Ards

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress syndrome-ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru, biasanya akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis, hal ini ditandai dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru yang menurun, dan infiltrate difus bilateral pada radiologi dada. Oksigenasi yang adekuat, penistirahatan paru, dan perawatan suportif adalah dasar-dasar terapi. Pengelolaan sindrom gangguan pernapasan akut sering membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Pemberian volume tidal yang rendah dan tekanan ventilator yang rendah dianjurkan untuk menghindari cedera akibat ventilator. Koreksi tepat waktu dari kondisi klinis sangat penting untuk mencegah cedera lebih lanjut. Percobaan eksperimental menunjukkan penggunaan berbagai obat-obatan yang diberikan sesuai patofisiologi belum berkhasiat secara klinis. Komplikasi seperti pneumotoraks, efusi pleura, dan pneumonia fokal harus diidentifikasi dan segera diobati. Selama dekade terakhir, angka kematian menurun dari lebih 50% menjadi 32-45%. Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan organ multisystem daripada kegagalan pernapasan saja. 1 1

description

hghdhdj

Transcript of Ards

Page 1: Ards

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress syndrome-ARDS)

merupakan manifestasi cedera akut paru, biasanya akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat.

Secara klinis, hal ini ditandai dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru yang menurun, dan

infiltrate difus bilateral pada radiologi dada. Oksigenasi yang adekuat, penistirahatan paru, dan

perawatan suportif adalah dasar-dasar terapi. Pengelolaan sindrom gangguan pernapasan akut

sering membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Pemberian volume tidal yang

rendah dan tekanan ventilator yang rendah dianjurkan untuk menghindari cedera akibat

ventilator. Koreksi tepat waktu dari kondisi klinis sangat penting untuk mencegah cedera lebih

lanjut. Percobaan eksperimental menunjukkan penggunaan berbagai obat-obatan yang diberikan

sesuai patofisiologi belum berkhasiat secara klinis. Komplikasi seperti pneumotoraks, efusi

pleura, dan pneumonia fokal harus diidentifikasi dan segera diobati. Selama dekade terakhir,

angka kematian menurun dari lebih 50% menjadi 32-45%. Kematian biasanya terjadi akibat

kegagalan organ multisystem daripada kegagalan pernapasan saja.1

ARDS merupakan tipe gagal nafas yang merupakan hasil dari beberapa bentuk penyakit

yang menyebabkan sejumlah besar cairan terkumpul dalam paru yang bukan disebabkan oleh

kelainan jantung (edema paru non cardiac), onsetnya berlangsung cepat. Berdasarkan

penyebabnya secara garis besar ARDS disebabkan oleh dua hal, yang pertama yaitu disebabkan

oleh Hipoksia atau kegagalan sirkulasi, dan yang kedua karena paparan iritan paru akut. Pada

beberapa kasus, penyebab ARDS tidak spesifik, namun yang pasti perkembangan ARDS

berlangsung dalam waktu yang cepat berkisar antara 12-48 jam sampai beberapa hari setelah

pemicu awal.2

Pada paru terdapat kapiler-kapiler yang berhubungan dengan alveolus pada bronkus. Ini

merupakan tempat yang penting dimana oksigen lewat dari udara yang diinhalasi ke dalam

darah, yang kemudian membawa oksigen ke seluruh tubuh. Trauma pada paru yang merusak

1

Page 2: Ards

alveolocapillary junction menyebabkan kebocoran cairan ke dalam alveoli yang memenuhi

alveoli sehingga udara tidak dapat masuk. kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi

peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan edema

alveoli dan interstitial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan

merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelektasis kongesti

yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi kaku dan keluwesan paru

(compliance) menurun. Kapasitas sisa berfungsi (fungsional residual capacity) juga menurun.1,4

Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal pernafasan pada orang

dewasa dan penyebab hipoksemia adalah ketidak seimbangan ventilasi-perfusi, hubungan

arterio-venus (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolaps) dan kelainan difusi alveoli-kapiler

sebab penebalan dinding alveoli-kapiler. Penanganan yang lambat pada pasien ARDS akan

menyebabkan terjadinya kematian, maka diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai

gejala dan patofisiologi dari ARDS.1,3,4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) pertama kali diperkenalkan oleh Ashbaugh

pada tahun 1967, merupaka sindrom klinis yang ditandai dengan dispnea dengan onset cepat,

hipoksemia, dan infiltrate paru luas yang menyebabkan terjadinya gagal nafas (gagal respirasi).

Penyebab dari kelainan ini dapat berupa cedera yang langsung mengenai jaringan paru maupun

2

Page 3: Ards

penyakit-penyakit yang berada di luar jaringan paru. Sindrom ini awalnya disebut acute

respiratory distress in adults (untuk membedakan dengan neonatus).3,4

2.2 EPIDEMIOLOGI

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu jenis keadaan yang

membutuhkan penanganan kegawatdaruratan di bidang kedokteran. Pada ARDS akan terjadi

perlukaan pada jaringan paru oleh berbagai macam sebab yang ditandai dengan adanya

peningkatan permeabilitas membrane alveolus-kapiler secara difus, yang kemudian akan

mengakibatkan terjadinya edema dan inflamasi luas pada jaringan paru. Pada keadaan seperti ini,

proses difusi udara respirasi melalui membran alveolus-kapiler akan terhambat mengakibatkan

terjadinya sintas (shunting) dan hipoksemia pada penderitanya. Pada era penanganan kedokteran

yang modern sekalipun (dengan penanganan di Intensive Care Unit dan menggunakan

ventilator), angka kematian yang disebabkan ARDS masih tinggi berkisar antara 40% hingga

50%.3,4

Penyakit ini tidak saja disebabkan oleh proses-proses kerusakan yang langsung mengenai

jaringan paru, namun disebabkan pula oleh proses yang berlangsung sistemik. Disebabkan oleh

hal tersebut di atas, maka kecurigaan untuk munculnya ARDS pada seseorang harus tetap

diwaspadai, terutama pada pasien dengan penyakit sistemik yang berat dan multiple.3,5,6

Insidens dari ARDS adalah sebesar 58,7/100000. Di Amerika Serikat diperkirakan setiap

tahunnya terdapat 141.500 kasus ARDS, menyebabkan kematian sekitar 74.500 penderitanya,

dan menambah 3,6 juta dari hospitalisasi yang dibutuhkan, sedangkan data di Indonesia belum

ada. Secara umum angka kematian pada pasien ARDS adalah sebesar 50-70%, dimana angka

kematian ini dapat ditekan hingga berkisar 30-40% setelah era penggunaan ventilator.3,5

