Kestabilan Emosi

23
. Kestabilan Emosi 1. Pengertian Emosi Pengertian emosi akan membawa permasalahan yang sangat komplek. Banyak psikolog yang merumuskan emosi secara bervariasi dengan orientasi teoritis yang berbeda-beda (Chaplin, 1999). Ahmadi (1983) mendefinisikan emosi dengan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dengan hubungan dalam peristiwa yang dikenal dan bersifat subjektif. Albin (1986) merumuskan emosi sebagai perasaan yang begitu hebat dan menuntut untuk diungkapkan. Meichati (1983) berpendapat bahwa emosi merupakan pengalaman batin yang timbul untuk melengkapi arti pengalaman bagi seseorang, dan disertai kegiatan fisik. Muhana (2000) menjelaskan bahwa emosi adalah perasaan yang bergerak atau intensitasnya cukup kuat yang sebagian besar stimulusnya berasal dari luar diri atau eksteren. Begitu kuatnya intensitas dari emosi, sehingga sering mengganggu fiingsi kendali rasio terhadap perilaku. Menurut Mahmud (1990), defimsi emosi itu bennacam-macam, emosi dapat berarti "suatu keadaan yang bergejolak", "gangguan keseimbangan", atau "respon kuat dan tak beraturan terhadap setimulus". Ada satu hal yang sama dari defimsi tersebut yaitu adanya penyimpangan dari keadaan normal pada keadaan emosional. Beberapa pendapat para ahli tentang emosi, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan yang sangat mendalam, kuat, bersifat subjektif, dan keadaan emosi akan memungkinkan gejolak jasmaniah. Timbulnya emosi lebih

description

jagalh emosi mu

Transcript of Kestabilan Emosi

Page 1: Kestabilan Emosi

. Kestabilan Emosi

1. Pengertian Emosi

Pengertian emosi akan membawa permasalahan yang sangat komplek. Banyak psikolog yang

merumuskan emosi secara bervariasi dengan orientasi teoritis yang berbeda-beda (Chaplin,

1999). Ahmadi (1983) mendefinisikan emosi dengan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa

kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dengan hubungan dalam peristiwa

yang dikenal dan bersifat subjektif. Albin (1986) merumuskan emosi sebagai perasaan yang

begitu hebat dan menuntut untuk diungkapkan. Meichati (1983) berpendapat bahwa emosi

merupakan pengalaman batin yang timbul untuk melengkapi arti pengalaman bagi seseorang,

dan disertai kegiatan fisik. Muhana (2000) menjelaskan bahwa emosi adalah perasaan yang

bergerak atau intensitasnya cukup kuat yang sebagian besar stimulusnya berasal dari luar diri

atau eksteren. Begitu kuatnya intensitas dari emosi, sehingga sering mengganggu fiingsi

kendali rasio terhadap perilaku.

Menurut Mahmud (1990), defimsi emosi itu bennacam-macam, emosi dapat berarti "suatu

keadaan yang bergejolak", "gangguan keseimbangan", atau "respon kuat dan tak beraturan

terhadap setimulus". Ada satu hal yang sama dari defimsi tersebut yaitu adanya

penyimpangan dari keadaan normal pada keadaan emosional. Beberapa pendapat para ahli

tentang emosi, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan yang sangat mendalam,

kuat, bersifat subjektif, dan keadaan emosi akan memungkinkan gejolak jasmaniah.

Timbulnya emosi lebih disebabkan dari rangsangan luar diri atau eksternal. Perubahan yang

ada pada organisme merupakan perubahan yang disadari.

2. Fungsi Emosi dan Pengaruhnya

Keadaan emosi seseorang akan mempengaruhi sikap dan prilaku orang tersebut. Keadaan

emosi seseorang dapat dilihat dari ekspresinya. Misalnya kalau orang yang mengalamai

ketakutan mukanya akan menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, dan ketika orang dalam

keadaan senang wajahnya akan ceria. Jadi adanya perubahan-perubahan kejasmaniahan

sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh individu yang bersangkutan. Akal dan emosi

akan mempengaruhi setiap tingkah laku manusia. Dalam situasi tertentu, emosi kadang

kadang menghambat prilaku, tapi kadang-kadang emosi sangat mendukung semangat prilaku.

