ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN...

20
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 901 ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN PRODUKSI PANGAN AKIBAT IKLIM EKSTRIM PADA ERA COVID-19 1 Bambang Irawan a1 , Ai Dariah b2 a Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jln. Tentara Pelajar No. 3B Cimanggu, Bogor 16111 b Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Jln. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor 16111 Korespondensi penulis: [email protected] PENDAHULUAN Pada rapat koordinasi penurunan emisi sektor pertanian tanggal 9 September 2020 Biro Perencanaan Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan bahwa terdapat enam tantangan yang dihadapi sektor pertanian akibat pandemi Covid-19, yaitu: (1) petani rentan terpapar covid-19 sehingga dapat menurunkan kinerja petani; (2) terganggunya produksi pertanian akibat pembatasan pergerakan orangtermasuk tenaga kerja pertanian di sektor hulu maupun di sektor hilir; (3) adanya potensi krisis pangan akibat penurunan produktivitas; (4) terjadinya penurunan daya beli masyarakat terhadap permintaan produk pertanian; (5) pengurangan anggaran Kementan akibat adanya refocusing anggaran untuk penanganan pandemi covid-19; dan (6) terganggunya distrbusi pangan akibat penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) dan penutupan wilayah. Perubahan kebijakan terutama yang terkait dengan anggaran pembangunan juga terjadi hampir di seluruh negara dengan memfokuskan atau lebih mengutamakan sektor kesehatan daripada sektor pertanian. Negara-negara maju juga mulai melakukan pembatasan perdagangan terutama produk pangan dengan negara China dan negara lain yang dianggap berpotensi menyebarkan Covid- 19. Seluruh perubahan tersebut pada akhirnya dapat berdampak pada 1 Kontributor utama 2 Kontributor anggota

Transcript of ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN...

Page 1: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 901

ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN

PRODUKSI PANGAN AKIBAT IKLIM EKSTRIM

PADA ERA COVID-191

Bambang Irawana1, Ai Dariahb2

aPusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Jln. Tentara Pelajar No. 3B Cimanggu, Bogor 16111 b Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Jln. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor 16111

Korespondensi penulis: [email protected]

PENDAHULUAN

Pada rapat koordinasi penurunan emisi sektor pertanian tanggal 9

September 2020 Biro Perencanaan Kementerian Pertanian (Kementan)

menyampaikan bahwa terdapat enam tantangan yang dihadapi sektor

pertanian akibat pandemi Covid-19, yaitu: (1) petani rentan terpapar

covid-19 sehingga dapat menurunkan kinerja petani; (2) terganggunya

produksi pertanian akibat pembatasan pergerakan orangtermasuk

tenaga kerja pertanian di sektor hulu maupun di sektor hilir; (3) adanya

potensi krisis pangan akibat penurunan produktivitas; (4) terjadinya

penurunan daya beli masyarakat terhadap permintaan produk

pertanian; (5) pengurangan anggaran Kementan akibat adanya

refocusing anggaran untuk penanganan pandemi covid-19; dan (6)

terganggunya distrbusi pangan akibat penerapan Pembatasan Sosial

Skala Besar (PSBB) dan penutupan wilayah.

Perubahan kebijakan terutama yang terkait dengan anggaran

pembangunan juga terjadi hampir di seluruh negara dengan

memfokuskan atau lebih mengutamakan sektor kesehatan daripada

sektor pertanian. Negara-negara maju juga mulai melakukan

pembatasan perdagangan terutama produk pangan dengan negara

China dan negara lain yang dianggap berpotensi menyebarkan Covid-

19. Seluruh perubahan tersebut pada akhirnya dapat berdampak pada

1Kontributor utama 2 Kontributor anggota

Page 2: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

pasar pangan dunia yang semakin tipis dan dapat menimbulkan

terjadinya krisis pangan.

Pada sisi lain terjadinya perubahan iklim yang dipicu oleh

peningkatan emisi gas rumah kaca dan menyebabkan terjadinya

pemanasan global dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

produksi pangan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Peningkatan temperatur bumi disinyalir telah berdampak pada

penurunan produktivitas komoditas pangan dunia. Begitu pula

terjadinya iklim ekstrim seperti banjir, kekeringan, topan, badai, El

Nino dan La Nina yang dipicu oleh pemanasan global dapat

menimbulkan dampak negatif terhadap produksi pangan. Di

kawasan Asia Tenggara dan Australia produksi pertanian seringkali

terganggu oleh terjadinya El Nino dan La Nina (Yoshino et al. 2000)

dan oleh sebab itu diperlukan upaya antisipasi untuk menekan

potensi dampak negatif yang dapat ditimbulkan.

Pada pertemuan virtual tanggal 11 Oktober 2020 Badan

Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan pada

musim hujan 2020/2021 akan terjadi La Nina yang dapat menimbulkan

banjir dan meningkatnya gangguan hama dan penyakit tanaman

pangan. Perkiraan tersebut selaras dengan nilai indeks SOI pada bulan

Agustus dan September yang mencapai di atas 9.0 yang artinya pada

bulan-bulan tersebut telah terjadi gejala La Nina yang kemungkinan

akan berlanjut hingga selama musim hujan 2020/2021. Pada masa sulit

akibat pandemi Covid-19 yang menimbulkan dampak luas secara

sosial dan ekonomi, maka berbagai masalah yang dapat menyebabkan

penurunan produksi pangan harus diminimalkan termasuk akibat El

Nino dan La Nina. Penulisan makalah ini berujuan untuk

mengungkapkan bagaimana dinamika perubahan iklim dan iklim

ekstrim El Nino dan La Nina serta dampak klimatologis yang

ditimbulkan di Indonesia beserta potensi dampak yang ditimbulkan

terhadap produksi pangan dan upaya antisipasi yang diperlukan.