2.3 ETIOLOGI

Inflamasi ekstensif luas paru-paru pada ARDS merupakan proses patogenesis dalam

respon terhadap berbagai penyebab yang menyebabkan kerusakan paru secara langsung maupun

tidak langsung. Beberapa penyebab dari ARDS dapat dilihat pada tabel 1.Acute Lung Injury

3

Page 4: Ards

(ALI) merupakan bentuk kelainan serupa dalam spektrum yang lebih rendah, namun potensial untuk

berevolusi menjadi ARDS.3,5

Tabel 1.Faktor risiko terjadinya ARDS

Penyakit yang terjadi di jaringan paru Penyakit yang terjadi di luar paru

Pneumonia

Aspirasi dari isi lambung

Kontusio paru

Kasus tenggelam

Inhalasi zat toksik

Sepsis

Trauma berat

Fraktur tulang multipel

Iga gambang

Trauma Kepala

Luka Bakar

Transfusi berulang

Overdosis Obat

Pankreatitis

Paska Pintas Kardiopulmoner

Dikutip dari: 3,4

Faktor-faktor yang mempengaruhi atau meningkatkan risiko terjadinya ARDS sangat

banyak, tidak semua pasien dengan penyebab dasar berkembang menjadi ARDS. Berbagai

variasi klinik dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya ARDS termasuk diantaranya

peminum alkohol, hipoproteinemia, usia lanjut, keparahan penyakit dan luasnya kerusakan

diukur dengan skor APHACHE, hipertransfusi produk darah, dan merokok.3,5

2.4 PATOFISIOLOGI

Ketika kapiler paru dan epitel alveoli mengalami kerusakan, plasma dan darah akan

bocor menuju ke interstisial dan ruang-ruang intraalveolar. Hasilnya, terjadi penumpukan cairan

dan atelektasis pada alveolus. Atelektasis merupakan mekanisme yang mengikuti upaya paru

4

Page 5: Ards

untuk mengurangi aktivitas surfaktan. Kerusakan ini tidak bersifat homogen dan hanya

mempengaruhi daerah paru yang terkena. Dalam dua sampai tiga hari, terjadi inflamasi

interstisial dan bronkoalveolar serta poliferasi sel-sel interstisial dua hingga tiga minggu

kemudian. Perubahan patologis ini mengakibatkan penurunan komplikasi paru, menurunkan

kapasitas residual fungsional, ketidakseimbangan ventilasi/perfusi, hipoksemia hebat, serta

hipertensi pulmonal.1

Pada ARDS, paru-paru akan melalui tiga fase: eksudatif, proliferasi, dan fibrosis, tetapi

tentu saja masing-masing fase dan perkembangan penyakit secara keseluruhan bervariasi. Pada

tahap eksudatif, kerusakan pada epitel alveolar dan endoteliium vaskular mengakibatkan

kebocoran cairan, protein, sel inflamasi dan sel darah merah ke lumen alveolus dan interstitium.

Perubahan ini disebabkan oleh interaksi kompleks dari mediator pro-inflamasi dan anti-iflamasi.1

Sel alveolar tipe I mengalami kerusakan ireevrsibel dan ruang yang rusak diisi oleh

protein, fibrin, dan debris sel, dan memproduksi membran hialin, sementara cedera pada sel-sel

penghasil surfaktan tipe II megakibatkan kolaps alveolar. Pada fase proliferatif, sel tipe II

berpoliferasi dengan beberapa regenerassi, reaksi fibroblastik, dan remodeling sel epitel. Pada

beberapa pasien, ini berkembang menjadi fase fibrosis ireversibel melibatkan deposisi kolagen

pada alveolar, vaskuler, dan interstisial dengan pengembangan microcysts.1

ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,

meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,

misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24

jam dari waktu cedera paru. Durasi sindom dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa

minggu. 5

2.5 GAMBARAN KLINIS

Perkembangan ARDS biasanya cepat, terjadi dalam waktu 12-48 jam dari penyakit

penyebab. Inflamasi yang terjadi di paru menurunkan komplain paru sehingga menyebabkan

peningkatan usaha paru untuk bernafas, tidal volume kecil dan takipnu. Pernapasan yang cepat

5

Page 6: Ards

atau oksigenasi rendah, pasien dengan ARDS secara khusus mempunyai analisis gas darah awal

yang emnunjukkan PaO2 kurang dari 50-55 mmHg dan pulse oymetry mencatat kurang dari 85%

saturasi O2 arterial.2,3,5,6

Gambar1. Alveolus Normal

Dikutip dari: 2

PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.5

Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta menigkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien stabil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya dri DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.1,5

6

Page 7: Ards

2.6 DIAGNOSIS

Pendekatan klinik untuk mendiagnosis ARDS dilakukan dengan beberapa cara, pertama

melalui pemerikasaan radiografi dada, pada kasus yang berkembang menjadi ARDS gambaran

radiografinya menunjukkan infiltrat alveolus bilateral difus yang konsisten dengan edema paru,

onset awal infiltrat biasanya bervariasi dari ringan atau padat, insterstitial atau alveolus, tersebar

atau konfluen. Infiltrat di rontgen dapat tidak berhubungan dengan derajat hipoksemia, sebagai

contoh pasien dengan stadium awal ARDS mengalami hipoksemia berat dengan gambaran

infiltrat tersebar asimetris yang diinterpretasikan sebagai pneumonia.2,3,5,6,7

Gambar 2. Penampakan Radiologis ARDS

Dikutip dari: 4

Pemeriksaan laboratorium spesifik untuk diagnosis ARDS tidak ada, tetapi analisis gas

darah penting untuk mengkonfirmasi diagnosis ARDS diamana PaO2/ FiO2 abnormal.

