Case Appendicitis Infiltrat

53
STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH LONG CASE Nama Mahasiswa : Carissa Rhea Vashti Pratiwi NIM : 030.08.065 Dokter Pembimbing : dr. Santi Andiani, Sp.B IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Tn. Z Jenis kelamin : laki-laki Umur : 33 tahun Suku bangsa : WNI Status perkawinan : kawin Agama : islam Pekerjaan : karyawan swasta Pendidikan : SMA Alamat : Jl. Pahlawan Revolusi Tanggal masuk RS : 21/06/13 ANAMNESIS 1

description

APPENDISITIS

Transcript of Case Appendicitis Infiltrat

Page 1: Case Appendicitis Infiltrat

STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

LONG CASE

Nama Mahasiswa : Carissa Rhea Vashti Pratiwi

NIM : 030.08.065

Dokter Pembimbing : dr. Santi Andiani, Sp.B

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. Z Jenis kelamin : laki-laki

Umur : 33 tahun Suku bangsa : WNI

Status perkawinan : kawin Agama : islam

Pekerjaan : karyawan swasta Pendidikan : SMA

Alamat : Jl. Pahlawan Revolusi Tanggal masuk RS : 21/06/13

ANAMNESIS

Anamnesis diambil dari autoanamnesis, tanggal 22 Juni 2013 pukul 13.00 WIB

Keluhan utama

Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS

Keluhan tambahan

Mual dan muntah

1

Page 2: Case Appendicitis Infiltrat

Riwayat penyakit sekarang

OS laki-laki usia 33 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak

1 minggu SMRS. Nyeri perut dirasakan mendadak, tidak menjalar, disertai mual

dan muntah. Muntah cair, dengan frekuensi sekitar 5 – 6 kali dalam waktu 1

minggu. OS hanya meminum obat warung dan keluhan hilang untuk sementara.

Nafsu makan OS pun berkurang. OS tidak mengeluh demam. OS juga

menyangkal adanya kesulitan buang air besar, maupun diare. Buang air kecil OS

normal, berwarna kuning jernih dan tidak nyeri.

Pertama OS merasakan sakit serupa sekitar 6 bulan yang lalu, hilang timbul dan

mulai memberat 1 minggu SMRS, disertai dengan rasa bengkak di perut kanan

bawahnya. Rasa sakit yang dialami sekarang merupakan kekambuhan yang ke-4

kalinya, menurut pengakuan pasien.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit kencing manis, darah tinggi, asma, alergi, ataupun maag

disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

Dalam keluarga OS tidak ada yang menderita kencing manis, darah tinggi,

ataupun asma.

Riwayat kebiasaan

2

Page 3: Case Appendicitis Infiltrat

OS memiliki kebiasaan merokok sekitar 1 bungkus per hari sejak 15 tahun yang

lalu. Pasien senang mengonsumsi makanan pedas, santan, dan soda, namun

dikurangi sejak 1 tahun yang lalu.

PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 64 x/menit

Suhu : 36,5oC

Pernafasaan : 20 x/menit

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 58 kg

Keadaan gizi : baik

IMT : 22,66

Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Sianosis : tidak ada

Oedema umum : tidak ada

Habitus : astenikus

Cara berjalan : tidak dinilai

Mobilitas ( aktif / pasif ) : aktif

Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai

3

Page 4: Case Appendicitis Infiltrat

Status Generalis

Kepala : Normocephali, alis simetris

Mata : Pupil bulat isokor , CA (+/+) , SI (-/-), RCL (+/+ ), RCTL ( +/+ )

Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)

Telinga : Normotia , nyeri tekan tragus dan mastoid (-), sekret(-/-)

Tenggorokan : Normal, tidak hiperemis.

