Apbn Pemanfaatan Dukungan Pemerintah Thd PLN 20140602101141
-
Upload
mbelgedeshu -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of Apbn Pemanfaatan Dukungan Pemerintah Thd PLN 20140602101141
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 1
Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam
Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia
Abstrak
Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung PT. PLN Persero dalam meningkatkan layanannya. Kajian ini menyampaikan beberapa dukungan pemerintah tersebut dan evaluasinya terhadap kinerja PLN. Kinerja ini lebih dilihat dari efisiensi dalam pemberian layanan kepada masyarakat. Selain itu juga disampaikan hasil dari upaya penghematan energi listrik yang disampaikan pemerintah sebagai salah satu upaya pengurangan biaya pokok penyediaan listrik.
A. Pendahuluan
PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero merupakan perusahaan
penyedia listrik utama negara. Dalam operasionalnya untuk memberikan
pasokan listrik bagi Indonesia, PLN telah melakukan berbagai upaya untuk
meringankan beban masyarakat dalam membayar listrik yang telah
digunakan. Upaya tersebut juga dibantu oleh Pemerintah agar listrik dapat
dinikmati seluruh masyarakat dengan tarif yang relatif rendah. Upaya
pemerintah ini dilakukan melalui berbagai cara. Dalam kajian ini akan
menyampaikan bagaimana progress dari masing-masing kebijakan
pemerintah yang kemudian ditindaklanjuti oleh PLN.
B. Dukungan Pemerintah terhadap PLN dan Tindak Lanjutnya
Sejak 2010, PLN telah memberikan dukungan yang tidak hanya berupa
subsidi. Diantaranya dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 2
Tabel 1. Dukungan Pemerintah terhadap PT. PLN (Persero)
2010 2011 2012 2013 2014
- Memberikan
pinjaman lunak
kepada PLN
sebesar Rp 7,5
triliun dalam
APBNP 2010
dengan jangka
waktu
pengembalian 10-
15 tahun dengan
masa tenggang 5
tahun.
- Memberikan
jaminan penuh
terhadap
pembayaran
kewajiban PLN
kepada kreditur
perbankan yang
menyediakan
pendanaan/kredit
untuk proyek-
proyek
pembangunan
pembangkit listrik
(FTP 10.000 MW)
- Memberikan
jaminan penuh
atas kewajiban
pembayaran
pinjaman PLN
kepada kreditur
perbankan
sebesar Rp 623
miliar
- Memberikan
jaminan kepada
kreditur
perbankan/badan
usaha yang turut
berperan serta
dalam
pembangunan
Percepatan
Pembangunan
Pembangkit
Tenaga Listrik
tahap I dan II
- Memberikan
jaminan kepada
kreditur
perbankan/badan
usaha yang turut
berperan serta
dalam
pembangunan
Percepatan
Pembangunan
Pembangkit
Tenaga Listrik
tahap I dan II
- Tambahan margin
subsidi listrik
sebesar 3%
sehingga menjadi
8%, untuk
meningkatkan
kapasitas
pendanaan
eksternal PLN.
- Meningkatkan
kapasitas
pendanaan
eksternal PLN
dengan
menaikkan
margin subsidi
listrik menjadi
8%
- Memberikan
margin kepada
PLN dalam rangka
pemenuhan
persyaratan
pembiayaan
investasi sebesar
7% (tujuh persen)
- Memberikan
margin kepada
PLN dalam rangka
pemenuhan
persyaratan
pembiayaan
investasi sebesar
7% (tujuh persen)
- Memberikan
margin kepada
PLN dalam rangka
pemenuhan
persyaratan
pembiayaan
investasi sebesar
7% (tujuh persen)
- Pemerintah
mengalokasikan
dana untuk
kewajiban
penjaminan
sebesar Rp
1.000,0 miliar
untuk PLN
sebagai jaminan
atas
kemungkinan
terjadinya
default. Sumber: - Nota Keuangan, Kementerian Keuangan, 2010-2014,
1. Subsidi Listrik
Subsidi listrik merupakan bagian dari pos belanja dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Subsidi juga diberikan demi
terjaganya stabilitas pasokan listrik negara. Alasan lain mengapa subsidi
diberikan adalah karena subsidi dapat menutup kerugian yang dialami
PLN dalam memproduksi listrik. Dalam menyediakan pasokan listrik, PLN
dibebani dengan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik yang cukup
tinggi, sementara itu, tarif yang dibebankan kepada pelanggan lebih
rendah dari biaya produksinya, yaitu BPP.
