasinya dengan memberikan kelonggaran kelonggaran berdasarkan pertimbangan ‐
tertentu.(Lihat dibawah pada pasal 3 ayat(1)).
Pasal 2
Cukup jelas.(lihat peta)
Pasal 3
(1) Jaminan bahwa perairan pedalaman terbuka bagi lalu lintas laut damai kapal‐
kapal asing perlu diadakan mengingat pentingnya lalu lintas di perairan pedalaman baik bagi
kita sendiri (pelajaran niaga bagi keperluan perdagangan) maupun bagimasyarakat dunia.
Perbedaan dengan lalu lintaslaut damai kapal asing di laut (lihat pasal 1 ayat (2) diatas)
adalah bahwa lalu lintas laut damai bagi kapal asing di perairan pedalaman ini merupakan
suatu kelonggaran yang sengaja diberikan oleh Indonesia, sedangkan di laut lalu lintas laut
damai bagi kapal asing itu merupakan suatu hak yang diakui oleh hukum Internasional.
Akibat dari perbedaan inilah bahwa Indonesia dalam perairan pedalaman dapat menabut
kembali kelonggarannya yang diberikannya ini sedangkan lalu lintas laut damai di laut
wilayah pada dasarnya tak boleh diganggu oleh negara pantai.
(2) Ketetntuan dalamayatinimenggambarkan sifatnya lalu lintas kapal asing di
perairan pedalaman Indonesia sebagaisuatu kelonggaran. Ketentuan dalam ayat ini
merupakan ketentuan operatif dari ayat (1) yang merupakan suatu prinsip.
Pasal 4
(1) Cukup jelas
(2) Cukup jelas
Termasuk LembaranNegaraNo. 22 tahun 1960
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR...TAHUN...
TENTANG
PERCEPATAN PEMBANGUNAN
DAERAH KEPULAUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berkewajiban menciptakan keadilan
dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah
kepulauan yang memiliki karakteristik khas secara ekologis, budaya, politik,
ekonomi, diperlukan strategi pembangunan secara khusus;
c. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum memberikan
landasan bagi pelaksanaan strategi pembangunan secara khusus bagi daerah
kepulauan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Percepatan
Pembangunan Daerah Kepulauan;
Mengingat :
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 25A Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG - UNDANG TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN
DAERAH KEPULAUAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan adalah proses, upaya dan tindakan,
keberpihakan dan pemberdayaan yang dilakukan secara terencana, terkoordinasi,
dan terpadu untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Daerah Kepulauan.
2. Pembangunan adalah suatu proses, upaya, dan tindakan untuk meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat.
3. Daerah Kepulauan adalah provinsi kepulaun yang memiliki wilayah laut lebih luas
dari wilayah darat, yang di dalamnya terdapat pulau-pulau termasuk bagian pulau
yang membentuk gugusan pulau, menjadi satu kesatuan geografi, ekonomi, politik
dan sosial budaya.
4. Kepulauan adalah gugusan pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah
yang memiliki hubungan erat satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan
geografi, ekonomi, politik, dan sosial budaya.
5. Otonomi Daerah Kepulauan adalah hak, wewenang dan kewajiban Daerah
kepulauan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan,
pembangunan,dan pelayanan masyarakat setempat, baik di laut maupun di darat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Sistem Produksi Kepulauan adalah suatu sistem produksi yang dikembangkan dari
sistem produksi yang telah baku untuk jenis industri tertentu yang memperhatikan
interaksi intra dan antar gugus pulau agar dapat menghasilkan proses produksi yang
efektif, efisien, berkelanjutan dan berdampak positif bagi lingkungan gugus pulau.
7. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
8. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
9. Menteri adalah menteri terkait yang membidangi percepatan pembangunan Daerah
Kepulauan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Daerah Kepulauan dikelola dan dimanfaatkan berdasarkan asas:
a. Kepastian hukum;
b. demokrasi ekonomi;
c. keberlanjutan;
d. keterpaduan;
e. partisipasi masyarakat;
f. keterbukaan;
g. desentralisasi;
h.akuntabilitas; dan
i. keadilan.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Undang-undang ini bertujuan:
a. menciptakan keselarasan, sinergi, dan kepastian hukum antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sumber daya di Provinsi 3Kepulauan;
b. mempercepat pembangunan di Daerah kepulauan untuk mengurangi kesenjangan
pembangunan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan karakteristik
khas Daerah Kepulauan; dan
c. menciptakan perencanaan yang tepat untuk pembangunan bagi tata ruang wilayah
Provinsi Kepulauan.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Ruang lingkup Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan mencakup:
a. kriteria Daerah Kepulauan;
b. kewenangan dan kewajiban;dan
c. pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya.