Bronkoskopi dengan Bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan pemeriksaan penting untuk

mengevaluasi pasien yang belum jelas berkembang menjadi ARDS. Suatu keadaan yang mirip

dengan klinis ARDS adalah Acute Lung Injury (AL), tetapi pada ALI kadar PaO2/ FiO2 dalam

darah arteri antara 200-300 mmHg. Tabel 2 nerikut ini menunjukkan kriteria diagnosis

ALI/ARDS berdasarkan AECC. Selanjutnya akan dibicarakan tentang ARDS ditinjau dari aspek

imunologinya. 2,3,5,6

7

Page 8: Ards

Tabel 2. Kriteria Diagnosis ALI/ARDS

Variabel Klinik ALI ARDS

OnsetHipoksemiaRadiografi dadaPenyebab nonkardiak

AkutPaO2/FiO2 ≤ 300 mmHgInfiltrat bilateralTidak ada bukti klinikHipertensi atrium kiri atauPulmonary capillary wedgePressure ≤ 18 mmHg

AkutPaO2/FiO2 ≤ 200 mmHgInfiltrat bilateralTidak ada bukti klinikHipertensi atrium kiri atauPulmonary capillary wedgePressure ≤ 18 mmHg

Dikutip dari: 3

2.7 ASPEK IMUNOLOGIS ARDS

Aspek imunologis Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) meliputi berbagai aspek

diantaranya adalah cedera jaringan paru, kerusakan endotel paru kapiler paru, kerusakan epitel

alveolus, peranan koagulasi dan Gambaran patologi yang terjadi selama berlangsungnya ARDS.6

2.7.1 CEDERA JARINGAN PARU

A. Neutrofil

Beberapa studi membuktikan peran penting neutrofil dalam pathogenesis kasus-kasus

ARDS. Pada studi histologist, ARDS ini menunjukkan tanda akumulasi neutrofil di paru. Untuk

menyebabkan kerusakan paru, neutrofil harus bertahan di paru, beerkontak erat dengan epitel dan

mengaktivasi pelepasan produk-produk inflamasi. Beberapa teori menjelaskan mekanisme

neutrofil menetap di paru. Teori pertama menunjukkan bahwa bertahannya neutrofil karena

interaksi antara molekul adhesi pada permukaan sek neutrofil dan sel-sel endotel (Gambar 3).

Molekul adhesi itu seperti P selektin, ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) dan CD

11/CD 18. Teosi kedua, neutrofil bertahan di sirkulasi paru karena induksi kekakuan.6,8,9

Neutrofil yang teraktivasi menyebabkan pelepasan berbagai produk sitotoksik, yang akan

merusak epitel alveolus. Produk-produk tersebut termasuk reactive oxygen species/nitrogen

species (ROS/NOS), peptide kationik, eicosanoid, dan enzim-enzim proteolitik. Disamping itu

neutrofil juga melepaskan growth factor (GF), sitokin-sitokin, dan kemokin yang menyebabkan

8

Page 9: Ards

respon inflamasi di paru. Produk-produk kerusakan potensial lainnya yang dilepaskan neutrofil

termasuk platelet activating factor (PAF) dan metabolit asam arakidonat seperti leukotrien.6,9

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan

menyebabkan dinding endotel lisis, akibatnya endotel terbuka. Protease merusak matrik

ekstraseluler paru yang akan mempermudahkan migrasi neutrofil dari kapiler ke ruang udara.

Enzim protease yang dominan dilepaskan oleh neutrofil pada ARDS adalah neutrofil elastase.

Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang akan

mempengaruhi oksigenasi mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut endotel

menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel

tersebut menyebabkan terjadinya kebocoran vascular (vascular leak) sehingga menyebabkan

kerusakan organ multipel.6,9

Gambar 3. Kerusakan alveolus selama Fase Aktif

Dikutip dari: 2

9

Page 10: Ards

Dari sampel cairan edema paru dan bilasan bronkus (broncholaveolar lavage) pasien

dengan ARDS menunjukkan dominasi neutrofil, dan kadar neutrofil ini dihubungkan dengan

beratnya kerusakan dan buruknya prognosis. Pada sejumlah percobaan model binatang,

pengobatan dengan hambatan terhadap aktivasi neutrofil atau hambatan terhadap fungsinya dan

mencegah perkembangan ke arah acute lung injury. 6,8,9

Gambar 4. Perbandingan alveolus normal dengan alveolus yang rusak

Dikutip dari: 2

Kerusakan yang dihubungkan dengan neutrofil pada ARDS juga diatur oleh inhibitor

alami dari fungsi neutrofil. CC16 adalah inhibitor kemotaksis neutrofil yang telah diidentifikasi

pada bilasan cairan bronkoalveolar pasien ARDS. Inflamasi yang dimediasi neutrofil secara

normal diakhiri oleh fagositosis neutrofil dan dipindahkan dari ruang udara. Jalur primer untuk

memindahkan neutrofil apoptosis adalah melalui fagositosis oleh makrofag alveolar, suatu

10

Page 11: Ards

mekanisme membersihkan neutrofil tanpa dilanjutkan dengan pelepasan enzim-enzim proteolitik

potensial yang merugikan. Pada pasien dengan ARDS terdapat gangguan mekanisme

pembersihan neutrofil yang normal. Neutrofil yang diisolasi melalui bilasan bronkoalveolar dari

pasien ARDS mempunyai penurunan kadar apoptosis. Pada hewan percobaan, induksi apoptosis

neutrofil memperbaiki ARDS, dan onset apoptosis neutrofil terjadi secara bersamaan dengan fase

resolusi kerusakan paru. 6,7,8

B. Kemokin

Sitokin kemotaktik (kemokin) adalah peptide yang berperan primer dalam penarikan dan

aktivasi leukosit selama inflamasi. Tanda infiltrasi paru yang dihubungkan dengan terjadinya

ARDS adalah adanya infiltrasi leukosit. Migrasi leukosit ynag berlangsung secara besar

dilakukan oleh kemokin. Hubungan timbal balik dari respon awal sitokin, molekul adhesi, dan

susunan neutrofil mengerahkan neutrofil ke dalam paru (Gambar 4).6,7,8

Sejumlah unsure telah dikenali sebagai kemoatraktan neutrofil, diantaranya adalah

interleukin-8 (IL-8) dan leukotrin B4. Interlukin-8 (IL-8) merupakan sitokin inflamasi yang

fungsi utamanya sebagai kemoatraktan dan faktor aktivasi neutrofil. Interleukin-8 merupakan

activator poten neutrofil dengan kapasitas untuk meregulasi ekspresi molekul adhesi pada

permukaan neutrofil, meningkatkan peningkatan leukotrin B4 (LTB4), menginduksi kemotaksis

neutrofil dan meningkatkan perlengketan neutrofil pada sel endotelial dan epitelial. IL-8

berperan dalam sejumlah besar sekuester neutrofil dan bertahan di vaskuler alveolus serta

berakumulasi di ruang alveolus pada beragam penyakit, salah satunya termasuk ARDS.

