arsitektur tropis kepulauan

64
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan. Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai. Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan.

Transcript of arsitektur tropis kepulauan

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam

iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya.

Aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi

pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi

visual yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung

dengan suhu udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas

gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan.

Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat

ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan,

diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah

menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai.

Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam

(bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia

di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam

bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali

merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar

bangunan.

Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam

bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat

untuk memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan

aktivitas manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para

arsitek yang kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara

sadar atau tidakatau karena aturan membangun setempatkerap melakukan tindakan yang

benar. Karya arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk

memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan

dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua

lapisan dinding sehingga panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar.

Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis

setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan

sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain

diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern

(post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur

teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekon.truksi (deconstruction

architecture).

Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat

tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim

merupakan suatu tuntutan mendasar yang ‘wajib’ dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di

manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan

terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya ‘tidak wajib’, serta yang kemudian

memberi warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang ‘bersih’

tanpa embel-embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function)

disebut arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentuyang antara lain

menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke

dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan

dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan ‘arsitektur sub-

tropis’ meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi

masalah iklim tersebut.

Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini

sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang

disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan

hirarki ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya

arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat.

Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan

arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada

arsitektur sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi

ataupun High-Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap

lebar ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut

sanggup mengatasi problematik iklim tropishujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara

yang relatif tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin

yang relatif rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka,

menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar

mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum

tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai

pemecahan rancangan lain yang tepat.

Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana

arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja

sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman,

menjadi kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan

pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari

sekedar ‘bentuk’ atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada

kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak

terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari

hujan, dan terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah

karya arsitektur tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi

suhu ruang (dalam unit derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dalam unit persen);

intensitas cahaya (dalam unit lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik);

adakah air hujan masuk bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni

dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna

bangunan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di

alam luar.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Arsitektur Tropis Kepulauan?

2. Bagaimana peraturan / UU tentang tepian air dan kepulauan?

C. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan pengertian Arsitektur Tropis Kepulauan.

2. Mendeskripsikan UU tentang tepian air dan kepulauan

BAB II

PEMBAHASAN

Iklim Tropis

Climate (iklim) berasal dari bahasa Yunani, klima yang berdasarkan kamus Oxford

berarti region (daerah) dengan kondisi tertentu dari suhu dryness (kekeringan), angin,

cahaya dan sebagainya. Dalam pengertian ilmiah, iklim adalah integrasi pada suatu waktu

(integration in time) dari kondisi fisik lingkungan atmosfir, yang menjadi karakteristik kondisi

geografis kawasan tertentu”. Sedangkan cuaca adalah “kondisi sementara lingkungan

atmosfer pada suatu kawasan tertentu”. Secara keseluruhan, iklim diartikan sebagai

“integrasi dalam suatu waktu mengenai keadaan cuaca” (Koenigsberger, 1975:3).

Kata tropis berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu kata tropikos yang berarti garis balik, kini

pengertian ini berlaku untuk daerah antara kedua garis balik ini. Garis balik ini adalah garis

lintan 23027” utara dan garis lintan 23027 selatan.

Iklim tropis adalah iklim dimana panas merupakan masalah yang dominan yang pada

hampir keseluruhan waktu dalam satu tahun bangunan “bertugas” mendinginkan pemakai,

dari pada menghangatkan dan suhu rata-rata pertahun tidak kurang dari 200C

(Koenigsberger. 1975:3). Menurut Lippsmiere, iklim tropis Indonesia mempunyai

kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi (kadang-kadang mencapai 90%), curah hujan

yang cukup banyak, dan rata-rata suhu tahunan umumnya berkisar 230C dan dapat naik

sampai 380C pada musim “panas”.

Pada iklim ini terjadi sedikit sekali perubahan “musim” dalam satu tahun, satu-satunya

tanda terjadi pergantian musim adalah banyak atau sedikitnya hujan, dan terjadinya angin

besar. Karakteristik warm humid climate (iklim panas lembab) adalah sebagai berikut

(Lippsmiere. 1980:28) :

Landscap, rain forest (hutan hujan) terdapat sepanjang pesisir pantai dan dataran

rendah daerah ekuator.

Kondisi tanah, merupakan tanah merah atau coklat yang tertutup rumput.

Tumbuhan, zona ini tumbuhan sangat bervariasi dan lebat sepanjang

tahun.Tumbuhan tumbuh dengan cepat karena pengaruh curah hujan yang tinggi

dan suhu udara yang panas.

Musim. Terjadi sedikit perbedaan musim. Pada bulan “panas” kondisi panas dan

lembab sampai basah. Pada belahan utara, bulan “dingin” terjadi pada Desember-

Januari, bulan”panas” terjadi pada Mei sampai Agustus. Pada belahan selatan bulan

“dingin” terjadi pada April sampai Juli, bulan “panas” terjadi pada Oktober sampai

Februari.

Kondisi langit, hampir sepanjang tahun keadaan langit berawan. Lingkungan awan

berkisar 60%-90%. Luminance(lumansi) maksimal bisa mencapai 7000 cd/m2

sedangkan luminasi minimal 850cd/m2.

Radiasi dan panas matahari, pada daerah tropis radiasi matahari dikategorikan

tinggi. Sebagian dipantulkan dan sebagian disebarkan oleh selimut awan,meskipun

demikian sebagian radiasi yang mencapai permukaan bumi mempunyai dampak

yang besar dalam mempengaruhi suhu udara.

Temperatur udara, terjad fluktuasi perbedaan temperatur harian dan tahunan.Rata-

rata temperatur maksimum tahunan adalah 30,50C. temperatur rata-rata tahunan

untuk malam hari adalah 250C tetapi umumnya berkisar antara 21-270C. sedangkan

selama siang hari berkisar 27-320c. kadang-kadang lebih dari 320C.

Curah hujan sangat tinggi selama satu tahun, umumnya menjadi sangat tinggi dalam

beberapa tahun tertentu. Tinggi curah hujan tahunan berkisar antara 2000-5000

mm, pada musim hujan dapat bertambah. Sampai 500 mm dalam sebulan. Bahkan

pada saat badai bisa mencapai 100 mm per jam.

Kelembaban, dikenal sebagai RH (Relative humidity), umumnya rata-rata tingkat

kelembaban adalah sekitar 75%, tetapi kisaran kelembabannya adalah 55% sampai

hampir 100%. Absolute humidity antara 25-30 mb.

Pergerakan udara, umumnya kecepatan angin rendah, tetapi angin kencang dapat

terjadi selama musim hujan. Arah angin biasanya hanya satu atau dua.

Karakteristik khusus, tingginya kelembaban mempercepat pertumbuhan alga dan

lumut, bahan bangunan organik membusuk dengan cepat dan banyaknya serangga.

Evaporasi tubuh terjadi dalam jumlah kecil karena tingginya kelembaban dan

kurangnya pergerakan udara (angin). Rata-rata badai adalah 120-140 kali dalam satu

tahun.

Daerah dengan iklim tropis didunia terdiri 2 jenis, yaitu daerah dengan iklim tropis

kering, sebagai contoh adalah di negara-negara Timur Tengah, Meksiko, dan sekitarnya,

serta daerah dengan iklim tropis lembab, yang terdapat pada sebagian besar negara-negara

di Asia, termasuk Indonesia, walaupun untuk beberapa daerah di Indonesia, misalnya

beberapa bagian pulau Nusa Tenggara mengarah pada kondisi tropis kering.

Arsitektur Tropis Kering

1.Ciri-ciri iklim tropis kering:

Kelembaban rendah

Curah hujan rendah

Radiasi panas langsung tinggi

Suhu udara pada siang hari tinggi dan pada malam hari rendah (45o dan -10oCelcius)

Jumlah radiasi maksimal, karena tidak ada awan.