METODE

Penelitian dilakukan melalui review pustaka yang relevan. Di

samping itu, dimanfaatkan pula data sekunder yang diperoleh dari

Page 3: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 903

berbagai sumber. Komoditas pangan yang dianalisis difokuskan pada

empat komoditas yaitu: padi, jagung, kedelai dan ubi kayu. Analisis

dilakukan pada lingkup nasional di samping lingkup provinsi dan

kabupaten pada aspek tertentu. Beberapa aspek yang dibahas,

meliputi: fenomena perubahan iklim dan iklim ekstrim, potensi

dampak iklim ekstrim pada tanaman pertanian dan dampak El Nino

dan La Nina pada produksi pangan nasional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fenomena Perubahan Iklim dan Iklim Ekstrim

Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan yang dihadapi

dalam pembangunan pertanian nasional. Perubahan iklim tersebut

disinyalir akibat terjadinya pemanasan global sedangkan pemanasan

global diperkirakan sebagai akibat meningkatnya emisi gas rumah

kaca (GRK) yang dilepas dari berbagai sumber emisi (Faqih dan Boer

2013). Sejak revolusi industri emisi GRK meningkat sangat cepat

khususnya gas karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous

oksida (N2O).Gas-gas tersebut memiliki sifat seperti kaca dan

keberadaannya di atmosfer akan menimbulkan efek rumah kaca

karena radiasi panas bumi yang dilepas ke udara ditahan oleh GRK

sehingga suhu bumi semakin panas.

Indonesia dianggap sebagai salah satu penyumbang GRK terbesar

setelah Amerika, Cina dan negara-negara Eropa (Faqih dan Boer

2013). Kegiatan produksi pertanian terutama di lahan sawah dan

pergeseran tata guna lahan akibat pembangunan pertanian

merupakan salah satu penyebab terjadinya emisi tersebut. Gambar 1

memperlihatkan tren emisi di sektor pertanian dan perubahan

temperatur yang terjadi di Indonesia selama tahun 1961-2017.

Tampak bahwa emisi di sektor pertanian cenderung naik dengan pola

eksponensial yang artinya cenderung terjadi percepatan laju kenaikan

emisi. Bersamaan dengan itu perubahan temperatur cenderung naik

yang artinya wilayah Indonesia secara umum semakin panas.

Salah satu dampak yang disebabkan oleh pemanasan global

adalah terjadinya perubahan iklim dan peningkatan skala maupun

Page 4: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

904 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

intensitas kejadian iklim ekstrim di berbagaibelahan dunia. Indonesia

sebagai negara kepulauan sudah semakin merasakan terjadinya

perubahan iklim tersebut dan berbagai dampak yang ditimbulkan

diantaranya ditunjukkan oleh pergeseran musim dan kejadian iklim

ekstrim yang semakin sering terjadi. Apriyana et al. (2016)

menyatakan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, Indonesia

telah mengalami beberapa kondisi iklim ekstrim yang ditandai

dengan meningkatnya frekuensi variabilitas iklim.

Hasil analisis curah hujan rataan 30 tahunan dengan interval setiap

10 tahunan dalam periode 1901-2010 yang dilakukan Faqih dan Boer

(2013) menunjukkan keragaman perubahan curah hujan antardekade

dan keragaman perubahan pola hujan antarwilayah. Di Pulau

Sumatera secara umum terjadi peningkatan curah hujan secara

signifikan. Tren perubahan curah hujan di Sulawesi berbeda dengan

di Sumatera, di Sulawesi secara umum terjadi penurunan curah

hujan. Sementara tren rata-rata curah hujan di seluruh wilayah

Sumber: FAO Statistics, diolah

Gambar 1. Tren emisi pertanian (equivalen CO2) dan perubahan

temperatur di Indonesia, 1961-2017

y = 49259e0,0183x

R² = 0,9702

y = 0,016x - 0,1913

R² = 0,6639

-0,4

-0,2

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

1961 1966 1971 1976 1981 1986 1991 1996 2001 2006 2011 2016

Per

ub

ahan

tem

per

atu

r (o

C)

Em

isi

eq C

O2

(gig

agra

m)

Emisi pertanian Temperatur

Expon. (Emisi pertanian) Linear (Temperatur)

Page 5: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 905

Indonesia tidak begitu nyata meskipun antardekade terjadi tren

penurunan curah hujan yang sangat besar.

Hasil penelitian Nugroho et al. (2019) di Sumatera Barat

menunjukkan bahwa perubahan curah hujan bervariasi berdasarkan

ketinggian tempat. Di daerah dataran rendah curah hujan cenderung

turun sedangkan di daerah dataran tinggi cenderung menunjukkan

peningkatan curah hujan. Curah hujan musiman juga menunjukkan

perubahan, pada bulan Desember–Januari–Februari terjadi kenaikan

curah hujan di hampir seluruh Pulau Jawa dan Indonesia bagian

timurseperti Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara

Timur (NTT). Sementara curah hujan pada bulan Juni–Juli–Agustus

menunjukkan penurunan yang signifikan di hampir seluruh wilayah

Indonesia kecuali Pandeglang (Jawa Barat), Makassar (Sulawesi

Selatan), Manokwari, Sorong (Papua), dan Maluku.Intensitas hujan

harian di beberapa wilayah Indonesiajuga menunjukkan terjadinya

peningkatan khususnya di sebagian besar Pulau Jawa, Kalimantan dan

Papua. Sebaliknya di wilayah Pesisir Sumatera, sebagian besar wilayah

Sulawesi dan Maluku terjadi penurunan intensitas hujan harian.

