6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

14
Bahan Ajar Mandiri Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 94 MODUL 6 TANTANGAN PERLINDUNGAN TANAMAN KE DEPAN I Wayan Mudita PENDAHULUAN Pokok-pokok Isi dan Manfaat Sebagaimana telah disinggung sepintas pada Modul 1, permasalahan perlindungan tanaman terjadi karena interaksi antar tiga komponen dasar, yaitu tanaman, OPT, dan lingkungan. Faktor keempat adalah manusia yang berada di atas ketiga faktor dasar tersebut. Ke depan, seiring dengan berbagai perkembangan yang terjadi saat ini, faktor lingkungan dan faktor manusia, dan lebih-lebih faktor manusia, akan menjadi faktor yang menyebabkan permasalahan perlindungan tanaman menjadi semakin kompleks. Untuk memahami hal ini pada Modul 6 ini akan diuraikan berbagai perubahan yang menjadi arus utama perubahan dewasa ini dan kemungkinan implikasi yang ditimbulkannya terhadap permasalahan perlindungan tanaman. Tidak semua perubahan dapat diuraikan, tetapi sebagai ilustrasi akan diuraikan pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan, perubahan iklim dan permasalahan OPT baru, globalisasi dan invasi OPT spesies asing, liberalisasi perdagangan dan OPT sebagai hambatan non-tarif, serta OPT pada era demokratisasi, desentralisasi, dan otonomi daerah. Kompetensi Khusus Setelah tuntas mempelajari kegiatan belajar pada modul ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai perubahan arus utama yang dapat mendorong menjadikan permasalahan perlindungan tanaman menjadi semakin kompleks di masa depan 2) Menjelaskan bagaimana permasalahan perlindungan tanaman yang menjadi semakin kompleks di masa depan dapat diantisipasi Indikator dan Petunjuk Belajar Modul 6 ini merupakan modul terakhir dari enam modul matakuliah Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Sebagai modul penutup, keberhasilan mempelajari modul ini akan menentukan keberhasilan mempelajari matakuliah Dasar-dasar Perlindungan Tanaman secara keseluruhan. Oleh karena itu, keberhasilan mempelajari modul init diukur berdasarkan kemampuan memahami berbagai kecenderungan yang akan mempengaruhi gulma dan permasalahan yang ditimbulkannya dalam kaitan dengan aspek-aspek yang telah dibahas pada mosul-modul sebelumnya. Untuk mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan membaca materi kegiatan belajar secara kritis. Setelah membaca uraian kegiatan belajar, mahasiswa diharapkan mengerjakan latihan yang diberikan dan mendiskusikannya dengan mahasiswa lainnya. Untuk mendalami uraian setiap kegiatan belajar, mahasiswa disarankan membaca pustaka yang direkomendasikan pada Daftar Pustaka. Setiap kegiatan belajar memerlukan waktu 100 menit yang juga merupakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan modul ini.

description

6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Transcript of 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Page 1: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 94

MODUL 6

TANTANGAN PERLINDUNGAN TANAMAN KE DEPAN

I Wayan Mudita

PENDAHULUAN

Pokok-pokok Isi dan Manfaat

Sebagaimana telah disinggung sepintas pada Modul 1, permasalahan perlindungan

tanaman terjadi karena interaksi antar tiga komponen dasar, yaitu tanaman, OPT, dan

lingkungan. Faktor keempat adalah manusia yang berada di atas ketiga faktor dasar

tersebut. Ke depan, seiring dengan berbagai perkembangan yang terjadi saat ini, faktor

lingkungan dan faktor manusia, dan lebih-lebih faktor manusia, akan menjadi faktor

yang menyebabkan permasalahan perlindungan tanaman menjadi semakin kompleks.

Untuk memahami hal ini pada Modul 6 ini akan diuraikan berbagai perubahan yang

menjadi arus utama perubahan dewasa ini dan kemungkinan implikasi yang

ditimbulkannya terhadap permasalahan perlindungan tanaman. Tidak semua perubahan

dapat diuraikan, tetapi sebagai ilustrasi akan diuraikan pertumbuhan penduduk dan

ketahanan pangan, perubahan iklim dan permasalahan OPT baru, globalisasi dan invasi

OPT spesies asing, liberalisasi perdagangan dan OPT sebagai hambatan non-tarif, serta

OPT pada era demokratisasi, desentralisasi, dan otonomi daerah.

Kompetensi Khusus Setelah tuntas mempelajari kegiatan belajar pada modul ini mahasiswa diharapkan

mampu:

1) Mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai perubahan arus utama yang dapat

mendorong menjadikan permasalahan perlindungan tanaman menjadi semakin

kompleks di masa depan

2) Menjelaskan bagaimana permasalahan perlindungan tanaman yang menjadi

semakin kompleks di masa depan dapat diantisipasi

Indikator dan Petunjuk Belajar Modul 6 ini merupakan modul terakhir dari enam modul matakuliah Dasar-dasar

Perlindungan Tanaman. Sebagai modul penutup, keberhasilan mempelajari modul ini

akan menentukan keberhasilan mempelajari matakuliah Dasar-dasar Perlindungan

Tanaman secara keseluruhan. Oleh karena itu, keberhasilan mempelajari modul init

diukur berdasarkan kemampuan memahami berbagai kecenderungan yang akan

mempengaruhi gulma dan permasalahan yang ditimbulkannya dalam kaitan dengan

aspek-aspek yang telah dibahas pada mosul-modul sebelumnya. Untuk mempelajari

modul ini, mahasiswa diharapkan membaca materi kegiatan belajar secara kritis.