Pada malam hari berbalik dingin karena radiasi balik bumi cepat berlangsung (cepat

dingin bila dibandingkan tanah basah/lembab).

Menjelang pagi udara dan tanah benar-benar dingin karena radiasi balik sudah habis.

Pada siang hari radiasi panas tinggi dan akumulasi radiasi tertinggi pukul 15.00.

Sering terjadi badai angin pasir karena dataran yang luas.

Pada waktu sore hari sering terdengar suara ledakan batu-batuan karena perubahan

suhu yang tiba-tiba drastis.

Di daerah benua atau daratan yang cukup luas, banyak terdapat gurun pasir karena di

tempat itu jarang terjadi hujan, bahkan dapat dikatakan tidak terjadi sama sekali, karena

angin yang melaluinya sangat kering, tidak mengandung uap air. Uap air yang terkandung di

udara sudah habis dalam perjalanan menuju ke pedalaman benua itu, atau juga karena

terhalang oleh daratan tinggi atau gunung, sehingga daerah itu menjadi sangat panas dan

tidak ada filter pada tanah dari sengatan sinar matahari, yang mengakibatkan bebatuan

hancur menjadi pasir. Suhu di padang pasir dapat mencapai 50o C hingga 60o C di siang hari,

dan di malam hari dapat mencapai -1o C.

2.Strategi untuk perancangan bangunan:

Mempergunakan bahan-bahan dengan time lag tinggi agar panas yang diterima siang

hari dapat menghangatkan ruangan di malam hari. Konduktivitas rendah agar panas

siang hari tidak langsung masuk ke dalam bangunan. Berat jenis bahan tinggi,

dimensi tebal agar kapasitas menyimpan panas tinggi.

Bukaan-bukaan dinding kecil untuk mencegah radiasi sinar langsung dan angin atau

debu kering masuk sehingga mempertahankan kelembaban.

Memperkecil bidang tangkapan sinar matahari dengan atap-atap datar dan rumah-

rumah kecil berdekatan satu sama lain saling membayangi, jalan-jalan sempit selalu

terbayang. Atap datar juga untuk menghindari angin kencang, karena curah hujan

rendah.

Menambah kelembaban ruang dalam dengan air mancur yang dibawa angin sejuk.

Pola pemukiman rapat dan jalan yang berbelok untuk memotong arus angin

Bangunan efisien bila rendah, masif dan padat.

Arsitektur Tropis Lembab

1.Ciri Iklim Tropis Lembab:

DR. Ir. RM. Sugiyanto, mengatakan bahwa ciri-ciri dari iklim tropis lembab sebagaimana

yang ada di Indonesia adalah “kelembaban udara yang tinggi dan temperatur udara yang

relatif panas sepanjang tahun”. Kelembaban udara rata-rata adalah sekitar 80% akan

mencapai maksimum sekitar pukul 06.00 dengan minimum sekitar pukul 14.00. Kelembaban

ini hampir sama untuk dataran rendah maupun dataran tinggi.Daerah pantai dan dataran

rendah temperatur maksimum rata-rata 320C.makin tinggi letak suatu tempat dari muka

laut, maka semakin berkurang temperatur udaranya. Yaitu berkurang rata-rata 0,60C untuk

setiap kenaikan 100 m. ciri lainnya adalah curah hujan yang tinggi dengan rata-rata sekitar

1500- 2500 mm setahun. Radiasi matahari global horisontak rata-rata harian adalah sekitar

400 watt/m2 dan tidak banyak berbeda sepanjang tahun, keadaan langit pada umumnya

selalu berawan.

Pada keadaan awan tipis menutupi langit, luminasi langit dapat mencapai 15.00

kandela/m2.Tinggi penerangan rata-rata yang dihasilkan menurut pengukuran yang pernah

dilakukan di Bandung untuk tingkat penerangan global horizontal dapat mencapai 60.000

lux. Sedangkan tingkat penerangan dari cahaya langit saja, tanpa cahaya matahari langsung

dapat mencapai 20.000 lux dan tingkat penerangan minimum antara 08.00 – 16.00 adalah

10.000 lux. Iklim tropis lembab dilandasi dengan perbedaan suhu udara yang kecil antara

siang hari dan malam hari, kelembaban udara yang tinggi pada waktu tengah malam serta

cukup rendah pada waktu tengah hari. Kecepatan angin ratarata pada waktu siang hari

dapat digambarkan sebagai memadai untuk kenyamanan, yaitu sekitar 1.0 m/det. Pada

waktu musim hujan yaitu sekitar 2.0 m/det. Pada waktu musim panas akan memberikan

gambaran tersendiri mengenai upaya pencapaian pendinginan pasif bangunan.

Sekalipun terdapat kondisi yang luar batas kenyamanan thermal manusia, sebenarnya

terdapat potensi iklim natural yang dapat mewujudkan terciptanya kenyamanan dengan

strategi lain. Kenyamanan tersebut tercapai dengan interaksi antar fungsi iklim dengan

lingkungan maupun dengan pemanfaatan teknologi.

2. Kriteria Perencanaan pada Iklim Tropis Lembab

Kondisi iklim tropis lembab memerlukan syarat-syarat khusus dalam perancangan

bangunan dan lingkungan binaan, mengingat ada beberapa factor-faktor spesifik yang hanya

dijumpai secara khusus pada iklim tersebut, sehingga teori-teori arsitektur, komposisi,

bentuk, fungsi bangunan, citra bangunan dan nilai-nilai estetika bangunan yang terbentuk

akan sangat berbeda dengan kondisi yang ada di wilayah lain yang berbeda kondisi iklimnya.

Menurut DR. Ir. RM. Sugiyatmo, kondisi yang berpengaruh dalam perancangan bangunan

pada iklim tropis lembab adalah, yaitu :

1. Kenyamanan Thermal

Kenyamanan thermal adalah suatu kondisi thermal yang dirasakan oleh manusia

bukan oleh benda, binatang, dan arsitektur, tetapi dikondisikan oleh lingkungan dan benda-

benda di sekitar arsitekturnya.

Kriteria dan Prinsip Kenyamanan Thermal :

Standar internasional mengenai kenyamanan thermal ( suhu) “ISO 7730 : 1994”

”menyatakan bahwa sensasi thermal yang di alami manusia merupakan fungsi dari 4 faktor

iklim yaitu: suhu udara, radiasi, kelembaban udara, kecepatan angin, serta faktor-faktor

individu yang berkaitan dengan laju metabolisme tubuh, serta pakaian yang di gunakan.”

Untuk mencapai kenyamanan thermal haruslah di mulai dari Kualitas udara di sekitar

kita yang harus memiliki kriteria :

Udara di sekitar rumah tinggal tidak mengandung pencemaran yang berasal dari asap sisa

pembakaran sampah, BBM, sampah industru, debu dan sebagainya.

Udara tidak berbau, terutama bau badan dan bau dari asap rokok yang merupakan masalah

tersendiri karena mengandung berbagai cemaran kimiawi walaupun dalam variable proporsi

yang sedikit.

Prinsip dari pada kenyamanan thermal sendiri adalah, teciptanya keseimbangan antara

suhu tubuh manusia dengan suhu tubuh sekitarnya. Karen jika suhu tubuh manusia dengan

lingkungannya memiliki perbedaan suhu yang signifikan maka akan terjadi ketidak

nyamanan yang di wujudkan melalui kepanasan atau kedinginan yang di alami oleh

tubuhUsaha untuk mendapatkan kenyamana thermal terutama adalah mengurangi

perolehan panas, memberikan aliran udara yang cukup dan membawa panas keluar

bangunan serta mencegah radiasi panas, baik radiasi langsung matahari maupun dari

permukaan dalam yang panas.