Di samping perubahan jumlah curah hujan juga terjadi perubahan

pola hujan. Di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat. Runtunuwu dan

Syahbudin (2007) menunjukkan bahwa pola hujan pada periode 1989-

2006telah berubah seperti diperlihatkan pada Tabel 1. Tampak bahwa

pada tahun basah pola hujan tidak berubah tetapi bulan basah ber-

kurang 2 bulan. Pada tahun normal pola hujan berubah dari B1 menjadi

B2 dan pada tahun kering berubah dari C2 menjadi D3. Perubahan pola

ini menyebabkan terjadinya penurunan periode masa tanam. Pada

tahun basah lahan sawah yang awalnya dapat ditanami padi tiga kali

berkurang menjadi dua kali setahun akibat berkurangnya periode masa

tanam dari selama 12 bulan menjadi 10 bulan. Pada tahun normal juga

terjadi penurunan periode masa tanam terutama pada masa tanam

kedua. Pada tahun kering, perubahan yang terjadi lebih parah karena

lahan sawah kekurangan air. Hal ini mengakibatkan lahan sawah yang

pada awalnya dapat ditanami padi setahun sekali menjadi tidak

mungkin lagi ditanami padi akibat kurangnya ketersediaan air.

Perubahan pola curah hujan tersebut berlanjut sampai sekarang.

Page 6: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

906 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

Tabel 1. Pola hujan berdasarkan sifat hujan di Kabupaten

Tasikmalaya, 1989-2006

Periode Tahun basah Tahun normal Tahun kering

BB BK Pola hujan BB BK Pola hujan BB BK Pola hujan

1989-1910 12 0 A 9 0 B1 6 3 C2

1911-1940 11 0 A 8 2 B2 6 5 C3

1941-1970 10 0 A 8 2 B2 4 5 D3

1971-2006 10 0 A 8 2 B2 3 5 D3

Sumber: Runtunuwu dan Syahbuddin 2007

Fenomena lain yang terjadi pada era perubahan iklim adalah

semakin meningkatnya durasi dan intensitas iklim ekstrim. Berbagai

hasil studi menunjukkan bahwa terjadinya iklim ekstrim di Indonesia

seringkali berasosiasi dengan fenomena ENSO (El Nino-Siuthern

Oscillation). Saat kejadian ENSO hangat atau dikenal dengan El Nino

curah hujan turun di bawah normal sedangkan pada episode ENSO

dingin (La Nina) curah hujan di Indonesia naik menjadi di atas normal

(Faqih dan Boer 2013).

Gejala munculnya El nino biasanya dicirikan dengan

meningkatnya suhu muka laut di kawasan pasifik secara berkala

dengan selang waktu tertentu dan meningkatnya perbedaan tekanan

udara antara Darwin dan Tahiti (Fox 2000; Nicholls dan Beard, 2000).

Secara meteorologis kejadian El nino dan La nina tersebut antara lain

ditunjukkan oleh Southern Osccilation Index (SOI) dan perubahan suhu

permukaan laut di Samudra Pasifik (WMO 1999, Lia et al. 2020). Nilai

SOI bervariasi menurut bulan atau dalam periode waktu yang lebih

singkat lagi dan pada kondisi iklim normal nilai SOI berkisar antara -

1 hingga +1. Pada saat terjadi El Nino nilai SOI dapat turun di bawah

kisaran normal dan sebaliknya pada kejadian La nina.

Di kawasan Asia Tenggara dan Australia nilai SOI berkorelasi kuat

dengan curah hujan dan oleh sebab itu perubahan nilai SOI akan

memengaruhi curah hujan di kawasan tersebut (Podbury et al. 1998;

Yoshino et al. 2000; Nicholls dan Beard 2000, Naylor et al. 2007). Jika

terjadi nilai SOI negatif sangat ekstrim maka curah hujan di kawasan

Page 7: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 907

tersebut dapat turun di bawah curah hujan normalsebaliknya jika

terjadi nilai SOI positif yang cukup besar (Yoshino et al. 2000; WMO

1999). Akan tetapi, nilai SOI yang ekstrim (positif atau negatif) tidak

selalu menimbulkan dampak signifikan terhadap curah hujan dan

produksi pertanian jika hanya berlangsung dalam jangka waktu

relatif singkat. Dengan demikian potensi dampak El Nino dan La nina

terhadap produksi pertanian akan sangat tergantung kepada dua

faktor, yaitu: besaran nilai SOI yang mencerminkan besarnya

perubahan curah hujan dibanding curah hujan normal dan jangka

waktu berlangsungnya kondisi iklim tersebut.

Gambar 2 memperlihatkan dinamika nilai SOI tahunan selama

tahun 1965-2019. Tampak bahwa terdapat 12 tahun dengan nilai SOI

lebih besar dari 5.0 yang berlangsung selama 5 - 11 bulan secara

berturut-turut. Nilai SOI yang cukup besar dan berlangsung cukup

lama mengindikasikan bahwa pada tahun-tahun tersebut telah terjadi

La Nina yang biasanya diikuti dengan peningkatan curah hujan relatif

tinggi di Indonesia.

Pada periode yang sama terdapat 15 kasus dengan nilai SOI kurang

dari -5.0 dan berlangsung selama 5 bulan hingga 10 bulan berturut-

turut yang artinya telah terjadi El Nino. Pada tahun-tahun tersebut

curah hujan tahunan berpeluang besar mengalami penurunan secara

drastis karena kejadian El nino tersebut berlangsung dalam jangka

waktu yang cukup lama. Sebagian besar El Nino tersebut terjadi pada

bulan Mei – Agustus yang merupakan periode musim kemarau

sebaliknya La Nina sebagian besar terjadi pada bulan September-

Desember dan Januari-April yang merupakan periode musim hujan.

Dalam 20 tahun pada periode 1965-1985 terjadi 6 El Nino (sekitar 40

bulan sekali) dengan rata-rata durasi sekitar 6.5 bulan per kasus El Nino

dan 4 La Nina (sekitar 60 bulan sekali) dengan durasi sekitar 7 bulan

per kasus La Nina. Pada 20 tahun berikutnya atau selama tahun 1986-

2006 terjadi 7 El Nino (sekitar 34 bulan sekali) dengan durasi sekitar 8,5

bulan dan 5 La Nina (sekitar 48 bulan sekali) dengan durasi sekitar 7,8

bulan. Data tersebut menunjukkan bahwa El Nino dan La Nina

semakin sering terjadi dan dengan durasi yang semakin panjang.