Seseorang yang selalu mengalami kegagalan maka ia akan menjadi murung, sedih dan apatis,

akan tetapi kegagalan tersebut kadang-kadang dapat memdorong seseorang

Page 2: Kestabilan Emosi

untuk bersemangat meraih cita-citanya (Meichati, 1983). Goleman (1998)

menyatakan bahwa semua emosi pada dasarnya dorongan untuk bertindak

terhadap rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan

secara berangsur-angsur.

Hurlock (1995) memberikan penjelasan mengenai emosi berdasarkan

pengaruh dan fungsinya. Emosi menambah rasa nikmat terhadap pengalaman

sehari-hari, bahkan emosi seperti kemarahan dan ketakutan juga menambah

rasa nikmat bagi kehidupan dengan memberikan suatu kegembiraan.

Kenikmatan tersebut biasanya muncul oleh akibat yang menyenangkan. Emosi

juga bisa menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi merupakan

suatu bentuk komunikasi, melalui perubahan mimik wajah dan fisik yang

menyertai emosi. Emosi merupakan sumber penilaian diri orang lain dan sosial.

Menilai orang dari cara orang lain mengekpresikan emosinya dan emosi apa

saja yang dominan. Emosi mempengaruhi interaksi sosial, semua emosi baik

yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan mendorong dalam

interaksi sosial.

Najati (2000) menjelaskan fungsi dan pengaruh emosi, diantaranya

adalah emosi takut yang mendorong untuk menghindar dari berbagai bahaya

yang mengancam. Emosi marah mendorong untuk mempertahankan diri dan

beijuang untuk menjaga kelangsungan hidup. Emosi cinta merupakan landasan

keterpautan hati antara dua jenis dan ketertarikan antara satu sama lainnnya,

guna tetap terpeliharanya kelangsungan hidup umat manusia. Menurut Schneiders (Dalam

Sa'adah 1997) menyatakan bahwa reaksi emosi mempunyai sifat psikofisik dan sosial.

Page 3: Kestabilan Emosi

Misalnya, seseorang yang sedang marah akan merasa terganggu ketenangan batinnya. Hal ini

mempengaruhi proses fisik dan mentalnya, yang selanjutnya akan mempengaruhi prilakunya,

sehingga ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan realitas. Berdasarkan pendapat diatas dapat

disimpulkan bahwa emosi sangat berfungsi dan mempengaruhi dalam kehidupan manusia.

Pengaruh emosi lebih terasa apabila manusia dihadapkan pada situasi lingkungan di

sekitarnya.

Fungsi dari emosi itu bisa menjadikan pengendali perilaku tetapi kadang juga bisa jadi

penguat perilaku. Akan tetapi emosi juga bisa membuat individu lari dari kenyataan.

3. Perkembangan Emosi

Hurlock (1980) memaparkan bahwa kemampuan untuk bereaksi seseorang secara emosional

sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah keterangsangan

umum terhadap stimulus yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercemin

dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat lahir,

bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai emosi yang

spesifik. Hal senada juga diutarakan oleh Meichati (1983) bahwa sejak dilahirkan manusia

sudah mengembangkan perilaku emosi. Individu akan melakukan penyesuaian diri, atau

mengembangkan emosinya telah berkembang berdasarkan pengalamannya. Menurut Young

(Agustina, 1982) bahwa tingkat perkembangan emosi

terdiri dari tiga tingkatan yaitu:

a. Tingkatan deferensiasi. Pada mulanya emosi bukan terperinci, baru setelah individu ketika

menerima rangsangan, maka ia mulai mengadakan reaksi yang cocok dengan ransangan

tersebut. Ia akan menangis bila ada stimulus yang membuat ia tidak nyaman. Pengalaman-

pengalaman tersebut sangat diperlukan guna membedakan antara stimulus yang

menyenangkan dan stimulus yang tidak menyenangkan. Pada perkembangan ini juga terdapat

perkembangan aspek-aspek kehendak, otot-otot motorik,ingatan, kemampuan berfikir dan

bersosialisasi. Pada tahapan ini reaksi emosi sudah nampak jelas apabila individu sedang

marah, sakit, takut dan benci.