Meskipun demikian, Pemerintah sendiri berupaya untuk mengurangi
nilai subsidi listrik ini, dengan harapan, nilai yang tadinya digunakan
untuk subsidi dapat dipindahkan untuk pembiayaan program
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 3
pembangunan lainnya. Upaya ini dilakukan dengan menaikkan tarif dasar
listrik. Tentunya tidak seluruh masyarakat menjadi obyek dari kenaikan
tarif listrik ini, mengingat masih banyak penduduk Indonesia yang masih
tergolong kurang mampu. Subsidi listrik diprioritaskan bagi konsumen
tidak mampu (450 s.d 1.300 VA), tarif lainnya ditetapkan sesuai BPP dan
keekonomian secara bertahap. Bulan Mei 2014 ini merupakan awal dari
pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2013 tentang
tarif tenaga listrik yang disediakan oleh PLN. Dalam peraturan tersebut
dinyatakan bahwa untuk pelanggan industri menengah (I-3) daya di atas
200 kVA go public, dan pelanggan industri besar (I-4) daya 30.000 kVA
akan dilakukan penyesuaian tarif tenaga listrik secara bertahap setiap 2
(dua) bulan. Kenaikan tarif tenaga listrik ini ditujukan hanya untuk
Industri menengah dan industry besar, karena kelompok industry
tersebut dianggap mampu membiayai pemakaian listriknya tanpa subsidi
dari pemerintah.
Dengan adanya kenaikan tarif tenaga listrik untuk industri, maka
besaran nilai subsidi ini menurun dari tahun 2013 ke 2014.
Grafik 1. Perkembangan Subsidi Listrik (dalam milyar rupiah)
Sumber: -LKPP, BPK RI, 2007-2012
Kenaikan tarif ini oleh PLN dapat digunakan untuk meningkatkan
layanannya kepada pelanggannya, dengan menambah pasokan listrik
sehingga dapat dirasakan di seluruh area Indonesia. Di beberapa daerah
di Indonesia masih banyak yang belum menerima pasokan listrik secara
optimal, bahkan di daerah pelosok tidak menerima pasokan listrik sama
sekali. Distribusi pasokan listrik tahun 2012 dapat dilihat dari rasio
elektrifikasi yang disajikan dalam gambar 1. Ratio elektrifikasi nasional
pada tahun 2011 sebesar 72,95%, sedangkan pada tahun 2012
mengalami kenaikan menjadi 75,30%. Untuk tahun 2013, rasio
elektrifikasi nasional ditargetkan sebesar 77,65%, dan ini akan terus
ditingkatkan menjadi 80% pada tahun 2014.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 4
Gambar 1. Rasio Elektrifikasi Indonesia Tahun 2012
Sumber: Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, 2012
2. Dukungan Pinjaman dan Penjaminan Pinjaman untuk Percepatan
Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 Mw
Dalam rangka mewujudkan target rasio elektrifikasi di atas dan
penyediaan listrik yang tarifnya lebih murah, maka Pemerintah dan PLN
merencanakan penambahan kapasitas pembangkit dalam rangka
memenuhi kebutuhan tenaga listrik. Berdasarkan RUPTL PLN 2011-2020,
pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik diproyeksikan sekitar 8.46%
pertahun dan kapasitas pembangkit sebesar 55.795 MW hingga tahun
2020 atau rata-rata 5.580 MW pertahun. Untuk memenuhi target
penambahan daya, Pemerintah telah menugaskan PLN untuk
melaksanakan percepatan pembangunan sejumlah stasiun pembangkit,
yang kemudian dikenal dengan Program Pembangunan Pembangkit
10.000 Mw Tahap 1 (FTP-1), yang disusul dengan program lanjutannya,
Program Pembangunan Pembangkit 10.000 Mw Tahap 2 (FTP-2).