Page 8: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

908 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

S

um

ber

: AB

M 2

020,

dio

lah

Gam

bar

2.

Din

amik

a in

dek

s S

OI

dan

du

rasi

ik

lim

ek

stri

m (

bu

lan

), 1

965-

2019

6 N

ino

(6.

4 b

ula

n)

4 N

ina

(7.0

bu

lan

)

7 N

ino

(8.

4 b

ula

n)

5 N

ina

(7.8

bu

lan

)

2 N

ino

(9.

5 b

ula

n)

3 N

ina

(8.3

bu

lan

)

Page 9: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 909

Dalam 10 tahun terakhir El Nino yang paling akhir terjadi pada

tahun 2019. Apabila siklus jangka panjang El Nino pada masa yang

akan datang mengikuti pola yang terjadi pada periode 20 tahun

sebelumnya (sekitar tiga tahun sekali) maka pada tahun 2022, 2025

dan 2028 kemungkinan akan terjadi El Nino. Pada sisi lain data SOI

yang diterbitkan oleh BMKG Australia menunjukkan bahwa pada

bulan Agustus dan September 2020 indeks SOI mencapai 9.80 dan

10.50 yang mengindikasikan bahwa pada musim hujan 2020/2021

akan terjadi La Nina yang biasanya diikuti dengan peningkatan curah

hujan dan kelembaban relatif tinggi dan dapat menimbulkan banjir

serta peningkatan gangguan hama dan penyakit. Apabila siklus

jangka panjang La Nina mengikuti pola yang terjadi pada periode 20

tahun sebelumnya (sekitar empat tahun sekali) maka pada tahun 2024

kemungkinan akan terjadi La Nina berikutnya.

Kecenderungan kedua iklim ekstrim tersebut mengindikasikan

bahwa pembangunan pertanian dalam delapan tahun ke depan akan

dihadapkan pada masalah iklim ekstrim El Nino dan La Nina yang

dapat menimbulkan dampak negatif terhadap produksi pangan.

Dalam kaitan ini maka upaya antisipasi hendaknya dipersiapkan

sejak dini agar potensi dampak negatif kedua iklim ekstrim tersebut

terhadap produksi pangan dapat diminimalkan.

Potensi Dampak El Nino dan La Nina pada Tanaman Pertanian

Terjadinya iklim ekstrim El Nino dan La Nina akan diikuti dengan

perubahan temperatur, kelembaban dan curah hujan secara drastis.

Pada kasus El Nino temperatur udara meningkat, kelembaban turun,

curah hujan turun dan sebaliknya jika terjadi La Nina. Pengaruh El

Nino dan La Nina terhadap luas panen, produktivitas dan produksi

pertanian sangat terkait dengan perubahan ketiga indikator iklim

tersebut. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat positif atau negatif

bagi tanaman pertanian seperti diperlihat pada Tabel 2.

Berkurangnya curah hujan akibat El Nino dapat menyebabkan

musim kemarau yang lebih lama dari biasanya (iklim normal) dan

berkurangnya pasokan air pada lahan pertanian. Salah satu akibatnya

adalah kecukupan air irigasi pada tanaman pertanian berkurang

Page 10: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

910 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

Tabel 2. Karakteristik iklim ekstrim El Nino dan La Nina dan potensi

pengaruhnya pada tanaman pertanian

Iklim ekstrim Implikasi Potensi dampak pada tanaman pertanian

El Nino

• Temperatur

naik

• Kelembaban

turun

• Curah hujan

turun

• Pasokan

air turun

• Musim

kemarau

semakin

panjang

• Penyinaran

matahari

naik

Penurunan produktivitas akibat turunnya kecukupan

air pada tanaman

Peningkatan produktivitas akibat turunnya gangguan

hama dan penyakit dan penyinaran matahari lebih

banyak

Penurunan luas panen akibat naiknya gagal

panen/tanam yang disebabkan oleh kekeringan

Penurunan luas panen akibat naiknya gagal

panen/tanam yang disebabkan oleh peningkatan

salinitas tanah di daerah pesisir

Penurunan luas panen/tanam akibat periode musim

tanam yang semakin pendek

Peningkatan luas panen di daerah rawan banjir akibat

turunnya gagal panen/tanam yang disebabkan oleh

banjir

Peningkatan luas panen pada lahan rawa pasang surut

dan rawa lebak akibat turunnya gagal panen/tanam

yang disebabkan oleh banjir

Peningkatan luas panen akibat turunnya gagal panen

yang disebabkan oleh gangguan hama dan penyakit

La Nina

• Temperatur

turun

• Kelembaban

naik

• Curah hujan

naik

• Pasokan air

naik

• Musim

kemarau

semakin

pendek

• Penyinaran

matahari

turun

Peningkatan produktivitas akibat naiknya kecukupan

air pada tanaman

Penurunan produktivitas akibat naiknya gangguan

hama dan penyakit penyinaran matahari lebih sedikit

Peningkatan luas panen akibat turunnya gagal

panen/tanam yang disebabkan oleh kekeringan

Peningkatan luas panen akibat turunnya gagal

panen/tanam yang disebabkan oleh peningkatan

salinitas tanah di daerah pesisir

Peningkatan luas panen/tanam akibat periode musim

tanam yang semakin panjang

Penurunan luas panen di daerah rawan banjir akibat

naiknya gagal panen/tanam yang disebabkan oleh

banjir

Penurunan luas panen pada lahan rawa pasang surut

dan rawa lebak akibat naiknya gagal panen/tanam

yang disebabkan oleh banjir

Penurunan luas panen akibat naiknya gagal panen

yang disebabkan oleh gangguan hama dan penyakit

Sumber: disarikan dari Sumaryanto et al 2011; Partridge dan Mashum 2002; Irawan

2013; Lizumi et al. 2014; Lia et al. 2020

Page 11: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 911

sehingga pertumbuhan tanaman terganggu dan dapat menyebabkan

penurunan produktivitas tanaman. Di samping itu, musim kemarau

yang lebih panjang dapat meningkatkan kegagalan panen akibat

kekeringan dan kegagalan panen akibat meningkatnya salinitas tanah

di daerah pesisir sehingga luas panen tanaman pertanian akan

berkurang. Akibat musim kemarau yang semakin panjang luas

panen/tanam juga dapat turun akibat periode musim tanam yang

semakin pendek. Begitu pula peluang perluasan tanaman pertanian

pada musim kemarau semakin kecil baik akibat semakin terbatasnya

pasokan air maupun akibat meningkatnya salinitas tanah di daerah

pesisir.

