Ankle Brachial Index Sebagai Prediktor Perkembangan Atherosclerosis
Click here to load reader
-
Upload
theofilus-ardy -
Category
Documents
-
view
42 -
download
3
Transcript of Ankle Brachial Index Sebagai Prediktor Perkembangan Atherosclerosis
Perbandingan Nilai Ankle Brachial Index Sebagai Prediktor Perkembangan
Atherosclerosis pada Pasien Anak dengan Sindrom Nefrotik Sensitif Steoid
dengan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid
BAB1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan proteinuria masif,
hipoalbuminemia berat, edema dengan atau tanpa hiperkolesterolemia. SN biasanya terjadi pada
anak-anak usia sekolah yang usianya kurang dari 14 tahun. Klasifikasi SN berdasarkan respon
terhadap pengobatan steroid saat ini lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis
dibandingkan berdasar gambaran patologi anatomi. Klasifikasi SN berdasar respon klinik
meliputi sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS).
Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika Serikat adalah 2-7 kasus baru per 100.000
anak per tahun pada anak usia dibawah 16 tahun. Di Indonesia mencapai 6 kasus pada tiap
100.000 anak pertahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1.2,3 Dari angka kejadian
tersebut menurut International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), pada pengobatan
inisial terjadi remisi total 94%. Sebagian besar SNSS akan mengalami relapse (60-70%) dan
50% diantaranya mengalami relapse sering.3 Sekitar 10-20% tidak respon terhadap terapi
kortikosteroid, yang kemudian diklasifikasikan dalam SNRS.
Sindrom nefrotik memiliki beberapa komplikasi yang dapat menimbulkan permasalahan
pada pasien anak. Pada anak sekolah akan mempengaruhi beberapa hal seperti terjadi gangguan
pada pertumbuhan fisiknya, terjadinya hambatan perkembangan (keterampilan gerak motorik
dan ancaman perubahan terhadap perkembangan identitas seksual serta peran sesuai gender),
terjadinya gangguan kognitif (pelupa, hambatan berpikir, tidak mampu berkonsentrasi, dan
ketakutan), anak menjadi sering membolos, terjadi gangguan perkembangan emosional, serta
gangguan pada hubungan sosialnya.
Komplikasi lain dari sindrom nefrotik adalah terjadinya aterosklerosis akibat peningkatan
risiko terjadinya peripheral arterial disease (PAD) dan penyakit jantung koroner. Hal ini
kemungkinan karena pasien anak dengan dengan sindrom nefrotik diasumsikan memiliki
kecenderungan peningkatan risiko dari PAD dan penyakit jantung koroner, kemungkinan
dikarenakan sindrom nefrotik diasosiasikan dengan dislipidemia, hipertensi, dan pemberian
terapi steroid. Perjalanan penyakit ini terjadi akibat kelainan metabolisme lipid. Apolipoprotein-
B (apo-B)-yang berisi lipoprotein majemuk berada dalam kondisi yang meningkat sehingga
menimbulkan terjadinya peningkatan kolesterol total dan kolesterol low-density lipoprotein
(LDL). Peningkatan kadar trigliserid terjadi pada hipoalbuminemia berat. Teori yang
menjelaskan terjadinya hiperlipidemia pada sindrom nefrotik adalah peningkatan sintesis
lipoprotein-lipoprotein yang timbul bersamaan dengan peningkatan sintesis albumin hepar akibat
adanya hipoalbuminemia.
Peningkatan angka mortalitas dari penyakit ginjal kronik/chronic kidney disease (CKD)
— akibat dari peningkatan komplikasi-komplikasi kardiovaskuler, kalsifikasi vaskuler yang
diinduksi oleh peningkatan kadar kalsium dan fosfat, dan uremia— merupakan faktor risiko
mayor dan secara independen berasosiasi dengan penyakit-penyakit kardiovaskuler dan kematian
yang diakibatkan komplikasi kardiovaskuler. CKD yang diinduksi penyakit kardiovaskuler
menyebabkan kekakuan pada dinding pembuluh darah di cabang arteri menyebabkan hipertensi
sistolik dan hipertrofi ventrikel kiri. Managemen dari CKD bersifat kompleks dan sulit ditangani
sehingga deteksi dini dan terapi yang lebih awal merupakan hal yang sangat krusial dan penting
untuk mengurangi angka mortalitas terkait komplikasi kardiovaskuler.
Atherosclerosis sebagai komplikasi kardiovaskuler menimbulkan peripheral arterial
disease (PAD). PAD yang muncul dapat terlihat dengan mengukur tekanan darah di kaki dan
tangan kemudian membandingkan hasil pengukuran tersebut sehingga didapatkan nilai ankle
brachial index (ABI). Pengukuran ABI merupakan pengukuran noninvasif sehingga dapat
dilakukan pada pasien anak sebagai deteksi dini terjadinya aterosklerosis pada penderita sindrom
nefrotik.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian sebagai berikut:
Bagaimanakah perbandingan rerata nilai ankle brachial index sebagai prediktor
perkembangan atherosclerosis pada pasien anak dengan sindrom nefrotik dibandingkan dengan
anak normal?
1.3 Tujuan penelitian
Menganalisis perbandingan rerata nilai ankle brachial index sebagai prediktor
perkembangan atherosclerosis pada pasien anak dengan sindrom nefrotik dibandingkan dengan
anak normal.
1.4 Manfaat penelitian