Penelitian oleh Goodman dkk tahun 1998 mununjukkan bahwa IL-8 diproduksi dalam jumlah

yang lebih besar dibandingkan kemokin lainnya oleh makrofag alveolar manusia pada stimulasi

dengan lipoplisakarida (LPS). Hal ini menunjukkan bahwa LPS merupakan salah satu sumber

peningkatan IL-8. 6,7,9,10

Makrofag alveoli merupakan sumber utama kemokin, produksi IL-8, peptide growth

related oncogen (GRO), dan protein epithelial neutrophil activating (ENA) dalam ruang alveoli.

Makrofag alveoli merespon langsung produk-produk bakteri seperti lipopolisakarida bakteri dan

11

Page 12: Ards

prodeuk-produk dinding sel gram positif seperti asam leipotechoic. Berdasarkan jumlahnya, IL-8

diproduksi berlebihan mengikuti stimulus LPS. Sel-sel lain dalam alveoli juga memproduksi

kemokin α dan β serta memproduksi sitokin proinflamasi TNF-α dan IL-1β. Kemokin

proinflamasi CXC, GRO, CINC-2α (cytokine-induced neutrophil chemoattractant), dan MIP-2

(macrophage imflammatory protein) juga merupakan kemoatraktan neutrofil. Vanderbilt and

colleagues melaporkan bahwa isolasi sel alveoli tipe II meununjukkan mRNA kemokin ini

dengan kadar yang lebih tinggi daripada isolasi dari sel tipe I atau makrofag alveoli. Sel tipe II

juga mengekspresikan CXCR2, reseptor untuk kemokin ini. Perlukaan paru karena P. aeruginosa

muga menyebabkan peningkatan sel alveoli tipe II yang menunjukkan mRNA kemokin dan

protein GRO.6,8,9

Tabel 3. Kemokin yang terlibat dalam migrasi neutrofil

Kemokin Reseptor

Interleukin-8

Peptide growth related oncogen (GRO)

Protein epithelial neutrophil activating (ENA)

CINC-2α (cytokine-induced neutophil chemoattractant)

MIP-2 (macrophage imflamatory protein)

CXCR2

CXCR2

CXCR1

CXCR1

CXCR2

Dikutip dari: 3

Ekspresi MCP-1 (monocyte chemoattractant protein) yang berlebihan pada paru tidak

menyebabkan inflamasi paru tetapi mengakibatkan peningkatan infiltrasi monosit dan limfosit ke

dalam jalan napas. Pada penelitian, setelah provokasi endotoksin padan baboon, ada peningkatan

kadar TNF-α pada 2 jam setelahnya, yang diikuti 4 jam kemudian kadar puncak MCP-1.

Penambahan MCP-1 eksogen melindungi tikus dari lethal challenge bakteri atau endotoksin;

MCP-1 keseimbangannya bergeser ke arah sitokin antiinflamasi, dengan peningkatan IL-10 dan

penurunan IL-2.6,7,8

C. Komplemen

12

Page 13: Ards

Sistem komplemen adalah komponen sentral dari pertahanan penjamu. Aktivasi

komplemen dapat dihasilkan dari satau dari 3 jalur: 1.Jalur klasik, yang diaktivasi oleh kompleks

antigen-antibodi; 2.Jalur pengikatan lektin, yang diaktivasi oleh komponen polisakarida bakteri;

dan 3.Jalur alternativ, yang diaktivasi oleh kumpulan protein, endotoksin, dan berbagai senyawa

tidak larut. Ketiga jalur bertemu di level C3 convertase dan pada akhirnya menyebabkan

pembentukan MAC (membrane attack complex) dan lisis mikroorganisme.6,8,10

Komponen aktivasi komplemen dapat mengaktivasi sel endotel untuk memproduksi

radikal oksigen dan molekul adhesi, dapat menginduksi ekspresi kemokin, dan dapat menjadi

kemotaktik langsung neutrofil. Sebenarnya semua komponen komplemen dapat diproduksi

secara lokal di paru oleh sel alveolar tipe II, makrofag alveoli, dan fibroblast paru. Jadi sebagai

bagian dari eradikasi mikroorganisme, kaskade komplemen juga penting secara bermakna

memperbesar inflamasi paru dan akibatnya terjadi kerusakan paru.6,7,8

Beberapa percobaan dan data klinik menunjukkan peranan aktivasi komplemen pada

patofisiologi ARDS. Pada binatang percobaan, aktivasi sitem komplemen menyebabkan ARDS

dengan histopatologi yang sama pada ARDS manusia. Penghambatan kaskade komplemen

melalui deplesi komplemen umum atau melalui hambatan spesifik dari konversi C5a melindungi

binatang percobaan dari ARDS. Pasien dengan ARDS secara umum menunjukkan bukti aktivasi

komplemen yang luas (peningkatan kadar plasma komponen komplemen C3a dan C5a), dan

tingkat aktivasi komplemen dihubungkan dengan perkembangan dan dampak ARDS.6,8,9,10

2.7.2 KERUSAKAN ENDOTEL VASKULER PARU

Sel endotel (endothelial cells/ECs) sangat penting dalam pertahanan tuan rumah,

perbaikan, dan fisiologi inflamasi. Selain itu, endotel merupakan bagian penting antara inflamasi

dan jalur trombotik oada sepsis dan ARDS. Interaksi yang tidak teratur antara aktivasi atau

kerusakan endotel dengan leukosit sangat penting dalam eksperimen dan klinis sepsis, dan

menyebabkan sekuestrasi leukosit di intravaskuler paru-paru dan di dalam kompartemen alveoli.