Perolehan panas dapat dikurangi dengan menggunakan bahan atau material yang

mempunyai tahan panas yang besar, sehingga laju aliran panas yang menembus bahan

tersebut akan terhambat. Permukaan yang paling besar menerima panas adalah atap.

Sedangkan bahan atap umumnya mempunyai tahanan panas dan kapasitas panas yang lebih

kecil dari dinding. Untuk mempercepat kapasitas panas dari bagian atas agak

sulit karena akan memperberat atap. Tahan panas dari bagian atas bangunan dapat

diperbesar dengan beberapa cara, misalnya rongga langit-langit, penggunaan pemantul

panas reflektif juga akan memperbesar tahan panas. Cara lain untuk memperkecil panas

yang masuk antara lain yaitu:

a. Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat.

b. Melindungi dinding dengan alat peneduh.

Perolehan panas dapat juga dikurangi dengan memperkecil penyerapan panas dari

permukaan, terutama untuk permukaan atap. Warna terang mempunyai penyerapan radiasi

matahari yang kecil sedang warna gelap adalah sebaliknya. Penyerapan panas yang besar

akan menyebabkan temperature permukaan naik. Sehingga akan jauh lebih besar dari

temperatur udara luar. Hal ini menyebabkan perbedaan temperatur yang besar antara

kedua permukaan bahan, yang akan menyebabkan aliran panas yang besar.

ARSITEKTUR TROPIS

Arsitektur dan lingkungan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Arsitektur tropis adalah jawaban atas kondisi lingkungan di daerah tropis, merupakan karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim tropis. Konsep dasar arsitektur tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap iklim tropis.

Sebagaimana diketahui, secara umum iklim tropis ditandai dengan kondisi dua musim, kemarau dan hujan, yang kerap kali mencapai keadaan cukup ekstrim. Design arsitektur tropis harus mampu menanggapi kedua kondisi tersebut dengan baik.

Bangunan arsitektur tropis mempunyai ciri-ciri bentuk bangunan secara umum, seperti :

Mempunyai atap yang relatif tinggi dengan kemiringan diatas 30 derajat. Ruang di bawah atap berguna untuk meredam panas.

Mempunyai teritisan / overstek atap yang cukup lebar untuk mengurangi efek tampias dari hujan yang disertai angin. Juga untuk menahan sinar matahari langsung yang masuk ke dalam bangunan.

Mempunyai lubang / bukaan untuk ventilasi udara secara silang, sehingga suhu di dalam ruangan bisa tetap nyaman.

Pada daerah tertentu, rumah panggung menjadi ciri utama yang kuat untuk antisipasi bencana alam dan ancaman binatang buas.

Penggunaan material lokal yang sumbernya bisa didapat di sekitarnya.

Pengertian Arsitektur Tropis

Arsitektur Tropis adalah suatu konsep bangunan yang mengadaptasi kondisi iklim tropis. 

Letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki 

dua iklim, yakni kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi 

dan sinar matahari memancar sangat panas. Dalam kondisi ikim yang panas inilah muncul 

ide untuk menyesuaikannya dengan arsitektur bangunan gedung maupun rumah yang 

dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya.

UNDANG UNDANG NOMOR 4 Prp TAHUN1960‐

Tentang

PERAIRANINDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

1. bahwa bentuk geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu‐

ribu pulaumempunyaisifat dan corak tersendiri;

2. bahwa menurut sejarah sejak dahulu kala Kepulauan Indonesia merupakan suatu

kesatuan.

3. bahwa bagi keutuhan wilayah Negara Indonesia semua kepulauan serta laut yang

terletak diantaranya harus dianggap sebagaisuatu kesatuan yang bulat.

4. bahwa penentuan batas laut wilayah seperti termaktub dalam “Territoriale Zee en

Marieteme Kringen Ordonnantie 1939” (Staatsblad. 1939 No. 442) pasal 1 ayat (1)

tidak lagi sesuai dengan pertimbangan pertimbangan tersebut diatas, karena ‐

membagi wilayah daratan Indonesia dalam bagian bagian terpisah dengan ‐

terriorialnya sendiri.

5. perlu mengadakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tentang ‐

perairan Indonesia yang sesuai dengan kenyataan kenyataan tersebut diatas;‐

Mengingat :

Pasal 5 ayat(1)Undang UndangDasar Republik Indonesia;‐

Mendengar:

Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 20 Januari 1960;

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG UNDANG TENTANG PERAIRAN INDONESIA.‐

Pasal 1

1) Perairan Indonesia ialah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman

Indonesia.

2) Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut sebesar dua belas mil laut yang garis luarnya

diukur tegak lurus atau garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis‐

garislurus yang menghubungkan titik titik terluar pada garis air rendah daripada ‐

pulau pulau atau bagian pulau pulau yang terluar wilayah Indonesia dengan ‐ ‐

ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan negara

Indonesia tidak merupakan satu‐ satunya negara tepi, maka garis batas laut wilayah

Indonesia ditarik pada tengah selat.

3) Perairan pedalaman Indonesia ialah semua perairan yang terletak pada sisi dalam

dari garis dasarsebagai yang dimaksud ayat(2).

4) Mil lautialah,sepenampuluh derajat lintang.

Pasal 2

Pada peta yang dilampirkan pada peraturan ini ditentukan dengan jelas letaknya

titik titik serta garis garis yang dimaksud dalampasal 1 ayat(2).‐ ‐

Pasal 3

1) Lalu lintas laut damai dalam perairan pedalaman Indonesia terbuka bagi kendaraan

air asing.

2) Dengan Peraturan Pemerintah dapat diatur lalu lintas laut damai yang dimaksud

pada ayat(1).

Pasal 4

1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini mulai berlaku pada hari ‐

diundangkannya.

2) Mulai hari tersebut pada ayat (1) tidak berlaku lagi Pasal 1 ayat (1) angka 1 sampai

dengan 4 “Territoriale Zee en. Marieteme Kringen Ordonnantie 1939” (Staatsblad

1939No. 442).

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini dengan menempatkan dalam ‐

Lembaran Negara Republik Indonesia.

MEMORI PENJELASAN

Mengenai

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG UNDANG‐

Tentang

PERAIRAN INDONESIA

I. PENJELASAN UMUM

Sejak beberapa waktu lamanya telah dirasakan perlunya meninjau kembali penentuan

bataslaut wilayah sesuai dengan sifat khusus negara kita sebagai Negara Kepulauan dan

kebutuhan serta kepentingan rakyat Indonesia, laut wilayah sebagai bagian daripada

wilayah negara yang terdiri dari wilayah daratan, lautan, dan udara merupakan bagian yang

penting bagi negara Indonesia mengingat bentuk negara yang terdiri dari beribu – ribu

pulau.

Penentuan batas laut wilayah (laut territorial / territorial sea) seperti termaktub dalam

“Territoriale Zee en. Marieteme Kringen Ordonnantie 1939” (Staatsblad. 1939 No. 442)

artikel 1 ayat (1) antara lain menyatakan bahwa laut wilayah Indonesia itu lebarnya 3 mil

laut diukur dari garis airrendah daripada pulau pulau yang merupakan bagian dari wilayah ‐

daratan Indonesia, dirasakan tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang dan perlu ditinjau

kembali.