Setelah membaca uraian kegiatan belajar, mahasiswa diharapkan mengerjakan latihan

yang diberikan dan mendiskusikannya dengan mahasiswa lainnya. Untuk mendalami

uraian setiap kegiatan belajar, mahasiswa disarankan membaca pustaka yang

direkomendasikan pada Daftar Pustaka. Setiap kegiatan belajar memerlukan waktu 100

menit yang juga merupakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan modul ini.

Page 2: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 95

KEGIATAN BELAJAR 1:

PERMASALAHAN PERLINDUNGAN TANAMAN KE DEPAN

DAN UPAYA UNTUK MENGANTISIPASI

Uraian

Menurut Departemen Urusan Ekonomi dan Penduduk PBB, penduduk dunia tahun 2010

mencapai 6.890.700.000 jiwa, sedangkan menurut sensus penduduk 2010 penduduk

Indonesia 237.556.363 jiwa dan penduduk Provinsi NTT 4.679.316 jiwa. Indonesia

merupakan negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia, di bawah AS (310.542.000

jiwa) dan di atas Brazil (190.732.694 jiwa), menyumbang 3,45% terhadap jumlah

penduduk dunia. Penduduk dunia diperkirakan akan terus meningkat menjadi

8.011.533.000 jiwa pada 2025 dan 9.149.984.000 jiwa pada 2050, sedangkan menurut

sensus penduduk 2010, penduduk Indonesia meningkat dengan laju 1,49% per tahun

sehingga dapat diperkirakan menjadi 296.561.968 jiwa pada 2025 (3,70% penduduk

dunia) dan 429.236.621jiwa pada 2050 (4,69% penduduk dunia). Sementara itu, berkat

Revolusi Hijau, produktivitas serealia, yang merupakan bahan pangan pokok bagi

sebagian besar penduduk dunia, meningkat menjadi sekitar 3 ton/ha setelah 1990, tetapi

sejak 1985 produksi per kapita justeru menurun dari sekitar 375 kg/orang menjadi di

bawah 350 kg/orang. Penurunan produksi per kapita tersebut terjadi karena berbagai

faktor, termasuk oleh OPT yang pada serealia negara-negara maju saja (winter rye,

winter wheat, spring wheat, barley, dan oats) dapat menyebabkan kehilangan hasil lebih

dari 5%. Pada pihak lain, konsumsi serealia dunia yang pada 1990 sebesar 1.921,3 juta

ton pada 2025 diperkirakan akan meningkat menjadi 2.679,0 juta ton pada 2025 hanya

berdasarkan jumlah penduduk atau menjadi 3.046,5 juta ton peningkatan pendapatan

penduduk diperhitungkan. Tantangan yang dihadapi perlindungan tanaman adalah

bagaimana menurunkan kehilangan hasil menjadi sekecil-kecilnya, bukan hanya pada

serealia, tetapi juga pada jenis-jenis tanaman pangan lainnya, sehingga kebutuhan

pangan bagi seluruh penduduk dunia tetap dapat terpenuhi. Tantangan ini menjadi lebih

berat bagi Indonesia, bukan hanya karena laju peningkatan jumlah penduduk yang

tinggi, melainkan juga karena kebijakan pembangunan pertanian yang belum disertai

dengan strategi perlindungan tanaman yang jelas sebagaimana yang telah dimiliki oleh

negara-negara maju. Jangankan strategi perlindungan tanaman, data mengenai OPTdan

kehilangan hasil yang ditimbulkannya saja sulit diperoleh untuk Indonesia, apalagi

untuk Provinsi NTT.

(a) (b) (c)

Gambar 6.1. Produksi pangan: (a) Produktivitas serealia dunia (ton/ha) 1951-1997, (b)

Produksi per kapita dunua (kg/orang) 1951-1997, dan (c) Produksi pertanian per kapita

negara-negara terpilih tahun 1961/1962-1997/1998. Sumber: (a) dan (b) Dyson (1997),

(c) http://www.africa.ufl.edu/asq/v6/v6i1a3.htm

Page 3: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 96

Bersamaan dengan itu, perubahan iklim global (global climate change) semakin

menjadikan permasalahan gulma semakin pelik ke depan. Consentrasi CO2 atmosfer

meningkat dari periode pra-industri sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada 2005.

Selama 8000 tahun sebelum industrialisasi, meningkat hanya sebesar 20 ppm, tetapi

sejak 1759 konsentrasi CO2 meningkat menjadi hampir 100 ppm. Laju peningkatan

tahunan konsentrasi CO2 hasil pengukuran selama 1960-2005 yang besarnya 1,4

ppm/tahun meningkat menjadi 1,9 ppm/tahun selama 1995-2005. Peningkatan

konsentrasi CO2 tersebut juga disertai dengan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah

kaca lainnya seperti CH4, SO2, N2O, dan CFC. Peningkatan CO2 dan gas-gas rumah

kaca ini merupakan penyebab meningkatnya radiative forcing menjadi 1.66 ± 0.17

W/m2 yang berakibat pada terjadinya peningkatan suhu global yang kemudian diirngi

pula dengan perubahan pola presipitasi global.