Baru-baru ini studi di model murine menunjukkan bahwa sekuestrasi leukosit di paru-paru yang

diinduksi oleh LPS sebagian besar karena aktivasi endotel. Sel endotel yang dilepaskan ke dalam

sirkulasi pada pasien sepsis 3,5,6,8

13

Page 14: Ards

Aktivasi endotel vaskuler paru dapat disebabkan oleh sitokin, lipopolisakarida, dan

produk mikroba, dan perubahan ekstrim yang lain. Aktivasi endotel sebagian dibatasi dan

mempunyai respon bolak-balik terhadap inflamasi yang terjadi secara lokal atau sistemik, proses

aktivasi endotel ini menjadi tidak teratur dan tidak terkontrol pada ARDS.2,4,5,6

2.7.3 KERUSAKAN EPITEL ALVEOLUS

Epitel alveoli yang normal disusun secara dominan oleh sel epitel gepeng tipe 1 yang

menutupi 90% daerah permukaan alveolus berupa permukaan tipis untuk pertukaran gas dari

alveolus ke kapiler dan barir yang dapat melawan ekstravasasi cairan ke dalam ruang udara serta

mudah terjadi kerusakan. Sel epitel alveolus tipe II kuboid menutupi 10% dari permukaan

alveolus dan lebih tahan terhadap kerusakan. Sel epitel alveolus tipe II mempunyai beberapa

fungsi penting, termasuk memproduksi surfaktan dan transfer ion serta berfungsi juga sebagai sel

progenitor untuk regenerasi sel tipe I setelah mengalami kerusakan. Sel epitel tipe II juga

menyediakan proteksi penting melawan pembentukan edema yaitu meresopsi cairan dari ruang

udara. 3,5,6,10

Barir epitel secara normal lebih rapat dari barir endotelial. Hilangnya integritas epitel

menambah pembentukan edema alveolar. Edema yang mengandung protein merupakan

karakteristik ARDS akibat dari kerusakan kedua komponen endotel dan epitel membran alveoli

dan hilangnya kedua fungsi barir dan resopsi cairan. Edema paru karena peningkatan

permebailitas yang berlanjut, mengeksaserbasi fungsi surfaktan karena adanya protein serum,

dan enzim proteolitik pada ruang alveolus. Jika kerusakan epitel berat atau berulang,

ketidakteraturan atau perbaikan epitel yang tidak adekuat dapat berakhir dengan fibrosis. Pada

beberapa studi klinik, derajat kerusakan epitel alveolar merupakan predictor penting ARDS. 3,4,5,6

Lesi epitel pada studi-studi awal dari pasien yang meniggal akibat ARDS menunjukkan

spectrum dari pembengkakan sitoplasma, vakuolisasi, dan pembentukan bleb nekrosis dan

penggundulan lengkap sel epitel. Tingkat kehilangan fungsi sel-sel epitel ini pada ARDS

menunjukkan hubungannya dengan prognosis yang buruk. Studi yang sama menemukan bahwa

peningkatan rata-rata klirens cairan alveolus pada pasien yang menderita ARDS dihubungkan

14

Page 15: Ards

dengan jenis kelamin perempuan, tidak merokok, dan mempunyai faktor risiko ARDS seperti

sepsis, menyebabkan heterogenitas klinik dari klirens cairan alveoli yang bervariasi. 3,5,6

2.7.4 KOAGULASI / TROMBOSIS

Aktivasi platelet, interaksi dengan leukosit dan sel endotel, dan sekuestrasi di

mikrovaskuler adalah kunci kejadian percobaan klinik sepsis. Aktivasi platelet oleh thrombin,

atau platelet activating factor (PAF), yang dihasilkan pada sepsis menginduksi agregasi platelet,

membentuk agregasi dengan leukosit dan berinteraksi dengan endotel. Sekuestrasi platelet pada

mikrovaskuler potensial untuk memperpanjang sinyal interselluler dan memperkuat deposisi

fibrin dan menyebabkan obstruksi mikrovaskuler. 3,5,6

Aktivasi dan agregasi trombosit, mikrotrombi,dan deposisi intraalveolar merupakan

tampilan utama histologist ARDS dan perubahan pada koagulasi dan fibrinolisis sangat penting

pada kejadian ARDS. Deposisi fibrin dalam ruang alveolar adalah hasil dari ketidakseimbangan

antara koagulasi, protease fibrinolitik (plasmin dan activator plasminogen jenis urokinase atau u-

PA) dan antiproteases (plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)) dan ketersediaan plasma yang

diturunkan dari fibrinogen. 3,5,6

Protein C adalah antikoagulan plasma endogen yang memudahkan fibrinolisis dan

mengahambat thrombosis dan inflamasi. Kadar lebih rendah dari plasma protein berkaitan

dengan hasil klinis yang lebih buruk di ALI. Aktivasi protein C memerlukan reseptor protein C

endotel dan kompleks trombomodulin-trombin. Pada pasien dengan sepsis, terdapat peningkatan

kadar trombomodulin yang beredar pada permukaan sel endothelium, sehingga mengurangi

ketersediaan untuk aktivasi protein C pada permukaan endotel. 3,5,6

2.7.5 GAMBARAN PATOLOGIS ARDS

Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal nafas akut yang

merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non kardiak. Edema ini disebabkan oleh

karena adanya peningkatan permeabilitas membrane kapiler sebagai akibat dari kerusakan

alveolar yang difus. Selain itu, protein plasma diikuti dengan makrofag, neutrofil, dan beberapa

15

Page 16: Ards

sitokin akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus, yang kemudian akan menyebabkan

terjadinya dan berlangsungnya proses inflamasi, yang pada akhirnya dapat memperburuk fungsi

pertukaran gas yang ada. Pada keadaan ini membrane hialin (hialinisasi) juga terbentuk dalam

alveoli.3,5,7,8

Berdasarkan hukum starling, maka mekanisme utama terjadinya ekstravasi bahan – bahan

intravascular ke dalam jaringan paru disebabkan oleh karena adanya peningkatan dari

permeabilitas kapiler, bukan oleh karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik intravascular

sebagai mana terlihat pada edema pulmonal kardiogenik. Normalnya barier epitel alveolar sangat

rapat, melawan gerakan pasif walaupun molekul kecil seperti protein termasuk juga albumin dan

immunoglobulin. Sambungan protein yang rapat ini dipertahankan oleh sel epitel alveolar tipe 1

dan tipe II. Epitel alveolar mempunyai fungsi khusus pertukaran gas. Sel epitel alveolar tipe II

adalah sumber material aktif permukaan yang penting untuk memelihara stabilitas alveolus pada

pengisian gas paru. Sel epitel alveolus tipe I sama dengan sel tipe II, mempunyai kapasitas

memindahkan cairan alveoli yang berlebihan melalui transport ion. Sistematika patofisiologi

ARDS dapat dilihat diatas.3,5

Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase, yitu fase eksudatif,

fase proliteratif, fase fibrinolitik.

Gambar 5. Fase-fase patologi ARDS4

Fase eksudatif

16

Page 17: Ards

Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien ARDS, muncul lebih

kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak paparan pertama pasien dengan factor risiko.