Keberatan pokok terhadap cara penentuan batas laut wilayah yang disebutkan diatas

adalah bahwa cara tersebut tadi kurang atau sama sekali tidak memperhatikan sifat khusus

daripada Indonesia sebagai suatu Negara kepulauan (archipelago). Menurut cara

pengukuran laut wilayah yang selama ini yaitu dihitung dari baseline yang berupa garis air

rendah, secara teoritis setiap pulau di Indonesia itu mempunyai laut wilayah sendiri

(Kepulauan Indonesia terdiri dari lebih 13.000 pulau pulau dari jumlah lebih kurang 3.000 ‐

yang didiami orang). Sekali pun beberapa pulau yang jaraknya 6 mil laut dianggap sebagai

kelompok, namun dengan cara pengukuran yang berpangkal pada “garis air rendah” masih

akan tetap ada beratus ratus atau berpuluh puluh / kelompok pulau (tergantung dari lebar ‐ ‐

lautnya) yang mempunyai laut wilayah sendiri sendiri.‐

Dapatlah dibayangkan bahwa keadaan itu sangat menyukarkan pelaksanaannya tugas

pengawasan laut dengan sempurna karena susunan daerah yang harus diawasi demikian

berbelit belit (complicated). Wilayah udara yang strukturnya dengan sendirinya tak akan ‐

bersifat homogen pula. Kantong kantong berupa laut bebas di tengah tengah dan diantara ‐ ‐

bagian darat (pulau) dari wilayah Indonesia ini menempatkan petugas dalam keadaan yang

sulit karena harus memperhatikan setiap waktu, apakah mereka ada didalam perairan

nasional atau di laut bebas. Karena tak bertindakmereka tergantung dari posisimereka itu.

Dalam suatu peperangan antara dua pihak yang armadanya bergerak kian kemari di laut

antara pulau pulau Indonesia keutuhan kita terancam. Lalu lintas yang merupakan urat nadi‐ ‐

daripada penghidupan rakyat antara satu pulau dan lain pulau, untuk kepentingan

pengangkutan bahan kebutuhan sehari hari yang sangat vital itu akan terputus atau ‐

terhenti, hak itu akan mengakibatkan penderitaan rakyat di pulau pulau tersebut. Akibat

suatu pertempuran laut diantara pulau pulau Indonesia dengan senjata “nuclear” akan

membahayakan penduduk pulau disekelilingnya “laut bebas” yang menjadi medan

pertempuran itu.

Lepas dari risiko yang mungkin diderita oleh penduduk menjadi pertanyaan pula

bagaimana kita dapat mempertahankan netralitas kita dalam keadaan serupa itu Kesulitan

pengawasan atas ditaatinya peraturan peraturan bea dan cukai. Imigrasi dan kesehatan juga

dapat dibayangkan dalam struktur wilayah semacam itu Berdasarkan pertimbangan diatas

perlu dicari pemecahan persoalan yang berpokok pada pendirian, bahwa kepulauan

Indonesia itu merupakan satu kesatuan (unit) dan bahwa lautan diantara pulau pulau kita ‐

merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari bagian darat(pulau pulau) negara kita.‐

Atas dasar pendirian ini maka laut harus terletak sepanjang garis yang menghubungkan

titik ujung terluar dari Kepulauan Indonesia.

Untuk menjamin kelancaran perjalanan kapal dari dan keluar negeri yang sangat

penting untuk kelancaran jalannya perekonomian kita dan untuk menyangkal tuduhan

tuduhan negara negara lain bahwa kita menghalangi pelayaran bebas, perlu adanya jaminan

bahwa.................lalu lintas yang damai di lautan pedalaman bagi kapal asing dijamin selama

tidak membahayakan kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. “Penentuan laut

wilayah selebar 12 mil laut merupakan lebar maksimum menurut apa yang dinyatakan

dalam naskah (draft articles) yang disusun oleh International Law Commission pada

sidangnya yang ke 8 tahun 1957.‐

Perubahan penentuan batas perairan Indonesia seperti apa yang diajukan dalam

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini juga mempunyai akibat yang penting ‐

di lapangan ekonomi. Dengan penentuan batas perairan yang baru ini Indonesia akan

mempunyai kedaulatan atas segala perairan yang terletak dalam batas batas garis luar laut ‐

serta udara dan dasarlaut dan tanah dibawahnya. Dengan demikian maka segala kekayaan

alam yang terdapat didalamnya, baik yang berupa bentuk hidup hewani maupun nabati,

serta kekayaan alam lainnya berupa bahan mineral, baik yang sudah diketahui diwaktu

sekarang maupun yang diketemukan di masa depan diselamatkan untuk kesejahteraan

rakyat Indonesia yang jumlahnya kian tahun kian bertambah.

Bagi rakyat Indonesia yang susunan makanannya tidak cukup mengandung bahan

protein, bahkan yang kadar protein hewani dalam makanannya tegolong paling rendah di

dunia ini, sumber kekayaan yang terdapat dalam perikanan tak ternilai besarnya. Terutama

bila diingat, bahwa cara cara lain untuk menutup kekurangan protein seperti misalnya ‐

perkembangan peternakan tidak mudah dilakukan disamping biayanya sangat mahal, maka

sumber potensil didalam laut perlu dicadangkan dan dimanfaatkan. Teknik penangkapan

ikan dan pengambilan hasil laut lainnya pada bangsa Indonesia hingga dewasa iniserba

sederhana sifatnya merupakan alasan tambahan bagi suatu tindakan perlindungan dari

sumber kekayaan itu.

Kekayaan alam yang berupa bahan mineral tidak kurang pentingnya bagi kesejahteraan

rakyat Indonesia. Walaupun kini belum diketahui dengan pasti banyaknya terpendam di

bawah dasar laut namun dapatlah dikatakan bahwa kekayaan itu sangat besar. Mengingat

kekayaan pulau pulau Indonesia akan bahan tambang seperti minyak tanah dan timah yang ‐

didapati didalam tanah pada wilayah daratan Indonesia maka dapat dipastikan, bahwa

tanah dibawah permukaan laut pada hakekatnya merupakan lanjutan wilayah daratan juga

mengandung bahan bahan kekayaan itu.‐

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

(1) Dengan perairan Indonesia dimaksud bagian wilayah negara yang terdiri

dari air. Sebagai diketahui wilayah suatu negara atas mana negara itu mempunyai

kedaulatan dapat meliputi:

1. wilayah daratan;

2. wilayah perairan;

3. wilayah udara

(2) Laut wilayah (laut terriotorial territorial sea) adalah lajur laut yang‐

terletak pada sisi luar daripada garis pangkal atau garis dasar. Garis pangkal atau

garis dasar adalah garis darimana laut wilayahmulai diukur keluar. Laut wilayah pada

sebelah luar ini dibatasi oleh suatu garisluar(outer limit) yang ditarik sejajar dengan garis ‐

pangkal. Jarak antara garis pangkal (dasar) dan garis luar adalah 12 mil laut. Dengan

demikian maka yang dinamakan laut wilayah itu adalah lajurlaut (maritieme belt) yang

lebarnya 12 mil laut dan dibatasi pada sebelah dalam oleh suatu garis dasar (garis pangkal =

baseline) dan disebelah luarnya oleh garis luar (outer limit) yang ditarik sejajar dengan garis ‐

pangkal itu. Negara Indonesia berdaulat atau laut ini, baik mengenai lajur itu sendiri yang

terdiri dari air, dasar laut (seabed) dan tanah dibawahnya (subsoil), maupun udara yang

diatasnya. Satu satunya pembatasan atas kedaulatan Indonesia sebagai negara pantai ‐

adalah adanya hak lalu lintas damai alam laut bagi kapal kapal asing. Lalu lintas laut damai ‐

dalam laut ini adalah suatu hak yang dijamin oleh hukum Internasional.

(3) Perairan pedalaman Indonesia seperti dimaksud ayat ini adalah segala perairan

yang terletak pada sisi dalam garis pangkal dan terdiri dari laut, teluk, dan anak laut.