Program Percepatan Pembangunan Pembangkit 10.000 Mw Tahap 1
(FTP-1) dilakukan dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) berbahan bakar batu bara di 37 lokasi di Indonesia, yang meliputi
10 lokasi dengan jumlah kapasitas 7.490 Mw di Jawa – Bali; 12 lokasi
dengan kapasitas 1.600 Mw di Indonesia Barat dan 15 lokasi dengan
kapasitas 885 Mw di Indonesia Timur. Komposisi pendanaan untuk
program ini adalah 85% dari pinjaman perbankan yang sepenuhnya
dijamin oleh Pemerintah sesuai dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia (PP) No. 91 Tahun 2007 pengganti dari PP No. 86 Tahun 2006
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 5
tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara, sedangkan
sisanya 15% bersumber dari dana internal PLN. Pinjaman perbankan
untuk proyek pembangkitan adalah sebesar US$5,1 miliar untuk
kebutuhan pendanaan porsi mata uang asing dan Rp21,7 triliun untuk
kebutuhan pendanaan porsi mata uang lokal. Pinjaman perbankan untuk
proyek transmisi yang terkait langsung dan tidak langsung dengan proyek
percepatan 10.000 Mw adalah sebesar US$116 juta untuk kebutuhan
pendanaan porsi mata uang asing dan Rp4,8 triliun untuk kebutuhan
pendanaan porsi mata uang local.1
Secara keseluruhan, pembangkit program FTP-1 yang telah
beroperasi sampai dengan akhir tahun 2012 sebesar 4.510 Mw, yaitu:
1. PLTU 1 Banten – Suralaya 1 x 625 Mw,
2. PLTU 2 Banten – Labuan 2 x 300 Mw,
3. PLTU 3 Banten – Lontar 3 x 315 Mw,
4. PLTU 1 Jawa Barat - Indramayu 3 x 330 Mw,
5. PLTU 1 Jawa Tengah – Rembang 2 x 315 Mw,
6. PLTU 2 Jawa Timur – Paiton 1 x 660 Mw,
7. PLTU Sulawesi Utara – Amurang 2 x 25 Mw,
8. PLTU Sulawesi Tenggara – Kendari 1 x 10 Mw.
Dengan kata lain, pernambahan daya menurut lokasi geografis
menunjukkan bahwa: (1) Area Jawa-Bali mendapatkan penambahan daya
sebesar 4.450Mw, (2) Sistem Indonesia Timur mendapatkan penambahan
daya sebesar 60Mw.2 Berikut jumlah pembangkit yang aktif hingga tahun
2012.
Tabel 2. Jumlah Unit Pembangkit PT. PLN hingga 2012
Tahun PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD PLTMG PLT Surya PLT Bayu
2004 190 41 55 51 8 4,776 2 - -
2005 191 41 60 51 8 4,859 2 - -
2006 203 43 60 53 8 4,670 2 - -
2007 196 45 54 60 9 4,705 2 - 1
2008 189 48 58 61 11 4,635 2 - 4
2009 201 49 63 59 9 4,626 4 - 3
2010 199 55 73 50 11 4,619 8 4 4
2011 213 59 71 61 10 4,842 4 8 1
2012 216 66 76 66 4 4,576 - 30 4 Sumber: Statistik PLN, 2012
Sementara itu, percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik
yang menggunakan energi terbarukan (panas bumi dan hidro), batubara,
dan gas dipusatkan pada Program Percepatan Pembangunan Pembangkit
10.000 Mw Tahap 2 (FTP-2). Pendanaan pembangunan pembangkit ini
akan bersumber dari APBN, Anggaran PLN, pinjaman lunak dan pinjaman
1 Annual Report PLN, 2012 2 Annual Report PLN, 2012
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 6
bentuk lainnya. Hingga saat ini, menurut PLN pembangkit yang sudah
beroperasi dari FTP-2 ini hanyalah PLTP Patuha 1x55 Mw, sedangkan
mayoritas proyek FTP-2 baru akan selesai di 2017.3
Adapun hal-hal yang menjadi hambatan dalam proses pembangunan
antara lain:
1. Aspek Regulasi
Perijinan penggunaan lahan: Sebagian besar lokasi
pengembangan pembangkit terletak di kawasan hutan lindung /
hutan konservasi/ taman nasional, khususnya PLTP.
