Aplikasi Emosi Dalam Pendidikan

download Aplikasi Emosi Dalam Pendidikan

of 18

Transcript of Aplikasi Emosi Dalam Pendidikan

APLIKASI EMOSI DALAM PENDIDIKANA. Pengertian Emosi Jiwa manusia merupakan satu kesatuan yang saling bersinergi satu sama lain yang menciptakan suatu keadaan kepribadian yang seimbang. Jika kita berbicara tentang kepribadian yang seimbang, pada diri setiap individu memiliki hal yang mempengaruhi terhadap kepribadian yaitu kestabilan emosi. Emosi pada diri individu berperan penting dalam penciptaan kepribadian dan perjalanan kehidupan seorang manusia, sehingga jika dikaji dari sisi psikologis manusia, maka akan muncul suatu keadaan dimana peran emosi ini sangat berpengaruh dalam segala hal kehidupan manusia, karena manusia merupakan makhluk yang mempunyai perasaan, hati nurani dan kepekaan terhadap peristiwa yang dialami secara emosional yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Perancis, motion, dari mouvoir, yang berarti 'kegembiraan' dan dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) berarti 'luar' dan movere yang berarti 'bergerak'. Emosi adalah istilah yang digunakan untuk keadaan mental dan fisiologis yang berhubungan dengan beragam perasaan, pikiran, dan perilaku. Emosi adalah pengalaman yang bersifat subjektif, atau dialami berdasarkan sudut pandang individu. Emosi berhubungan dengan konsep psikologi lain seperti suasana hati, temperamen, kepribadian, dan disposisi. menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pengertian emosi adalah ; luapan perasaan yang berkembang dan surut pada waktu singkat. Definisi secara psikologi emosi diartikan sebagai warna afektif seseorang yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Dalam buku Psikologi Belajar karya DR.Nyany Khodijah (2006) Definisi emosi dirumuskan secara bervariasi oleh para psikolog, dengan orientasi teoritis yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut : 1. William James (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh. 2. Goleman, 1999 (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.. 3. Kleinginna & Kleinginna (dalam DR. Nyayu Khodijah) mencatat ada 92 definisi yang berbeda tentang emosi., Namun disepakati bahwa keadaan emosional adalah suatu reaksi kompleks yang melibatkan kegiatan dan perubahan yang mendalam serta dibarengi dengan perasaan yang kuat. Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, parasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacammacam keadaan jasmaniah. Menurut Crow & Crow (1958), emosi adalah "an emotion, is an affective experience that accompanies

generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in his evert behaviour". Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu: a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial. b. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut. Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa dari pada bertingkahlaku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta dari pada perasaan. Menurut Kartono (1988) kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam artian individu tidak lagi terombang ambing oleh motif kekanak- kanakan. Chaplin (2001) menambahkan emosional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas. Smith (1995) mendefinisikan kematangan emosi menghubungkan dengan karakteristik orang yang berkepribadian matang. Orang yang demikian mampu mengekspresikan rasa cinta dan takutnya secara cepat dan spontan. Sedangkan pribadi yang tidak matang memiliki kebiasaan menghambat perasaan- perasaannya. Sehingga dapat dikatakan pribadi yang matang dapat mengarahkan energi emosi ke aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif. Senada dengan pendapat di atas Covey (dalam Puspitasari, 2002) mengemukakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu lain.

Menurut pandangan Skinner (1977) esensi kematangan emosi melibatkan kontrol emosi yang berarti bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya, dapat meredam emosinya, meredam balas dendam dalam kegelisahannya, tidak dapat mengubah moodnya, tidak mudah berubah pendirian. Kematangan emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk mengembangkan cinta secara sempurna dan luas dimana hal itu menjadikan reaksi pilihan individu sehingga secara otomatis dapat

mengubah emosi-emosi yang ada dalam diri manusia (Hwarmstrong, 2005). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu respons terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Walgito, 1997 (dalam DR. Nyayu Khodijah), mengemukakan tiga teori emosi, yaitu : a. Teori Sentral Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu; jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya. Contohnya : orang menangis karena merasa sedih b. Teori Periferal Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli berasal dari Amerika Serikat bernama William James (18421910). Menurut teori ini justru sebaliknya, gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini, orang tidak menangis karena susah, tetapi sebaliknya ia susah karena menangis. c. Teori Kepribadian Menurut teori ini, emosi ini merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi ini tidak dapat dipisahpisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah. Karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian. Misalnya apa yang dikemukakan oleh J. Linchoten. Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian yaitu : a. Emosi positif (emosi yang menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan sebagainya. b. Emosi negatif (emosi yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut dan sebagainya.

B. Fungsi emosi Bagi manusia, emosi tidak hanya berfungsi untuk Survival atau sekedar untuk mempertahankan hidup, seperti pada hewan. Akan tetapi, emosi juga berfungsi sebagai Energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan Messenger atau pembawa pesan (Martin dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006) Survival, yaitu sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Emosi memberikan kekuatan pada manusia untuk membeda dan mempertahankan diri terhadap adanya gangguan atau rintangan. Adanya perasaan cinta, sayang, cemburu, marah, atau benci, membuat manusia dapat menikmati hidup dalam kebersamaan dengan manusia lain. Energizer, yaitu sebagai pembangkit energi. Emosi dapat memberikan kita semangat dalam bekerja