Indonesia berdaulat penuh di perairan pedalaman, berlainan di laut kedaulatan ini pada

dasarnya tidak dibatasi oleh lalu lintas laut damai, walaupun Indonesia sendiri dapat

dibatasinya dengan memberikan kelonggaran kelonggaran berdasarkan pertimbangan ‐

tertentu.(Lihat dibawah pada pasal 3 ayat(1)).

Pasal 2

Cukup jelas.(lihat peta)

Pasal 3

(1) Jaminan bahwa perairan pedalaman terbuka bagi lalu lintas laut damai kapal‐

kapal asing perlu diadakan mengingat pentingnya lalu lintas di perairan pedalaman baik bagi

kita sendiri (pelajaran niaga bagi keperluan perdagangan) maupun bagimasyarakat dunia.

Perbedaan dengan lalu lintaslaut damai kapal asing di laut (lihat pasal 1 ayat (2) diatas)

adalah bahwa lalu lintas laut damai bagi kapal asing di perairan pedalaman ini merupakan

suatu kelonggaran yang sengaja diberikan oleh Indonesia, sedangkan di laut lalu lintas laut

damai bagi kapal asing itu merupakan suatu hak yang diakui oleh hukum Internasional.

Akibat dari perbedaan inilah bahwa Indonesia dalam perairan pedalaman dapat menabut

kembali kelonggarannya yang diberikannya ini sedangkan lalu lintas laut damai di laut

wilayah pada dasarnya tak boleh diganggu oleh negara pantai.

(2) Ketetntuan dalamayatinimenggambarkan sifatnya lalu lintas kapal asing di

perairan pedalaman Indonesia sebagaisuatu kelonggaran. Ketentuan dalam ayat ini

merupakan ketentuan operatif dari ayat (1) yang merupakan suatu prinsip.

Pasal 4

(1) Cukup jelas

(2) Cukup jelas

Termasuk LembaranNegaraNo. 22 tahun 1960

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR...TAHUN...

TENTANG

PERCEPATAN PEMBANGUNAN

DAERAH KEPULAUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berkewajiban menciptakan keadilan

dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah

kepulauan yang memiliki karakteristik khas secara ekologis, budaya, politik,

ekonomi, diperlukan strategi pembangunan secara khusus;

c. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum memberikan

landasan bagi pelaksanaan strategi pembangunan secara khusus bagi daerah

kepulauan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,

dan huruf c maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Percepatan

Pembangunan Daerah Kepulauan;

Mengingat :

Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 25A Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG - UNDANG TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN

DAERAH KEPULAUAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan adalah proses, upaya dan tindakan,

keberpihakan dan pemberdayaan yang dilakukan secara terencana, terkoordinasi,

dan terpadu untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Daerah Kepulauan.

2. Pembangunan adalah suatu proses, upaya, dan tindakan untuk meningkatkan

kualitas kehidupan masyarakat.

3. Daerah Kepulauan adalah provinsi kepulaun yang memiliki wilayah laut lebih luas

dari wilayah darat, yang di dalamnya terdapat pulau-pulau termasuk bagian pulau

yang membentuk gugusan pulau, menjadi satu kesatuan geografi, ekonomi, politik

dan sosial budaya.

4. Kepulauan adalah gugusan pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah

yang memiliki hubungan erat satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan

geografi, ekonomi, politik, dan sosial budaya.

5. Otonomi Daerah Kepulauan adalah hak, wewenang dan kewajiban Daerah

kepulauan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan,

pembangunan,dan pelayanan masyarakat setempat, baik di laut maupun di darat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6. Sistem Produksi Kepulauan adalah suatu sistem produksi yang dikembangkan dari

sistem produksi yang telah baku untuk jenis industri tertentu yang memperhatikan

interaksi intra dan antar gugus pulau agar dapat menghasilkan proses produksi yang

efektif, efisien, berkelanjutan dan berdampak positif bagi lingkungan gugus pulau.

7. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

8. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah

daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

9. Menteri adalah menteri terkait yang membidangi percepatan pembangunan Daerah

Kepulauan.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu

Asas

Pasal 2

Daerah Kepulauan dikelola dan dimanfaatkan berdasarkan asas:

a. Kepastian hukum;

b. demokrasi ekonomi;

c. keberlanjutan;

d. keterpaduan;

e. partisipasi masyarakat;

f. keterbukaan;

g. desentralisasi;

h.akuntabilitas; dan

i. keadilan.

Bagian Kedua

Tujuan

Pasal 3

Undang-undang ini bertujuan:

a. menciptakan keselarasan, sinergi, dan kepastian hukum antara Pemerintah dan

Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sumber daya di Provinsi 3Kepulauan;

b. mempercepat pembangunan di Daerah kepulauan untuk mengurangi kesenjangan

pembangunan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan karakteristik

khas Daerah Kepulauan; dan

c. menciptakan perencanaan yang tepat untuk pembangunan bagi tata ruang wilayah

Provinsi Kepulauan.

BAB III

RUANG LINGKUP

Pasal 4

Ruang lingkup Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan mencakup:

a. kriteria Daerah Kepulauan;

b. kewenangan dan kewajiban;dan

c. pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya.

BAB IV

KRITERIA DAERAH KEPULAUAN

Pasal 5

Daerah Kepulauan memiliki kriteria:

a. sebagian besar wilayahnya merupakan kepulauan;

b. wilayah laut lebih luas dari wilayah darat; dan

c. pulau-pulau dan/atau bagian pulau yang membentuk gugusan pulau dan

menjadi satu kesatuan geografi, ekonomi, politik, dan sosial budaya.

BAB V

KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 6

Daerah Kepulauan memiliki kewenangan di wilayah laut berikut segala

kewajiban yang melekat di dalamnya.

Bagian Kedua

Kewenangan

Pasal 7

1) Daerah Kepulauan diberikan kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan

sumberdaya alam di wilayah laut, baik di bawah dasar dan/atau di dasar laut

dan/atau perairan di atasnya.

2) Daerah Kepulauan mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumberdaya alam di

bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

3) Kewenangan Daerah Kepulauan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. eksplorasi,eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;4

b. pengaturan administratif;

c. pengaturan tata ruang;

d. penegakkan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau

yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;

e. membantu memelihara keamanan di laut;dan

f. membantu mempertahankan kedaulatan negara.

4) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Daerah Kepulauan

mendapat kewenangan membuat kebijakan yang berorientasi meningkatkan

pembangunan di bidang:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pangan;dan

d. infrastruktur.

Pasal 8

1) Kewenangan Daerah Kepulauan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling

jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik terluar

dari pulau-pulau atau karang terluar suatu Daerah Kepulauan ke arah laut lepas atau

perairan kepulauan ditetapkan sebagai berikut:

a. tidak melebihi 100 (seratus) mil laut, kecuali hingga 3 (tiga) persen dari jumlah

garis itu dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu kepanjangan

maksimum 125 (seratus dua puluh lima) mil laut;

b. tidak menyimpang dari konfigurasi Daerah Kepulauan tersebut; dan

c. tidak ditarik dari ke dan dari elevasi surut, kecuali di atasnya telah dibangun

mercu suar atau instalasi serupa yang permanen.

2) Dalam hal wilayah laut antara 2 ( dua) Daerah Kepulauan kurang dari 24 (dua puluh

empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama

jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi

tersebut.

3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap

penangkapan ikan oleh nelayan kecil.

Bagian Ketiga

Kewajiban

Pasal 9

Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah laut, Pemerintah Daerah

Kepulauan mempunyai kewajiban:

a. mewujudkan keadilan, pemerataan pembangunan, dan pelayanan kepada

masyarakat secara proporsional dan bertanggung jawab;

b. mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal maupun hukum adat ke dalam

peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya;

c. menyusun perencanaan dan tata ruang kepulauan yang mengutamakan

pengembangan kelautan sesuai kewenangan dengan berbasis gugusan

pulau; dan

d. melakukan pengelolaan lingkungan kelautan dan pulau-pulau kecil secara

terpadu.

