Antosianin AHP
-
Upload
dfw-blueholic -
Category
Documents
-
view
137 -
download
9
Transcript of Antosianin AHP
A. ANALISIS ANTOSIANIN
Antosianin telah banyak digunakan sebagai pewarna, khususnya minuman,
karena banyak pewarna sintetis diketahui bersifat toksik dan karsinogenik.
Ekstrak yang mengandung antosianin efek toksisitasnya rendah. Selain berperan
sebagai pewarna makanan, antosianin juga dipercaya berperan dalam sistem
biologis, termasuk kemampuan sebagai pengikat radikal bebas (free radical
scavenging), cardio protective capacity dan kemampuan untuk mengambat tahap
inisiasi reaksi kimiawi yang menyebabkan karsinogenesis. Antosianin ini
diketahui dapat diabsorbsi dalam bentuk molekul utuh dalam lambung, meskipun
absorbsinya jauh dibawah 1%, antosianin setelah ditransport ke tempat yang
memiliki aktivitas metabolik tinggi memperlihatkan aktivitas sistemik seperti
antineoplastik, antikarsinogenik, antiatherogenik, antiviral, dan efek anti-
inflammatory, menurunkan permeabilitas dan fragilitas kapiler dan penghambatan
agregasi platelet serta immunitas, semua aktivitas ini didasarkan pada peranannya
sebagai antioksidan. Antosianin yang tidak terabsorbsi memberikan perlindungan
terhadap kanker kolon.
Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan
sebagai antioksidan. Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan
primer, chelator dan scavenger terhadap superoksida anion. Sebagian besar
antosianin dalam bentuk glikosida, biasanya mengikat satu atau dua unit gula
seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, dan silosa. Jika monoglikosida, maka bagian
gula hanya terikat pada posisi 3, dan pada posisi 3 dan 5 bila merupakan
diglikosida dan bagian aglikionnya disebut antosianidin. Antosianin banyak
ditemukan pada pangan nabati yang berwarna merah, ungu, merah gelap seperti
pada beberapa buah, sayur, maupun umbi. Sebagian besar antosianin berwarna
kemerahan dalam larutan asam, tetapi menjadi ungu dan biru dengan
meningkatnya PH yang akhirnya rusak dalam larutan alkali kuat. Beberapa
sumber antosianin misalnya buah mulberry, bluberry, cherry, blackberry, rosela,
kulit dan sari buah anggur, strawberry, lobak merah dan java plum (jawa: duwet).
Gambar 1. Struktur Antosianin
Pada buah atau sayuran, pigmen antosianin umumnya terletak pada sel-sel
dekat permukaan. Ekstraksi pigmen antosianin sering menggunakan pelarut
alkohol, etanol dan metanol, isopropanol, aseton atau dengan air (aquadest) yang
dikombinasikan dengan asam, seperti asam klorida (HCL), asam aserat, asam
format, atau asam askorbat. HCl dalam metanol akan mendenaturasi membran sel
tanaman kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel. Pigmen
antosianin dapat larut dalam etanol karena sama-sama polar. Ekstrak yang
diperoleh merupakan ekstrak kasar yang mengandung senyawa lain selain
antosianin.
Purifikasi dari ekstrak antosianin ini diperlukan karena tidak ada system
pelarut yang dapat digunakan untuk memisahkan antosianin secara spesifik.
Sejumlah bahan-bahan lainnya yang harus dipertimbangkan antara lain adalah
polifenol yang lain dan pektin yang dapat mengganggu stabilitas dan atau analisis
dari pigmen tersebut. Pemurnian dari ekstrak antosianin ini dapat menggunakan
kromatografi kolom penukar ion dengan resin penukar kation Amberlite CG-50
atau Dowex 50 WX-4. Konsentrat pekat dimasukkan ke dalam kolom sehingga
antosianin akan diabsorpsi oleh resin sedangkan kotoran akan dielusi oleh air.
Antosianin yang telah diabsorpsi kemudian dielusi dengan metanol-HCl.
Cara-cara lain yang dapat digunakan untuk memisahkan atau memurnikan
antosianin dari ekstrak kotor atau konsentratnya antara lain dengan menggunakan
Sephadex G-25 atau LH-20, Droplet counter-current chromatography (DCCC)
dengan menggunkan n-butanol-asam asetat glacial air sebagai sistem pelarut,
preparative thin layer chromatography (PTLC).
Secara tradisional, pemurnian antosianin untuk tujuan analisis ini
dilakukan dengan kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis (TLC).
Bagaimanapun juga cara yang lebih efektif dan lebih cepat untuk memisahkan
campuran yang komplek adalah dengan menggunakan reversed-fase High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Teknik ini tidak merusak
komponen dan menghasilkan pemisahan komponen yang dapat dibaca untuk
analisis berikutnya. Pemurnian juga dapat dilakukan dengan menggunakan solid
phase extraction (SPE) didalam C-18 cartridges dimana dapat menghilangkan
gula-gula, asam-asam organik, dan senyawa larut air. SPE merupakan salah
metode yang dapat menghilangkan senyawa pengganggu dalam ekstrak.
Analisis total antosianin dapat diukur dengan menggunakan metode
perbedaan pH dimana menggunakan pH 1 (KCl) dan pH 4,5 (CH3CO2Na.3H2O).
Larutan pada kondisi pH yang berbeda tersebut nantinya diukur serapannya
menggunakan spektrofotometer UVVis. Total antosianin dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut :
Total Antosianin= A x MW x DF x 103
ε x1
A = (Aλvis-max – A700) pH1 – (Aλvis-max – A700)pH 4,5
ε = Koefisien ekstingsi molar (L x mol-1 x cm-1)
MW = Bobot molekul
DF = Faktor pengenceran
1 = Tebal kuvet (1 cm)
Sedangkan pada analisis individu antosianin dapat menggunakan teknik
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Teknik-teknik kromatografi sederhana
seperti kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi kolom
terbuka juga dapat digunakan untuk mengisolasi dan menganalisis antosianin.
Analisis dengan kromatografi lapis tipis (TLC) ini sudah diaplikasikan untuk
menganalisis bermacam-macam komponen meliputi lemak, karbohidrat, vitamin,
asam amino, dan pigmen alami. Salah satu analisis pigmen antosainin yang
menggunakan TLC dilakukan pada kulit buah anggur. Karakterisasi pigmen hasil
kromatografi kemudian dibandingkan dengan standar antosianin, aglikon, dan
gula. Meskipun antosianin dan aglikon dapat diperoleh dari berbagai sumber,
antosianin ini memerlukan pemurnian sebelum penggunaannya sebagai pigmen
standar.
B. STABILITAS ANTOSIANIN
Antosianin merupakan salah satu senyawa yang mudah mengalami
degradasi akibat sifatnya yang tidak stabil. Adanya suasana asam membuat
antosianin lebih stabil, sehingga pewarna dari antosianin umumnya diaplikasikan
pada pangan yang bersifat asam. Stabilitas antosianin ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti oksigen, pH, temperatur, cahaya, ion logam, enzim dan
asam askorbat. Intensitas warna dipengaruhi oleh keadaan alami pigmen dan yang
paling berpengaruh adalah pH dan temperatur, faktor lainnya adalah cara
penghancuran pigmen. Dekolorisasi dapat terjadi dengan adanya ion metal
(logam) dan adanya enzim.
Stabilitas Antosianin terhadap Suhu
Suhu memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar terhadap
kestabilan antosianin. Adanya suhu yang semakin tinggi mengakibatkan laju
kerusakan pada antosianin juga meningkat saat proses penyimpanan. Degradasi
termal mengakibatkan hilangnya warna antosianin dan akhirnya terjadi
pencoklatan. Hilangnya warna diakibatkan oleh dekomposisi antosianin dari
bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna).
Proses termal menyebabkan degradasi warna antosianin akibat berubahnya
kation flavilium (berwarna merah) menjadi basa karbinol dan akhirnya menjadi
kalkon (tidak berwarna). Perubahan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.
Ka
Kb
Ky
Gambar 2. Perubahan struktur antosianin
Stabilitas Antosianin terhadap pH
Perubahan warna antosianin ditunjukkan sebagai respon terhadap pH. Pada
pH rendah (pH 1) warna antosianin yaitu merah (AH+). Apabila pH semakin
ditingkatkan, maka antosianin akan mengalami 2 jalur kemungkinan yaitu
deprotonisasi menghasilkan senyawa kuinonoidal biru (A) atau hidrasi
menghasilkan karbinol (B) sehingga membentuk kesetimbangan menjadi struktur
kalkon (C) seperti pada gambar 2. Interkonversi antara 4 struktur antosianin
berdasarkan skema berikut:
AH+ A + H+ kesetimbangan asam basa
AH+ + H2O B + H+ kesetimbangan hidrasi
B C kesetimbangan tautomerik ring-chain
Kopigmentasi Antosianin
Kopigmentasi adalah metode yang digunakan untuk memperbaiki warna
dan stabilitas antosianin serta memberikan warna lebih cerah kuat dan stabil
dengan adanya kondensasi dengan senyawa organik lain. Reaksi kopigmentasi
dapat terjadi secara intramolekuler dan intermolekuler. Interaksi intramolekuler
yaitu asam organik (gugus alkil aromatik) atau flavonoid atau kombinasi
keduanya berikatan secara kovalen dengan antosianin sedangkan interaksi
intermolekuler yaitu senyawa flavonoid tidak berwarna atau senyawa fenolik lain
misal asam fenolik berikatan lemah secara hidrofobik dengan antosianin.
Gambar 3. Mekanisme stabilitas antosianin melalui kopigmentasi intramolekuler
dan intermolekuler
Gambar 4. Mekanisme stabilitas antosianin terasilasi (kopigmentasi
intramolekuler), mono- dan diasil pigmen
Reaksi kopigmentasi dapat dideteksi melalui efek hiperkromik (ΔA),
terjadi peningkatan absorbans spektra pada λvis-maks dan pergeseran batokromik
(Δλvis-maks), terjadi pergeseran panjang gelombang (nm) lebih tinggi pada sorbans
spektra maksimum (λvis-maks). Kopigmentasi dapat menyebabkan pergeseran
batokromik dari warna merah ke biru.
Kopigmentasi intramolekuler lebih efektif menstabilkan warna antosianin
disebabkan kekuatan ikatan. Asilasi pada antosianin mempunyai pengaruh
menstabilkan antosianin secara kopigmentasi intramolekuler melalui penyusunan
tipe sandwich dari gugus asil dengan cincin pirilium antosianin.
C. UMUR SIMPAN DAN KADARLUARSA
Umur simpan didefinisikan sebagai selang waktu antara saat produksi
hingga saat konsumsi dimana produk masih dalam kondisi yang baik pada
penampakan, rasa, tekstur dan nilai gizinya. Tetapi apabila suatu produk makanan
diterima dalam kondisi tidak memuaskan pada sifat – sifat yang telah disebut
diatas, maka dapat dinyatakan sebagai akhir dari masa simpannya atau masa
kadaluarsa.
Setiap bahan pangan, cepat atau lambat akan mengalami penurunan mutu,
kerusakan dan akhirnya membusuk dan tidak pantas lagi untuk dikonsumsi.
Dengan kata lain setiap jenis makanan memiliki daya simpan yang terbatas
tergantung jenis dan kondisi penyimpanannya. Daya simpan inilah yang akan
menentukan waktu kadaluarsa makanan. Waktu kadaluarsa adalah batasan akhir
dari suatu daya simpan makanan atau batas dimana mutu makanan masih baik,
karena lebih dari waktu tersebut, akan mengalami penurunan mutu sedemikian
rupa sehingga makanan tersebut tidak pantas lagi dikonsumsi oleh manusia.
Peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan telah
dikeluarkan oleh Codex Allimentarius Commission (CAC) pada tahun 1985
tentang Food Labelling Regulation. Di Indonesia, peraturan mengenai penentuan
umur simpan bahan pangan terdapat dalam UU Pangan No. 7 tahun 1996 dan PP
No. 69 tahun 1999. Terdapat tujuh jenis produk pangan yang tidak wajib
mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa, yaitu: 1) buah dan sayuran
segar, termasuk kentang yang belum dikupas, 2) minuman yang mengandung
alkohol lebih besar atau sama dengan 10% (volume/volume), 3) makanan yang
diproduksi untuk dikonsumsi saat itu juga atau tidak lebih dari 24 jam setelah
diproduksi, 4) cuka, 5) garam meja, 6) gula pasir, serta 7) permen dan sejenisnya
yang bahan bakunya hanya berupa gula ditambah flavor atau gula yang diberi
pewarna. Berdasarkan peraturan, semua produk pangan wajib mencantumkan
tanggal kedaluwarsa, kecuali tujuh jenis produk pangan tersebut.
Parameter Umur Simpan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk
pangan yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau
bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida,
kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan,
perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun.
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan
adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan
kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta
pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada
umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak
menyukai aw yang tinggi
Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh
ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan.
Tingkat kerusakan tersebut dapat diketahui melalui analisis free fatty acid (FFA)
dan tio barbituric acid (TBA). Kerusakan lemak selain menaikkan nilai peroksida
juga meningkatkan kandungan malonaldehida, suatu bentuk aldehida yang berasal
dari degradasi lemak.
Kandungan mikroba, selain mempengaruhi mutu produk pangan juga
menentukan keamanan produk tersebut dikonsumsi. Pertumbuhan mikroba pada
produk pangan dipengaruhi oleh factor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsic
mencakup keasaman (pH), aktivitas air (aw), equilibrium humidity (Eh),
kandungan nutrisi, struktur biologis, dan kandungan antimikroba. Faktor
ekstrinsik meliputi suhu penyimpanan, kelembapan relatif, serta jenis dan jumlah
gas pada lingkungan.
Kinetika Penurunan Mutu
Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika ordo nol meliputi reaksi
kerusakan enzimatik, pengcokelatan enzimatik dan oksidasi. Penurunan mutu
ordo reaksi nol adalah penurunan yang konstan. Kecepatan penurunan mutu
tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan
persamaan:
−dQdt
=k
atau
Qt = Q0 – kt
Jika ditentukan bahwa Qs adalah mutu akhir (mutu produk saat harus ditarik dari
pasaran), maka
Qs = Q0 – kts
atau
ts = (Q0-Qs)/k
dimana ts adalah waktu kadarluarsa
Accelerated Shelf Life Testing (ALST) merupakan metode yang dapat
digunakan untuk memprediksi umur simpan dan kecepatan reaksi penurunan mutu
pada beberapa kisaran suhu. Semakin tinggi suhu pengamatan semakin pendek
selang waktu pengamatannya dan semakin pendek dan semakin rendah suhu
pengamatannya maka semakin panjang pula selang waktu pengamatannya, namun
demikian paling sedikit harus enam kali titik pengamatan.
D. KROMATOGRAFI GAS
Kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatografi menggunakan
gas sebagai fasa penggerak. Cara ini digunakan untuk percobaan identifikasi dan
kemurnian, atau untuk penetapan kadar. Zat yang dipisahkan dilewatkan dalam
kolom yang diisi dengan fasa tidak bergerak yang terdiri dari bahan terbagi halus
yang cocok. Gas pembawa mengalir melalui kolom dengan kecepatan tetap,
memisahkan zat dalam gas atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan
normal. Gas pembawa yang berasal dari satu tangki bertekanan mengalir melalui
satu atau lebih pengatur tekanan ke alat kromatografi. Gas pembawa dapat berupa
hidrogen, helium, nitrogen, argon, karbondioksida. Penggunaan gas pembawa
tergantung dari kemurnian gas dan detektor yang digunakan misalnya pada
detektor konduktivitas pasas (TCD/ thernal conductivity detector) dimana dapat
bekerja baik dengan gas pembawa ringan seperti hidrogen atau helium.
Ketidakmurnian dalam gas pembawa dapat memberikan gangguan pada detektor.
Sedangkan alat pengatur tekanan berfungsi untuk mengatur kuat arus gas yang
masuk ke dalam alat kromatografi
Sample berbentuk cairan dimasukkan ke dalam ruangan yang dipanaskan
dengan jarum injeksi melalui suatu klep karet silikon atau bila sampel berbentuk
gas padat digunakan klep khusus. Sample harus dimasukkan dalam waktu
sependek mungkin dan dalam volume sesedikit mungkin. Ruangan pemasukan
sampel dipanaskan agar penguapan dari sampel cairan terjadi dengan cepat dan
gas pembawa akan langsung menyapunya masuk ke dalam kolom. Dari sini,
sampel akan terbawa oleh gas pembawa melalui kolom, dimana komponen-
komponen sampel akan terpisah satu sama lain. Satu per satu komponen akan
melalui detektor yang akn mengirimkan suatu sinyal ke rekorder(sistem data).
Injektor, kolom, dan detektor terletak di dalam ruang yang suhunya dapat diatur
(oven).
Kolom memiliki jenis yang bermacam-macam. Kolom yang pendek
dibentuk dari gelas sedangkan kolom lebih panjang dibentuk dari tabung terbuat
dari tembaga, alumunium, atau baja tahan karat. Kolom kapiler merupakan lapisan
tipis dari fase cairan dibentuk dengan jalan memaksa larutan encer dari fase cairan
masuk perlahan-lahan ke dalam kolom kapiler. Larutan yang tertinggal pada
dinding kolom diuapkan dengan melewatkan gas pembawa sehingga terbentuk
lapisan tipis fase cairan pada dinding dalam kolom kapiler. Senyawa-senyawa
polar akan terpisah dengan baik apabila digunakan cairan fase stasioner yang
polar. Sedangkan senyawa-sentawa non polar terpisah baik dalam fase cair non
polar.
Detektor memiliki beberapa jenis yaitu: (1) detektor ionisasi nyala
merupakan detektor yang sangat sensitif, tetapi sampel kan dihancurkan dalam
proses deteksinya, (2) detektor penangkap elektron merupakan detektor yang
selektif dimana mampu mendeteksi segala macam komponen berdasarkan
konektivitas panasnya dan (3) detektor konduktivitas panas merupakan detektor
yang bersifat non selektif dan non destruktif.