BAB IV
KRITERIA DAERAH KEPULAUAN
Pasal 5
Daerah Kepulauan memiliki kriteria:
a. sebagian besar wilayahnya merupakan kepulauan;
b. wilayah laut lebih luas dari wilayah darat; dan
c. pulau-pulau dan/atau bagian pulau yang membentuk gugusan pulau dan
menjadi satu kesatuan geografi, ekonomi, politik, dan sosial budaya.
BAB V
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Daerah Kepulauan memiliki kewenangan di wilayah laut berikut segala
kewajiban yang melekat di dalamnya.
Bagian Kedua
Kewenangan
Pasal 7
1) Daerah Kepulauan diberikan kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan
sumberdaya alam di wilayah laut, baik di bawah dasar dan/atau di dasar laut
dan/atau perairan di atasnya.
2) Daerah Kepulauan mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumberdaya alam di
bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3) Kewenangan Daerah Kepulauan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. eksplorasi,eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;4
b. pengaturan administratif;
c. pengaturan tata ruang;
d. penegakkan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau
yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
e. membantu memelihara keamanan di laut;dan
f. membantu mempertahankan kedaulatan negara.
4) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Daerah Kepulauan
mendapat kewenangan membuat kebijakan yang berorientasi meningkatkan
pembangunan di bidang:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pangan;dan
d. infrastruktur.
Pasal 8
1) Kewenangan Daerah Kepulauan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling
jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik terluar
dari pulau-pulau atau karang terluar suatu Daerah Kepulauan ke arah laut lepas atau
perairan kepulauan ditetapkan sebagai berikut:
a. tidak melebihi 100 (seratus) mil laut, kecuali hingga 3 (tiga) persen dari jumlah
garis itu dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu kepanjangan
maksimum 125 (seratus dua puluh lima) mil laut;
b. tidak menyimpang dari konfigurasi Daerah Kepulauan tersebut; dan
c. tidak ditarik dari ke dan dari elevasi surut, kecuali di atasnya telah dibangun
mercu suar atau instalasi serupa yang permanen.
2) Dalam hal wilayah laut antara 2 ( dua) Daerah Kepulauan kurang dari 24 (dua puluh
empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama
jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi
tersebut.
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap
penangkapan ikan oleh nelayan kecil.
Bagian Ketiga
Kewajiban
Pasal 9
Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah laut, Pemerintah Daerah
Kepulauan mempunyai kewajiban:
a. mewujudkan keadilan, pemerataan pembangunan, dan pelayanan kepada
masyarakat secara proporsional dan bertanggung jawab;
b. mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal maupun hukum adat ke dalam
peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya;
c. menyusun perencanaan dan tata ruang kepulauan yang mengutamakan
pengembangan kelautan sesuai kewenangan dengan berbasis gugusan
pulau; dan
d. melakukan pengelolaan lingkungan kelautan dan pulau-pulau kecil secara
terpadu.
Pasal 10
1) Kewajiban Pemerintah Daerah Kepulauan sebagimana dimaksud dalam Pasal 9
dilaksanakan berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat.5
2) Pemerintah Pusat melakukan evaluasi setiap 5 (lima) tahun sekali terhadap
pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
BAB VI
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
Pengelolaan Daerah Kepulauan meliputi:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan;
c. pengawasan; dan
d. evaluasi.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah Kepulauan menyusun perencanaan pembangunan
Daerah Kepulauan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
wajib disusun berdasarkan kebutuhan, karakteristik, dan potensi Daerah
Kepulauan.