Mulut : lidah tampak kotor berwarna putih , Kering (-),sianosis (-)

Leher : Trakea ditengah, leher tidak kaku, KGB dan kelenjar thyroid

tidak teraba membesar

Thoraks

Paru

Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela

iga (-), deformitas (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea

midclavicularis sinistra

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I-II regular , mur-mur (-), gallop (-)

Abdomen (lihat status lokalis)

Extremitas

4

Page 5: Case Appendicitis Infiltrat

Lengan dan Tangan Kanan Kiri

Otot

Tonus Normotoni Normotoni

Massa Tidak ada Tidak ada

Sendi Bebas Bebas

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Oedem Tidak ada Tidak ada

Lain-lain - -

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

Luka Tidak ada Tidak ada

Varises Tidak ada Tidak ada

Otot Normal Normal

Tonus Normotoni Normotoni

Massa Tidak ada Tidak ada

Sendi Bebas Bebas

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Oedem Tidak ada Tidak ada

Lain-lain - -

5

Page 6: Case Appendicitis Infiltrat

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi : perut datar, simetris, gerakan pernafasan abdomen (+)

Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : tidak dilakukan karena pasien sudah mengeluh kesakitan

Palpasi : supel, teraba massa periappendikular pada kuadran kanan

bawah berukuran 3x3 cm, defans muskular (-), nyeri tekan epigastrium

(+), nyeri tekan McBurney point (+), nyeri lepas (+), Rovsing sign (-),

Blumberg sign (-)

Pemeriksaan Khusus

Psoas sign (+), Obturator test (+)

Rectal toucher :

- Tonus sphincter ani mencengkeram kuat

- Ampula recti permukaan reguler

- Mukosa licin dan tidak teraba adanya massa

- Prostat tidak teraba membesar, kenyal, teraba licin

- Nyeri pada jam 9-11

- Tidak terdapat darah, lendir, maupun feses pada sarung tangan

Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium

Tanggal : 21 Juni 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Ket

6

Page 7: Case Appendicitis Infiltrat

HEMATOLOGIHematologi Rutin 2Leukosit (WBC) 14.7 ribu/uL 3.8-10.6 Hemoglobin (HGB) 14.8 g/Dl 13.2-17.3Hematokrit 44 % 40-52Trombosit (PLT) 211 ribu/Ul 150-440URINALISISUrine LengkapWarna Kuning KuningKejernihan Jernih JernihGlukosa Negatif NegatifBilirubin Negatif NegatifKeton Negatif NegatifpH 6.0 4.6-8

Berat Jenis 1.0051.005-1.030

Albumin urine Negatif NegatifUrobilinogen 0.2 E.U./Dl 0.1-1Nitrit Negatif NegatifDarah Negatif NegatifEsterase Leukosit Negatif NegatifSedimen UrineLeukosit 2.-4 /LPB < 5Eritrosit 0-1 /LPB < 2Epitel Positif /LPB PositifSilinder Negatif /LPK NegatifKristal Negatif NegatifBakteri Negatif NegatifJamur Negatif /LPB Negatif

- USG Abdomen

Tanggal : 26 Juni 2013

Kesan : simple cyst ren dextra

Saran : appendicogram

- Appendicogram

Tanggal : 27 Juni 2013

7

Page 8: Case Appendicitis Infiltrat

Kesan : non filling appendix, sesuai dengan klinis appendicitis kronik

RINGKASAN

Tn.Z usia 33 tahun, datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan

nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu SMRS. Nyeri perut dirasakan mendadak,

tidak menjalar, disertai mual dan muntah. Muntah cair, dengan frekuensi sekitar 5

– 6 kali dalam waktu 1 minggu. OS hanya meminum obat warung dan keluhan

hilang untuk sementara. Nafsu makan OS pun berkurang. Pertama OS merasakan

sakit serupa sekitar 6 bulan yang lalu, hilang timbul dan mulai menetap 1 minggu

SMRS, disertai dengan rasa bengkak di perut kanan bawahnya. Rasa sakit yang

dialami sekarang merupakan kekambuhan yang ke-4 kalinya, menurut pengakuan

pasien.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital tekanan darah 130/80

mmHg, nadi 64 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,5 oC. Status lokalis regio

abdomen didapatkan massa periappendikular berukuran 3x3 cm, nyeri tekan pada

McBurney point (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit darah 14.700/uL.