(a) (b)

Gambar 6.2. Anomali rerata suhu udara atmosfer global (pemanasan glonal): (a, atas)

Anomali suhu teramati rerata global terhadap rerata suhu 1961-2005 disertai dengan

kurva peningkatan suhu yang menunjukkan bahwa semakin terkini data yang digunakan

maka semakin miring kurva yang dihasilkan (semakin tinggi laju peningkatan suhu); (b,

bawah) Pola ruang global peningkatan suhu atmosfer permukaan (kiri) dan suhu

trofosfer (kanan), (b) Anomali suhu rerata bulanan strafosfer bawah (A), trofosfer

tengah-atas (B), trofosfer bawah (C), dan permukaan bumi (D). Sumber: IPPC (2007)

Peningkatan konsentrasi CO2, suhu udara, dan pola presipitasi tersebut tentu saja akan

mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dinamika populasi, dan bahkan

pemencaran OPT. Peningkatan CO2 diperkirakan akan berpengaruh terhadap gulma

daripada golongan OPT lainnya karena gulma, khusunya gulma yang mempunyai jalur

fotosintetik C3, mampu lebih memanfaatkan CO2 daripada tanaman. Sementara itu,

peningkatan suhu akan mendorong jenis-jenis gulma penting di kawasan tropika dataran

rendah menjangkau kawasan sub-tropika dan kawasan tropika dataran tinggi. Hal ini

menyebabkan petani Australia bagian Selatan dan di kawasan tropika dataran tinggi,

Page 4: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 97

misalnya, harus menghadapi jenis-jenis gulma baru yang belum pernah dikenal

sebelumnya. Hal yang sama diperkirakan juga akan terjadi pada binatang hama maupun

patogen, sebagaimana misalnya pemencaran kutu loncat jeruk asia (Diaphorina citri)

yang akan diprediksi akan mencapai Australia bagian Selatan. Sementara itu, pengaruh

perubahan pola presipitasi terhadap OPT diperkirakan akan sangat berkaitan dengan

perubahan pola budidaya tanaman yang dilakukan sebagai tanggapan terhadap

perubahan pola presipitasi yang terjadi di suatu kawasan.

Gambar 6.3. Perubahan pola presipitasi global 1900-2005, peta di tengah menunjukkan

perunahan rerata tahunan (% per abad), sedangkan kurva menunjukkan % perubahan

presipitasi terhadap rerata presipitasi 1961-1990. Sumber: IPPC (2007)

(a) (b) (c)

Gambar 6.4. Perkiraan perubahan indek kesesuaian iklim untuk tiga jenis gulma yang

belum terdapat atau selama ini belum menjadi gulma di sebagian besar wilayah

Australia: (a) Chromolaena odorata, (b) Acacia nilotica, dan (c) Buddleja davidii.

Warna putih=tidak sesuai, hijau=marjinal, birum muda=sesuai, dan biru tua=sangat

sesuai. Sumber: Farming Ahead (2007, March).

Page 5: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 98

(a)

(b)

Gambar 6.5. Prediksi pemencaran kutu jeruk asia (Diaphorina citri) ke Australia dalam

kaitan dengan peningkatan suhu permukaan bumi yang disebabkan oleh pemanasan

global: (a) Pemajuan musim pertunasan jeruk selama musim semi tahun 1990, 2030,

dan 2070 dan (b) Hari pertama munculnya kutu loncat jeruk asia dewasa tahun 1990,

2030, dan 2070. Sumber: J.P. Aurambout et al. (2009).

Proses pemencaran OPT yang sebelumnya terjadi lambat diperkirakan akan meningkat

bukan hanya karena perubahan iklim melainkan juga oleh globalisasi. Globalisasi

dicirikan antara lain oleh meningkatnya arus orang dan barang dalam waktu sangat

cepat melintasi jarak yang sebelumnya memerlukan waktu lama untuk melintasinya.

Peningkatan arus orang dan barang tersebut akan disertai pula dengan meningkatnya

peluang disertai OPT, terutama dari negara-negara maju yang mendominasi ekspor dan

menjadi tempat asal wisatawan ke negara-negara sedang berkembang yang bergantung

pada impor dan kunjungan wisatawan mancanegara. Sementara itu, globalisasi juga

akan mengarah pada penguasaan industri benih dan sarana produksi pertanian oleh

negara-negara maju. Melalui paten negara-negara maju akan merampok sumberdaya

genetik negara-negara berkembang yang kaya secara keanekaragaman hayati tetapi

miskin secara ekonomi dan kemampuan sumberdaya manusia untuk kemudian, setelah

melalui rekayasa dan pemberian merek dagang, menjual benih yang dihasilkan kembali

ke negara-negara asal bahan genetiknya dengan harga mahal. Tidak banyak orang yang

sadar bahwa dewasa ini 23% pasar benih komersial dunia dikuasai hanya oleh 10

perusahaan multinasional negara-negara maju dengan nilai perdagangan mencapai US $

23 milyar, perusahaan yang sama juga menguasai perdagangan sarana produksi

pertanian dunia, dan 5 perusahaan multinasional lain negara-negara maju

mengendalikan perdagangan biji-bijian dunia. Dengan sedemikian berkuasanya

perusahaan multinasional negara-negara maju tersebut, bukan tidak mungkin ke depan,

ketika permasalahan perlindungan tanaman menjadi semakin kompleks, negara-negara

maju akan menguasai yang tahan terhadap OPT.