(2) Penyesuaian kebutuhan, karakteristik, dan potensi Daerah Kepulauan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kesatuan geografis
ekonomi, politik dan sosial budaya di Daerah Kepulauan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyesuaian kebutuhan, karakteristik,
dan potensi Daerah Kepulauan diatur dengan Peraturan Daerah.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 13
(1) Pelaksanaan pembangunan pada Daerah Kepulauan didasarkan pada
kesatuan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara yang utuh,
komprehensif, dan terintegrasi.
(2) Pelaksanaan pembangunan yang didasarkan pada kesatuan ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara yang utuh, komprehensif dan terintegrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berbasis gugusan pulau
dan kawasan laut pulau.
(3) Pelaksanaan pembangunan pada Daerah Kepulauan diutamakan pada
pembangunan infrastruktur kelautan.
Paragraf 2
Percepatan Pembangunan Ekonomi
Pasal 14
Pembangunan ekonomi Daerah Kepulauan dilakukan untuk mewujudkan:
a. keseimbangan dalam pengelolaan sumberdaya alam pada gugusan pulau
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan
b. keseimbangan antardaerah gugusan pulau sebagai satu kesatuan ekonomi.
Pasal 15
(1) Pembangunan ekonomi Daerah Kepulauan dilaksanakan melalui
pengembangan suatu sistem produksi kepulauan berbasis gugusan pulau.
(2) Sistem produksi kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan dalam suatu kawasan industri kepulauan.
Pasal 16
(1) Pengembangan sistem produksi kepulauan dalam suatu kawasan industri
kepulauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan bersama
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Kepulauan, swasta maupun
masyarakat.
(2) Pemerintah dan Pemerintahan Daerah Kepulauan berperan untuk
menyediakan pembiayaan dan pembangunan prasarana dan sarana.
(3) Swasta berperan dalam melakukan penanaman modal untuk
pengembangan kawasan industri kepulauan.
Paragraf 3
Pembangunan Sosial Budaya
Pasal 17
(1) Pembangunan sosial budaya pada Daerah Kepulauan dilakukan melalui
peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
(2) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan agar masyarakat pada pulau dan/atau gugusan
pulau dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia
secara berkelanjutan.
Pasal 18
Pemerintah dan pemerintahan Daerah Kepulauan harus memanfaatkan nilai
budaya, kearifan lokal, dan adat istiadat dari masyarakat Daerah Kepulauan
sebagai dasar pembentukan kebijakan pembangunan Daerah Kepulauan.
Pasal 19
Pemerintah dan Pemerintahan Daerah Kepulauan harus mengatur secara
proporsional pengembangan struktur kependudukan, perbaikan terhadap
daerah yang terisolasi, dan sosial masyarakat Daerah Kepulauan serta
memantapkan budaya pembangunan Daerah Kepulauan.
Paragraf 4
Sumber Daya Manusia
Pasal 20
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan memberdayakan
masyarakat Daerah Kepulauan dengan:
a. meningkatkan kualitas pendidikan, pelatihan, dan penyuluhanmasyarakat Daerah
Kepulauan;
b. menjamin ketersediaan lapangan kerja sesuai potensi DaerahKepulauan;
c. mengutamakan penggunaan dan pengembangan teknologi tepat guna dan ramah
lingkungan dengan memanfaatkan kearifan lokal;dan
d. menumbuhkembangkan adat-istiadat dan budaya lokal.
(2) Selain pemberdayaan masyarakat Daerah Kepulauan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan
dapat melakukan pemberdayaan sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat Daerah Kepulauan.
Paragraf 5
Pembangunan Kelautan
Pasal 21
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan merencanakan dan
membangun infrastruktur kelautan dan sarana pelayanan masyarkat
secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan dan karakteristik Daerah
Kepulauan melalui pendekatan gugusan pulau.
(2) Pembangunan infrastruktur kelautan dan sarana pelayanan masyarakat
pada Daerah Kepulauan harus dilakukan sebagai prasyarat penciptaan
iklim investasi, memacu peningkatan produksi perikanan rakyat serta
menjamin kelancaran transportasi umum secara terpadu, aman dan
nyaman.