bahkan juga semangat untuk hidup. Contohnya : perasaan cinta dan sayang. Namun, emosi juga dapat memberikan dampak negatif yang membuat kita merasakan hari-hari yang suram dan nyaris tidak ada semangat untuk hidup.Contohnya : perasaan sedih dan benci. Messenger, yaitu sebagai pembawa pesan. Emosi memberitahu kita bagaimana keadaan orangorang yang berada disekitar kita, terutama orang-orang yang kita cintai dan sayangi, sehingga kita dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan kondisi tersebut. Bayangkan jika tidak ada emosi, kita tidak tahu bahwa disekitar kita ada orang yang sedih karena sesuatu hal yang terjadi dalam keadaan seperti itu mungkin kita akan tertawa-tawa bahagia sehingga membuat seseorang yang sedang bersedih merasa bahwa kita bersikap empati terhadapnya. Dari pemaparan tentang fungsi emosi itu sendiri, maka kita dapat tarik suatu kejelasan bahwa emosi dalam kehidupan sangat berperan untuk menunjang segala aktifitas yang dilakukan oleh manusia. Penggunaan emosi yang tepat dalam situasi yang tepat dapat memepengaruhi terhadap hasil dari aktifitas yang dilakukan oleh manusia. Maka dari itu, patutlah kita menyadari tentang fungsi emosi pada diri kita serta menempatkan emosi tersebut pada situasi yang tepat. Dengan kita tepat dalam menggunakan emosi kita maka kitapun akan tepat dalam menghadapi suatu hal. Emosi tidaklah selalu harus diartikan sebagai hal yang buruk untuk dilibatkan dalam sesuatu karena Emosi pada prinsipnya menggambarkan perasaan manusia menghadapi berbagai situasi yang berbeda. Oleh karena emosi merupakan reaksi manusiawi terhadap berbagai situasi nyata maka sebenarnya tidak ada emosi baik atau emosi buruk. Berbagai buku psikologi yang membahas masalah emosi seperti yang dibahas Atkinson (1983) membedakan emosi hanya 2 jenis yakni emosi menyenangkan dan emosi tidak menyenangkan. Dengan demikian emosi di kantor dapat dikatakan baik atau buruk hanya tergantung pada akibat yang ditimbulkan baik terhadap individu maupun orang lain yang berhubungan (Martin, 2003). Maka dari itu sangat penting untuk disadari bahwa melibatkan emosi yang tepat dalam segala hal aktifitas dapat mempengaruhi terhadap perilaku individu kearah perilaku yang tepat pula khususnya dalam mengambil suatu keputusan. C. Implikasi dalam pendidikan Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa sangat keliru jika emosi diartikan kepada hal yang negatif serta tidak perlu dilibatkan dalam segala aktifitas. Melainkan bahwa emosi merupakan suatu hal yang sangat berperan dalam segala aktifitas termasuk dalam pendidikan dalam hal ini proses belajar dalam upaya mencapai suatu keberhasilan dan prestasi dalam pendidikan. Dari fungsi emosi yang telah dijelaskan sebelumnya terbukti bahwa emosi mempunyai suatu kekuatan yaitu energizer, maka jika kekuatan ini dikaitkan dalam proses pendidikan maka emosi ini akan memicu prestasi serta keberhasilan individu dalam pendidikan ketika individu tersebut menggunakan emosinya dengan tepat. Dalam proses belajar, kita tidak menyangkal bahwa peran intelegensi berpengaruh terhadap prestasi pembelajaran. Namun yang muncul saat ini tingkat keberhasilan seseorang dalam pendidikan sangat

difokuskan untuk diukur secara kuantitas intelegensi yaitu dengan pengukuran Intelligence Quotient (IQ), peran IQ diasumsikan sebagai hal utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan, akan tetapi perlu disadari bahwa IQ hanyalah merupakan pengukuran secara kuantitas mengenai tingkat intelegensi yang dapat diukur dan bersifat kongkrit dan konvergen, pengukuran terhadap intelegensi (IQ) ini tidak menggambarkan seseorang secara kualitas, karena menurut penelitian bahwa yang mempengaruhi keberhasilan bukanlah tingkat IQ yang tinggi saja namun aspek lainnya yang justru berperan lebih besar daripada IQ, terbukti bahwa IQ hanya berpengaruh 20% saja dalam keberhasilan, akan tetapi 80% lainnya dipengaruhi oleh kecerdasan yang lain termasuk didalamnya peran emosi yang perlu dipertimbangkan. Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar (Meier dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006). Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier, 2002 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006) kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Selain itu, dapat juga dilakukan pengembangan kecerdasan emosi pada siswa. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Maka dari hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa dalam proses pendidikan, emosi sangat berperan dan perlu untuk dilibatkan dalam proses pembelajaran karena emosi mempunyai suatu kekuatan yang dapat memicu kita dalam mencapai suatu prestasi belajar. Maka dengan ini keberhasilan sangatlah keliru jika dianggap factor utamanya adalah IQ yang tinggi karena banyak orang yang berhasil dalam sisi akademik namun tidak bisa melakukan apapun dengan keberhasilannya dalam kehidupan yang nyata, oleh karena itu keterlibatan emosi sangat penting dalam segala aktifitas, apalagi jika kita dapat mengelola emosi itu dengan tepat atau dengan kata lain cerdas dalam menggunakan emosi. Kecerdasan emosi ini akan sangat berperan terhadap keberhasilan seseorang dalam segala aspek kehidupan. You might also like: EMOSI DAN MANAJEMEN EMOSI MENGINTEGRASIKAN KECERDASAN EMOSI DALAM PELAJARAN Tindakan Guru Dalam Pembelajaran Pengembangan Kecerdasan Emosional Siswa (Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Roushon Fikr Jombang Jawa Timur) Nasirudin NasirudinLinkWithin

DIPOSKAN OLEH ZONA DALYANA DI 21:58 0 KOMENTAR KIRIMKAN INI LEWAT EMAILBLOGTHIS!BERBAGI KE TWITTERBERBAGI KE FACEBOOK LABEL: EMOSI DAN MANAJEMEN EMOSI