Page 6: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 99

Gambar 6.6. Pusat-pusat keanekaragaman hayati tanaman di dunia dewasa ini. Sumber:

http://www.idrc.ca/openebooks/014-4/

Kemampuan negara-negara maju untuk semakin menguasai dunia juga dilakukan

dengan menggunakan instrumen liberalisasi perdagangan yang dikendalikan melalui

World Trade Organization (WTO). Menurut ketentuan WTO, perdagangan dunia perlu

diupayakan agar menjadi tanpa diskriminasi, lebih bebas, lebih dapat diprediksi,

bersaing lebih sehat, dan lebih mempromosikan pembangunan dunia. Menurut WTO,

tarif yang dikenakan oleh setiap negara bagi produk impor harus dihilangkan dan

subsidi dipandang sebagai kebijakan yang tidak sehat bagi perdagangan dunia. Untuk

menjamin perdagangan dunia menjadi lebih bebas WTO menetapkan berbagai

instrumen standardisasi yang mengikat negara-negara anggotanya. Semua ketentuan

WTO memang fair, tetapi fair bagi siapa? Negara-negara maju dengan instansi

karantina yang kuat dan didukung dengan fasilitas karantina yang canggih dengan

mudah dapat mendeteksi adanya infestasi OPT, pestisida, atau aflatoksin pada produk

negara-negara sedang berkembang, sedangkan negara-negara sedang berkembang

sebaliknya. Lebih-lebih bagi negara-negara yang memerlukan bantuan, bagaimana

mungkin melakukan pemeriksaan ketat terhadap produk negara-negara maju yang

masuk dengan label bantuan kemanusiaan. Padahal, apapun labelnya, apakah barang

impor yang masuk secara biasa atau sebagai bantuan kemanusiaan, semuanya

mempunyai peluang untuk terinfestasi OPT, pestisida, atau aflatoksin. Masuknya kodok

raksasa dari Australia ke Timor Leste merupakan contoh bagaimana bantuan

kemanusiaan dalam jangka pendek dapat disertai dengan invasi spesies asing yang akan

sangat merugikan dalam jangka panjang.

Lebih daripada barang, produk ekspor negara-negara maju yang sebenarnya tidak kalah

penting adalah demokratisasi, desentralisasi, dan otonomi daerah. Sebagaimana halnya

liberalisasi perdagangan, demokratisasi, desentralisasi, dan otonomi daerah merupakan

sesuatu yang baik di negara-negara maju yang kemudian diasumsikan dengan

sendirinya juga baik bagi semua negara. Akan tetapi, setiap negara mempunyai latar

belakang sejarah dan budaya yang berbeda sehingga apa yang baik di negara-negara

maju tidak dengan sendirinya dapat menjadikan negara-negara berkembang sebaik

negara-negara maju. Alhasil, demokratisasi, desentralisasi, dan otonomi daerah yang

diekspor paksa ke berbagai negara berkembang justeru menimbulkan banyak

ketegangan dan kepincangan pelayanan publik. Indonesia boleh berbangga karena

dipandang dunia sebagai negara berkembang yang sukses melakukan demokratisasi,

Page 7: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 100

desentralisasi, dan otonomi daerah. Namun di balik kesuksesan tersebut, demokratisasi

dimaknai tidak lebih daripada sekedar pesta pemilihan umum dan desentralisasi dan

otonomi daerah tidak lebih daripada sekedar pemindahan kewenangan dari pusat ke

daerah. Akuntabilitas dan pelayanan publik yang di negara-negara maju merupakan

wujud sesungguhnya dari demokratisasi, desentralisasi, dan otonomi daerah ternyata

masih sangat jauh dari harapan. Pemilihan umum terus dilakukan, pemerintahan terus

berganti, tetapi pemerintahan yang baru tetap saja tidak banyak memperbaiki

akuntabilitas dan pelayanan publik. Tidak mengherankan bila dari dahulu Indonesia

tidak mempunyai strategi nasional perlindungan tanaman sebagaimana misalnya yang

dimiliki negara-negara maju seperti Australia. Dari dahulu Indonesia tidak mempunyai

database mengenai OPT penting, sampai sekarang pun tetap tidak punya. Jangan lagi

ditanya pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Bahkan di Provinsi NTT yang sedang

melaksanakan program intensifikasi jagung sekalipun, yang diprioritaskan pemerintah

daerah adalah membudidayakan jagung varietas unggul yang benihnya diproduksi oleh

perusahaan dari luar. Untuk dapat mencapai produksi potensialnya, varietas unggul

tersebut harus dibudidayakan secara intensif yang dengan sendirinya membuka pasar

bagi berbagai jenis pestisida yang diproduksi oleh negara-negara maju.

Gambar 6.7. Libralisasi perdagangan dan pemencaran OPT ke negara-negara sedang

dan kurang berkembang. Bisakah prtugas menggunakan palang jalan untuk mendeteksi

OPT yang menumpang „truk pasar bebas‟ bersama barang dan orang masuk ke

negaranya? Sumber: http://library.wur.nl/frontis/trade_liberalization/index.html

Gambar 6.8. Demokrasi dan perhatian terhadap permasalahan perlindungan tanaman.

Kata calon yang memang, “Saya memang mutlak, tikus pun ikut memilih saya!” (maka

bagaimana mungkin pejabat bersedia merumuskan kebijakan perlindungan tanaman

terhadap tikus?)