Pada fase ini terjadi kerusakan dari sel endothelial kapiler alveolar dan pneumosit tipe I,

mengakibatkan penurunan kemampuan sawar alveolar untuk menahan cairan dan makromolekul.

Gambaran histologis berupa eosinofilik padat membrane hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel

membesar, sambungan interselular melebar dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan

membrane kapiler terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I juga

membesar dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di membrane basal. Lebih lanjut lagi

kelainan ini akan mengakibatkan terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh akumulasi sel-

sel radang, debris selular, protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak, menimbulkan

penurunan aerasi dan atelektaksis. Keadaan tersebut kemudian akan diperburuk dengan adanya

oklusi mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari kemampuan perfusi darah menuju ke

daerah ventilasi.2,3,5,7,8

Akumulasi dari kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas (shunting)

interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut hiperkarbia, disertai dengan

peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas pada

pasien. Secara radiologis, kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase awal

perkembangan ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang melibatkan

setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru. Lebih lanjut lagi, untuk membedakan

gambaran radiologis ARDS dengan gambaran radiologis edema pulmonal kardiogenik ialah pada

karakteristik ARDS jarang dijumpai kardiomegali, efusi pleura atau redistribusi vascular

pulmonal.2,3,5,7

Fase Proliferatif

Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative yang terjadi pada

hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Secara histologis akan terjadi perbaikan dari

mikrostruktur jaringan paru, ditandai dengan munculnya sel-sel pneumosit tipe 1 dan

pembentukan kembali surfaktan paru oleh sel pneumosit tipe2. Perubahan ini akan terlihat di

sepanjang membrane basal alveolar.2,3,5,8

17

Page 18: Ards

Fase proliferatif ditandai dengan organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru yang tetap

berat dan solid, dan secara mikroskopik integritas arsitektur paru-paru menjadi lebih kaku,

kapiler jaringan rusak dan ada progresifitas penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi

intimal jelas dalam pembuluh darah kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang

interstisial menjadi nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel

darah merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel alveolus tipe II berkembang dalam upaya untuk

menutupi epitel permukaan yang gundul dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I. Fibroblas menjadi

jelas dalam ruang interstisial dan kemudian di alveolar lumen. Hasil dari proses ini adalah

penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin dan puing-puing sel digantikan

oleh fibril kolagen. Tempat utama fibrosis adalah ruang intra-alveolar, tetapi juga terjadi di

dalam interstitium.2,3,5,8,10

Secra klinis akan terlihat perbaikan pada pasien, walaupun biasanya masih dijumpai

gejala-gejala seperti dyspnea, takipnea, dan hipoksemia. Pada beberapa pasien akan terjadi

perburukan keadaan histologis jaringan paru yang ditandai dengan perlukaan paru yang progresif

dan perubahan dini dari fibrosis pulmoner.2,3,5,8

Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)

Fase terakhir dari perkembangan ARDS adalah fase fibrotic yang hanya akan dialami

oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-3 atau ke-4 penyakit. Pada fase ini, secara

histopatologis edema alveolar dan eksudat inflamasi yang terlihat pada fase awal penyakit akan

mengalami perubahan menuju fibrosis duktal dan interstisial yang intensif. Struktural asiner akan

mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan terjadinya perubahan mirip emfisema dengan

munculnya bula-bula yang besar. Fibroproliferasi intimal juga akan terjadi pada jaringan

mikrosirkulasi pulmoner yang pada akhirnya akan menyababkan terjadinya oklusi vaskular yang

progresif dan hipertensi pulmoner. Pada akhirnya konsekuensi fisiologis yang muncul dari

perubahan perubahan yang terjadi ini adalah adanya peningkatan resiko dari pneumothoraks,

reduksi dari komplians paru, dan peningkatan dari ruang mati (dead space) pulmoner.2,3,5,8,10

Setelah fase akut dan eksudat ARDS, beberapa pasien tidak mempunyai komplikasi dengan

resolusi yang cepat. Yang lain berkembang menjadi kerusakan paru fibrotik, yang dapat diamati pada

biopsy 5-7 hari setelah onset ARDS. Fibrosis alveolitis merupakan respon perbaikan fibroproliferatif

18

Page 19: Ards

maladaptasi terhadap kerusakan komponen alveolus dan dihasilkan dari interaksi antara miofibroblas,

fibroblast, sel inflamasi akut dan sel epitel selama interaksi sitokin, growth factos, colony stimulating

factors, dan fibrin. Pasien meninggal dengan ARDS mempunyai tanda peningkatan paru oleh kolagen tipe

I dan III dan fibronectin. Penemuan fibrosis alveolitis pada biopsi paru dihubungkan dengan peningkatan

angka kematian ARDS. 2,3,5,8,10

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

Selain hipoksemia gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis pernapasan.

Namun, dalam ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis metabolic yang dengan atau tanpa

kompensasi respirasi dapat terjadi.2

Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan meningkat, tekanan

parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat. Pasien dengan ventilasi mekanik untuk ARDS

dapt dikondisikan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk mencapai tujuan volume

tidal yang rendah dengan tujuan menghindari cedera paru-paru terkait ventilator.2

Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab yang mendasarinya

atau omplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang berikut2:

Hematologi. Pada pasien sepsis, leucopenia atau leukositosis dapat dicatat.

Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan adanya koagulasi intravaskuler

diseminata (DIC). Factor von Willebrand (Vwf) dapat meningkat pada pasien beresiko

untuk ARDS dan dapat menjadi penanda cedera endotel.

Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam perjalanan ARDS,

mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus diawasi secara ketat.

Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalm pola cedera hepatoseluler atau

kolestasis.

Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) – I, IL-6, dan IL-8, yang meningkat

dalam serum pasien pada resiko ARDS.