b. Tingkat Integrasi. Pada tingkatan ini ditandai dengan makin

terdiferensiasinya aspek-aspek emosi, dengan berbagai rangsangan yang

Page 4: Kestabilan Emosi

membantu mempercepat deferensiasi emosi. Lalu dengan pengalaman

individu teijadilah integrasi antara emosi dengan aspek-aspek yang lain,

emosi memberi arti dan warna bagi kehidupan individu dan individu

menemukan bentuk kepribadiannya.

c. Tingkat stabil. Pada tingkat ini emosi individu dapat dikatakan telah stabil

baik ditinjau dari kwalitasnya maupun kwantitasnya. Emosi yang ada pada

anak belum stabil baru setelah dewasa emosi akan stabil.

Disamping itu menurut Hurlock (1980) menambahkan bahwa pada

tahap perkembangan emosi juga sangat dipengaruhi oleh harapan-harapan

orang tua dan masyarakat. Perbedaan cara mengungkapkan emosi pria dan

wanita juga karena perbedaan harapan tersebut.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa emosi itu

berkembang sejak bayi, walaupun pada masa itu emosi ditampilkan dengan

belum tampak jelas. Pada perkembangan selanjutnya emosi individu akan

berkembang sesuai tingkatan yaitu tingkat deferensiasi, lalu tingkat integrasi

dan yang terakhir tingkat stabil.

4. Pengertian Kestabilan Emosi

Menurut Khalid (1994) emosi dikatakan stabil apabila ekspresi emosi

ditampilkan dengan konstruktif dan tidak membahayakan, interpretasi yang

obyektif terhadap suatu peristiwa dan membiasakan diri menghadapi segala

tantangan dan menciptakan jalan keluar. Menurut Najati (2000) bahwa

kestabilan emosi adalah tidak berlebih-lebihan dalam pengungkapan emosi,

karena emosi yang diungkapkan secara berlebih-lebihan bisa membahayakan

Page 5: Kestabilan Emosi

kesehatan fisik dan psikis manusia.

Hurlock (1980) berpendapat bahwa kestabilan emosi memiliki

beberapa kriteria-kriteria. Pertama, yaitu emosi yang secara sosial dapat

diterima oleh lingkungan sosial. Individu yang emosinya stabil dapat

mengontrol ekspresi erposi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial atau

dapat melepaskan dirinya dari belenggu energi mental maupun fisik yang

selama ini terpendam dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan

sosialnya. Kedua, pemahaman diri. Individu yang punya emosi stabil mampu

belajar mengetahui besarnya kontrol yang diperlukan untuk memuaskan

kebutuhan-kebutuhannya, serta menyesuaikan diri dengan harapan-harapan

sosial, bersikap empati yang tinggi terhadap orang lain. Ketiga, penggunaaan

kecermatan mental. Individu yang stabil emosinya mampu menilai situasi

secara cermat sebelum memberikan responnya secara emosional. Kemudian

individu tersebut mengetahui cara yang tepat untuk bereaksi terhadap situasi

tersebut.

Abbas ( 1997 ) berpendapat bahwa emosi dikatakan menuju ketingkat

stabil ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya organisasi dan integrasi dari semua aspek emosi.

Individu akan mampu secara penuh mengekspresikan segala bentuk emosi

baik yang positif maupun yang negatif.

b. Emosi menjadi bagian integral dari keseluruhan kepribadian.

Individu memiliki sistem emosi yang profesional dalam keseluruhan

struktur pribadinya

Page 6: Kestabilan Emosi

c. Individu dapat menyatakan emosinya secara tepat dan wajar.

A1 Hasyim (1999) mengungkapkan bahwa orang yang stabil emosinya

adalah orang yang bisa menstabilkan atau menyeimbangkan antara kebutuhan

fisik dan psikis. Manusia tidak hanya terdiri dari tubuh dan pikiran saja namun

juga memiliki jiwa yang bergairah, semangat yang mendorongnya untuk

*

mengangkat dirinya dengan mencurahkan diri untuk beribadah mencari ridllo

Allah dan takut akan azab-Nya.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

kestabilan emosi adalah keadaan emosi seseorang yang diperlihatkan dengan

sikap yang sesuai dengan harapan sosial, tidak berlebih-lebihan dalam

mengekspresikan emosi serta bisa menyeimbangkan antara kebutuhan fisik dan

psikis. Berdasar kesimpulan diatas bahwa orang yang stabil emosinya adalah

orang yang bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Ketika dihadapkan

pada suatau permasalahan, tidak mengekspresikan emosinya dengan berlebihlebihan

seperti berteriak sekencang-kencangnya, memukul, dan marah-marah.

Orang stabil emosinya bisa menyeimbangkan antara kebutuhan fisik dan psikis.

5. Faktor- faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi

Menurut Hurlock (1995) faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi

adalah:

a. Fisik

Kalau seseorang dalam kondisi sehat secara jasmani maka akan cenderung

untuk tidak mudah marah dan cepat tersinggung. Individu akan merasa

Page 7: Kestabilan Emosi

nyaman dan tentram dalam kondisi jasmaniahnya yang sehat. Tapi individu

menjadi cepat marah dan cepat tersinggung bila ada salah satu angota

badanya kurang sehat secara medis. Hal ini disebabkan karena ada sesuatu

kekurangan yang dirasakan oleh individu, dan hal ini membuat individu

merasa tidak nyaman

b. Kondisi lingkungan. *

Adalah kondisi lingkungan tempat individu berada. Lingkungan yang bisa

menerima kehadiran individu dan individu mudah diterima pada lingkungan

tersebut akan membuat individu mengalami kestabilan dalam emosi. Akan

tetapi bila lingkungan tidak bisa menerima kehadiran individu maka

individu merasa tidak dianggap oleh lingkungan dan hal ini menyebabkan

individu merasa tidak berhargai dan terhina.

c. Faktor pengalaman.

Melalui pengalaman individu bisa mengetahui bagaiman anggapan orang

lain tentang berbagai bentuk ungkapan emosi. Individu akan mempelajari

bagaimana cara mengungkapkan emosi yang bisa diterima oleh lingkungan

sosial dan bagaimana ungkapan emosi yang tidak diterima. Hal ini berkaitan

dengan kondisi norma budaya setempat. Individu harus bisa mampu

mempelajari kondisi lingkungan tempat dia berada. Antara satu daerah

dengan daerah yang lain tidak sama adat istiadatnya.

Afiatin dkk (1994) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi

kestabilan emosi adalah faktor lingkungan dan individu. Faktor lingkungan

berkaitan dengan pengaruh lingkungan tempat individu tinggal, baik

Page 8: Kestabilan Emosi

lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial masyarakat. Faktor individu

berkaitan dengan masalah pertumbuhan fisik biologis.

Menurut Bastaman (2001) faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi

adalah individu itu sendiri. Suatu tindakan-tindakan terencana untuk

mengembangkan potensi pribadi. Untuk itu diperlukan pemanfaatan prinsipprinsip

pelatihan. Pelatihan ini pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan

untuk lebih menyadari berbagi keunggulan dan kelemahan pribadi, baik yang

berupa potensial maupun yang sudah teraktualisasi misalnya, kemampuan yang

dimiliki, ketrampilan, sikap, sifat, keinginan. Pada hal yang demikian yang

bisa menumbuh kembangkan hal-hal yang positif serta mengurangi dan

menghambat hal-hal yang negatif.

Menurut Najati (2000) bahwa faktor yang mempengaruhi kestabilan

emosi itu terletak pada diri individu itu sendiri, yaitu faktor keimanan pada

Allah SWT. Individu yang benar-benar beriman hanya takut pada Allah saja,

ia tidak takut mati ataupun musibah. Individu akan bisa mengendalikan

amarahnya, menahan kesedihan, selain itu mempunyai sikap merendahkan diri.

Orang yang selalu ingat akan mati dia akan selalu melakukan perbuatan

kebajikan baik kepada Allah ataupun kepada sesama manusia {Hablum

Minallah Wa Hablum Mmannas i) sebab individu punya keyakinan bahwa

segala amal perbuatan akan ada balasanya dihadapan Tuhan dihari pembalasan

kelak. Juga orang yang stabil emosinya bila tertimpa suatu musibah dia akan

mengatakan bahwa semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya

pula {Innalillahi Wa Innailaihi Roji'un)., dan individu akan menyerahkan

Page 9: Kestabilan Emosi

segala urusanya hanya kepada Tuhan setelah individu berusaha dengan

sungguh-sungguh.

Faktor lain yang menyebabkan emosi stabil adalah lewat pemahaman

terhadap makna A1 Quran. Orang yang memahami makna A1 Quran akan

teijadi proses kontrol diri {self control) yang kuat, menggelorakan perasaan,

kemantapan diri, menggugah kesadaran {self consciousness) dan proses

pembelajaran atau menajamkan wawasan. (Najati, 2000).

Beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi

dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Faktor pribadi meliputi

hal-hal yang berkaitan secara langsung dengan individu itu sendiri seperti:

pengalaman, pelatihan, keyakinan terhadap hal-hal yang diyakini itu benar, dan

pemahaman terhadap makna A1 Quran. Sedangkan faktor lingkungan meliputi

lingkungan keluarga serta lingkungan sosial.

6. Kestabilan Emosi Remaja

a. Pengertian remaja

Kata remaja berasal dari kata latin yaitu adolescere (kata bendanya

adolecentia yang berarti remaja). Istilah ini juga bisa diartikan sebagai suatu

yang tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock 1980). Menurut

Kartono (1992) bahwa masa pada adolesensi ini teijadi proses pematangan

yang berlangsung secara lambat dan teratur. Pada periode tersebut seseorang

banyak melakukan introspeksi, dan mencari sesuatu kedalam diri sendiri

sehingga ia akhirnya menemukan aku-nya, dalam artian menemukan

harmoni baru antara sikap kedalam diri sendiri dengan sikap keluar pada

Page 10: Kestabilan Emosi

dunia obyektif.

Menurut Hurlock (1980) bahwa awal masa remaja dimulai dari umur

13 tahun sampai umur 18 tahun yaitu usia matang secara hukum. Masa

remaja merupakan pejiode yang sangat singkat. Darajat (1993) berpendapat

bahwa permulaan masa remaja dimulai dengan kegoncangan yang di tandai

dengan haid (menstruasi) bagi anak perempuan dan mimpi basah pada pada

pria. Kejadian tesebut teijadi kira-kira remaja menginjak usia 15 tahun.

Bahwa masa remaja dikenal sebagai masa transisi dari masa anak

menuju masa dewasa. Remaja mengalami perubahan pada sejumlah aspek

perkembangan baik fisik maupun psikologis, emosi, mental, sosial maupun

moral. Perubahan-perubahan tersebut menuntut remaja mengadakan

perubahan besar dalam sikap dan perilaku sesuai dengan tujuan

perkembangan dengan cara yang adaptif.

Haditono (1999) berpendapat bahwa dalam perkembangan

kepribadiannya remaja mempunyai arti yang khusus, namun begitu, masa

remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses

perkembangan seseorang. Ia tidak termasuk golongan anak tetapi ia pula

term as uk golongan orang dewasa. Remaja masih belum mampu menguasai

fungsi fisik maupun psikis. Ditinjau dari segi tersebut mereka termasuk

golongan anak-anak. Mereka masih haras menemukan tempat dalam

masyarakat.

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja

adalah masa untuk tumbuh menjadi dewasa dan proses ini beijalan dengan

Page 11: Kestabilan Emosi

lambat dan teratur. Masqa peralihan ini mempunyai arti kusus pada diri

remaja. Karena pada masa itu tidak adanya kejelasan dalam proses

perkembangan seseorang. Melalui intropeksi diri, remaja bisa menemukan

jati diri. *

b. Perubahan-perubahan Pada Remaja

Pada masa remaja teijadi perabahan-perahan yang saling

mempengaruhi. Teijadinya perubahan yang satu bisa mempengaruhi

terhadap perubahan yang lainya. Tingkat perubahan dalam sikap dan

perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat dengan perubahan pada

fisik. Selama awal remaja ketika perubahan fisik teijadi dengan pesat,

perubahan perilaku dan sikap juga berkembang dengan pesat. Jikalau

perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun.

Adapun perubahan-perubahan itu antara lain meningginya emosi, perubahan

pada fisik, perubahan minat dan peran, perubahan pola perilaku dan yang

terakhir remaja berubah pada sikap ambivalen terhadap perubahan.

Meningkatnya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan

fisik dan psikologis yang terjadi, karena perubahan emosi biasanya tejadi

lebih cepat selama masa awal remaja. Maka meningginya emosi lebih

menonjol pada masa awal periode akhir masa remaja.

Daradjat (1993) berpendapat bahwa masa remaja adalah masa

perubahan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada

masa remaja mengalami pertumbuhan disegala bidang. Mereka bukan lagi

anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berfikir, dan bertindak, tapi bukan

Page 12: Kestabilan Emosi

pula orang remaja yang telah matang. Tidak ubahnya masa ini merupakan

*

suatu jembatan penghubung antara masa tenang yang selalu bergantung

kepada pertolongan dan perlindungan orang tua dan lingkungan sekitar,

dengan menuju masa berdiri sendiri, bertanggung jawab dan berfikir

matang.

Untuk perubahan emosi ini, remaja harus mendapatkan bimbingan

dan pengarahan dalam penyesuaian dengan lingkungan agar bisa diterima

oleh linkungan sekitar. Remaja akan belajar mengatasi dan mengontrol

emosinya. Tentu saja dalam hal ini remaja harus bisa mengambil hikmah

atas kejadian-kejadian yang ada untuk dijadikan pedoman.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prubahan-perubahan

pada masa remaja teijadi dengan sangat pesat dan saling mempengaruhi

antara peruhan yang satu dengan perubahan yang lainya. Peruhan ini teijadi

disegala bidang baik fisik maupun psikis. Masa remaja merupakan masa

anak-anak yang selalu tergantung dengan yang lainnya menuju pada masa

mandiri, oleh karena itu pada masa remaja harus mendapatkan bimbingan

agar sesuai dan bisa diterima oleh lingkungan.

Pola Emosi Pada Remaja

Pola emosi pada masa remaja hampir sama dengan pola emosi pada

masa kanak-kanak. Perbedaanya terletak pada rangsangan dan derajat yang

membangkitkan emosi, kususnya pada pengendalian dalam mengungkapkan

emosi (Hurlock, 1980)

Page 13: Kestabilan Emosi

Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa pola emosi yang teijadi pada

remaja tidak lagi mengungkapkan marahnya dengan cara menggunakan

amarah yang meledak-ledak, dengan menggerutu, tidak mau bicara, atau

mengkritik orang dengan suara keras. Pengungkapan emosi pada remaja

dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi agar bisa diterima dengan

lingkungan sosial. Sikap dan perilaku remaja yang sudah stabil emosinya

tersebut dikarenakan remaja mampu mengabaikan banyak rangsangan yang

tadinya dapat menimbulkan ledakan emosi. Remaja seharusnya sudah sudah

dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara

emosional. Ia tidak lagi bereaksi tanpa berfikir terlebih dahulu..

Menurut Daradjat (1993.), bahwa remaja merasa bahwa dirinya telah

dewasa dan dapat berfikir logis. Mereka mengharap atau menginginkan

perhatian dan tanggapan orang lain, baik dari orang tua, guru, maupun sosial

masyarakat agar mereka dihargai dan diperlakukan seperti orang dewasa.

Hal ini di tunjukan dengan perhatian mereka terhadap masyarakat sangat

besar, bahkan mereka kadang-kadang berkorban besar untuk mendapatkan

perhatian tersebut.

Sikap dan prilaku remaja yang sudah matang tersebut, karena remaja

mengabaikan bayak rangsangan yang tadinya dapat menimbulkan ledakan

emosi. Remaja dapat menilai situasi secara cermat sebelum bereaksi. Ia

tidak lagi bereaksi tanpa berfikir sebelumnya (Hurlock, 1995)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengungkapan emosi

merupakan hal yang sangat mempengaruhi remaja, sehingga kasalahan atau

Page 14: Kestabilan Emosi

kebenaran dalum pengungkapan emosi ini akan berdampak dalam

kehidupan remaja. Secara teoritis emosi pada seorang remaja sudah

terkendalikan, kondisi ini karena remaja sudah bisa mengabaikan hal-hal

yang membuat ledakan emosi. dan juga karena remaja sudah bisa

mengendalikan emosinya agar bisa diterima oleh lingkungan dengan cara

merasa bahwa dirinya sudah dewasa yang bisa berfikir logis.