(3) Infrastrukur kelautan dan sarana pelayanan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi dermaga laut dan fasilitas pelabuhan,
fasilitas keamanan pelayaran, pelabuhan pendaratan ikan dan fasilitasnya,
laboratorium pengendalian mutu perikanan, sarana pelayaran, bandar
udara di Daerah Kepulauan, fasilitas perlistrikan di Daerah Kepulauan,
fasilitas transportasi, dan komunikasi.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan melakukan pembangunan
lingkungan dan ekosistem laut Daerah Kepulauan untuk menjaga dan
memelihara keberlanjutan ekosistem laut dan meningkatkan produktifitas
sumberdaya kelautan.
(2) Pemerintah memfasilitasi penetapan dan pengembangan kawasan
konservasi perairan Daerah Kepulauan sesuai peraturan perundangundangan.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan bertanggung jawab
terhadap perlindungan dan pelestarian lingkungan laut Daerah
Kepulauan.
Paragraf 6
Pembangunan Hukum
Pasal 23
Pemerintahan Daerah Kepulauan diberikan kewenangan untuk melakukan
pembangunan tata hukum Daerah Kepulauan yang didasarkan pada nilai-nilai
hukum adat di masyarakat Daerah Kepulauan dan disesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pengawasan
Pasal 24
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan
rencana pembangunan Daerah Kepulauan antarprovinsi.
(2) Gubernur membantu pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
di Daerah Kepulauan.
Bagian Kelima
Evaluasi
Pasal 25
(1) Menteri melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan
rencana pembangunan Daerah Kepulauan di tingkat nasional.
(2) Gubernur melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan
rencana pembangunan di Daerah Kepulauan.
(3) Evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setiap tahun secara menyeluruh dan
untuk pertama kali dilakukan setelah akhir tahun ketiga sesudah UndangUndang ini
diberlakukan
Pasal 26
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 meliputi evaluasi terhadap:
a. perencanaan pembangunan Daerah Kepulauan;
b. pelaksanaan rencana pembangunan Daerah Kepulauan; dan
c. hasil rencana pembangunan Daerah Kepulauan.
Pasal 27
Pedoman perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengawasan Daerah
Kepulauan yang meliputi standar, norma, prosedur, penghargaan, dan sanksi
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENDANAAN
Pasal 28
Pendanaan terhadap percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan
belanja daerah.
Pasal 29
Sumber-sumber penerimaan Daerah Kepulauan meliputi:
a. pendapatan asli Daerah Kepulauan;
b. dana perimbangan;
c. penerimaan Daerah Kepulauan dalam rangka percepatan pembangunan;
d. Pinjaman daerah; dan
e. lain-lain penerimaan yang sah.
Pasal 30
Sumber pendapatan asli Daerah Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 huruf a terdiri dari:
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah
lainnya yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Pasal 31
(1) Dana perimbangan untuk Daerah Kepulauan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 huruf b merupakan dana alokasi umum dan dana alokasi
khusus.
(2) Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan
kesatuan wilayah darat, laut, dan udara.
(3) Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dengan memberikan prioritas pada Daerah Kepulauan.
Pasal 32
(1) Penerimaan Daerah Kepulauan untuk percepatan pembangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c diperoleh dari penerimaan
khusus yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) dari plafon dana
alokasi umum yang diutamakan untuk pembiayaan pendidikan,
kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.
(2) Penerimaan Daerah Kepulauan untuk percepatan pembangunan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 25 (dua puluh
lima) tahun.
(3) Pemerintah melakukan evaluasi terhadap penggunaan dana penerimaan
Daerah Kepulauan untuk percepatan pembangunan setiap 1 (satu) tahun
sekali.10
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang penerimaan Daerah Kepulauan untuk
percepatan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1) Pinjaman daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d terdiri
atas pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri
(2) Pinjaman dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendapat persetujuan DPRD.
(3) Pinjaman luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Daerah
Kepulauan harus mendapat pertimbangan dan persetujuan Pemerintah
setelah mendapat persetujuan DPRD Daerah Kepulauan dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman Daerah Kepulauan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 34
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan mewujudkan, menumbuhkan,
dan meningkatkan kesadaran serta tanggung jawab masyarakat Daerah
Kepulauan dalam upaya partisipasi masyarakat, dalam:
a. perencanaan pembangunan Daerah Kepulauan;
b. pelaksanaan pembangunan Daerah Kepulauan;
c. pengambilan keputusan;
d. pelaksanaan evaluasi;
e. kemitraan antarmasyarakat, swasta, dan Pemerintah/Pemerintah Daerah
Kepulauan;
f. pengembangan dan penerapan kebijakan nasional di bidang lingkungan
hidup;
g. pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan; dan
h. penyediaan dan penyebarluasan informasi lingkungan.