Pasal 10

1) Kewajiban Pemerintah Daerah Kepulauan sebagimana dimaksud dalam Pasal 9

dilaksanakan berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat.5

2) Pemerintah Pusat melakukan evaluasi setiap 5 (lima) tahun sekali terhadap

pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

BAB VI

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 11

Pengelolaan Daerah Kepulauan meliputi:

a. perencanaan;

b. pelaksanaan;

c. pengawasan; dan

d. evaluasi.

Bagian Kedua

Perencanaan

Pasal 12

(1) Pemerintah Daerah Kepulauan menyusun perencanaan pembangunan

Daerah Kepulauan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang

wajib disusun berdasarkan kebutuhan, karakteristik, dan potensi Daerah

Kepulauan.

(2) Penyesuaian kebutuhan, karakteristik, dan potensi Daerah Kepulauan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kesatuan geografis

ekonomi, politik dan sosial budaya di Daerah Kepulauan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyesuaian kebutuhan, karakteristik,

dan potensi Daerah Kepulauan diatur dengan Peraturan Daerah.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan

Paragraf 1

Umum

Pasal 13

(1) Pelaksanaan pembangunan pada Daerah Kepulauan didasarkan pada

kesatuan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara yang utuh,

komprehensif, dan terintegrasi.

(2) Pelaksanaan pembangunan yang didasarkan pada kesatuan ruang darat,

ruang laut, dan ruang udara yang utuh, komprehensif dan terintegrasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berbasis gugusan pulau

dan kawasan laut pulau.

(3) Pelaksanaan pembangunan pada Daerah Kepulauan diutamakan pada

pembangunan infrastruktur kelautan.

Paragraf 2

Percepatan Pembangunan Ekonomi

Pasal 14

Pembangunan ekonomi Daerah Kepulauan dilakukan untuk mewujudkan:

a. keseimbangan dalam pengelolaan sumberdaya alam pada gugusan pulau

untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan

b. keseimbangan antardaerah gugusan pulau sebagai satu kesatuan ekonomi.

Pasal 15

(1) Pembangunan ekonomi Daerah Kepulauan dilaksanakan melalui

pengembangan suatu sistem produksi kepulauan berbasis gugusan pulau.

(2) Sistem produksi kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikembangkan dalam suatu kawasan industri kepulauan.

Pasal 16

(1) Pengembangan sistem produksi kepulauan dalam suatu kawasan industri

kepulauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan bersama

antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Kepulauan, swasta maupun

masyarakat.

(2) Pemerintah dan Pemerintahan Daerah Kepulauan berperan untuk

menyediakan pembiayaan dan pembangunan prasarana dan sarana.

(3) Swasta berperan dalam melakukan penanaman modal untuk

pengembangan kawasan industri kepulauan.

Paragraf 3

Pembangunan Sosial Budaya

Pasal 17

(1) Pembangunan sosial budaya pada Daerah Kepulauan dilakukan melalui

peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

(2) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), dilaksanakan agar masyarakat pada pulau dan/atau gugusan

pulau dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia

secara berkelanjutan.

Pasal 18

Pemerintah dan pemerintahan Daerah Kepulauan harus memanfaatkan nilai

budaya, kearifan lokal, dan adat istiadat dari masyarakat Daerah Kepulauan

sebagai dasar pembentukan kebijakan pembangunan Daerah Kepulauan.

Pasal 19

Pemerintah dan Pemerintahan Daerah Kepulauan harus mengatur secara

proporsional pengembangan struktur kependudukan, perbaikan terhadap

daerah yang terisolasi, dan sosial masyarakat Daerah Kepulauan serta

memantapkan budaya pembangunan Daerah Kepulauan.

Paragraf 4

Sumber Daya Manusia

Pasal 20

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan memberdayakan

masyarakat Daerah Kepulauan dengan:

a. meningkatkan kualitas pendidikan, pelatihan, dan penyuluhanmasyarakat Daerah

Kepulauan;

b. menjamin ketersediaan lapangan kerja sesuai potensi DaerahKepulauan;

c. mengutamakan penggunaan dan pengembangan teknologi tepat guna dan ramah

lingkungan dengan memanfaatkan kearifan lokal;dan

d. menumbuhkembangkan adat-istiadat dan budaya lokal.

(2) Selain pemberdayaan masyarakat Daerah Kepulauan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan

dapat melakukan pemberdayaan sesuai dengan perkembangan dan

kebutuhan masyarakat Daerah Kepulauan.

Paragraf 5

Pembangunan Kelautan

Pasal 21

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan merencanakan dan

membangun infrastruktur kelautan dan sarana pelayanan masyarkat

secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan dan karakteristik Daerah

Kepulauan melalui pendekatan gugusan pulau.

(2) Pembangunan infrastruktur kelautan dan sarana pelayanan masyarakat

pada Daerah Kepulauan harus dilakukan sebagai prasyarat penciptaan

iklim investasi, memacu peningkatan produksi perikanan rakyat serta

menjamin kelancaran transportasi umum secara terpadu, aman dan

nyaman.

(3) Infrastrukur kelautan dan sarana pelayanan masyarakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), meliputi dermaga laut dan fasilitas pelabuhan,

fasilitas keamanan pelayaran, pelabuhan pendaratan ikan dan fasilitasnya,

laboratorium pengendalian mutu perikanan, sarana pelayaran, bandar

udara di Daerah Kepulauan, fasilitas perlistrikan di Daerah Kepulauan,

fasilitas transportasi, dan komunikasi.

Pasal 22

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan melakukan pembangunan

lingkungan dan ekosistem laut Daerah Kepulauan untuk menjaga dan

memelihara keberlanjutan ekosistem laut dan meningkatkan produktifitas

sumberdaya kelautan.

(2) Pemerintah memfasilitasi penetapan dan pengembangan kawasan

konservasi perairan Daerah Kepulauan sesuai peraturan perundangundangan.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan bertanggung jawab

terhadap perlindungan dan pelestarian lingkungan laut Daerah

Kepulauan.

Paragraf 6

Pembangunan Hukum

Pasal 23

Pemerintahan Daerah Kepulauan diberikan kewenangan untuk melakukan

pembangunan tata hukum Daerah Kepulauan yang didasarkan pada nilai-nilai

hukum adat di masyarakat Daerah Kepulauan dan disesuaikan dengan

peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Pengawasan

Pasal 24

(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan

rencana pembangunan Daerah Kepulauan antarprovinsi.

(2) Gubernur membantu pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dengan mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan

di Daerah Kepulauan.

Bagian Kelima

Evaluasi

Pasal 25

(1) Menteri melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan

rencana pembangunan Daerah Kepulauan di tingkat nasional.

(2) Gubernur melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan

rencana pembangunan di Daerah Kepulauan.

(3) Evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setiap tahun secara menyeluruh dan

untuk pertama kali dilakukan setelah akhir tahun ketiga sesudah UndangUndang ini

diberlakukan

Pasal 26

Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 meliputi evaluasi terhadap:

a. perencanaan pembangunan Daerah Kepulauan;

b. pelaksanaan rencana pembangunan Daerah Kepulauan; dan

c. hasil rencana pembangunan Daerah Kepulauan.

Pasal 27

Pedoman perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengawasan Daerah

Kepulauan yang meliputi standar, norma, prosedur, penghargaan, dan sanksi

diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VII

PENDANAAN

Pasal 28

Pendanaan terhadap percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan bersumber

dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan

belanja daerah.