Namun demikian terjadinya El Nino juga dapat menimbulkan

pengaruh positif terhadap produktivitas dan luas panen tanaman

pertanian. Meningkatnya temperatur dan turunnya kelembaban

dapat menghambat perkembangan populasi hama dan penyakit

tanaman sehingga produktivitas tanaman meningkat dan kegagalan

panen akibat gangguan hama dan penyakit semakin kecil. Hasil

penelitian Sumaryanto et al. (2011) mengungkapkan bahwa ketika

terjadi El Nino gangguan berbagai jenis hama dan penyakit pada

tanaman padi di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat turun sebesar 58.8%

dan 58.7% dan sebaliknya ketika terjadi La Nina. Di daerah rawan

banjir musim kemarau panjang akibat El Nino juga dapat

memperkecil kegagalan panen akibat banjir dan meningkatkan

peluang perluasan tanaman pertanian pada musim kemarau. Begitu

pula pada lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak terjadinya

kemarau panjang akibat El Nino dapat memperkecil kegagalan panen

akibat genangan air yang berlebihan dan memberikan peluang

perluasan tanaman pertanian pada musim kemarau.

Terjadinya La Nina juga dapat menimbulkan pengaruh negatif

atau positif terhadap produktivitas dan luas panen tanaman

pertanian. Pada umumnya pengaruh La Nina berkebalikan dengan

pengaruh El Nino. Misalnya, El Nino dapat menyebabkan musim

kemarau yang semakin panjang dan meningkatkan kegagalan panen

akibat kekeringan sebaliknya La Nina dapat menyebabkan musim

hujan yang semakin panjang dan menurunkan kegagalan panen

Page 12: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

912 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

akibat kekeringan. Begitu pula El Nino dapat memperkecil kegagalan

panen akibat gangguan hama dan penyakit sebaliknya La Nina dapat

memperbesar kegagalan panen akibat meningkatnya gangguan hama

dan penyakit (Partridge dan Mashum 2002). Di daerah rawan banjir,

lahan rawa pasang surut dan rawa lebak El Nino dapat memperkecil

kegagalan panen akibat genangan air yang berlebihan sebaliknya La

Nina dapat memperbesar peluang kegagalan tersebut.

Pengaruh El Nino dan La Nina terhadap produktivitas dan luas

panen dapat bervariasi menurut jenis tanaman pertanian. Terdapat

beberapa faktor yang dapat menyebabkan variasi tersebut yaitu:

besarnya kebutuhan air pada tanaman, kepekaan tanaman terhadap

fluktuasi pasokan air, pola musim tanam dan jenis lahan pertanian

yang dimanfaatkan. Tanaman pertanian yang kebutuhan airnya relatif

tinggi akan sensitif terhadap perubahan pasokan air yang relatif besar

akibat El Nino dan La Nina. Pada tanaman yang diusahakan di lahan

kering potensi dampak kedua iklim ekstrim tersebut juga akan relatif

tinggi karena pasokan air ke lahan petani sepenuhnya tergantung

kepada fluktuasi curah hujan. Begitu pula tanaman yang memiliki

kemampuan adaptasi rendah terhadap fluktuasi pasokan air akan

sensitif terhadap kedua iklim ekstrim tersebut. Namun El Nino yang

umumnya terjadi pada musim kemarau mungkin tidak memiliki

pengaruh pada tanaman pertanian yang biasanya hanya diusahakan

pada musim hujan seperti padi gogo tetapi akan sangat mempengaruhi

tanaman yang umumnya diusahakan pada musim kemarau seperti

tanaman kedelai dan jagung.

Dampak El Nino dan La Nina Periode 1970-2010 terhadap Produksi

Pangan

Tabel 3 memperlihatkan dampak El Nino dan La Nina yang terjadi

pada periode 1970-2010 terhadap produktivitas, luas panen dan

produksi komoditas pangan. Tampak bahwa terjadinya kedua iklim

ekstrim tersebut menyebabkan penurunan produktivitas padi, jagung,

kedelai dan ubi kayu dengan laju yang cukup kecil yaitu kurang dari

1%. Penurunan produktivitas akibat El Nino paling tinggi pada

produktivitas jagung (-0.82%) dan paling rendah pada produktivitas

Page 13: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 913

kedelai (-0.19%). Penurunan produktivitas tersebut dapat terjadi akibat

kurangnya pasokan air ke lahan usaha tani yang disebabkan oleh El

Nino sehingga pertumbuhan tanaman terganggu dan tidak optimal.

Dari Tabel 3 diketahui, terjadinya La Nina juga dapat menyebabkan

turunnya produktivitas tanaman pangan akibat banjir dan meningkat-

nya gangguan hama dan penyakit. Penurunan produktivitas tersebut

paling tinggi pada produktivitas kedelai (-0.78%) karena tanaman

kedelai rentan terhadap gangguan hama dan penyakit. Penurunan

produktivitas akibat La Nina juga relatif tinggi pada produktivitas padi

(-0.65%) dan jagung (-0.41%) tetapi sangat rendah pada produktivitas

ubi kayu (0.06%) karena gangguan hama dan penyakit pada tanaman

ubi kayu relatif rendah dibanding komoditas pangan lainnya. Di

samping itu, sistem perakaran yang dalam pada ubi kayu

menyebabkan ubi kayu cukup resisten terhadap fluktuasi pasokan air.