EMOSI DAN MANAJEMEN EMOSIEmosi adalah perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu.[1] Emosi adalah reaksi terhadap seseorang atau kejadian.[2] Emosi dapat ditunjukkan kerika merasa senang mengenai sesuatu, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu.[1]. Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Perancis, motion, dari mouvoir, 'kegembiraan' daribahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak'.[3] Kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada suasana hati.[3] Sebagai contoh, bila seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah.[3] Perasaan intens kemarahan tersebut mungkin datang dan pergi dengan cukup cepat tetapi ketika sedang dalam suasana hati yang buruk, seseorang dapat merasa tidak enak untuk beberapa jam. (Wikipedia) Dalam The Expression of the Emotions in Man and Animals, Charles Darwin menyatakan bahwa emosi berkembang seiring waktu untuk membantu manusia memecahkan masalah.[4]Emosi sangat berguna karena memotivasi orang untuk terlibat dalam tindakan penting agar data bertahan hidup tindakan-tindakan seperti mengumpulkan makanan, mencari tempat berlindung, memilih pasangan, menjaga diri terhadap pemangsa, dan memprediksi perilakumanusia lain.[4] [SUNTING] KLASIFIKASI EMOSI Salah satu cara mengklasifikasikan emosi adalah berdasarkan apakah emosi tersebut positif atau negatif[5]. Emosi-emosi positif -seperti rasa gembira dan rasa syukur- mengekspresikan sebuah evaluasi atau perasaan menguntungkan, sedangkan emosi-emosi negatif -seperti rasamarah atau rasa bersalah- mengekspresikan sebaliknya.[5] Emosi tidak dapat netral, karena menjadi netral berarti menjadi nonemosional[6]. SUMBER-SUMBER EMOSI DAN SUASANA HATI

KepribadianKepribadian memberi kecenderungan kepada orang untuk mengalami suasana hati dan emosi tertentu, contohnya beberapa orang merasa bersalah dan merasakan kemarahan dengan lebih mudah dbandingkan orang lain, sedangkan orang lain mungkin merasa tenang dan rileks dalam situasi apa pun.[4] Intinya, beberapa orang memiliki kecenderungan untuk memiliki emosi apa pun secara lebih intens atau memiliki intensitas afek (perbedaan individual dalam kekuatan di mana individu-individu mengalami emosi mereka) tinggi[7]. MANAJEMEN EMOSI { March 12, 2008 @ 10:42 am } { Artikel }

{ Tags: Emosi jiwa, EQ, iseng aja, manajemen emosi }

Gw lg iseng gada kerjaan dikantor(like usual) ^_^, trus gw tiba2 teringat ama yg namanya EQ(Emotional Intelligence Quotient) yg sekarang kyknya lg banyak dibicarakan heheheitu bagus katanya..so gw mencari artikel yg pengen gw baca dptlah inin gw mau berbagi ama temen semua.Boleh khan?! ^_^ (From Sinarharapan.co.id) Seringkali kita menganggap bahwa emosi adalah hal yang begitu saja terjadi dalam hidup kita. Kita menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya sekedar respon kita terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada kita. Menurut definisi Daniel Goleman dalam bukunya, Emotional Intelligence, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan Anthony Robbins (penulis Awaken the Giant Within) menunjuk emosi sebagai sinyal untuk melakukan suatu tindakan. Di sini ia melihat bahwa emosi bukan akibat atau sekadar respon, tetapi justru sinyal untuk kita melakukan sesuatu. Jadi dalam hal ini ada unsur proaktif, yaitu kita melakukan tindakan atas dorongan emosi yang kita miliki. Bukannya kita bereaksi atau merasakan perasaan hati atau emosi karena kejadian yang terjadi pada kita. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa meskipun ada ratusan jenis emosi, namun ada empat emosi dasar di titik pusatnya (takut, marah, sedih dan senang), dengan berbagai variasi atau nuansanya yang mengembang keluar dari titik pusat tersebut. Tepi luar lingkaran emosi diisi oleh suasana hati yang secara teknis lebih tersembunyi dan berlangsung jauh lebih lama daripada emosi (misalnya jika suasana hati sedang marah, mudah tersinggung, kejadian kecil yang mengecewakan dapat memicu kemarahan seseorang). Di luar lingkaran suasana hati terdapat temperamen atau watak. Artinya seseorang dalam kondisi selalu dalam suasana hati dengan emosi tertentu, misalnya seseorang dengan temperamen pemarah akan selalu menunjukkan emosi marah setiap saat. Di luar temperamen, barulah apa yang disebut dengan gangguan emosi seperti: depresi klinis, atau kecemasan yang tidak kunjung reda, kegelisahan dan sebagainya. Emosi secara fisiologis terdapat pada salah satu bagian dari sistem otak yang disebut sistem limbik, yaitu otak kecil di atas tulang belakang, di bawah tulang tengkorak. Sistem limbik ini memiliki tiga fungsi, yaitu mengontrol emosi, mengontrol seksualitas, dan mengontrol pusat-pusat kenikmatan.