Pembebasan Lahan: Adanya opini bahwa PLN adalah bukan
Pemerintah, sehingga pembebasan lahan harus dilakukan
dengan pola business-to-business yang lebih menyita waktu dan
biaya.
Ketidakpastian waktu dan proses perijinan.
Pengembang meminta waktu eksplorasi paling lambat 5 tahun
(sesuai UU 27/2003 & PP 59/2007), sehingga COD minimal 7
tahun, berdampak mundurnya COD proyek PLTP FTP II.
2. Aspek Pendanaan
Alokasi risiko yang belum diatur dengan jelas, menjadikan faktor
risiko sebagai “terms” yang harus dinegosiasikan.
Pengembang meminta kepastian bentuk jaminan kelayakan
usaha PLN.
Kebutuhan dana “equity” yang besar yang umumnya diperlukan
untuk eksplorasi.
3. Aspek Teknis
Potensi cadangan uap pada pembangkit PLTP tidak ada atau
lebih kecil dari perkiraan.
Pemindahan lokasi pembangkit, karena kondisi lokasi tidak
memungkinkan dibangun pembangkit baru.4
Berdasarkan Permen ESDM No.1 Tahun 2012, maka Proyek Percepatan
Pembangkit 10.000 Mw Tahap II berada di 98 lokasi dengan kapasitas
10.047 Mw, dengan rincian 26 lokasi dan kapasitas 3.757 Mw akan
dibangun oleh PLN, sedangkan 72 lokasi dan kapasitas 6.290 Mw akan
dibangun oleh Indonesia Power Produce (swasta) termasuk jaringan
transmisi terkaitnya.
3. Dukungan Peningkatan Margin Usaha dalam Subsidi Listrik
Seperti disampaikan sebelumnya, dukungan pemerintah terhadap
PLN tidak hanya dalam bentuk pemberian jaminan pinjaman dalam
membangun pembangkit baru, namun juga diwujudkan dalam bentuk
3 Investor Daily, 5 Mei 2014. “PLN targetkan 98% Pembangkit Non-BBM” 4 Annual Report PLN, 2012
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 7
tambahan margin usha dalam subsidi listrik menjadi 8% pada tahun
2010-2011 dan kemudian turun menjadi 7% di tahun 2012 hingga
sekarang. Margin subsidi ini diberikan dalam rangka pemenuhan
persyaratan pembiayaan investasi PLN. Dalam memasok listrik Indonesia,
PLN menghadapi risiko antara lain fluktuasi nilai tukar, suku bunga,
harga energi primer dan risiko proyek. Untuk menjaga agar PLN tidak
mengalami kesulitan likuiditas dan pendanaan, maka Pemerintah
memberikan margin usaha. Pemberian margin usaha merupakan upaya
agar kondisi keuangan PLN semakin baik dan bankable, yang antara lain
ditunjukkan dengan indikator consolidated interest coverage ratio (CICR) di
atas dua persen. Tingkat CICR di atas dua persen diperlukan oleh PLN
agar dapat memenuhi syarat untuk melakukan penerbitan global bond di
pasar internasional. Pendanaan dari obligasi (pinjaman) di pasar
internasional tersebut diperlukan untuk pembangunan pembangkit listrik
yang merupakan faktor penting dalam menjamin ketersediaan pasokan
listrik dan pertumbuhan penjualan tenaga listrik (growth sales) untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan masyarakat.
Kondisi keuangan PLN masih terpengaruh oleh efek krisis keuangan
1998 yang mengakibatkan kurangnya investasi. Akibat depresiasi mata
uang rupiah yang besar pada saat krisis tersebut, modal PLN telah
menyusut akibat akumulasi kerugian hingga sebesar Rp15 triliun dalam 5
tahun terakhir (sampai dengan 2008). Sekalipun sejak 2009 PLN telah
mendapatkan margin PSO sebesar 5% (2009) dan 8% (2010 dan 2011)
sehingga secara laporan keuangan PLN telah mencetak laba, likuiditas
yang ada hanya cukup untuk menutupi biaya operasional, sehingga
belum ada dana internal yang memadai untuk mendukung kegiatan
investasi.