19

Page 20: Ards

b. Radiologi

Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal dapat terlihat sejak dini

pada radiograf dada. Pada pasien dengan onset tidak langsung pada paru, radiograf awal

mungkin tidak spesifik atau mirip dengan gagal jantung kogestif dengan efusi ringan.1 Gambaran

dominan ARDS pada scan tomografi (CT) dada adalah konsolidasi difus dengan air

bronchograms, bula, efusi pleura, pneumomediastrium, dan pneumotoraks. CT scan dada harus

dipertimbangkan pada pasien gagal pernapasan untuk membantu koreksi klinis. CT scan dapat

mendeteksi komplikassi ARDS dan yang terkait dengan penempatan kateter dan tabung seperti

pneumotoraks, pneumomediastrium, pneumonia fokal, malposisi kateter, dan infark paru.1

c. Invasif hemodinamikmonitoring

Karena diagnosis diferensial ARDS meliputi edema paru kardiogeni, pemantauan

hemodinamk daengan kateter arteri pulmonalis (Swan-Ganz) dapat membantu dalam

membedakan edema paru kardiogenik dari noncardiogenic.2 Kateter arteri pulmonal melalui

introducer yang ditempatkan dalam vena sentral, biasanya vena jugularis atau subklavia kanan

internal. Hal ini memungkinkan pengukuran tekanan atrium kanan, tekanan ventrikel kanan,

tekanan arteri pulmonalis, dan tekanan oklusi arteri paru (PAOP)2

d. Bronkoskopi

Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi pada

pasien akut dnegna infiltrate paru bilateral. Sampel dapat diperoleh dengan bronkoskop bronkus

subsegmental dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap setelah memberikan cairan garam

nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage;UUPA). Cairan di analisis untuk diferensial sel,

sitologi, perak noda, dan Gram stain dan pemeriksaan kauntitatif.2

e. Pemeriksaan histologi

Perubahan histology dalam ARDS adalah kerusakan alveolar difus. Fase eksudatif terjadi

dalam beberapa hari pertama dan ditandai oleh edema interstisial, perdarahan dan edema

elveolar, kolaps alveolar, kongesti kapier paru, dan pembentukan membrane hialin. Perubahan

20

Page 21: Ards

histolohi tidak spesifik dan tidak memberikan informasi yang akan memungkinkan ahli patologi

untuk menentukan penyebab ARDS.8

2.9 PENATALAKSANAAN

Penataksanaan ARDS terdiri atass penatalaksanaan terhadap penyakit dasar yang

dikombinasikan dengan penatalksanaan suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang

adekuat dan optimalisasi fungsi hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi

tubuh akan bekerja dengan baik bila terjadi gagal multiorgan. Penatalaksanaan penyakit dasar

sangat penting, misalnya penatalaksanaan hipotensi dan eradikasi sumber infeksi pada sepsis.

Khas pada ARDS, hipoksemia yang terjadi refrakter terhadap terapi oksigen dan hal ini

kemungkinan diakibatkan adanya shunting (pirau) darah melalui daerah paru yang tidak

terventilasi yang disebabkan alveoli terisi eksudat protein dan terjadi etelektasis.5

Prinsip Manajemen ARDS5 :

Lakukan penentuan klinis dini kesulitan pernapasan. Lakukan penilaian obyektif dengan gas darah arteri dan radiografi dada. Menyediakan oksigen, saturasi memantau, dan menyelidiki factor-faktor resiko untuk

ARDS. Tentukan kebutuhan untuk intubasi dan ventilasi mekanik. Gunakan volume tidal yang rendah, tekanan dataran rendah, paru-pelindung strategi

ventilator. Optimalkan status cairan, nutrisi, dan toilet paru, dan mengobati komplikasi.

Pertimbangkan transfer ke pusat-pusat tersier untuk uji klinis dan tekhnik canggih.

Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan berbagai cara. Dengan menurunkan

tekanan arteri pulmonal berarti dapat membantu mengurangi kebocoran kapiler paru. caranya

ialah dengan retraksi cairan, penggunaan diuretic dan obat vasodilator pulmonary (nitric

oxide/NO). 4 Kebanyakan obat vasodilator arteri pulmonal seperti nitrat dan antagonis kalsium

juga dapat menyebabkan vasodilatasi sistemik sehingga dapat sekaligus menyebabkan hipotensi

dan perfusi organ yang terganggu. Obat-obat inotropik dan vasopresor seperti dobutamin dan

noradrenalin mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah sistemik dan curah

jantung yang cukup terutama pada pasien dengan sepsis (vasodilatasi sistemik). Inhalasi NO

telah digunakan sebagai vasodilator arteri pulmonal yang selektif. Karena diberikan secara

21

Page 22: Ards

inhalasi sehingga terdistribusi pada daerah di paru-paru yang menyebabkan vasodilatasi.

Vasodilatasi yang terjadi pada alveoli yang terventilasi akan memperbaiki disfungsi

ventilasi/perfusi sehingga dengan demikian fungsi pertukaran gas membaik. NO secara cepat

diinaktivasi oleh hemoglobin mencegah reaksi sistemik.4,7

Jika terjadi sepsis akibat ARDS, terapi empiric antibiotic mesti dimulai selagi kultur

dikerjakan. Kultur yang dipakai bisa berasal dari sputum atau aspirasi trakea. Kultur ini

membantu mendeteksi superinfeksi paru secara dini serta memantau terapi antibiotic. Untuk

memperkuat imunitas pencernaan, sebaiknya dalam 48 hingga 72 jam pasien sudah harus

dibiasakan makan dengan saluran pencernaan normal (jalur enteral).3,6 Kebanyakan pasien

memerlukan intubasi endotrakea dan ventilasi buatan dengan ventilator mekanis. Intubasi

endotrakea dan PPV face mask mesti dikerjakana jika frekuensi napas lebih dari 30 kpm atau jika

FiO2 lebih besar dari 60%. Tindakan ini dapat menjaga PO2 arteri tetap berada sekitar 70 mmHg

selama lebih dari beberapa jam. Sebagai alternative intubasi, continous positive airway pressure

(CPAP) dapat memberikan PEEP pasien ARDS sedang atau berat secra efektif. Prmasangan

masker napas ini mesti dipertimbangkan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran

karena beresiko aspirasi dan mesti digantikan dengan ventilator jika pasien mengalami

perburukan gejala ARDS.1,3

Pengaturan ventilator secara konvensional pada ARDS ialah kisaran volum tidal 10

hingga 15 mL/kg. PEEP 5-10 cm H2O, FiO2 <60%, dengan mode pengontrolan yang dipicu oleh

pasien (patient-triggered assisted-contol mode). Ventilasi dilakukan secra intermiten dengan

irama awal sebesar 10 hingga 12 napass permenit tentunya dengan PEEP.1,3

2.1 PROGNOSIS

Sampai tahun 1990, kebanyakan penelitian melaporkan angka kematian ARDS sekitar

40-70%. Namun, 2 laporan pada tahun 1990 melaporkan hal yang berbeda, berkisar antara 30-40

%. Penjelasan yang paling memungkinkan untuk hal ini adalah penaganan sepsi, penerapan

ventilasi mekanik, dan perawatan INtensif yang telah membaik. Sebagai catatan bahwa kematian