Pasal 35
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan dan pemanfaatan Daerah Kepulauan.
(2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. orang perseorangan;
b. kelompok/organisasi masyarakat;
c. masyarakat adat; dan/atau
d. pemangku kepentingan lain.
(3) Untuk memudahkan masyarakat berpartisipasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan menyediakan
data dan informasi terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan Daerah
Kepulauan untuk dapat diakses dengan mudah.
Pasal 36
(1) Dalam menjalankan partisipasi masyarakat, masyarakat Daerah Kepulauan
memiliki hak dan kewajiban.11
(2) Hak masyarakat di Daerah Kepulauan meliputi:
a. memperoleh akses terhadap perairan Daerah Kepulauan;
b. memperoleh kompensasi karena hilangnya akses terhadap sumber daya alam yang
menjadi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c. melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan hukum adat yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan;
d. memperoleh manfaat atas pelaksanaan pengelolaan Daerah Kepulauan;
e. memperoleh informasi berkenaan dengan pengelolaan Daerah Kepulauan;
f. mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian
yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan Daerah
Kepulauan;
g. menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan yang sudah diumumkan
dalam jangka waktu tertentu; dan
h. melaporkan kepada penegak hukum atas pencemaran dan/atau perusakan Daerah
Kepulauan yang merugikan kehidupannya.
(3) Kewajiban msyarakat di Daerah Kepulauan terdiri atas:
a. menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian Daerah Kepulauan;
b. menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau perusakan
lingkungan di Daerah Kepulauan; dan
c. memantau pelaksanaan rencana pengelolaan Daerah Kepulauan.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat Daerah Kepulauan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundangundangan yang
mengatur mengenai Percepatan Pembangunan Daerah
Kepulauan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam undang-udang ini.
Pasal 39
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara
langsung dengan Daerah Kepulauan wajib mendasarkan dan menyesuaikan
pengaturannya pada Undang-Undang ini.
Pasal 40
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR. . . TAHUN. . .
TENTANG
PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH KEPULAUAN
I. Penjelasan Umum
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang undang.
Sebagai Negara Kepulauan yang berciri nusantara, Negara Kesatuan Republik Indonesia
mempunyai kedaulatan atas wilayahnya serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah
kedaulatannya dan kewenangan tertentu untuk dikelola sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan penegasan bahwa
“Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam hal ini sumber kekayaan
alam di laut harus dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat, terutama pada provinsi-provinsi
dengan karakteristik kepulauan. Oleh karena itu, provinsi-provinsi dengan karakteristik
kepulauan hendaknya mendapatkan perlakuan khusus dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sesuai
dengan penegasan dalam Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan “Hubungan wewenang antara pemerintah pusat
dan pemerintahan Daerah Kepulauan, dan kabupaten atau antara provinsi dan kabupaten
diatur dengan undangundang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Di lain pihak, Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.