Tabel 3. Dampak El Nino dan La Nina pada periode 1970-2010

terhadap produktivitas, luas panen dan produksi

komoditas pangan di Indonesia

Uraian Iklim

ekstrim Padi Jagung Kedelai

Ubi

kayu

Rata-

rata

Dampak produktivitas

(%)

El Nino -0,50 -0,82 -0,19 -0,72 -0,56

La Nina -0,65 -0,41 -0,78 -0,06 -0,48

Dampak luas panen

(%)

El Nino -3,58 -4,85 -4,66 -0,95 -3,55

La Nina 2,43 3,55 5,07 2,66 3,33

Dampak produksi (%) El Nino -4,08 -5,67 -4,85 -1,67 -4,11

La Nina 1,78 3,14 4,29 2,60 2,85

Kontribusi dampak

produktivitas terhadap

dampak produksi (%)

El Nino 12,3 14,5 3,9 43,1 13,6

La Nina 21,1 10,4 13,3 2,2 12,6

Kontribusi dampak

luas panen terhadap

dampak produksi (%)

El Nino 87,7 85,5 96,1 56,9 86,4

La Nina 78,9 89,6 86,7 97,8 87,4

Sumber : Irawan 2013 (diolah)

Page 14: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

914 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

Lizumi et al. (2014) mengungkapkan bahwa La Nina yang terjadi

pada periode 1984-2004 telah menyebabkan penurunan produktivitas

padi, jagung dan kedelai dunia sebesar -1.3%, -0.3% dan -1.6%,

sedangkan El Nino menyebabkan penurunan produktivitas padi dan

jagung sebesar -0.4% dan -2.3% tetapi produktivitas kedelai justru naik

sebesar 3.5% akibat penyinaran matahari yang lebih banyak. Tampak

bahwa pola dampak La Nina tersebut konsisten dengan yang terjadi di

Indonesia, produktivitas kedelai mengalami dampak negatif paling

tinggi kemudian diikuti dengan produktivitas padi dan jagung. Begitu

pula pola dampak El Nino relatif konsisten, dengan dampak negatif

yang ditimbulkan paling tinggi pada produktivitas jagung kemudian

diikuti dengan produktivitas padi sedangkan pada kedelai tidak terjadi

peningkatan produktivitas tetapi terjadi penurunan produktivitas yang

sangat kecil (-0.19%).

El Nino dan La Nina yang menyebabkan terjadinya perubahan

curah hujan relatif besar juga menimbulkan dampak terhadap luas

panen komoditas pangan. Akibat berkurangnya pasokan air yang

disebabkan oleh El Nino, seperti disajikan dalam Tabel 3, luas panen

komoditas pangan umumnya turun dan penurunan luas panen

tersebut paling rendah pada ubi kayu (-0.95%). Dampak yang cukup

rendah pada luas panen ubi kayu dapat terjadi karena tanaman ubi

kayu memiliki sistem perakaran cukup dalam dan relatif resisten

terhadap fluktuasi pasokan air sehingga kegagalan panen akibat

kekeringan yang disebabkan oleh El Nino relatif kecil. Namun, pada

komoditas pangan lainnya dampak negatif El Nino cukup besar yaitu

sebesar -3.58% pada luas panen padi, -4.85%pada luas panen jagung

dan -4.66% pada luas panen kedelai.

Kebalikan dari dampak El Nino, terjadinya La Nina justru

menyebabkan peningkatan luas panen akibat turunnya kegagalan

panen yang disebabkan oleh kekeringan. Pada luas panen kedelai dan

ubi kayu dampak positif La Nina tersebut lebih besar dibanding

dampak negatif akibat El Nino tetapi pada luas panen padi dan jagung

terjadi sebaliknya. Pola dampak luas panen yang berbeda menurut

komoditas tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu: (1)

tanaman kedelai umumnya dilakukan di lahan sawah pada musim

Page 15: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 915

kemarau begitu pula pada sebagian tanaman jagung. Terjadinya La

Nina yang menyebabkan musim kemarau semakin pendek atau musim

hujan semakin panjang memberikan peluang perluasan tanam pada

kedua komoditas tersebut. (2) La Nina umumnya terjadi pada musim

hujan sehingga dapat menimbulkan kegagalan panen akibat banjir dan

gangguan hama dan penyakit pada tanaman padi yang umumnya

diusahakan pada musim hujan.

Pada umumnya El Nino dan La Nina menimbulkan dampak negatif

yang relatif kecil terhadap produktivitas komoditas pangan. Namun

dampak yang ditimbulkan terhadap luas panen berbeda pada kedua

iklim ekstrim tersebut yaitu El Nino menyebabkan penurunan luas

panen sedangkan La Nina menyebabkan peningkatan luas panen.

Dampak yang ditimbulkan terhadap luas panen tersebut umumnya

lebih besar dibanding dampak produktivitas. Oleh karena itu

meskipun produktivitas komoditas pangan umumnya turun akibat La

Nina tetapi terjadinya iklim ekstrim tersebut menimbulkan dampak

positif terhadap produksi pangan. Sebaliknya terjadinya El Nino

menyebabkan penurunan produksi pangan baik akibat penurunan

produktivitas maupun penurunan luas panen.

Akibat El Nino produksi padi, jagung, kedelai dan ubi kayu

umumnya turun sebesar -1.67% (ubi kayu) hingga -5.67% (jagung)

sedangkan terjadinya La Nina menyebabkan peningkatan produksi

pangan sekitar 1.78% (padi) hingga 4.29% (kedelai) (Tabel 3). Dampak

positif La Nina tersebut pada dasarnya terjadi akibat naiknya peluang

peningkatan luas tanam/panen yang disebabkan oleh periode musim

hujan atau musim tanam yang semakin panjang. Namun pada

produksi padi dan jagung dampak positif La Nina tersebut lebih kecil

dibanding dampak negatif akibat El Nino yang artinya peluang

peningkatan luas tanam/panen padi dan jagung yang disebabkan oleh

La Nina belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini berbeda dengan

yang terjadi di negara China, dampak positip La Nina umumnya lebih

besar dibanding dampak negatif El Nino pada komoditas padi, jagung,

kedelai dan gandum (Lia et al 2020).