Page 8: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 101

Berbagai tantangan sebagaimana yang telah diuraikan menunjukkan dengan jelas bahwa

permasalahan perlindungan tanaman tidak lagi sekedar permasalahan biologi, bahwa

pengaruh lingkungan terhadap gulma sesungguhnya tidak hanya pengaruh suhu, kadar

CO2, perubahan pola presipitasi, dan sebagainya. Permasalahan perlindungan tanaman

merupakan permasalahan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik, kimia, hayati,

ekonomi, politik, dan budaya. Dengan berubahnya faktor-faktor tersebut menjadi lebih

menguntungkan OPT maka ke depan permasalahan perlindungan tanaman akan menjadi

semakin kompleks. Benar bahwa ilmu-ilmu yang berkaitan dengan perlindungan

tanaman juga akan berkembang dan seiring dengan itu berbagai terobosan akan terjadi.

Misalnya, dengan dukungan teknologi informasi yang kini berkembang dengan pesat

diharapkan bahwa pemencaran OPT di masa depan diharapkan dapat menjadi lebih

terprediksi dan terpetakan. Bila memang demikian maka yang akan menikmati

keuntungan dari kemajuan ini adalah kembali negara-negara maju, bukan karena

keunggulan mereka di bidang ilmu gulma dan teknologi informasi, tetapi karena

pemerintah mereka yang lebih mementingkan akuntabilitas dan pelayanan publik

daripada pemerintah di negara-negara sedang berkembang. Untuk mengantisipasi

permasalahan perlindungan tanaman yang akan menjadi semakin kompleks ke depan

tersebut maka perlindungan tanaman di Indonesia perlu berkembang tidak secara linier

melainkan lintas disiplin. Selain itu, para pakar perlindungan tanaman perlu

membangun lobi kepada pemerintah adar pemerintah dapat mewujudkan akuntabilitas

dan pelayanan publik melalui pengembangan strategi perlindungan tanaman untuk

mengantisipasi permasalahan ke depan yang menjadi semakin kompleks.

Menghadapi permasalahan perlindungan tanaman yang akan menjadi semakin

kompleks, negara-negara maju kini mulai mengembangkan pendekatan perlindungan

yang lebih proaktif dan lebih merangkul berbagai sektor. Untuk dapat melindungi

tanaman secara lebih efektif, perlindungan tidak lagi dapat diberikan terhadap tumbuhan

per se (plant protection), tetapi terhadap kehidupan (protection of life). Hal ini dapat

dimengerti karena sesungguhnya terdapat keterkaitan antar berbagai bentuk kehidupan

menyangkut berbagai aspek; bukan hanya secara fisik, kimia, dan hayati, tetapi juga

secara ekonomi, sosial, dan budaya. Pertanian sesungguhnya bukan hanya persoalan

teknologi (agro-teknologi), tetapi persoalan manusia dengan segala dimensinya.

Demikian juga dengan perlindungan tanaman, bukan lagi sekedar persoalan biologi dan

ekologi OPT, tetapi lebih ke persoalan bagaimana petani dapat menerapkan teknologi

perlindungan tanaman yang sudah menjadi sedemikian canggih sehingga menyulitkan

petani untuk menjangkaunya. Pendekatan perlindungan kehidupan yang kini mulai

digunakan di berbagai negara maju tersebut, terutama Selandia Baru, Australia, dan AS,

adalah pendekatan yang dikenal sebagai ketahanan hayati (biosecurity).

Ketahanan hayati sebenarnya merupakan upaya perlindungan ekonomi, lingkungan

hidup, dan kesehatan manusia dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh hama,

penyakit, dan gulma. Sebagaimana didefinisikan oleh FAO (2007), ketahanan hayati

juga dapat dipandang sebagai pendekatan strategis dan terpadu yang mencakup

kerangka kebijakan dan perundang-undangan (termasuk sarana dan prasarana maupun

kegiatan) untuk menganalisis risiko terhadap manusia, kehidupan dan kesehatan hewan

dan tumbuhan, serta risiko terhadap lingkungan hidup. Fokus ketahanan hayati adalah

risiko (risk), yang dalam hal ini merupakan fungsi peluang timbulnya bahaya yang

merugikan terhadap kesehatan dan kehidupan serta keparahan pengaruh yang

Page 9: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 102

ditimbulkan. Risiko timbul sebagai konsekuensi dari adanya bahaya (hazard), yang

didefinisikan berbeda-beda antar sektor sebagaimana ditetapkan oleh

kelembagaan/konvensi internasional yang mengatur sektor yang bersangkutan. Pada

sektor pertanian tanaman, bahaya sebagaimana didefinisikan oleh International Plant

Protection Commission (IPPC), merupakan setiap spesies, strain, atau biotipe

tumbuhan, binatang, atau agen patogenik yang berpotensi menimbulkan luka terhadap

tumbuhan maupun hasilnya. Pada sektor-sektor lainnya bahaya didefinisikan berbeda,

tetapi semua definisi bahaya yang berbeda-beda tersebut disatukan dalam ketahanan

hayati melalui konsep risiko yang untuk menanganinya memerlukan langkah-langkah

penilaian, pengelolaan, dan pengkomunikasian. Untuk dapat melakukan penilaian,

pengelolaan, dan pengkomunikasi risiko, perlu diratifikasi berbagai konvensi

internasional yang berkaitan dengan ketahanan hayati.