kekhususan dan keragaman Daerah Kepulauan yang secara geografis memperlihat
karakteristik khusus dimana wilayah laut lebih luas dari wilayah daratan, mengharuskan
adanya pengakuan dan perlakuan sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus
sehingga dapat mengalami perkembangan dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat secara proporsional.Dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan komitmen
dan kesepakatan rakyat Indonesia untuk “khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”. Daerah Kepulauan yang merupakan
bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki karakteristik khas,
dimana luas wilayah laut lebih besar dari wilayah darat, apabila diatur secara hukum melalui
pengakuan dan perlakuan sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus, akan
mendorong penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkualitas. Hal ini
penting, mengingat komunitas masyarakat yang ada di Daerah Kepulauantersegregasi
berdasarkan teritorial pulau. Masalah yang dihadapi adalah, (a) terbatasnya sarana dan
prasarana pelayanan dasar; (b) terbatasnya kemampuan keuangan daerah; (c) sarana dan
prasarana tranportasi laut dan udara yang sangat minim; (d) biaya tranportasi dalam rangka
pelayanan pemerintahan yang sangat mahal; (e) terbatasnya aksesibilitas masyarakat secara
umum; (f) masih adanya isolasi fisik dan sosial; (g) adanya ketergantungan fiskal yang sangat
tinggi kepada Pemerintah; (h) belum berkualitasnya berbagai layanan pemerintahan baik
layanan publik maupun sipil; (i) masih adanya disparitas ekonomi antar daerah; (j)
rendahnya kualitas sumberdaya manusia.Pada dasarnya provinsi-provinsi yang memiliki
karakteristik sebagai suatu Daerah Kepulauan belum mendapat perhatian dari sudut
kekhususan dan keragaman daerah, sehingga dapat menjadi satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus. Secara yuridis normatif, pengakuan dan penghormatan Negara
terhadap satuan pemerintahan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 18B
ayat (1), belum dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan maupun praktek
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan maupun pelayanan
masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan hukum melalui undang-undang
terhadap Daerah-Daerah Kepulauan menjadi satuan pemerintahan yang bersifat khusus,
sehingga sehingga dapat memacu pertumbuhan dalam dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.Secara
geografis, daerah-daerah di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga karakteristik, (1)
daerah dengan karakteristik terestrial atau daerah kontinental; (2) daerah dengan
karakteristik terestrial akuatik dimana wilayah darat lebih besar dari wilayah laut; dan (3)
daerah akuatik terestrial dimana wilayah laut lebih besar dari wilayah darat atau Daerah
Kepulauan. Karakteristik geografis dari daerah-daerah ini perlu mendapat perhatian dalam
kebijakan Pemerintah sehingga adanya melalui pemerataan pembangunan secara
proporsional. Dalam konteks ini, pelaksanaan pemerataan dan percepatan pembangunan
daerah di seluruh wilayah Negara, hanya dapat dilakukan atas dasar pembedaan perlakuan
berdasarkan karakteristik wilayah yang berkeadilan dan berkepastian hukum. Pembedaan
perlakuan berdasarkan karakteristik Daerah Kepulauandilakukan melalui pemberian
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah Kepulauan terutama
untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam laut bagi kepentingan pembangunan
Daerah Kepulauan. Untuk dapat memberikan kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggung jawab melalui kebijakan yang sepenuhnya memperhatikan kekhususan Daerah
Kepulauan, maka dipandang perlu mengatur Daerah Kepulauan dengan undang-undang.
Perlunya pengaturan Daerah Kepulauan dalam undang-undang dilakukan, mengingat
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah setelah dievaluasi, dipandang belum menampung sepenuhnya kekhususan
DaerahKepulauan yang dapat diperlakukan sebagai satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Asas kepastian hukum diperlukan untuk menjamin kepastian hukum yang
mengatur pengelolaan sumber daya DaerahKepulauan secara jelas dan dapat
dimengerti dan ditaati oleh semua pemangku kepentingan serta keputusan yang
dibuat berdasarkan mekanisme atau cara yang dapat dipertanggungjawabkan dan
tidak memarjinalkan masyarakat Daerah Kepulauan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”asas demokrasi ekonomi” adalah sistem
perekonomian berdasarkan kedaulatan rakyat demi terwujudnya kemakmuran dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Huruf c
Asas keberlanjutan diterapkan agar :
1. pemanfaatan sumber daya tidak melebihi kemampuan regenerasi sumber
daya hayati atau laju inovasi substitusi sumber daya nonhayati Daerah
Kepulauan;
2. pemanfaatan Sumber Daya Daerah Kepulauan saat ini tidak boleh
mengorbankan (kualitas dan kuantitas) kebutuhan generasi yang akan datang
atas sumber daya DaerahKepulauan; dan
3. pemanfaatan sumber daya yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan
secara hati-hati dan didukung oleh penelitian ilmiah yang memadai.
Huruf d
Asas keterpaduan dikembangkan dengan:
1. mengintegrasikan kebijakan dengan perencanaan berbagai sektor
pemerintahan secara horizontal dan secara vertikal antara pemerintah dan
pemerintah daerah;danmengintegrasikan ekosistem darat dengan ekosistem
laut berdasarkan masukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk membantu proses pengambilan putusan dalam Pengelolaan Daerah
Kepulauan.
Huruf e
Asas peran serta masyarakat dimaksudkan:
1. agar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil mempunyai peran dalam
perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pengawasan dan pengendalian;
2. memiliki informasi yang terbuka untuk mengetahui kebijaksanaan
pemerintah dan mempunyai akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil;
3. menjamin adanya representasi suara masyarakat dalam keputusan tersebut;
4. memanfaatkan sumber daya tersebut secara adil.
Huruf f
Yang dimaksud dengan ”asas keterbukaan” adalah adanya keterbukaan bagi
masyarakat untuk memperoleh informasi.Yang dimaksud dengan ”asas kemitraan”
adalah kesepakatan kerja sama antarpihak yang berkepentingan berkaitan dengan
pengelolaan Daerah Kepulauan.
Huruf g
Yang dimaksud dengan ”asas desentralisasi” adalah penyerahan wewenang
pemerintahan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
PulauPulau Kecil.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ”asas akuntabilitas” adalah pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”asas keadilan adalah asas yang berpegang pada
kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenang dalam
pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 3
Cukup Jelas.
Pasal 4
Cukup Jelas.
Pasal 5
Cukup Jelas.
Pasal 6
Cukup Jelas.
Pasal 7
Cukup Jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-
pulau atau karang terluar suatu Daerah Kepulauan ke arah laut lepas atau perairan
kepulauan” adalah garis pangkal.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “nelayan kecil” adalah nelayan masyarakat tradisional
Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara tradisional, dan
terhadapnya tidak dikenakan surat izin usaha dan bebas dari pajak, serta bebas menangkap
ikan di seluruh pengelolaan perikanan dalam wilayah Republik Indonesia.
Pasal 9
Cukup Jelas.
Pasal 10
Cukup Jelas.
Pasal 11
Cukup Jelas.
Pasal 12
Cukup Jelas.
Pasal 13
Cukup Jelas.
Pasal 14
Cukup Jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kawasan industri kepulauan” adalah suatu kawasan
industri yang dipersiapkan seluruh infrastruktur dan prasarana dan sarana umum
yang dibutuhkan untuk investasi suatu proses produksi (barang dan jasa) dari
komoditas unggulan yang berbasis kepulauan.
Jenis-jenis industri kepulauan antara lain:
a. industri pembuatan kapal;
b. industri galangan kapal;
c. industri budidaya ikan;
d. industri perikanan tangkap;
e. industri pertambangan;
f. industri pertanian;
g. industri perternakan; dan/atau
h. industri pariwisata.
Pasal 16
Cukup Jelas.
Pasal 17
Cukup Jelas.
Pasal 18
Cukup Jelas.
Pasal 19
Yang dimaksud dengan “budaya pembangunan Daerah Kepulauan” adalah etos
kerja, efisien, efektivitas, tepat waktu, tidak korupsi, transparansi, dan akuntabel.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan meningkatan kualitas pendidikan adalah dilaksanakan
melalui pendidikan formal dan non formal dengan menitiberatkan karakteristik
Daerah Kepulauan agar masyarakat pada pulau dan/atau gugusan pulau dapat
mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia secara
berkelanjutan.18Pelaksanakan pendidikan formal dilaksanakan dengan mendirikan
SMP, SMA, SMK, universitas yang bergerak di bidang kelautan, perkapalan,
perikanan serta pendidikan non formal melalui pelatihan, dan penyuluhan
masyarakat Daerah Kepulauan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 21
Cukup Jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup Jelas.
Pasal 24
Cukup Jelas.
Pasal 25
Cukup Jelas.
Pasal 26
Cukup Jelas.
Pasal 27
Cukup Jelas.
Pasal 28
Cukup Jelas.
Pasal 29
Cukup Jelas.
Pasal 30
Cukup Jelas.
Pasal 31
Cukup Jelas.
Pasal 32
Cukup Jelas.
Pasal 33
Cukup Jelas.
Pasal 34
Cukup Jelas.
Pasal 35
Cukup Jelas.
Pasal 36
Cukup Jelas.19
Pasal 37
Cukup Jelas.
Pasal 38
Cukup Jelas.
Pasal 39
Cukup Jelas.
Pasal 40
Cukup Jelas.