Penurunan produksi akibat El Nino atau peningkatan produksi

akibat La Nina pada umumnya lebih disebabkan oleh penurunan/

Page 16: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

916 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

peningkatan luas panen daripada produktivitas. Lebih dari 75%

penurunan atau peningkatan produksi pangan akibat kedua iklim

ekstrim tersebut disebabkan oleh perubahan luas panen. Pola dampak

seperti ini mengindikasikan bahwa upaya pencegahan penurunan

produksi akibat El Nino hendaknya diutamakan melalui pengendalian

luas panen meskipun pengendalian produktivitas tetap diperlukan.

Irawan (2013) mengungkapkan bahwa akibat variasi lokasi

geografis dan kemampuan adaptasi petani tidak seluruh provinsi di

Indonesia mengalami dampak negatif El Nino dan dampak positif La

Nina. Terdapat 10 provinsi yang produksi padinya signifikan

dipengaruhi oleh El Nino yaitu provinsi : Riau, Sumatera Selatan, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Yogjakarta, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Selatan,

Sulawesi Selatan dan Papua. Pada 10 provinsi tersebut El Nino yang

terjadi pada periode 1970-2010 menimbulkan dampak penurunan

produksi padi cukup besar yaitu sekitar -2.02% (Jatim) hingga -17.8%

(Papua). Namun jumlah provinsi yang produksi padinya sensitif

terhadap La Nina hanya meliputi 6 provinsi yaitu provinsi : Bali, NTT,

Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi

Selatan dengan dampak peningkatan produksi padi relatif kecil yaitu

sebesar 1.66% (Bali) hingga 5,95% (Sulut). Hal ini menunjukkan bahwa

peluang peningkatan produksi akibat La Nina yang menyebabkan

musim hujan semakin panjang belum dimanfaatkan secara maksimal

di sebagian besar provinsi.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Iklim ekstrim El Nino dan La Nina cenderung semakin sering terjadi

dan dengan durasi yang semakin panjang. Pada musim hujan

2020/2021 diperkirakan akan terjadi La Nina dan dalam delapan tahun

mendatang kemungkinan akan terjadi tiga kasus El Nino pada tahun

2022, 2025, 2028 dan satu kasus La Nina pada tahun 2024 yang artinya

pembangunan pertanian pada periode tersebut akan lebih banyak

dihadapkan pada masalah iklim ekstrim. Oleh karena itu untuk

memperkecil potensi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap

Page 17: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 917

produksi pangan hendaknya dipersiapkan upaya antisipasi yang

diperlukan dalam menghadapi El Nino dan La Nina. Dalam waktu

dekat upaya antisipasi La Nina hendaknya menjadi prioritas karena

diperkirakan akan terjadi pada musim hujan 2020/2021.

Produksi pangan umumnya lebih dipengaruhi oleh La Nina

daripada El Nino. La Nina umumnya menimbulkan dampak positif

sedangkan El Nino menimbulkan dampak negatif terhadap produksi

pangan. Sebagian besar dampak produksi tersebut terjadi melalui

dampak luas panen dan oleh sebab itu untuk menjaga ketahanan

pangan hendaknya dilakukan upaya pengendalian luas tanam/panen

komoditas pangan di samping pengendalian produktivitas. Dalam

kaitan ini upaya antisipasi yang dilakukan hendaknya bukan hanya

ditujukan untuk menekan potensi dampak negatif El Nino tetapi

diarahkan pula untuk memaksimalkan peluang perluasan tanam/

panen akibat La Nina yang menyebabkan periode musim tanam

semakin panjang.

Saran

Dengan semakin besarnya tantangan yang dihadapi pada era

Covid-19 akhir-akhir ini maka berbagai potensi penurunan produksi

pangan harus diantispasi dan potensi peningkatan produksi pangan

dimanfaatkan secara maksimal. Setelah meratifikasi Perjanjian Paris

tentang perubahan iklim maka secara resmi Indonesia berkomitmen

untuk berkontribusi dalam menekan emisi gas rumah kaca. Oleh

karena itu, upaya antisipasi iklim ekstrim hendaknya bukan hanya

difokuskan pada upaya menekan potensi dampak negatif yang dapat

ditimbulkan dan memaksimalkan potensi dampak positif yang dapat

dimanfaatkan tetapi diarahkan pula untuk menekan emisi yang

dihasilkan. Dengan kata lain, upaya adaptasi iklim ekstrim hendaknya

dilaksanakan sejalan dengan upaya mitigasi perubahan iklim.

Pada pelaksanaannya upaya tersebut di atas dapat ditempuh

dengan menerapkan tindakan adaptasi yang menghasilkan emisi

relatif rendah. Beberapa teknologi yang dapat diterapkan yaitu: sistem

pengairan macak-macak atau sistem pengairan berselang pada lahan

sawah, penggunaan varietas rendah emisi dan berpotensi hasil tinggi

Page 18: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

918 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

dan penggunaan pupuk organik. Di samping itu, perlu dikembangkan

dan dimanfaatkan sistem peringatan dini yang pada intinya adalah

membangun sistem informasi iklim yang mampu mendeteksi gejala

dan memprediksi kemungkinan terjadinya iklim ekstrim secara cepat

dan akurat. Hal ini diperlukan agar upaya antisipasi iklim ekstrim

dapat dilakukan sedini mungkin sebelum terjadinya iklim ekstrim

tersebut. Dalam kaitan ini, sistem informasi kalender tanaman dapat

dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kemampuan antisipasi dan

adaptasi terhadap iklim ekstrim dan perubahan iklim.