Tabel 6.1. Ratifikasi berbagai konvensi internasional yang berkaitan dengan ketahanan

hayati oleh negara-negara anggota APPPC, bagian dari IPPC untuk kawasan Asia

Pasifik

Sumber: http://www.fao.org/docrep/010/ag123e/AG123E03.htm

Dari ketiga langkah analisis risiko ketahanan hayati, semuanya memerlukan bukan

hanya tindakan teknis. Penilaian risiko merupakan proses untuk mengidentifikasi

bahaya, mengkarakterisasi dampak buruk yang ditimbulkannya terhadap kesehatan,

mengevaluasi taraf paparan penduduk atau populasi hewan/tumbuhan terhadap bahaya

tersebut, dan mengestimasi besarnya risiko yang ditimbulkan. Hasil penilaian risiko

perlu ditindaklanjuti dengan pengelolaan risiko sebagai langkah yang harus diambil

oleh pihak yang berkompeten dalam mempertimbangkan hasil penilaian risiko,

menentukan kebijakan alternatif dengan mempertimbangkan pandangan para pemangku

kepentingan (stakeholders) terhadap perlindungan kesehatan yang dimungkinkan, dan

menentukan tindakan pengendalian yang diperlukan. Penilaian risiko dan pengelolaan

risiko perlu dikomunikasikan secara terbuka melalui komunikasi risiko, yaitu

pertukaran interaktif informasi dan opini mengenai risiko, isu-isu pengelolaan risiko,

dan persepsi masyarakat terhadap risiko. Jelas bahwa pengelolaan ketahanan hayati

Page 10: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 103

memerlukan lebih dari sekedar ilmu-ilmu alam dan teknologi, melainkan juga ilmu-ilmu

sosial dan humaniora. Pendekatan secara lintas bidang ilmu tersebut diperlukan karena

yang menjadi fokus ketahanan hayati adalah perlindungan kehidupan yang jelas

diwarnai dengan pernak pernik persoalan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

(a) (b)

Gambar 6.9. Perbandingan struktur dan kewenangan instansi yang berwenang dalam

pengelolaan ketahanan hayati: (a) Indonesia dan (b) Australia, NPPO=National Plant

Protection Organization. Sumber:

http://www.fao.org/docrep/010/ag123e/AG123E03.htm

Tabel 6.2. Kebijakan pengelolaan hama terpadu di antara negara-negara anggota

APPPC Au

stralia

Ban

glad

esh

Cam

bo

dia

Ch

ina

Fiji

Ind

ia

Indo

nesia

Japan

*

Ko

rea DP

R

Ko

rea Rep

.

of

Lao

PD

R

Malay

sia

My

anm

ar

Nep

al

New

Zealan

d

Pak

istan

Ph

ilipp

ines

Sri L

ank

a

Th

ailand

To

ng

a

Viet N

am

3.1 IPM Policy

no/vague response 8

IPM

Policy/Planning

7

IPM legislation 2

IPM expert group: 1

IPM

Section/Stations

5

Natl. IPM funding 3

Policies

promoting...

End to pesticide

subsidy

3

Pesticide reduction

targets

2

GAP standards 2

Organic product

standards

1

IPM accreditation

Sumber: http://www.fao.org/docrep/010/ag123e/AG123E22.htm#22.1.1

Page 11: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 104

Latihan

Setelah memahami kompleksitas permasalahan perlindungan tanaman yang akan terjadi

di masa depan dan cara pemerintah Australia, baik pemerintah federal, pemerintah

negara bagian/teritori, maupun pemerintah lokal mengantisipasinya, bandingkan dengan

apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan di Indonesia, baik pemerintah pusat,

pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, maupun pemerintah lokal (kecamatan

dan kelurahan/desa), dalam mengantisipasi permasalahan gulma ke depan. Diskusikan

dengan teman-teman, bagaimana Indonesia dapat bersaing menghadapi perubahan iklim

global, globalisasi, dan liberalisasi perdagangan yang akan menjadi semakin menguat di

masa depan.

Rangkuman

Berbagai perkembangan yang terjadi dewasa ini dapat menyebabkan permasalahan

perlindungan tanaman akan menjadi kompleks di masa depan. Di antara perkembangan

tersebut, yang perlu mendapatkan perhatian dalam kaitan untuk mengantisipasi

permasalahan perlindungan tanaman ke depanadalah pertumbuhan penduduk dan

ketahanan pangan, perubahan iklim dan permasalahan OPT baru, globalisasi dan invasi

spesies asing, liberalisasi perdagangan dan OPT sebagai hambatan non-tarif, serta OPT

pada era demokratisasi, desentralisasi, dan otonomi daerah. Perkembangan

perlindungan tanaman ke depan tidak akan mampu mengantisipasi permasalahan yang

akan menjadi semakin kompleks tersebut tanpa dukungan politik, kebijakan, dan

program pemerintah sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah negara-negara maju.

Glosarium

bahaya: setiap spesies, strain, atau biotipe tumbuhan, binatang, atau agen patogenik

yang berpotensi menimbulkan luka terhadap tumbuhan maupun hasilnya.

demokratisasi: tindakan untuk menjadikan demokratis, perubahan ke arah keadaan

politik yang lebih demokratis, proses untuk mentransformasi sebuah institusi

untuk memenuhi norma-norma demokrasi

desentralisasi: proses untuk menyebar tatakelola pengambilan keputusan menjadi lebih

dekat kepada masyarakat atau publik, pemindahan sebagian kekuasaan

pemerintahan dari pusat ke daerah, proses sosial yang melibatkan perlindahan

penduduk dan industri ke luar dari pusat perkotaan ke daerah di sekitarnya

globalisasi: suatu proses yang terus berlangsung untuk mengintegrasikan perekonomian,

masyarakat, dan kebudayaan regional melalui jejaring global komunikasi,

transportasi, dan perdagangan

kawasan pengelolaan sumberdaya alam: kawasan yang ditetapkan untuk dikembangkan

bersama masyarakat setempat dengan dukungan universitas.

keanegakaranam hayati: variabilitas antar mahluk hidup dalam hal komposisi genetik,

spesies, komunitas, ekosistem, dan untuk manusia termasuk kebudayaannya.

ketahanan hayati: (1) perlindungan ekonomi, lingkungan hidup, dan kesehatan manusia

dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh hama, penyakit, dan gulma; (2)

pendekatan strategis dan terpadu yang mencakup kerangka kebijakan dan

perundang-undangan (termasuk sarana dan prasarana maupun kegiatan) untuk

menganalisis risiko terhadap manusia, kehidupan dan kesehatan hewan dan

tumbuhan, serta risiko terhadap lingkungan hidup.

ketahanan pangan: (a) ketersediaan pangan bergizi dalam jumlah yang cukup dan

kualitas yang memadai bagi penduduk, (b) kemampuan masyarakat lokal untuk

Page 12: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 105

memproduksi dan memenuhi sendiri kebutuhan pangannya secara mandiri dan

berkelanjutan (kedaulatan pangan)

komunikasi risiko, yaitu pertukaran interaktif informasi dan opini mengenai risiko, isu-

isu pengelolaan risiko, dan persepsi masyarakat terhadap risiko.

liberalisasi perdagangan: penghapusan atau pengurangan berbagai hambatan terhadap

aliran barang dan jasa dari satu negara ke negara lain melalui antara lain

penghapusan tarif (bea masuk, subsidi ekspor) dan hambatan non-tarif (lisensi,

kuota, dan standar arbitrer).

otonomi daerah: pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengatur sebagian

urusannya sendiri. Di Indonesia, otonomi daerah dimaksudkan sebagai

pengalihan kewenangan dan fungsi dari pemerintahan pusat ke pemerintahan

daerah

pengelolaan risiko: langkah yang harus diambil oleh pihak yang berkompeten dalam

mempertimbangkan hasil penilaian risiko, menentukan kebijakan alternatif

dengan mempertimbangkan pandangan para pemangku kepentingan terhadap

perlindungan kesehatan yang dimungkinkan, dan menentukan tindakan

pengendalian yang diperlukan

penilaian risiko: proses untuk mengidentifikasi bahaya, mengkarakterisasi dampak

buruk yang ditimbulkannya terhadap kesehatan, mengevaluasi taraf paparan

penduduk atau populasi hewan/tumbuhan terhadap bahaya tersebut, dan

mengestimasi besarnya risiko yang ditimbulkan.

perubahan iklim: perubahan mendasar keadaan iklim yang mempunyai dampak yang

luas terhadap perekonomian, leingkungan hidup, dan keadaan sosial masyarakat,

di dalamnya termasuk pemanasan global

risiko: fungsi peluang timbulnya bahaya yang merugikan terhadap kesehatan dan

kehidupan serta keparahan pengaruh yang ditimbulkan

PENUTUP

Tes Formatif

1) Bagaimana menjelaskan OPT dapat mengancam ketahanan pangan dan bahkan

ketahanan nasional suatu negara?

2) Dengan meluasnya kawasan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan ke

kawasan subtropika, benarkah kalau dikatakan negara-negara di kawasan tropika

tidak akan mengalami permasalahan perlindungan tanaman yang diakibatkan oleh

perubahan iklim?

3) Bagaimana globaslisai dapat menimbulkan ancaman masuknya OPT mengingat

negara-negara maju telah menerapkan karantina yang sangat ketat?

4) Mengapa liberalisasi perdagangan dapat menimbulkan permasalahan OPT di

negara-negara berkembang?

5) Bagaimana paten, merek dagang, dan hak cipta yang pada dasarnya merupakan

perlindungan hak cipta secara ketat dapat dikatakan merampas akses negara-negara

berkembang terhadap varietas tanaman tahan OPT?

6) Bagaimana menjelaskan bahwa otonomi daerah dapat mengancam ketahanan hayati

provinsi atau kabupaten/kota?

7) Mengapa pemerintah pemerintah Australia harus begitu mewaspadai ancaman

masuknya jenis-jenis OPT dari luar?

8) Apa kira-kira hubungan antara demokrasi dan OPT?

Page 13: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 106

9) Mana yang sebenarnya lebih mengalami ancaman yang ditimbulkan oleh

pemencaran OPT, negara-negara yang berpenduduk sedikit atau yang berpenduduk

banyak?

10) Apa yang harus dilakukan oleh seorang petani ladang berpindah di Pulau Timor

pada era perdagangan bebas ini dalam menghadapi ancaman OPT?

Kunci Jawaban dan Cara Menghitung Nilai Hasil Belajar

Kunci jawaban diberikan secara terpisah pada Lampiran 2. Jawab semua pertanyaan

terlebih dahulu dan kemudian baru cocokkan jawaban yang diberikannya dengan kunci

jawaban pada Lampiran 1. Untuk menghitung nilai hasil belajar, setiap pertanyaan yang

dijawab dengan benar diberikan nilai 10. Nilai hasil belajar dihitung dengan

menjumlahkan nilai jawaban dari seluruh pertanyaan dan kemudian mengalikan dengan

2. Nilai yang diperoleh kemudian dikategorikan sebagai berikut:

>80 : sangat memuaskan

70-<80 : memuaskan

60-<70 : cukup

50-<60 : kurang

<50 : gagal

Tindak Lanjut

Bila penilaian hasil belajar menunjukkan hasil kurang atau gagal, pelajari kembali

keseluruhan materi modul. Bila penilaian hasil belajar menunjukkan hasil cukup,

pelajari bagian dari kegiatan belajar yang memuat uraian mengenai pertanyaan yang

tidak dapat dijawab dengan benar. Bila penilaian hasil belajar menunjukkan hasil

memuaskan atau sangat memuaskan, pelajari kembali materi kegiatan belajar pada

modul-modul sebelumnya untuk menghadapi ujian akhir semester. Apapun hasil belajar

yang diperoleh, lakukan pengayaan pemahaman dengan membaca referensi yang

dianjurkan pada Daftar Pustaka.

Daftar Pustaka

Brooks, S.G.; & Wohlforth, W.C. 2000. Power, globalization, and the end of the cold

war: Reevaluating a landmark case for ideas. International Security, 25(3), 34–

37.

Dyson, T. (1999). World food trends and prospects to 2025. Paper presented at the

National Academy of Sciences Colloquium “Plants and Population: Is There

Time?” Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 96, 5929–5936. Diakses pada 30 Desember

2010 dari http://www.pnas.org/content/96/11/5929.full.pdf+html

FAO (2007). FAO Biosecurity Toolkit. Diakses pada 28 Juni 2009 dari

www.fao.org/biosecurity/.

Farming Ahead (2007). Weeds will thrive on climate change. Farming Ahead 2007,

March, 38-40.

Hoyt, K.; & Brooks. S.G. (2003). A double-edged sword: Globalization and biosecurity.

International Security 28(3), 123–148

IPCC, 2007: Climate Change 2007: Synthesis Report. Contribution of Working Groups

I, II and III to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on

Climate Change [Core Writing Team, Pachauri, R.K and Reisinger, A. (eds.)].

Geneva, Switzerland: IPCC.

Page 14: 6. Moduldpt6 Tantangan Antisipasi

Bahan Ajar Mandiri

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman 107

Koning, N.; &Pinstrup-Andersen, P. (eds.), (2007) Agricultural Trade Liberalization

and the Least Developed Countries, The Netherland: Springer. Diakses pada 2

Januri 2011 dari: http://library.wur.nl/frontis/trade_liberalization/index.html

Leitenberg, M.; Leonard, J.; & Spertzel, R. (2004). Biodefense Crosses the Line.

Politics and the Life Sciences 22(2), 1-2.

Lovett, J. (2008). Foreword. Kritis-Learning Communities (Special Co-publication), pp.

iii-x.

Marten, G.G. (1988) Productivity, stability, sustainability, equitability and autonomy as

properties for agroecosystem assessment. Agricultural System, 26(4), 291-316.

doi:10.1016/0308-521X(88)90046-7

Meyerson, L.A.; & Reaser, J.K. (2002a) A unified definition of biosecurity. Science

295: 44.

Meyerson, L.A.; & Reaser, J.K. (2002b) Biosecurity: Moving toward a comprehensive

approach. BioScience 52(7), 593-599.

Mudita, I W., (2009) Crossing the community-government communication border in

managing citrus biosecurity in West Timor, Indonesia. Paper presented at 2009

Science Exchange held in Sunshine Coast, Qld., Australia, on 22-24 Sep. 2009

Mudita, I W., M.T. Surayasa, & U. Aspatria, (2009) Pengembangan Model Pengelolaan

Ketahanan Hayati Penyimpanan Jagung Berbasis Masyarakat untuk

Meningkatkan Ketahanan Pangan di Wilayah Beriklim Kering. Laporan

Program Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Kupang:

Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana (tidak dipublikasikan)

Mudita, I W., (2011) Biosecurity governance: negotiating citrus biosecurity with local

governments and communities in West Timor, Indonesia. Paper accepted for

presentation at 2011 Sceince Exchange to be held in Adelaide, South Australia,

on 6-11 February 2011

Mudita, I W. fortcoming. Crossing community-government border: The governance of

citrus biosecurity in the highlands of West Timor. In: Managing Biosecurity

Across Border, I. Falk, K. Surata, M. Ndoen, & R. Wallace (eds.). E-mail

confirmation by Prof. Ian Falk on 21 Dec. 2009.

Perrings, C.; Mooney, H.A.; Williamson, M.H. (eds.) (2010) Bioinvasions and

Globalization: Ecology, Economics, Management, and Policy. New York:

Oxford University Press

Perrings, C.; Burgiel, S.; Lonsdale, M.; Mooney, H.A.; & Williamson, M.H. (2010)

Globalization and bioinvasions: The international policy problem. In:

Bioinvasions and Globalization: Ecology, Economics, Management, and Policy.

Perrings, C.; Mooney, H.A.; Williamson, M.H. (eds.), pp. 235-250. New York:

Oxford University Press

Perrings, C.; Penichel, E.; Kinzig, A. (2010). Globalization and invasive alien species.

In: Bioinvasions and Globalization: Ecology, Economics, Management, and

Policy. Perrings, C.; Mooney, H.A.; Williamson, M.H. (eds.), pp. 42-55. New

York: Oxford University Press

Yamamura, K.; Yokozawa, M.; Nishimori, M.; Ueda, Y.; & Yokosuka, T. (2006) How

to analyze long-term insect population dynamics under climate change: 50-year

data of three insect pests in paddy fields. Population Ecology 48: 31-48. Diakses

pada 2 Januari 2011 dari:

http://cse.niaes.affrc.go.jp/yamamura/index_e.html#topicL