22

Page 23: Ards

pada pasien ARDS kebanyakan di perparah dengan kondisi sepsis (suatu faktor prognosis yang

parah) atau merupakan kegagalan multi organ dibanding kegagalan paru semata.8,9,10

Indeks oksigenasi dan ventilasi, termasuk rasio PaO2/ FIO2, tidak memprediksi

penampakan resiko kematian. Keparahan hipoksemia pada saat diagnosis tidak berhubungan

dengan angka bertahan hidup. Namun, kegagalan fungsi pulmonal untuk meningkat dalam

minggu pertama penanganan adalah faktor prognosis yang buruk.9Angka kejadian harus

diperhitungkan, pasien dengan ARDS lebih sering mendapat perawatan yang lama di rumah

sakit, dan mereka mudah untuk mendapatkan infeksi nosokomial, khususnya Ventilator

Associated Pneumonia (VAP). Sebagai tambahan, pasien mengalami penurunan berat badan

drastic, kelemahan otot, dan kecacatan fungsi dapat menetaap berbuulan-bulan setelah berbulan-

bulan keluar dari Rumah Sakit.11

Penyakit yang parah dan penggunaan ventilator mekanik merupakan predictor dari

abnormalitas yang menetap dalam fungsi paru. Pasien ARDS yang bertahan hidup akan

mengalami kerusakan fungsi bahkan setelah 1 tahun keluar dari rumah sakit. Dalam penelitian

dari 109 pasien yang bertahan hidup, spirometri dan volume paru normal pada 6 bulan, tetapi

capasitas keseluruhan masih tetap menurun,, berkisar 72% pada tahun pertama post ARDS, dan

hanya 49% yang kembali bekerjja. Kualitas kesehatan mereka otomatis dibawah normal. Namun,

tidak ada pasien yang tetap harus menggunakan oksigen selama 12 bulan. Abnormalitas

radiologis juag sembuh secara total dalam satu tahun pengobatan.12

Suatu penelitian yang memeriksa kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan

(HRQL) setelah mengalami ARDS mendapatkan hasil HRQL yang rendah secara keseluruhan

dari pada populasi umum setalah masa 6 bulan penyembuhan. Hal ini juga termasuk angka

kejadian, energi, dan isolasi sosial.11,12

23

Page 24: Ards

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom gawat nafas akut (ARDS) adalah bentuk khusus gagal nafas yang ditandai

dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional. ARDS

diawali dengan berbagai penyakit serius yang pada akhirnya menyebabkan edema paru difus

nonkardiogenik yang khas. Istilah ini diperkenalkan oleh peetty dan ashbaugh pada athun 1971

setelah mengamati gawat nafas akut yang mengancam nyawa pasien – pasien yang tidak

mengidap penyakit paru sebelumnya.

Meskipun sindrom ini dikenal dengan banyak nama lainya ( shock lung, wet lung, adult

hyaline membrane disease, stiff lung syndrome), istilah adult respiratory distress syndrome lebih

banyak diterima. Asosiasi Paru Amerika memperkirakan ada 27.000 orang yang menderita

ARDS setiap tahunnya, dan tingkat mortalitasnya lebih besar 50% pada tahun-tahun penelitian.

Prognosis yang buruk pada pasien dengan ARDS merupakan dorongan yang kuat untuk

menjelaskan mekanisme yang memulai cidera pembuluh darah paru. Mekanisme ini

kelihatannya bergantung pada interaksi sel-sel radang yang aktif, mediator humoral, sel-sel

endothelial. Pengobatan ARDS ditujukan untuk memperbaiki syok, asidosis, dan hipoksemia

yang menyertainya. Hampir semua pasien memerlukan ventilasi mekanis dan oksigen

konsentrasi tinggi untuk menghiindari hipoksia jaringan yang berat.

Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume merupakan

langkah besar dalam penanganan keadaan ini. PEEP membantu memperbaiki sindrom gawat

nafas dengan mengembangkan daerah yang sebelumnya mengalami atelektasis, dan

mengembalikan aliran cairan edema atelektasis dari kapiler. Kerena penimbunan cairan pada

paru merupakan masalah, maka pembatasan cairan dan terapi diuretic merupakan tindakan lain

yang penting dalam penanganan ARDS. Antibiotik yang tepat diberikan untuk mengatasi infensi.

Meskipun penggunaan Corticosteroid masih controversial, tetapi banyak pusat kesehatan

menggunakan kortikosteroid dalam penanganan ARDS walaupun manfaatnya masih belum jelas

diketahui.

24

Page 25: Ards

DAFTAR PUSTAKA

1. Udobi KF, Touijer K. Acute Respiratoty Distress Syndrome. Am Fam Physician. 2003

Januari 15;67 (2) :315-322

2. Ashbaugh DG, Bigelow DB, Petty TL. Acute respiratory distress in adults. Lancet. Aug

12 1967;2(7511):319-23.

3. Ware LB, Matthay MA. The Acute Respiratory Disress Syndrome. N Engl J Med 2000;

342:1334-1349

4. Amin Zulkifli, Purwoto J. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Dalam : Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

FKUI:2007: 178-79

5. Farid. Acute Respiratory Distress Syndrome Overview. Updated: 18 Februari 2014.

Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview

6. Harman EM. Acute Respiratory Distress Syndrome Treatment & Management. Update:

18 Februari 2014. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/165139-

treatment

7. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D. The Acute Respiratory Distress

Syndrome (http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM). Accesed on May 4, 2010.

8. Davidson TA, Caldwell ES, Curtis JR. Reduced quality of life in survivors of acute

respiratory distress syndrome compared with critically ill control patients. JAMA. Jan

27 1999;281(4):354-60. 

9. Davey-Quinn A, Gedney JA, Whiteley SM. Extravascular lung water and acute

respiratory distress syndrome--oxygenation and outcome. Anaesth Intensive

Care. Aug 1999;27(4):357-62. 

25

Page 26: Ards

10. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D. The Acute Respiratory Distress

Syndrome. N Engl J Med 2000; 342:1334-1349.

11. Levy BD, Shapiro SD. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). In : Fauci AS,

Hauser SL, Braunwald E, et al (eds). Harrison’s principle of internal medicine, 17 th

edition. New York: Mc Graw Hill Companies inc; 2007. P 1680-84.

12. Eloise M Harman, MD. Acute Respiratory Distress Syndrom. Emed.2010

26