Pasal 29

Sumber-sumber penerimaan Daerah Kepulauan meliputi:

a. pendapatan asli Daerah Kepulauan;

b. dana perimbangan;

c. penerimaan Daerah Kepulauan dalam rangka percepatan pembangunan;

d. Pinjaman daerah; dan

e. lain-lain penerimaan yang sah.

Pasal 30

Sumber pendapatan asli Daerah Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 huruf a terdiri dari:

a. Pajak Daerah;

b. Retribusi Daerah;

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah

lainnya yang dipisahkan; dan

d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Pasal 31

(1) Dana perimbangan untuk Daerah Kepulauan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 29 huruf b merupakan dana alokasi umum dan dana alokasi

khusus.

(2) Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan

kesatuan wilayah darat, laut, dan udara.

(3) Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

dengan memberikan prioritas pada Daerah Kepulauan.

Pasal 32

(1) Penerimaan Daerah Kepulauan untuk percepatan pembangunan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c diperoleh dari penerimaan

khusus yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) dari plafon dana

alokasi umum yang diutamakan untuk pembiayaan pendidikan,

kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.

(2) Penerimaan Daerah Kepulauan untuk percepatan pembangunan,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 25 (dua puluh

lima) tahun.

(3) Pemerintah melakukan evaluasi terhadap penggunaan dana penerimaan

Daerah Kepulauan untuk percepatan pembangunan setiap 1 (satu) tahun

sekali.10

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang penerimaan Daerah Kepulauan untuk

percepatan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33

(1) Pinjaman daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d terdiri

atas pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri

(2) Pinjaman dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

mendapat persetujuan DPRD.

(3) Pinjaman luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Daerah

Kepulauan harus mendapat pertimbangan dan persetujuan Pemerintah

setelah mendapat persetujuan DPRD Daerah Kepulauan dengan

berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman Daerah Kepulauan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

PARTISIPASI MASYARAKAT

Pasal 34

Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan mewujudkan, menumbuhkan,

dan meningkatkan kesadaran serta tanggung jawab masyarakat Daerah

Kepulauan dalam upaya partisipasi masyarakat, dalam:

a. perencanaan pembangunan Daerah Kepulauan;

b. pelaksanaan pembangunan Daerah Kepulauan;

c. pengambilan keputusan;

d. pelaksanaan evaluasi;

e. kemitraan antarmasyarakat, swasta, dan Pemerintah/Pemerintah Daerah

Kepulauan;

f. pengembangan dan penerapan kebijakan nasional di bidang lingkungan

hidup;

g. pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan; dan

h. penyediaan dan penyebarluasan informasi lingkungan.

Pasal 35

(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam

pengelolaan dan pemanfaatan Daerah Kepulauan.

(2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. orang perseorangan;

b. kelompok/organisasi masyarakat;

c. masyarakat adat; dan/atau

d. pemangku kepentingan lain.

(3) Untuk memudahkan masyarakat berpartisipasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kepulauan menyediakan

data dan informasi terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan Daerah

Kepulauan untuk dapat diakses dengan mudah.

Pasal 36

(1) Dalam menjalankan partisipasi masyarakat, masyarakat Daerah Kepulauan

memiliki hak dan kewajiban.11

(2) Hak masyarakat di Daerah Kepulauan meliputi:

a. memperoleh akses terhadap perairan Daerah Kepulauan;

b. memperoleh kompensasi karena hilangnya akses terhadap sumber daya alam yang

menjadi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan;

c. melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan hukum adat yang

berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan;

d. memperoleh manfaat atas pelaksanaan pengelolaan Daerah Kepulauan;

e. memperoleh informasi berkenaan dengan pengelolaan Daerah Kepulauan;

f. mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian

yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan Daerah

Kepulauan;

g. menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan yang sudah diumumkan

dalam jangka waktu tertentu; dan

h. melaporkan kepada penegak hukum atas pencemaran dan/atau perusakan Daerah

Kepulauan yang merugikan kehidupannya.

(3) Kewajiban msyarakat di Daerah Kepulauan terdiri atas:

a. menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian Daerah Kepulauan;

b. menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau perusakan

lingkungan di Daerah Kepulauan; dan

c. memantau pelaksanaan rencana pengelolaan Daerah Kepulauan.

Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat Daerah Kepulauan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundangundangan yang

mengatur mengenai Percepatan Pembangunan Daerah

Kepulauan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan ketentuan dalam undang-udang ini.

Pasal 39

Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara

langsung dengan Daerah Kepulauan wajib mendasarkan dan menyesuaikan

pengaturannya pada Undang-Undang ini.

Pasal 40

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

PENJELASAN

ATAS

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR. . . TAHUN. . .

TENTANG

PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH KEPULAUAN

I. Penjelasan Umum

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan Negara

Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara

dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang undang.

Sebagai Negara Kepulauan yang berciri nusantara, Negara Kesatuan Republik Indonesia

mempunyai kedaulatan atas wilayahnya serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah

kedaulatannya dan kewenangan tertentu untuk dikelola sebesar-besarnya bagi

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan penegasan bahwa

“Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam hal ini sumber kekayaan

alam di laut harus dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat, terutama pada provinsi-provinsi

dengan karakteristik kepulauan. Oleh karena itu, provinsi-provinsi dengan karakteristik

kepulauan hendaknya mendapatkan perlakuan khusus dalam penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sesuai

dengan penegasan dalam Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan “Hubungan wewenang antara pemerintah pusat

dan pemerintahan Daerah Kepulauan, dan kabupaten atau antara provinsi dan kabupaten

diatur dengan undangundang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

Di lain pihak, Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menegaskan “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan

daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.

kekhususan dan keragaman Daerah Kepulauan yang secara geografis memperlihat

karakteristik khusus dimana wilayah laut lebih luas dari wilayah daratan, mengharuskan

adanya pengakuan dan perlakuan sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus

sehingga dapat mengalami perkembangan dalam penyelenggaraan pemerintahan,

pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat secara proporsional.Dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan komitmen

dan kesepakatan rakyat Indonesia untuk “khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan

Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”. Daerah Kepulauan yang merupakan

bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki karakteristik khas,

dimana luas wilayah laut lebih besar dari wilayah darat, apabila diatur secara hukum melalui

pengakuan dan perlakuan sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus, akan

mendorong penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkualitas. Hal ini

penting, mengingat komunitas masyarakat yang ada di Daerah Kepulauantersegregasi

berdasarkan teritorial pulau. Masalah yang dihadapi adalah, (a) terbatasnya sarana dan

prasarana pelayanan dasar; (b) terbatasnya kemampuan keuangan daerah; (c) sarana dan

prasarana tranportasi laut dan udara yang sangat minim; (d) biaya tranportasi dalam rangka

pelayanan pemerintahan yang sangat mahal; (e) terbatasnya aksesibilitas masyarakat secara

umum; (f) masih adanya isolasi fisik dan sosial; (g) adanya ketergantungan fiskal yang sangat

tinggi kepada Pemerintah; (h) belum berkualitasnya berbagai layanan pemerintahan baik

layanan publik maupun sipil; (i) masih adanya disparitas ekonomi antar daerah; (j)

rendahnya kualitas sumberdaya manusia.Pada dasarnya provinsi-provinsi yang memiliki

karakteristik sebagai suatu Daerah Kepulauan belum mendapat perhatian dari sudut

kekhususan dan keragaman daerah, sehingga dapat menjadi satuan pemerintahan daerah

yang bersifat khusus. Secara yuridis normatif, pengakuan dan penghormatan Negara

terhadap satuan pemerintahan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 18B

ayat (1), belum dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan maupun praktek

