Appendicitis 3

25
BAB I PENDAHULUAN Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu yg sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Appendicitis adalah radang/inflamasi pada appendiks vermiformis. Appendicitis akut adalah appendicitis dengan onset gejala akut yang memerlukan intervensi bedah dan biasanya ditandai dengan nyeri di kuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan lokal dan alih, spasme otot yang ada diatasnya, dan hiperestesia kulit. Appendicitis kronik ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung terus menerus ) di daerah fossa illiaca dextra, tetapi tidak terlalu parah, dan bersifat continuse atau intermittent, nyeri ini terjadi karena lumen appendix mengalam partial obstruksi. 1

description

Appendicitis 3

Transcript of Appendicitis 3

Page 1: Appendicitis 3

BAB I

PENDAHULUAN

Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di

masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu yg sebenarnya adalah

sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah

kesehatan. Appendicitis adalah radang/inflamasi pada appendiks vermiformis.

Appendicitis akut adalah appendicitis dengan onset gejala akut yang

memerlukan intervensi bedah dan biasanya ditandai dengan nyeri di kuadran

abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan lokal dan alih, spasme otot yang

ada diatasnya, dan hiperestesia kulit.

Appendicitis kronik ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung

terus menerus ) di daerah fossa illiaca dextra, tetapi tidak terlalu parah, dan

bersifat continuse atau intermittent, nyeri ini terjadi karena lumen appendix

mengalam partial obstruksi.

1

Page 2: Appendicitis 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Appendiks

1. Defenisi Appendicitis

Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh

fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi

lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa

appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris

trichiura, dan Enterobius vermikularis.26 Penelitian Collin (1990) di Amerika

Serikat pada 3.400 kasus, 50% ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang

disebabkan hiperplasi jaringan limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda

asing 4%, dan sebab lainnya 1%.

2.Anatomi

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10

cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat

perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans

sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih

akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup

ileocaecal.

Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit

kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada

usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar

pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu

dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala

klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah

retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di

bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di

belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

2

Page 3: Appendicitis 3

Gambar Appendiks pada saluran pencernaan

3

Page 4: Appendicitis 3

Gambar anatomis appendiks

4

Gambar posisi appendiks

Page 5: Appendicitis 3

endiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid.

Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu setelah

lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar

200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu,

mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun. Persarafan parasimpatis

berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari

arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis

X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus.

Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian

bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi

penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami ganggren.

3. Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue

(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah

Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung

terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta

mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun,

pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah

jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan

seluruh tubuh.

4. Patofisiologi Appendicitis

Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan

dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen

dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis. Obstruksi

intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan

distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan

terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada

5

Page 6: Appendicitis 3

dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di

usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi

proses irreversibel meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan. Appendicitis

dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan muskularis

propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang

neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular

membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid

supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema

dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi

ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada

semua dinding appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal

karena edema dan pembuluh darah kongesti.

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi

akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya

perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali

menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat

mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

5. Epidemiologi Appendicitis.

a. Berdasarkan Tempat

Penelitian Omran et al (2003) di Kanada pada 65.675 penderita appendicitis

didapat 38.143 orang (58%) laki-laki dan 27.532 orang (42%) perempuan.14

Penelitian Khanal (2004) di Rumah Sakit Tribhuvan Nepal pada 99 penderita

appendicitis didapat 76 orang (76,8%) laki-laki dan 23 orang (23,2%) perempuan,

serta kelompok umur 15-24 tahun 41 orang (41,4%), 25-34 tahun 38 orang

(38,4%), 35-44 tahun 15 orang (15,2%), 45-54 tahun 3 orang (3,0%), 55-64 tahun

1 orang (1,0%), dan 65-74 tahun 1 orang (1,0%).29 Penelitian Nwomeh (2006) di

Amerika Serikat pada 788 penderita appendicitis didapat proporsi kulit putih 81%,

kulit hitam 12%, dan lainnya 7%.30 Penelitian Salari (2007) di Iran pada 400

penderita appendicitis didapat 287 orang (71,7%) laki-laki dan 113 orang (28,3%)

perempuan, serta kelompok umur 5-14 tahun 58 orang (14,5%), 15-19 tahun 114

6

Page 7: Appendicitis 3

orang (28,5%), 20-24 tahun 99 orang (24,8%), 25-34 tahun 102 orang (25,5%),

dan ≥35 tahun 27 orang (6,8%).

b. Berdasarkan Umur

Appendicitis dapat terjadi pada semua usia dan paling sering pada dewasa muda.

Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi pada usia 10-

19 tahun dengan Age Specific Morbidity Rate (ASMR) 23,3 per 10.000

penduduk.37 Hal ini berhubungan dengan hiperplasi jaringan limfoid karena

jaringan limfoid mencapai puncak pada usia pubertas.

6. .Klasifikasi Appendicitis

Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai

berikut :

a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.

Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan

tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi

menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah

umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada

appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia,

edema, dan tidak ada eksudat serosa .

b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.

Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme

yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan

infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.

Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen

terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal

seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri

7

Page 8: Appendicitis 3

pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh

perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

c. Appendicitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu

sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,

appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna

ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa

terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

d. Appendicitis Infiltrat

Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat

dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga

membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang

lainnya.

e. Appendicitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),

biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan

pelvic.

f. Appendicitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang

menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis

umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan

nekrotik.

8

Page 9: Appendicitis 3

g. Appendicitis Kronis

Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses

radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,

khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru

dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah

lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan

mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan

muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan

eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa

tampak dilatasi.

6. Gejala Appendicitis

Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:

a. . Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh

abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama.

Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang

berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi

sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri

menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.

b. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan

merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.

c. Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan konstipasi.

d. . Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan

terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita

hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan

dengan biasanya.

9

Page 10: Appendicitis 3

e. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin

ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak

retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan

rektum apabila posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi

letak rasa nyeri.

7. Diagnosa Banding Appendicitis

Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis karena

penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan

appendicitis, diantaranya:

a. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare

mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering

ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan

appendicitis akut.

b. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau

gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan

mual dan nyeri tekan perut.

c. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan

diperoleh hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan hematokrit

yang meningkat.

d. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan

appendicitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan

nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita

biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.

10

Page 11: Appendicitis 3

e. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat

memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.

Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.

f. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan

keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar

rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic

dan bisa terjadi syok hipovolemik.

g. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan

appendicitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip

pada appendicitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan

bedah yang sama.

h. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi

gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.

i. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai

appendicitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis,

hematuria, dan terjadi demam atau leukositosis

8. Pencegahan Appendicitis

Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap

kejadian appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh

kepada masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain :

11

Page 12: Appendicitis 3

a. Diet tinggi serat

Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan

insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan

bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran

pencernaan.40 Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air,

selulosa, dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk

diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan

penekanan pada dinding kolon.

b. Defekasi yang teratur

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan

yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan

yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama

setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan

makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi

yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat sehingga

terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi

sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal

kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke

saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai

infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk

mencegah timbulnya komplikasi.

12

Page 13: Appendicitis 3

9. Diagnosa Appendicitis

Diagnosa yang dilakukan antara lain :

a. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik

dan terlihat distensi perut.

Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri

dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan

bawah merupakan kunci diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri

bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan

juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda

Blumberg (Blumberg Sign).

Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk

menentukan letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat

dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks

yang meradang terletak di daerah pelvic.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan

rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi

aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks

yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila appendiks yang

meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding

panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.

b. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive

protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah

13

Page 14: Appendicitis 3

leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas

75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat

4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses

elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu

80% dan 90 %.

Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed

Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan

bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,

sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang

dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi

serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan

angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan

mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas

yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.

Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan

infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa

peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.

Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa

adanya kemungkinan kehamilan

Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan

Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk

kemungkinan karsinoma colon.

Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti

appendicitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan

appendicitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

9. Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor

keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita

14

Page 15: Appendicitis 3

meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan

diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat

melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka

morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering

pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah

2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada

anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih

tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan

terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.

Adapun jenis komplikasi diantaranya.

a. Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di

kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon

dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila

appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

b. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar

ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,

tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.19 Perforasi dapat diketahui praoperatif

pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,

panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis

terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas

maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.

c. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang

dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada

15

Page 16: Appendicitis 3

permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas

peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya

cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.

Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,

demam, dan leukositosis.

10. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi

penanggulangan konservatif dan operasi.

Penanggulangan konservatif Penanggulangan konservatif terutama

diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah

berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk

mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi

dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik

sistemik.

Operasi Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka

tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks

(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik

dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan

drainage (mengeluarkan nanah).

Pencegahan Tersier Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu

mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-

abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses

intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci

dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan

perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi

disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

16

Page 17: Appendicitis 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong, Wim De ; Buku Ajar Ilmu Bedah ; Appendicitis ; Edisi 2 ; EGC ;

Jakarta 2002 ; hal 639 – 646

2. http://www.respository,usu,ac.id/Ibitstream/123456789/91162/4/Chapter

3. http://www.medicastore/appendicitis_radang_ususbuntu

4. http://www.klikdokter/9/htm

5. http//www.infopenyakit/penyakit-radang-usu-buntu-appendicitis

17