Emosi merupakan hal yang paling penting dalam perkembangan otak seseorang. Banyak orang mengira bahwa emosi secara keseluruhan ada di luar kendali dirinya, sehingga berbagai reaksi atas berbagai kejadian hidup terjadi secara spontan. Padahal sesungguhnya kemampuan kita dalam mengendalikan dan mengelola emosi kita merupakan faktor penentu penting keberhasilan atau kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan kita. Sejak diperkenalkan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence EQ) oleh Daniel Goleman pada 1995 tersebut, perhatian masyarakat mulai beralih dari kecerdasan intelektual (IQ) semata kepada kecerdasan emosional. Meskipun sampai saat ini, setidaknya menurut pandangan kami, upaya pendidikan formal masih hanya ditekankan pada penguasaan kecerdasan intelektual IQ semata. *** Keterampilan yang berhubungan dengan emosi (dikenal dengan istilah soft-skills) hampir terlupakan dalam sistem dunia pendidikan kita dibandingkan dengan penguasaan ilmuilmu pengetahuan dan teknologi (hard-skills). Padahal keberhasilan seseorang amatlah ditentukan oleh kemampuannya menguasai berbagai keterampilan yang berhubungan dengan kecerdasan emosi. Ada ungkapan yang menyatakan bahwa orang tidak akan sukses dalam bidang apa pun kecuali jika ia senang dengan apa yang digelutinya itu. Pernahkah Anda mengalami tidak menyukai satu mata pelajaran tertentu, atau tidak suka dengan guru yang mengajar mata ajaran tersebut? Saya dapat pastikan bahwa Anda tidak akan memperoleh nilai bagus untuk mata pelajaran itu. Penelitian menunjukkan bahwa emosi biasanya memicu seseorang untuk berprestasi. Oleh karena itu, kecerdasan emosional menjadi lebih penting dibandingkan dengan kecerdasan intelektual atau prestasi akademik. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan lain-lain) dan tidak melebihlebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan mampu mengendalikan stres. Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial (social skills). Keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi ini antara lain misalnya: kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan komunikasi, kerja sama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi, dan sebagainya. Sebagian besar yang menentukan kesuksesan seseorang dalam hidup adalah kecerdasan emosional ini atau EQ (emotional intelligence). Orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi biasanya menonjol dalam kehidupan nyata, misalnya menjadi pemimpin, memiliki hubungan luas,

mudah bergaul, mempunyai karakter yang baik dan disiplin diri, serta memiliki kemampuan-kemampuan dasar untuk mencapai kesuksesan hidup. Dibanding EQ, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang kira-kira 20 persen untuk menentukan kesuksesan seseorang. *** Bisakah kita meningkatkan kecerdasan emosi kita? Para filsuf besar seperti Socrates maupun Lao Tsu menunjukkan bahwa inti kecerdasan emosional adalah kesadaran akan perasaan diri sendiri. Artinya bahwa semakin kita mengenali diri sendiri, semakin meningkatlah kecerdasan emosi kita. Inilah pesan pokok manajemen diri yaitu mengenali dan mengelola diri (termasuk emosi kita), sehingga akhirnya kita dapat meningkatkan kecerdasan emosi kita yang merupakan penunjang keberhasilan kita dalam kehidupan ini. Berikut ada 7 keterampilan yang perlu kita perhatikan dalam upaya meningkatkan kecerdasan emosional kita: 1. Mengenali emosi diri. Keterampilan ini meliputi kemampuan kita untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: Takut. Emosi ketakutan (termasuk kegelisahan, kecemasan, kekuatiran, teror) merupakan antisipasi ke hal-hal buruk yang mungkin terjadi yang perlu dipersiapkan. Justru jika kita merasa takut kita justru mengirim pesan untuk siap siaga. Ketakutan itu tidak menyelesaikan masalah, tetapi tindakanlah yang mengatasi rasa takut dan masalah yang mungkin terjadi. Sakit Hati. Perasaan sakit hati merupakan emosi yang paling mendominasi hubungan antarmanusia, baik pribadi maupun profesional. Sakit hati biasanya disebabkan oleh perasaan kehilangan atau memiliki harapan yang belum terpenuhi. Perasaan ini muncul jika mengharapkan orang menepati janji tetapi ingkar. Rasa kehilangan keakraban atau kepercayaan dapat menciptakan sakit hati. Marah. Termasuk di dalamnya emosi kebencian, kegeraman bahkan mengamuk. Pesan atas kemarahan adalah berarti adanya suatu aturan atau standar penting yang dipegang dalam hidup telah dirusak oleh orang lain atau bahkan oleh diri sendiri. Kemarahan juga bisa diakibatkan oleh ketakutan atau rasa kehilangan yang menumpuk, sehingga meledak menjadi kemarahan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu dapat melepaskan emosi negatif sekecil apapun agar tidak meledak menjadi kemarahan yang destruktif bagi diri dan orang lain. Frustrasi. Kapanpun kita merasa telah terus menerus berusaha tetapi tidak atau belum

memperoleh hasil yang kita harapkan, kita cenderung merasakan emosi frustasi. Pesan emosi frustasi adalah sinyal positif, artinya kita percaya bahwa kita dapat melakukan lebih baik dari yang sedang kita lakukan. Kita hanya perlu mengubah pendekatan, persepsi atau perilaku kita terhadap masalah yang kita hadapi atau upaya yang sedang kita lakukan. Kecewa. Kekecewaan terjadi jika kita merasa bahwa kita gagal atau kehilangan sesuatu selama-lamanya. Pesan emosi kecewa menunjukkan adanya harapan tujuan yang seharusnya terwujud mungkin tidak terjadi, sehingga kita perlu mengubah harapan atau menyesuaikan dengan situasi dan mengambil tindakan dan mencapai tujuan baru. Rasa Bersalah. Perasaan atau emosi ini muncul ketika kita telah melanggar salah satu standar yang kita pegang. Emosi ini nampaknya mudah diatasi ketika kita merasa tidak ada orang lain yang mengetahui pelanggaran yang kita lakukan. Namun sesungguhnya dampaknya sangat berbahaya di masa mendatang, apalagi jika perasaan itu menumpuk dalam bawah sadar. Rasa bersalah yang terus menerus dapat menyebabkan stres dan mengurangi daya tahan tubuh serta menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Oleh karena itu penting sekali untuk segera melepaskan rasa bersalah itu. Kesepian. Perasaan ini muncul ketika kita merasa sendiri atau terpisah dari lingkungan orang lain. Ada dua macam tindakan yang dapat kita lakukan ketika rasa ini muncul. Pertama adalah dengan memanfaatkan emosi kesepian untuk memunculkan energi kreatif yang ada dalam diri kita, sehingga biasanya para seniman atau artis menjadi kreatif ketika mereka merasa kesepian. Hal kedua adalah dengan bertindak untuk mulai membina hubungan baru dengan orang lain. Mengenali emosi diri merupakan bentuk kesadaran diri yang tinggi. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita berada dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita yang pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali atas hidup kita. *** 2. Melepaskan emosi negatif Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan kita untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri kita. Sebagai contoh, keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat kita mudah marah ataupun frustrasi seringkali justru merusak hubungan kita dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi selama kita dikendalikan oleh emosi negatif kita justru tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri kita. Oleh karena itu kita membutuhkan keterampilan untuk dapat menghilangkan emosi negatif sebelum perasaan itu merusak kinerja kita atau kinerja organisasi secara keseluruhan.