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan maupun pelayanan

masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan hukum melalui undang-undang

terhadap Daerah-Daerah Kepulauan menjadi satuan pemerintahan yang bersifat khusus,

sehingga sehingga dapat memacu pertumbuhan dalam dalam penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.Secara

geografis, daerah-daerah di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga karakteristik, (1)

daerah dengan karakteristik terestrial atau daerah kontinental; (2) daerah dengan

karakteristik terestrial akuatik dimana wilayah darat lebih besar dari wilayah laut; dan (3)

daerah akuatik terestrial dimana wilayah laut lebih besar dari wilayah darat atau Daerah

Kepulauan. Karakteristik geografis dari daerah-daerah ini perlu mendapat perhatian dalam

kebijakan Pemerintah sehingga adanya melalui pemerataan pembangunan secara

proporsional. Dalam konteks ini, pelaksanaan pemerataan dan percepatan pembangunan

daerah di seluruh wilayah Negara, hanya dapat dilakukan atas dasar pembedaan perlakuan

berdasarkan karakteristik wilayah yang berkeadilan dan berkepastian hukum. Pembedaan

perlakuan berdasarkan karakteristik Daerah Kepulauandilakukan melalui pemberian

kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah Kepulauan terutama

untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam laut bagi kepentingan pembangunan

Daerah Kepulauan. Untuk dapat memberikan kewenangan yang luas, nyata dan

bertanggung jawab melalui kebijakan yang sepenuhnya memperhatikan kekhususan Daerah

Kepulauan, maka dipandang perlu mengatur Daerah Kepulauan dengan undang-undang.

Perlunya pengaturan Daerah Kepulauan dalam undang-undang dilakukan, mengingat

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Daerah setelah dievaluasi, dipandang belum menampung sepenuhnya kekhususan

DaerahKepulauan yang dapat diperlakukan sebagai satuan pemerintahan daerah yang

bersifat khusus.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a

Asas kepastian hukum diperlukan untuk menjamin kepastian hukum yang

mengatur pengelolaan sumber daya DaerahKepulauan secara jelas dan dapat

dimengerti dan ditaati oleh semua pemangku kepentingan serta keputusan yang

dibuat berdasarkan mekanisme atau cara yang dapat dipertanggungjawabkan dan

tidak memarjinalkan masyarakat Daerah Kepulauan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ”asas demokrasi ekonomi” adalah sistem

perekonomian berdasarkan kedaulatan rakyat demi terwujudnya kemakmuran dan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Huruf c

Asas keberlanjutan diterapkan agar :

1. pemanfaatan sumber daya tidak melebihi kemampuan regenerasi sumber

daya hayati atau laju inovasi substitusi sumber daya nonhayati Daerah

Kepulauan;

2. pemanfaatan Sumber Daya Daerah Kepulauan saat ini tidak boleh

mengorbankan (kualitas dan kuantitas) kebutuhan generasi yang akan datang

atas sumber daya DaerahKepulauan; dan

3. pemanfaatan sumber daya yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan

secara hati-hati dan didukung oleh penelitian ilmiah yang memadai.

Huruf d

Asas keterpaduan dikembangkan dengan:

1. mengintegrasikan kebijakan dengan perencanaan berbagai sektor

pemerintahan secara horizontal dan secara vertikal antara pemerintah dan

pemerintah daerah;danmengintegrasikan ekosistem darat dengan ekosistem

laut berdasarkan masukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

untuk membantu proses pengambilan putusan dalam Pengelolaan Daerah

Kepulauan.

Huruf e

Asas peran serta masyarakat dimaksudkan:

1. agar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil mempunyai peran dalam

perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pengawasan dan pengendalian;

2. memiliki informasi yang terbuka untuk mengetahui kebijaksanaan

pemerintah dan mempunyai akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber

daya pesisir dan pulau-pulau kecil;

3. menjamin adanya representasi suara masyarakat dalam keputusan tersebut;

4. memanfaatkan sumber daya tersebut secara adil.

Huruf f

Yang dimaksud dengan ”asas keterbukaan” adalah adanya keterbukaan bagi

masyarakat untuk memperoleh informasi.Yang dimaksud dengan ”asas kemitraan”

adalah kesepakatan kerja sama antarpihak yang berkepentingan berkaitan dengan

pengelolaan Daerah Kepulauan.

Huruf g

Yang dimaksud dengan ”asas desentralisasi” adalah penyerahan wewenang

pemerintahan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus urusan pemerintahan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

PulauPulau Kecil.

Huruf h

Yang dimaksud dengan ”asas akuntabilitas” adalah pengelolaan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan secara terbuka dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Huruf i

Yang dimaksud dengan ”asas keadilan adalah asas yang berpegang pada

kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenang dalam

pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pasal 3

Cukup Jelas.

Pasal 4

Cukup Jelas.

Pasal 5

Cukup Jelas.

Pasal 6

Cukup Jelas.

Pasal 7

Cukup Jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-

pulau atau karang terluar suatu Daerah Kepulauan ke arah laut lepas atau perairan

kepulauan” adalah garis pangkal.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “nelayan kecil” adalah nelayan masyarakat tradisional

Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara tradisional, dan

terhadapnya tidak dikenakan surat izin usaha dan bebas dari pajak, serta bebas menangkap

ikan di seluruh pengelolaan perikanan dalam wilayah Republik Indonesia.

Pasal 9

Cukup Jelas.

Pasal 10

Cukup Jelas.

Pasal 11

Cukup Jelas.

Pasal 12

Cukup Jelas.

Pasal 13

Cukup Jelas.

Pasal 14

Cukup Jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kawasan industri kepulauan” adalah suatu kawasan

industri yang dipersiapkan seluruh infrastruktur dan prasarana dan sarana umum

yang dibutuhkan untuk investasi suatu proses produksi (barang dan jasa) dari

komoditas unggulan yang berbasis kepulauan.

Jenis-jenis industri kepulauan antara lain:

a. industri pembuatan kapal;

b. industri galangan kapal;

c. industri budidaya ikan;

d. industri perikanan tangkap;

e. industri pertambangan;

f. industri pertanian;

g. industri perternakan; dan/atau

h. industri pariwisata.

Pasal 16

Cukup Jelas.

Pasal 17

Cukup Jelas.

Pasal 18

Cukup Jelas.

Pasal 19

Yang dimaksud dengan “budaya pembangunan Daerah Kepulauan” adalah etos

kerja, efisien, efektivitas, tepat waktu, tidak korupsi, transparansi, dan akuntabel.

Pasal 20

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan meningkatan kualitas pendidikan adalah dilaksanakan

melalui pendidikan formal dan non formal dengan menitiberatkan karakteristik

Daerah Kepulauan agar masyarakat pada pulau dan/atau gugusan pulau dapat

mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia secara

berkelanjutan.18Pelaksanakan pendidikan formal dilaksanakan dengan mendirikan

SMP, SMA, SMK, universitas yang bergerak di bidang kelautan, perkapalan,

perikanan serta pendidikan non formal melalui pelatihan, dan penyuluhan

masyarakat Daerah Kepulauan.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 21

Cukup Jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup Jelas.

Pasal 24

Cukup Jelas.

Pasal 25

Cukup Jelas.

Pasal 26

Cukup Jelas.

Pasal 27

Cukup Jelas.

Pasal 28

Cukup Jelas.

Pasal 29

Cukup Jelas.

Pasal 30

Cukup Jelas.

Pasal 31

Cukup Jelas.

Pasal 32

Cukup Jelas.

Pasal 33

Cukup Jelas.

Pasal 34

Cukup Jelas.

Pasal 35

Cukup Jelas.

Pasal 36

Cukup Jelas.19

Pasal 37

Cukup Jelas.

Pasal 38

Cukup Jelas.

Pasal 39

Cukup Jelas.

Pasal 40

Cukup Jelas.

JURUSAN ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN