Antosianin AHP

16
A. ANALISIS ANTOSIANIN Antosianin telah banyak digunakan sebagai pewarna, khususnya minuman, karena banyak pewarna sintetis diketahui bersifat toksik dan karsinogenik. Ekstrak yang mengandung antosianin efek toksisitasnya rendah. Selain berperan sebagai pewarna makanan, antosianin juga dipercaya berperan dalam sistem biologis, termasuk kemampuan sebagai pengikat radikal bebas (free radical scavenging), cardio protective capacity dan kemampuan untuk mengambat tahap inisiasi reaksi kimiawi yang menyebabkan karsinogenesis. Antosianin ini diketahui dapat diabsorbsi dalam bentuk molekul utuh dalam lambung, meskipun absorbsinya jauh dibawah 1%, antosianin setelah ditransport ke tempat yang memiliki aktivitas metabolik tinggi memperlihatkan aktivitas sistemik seperti antineoplastik, antikarsinogenik, antiatherogenik, antiviral, dan efek anti-inflammatory, menurunkan permeabilitas dan fragilitas kapiler dan penghambatan agregasi platelet serta immunitas, semua aktivitas ini didasarkan pada peranannya sebagai antioksidan. Antosianin yang tidak terabsorbsi memberikan perlindungan terhadap kanker kolon. Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan primer, chelator dan scavenger terhadap superoksida anion.

Transcript of Antosianin AHP

Page 1: Antosianin AHP

A. ANALISIS ANTOSIANIN

Antosianin telah banyak digunakan sebagai pewarna, khususnya minuman,

karena banyak pewarna sintetis diketahui bersifat toksik dan karsinogenik.

Ekstrak yang mengandung antosianin efek toksisitasnya rendah. Selain berperan

sebagai pewarna makanan, antosianin juga dipercaya berperan dalam sistem

biologis, termasuk kemampuan sebagai pengikat radikal bebas (free radical

scavenging), cardio protective capacity dan kemampuan untuk mengambat tahap

inisiasi reaksi kimiawi yang menyebabkan karsinogenesis. Antosianin ini

diketahui dapat diabsorbsi dalam bentuk molekul utuh dalam lambung, meskipun

absorbsinya jauh dibawah 1%, antosianin setelah ditransport ke tempat yang

memiliki aktivitas metabolik tinggi memperlihatkan aktivitas sistemik seperti

antineoplastik, antikarsinogenik, antiatherogenik, antiviral, dan efek anti-

inflammatory, menurunkan permeabilitas dan fragilitas kapiler dan penghambatan

agregasi platelet serta immunitas, semua aktivitas ini didasarkan pada peranannya

sebagai antioksidan. Antosianin yang tidak terabsorbsi memberikan perlindungan

terhadap kanker kolon.

Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan

sebagai antioksidan. Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan

primer, chelator dan scavenger terhadap superoksida anion. Sebagian besar

antosianin dalam bentuk glikosida, biasanya mengikat satu atau dua unit gula

seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, dan silosa. Jika monoglikosida, maka bagian

gula hanya terikat pada posisi 3, dan pada posisi 3 dan 5 bila merupakan

diglikosida dan bagian aglikionnya disebut antosianidin. Antosianin banyak

ditemukan pada pangan nabati yang berwarna merah, ungu, merah gelap seperti

pada beberapa buah, sayur, maupun umbi. Sebagian besar antosianin berwarna

kemerahan dalam larutan asam, tetapi menjadi ungu dan biru dengan

meningkatnya PH yang akhirnya rusak dalam larutan alkali kuat. Beberapa

sumber antosianin misalnya buah mulberry, bluberry, cherry, blackberry, rosela,

kulit dan sari buah anggur, strawberry, lobak merah dan java plum (jawa: duwet).

Page 2: Antosianin AHP

Gambar 1. Struktur Antosianin

Pada buah atau sayuran, pigmen antosianin umumnya terletak pada sel-sel

dekat permukaan. Ekstraksi pigmen antosianin sering menggunakan pelarut

alkohol, etanol dan metanol, isopropanol, aseton atau dengan air (aquadest) yang

dikombinasikan dengan asam, seperti asam klorida (HCL), asam aserat, asam

format, atau asam askorbat. HCl dalam metanol akan mendenaturasi membran sel

tanaman kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel. Pigmen

antosianin dapat larut dalam etanol karena sama-sama polar. Ekstrak yang

diperoleh merupakan ekstrak kasar yang mengandung senyawa lain selain

antosianin.

Purifikasi dari ekstrak antosianin ini diperlukan karena tidak ada system

pelarut yang dapat digunakan untuk memisahkan antosianin secara spesifik.

Sejumlah bahan-bahan lainnya yang harus dipertimbangkan antara lain adalah

polifenol yang lain dan pektin yang dapat mengganggu stabilitas dan atau analisis

dari pigmen tersebut. Pemurnian dari ekstrak antosianin ini dapat menggunakan

kromatografi kolom penukar ion dengan resin penukar kation Amberlite CG-50

atau Dowex 50 WX-4. Konsentrat pekat dimasukkan ke dalam kolom sehingga

antosianin akan diabsorpsi oleh resin sedangkan kotoran akan dielusi oleh air.

Antosianin yang telah diabsorpsi kemudian dielusi dengan metanol-HCl.

Cara-cara lain yang dapat digunakan untuk memisahkan atau memurnikan

antosianin dari ekstrak kotor atau konsentratnya antara lain dengan menggunakan

Sephadex G-25 atau LH-20, Droplet counter-current chromatography (DCCC)

dengan menggunkan n-butanol-asam asetat glacial air sebagai sistem pelarut,

preparative thin layer chromatography (PTLC).

Page 3: Antosianin AHP

Secara tradisional, pemurnian antosianin untuk tujuan analisis ini

dilakukan dengan kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis (TLC).

Bagaimanapun juga cara yang lebih efektif dan lebih cepat untuk memisahkan

campuran yang komplek adalah dengan menggunakan reversed-fase High

Performance Liquid Chromatography (HPLC). Teknik ini tidak merusak

komponen dan menghasilkan pemisahan komponen yang dapat dibaca untuk

analisis berikutnya. Pemurnian juga dapat dilakukan dengan menggunakan solid

phase extraction (SPE) didalam C-18 cartridges dimana dapat menghilangkan

gula-gula, asam-asam organik, dan senyawa larut air. SPE merupakan salah

metode yang dapat menghilangkan senyawa pengganggu dalam ekstrak.

Analisis total antosianin dapat diukur dengan menggunakan metode

perbedaan pH dimana menggunakan pH 1 (KCl) dan pH 4,5 (CH3CO2Na.3H2O).

Larutan pada kondisi pH yang berbeda tersebut nantinya diukur serapannya

menggunakan spektrofotometer UVVis. Total antosianin dapat dihitung

menggunakan rumus sebagai berikut :

Total Antosianin= A x MW x DF x 103

ε x1

A = (Aλvis-max – A700) pH1 – (Aλvis-max – A700)pH 4,5

ε = Koefisien ekstingsi molar (L x mol-1 x cm-1)

MW = Bobot molekul

DF = Faktor pengenceran

1 = Tebal kuvet (1 cm)

Sedangkan pada analisis individu antosianin dapat menggunakan teknik

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Teknik-teknik kromatografi sederhana

seperti kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi kolom

terbuka juga dapat digunakan untuk mengisolasi dan menganalisis antosianin.

Analisis dengan kromatografi lapis tipis (TLC) ini sudah diaplikasikan untuk

menganalisis bermacam-macam komponen meliputi lemak, karbohidrat, vitamin,

asam amino, dan pigmen alami. Salah satu analisis pigmen antosainin yang

menggunakan TLC dilakukan pada kulit buah anggur. Karakterisasi pigmen hasil

Page 4: Antosianin AHP

kromatografi kemudian dibandingkan dengan standar antosianin, aglikon, dan

gula. Meskipun antosianin dan aglikon dapat diperoleh dari berbagai sumber,

antosianin ini memerlukan pemurnian sebelum penggunaannya sebagai pigmen

standar.

B. STABILITAS ANTOSIANIN

Antosianin merupakan salah satu senyawa yang mudah mengalami

degradasi akibat sifatnya yang tidak stabil. Adanya suasana asam membuat

antosianin lebih stabil, sehingga pewarna dari antosianin umumnya diaplikasikan

pada pangan yang bersifat asam. Stabilitas antosianin ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti oksigen, pH, temperatur, cahaya, ion logam, enzim dan

asam askorbat. Intensitas warna dipengaruhi oleh keadaan alami pigmen dan yang

paling berpengaruh adalah pH dan temperatur, faktor lainnya adalah cara

penghancuran pigmen. Dekolorisasi dapat terjadi dengan adanya ion metal

(logam) dan adanya enzim.

Stabilitas Antosianin terhadap Suhu

Suhu memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar terhadap

kestabilan antosianin. Adanya suhu yang semakin tinggi mengakibatkan laju

kerusakan pada antosianin juga meningkat saat proses penyimpanan. Degradasi

termal mengakibatkan hilangnya warna antosianin dan akhirnya terjadi

pencoklatan. Hilangnya warna diakibatkan oleh dekomposisi antosianin dari

bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna).

Proses termal menyebabkan degradasi warna antosianin akibat berubahnya

kation flavilium (berwarna merah) menjadi basa karbinol dan akhirnya menjadi

kalkon (tidak berwarna). Perubahan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

Page 5: Antosianin AHP

Ka

Kb

Ky

Gambar 2. Perubahan struktur antosianin

Stabilitas Antosianin terhadap pH

Perubahan warna antosianin ditunjukkan sebagai respon terhadap pH. Pada

pH rendah (pH 1) warna antosianin yaitu merah (AH+). Apabila pH semakin

ditingkatkan, maka antosianin akan mengalami 2 jalur kemungkinan yaitu

deprotonisasi menghasilkan senyawa kuinonoidal biru (A) atau hidrasi

menghasilkan karbinol (B) sehingga membentuk kesetimbangan menjadi struktur

kalkon (C) seperti pada gambar 2. Interkonversi antara 4 struktur antosianin

berdasarkan skema berikut:

AH+ A + H+ kesetimbangan asam basa

AH+ + H2O B + H+ kesetimbangan hidrasi

B C kesetimbangan tautomerik ring-chain

Kopigmentasi Antosianin

Kopigmentasi adalah metode yang digunakan untuk memperbaiki warna

dan stabilitas antosianin serta memberikan warna lebih cerah kuat dan stabil

Page 6: Antosianin AHP

dengan adanya kondensasi dengan senyawa organik lain. Reaksi kopigmentasi

dapat terjadi secara intramolekuler dan intermolekuler. Interaksi intramolekuler

yaitu asam organik (gugus alkil aromatik) atau flavonoid atau kombinasi

keduanya berikatan secara kovalen dengan antosianin sedangkan interaksi

intermolekuler yaitu senyawa flavonoid tidak berwarna atau senyawa fenolik lain

misal asam fenolik berikatan lemah secara hidrofobik dengan antosianin.

Gambar 3. Mekanisme stabilitas antosianin melalui kopigmentasi intramolekuler

dan intermolekuler

Page 7: Antosianin AHP

Gambar 4. Mekanisme stabilitas antosianin terasilasi (kopigmentasi

intramolekuler), mono- dan diasil pigmen

Reaksi kopigmentasi dapat dideteksi melalui efek hiperkromik (ΔA),

terjadi peningkatan absorbans spektra pada λvis-maks dan pergeseran batokromik

(Δλvis-maks), terjadi pergeseran panjang gelombang (nm) lebih tinggi pada sorbans

spektra maksimum (λvis-maks). Kopigmentasi dapat menyebabkan pergeseran

batokromik dari warna merah ke biru.

Kopigmentasi intramolekuler lebih efektif menstabilkan warna antosianin

disebabkan kekuatan ikatan. Asilasi pada antosianin mempunyai pengaruh

menstabilkan antosianin secara kopigmentasi intramolekuler melalui penyusunan

tipe sandwich dari gugus asil dengan cincin pirilium antosianin.

C. UMUR SIMPAN DAN KADARLUARSA

Umur simpan didefinisikan sebagai selang waktu antara saat produksi

hingga saat konsumsi dimana produk masih dalam kondisi yang baik pada

penampakan, rasa, tekstur dan nilai gizinya. Tetapi apabila suatu produk makanan

diterima dalam kondisi tidak memuaskan pada sifat – sifat yang telah disebut

diatas, maka dapat dinyatakan sebagai akhir dari masa simpannya atau masa

kadaluarsa.

Setiap bahan pangan, cepat atau lambat akan mengalami penurunan mutu,

kerusakan dan akhirnya membusuk dan tidak pantas lagi untuk dikonsumsi.

Dengan kata lain setiap jenis makanan memiliki daya simpan yang terbatas

tergantung jenis dan kondisi penyimpanannya. Daya simpan inilah yang akan

menentukan waktu kadaluarsa makanan. Waktu kadaluarsa adalah batasan akhir

dari suatu daya simpan makanan atau batas dimana mutu makanan masih baik,

karena lebih dari waktu tersebut, akan mengalami penurunan mutu sedemikian

rupa sehingga makanan tersebut tidak pantas lagi dikonsumsi oleh manusia.

Peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan telah

dikeluarkan oleh Codex Allimentarius Commission (CAC) pada tahun 1985

tentang Food Labelling Regulation. Di Indonesia, peraturan mengenai penentuan

umur simpan bahan pangan terdapat dalam UU Pangan No. 7 tahun 1996 dan PP

Page 8: Antosianin AHP

No. 69 tahun 1999. Terdapat tujuh jenis produk pangan yang tidak wajib

mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa, yaitu: 1) buah dan sayuran

segar, termasuk kentang yang belum dikupas, 2) minuman yang mengandung

alkohol lebih besar atau sama dengan 10% (volume/volume), 3) makanan yang

diproduksi untuk dikonsumsi saat itu juga atau tidak lebih dari 24 jam setelah

diproduksi, 4) cuka, 5) garam meja, 6) gula pasir, serta 7) permen dan sejenisnya

yang bahan bakunya hanya berupa gula ditambah flavor atau gula yang diberi

pewarna. Berdasarkan peraturan, semua produk pangan wajib mencantumkan

tanggal kedaluwarsa, kecuali tujuh jenis produk pangan tersebut.

Parameter Umur Simpan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk

pangan yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau

bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat

mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida,

kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan,

perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun.

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan

adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan

kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta

pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada

umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak

menyukai aw yang tinggi

Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh

ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan.

Tingkat kerusakan tersebut dapat diketahui melalui analisis free fatty acid (FFA)

dan tio barbituric acid (TBA). Kerusakan lemak selain menaikkan nilai peroksida

juga meningkatkan kandungan malonaldehida, suatu bentuk aldehida yang berasal

dari degradasi lemak.

Kandungan mikroba, selain mempengaruhi mutu produk pangan juga

menentukan keamanan produk tersebut dikonsumsi. Pertumbuhan mikroba pada

Page 9: Antosianin AHP

produk pangan dipengaruhi oleh factor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsic

mencakup keasaman (pH), aktivitas air (aw), equilibrium humidity (Eh),

kandungan nutrisi, struktur biologis, dan kandungan antimikroba. Faktor

ekstrinsik meliputi suhu penyimpanan, kelembapan relatif, serta jenis dan jumlah

gas pada lingkungan.

Kinetika Penurunan Mutu

Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika ordo nol meliputi reaksi

kerusakan enzimatik, pengcokelatan enzimatik dan oksidasi. Penurunan mutu

ordo reaksi nol adalah penurunan yang konstan. Kecepatan penurunan mutu

tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan

persamaan:

−dQdt

=k

atau

Qt = Q0 – kt

Jika ditentukan bahwa Qs adalah mutu akhir (mutu produk saat harus ditarik dari

pasaran), maka

Qs = Q0 – kts

atau

ts = (Q0-Qs)/k

dimana ts adalah waktu kadarluarsa

Accelerated Shelf Life Testing (ALST) merupakan metode yang dapat

digunakan untuk memprediksi umur simpan dan kecepatan reaksi penurunan mutu

pada beberapa kisaran suhu. Semakin tinggi suhu pengamatan semakin pendek

selang waktu pengamatannya dan semakin pendek dan semakin rendah suhu

pengamatannya maka semakin panjang pula selang waktu pengamatannya, namun

demikian paling sedikit harus enam kali titik pengamatan.

D. KROMATOGRAFI GAS

Kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatografi menggunakan

gas sebagai fasa penggerak. Cara ini digunakan untuk percobaan identifikasi dan

Page 10: Antosianin AHP

kemurnian, atau untuk penetapan kadar. Zat yang dipisahkan dilewatkan dalam

kolom yang diisi dengan fasa tidak bergerak yang terdiri dari bahan terbagi halus

yang cocok. Gas pembawa mengalir melalui kolom dengan kecepatan tetap,

memisahkan zat dalam gas atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan

normal. Gas pembawa yang berasal dari satu tangki bertekanan mengalir melalui

satu atau lebih pengatur tekanan ke alat kromatografi. Gas pembawa dapat berupa

hidrogen, helium, nitrogen, argon, karbondioksida. Penggunaan gas pembawa

tergantung dari kemurnian gas dan detektor yang digunakan misalnya pada

detektor konduktivitas pasas (TCD/ thernal conductivity detector) dimana dapat

bekerja baik dengan gas pembawa ringan seperti hidrogen atau helium.

Ketidakmurnian dalam gas pembawa dapat memberikan gangguan pada detektor.

Sedangkan alat pengatur tekanan berfungsi untuk mengatur kuat arus gas yang

masuk ke dalam alat kromatografi

Sample berbentuk cairan dimasukkan ke dalam ruangan yang dipanaskan

dengan jarum injeksi melalui suatu klep karet silikon atau bila sampel berbentuk

gas padat digunakan klep khusus. Sample harus dimasukkan dalam waktu

sependek mungkin dan dalam volume sesedikit mungkin. Ruangan pemasukan

sampel dipanaskan agar penguapan dari sampel cairan terjadi dengan cepat dan

gas pembawa akan langsung menyapunya masuk ke dalam kolom. Dari sini,

sampel akan terbawa oleh gas pembawa melalui kolom, dimana komponen-

komponen sampel akan terpisah satu sama lain. Satu per satu komponen akan

melalui detektor yang akn mengirimkan suatu sinyal ke rekorder(sistem data).

Injektor, kolom, dan detektor terletak di dalam ruang yang suhunya dapat diatur

(oven).

Kolom memiliki jenis yang bermacam-macam. Kolom yang pendek

dibentuk dari gelas sedangkan kolom lebih panjang dibentuk dari tabung terbuat

dari tembaga, alumunium, atau baja tahan karat. Kolom kapiler merupakan lapisan

tipis dari fase cairan dibentuk dengan jalan memaksa larutan encer dari fase cairan

masuk perlahan-lahan ke dalam kolom kapiler. Larutan yang tertinggal pada

dinding kolom diuapkan dengan melewatkan gas pembawa sehingga terbentuk

lapisan tipis fase cairan pada dinding dalam kolom kapiler. Senyawa-senyawa

Page 11: Antosianin AHP

polar akan terpisah dengan baik apabila digunakan cairan fase stasioner yang

polar. Sedangkan senyawa-sentawa non polar terpisah baik dalam fase cair non

polar.

Detektor memiliki beberapa jenis yaitu: (1) detektor ionisasi nyala

merupakan detektor yang sangat sensitif, tetapi sampel kan dihancurkan dalam

proses deteksinya, (2) detektor penangkap elektron merupakan detektor yang

selektif dimana mampu mendeteksi segala macam komponen berdasarkan

konektivitas panasnya dan (3) detektor konduktivitas panas merupakan detektor

yang bersifat non selektif dan non destruktif.