Grafik 2. Perbandingan Subsidi Pemerintah, Pendapatan, Biaya, Laba, dan
Arus Kas Investasi PT. PLN (Persero) (dalam juta Rupiah)
Sumber: Annual Report PLN, 2007-2012
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 8
Bisa dilihat dalam grafik 2 di atas, bahwa kondisi laba operasi yang
kecil kurang mampu menaikkan nilai investasi seperti yang diharapkan.
Padahal dalam memberikan subsidi dan margin usaha, harapan
pemerintah adalah agar investasi PLN lebih mudah tumbuh sehingga
infrastrukturnya cepat bertambah. Namun kondisinya tidak demikian,
subsidi yang merupakan sumber utama pendapatan PLN selain penjualan
tenaga listrik, dimanfaatkan hampir seluruhnya untuk menutup biaya
operasi, sehingga meninggalkan laba operasi yang sedikit dan profit
margin PLN relative kecil (<20%) dibanding industry manufaktur lainnya
yang idealnya mencapai margin laba 20%.
Grafik 3. Perkembangan Profit Margin PT. PLN Persero
Sumber: Data Olahan, Annual Report PLN, 2007-2012
C. Pemanfaatan Dukungan Pemerintah dalam Operasional PLN
Nilai subsidi dari pemerintah ini merupakan sumber pendapatan
terbesar kedua bagi PLN. Dalam operasionalnya pendapatan ini digunakan
untuk menutup biaya operasional PLN, yang dimana sebagian besar biaya ini
diperuntukkan untuk pembelian bahan bakar. Berikut adalah pemanfaatan
pendapatan PLN dalam menyediakan pasokan listrik.
Tabel 3. Biaya Operasional PLN Sesuai Jenis Pembangkit
Bahan
Bakar *)Pemeliharaan
Penyusutan
Aktiva
Lain-
lainPegawai Jumlah
PLTA 351,551 216 10,525 21.29 30.80 81.62 4.08 18.09 155.87
PLTU 14,446 66 73,823 626.25 62.46 112.93 1.96 6.54 810.14
PLTG 2,973 76 5,668 2,135.84 66.39 145.34 2.82 12.59 2,362.99
PLTGU 8,814 66 34,569 884.31 44.07 66.36 3.02 4.05 1,001.80
PLTP 548 4 3,558 1,015.92 17.26 70.63 1.81 15.87 1,121.50
PLTD 2,599 4,576 3,484 12,567.45 566.09 183.80 17.93 105.73 13,440.99
Jenis
Pembangkit
Biaya Operasional Rata-rata (juta Rp/GWh)Energi yg
Diproduksi
(GWh)
Jumlah
Pembangkit
Kapasitas
Terpasang
(MW)
Sumber: Statistik PLN, 2012
Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa biaya operasional per GWh yang
paling tinggi adalah untuk pembangkit listrik berbahan bakar minyak (PLTD)
namun energy yang diproduksi sangatlah sedikit. Hal ini karena bahan bakar
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 9
PLTD merupakan bahan bakar dengan harga tinggi dan sangat dipengaruhi
oleh nilai tukar rupiah terhadap US Dollar yang tidak stabil dan cenderung
melemah. Selain itu biaya pemeliharaan per Gwh untuk pembangkit ini
sangat tinggi dibandingkan dengan pembangkit lainnya. Hal ini merupakan
kondisi inefisiensi yang hingga kini masih terjadi, karena minyak masih
digunakan dan pemakaiannya tidak menunjukkan kondisi penurunan
bahkan dari tahun ke tahun cenderung bertambah, seperti terlihat di tabel 4.