RENCANA PENGELOLAAN

Pengobatan konservatif

Planning : IVFD asering/8 jam

Ranitidin 2 x 50 mg amp IV

Metronidazole 2 x 500 mg amp IV

Ceftriaxone 2 x 1 g vial IV

Pro : Appendektomi

8

Page 9: Case Appendicitis Infiltrat

DIAGNOSIS KERJA

Pra bedah : appendicitis infiltrat

Dasar Diagnosis :

1. Nyeri epigastrium dan nyeri perut kanan bawah

2. Mual dan muntah

3. Nyeri tekan dan nyeri lepas McBurney (+)

4. Teraba massa periappendikular di perut kanan bawah

5. Pemeriksaan laboratorium : leukosit 14.700/uL

DIAGNOSIS BANDING

1. Gastroenteritis

2. Divertikulitis

PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanasionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

9

Page 10: Case Appendicitis Infiltrat

Tanggal : 26 Juni 2013

S. nyeri perut kanan bawah, demam (-) mual (+)

O. KU : compos mentis

Kesadaran : tampak sakit sedang

TD : 110/80 mmHg

N : 60 x/menit

RR : 24 x/menit

T : 37,1 oC

Mata : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)

THT : normotia, deviasi septum (-), tonsil T1/T1 tenang

Leher : KGB dan tiroid tidak membesar

Abdomen : status lokalis regio iliaca dextra

Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas McBurney point (+),

nyeri tekan epigastrium (+), defense muskular (-),

Illiopsoas sign (+), Obturator test (+), BU (+), massa

periapendikular 3x3 cm

X

X

Ekstremitas : akral hangat

A. Appendisitis infiltrat

10

Page 11: Case Appendicitis Infiltrat

P. Infus Asering/8 jam

Ceftriaxone 2 x 1 gr vial IV

Metronidazole 3 x 1 drip

Ranitidin 2 x 50 mg amp IV

Tradosic 2 x 1 amp IV

Tanggal : 27 Juni 2013

S. nyeri perut kanan bawah, demam (-) mual (+)

O. KU : compos mentis

Kesadaran : tampak sakit sedang

TD : 110/70 mmHg

N : 60 x/menit

RR : 24 x/menit

T : 36,2 oC

Mata : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)

THT : normotia, deviasi septum (-), tonsil T1/T1 tenang

Leher : KGB dan tiroid tidak membesar

Abdomen : status lokalis regio iliaca dextra

Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas McBurney point (+),

nyeri tekan epigastrium (+), defense muskular (-),

Illiopsoas sign (+), Obturator test (+), BU (+), massa

periapendikular 2x2 cm

11

Page 12: Case Appendicitis Infiltrat

X

X

Ekstremitas : akral hangat

A. Appendisitis infiltrat

P. Infus Asering/8 jam

Ceftriaxone 2 x 1 gr vial IV

Metronidazole 3 x 1 drip

Ranitidin 2 x 50 mg amp IV

Tradosic 2 x 1 amp IV

Tanggal : 28 Juni 2013

S. nyeri perut kanan bawah, demam (-) mual (+)

O. KU : compos mentis

Kesadaran : tampak sakit sedang

TD : 110/70 mmHg

N : 80 x/menit

RR : 16 x/menit

T : 36,4 oC

Mata : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)

12

Page 13: Case Appendicitis Infiltrat

THT : normotia, deviasi septum (-), tonsil T1/T1 tenang

Leher : KGB dan tiroid tidak membesar

Abdomen : status lokalis regio iliaca dextra

Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas McBurney point (+),

nyeri tekan epigastrium (+), defense muskular (-),

Illiopsoas sign (+), Obturator test (+), BU (+), massa

periapendikular 2x2 cm

X

X

Ekstremitas : akral hangat

A. Appendisitis infiltrat

P. Appendektomi

Ceftazidime 3 x 1 gr vial IV

Ketopain 2 x 1 amp IV

Panzo 1 x 1 amp IV

Paracetamol 3 x 1 amp IV

Tanggal : 29 Juni 2013

S. nyeri perut lokasi operasi (+), mual (-) muntah (-) demam (-)

O. KU : compos mentis

13

Page 14: Case Appendicitis Infiltrat

Kesadaran : tampak sakit ringan

TD : 110/70 mmHg

N : 88 x/menit

RR : 16 x/menit

T : 37,0 oC

Mata : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)