Kebanyakan orang mengatasi emosi negatif dengan mengekspresikannya (expressing limiting emotions) ataupun dengan menahan (suppressing) emosi tersebut. Kedua hal ini justru malah menimbulkan dampak negatif. Ekspresi dari emosi seringkali bersinggungan dengan hubungan kita dengan orang lain, sehingga semakin ekspresif kita dalam menyatakan emosi semakin merusak hubungan personal maupun profesional kita. Menahan emosi di lain pihak dapat menyebabkan tekanan atau stres, sehingga pada gilirannya akan merusak diri kita sendiri. Cara terbaik adalah dengan melepaskan emosi negatif (releasing limiting emotions) melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar, sehingga kita maupun orang-orang di sekitar kita tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul. Ketika kita sudah menguasai keterampilan menghilangkan emosi negatif, maka kita dapat meningkatkan kemampuan kita dalam membina hubungan dengan orang lain, berkomunikasi, kita menjadi semakin optimistis, percaya diri, mudah menyesuaikan diri dan sebagainya. *** 3. Mengelola emosi diri sendiri. Kita jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu, baik atau buruk. Emosi adalah sekadar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu kita mencapai kesuksesan. Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada kita. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya. 4. Memotivasi diri sendiri Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri (achievement motivation) dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

5. Mengenali emosi orang lain Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif. *** 6. Mengelola emosi orang lain. Jika keterampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antarpribadi, maka keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antarmanusia. Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antarpribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antarkorporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antarindividu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain (baca: membina hubungan yang efektif dengan pihak lain) semakin tinggi kinerja organisasi itu secara keseluruhan. 7. Memotivasi orang lain Keterampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari keterampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. ________________________________________________________________ Sosambil browse jg..gw nemuin website ini, untuk macem2 testsalah satunya Emotional IQ Test. Klik aja link ini. Gw juga udah coba testnya, n hasilnya seperti ini..

You might also like: APLIKASI EMOSI DALAM PENDIDIKAN MENGINTEGRASIKAN KECERDASAN EMOSI DALAM PELAJARAN Tindakan Guru Dalam Pembelajaran Pengembangan Kecerdasan Emosional Siswa (Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Roushon Fikr Jombang Jawa Timur) Nasirudin NasirudinLinkWithin

DIPOSKAN OLEH ZONA DALYANA DI 21:45 0 KOMENTAR KIRIMKAN INI LEWAT EMAILBLOGTHIS!BERBAGI KE TWITTERBERBAGI KE FACEBOOK LABEL: EMOSI DAN MANAJEMEN EMOSI

Tindakan Guru Dalam Pembelajaran Pengembangan Kecerdasan Emosional Siswa (Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Roushon Fikr Jombang Jawa Timur) Nasirudin NasirudinAbstrak

Penelitian ini membahas tentang sebuah fenomena kecerdasan manusia yang beraneka

ragam jenisnya, yang pada dekade terakhir banyak diperbincangkan orang, yakni kecerdasan manusia berdimensi ganda, baik yang berupa kecerdasan intelektual (Gardner,1993), maupun kecerdasan emosional (Goleman, 1995). Satiadarma dan Waruwu (2003)menyatakan, dalam dunia pendidikan yang terjadi selama ini dan bahkan selama bertahun-tahun dirasakan adanya pengejaran terhadap aspek-aspek kognitif sebagai anak emas. Gurudalam berbagai perbincangannya senantiasa membicarakan kepandaian anak atau kecerdasan anak yang hanya menekankan pada aspek intelektual dan prestasi akademik saja. Sementara di sisi lain terjadi kemerosotan dan

kekurangwaspadaan terhadap perkembangan aspek sosial dan emosional anak.

Temuan mengungkapkan, bahwa dalam interaksipembelajaran yang bersifat

Priyo (2001) dalam disertasinya kognitifpun, terdapat banyak

tindakan di dalam kelas yang melibatkan emosi guru, di sisi lain banyak juga tindakan siswa di dalam kelas yang mencerminkan dilakukan oleh juga keadaan emosinya. Oleh dengan karena tidak hanya itu, mestinya melibatkan yang

proses pembelajaran yang kemampuan intelektual

guru, dikemas

saja,melainkan

mengedepankan

kemampuan dan perilaku

mencerminkan kondisi kecerdasan emosional, sehingga hubungan antara guru dan siswa menjadi seimbang dan terciptalah hubungan pembelajaran transaksional.

Karena itu, kedua aspek kecerdasan ini hendaknya dikembangkan dalam dunia pendidikan secara bersama-sama, sehingga lulusan sekolah yang dihasilkan, tidak hanya memahami dan mengerti tentang pengetahuan kognitif dan akademik belaka, tetapi mereka juga memiliki kemampuan dalam aspek kecerdasan emosional, sehingga mampu

mengenalemosi diri, mengelola emosi diri, mampu memotivasi diri, mengenal emosi orang lain, dan mampu menjalin hubungan dengan orang lain. Seiring dengan kesadaran tersebut, Sekolah Dasar (SD) Islam Roushon Fikr yang terletak di kota Jombang, Jawa Timur mulai mengupayakan usaha-usaha untuk menggarap program pendidikan terkait dengan layanan

gurudalam proses pembelajaran yang mampu mengembangkan perilaku siswa terkait dengan kecerdasan emosional.

Berdasarkan pada studi pendahuluan dan data dari beberapa referensi di atas, peneliti memfokuskan penelitian pada tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap pengembangan kecerdasan emosional siswa di SD Islam Roushon Fikr Jombang, yang meliputi:1). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa

mengenalemosi diri, 2). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengelola emosi diri, 3). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa memotivasi diri sendiri, 4). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi

terhadap

kemampuan

siswa

mengenal emosi orang

lain, dan

5).

Tindakan

gurudalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan dalam perkembangan setelah mengumpulkan data, menganalisis, dan

mengidentifikasi, muncul fokus kedua sebagai temuan penelitian tambahan, yaitu peristiwa spontan dalam pembelajaran yang langsung direspon oleh guru, dan

peristiwa dalampembelajaran yang berpeluang untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa, tetapi diabaikan atau tidak direspon langsung oleh guru.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif ethnografi dengan rancangan studi kasus. Data penelitian berupa hasil pengamatan tindak pembelajaran guru dan perilaku siswa serta wawancara dari para informan. Instrumen utama pengumpulan data adalah peneliti sendiri. Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data dengan model interaktif,yang terdiri atas: 1). Reduksi data, 2). Penyajian data, dan 3). Penarikan kesimpulan.

Temuan penelitian menunjukkan, bahwa tindak pembelajaran yang dilakukan oleh subyek penelitian (guru al Islam, Bahasa Indonesia, Sains, dan IPS kelas I, II, dan III) SD Islam Roushon Fikr Jombang, memiliki kontribusi terhadap pengembangan kecerdasan emosional siswa, yang

berupa: 1). Kemampuan siswa mengenal emosi diri, tindakan guru meliputi:menanyakan kabar atau keadaan siswa pada saat pembelajaran, dan meminta siswa menceritakan perasaan pada waktu kecil secara kronologis; 2). Kemampuan siswa mengelolaemosi diri, tindakan guru meliputi: mengajak siswa berbaris dengan rapi dan masuk ke dalamkelas secara bergiliran, meminta siswa antri dan tidak berebutan dalam mengumpulkan tugas,dan guru meminta siswa mengerjakan soal dengan hatihati, sabar, dan menjaga buku supaya tidak kotor; 3). Kemampuan siswa memotivasi diri sendiri, yang meliputi tindakan guru menjelaskan manfaat atau kegunaan dari pelajaran yang diajarkan, dan memberi nasihat akan pentingnya belajar yang tumbuh dari kesadaran diri sendiri, secara bertahap dengan cara meminta siswa untuk keluar kelas, maupun meminta siswa maju ke depan untuk menunjukkan hasil kerjanya; 4). Kemampuan siswa mengenal emosi orang lain, yakni guru menanyakan kemana siswa tidak masuk, meminta siswa menyimak dan menghargai teman yang sedang bercerita, dan guru bersikap diam ketika melihat siswa yang membuat gaduh; dan 5). Kemampuan siswa menjalin hubungan dengan orang lain, tindakan guru meliputi: mengajak siswa untuk belajar kelompok, meminta siswa mengumpulkan tugas secara berantai, dan guru meminta siswa dengan melakukan fokus simulasi atau bermain peristiwa

peran dalam pembelajaran. Berkaitan

kedua, terdapat

spontan dalam pembelajaran yang langsung direspon oleh guru, dan adanya peluang untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa, yang diabaikan oleh guru.

Beberapa saran perlu peneliti sampaikan kepada: 1). Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan: a. Mengadakan perubahan orientasi kerangka pikir pembelajaran dengan selalu menggandengkan pengembangan kecerdasan emosional sebagai soft skills, di samping tercapainya hard skills dalam wujud pesan bidang studi melalai upaya pembelajaran yang mendidik, dan b. Membekali mahasiswa dengan wawasan kependidikan guru yang mendalam sebagai implicit teories of teaching, yang bisa digunakan untuk mengelola pembelajaran terkait dengan tercapainya instructional goal maupun nurturant effect; 2). Para Ahli Psikologi Pendidikan: menciptakan suatu pola pelatihan beserta instrumen indikatornya tentang pengembangan kecerdasan emosional, baik melalui kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler, dan b. Mengembangkan strategi khusus melalui penekanan terhadap aspek praktis-interaktif dalam pembelajaran kelompok, yang memiliki kontribusi bagi pengembangan kecerdasan emosional siswa; dan 3). Peneliti Berikutnya: a. Melakukan penelitian lanjut tentang pengembangan kecerdasan emosional siswa, baik menggunakan

pendekatan kuantitatif maupun kualitataif dengan rancangan model multi kasus ataupun multi situs, dan b.Menindaklanjuti penelitian dengan menyelenggarakan studi yang sama pada setting yang berbeda, sehingga lebih memperkaya temuan penelitian. You might also like: APLIKASI EMOSI DALAM PENDIDIKAN EMOSI DAN MANAJEMEN EMOSI SEJARAH PERJALANAN KURIKULUM PENDIDIKAN DI INDONESIALinkWithin

DIPOSKAN OLEH ZONA DALYANA DI 21:27 0 KOMENTAR KIRIMKAN INI LEWAT EMAILBLOGTHIS!BERBAGI KE TWITTERBERBAGI KE FACEBOOK LABEL: EMOSI DAN MANAJEMEN EMOSI

MENGINTEGRASIKAN KECERDASAN EMOSI DALAM PELAJARANHanya karena baju seragam PRAMUKA yang akan dipakainya hari itu basah lantaran dicuci, AA (10 tahun) siswa kelas IV SD di Kecamatan Playen, Yogyakarta nekat mengakhiri hidupnya dengan jalan gantung diri. Demikian sebuah harian nasional menulis. Masih di harian itu, selang beberapa bulan setelah kematian AA, MS (16 tahun) siswa SMK swasta di Kecamatan Karangrejo, Yogyakarta, juga menyudahi hidupnya karena depresi. Setelah MS, giliran siswa kelas II SMP swasta di Playen mencoba bunuh diri, walau akhirnya bisa diselamatkan, hanya karena tidak bisa melunasi uang piknik sebesar Rp. 155.000,-. Dan yang terakhir, seorang siswi SMK Negeri di Yogyakarta, EA (17 tahun) juga ditemukan mati tergantung pada kerangka pintu rumahnya. Untuk kasus bunuh diri yang terakhir ini, penyebabnya belum jelas. Membaca berita-berita bunuh diri di kalangan siswa itu, kita tersentak. Selama ini konsentrasi kita hanya tertuju pada bagaimana agar siswa-siswi kita mendapat nilai yang maksimal dalam setiap pelajaran. Terlebih lagi ketika nilai beberapa mata pelajaran dijadikan patokan kelulusan dalan ujian nasional. Kita begitu disibukkan dengan pemberian latihan beratus-ratus nomor soal bagi siswa, memberikan les-les tambahan berpuluh-puluh jam dan men-Try Out mereka terus menerus. Kita sama sekali tidak sadar, bahkan mungkin tidak tahu, bahwa ada yang lebih penting daripada sekedar mendapat nilai-nilai yang fantastis di setiap pelajaran. Benar, hidup mereka berjuta kali lebih penting daripada semua prestasi akademis. EA, siswi salah satu SMK Negeri di Yogyakarta yang bunuh diri beberapa bulan yang lalu, dikatakan sebagai anak yang tergolong pandai di sekolahnya. Tapi toh akhirnya, kepandaiannya itu tidak ada artinya lagi ketika dia telah terbujur kaku. Kita tersentak bukan kepalang dengan rentetan kejadian itu. Selama ini, apa yang kurang dari kita? Apa

yang salah dari sistem pendidikan kita? KETRAMPILAN EMOSI Orang-orang yang baik prestasi akademisnya memang cenderung memperoleh pekerjaan yang mapan, bahkan gaji yang besar. Jadi, sistem pendidikan kita tidaklah salah seratus persen. Tapi untuk menjadi orang yang sukses tidak harus selalu berprestasi secara akademis. Anda mau bukti? Inilah pendiri bisnis Es Teler 77 yang sukses, Sukyatno Nugroho. Dia bukanlah seorang Doktor lulusan Amerika yang cerdas seperti Muhammad Yunus. Dia hanya mempunyai ijazah SMP saja. Tapi kerja keras dan semangat tak gampang menyerahnya menghantarkan dia menjadi orang yang mapan lantaran bisnis Es Telernya yang berkibar hingga ke mancanegara. Apa yang diajarkan oleh Sukyatno melalui perjuangannya meraih kesuksesan sama dengan apa yang ditulis oleh DR. Daniel Goleman dalam bukunya yang berpengaruh, Emotional Intelligence, sebagai kecerdasan emosi. Goleman menulis bahwa kecerdasan emosional tercermin pada Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Sukyatno pernah ditipu orang ketika ia merintis usahanya. Dia pun mengalami pahitnya menjadi bangkrut. Tapi dia tidak frustrasi dan berdiam diri, dia bangkit lagi dan sukses. Sukyatno, yang lulusan SMP itu membuka mata kita bahwa prestasi akademis bukanlah segala-galanya. Dia adalah contoh hidup dari orang yang mempunyai Kecerdasan Emosi. Banyaknya kasus bunuh diri di kalangan siswa mengindikasikan bahwa siswa-siswa kita belum mempunyai ketrampilan emosi yang memadai. Seorang pengamat pendidikan, Darmaningtyas, menyatakan bahwa bunuh diri di kalangan siswa disebabkan oleh faktor Kemiskinan, Psikologi, dan oleh pemberitaan di media masa. Ada korelasi yang saling menguatkan antara ketiga faktor yang disebutkan oleh Darmaningtyas di atas. Masa anak-anak dan remaja merupakan masa transisi menuju dewasa. Di masa transisi ini akan banyak timbul gejolak kejiwaan yang bisa mengakibatkan seorang anak terjatuh dalam kondisi depresi. Di saat-saat seperti inilah mereka memerlukan komunikasi yang bisa mengangkat beban mereka. Tetapi keadaan ekonomi (kemiskinan) yang menekan keluarga membuat orang tua mengabaikan komunikasi intensif dengan anak-anak mereka dan membiarkan mereka bergaul dengan televisi (media masa), yang mengajari banyak hal negatif kepada mereka tanpa mereka sadari, dalam jumlah jam yang panjang. Bagi anak-anak dan remaja, sesuatu yang kita anggap sepele bisa jadi merupakan sebab terjadinya depresi. Pada anak-anak, masalah kecil seperti mendapat nilai yang buruk pada pelajaran tertentu ketika teman-teman sekelasnya mendapat nilai yang bagus, bisa menimbulkan rasa pesimis yang berkembang menjadi depresi. Pada remaja, mereka yang merasa ditolak dalam pergaulan dengan teman-teman sebayanya karena kekurangan di sisi tertentu pun bisa menyebabkan depresi. Di luar sebab-sebab di atas, kemiskinan juga merupakan sesuatu yang dapat mengguncang kejiwaan anak-anak dan remaja. Greg Duncan dan Patricia Garret melaporkan hasil penelitian mereka bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin, pada umur 5 tahun sudah merasa ketakutan, cemas, dan murung daripada teman sebayanya yang berkecukupan. Bahkan mereka juga punya banyak perilaku yang menyimpang. Pemberitaan di televisi, kemudian semakin memperburuk kondisi. Berita-berita kriminal, alih-alih menjadi media untuk menginformasikan tindak kriminal dari berbagai belahan bumi nusantara malah menjadi tontonan yang ditiru. Kita ingat bahwa selang beberapa minggu setelah kasus bunuh diri satu keluarga diberitakan media, ditemukan lagi kasus yang serupa di tempat lain. Jika lingkungan dan media masa menjadi faktor masalah, sedangkan keluarga belum mampu menjadi tempat yang menguatkan mental anak-anak untuk menempuh kehidupannya, harapan terakhir kita tumpukan pada : SEKOLAH SEBAGAI TEMPAT PENDIDIKAN EMOSI Bagaimana menjadikan sekolah sebagai tempat pendidikan emosi? Sebab untuk melatih agar siswa trampil mengelola emosi, guru harus bekerja ekstra diluar kewajiban yang selama ini telah mereka tunaikan, serta diperlukan peran serta masyarakat. Sedangkan para guru sudah memikul beban yang begitu berat dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Apakah dalam kondisi yang seperti ini para guru harus menambah lagi satu pelajaran untuk menunjang ketrampilan emosi? Jawabannya, tidak. Materi-materi untuk melatih ketrampilan emosi para siswa dapat diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran yang sudah ada. Mari saya antarkan anda pada beberapa contoh agar apa yang saya maksud di atas lebih kongkret. Dalam pembelajaran bahasa Inggris kelas VII, ketika para siswa dikenalkan pada jenis-jenis teks, jenis teks naratif mungkin bentuk bacaan yang paling diminati siswa. Kita bisa memberikan teks

Srigala dan Burung Bangau. Perilaku srigala yang mempermainkan perasaan burung bangau dengan menghidangkan sup dalam piring yang tidak mungkin bisa dimakan oleh bangau dapat dikembangkan untuk pelajaran speaking (berbicara) dengan mendiskusikan tentang nilai-nilai persahabatan dan mengungkapkan bagaimana perasaan kita jika dipermainkan oleh orang lain. Dari sini diharapkan para siswa bisa menghargai perasaan orang lain. Pada tahapan berikutnya, kita bisa menyajikan cerita yang lebih kompleks, yang mencakup berbagai jenis kecerdasan emosi seperti; apa yang harus kita lakukan ketika marah, depresi, pesimis ataupun ketika merasa ditolak dalam pergaulan serta ketika mendapat kegagalan-kegagalan kecil dalam hidup. Pola yang serupa juga bisa diterapkan untuk mata pelajaran sejarah ketika memaparkan peristiwa-peristiwa sejarah yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai bahan diskusi yang mengajarkan ketrampilan emosi. Dalam pelajaran matematika, pembahasan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) sebagai contoh, kita bisa membuat soal cerita yang dikerjakan secara berkelompok. Guru membagikan 3 kue kepada masing-masing kelompok yang terdiri dari 3 anak. Kemudian guru menginstruksikan kepada murid-murid bahwa mereka baru boleh memakan kuenya setelah menyelesaikan soal yang berbunyi : Alarm Budi berdering 5 menit sekali. Alarm Tono berdering setiap 10 menit sekali dan alarm Roni berdering setiap 15 menit sekali. Pada menit keberapa alarm mereka berdering bersamaan? Setelah mereka mendapatkan jawaban, guru kembali menginstruksikan bahwa mereka harus menunda keinginan mereka untuk memakan kue beberapa menit, sesuai dengan jawaban dari soal cerita yang telah mereka selesaikan. Nah, sambil menunggu saatnya memakan kue itulah, guru menjelaskan bahwa apa yang mereka kerjakan memberikan pelajaran pada mereka bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini, bahwa mereka harus memotivasi diri untuk belajar dan mengatasi godaan, bahwa menunda kepuasan (dalam hal ini adalah memakan kue) akan terus dituntut dari mereka di sepanjang kehidupan. Dan mereka harus berani menunda suatu kepuasaan demi meraih kepuasan yang lebih besar. Demikianlah. Dalam pelajaran-pelajaran lain pun saya yakin ada materi-materi yang bisa kita gunakan untuk melatih kecerdasan emosi yang mencakup empati, melihat dari sudut pandang orang lain, kepedulian, mengendalikan dorongan hati, mengungkapkan perasaan dan menyelesaikan perselisihan. Bahkan pelajaran-pelajaran yang kelihatannya tidak mungkin. Di luar itu, pelajaran Agama dan PKn adalah dua mata pelajaran yang secara langsung dapat menyentuh persoalanpersoalan kecerdasan emosi. Untuk menutup tulisan saya ini, saya katakan bahwa bisa jadi apa yang kita lakukan belum bisa memberikan hasil yang maksimal. Tapi kita harus melakukan sesuatu sembari berharap bahwa sedikit yang kita lakukan saat ini akan terus disempurnakan di masa mendatang (http://akumukita.multiply.com/tag/kecerdasan emosi)