Tabel 4. Pemakaian Bahan Bakar per Jenis Pembangkit
Sumber: Statistik Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, 2012
Hal yang sama seperti pemakaian BBM, di pembangkit listrik dengan
tenaga gas (PLTG) juga terjadi inefisiensi, dimana energy yang diproduksi
sedikit namun mengeluarkan biaya yang relative tinggi, terutama biaya bahan
bakar, mengingat biaya bahan bakar gas merupakan bahan bakar dengan
harga paling tinggi. Berikut perbandingan harga tiap bahan bakar.
Grafik 4. Perbandingan Harga Bahan Bakar Pembangkit Listrik
Sumber: Statistik PLN, 2009-2012
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 10
Sementara itu untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang
berbahan bakar batubara memproduksi energy paling besar dengan biaya per
kWh yang relative lebih kecil. Batubara juga menjadi bahan bakar yang
porsinya paling banyak memberikan energy bagi PLN di tahun 2012 (grafik 3).
Penggunaan batubara sebagai bahan bakar merupakan efek dari percepatan
pembangunan pembangkit 10000 mW. Dengan ini berarti PLN makin
mempertimbangkan efisiensi dalam operasinya dan dengan adanya fasilitas
pembangkit baru berbahan bakar batubara diharapkan penggunaan bahan
bakar minyak dapat dikurangi.
Grafik 5. Produksi Energi per Bahan Bakar
Sumber: Statistik PLN, 2012
Selain optimalisasi penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar
non-BBM, dalam upaya mengurangi subsidi listrik yang terus meningkat,
Pemerintah dan PLN telah mengupayakan untuk melakukan program
penurunan susut jaringan (losses) dan meningkatkan peran energi baru
terbarukan dalam pembangkitan tenaga listrik. Peran energy baru terbarukan
baru akan dimulai setelah program percepatan FTP-2 selesai. PLN berusaha
mengurangi besaran susut jaringan sebagai salah satu ukuran keberhasilan
peningkatan program efisiensi dan upaya menurunkan BPP untuk
mengurangi besaran subsidi. Susut jaringan pada tahun 2012 sebesar 9,21%
lebih baik dari tahun 2011 sebesar 9,41%. Pada tabel dibawah, terlihat bahwa
angka susut jaringan telah menunjukkan ke arah perbaikan yang signifikan
dari tahun ke tahun.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 11
Grafik 6. Susut Jaringan 2007-2012
Sumber: Statistik Ketenagalistrikan, 2013
D. Upaya Penghematan Energi Listrik
Pemerintah sejak Juni 2012 telah menghimbau masyarakat untuk
melaksanakan penghematan BBM dan listrik. Salah satu kebijakan
penghematan tersebut adalah agar dilakukan penghematan penggunaan
listrik dan air di kantor-kantor pemerintah serta penghematan penerangan
jalan umum. Namun hingga 2013 progress dari program ini belum terlihat,
sehingga penghematan belum optimal dilaksanakan. Penghematan
penerangan jalan umum baru dilakukan di beberapa kota dengan mengganti
jenis lampu jalan menjadi lampu yang hemat energy dan program tersebut
baru dimulai tahun 2014 ini oleh kota Solo. Sementara gedung pemerintah
baru sedikit yang menerapkan penghematan ini dengan menerapkan konsep
green building.
E. Penutup
Dari beberapa informasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
dukungan pemerintah terkait penyediaan pasokan listrik oleh PLN masih
memiliki kondisi yang belum optimal. Meskipun di beberapa area telah
mengalami perbaikan namun masih perlu ditingkatkan lagi, seperti
pemanfaatan subsidi listrik untuk operasional PLN sehingga memacu
pengupayaan investasi PLN untuk infrastruktur yang diperlukan ke
depannya. Percepatan pembangunan pembangkit 10.000 Mw merupakan
salah satu efek positif dari dukungan pemerintah, namun pelaksanaannya
sedikit terlambat karena adanya beberapa kendala dalam regulasi,
pendanaan, dan hal teknis. Selain itu, selama solusi energy baru dan
terbarukan belum terwujud maka ada baiknya jika program penghematan
energy benar-benar ditegakkan demi pasokan listrik yang berkesinambungan.
(MN)5
5 Referensi
- Dukungan Pemerintah terhadap PT. PLN (Persero), Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN, 2010