Upaya lain yang diperlukan adalah pembangunan dan perbaikan

infrastruktur irigasi pada lahan sawah dan lahan rawa pasang surut,

pembangunan embung dan bangunan penampung air serta

pompanisasi pada daerah lahan keringuntuk mengendalikan pasokan

air agar tidak sepenuhnya tergantung kepada fluktuasi curah hujan. Di

samping itu, perlu dipersiapkan stok benih berumur pendek dan tahan

kekeringan, benih berumur pendek dan tahan genangan, alsin

pengolah tanah dan alsin panen untuk memperpendek siklus produksi

tanaman pangan sehingga periode musim tanam yang semakin pendek

akibat El Nino dan periode musim tanam yang semakin panjang akibat

La Nina dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Pada musim hujan 2020/2021 diramalkan akan terjadi La Nina. Pada

umumnya La Nina menyebabkan peningkatan produksi pangan akibat

meningkatnya luas panen. Jika terjadi La Nina intensitas kuat dapat

menyebabkan penueunan produksi pangan akibat meningkatnya

gangguan hama dan penyakit serta terjadinya banjir terutama pada

lahan sawah yang jaringan irigasinya kurang baik. Oleh karena itu,

upaya antisipasi La Nina yang akan datang hendaknya

mempertimbangkan pula kemungkinan terjadinya La Nina kuat yang

sejauh ini belum dapat dipastikan.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyana Y, E Susanti, Suciantini, F Ramadhani., E Surmaini. 2016. Analisis

dampak perubahan iklim terhadap produksi tanaman Pangan pada lahan

kering dan rancang bangun sistem informasinya. Inform Pertan. 25(1):69-80.

Page 19: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 919

[ABM] Australian Bureau of Meteorology. 2020. Southern Oscillation Index

(SOI) since 1876. [Internet]. [cited 2020 Sep 20]. Available from:

http://www.bom.gov.au/climate/current/soihtm1.shtml

Dariah A, Surmaini E. 2019. Menyelaraskan pertanian adaptif terhadap

perubahan iklim pada era industri 4.0. Dalam: Djufry F, Pasandaran E,

Irawan B, Ariani M, editors. Manajemen sumberdaya alam dan produksi

mendukung pertanian modern. Bogor (ID): IPB Press. hlm 91-122.

Faqih A, Boer R. 2013. Fenomena perubahan iklim di Indonesia. Dalam:

Soeparno H, Pasandaran E, Syarwani M, Dariah A, Pasaribu SM, Saad NS,

editors. Politik pembangunan pertanian menghadapi perubahan iklim.

Jakarta (ID): IAARD Press. hlm.11-28.

Fox JJ. 2000. The impact of the 1997-1998 El Nino on Indonesia. In: Grove RH,

Chappell J, editors. El Nino – History and Crisis. Studies from the Asia-

Pacific region. Cambridge (UK): White House Press.

Irawan B. 2013. Dampak el-Nino dan La-Nina terhadap produksi tanaman

palawija. Dalam: Soeparno H, Pasandaran E, Syarwani M, Dariah A,

Pasaribu SM, Saad NS, editors. Politik pembangunan pertanian

menghadapi perubahan iklim. Jakarta (ID): IAARD Press. hlm. 29-51.

Lia Y, Strapasson A, Rojas O. 2020. Assessment of El Nino and La Nina

impacts on China: Enhancing the early warning system on food and

agriculture. Weather and Climate Extremes 27 (2020) 100208. journal

homepage: www.elsevier.com/locate/wace

Lizumi T, Luo JJ, Andrew J, Challinor, Sakurai G, Yokozawa M, Sakuma H,

Brown ME, Yamagata T. 2014. Impacts of El Nin˜o southern oscillation on

the global yields of major crops. [Internet]. Nature Communications.

[cited 2020 Sep 20]. Available from: https://www.nature.com/articles/

ncomms4712. DOI: 10.1038/ncomms4712

Naylor RL, Battisti DS, Vimont DJ, Falcon WP, and Burke MB. 2007. Assessing

risks of climate variability and climate change for Indonesian rice

agriculture. PNAS. 104 (19) : 7752–7757

Nicholls N, Beard G. 2000. The Application of el nino-southern oscillation

information to seasonal forecast in Australia. London (UK) and New York

(US): Routledge.

Nugroho S, Febriamansyah R, Ekaputra EG, Gunawan D. 2019. Analisis iklim

ekstrim untuk deteksi perubahan iklim di Sumatera Barat. J Ilmu

Lingkungan. 17 (1): 7-14.

Page 20: ANTISIPASI TERHADAP POTENSI PENURUNAN ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/44-BBRC-2020-V...902 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan Akibat Iklim Ekstrim pada

920 Antisipasi terhadap Potensi Penurunan Produksi Pangan

Akibat Iklim Ekstrim pada Era Covid-19

Partridge IJ, Mashum M. 2002. Kapan hujan turun ? Dampak osilasi selatan

dan el nino di Indonesia. Queensland (AU): Department of Primary

Industries Queensland.

Podbury T, Sheales TC, Hussain I, Fisher BS. 1998. Use of El Nino climate

forecasts in Australia. Amer. J. Agr. Econ. 80(5).

Runtunuwu E, Syahbudin H. 2007. Perubahan pola curah hujan dan

dampaknya terhadap periode masa tanam. J Tanah dan Iklim. 26:1-12.

Sumaryanto, Irawan B, Suryadi M, Sawit MH, Setyanto A, Situmorang J. 2011.

Dampak perubahan iklim terhadap kerawanan pangan temporer. Bogor

(ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

[WMO] World Meteorological Organization. 1999. The 1997-1998 El Nino

event: A scientific and technical retrospective. Geneva (CH): World

Meteorological Organization

Yoshino M, Yoshino KU, Suratman W. 2000. Agricultural production and

climate change in Indonesia. Paper presented at the Symposium of

Commission Climatology, IGU at Seoul, Korea. 2000 August 14 and 18.