Appendicitis
-
Upload
asmawatifitrye-junaidi-sorenggana -
Category
Documents
-
view
234 -
download
3
description
Transcript of Appendicitis
LAPORAN
PROJECT BASED LEARNING
“APPENDICITIS”
Disusun oleh:
NAMA : ASMAWATI FITRIANA J
NIM : 115070201111005
KELAS : REGULER 1
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
PjBL
1. DEFINISI APPENDICITIS
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit
ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, 2000).
Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2002), Apendisitis
adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau peradangan
infeksi pada usus buntu apendiks) yang terletak di perut kuadran
kanan bawah Apendisitis dan penyebab paling umum inflamasi
akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen serta
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat.
Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi
infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen
yang paling sering terjadi.
2. KLASIFIKASI APPENDICITIS
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni (medical jurnal,2005):
a) Apendisitis akut, dibagi atas:
1) Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal.
2) Appendisitis purulenta difus, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b) Apendisitis kronik, dibagi atas:
1) Apendisitis kronik fokalis atau parsial, setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
2) Apendisitis kronik obliteritiva yaitu appendiks miring,
biasanya ditemukan pada usia tua
Klasifikasi apendisitis menurut klinikopatologis (Bedah UGM, 2009):
a) Apendisitis akut.
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang
memerlukan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi
yang lebih buruk jika telah terjadi perforasi, maka komplikasi
dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan
komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang
didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut adalah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
seperti memerlukan obat pencahar.
Bila dilakukan penekanan kemudian dilepaskan pada titik
MC. Burney maka pasien apendisitis akut akan merasa sangat
nyeri. Penekanan juga dapat dilakukan di abdomen kiri bawah,
dikatakan apendisitis bila merasa nyeri pada abdomen kanan
bawah
Klasifikasi apendisitis akut:
1. Apendisitis akut simple: peradangan baru terjadi di mukosa
dan sub mukosa. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam
ringan. Apendisitis hiperemia dan tidak ada eksudat serosa.
2. Apendisitis supuratif: Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti, nyeri tekan tekan, nyeri lepas di titik
MC Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan
pasif.
3. Apendisitis akut Gangrenosa: didapatkan tanda-tanda
supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan
atau merah kehitaman.
b) Apendisitis infiltrate
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus,
sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan
massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
c) Apendisitis abses
Apendisitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi
nanah.
d) Apendisitis perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah
gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut
sehingga terjadi peritonitis umum
e) Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih
dari 2 minggu atau terjadi secara menahun. Apendisitis kronik
sangat jarang terjadi. Prevalensi hanya 1-5 %. Diagnosis
apendisitis kronik sulit ditegakkan. Terdapat riwayat nyeri perut
kanan bawah yang biasa terjadi secara berulang (Pieter, 2005).
Pemeriksaan fisik hampir sama dengan apendisitis akut.
Walaupun ada beberapa kriteria yg berbeda. Pada pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi terkadang
menggambarkan hasil yang normal. Setelah dilakukan
apendektomi, gejala akan menghilang pada 82-93% pasien.
Patologi anatomi digunakkan untuk menegakkan
apendisitis kronik karena diagnosis sebelum operasi sangat sulit
ditetapkan. Ciri Apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik.
3. EPIDEMIOLOGI APPENDICITIS
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di
Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia
6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan dengan perbandingan 3:2.bangsa Caucasian lebih sering
terkena diabandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut
lebih sering terjadi selama musim panas.
Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada
di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka
kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-
laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.
4. FAKTOR RISIKO APPENDICITIS
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen
appendix sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan
akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi
bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith
ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain
dari obstruksi appendiks meliputi:
1. Hiperplasia folikel lymphoid
2. Carcinoid atau tumor lainnya
3. Benda asing (pin, biji-bijian)
4. Kadang parasit
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis
adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica.
Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien
appendicitis yaitu:
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli
Viridians streptococci
Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus
Bacteroides fragilis
Peptostreptococcus micros
Bilophia species
Lactobacillus species
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan
makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intralumen, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.
6. MANIFESTASI KLINIS APPENDICITIS
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain:
a. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri
dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral
di daerah epigastrium atau sekitar umbilikius. Setelah beberapa
jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik
McBurrney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga berupa nyeri somatic setempat. Bila terjadi peransangan
peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada
saat berjalan atau batuk.
b. Mual-muntah biasanya pada fase awal
c. Nafsu makan menurun
d. Obstipasi dan diare pada anak-anak
e. Demam, terjadi apabila sudah ada komplikasi, bila belum ada
kompikasi biasanya tubuh belum demam. Suhu biasanya beskisar
37,5-38,5oC. gejala appendicitis akut pada anak-anak tidak spesifik.
Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makn. Anak
sering tidak bisa menunjukkan rasa nyerinya, karena gejala tidak
sesifik ini sering didiagnosa appendicitis diketahui setelah adanya
perforasi. Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-
samar saja, tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari
separuh penderita baru dapat didiagnosa setelah perforasi.
f. Pada kehamilan, keluhan utama appendicitis adalah nyeri perut,
mual, dan muntah. Pada kehamilan trimester pertama sering terjadi
mual-muntah. Pada kehamilan selanjutnya sekum dengan
appendix terdorong ke craniolateral sehingga keluhan tidak
disarankan di perut kanan bawah tetapi lebih keregio lumbal kanan.
Gejala Appendicitis Akut
Gejala* Frekuensi (%)
Nyeri perut 100
Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri
periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian
nyeri berpindah ke RLQ kemudian
demam yang tidak terlalu tinggi)
50
*onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
Gejala klinis berdasarkan letak anatomis appendix
Timbulnya gejala ini bergantung pada letak appendix ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut:
1. Bila letak appendix retrosecal retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum (terlindungi oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah
tidak begitu jelas dan tidak ada tanda ransangan peritoneal. Rasa
nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat
melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan
mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m. psoas
mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila appendix terletak di rongga pelvis
- Bila appendix terletak di dekat atau menempel pada rectum,
akan timbul gejala dan ransangan sigmoid atau rectum,
sehingga peristaltic meningkat, pengosongan rectum akan
menjadi lebih sepat dan berulang-ulang (diare)
- Bila appendix terletak di dekat atau menempel pada kandung
kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena
ransangan dindingnya.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK APPENDICITIS
Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang bila
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis lain.
a. Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau
sakit perut. Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi
obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri
viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan
viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut
untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-
38,5oC. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita
berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,
kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan
bawah terlihat pada apendikuler abses
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit
kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati
dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi
nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
a) Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri
tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini
merupakan tanda kunci diagnosis.
b) Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound
tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc. Burney.
c) Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis.
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan
abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
d) Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di
kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada
abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya
nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
e) Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan
muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
f) Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi
bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah
dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan
peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan
terdapat peristaltic normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik
karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak
terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12
Selain itu untuk menentukan diagnose appendicitis juga
dapat digunakan Alvarado Scor yaitu:
Gejala klinik Value
Gejala
Adanya migrasi nyeri 1
anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda
Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
LaboraturiumLeukositosis 2
Shift to the left 1
Total point 10
Keterangan:
0-4: kemungkinan appendicitis kecil
5-6: bukan diagnose appendicitis
7-8: kemungkinan besar appendicitis
9-10: hampir pasti menderita appendicitis
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk
menilai awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam
menegakkan diagnosis apendisitis akut. Penyakit infeksi pada
pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran
laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis
akut.Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis.
Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium
nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan
hasil yang karakteristik
1. Hitung Leukosit
Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per
milimeterkubik atau mikroliter darah. Leukosit merupakan
bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda
asing, mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung
jumlah leukosit merupakan indikator yang baik untuk
mengetahui respon tubuh terhadap infeksi.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam
pemeriksaan hitung leukosit, yaitu cara automatik menggunakan
mesin penghitung sel darah (hematology analyzer) dan cara
manual dengan menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan
mikroskop.
Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena
tekniknya lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih singkat dan
kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%, sedang pada cara manual
kesalahannya sampai ± 10%. Keburukan cara automatik adalah
harga alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagen karena
belum banyak laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini.
Jumlah Leukosit
Dewasa/anak-anak > 2 tahun 5.000-10.000/mm3
Anak-anak < 2 tahun 6.200-17.000/mm3
Bayi baru lahir 9.000-30.000/mm3
Pada penderita dengan keluhan dan pemeriksaan fisik
yang karakteristik apendisitis akut, akan ditemukan pada
pemeriksaan darah adanya leukositosis 11.000-14.000/mm3,
dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran ke
kiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka
umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. Kombinasi
antara kenaikan angka leukosit dan granulosit adalah yang
dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendisitis akut.
Tes laboratorium untuk appendisitis bersifat kurang spesifik.,
sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi
penegakan diagnosa. Jumlah lekosit untuk appendisitis akut
adalah >10.000/mm, sehingga gambaran leukositosis dengan
peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk
appendisitis akut. Kontroversinya adalah beberapa penderita
dengan appendisitis akut, memiliki jumlah leukosit dan
granulosit tetap normal.
2. Foto Polos abdomen
Pada apendisitis, pemeriksaan foto polos abdomen tidak
banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada
abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi
apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.
Pemeriksaan radiologi dengan kontras bariumenema
hanya digunakan pada kasus-kasus menahun, pada apendisitis
kronik. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat
menentukan penyakit lain yang menyertai apendisitis.
Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana
barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk memenuhi
kolon. Tes ini dapat sekaligus menggambarkan keadaan kolon
di sekitar appendik dimana peradangan yang terjadi juga
didapatkan pada kolon. Barium enema juga dapat
menyingkirkan masalah-masalah intestinal lainnya yang
menyerupai appendiks, misalnya penyakit Chron’s, inverted
appendicel stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna.
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis
apendisitis akut maupun apendisitis dengan abses. Apendiks
yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks
yang meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih
dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal,
dan gambaran target pada penampakan transversal. Keadaan
awal apendisitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada
lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9-11 mm.
Keadaan apendiks supurasi atau gangrene ditandai dengan
distensi lumen oleh cairan, penebalan dinding apendiks dengan
atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi ditandai
dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas
intraperitonial, dan abses tunggal atau multiple
Ultrasound dapat mengidentifikasi appendik yang
membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik hanya dapat
dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh
karena itu, dengan tidak terlihatnya apendiks selama ultrasound
tidak menyingkirkan adanya appendisitis. Hasil USG dapat
dikategorikan menjadi normal, non spesifik, kemungkinan
penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik. Hasil USG
yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas,
atau ileus.
4. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan
pemeriksaan skening ini. Gambaran penebalan dinding
apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat,
mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan
sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau
flegmon.
Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik
sangat berguna untuk mendiagnosis appendisitis dan abses
periappendikular sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain
dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendicitis
5. Laparoskopi (Laparoscopy)
Dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat
diagnostik dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis
apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digunakan
untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini
sangat bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada
apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan
dengan apendektomi laparoskopi.
8. PENATALAKSANAAN APPENDICITIS
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang
penyebabnya (operasi appendektomi). Pasien biasanya telah
dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi
dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi.
Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan
pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik
konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan
pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks.
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik
untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan
pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan
cara bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video
camera yang dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat
melihat dan melakukan appendektomi dan juga dapat memeriksa
organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan
bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi
lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter sehingga
secara kosmetik lebih baik.
REFERENSI
Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal
Bedah, vol. 3. Jakarta: EGC
Nurhidayah, W,. 2012. Appendicitis Akut. Depertemen Ilmu Bedah Rumah
Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang Faku;tas Kedokteran
Universitas Sriwijaya. Pdf
Laory, J. dkk. 2011. Appendicitis. KSM Ilmu Bedah Rumah Sakit
Immanuel FAkultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Bandung. Pdf
Nazar, M., F. 2011. Appendisitis Akut. Fakultas kedokteran Ukrida Rumah
Sakit Rajawali Jakarta. Pdf
Aryanti, A., D. 2009. Appendicitis Acute. Bagian Bedah RS
Dustira/Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani
Cimahi. pdf