THT : normotia, deviasi septum (-), tonsil T1/T1 tenang

Leher : KGB dan tiroid tidak membesar

Abdomen : luka operasi tertutup verban, basah (-), nyeri (+), BU (+)

Ekstremitas : akral hangat

A. H+1 post operasi appendektomi

P. Ceftazidime 3 x 1 gr vial IV

Ketopain 2 x 1 amp IV

Panzo 1 x 1 amp IV

Paracetamol 3 x 1 amp IV

ANALISA KASUS

14

Page 15: Case Appendicitis Infiltrat

Pada anamnesa didapatkan pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah.

Nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang sifatnya difus, terletak pada

midline, sekitar umbilical, tidak dapat ditunjukkan, bersifat tumpul dan tidak jelas,

tidak menetap. Referred pain sesuai persarafan yang terjadi akibat regangan

organ. Nyeri visceral pada appendicitis ini bermula di sekitar umbilicus sesuai

dengan persarafan dari N.Thorakalis X. Nyeri disebabkan oleh karena obstruksi

lumen appendiks yang akan menyebabkan peningkatan sekresi normal mucus dari

mukosa apendiks yang distensi. Makin lama mucus makin banyak, namun

elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan

menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe dan invasi

bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema). Pada

saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Pasien juga mengeluhkan nyeri peurt kanan bawah yang hilang timbul,

nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang berubah menjadi nyeri somatis. Yeri

ini disebabkan oleh sekresi mukus yang terus berlanjut, tekanan akan terus

meningkat. Kemudian hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema

bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul akan

meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri daerah

kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.

Keluhan mual dan muntah pasien disebabkan oleh inflamasi dan tekanan

yang berlebihan pada appendiks yang distensi sehingga pusat muntah akan

diaktifkan dari saluran pencernaan melalui aferen nervus vagus.

Nyeri tekan daerah McBurney terjadi karena translokasi bakteri yang

menyebabkan nyeri somatis. Illiopsoas sign menunjukkan peradangan dari

appendiks yang letaknya dekat dengan otot psoas. Obturator test juga positif

karena gerakan rotasi dari pinggang juga menghasilkan nyeri pada pasien dengan

appendiks yang juga terletak berdekatan dengan otot obturator eksternus.

15

Page 16: Case Appendicitis Infiltrat

Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan hasil tonus sphincter ani

mencengkeram kuat, ampula recti permukaan reguler, mukosa licin dan tidak

teraba adanya massa, prostat tidak teraba membesar, kenyal, teraba licin, tidak

terdapat darah, lendir, maupun feses pada sarung tangan, namun pasien merasa

nyeri pada penekanan arah jam 9-11. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan

untuk menggerakkan peritoneum, bukan untuk meraba appendiksnya.

Leukositosis yang didapatkan dari pemeriksaan darah lengkap

menunjukkan respon tubuh terhadap infeksi.

Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan appendicogram dan USG,

didapatkan hasil non filling appendix yang mendukung diagnosis appendicitis

infiltrat dimana zat kontrast tidak dapat masuk ke dalam appendiks karena

appendiks diselimuti oleh omentum dan usus halus.

Pada pasien penatalaksanaan awa hanya dilakukan tatalaksana konservatif

yaitu menginstruksikan pasien agar pasien bedrest dan melakukan posisi fowler

dengan tujuan supaya jika massa/infiltar tersebut pecah, maka tidak akan

menyebar kemana-mana. Selain itu diberikan antibiotik dan diet makanan lunak.

Tatalaksana konservatif biasanya dilakukan selama 6-8 minggu. Pasien dengan

massa periappendikular sebaiknya dilakukan penundaan operasi karena resiko

perdarahan yang bayak dan sulitnya mengambil appendiks yang meradang

tersebut.

Pasien juga diberi medikamentosa :

1. IVFD Asering/8 jam

Diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien, sekaligus sebagai

akses pemberian obat-obatan intravena.

2. IVFD Metronidazol 3 x 500 mg

Diberikan untuk bakteri anaerob

3. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

Merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ke-3, untuk

bakteri aerob

16

Page 17: Case Appendicitis Infiltrat

4. Tradosic 1 x 1 IV

Diberikan golongan OAINS untuk anti nyeri

5. Ranitidin 2 x 1 IV

Sebagai antasida untuk mengurangi keluhan nyeri epigastrium pasien

6. Panzo 1 x 1 IV

Golongan PPI, lebih kuat dari ranitidin

7. Ceftazidime 3 x 1 gr IV

Antibiotika golongan sefalosporin generasi ke-3

Pasien diperbolehkan pulang karena pada anamnesis didapatkan keluhan

pasien hilang, pada pemeriksaan fisik tanda vital stabil, pada pemeriksaan status

lokalis juga tersisa sedikit nyeri pada lokasi post operasi. Diresepkan cefixme dan

ranitidin sebagai obat pulang. Cefixime sebagai sefalosporin generasi ke-3 untuk

bakteri aerob, asam mefenamat untuk mengurangi keluhan apabila pasien merasa

nyeri di daerah post operasi. Pasien dedukasikan untuk mengonsumsi banyak

sayur dan buah, mengurangi makanan pedas. Pasien dianjurkan untuk kontrol ke

poli bedah untuk kontrol post operasi.

TINJAUAN PUSTAKA

APPENDICITIS

17

Page 18: Case Appendicitis Infiltrat

ANATOMI

Apendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch

(analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk

tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm,

dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di

bagian distal.(1)

Apendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen, tepatnya di

ileocaecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia

colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks

berada pada titik McBurney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS

kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. (2)

Appendix vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang

bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.

Mesenteriolum berisi a.apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak

2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang

mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. (3,4)

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,

submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan

serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang

merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke

ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari

jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh

darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.

Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang

disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan caecum

(inner circularlayer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh

pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia

anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks. (4)

18

Page 19: Case Appendicitis Infiltrat

Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-

8 yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Pada saat antenatal dan postnatal,

pertumbuhan dari caecum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan

berpindah dari medial menuju katup ileosekal. (2)

Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah

ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada

usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu

memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang

mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak

retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang kolonasendens, atau di tepi

lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. (1)

Jenis-jenis posisi apendiks: (5)

1. Promontorik : ujung apendiks menunjuk ke arah promontorium sacri

2. Retrocolic: apendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya

retroperitoneal

3. Antecaecal : apendiks berada di depan caecum

4. Paracaecal : apendiks terletak horizontal di belakang caecum

5. Pelvic descenden : apendiks menggantung ke arah pelvis minor

6. Retrocaecal : intraperitonal atau retroperitoneal; apendiks berputar ke atas ke

belakang caecum

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula

disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena

trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren. (1)

Secara histologis, apendiks mempunyai basis struktur yang sama seperti

usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vaskular submukosa oleh

mukosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama.

19

Page 20: Case Appendicitis Infiltrat

Apendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh

darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoapendiks. Jika apendiks terletak

di retroperitoneal, maka apendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa.

Histologis: (5)

- Tunika mukosa : memiliki kriptus tetapi tidak memiliki villus

- Tunika submukosa : banyak folikel lymphoid

- Tunika muskularis : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum

longitudinale (gabungan tiga taenia coli) sebelah luar

- Tunika serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari periteneum viscerale

 

Gambar 1 : Anatomi Apendiks (6)

FISIOLOGI

20

Page 21: Case Appendicitis Infiltrat

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks

tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. (1) Imunoglobulin sekretoar

yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di

sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat

efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan

apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe

disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan

diseluruh tubuh. (1)

Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu

setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa

dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada

jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks

komplit. (2)

DEFINISI

Appendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis.

Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah

komplikasi yang umumnya berbahaya. (3)

ETIOLOGI

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit

merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah

hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah

serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena

colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis

juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. (2,7)

Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi.

Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan

21

Page 22: Case Appendicitis Infiltrat

apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis

gangrenous dengan rupture. (2)

Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi

mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi

menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh

konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan

intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan

meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanyaakan

mempermudah terjadinya apendisits akut. (1)

PATOFISIOLOGI

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma. (5)

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian

proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa

apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas

dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika

sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60 cmH20.

Manusia merupakan salah satu dari sedikit yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi

yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi. (2)

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami

hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.

Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin

iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).

Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut

dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. (5,8)

22

Page 23: Case Appendicitis Infiltrat

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus

dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut. (5)

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila

dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (5)

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang

disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses

atau menghilang. (5)

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai

di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48

jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses

radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa

sehingga terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis

jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,

apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk

selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. (1)

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih

panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya

tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan

pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh

darah. (5)

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,

usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,

uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila

proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul

peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup

23

Page 24: Case Appendicitis Infiltrat

kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu

penderita harus benar-benar istirahat (bedrest). (3)

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk  jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

mengalami eksaserbasi akut. (1)

MANIFESTASI KLINIS

Gejala Klinis

Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang

kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala appendisitis akut

umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang didahului

anoreksia. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah

umbilikus atau periumbilikus. Nyeri menetap, kadang disertai kram yang hilang-

timbul. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan

diperberat bila berjalan atau batuk. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada

keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen

kanan bawah akan semakin progresif. (5)

Terdapat juga keluhan malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Suhu

tubuh biasanya naik hingga 38oC, tetapi pada keadaan perforasi suhu tubuh

meningkat hingga >39oC. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang

terjadi diare, mual dan muntah. Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada

awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air

besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak. (9,10,11)

Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau

dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya urutan

munculnya gejala appendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah.

24

Page 25: Case Appendicitis Infiltrat

Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnsis appendisitis diragukan.

Muntah yang timbul sebelum nyeri perut mengarah pada diagnosis gastroenteritis. (9,10) 

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun

tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu makan menurun.

Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney.

Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan

somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi

sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap

berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat

perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau

batuk. (1)

Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya

terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak

ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri

timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari

dorsal. (1)

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat

menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga

peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan

berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih,dapat terjadi

peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. (1)

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak

ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak

tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak

sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan

timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargi. Karena gejala

yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-

90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. (1)

25

Page 26: Case Appendicitis Infiltrat

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak

jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita baru dapat

didiagnosis setelah perforasi. (1)

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan

muntah. Yang perludiperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering

juga terjadi mual dan muntah.Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks

terdorong ke kraniolateral sehingga keluhantidak dirasakan di perut kanan bawah

tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (1)

Tanda Klinis

Apendiks umumnya terletak di sekitar McBurney, namun perlu diingat

bahwa letak anatomis apendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360o

mengelilingi pangkal caecum. Appendisitis letak retrocaecal dapat diketahui dari

adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendisitis

letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal. (12)

Secara teori, peradangan akut apendiks dapat dicurigai dengan adanya

nyeri pada pemeriksaan rektum (rectal toucher). Namun pemeriksaan ini tidak

spesifik untuk appendisitis jika tanda-tanda appendisitis lain telah positif. (12)

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik :

Rovsing’s sign

Penekanan pada abdomen kuadran kiri bawah akan menimbulkan nyeri di

abdomen kuadran kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dari

peritoneum. Disebut juga nyeri tekan kontralateral. Sering positif pada

appendicitis namun tidak spesifik.

Blumberg sign

Manuver dikatakan positif apabila penderita merasakan nyeri di kuadran

kanan bawah saat pemeriksa menekan di abdomen kuadran kiri bawah lalu

melepaskannya. Disebut juga nyeri lepas kontralateral.

Psoas sign

26

Page 27: Case Appendicitis Infiltrat

Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan pemeriksa memegang lutut pasien

dan tangan kiri menstabilkan pinggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien

digerakkan ke arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menunjukkan

apendiks mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang

saat dilakukan manuver.

Obturator test

Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki

kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian

pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan

articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Test ini

positif bila pasien merasakan nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri

pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi apendiks, abses lokal,

iritasi M.Obturatorius oleh apendiks dengan letak retrocaecal, atau adanya

hernia obturatoria.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

27

Page 28: Case Appendicitis Infiltrat

Laboratorium (9,11,12,13)

Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/mm2, biasanya

didapatkan pada keadaan akut. Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai

predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal

tidak ditemukan shift to the left, diagnosis appendicitis akut harus

dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/mm2 pada

appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut

meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau tanpa

abses. Pada appendicitis infiltrat, LED akan ditemukan meningkat.

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis

oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai

meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP > 8 mcg/mL, hitung

leukosit > 11000, dan persentase neutrofil > 75% memiliki sensitivitas 86% dan

spesifitas 90.7%.

Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari

saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari

iritasi urethra atau vesica urinaria seperti yang diakibatkan leh inflamasi apendiks.

Namun pada appendicitis akut dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan

bakteriuria.

Pemeriksaan radiologi (9,11,12,13)

Foto polos abdomen jarang membantu penegakan diagnosis appendicitis

akut, namun bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Adanya fecalith

jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis.

Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis

apendicitis. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan

bawahatau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan

pada apendiksmenyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya (diameter

6mm). Kondisi penyakit lainpada kuadran kanan bawah seperti inflammatory

28

Page 29: Case Appendicitis Infiltrat

bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckel’s, endometriosis dan

pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil

USG.

Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG,

namun jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT scan

siperiksa terutama saat dicurigai adanya abses apendiks untuk melakukan

percutaneous drainage secara tepat.

CT scan dengan inflamasi apendiks, tampak fekalit (tanda panah)

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada

penemuan tidak spesifik akibat dari massa ekstrinsik pada caecum dan apendiks

yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48%.

ALVARADO SCORE

Appendicitis point pain 2

Leukositosis (> 10000) 2

Vomitus 1

Anorexia 1

Rebound tenderness phenomenon 1

29

Page 30: Case Appendicitis Infiltrat

Abdominal migrate pain 1

Degree of celcius (> 37.5 oC) 1

Observation of hemogram (> 72%) 1 +

Total point 10

Dinyatakan appendicitis akut apabila > 7 point

Modified Alvarado Score tanpa observasi of hemogram:

1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut

5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi

7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan

Penanganan berdasarkan Alvarado Score:

1 – 4 observasi

5 – 6 antibiotic

7 – 10 operasi dini

DIAGNOSIS BANDING

1. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual dan muntah serta diare mendahului rasa sakit.

Sakit perut dirasa lebih ringan dan tidak tegas. Hiperperistaltik sering

ditemukan. Demam dan leukositosis kurang menonjol.

2. Diverticulitis

Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut sebelah kiri, namun tidak

menutup kemungkinan untuk terjadi di perut sebelah kanan. Gejala klinis

sangat mirip dengan appendicitis akut.

3. Kolik traktus urinarius

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan

merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemuka. Foto polos

abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

4. Peradangan pelvis

Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat dengan apendiks. Radang

kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-oovoritis atau

30

Page 31: Case Appendicitis Infiltrat

adneksitis. Didapatkan riwayat kontak seksual pada diagnosis penyakit ini.

Suhu biasanya ebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian

bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan pada wanita. Pada

colok vaginal (vaginal toucher) terasa nyeri bila uterus diayunkan.

5. Kehamilan ektopik

Riwayat menstruasi terhambat dengan keluhan tiak menentu. Jika terjadi

ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul

nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok

hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan

penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan

darah.

PENATALAKSANAAN

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi

dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa

yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini

dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika

peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga

penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadimenjadi terisi nanah,

semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. (14)

  Bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, akan dilakukan tindakan

operasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa

perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa

ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya

maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase. (14)

Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.

Pada massa periapendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi

penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis

purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas

31

Page 32: Case Appendicitis Infiltrat

disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi

lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu2-3 hari saja.

Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan

pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik

sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah

tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita

boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar

perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi

perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu

dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta

bertambahnya angka leukosit. (1)

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan

pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi

absesapendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan

sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan

pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. (15)

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan

bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih

bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit

perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan

atau pun tanpa peritonitis umum. (15)

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak

kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak

membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. (1)

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka

operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada

periapendikular infiltrat :

1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi

2. Diet lunak bubur saring

3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif

terhadapkuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu

32

Page 33: Case Appendicitis Infiltrat

sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi

abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8

minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan

pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang

atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah. (1,3)

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.

Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi

perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa

hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7 massa

mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah

terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase. (3)

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana

nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara

ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik

ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks

dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur daninfeksi dapat

menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan

dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila

pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain dapat diputar dan ditarik sedikit demi

sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal

5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. (3)

 

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

LED

Jumlah leukosit

Massa Periapendikular infiltrat. Dianggap tenang apabila:

1. Anamesis : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

2. Pemeriksaan fisik :

a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu

tubuh (diukur rectal danaksiler)

b. Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

33

Page 34: Case Appendicitis Infiltrat

c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada

tetapi lebih kecil dibanding semula

3. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal.

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

Bila LED telah menurun kurang dari 40

Tidak didapatkan leukositosis

Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah

tidak mengecil lagi

Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa :

Apakah penderita sudah bed rest total

Pemberian makanan penderita

Pemakaian antibiotik penderita

Kemungkinan adanya sebab lain

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada

perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini

berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase. (3)

 

KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan

lekuk usus halus. (1)

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu

peritonitis generalisata.

Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : 

Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen

menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali

Nadi semakin cepat

Defance Muskular yang menyeluruh

34

Page 35: Case Appendicitis Infiltrat

Bising usus berkurang

Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

1. Pelvic Abscess

2. Subphrenic absess

3. Intra peritoneal abses lokal. (3)

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk ke rongga

abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian. (16)

PROGNOSIS

Dengan diagnosis yang akurat dan tatalaksana pembedahan, dapat

menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini. Keterlambatan

diagnosis akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas terutama bila telah terjadi

komplikasi. Serangan berulang juga dapat terjadi bila apendiks tiak diangkat.

KESIMPULAN

35

Page 36: Case Appendicitis Infiltrat

Appendicitis adalah peradangan pada Appendix Vermicularis.

Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering dijumpai.

Faktor predisposisi dan etiologinya bisa bermacam-macam, namun obstruksi

lumen adalah penyebab utamanya.

Gejala klinis meliputi nyeri perut kanan bawah tepatnya di titik McBurney

disertai nyeri epigastrium, dapat pula nyeri di seluruh perut pada fase tertentu.

Dapat dijumpai mual, muntah, anoreksia, dan demam. Dapat dilakukan manuver

Rovsing sign, Blumberg sign, Illiopsoas sign, dan Obturator test dalam membantu

penegakan diagnosis. Pemeriksaan rectal tucher juga diperlukan pada kasus ini.

Nyeri pada rectal toucher dapat mendukung penegakan diagnosis.

Pemeriksaan penunjang lain meliputi pemeriksaan laboratorium,

pemeriksaan UGSG, foto polos abdomen dan juga appendicogram.

Appendicitis infiltrat merupakan komplikasi dari appendicitis akut dimana

proses penyebaran peradangannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan

peritoneum di sekitarnya sehingga terbentuklah massa (appendicular mass) yang

sering dijumpai pada pasien berusia lebih dari 5 tahun karena daya tahan tubuh

yang telah berkembang dengan baik dan omentum cukup lebih panjang dan tebal

untuk membungkus peradangan. Appendicitis infiltrat dapat didiagnosis didasari

dengan riwayat appendisitis akut.

Terapi terbaik adalah terapi konservatif yang diikuti dengan appendektomi

elektif (6-8 minggu kemudian) bila massa sudah tenang dan pasien tidak lagi

merasa kesakitan seperti keluhan awal.

36