ANFIS

92
Standard Kompetensi : Memahami affinitas proton dan ikatan hidrogen dalam reaksi asam basa, konsep asam basa Lewis, konsep asam basa keras lunak, potensial redoks pada berbagai keasaman, peran EMF pada disproporsionasi, peran mekanisme reaksi, ciri-ciri khas senyawa-senyawa logam transisi, kaitan geometri dan bilangan koordinasi, tata nama, teori medan kristal, penstabilan medan kristal, kuat medan dan spektrum, deret spektrokimia, efek Jahn Teller, teori medan ligand. Reaksi senyawa-senyawa koordinasi yang meliputi: mekanisme substitusi senyawa oktahedral dan bujur sangkar, gugus pengarah trans, penggunaan pada sintesis. Senyawa boron hidrida dan turunannya, reaksi katalisis dalam sistem biologi Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan affinitas proton dan ikatan hidrogen dalam reaksi asam basa, konsep asam basa Lewis, konsep asam basa keras lunak, potensial redoks pada berbagai keasaman, peran EMF pada disproporsionasi, peran mekanisme reaksi, ciri- ciri khas senyawa-senyawa logam transisi, kaitan geometri dan bilangan koordinasi, tata nama, teori medan kristal, penstabilan medan kristal, kuat medan dan spektrum, deret spektrokimia, efek Jahn Teller, teori medan ligand. Reaksi senyawa-senyawa koordinasi yang meliputi: mekanisme substitusi senyawa oktahedral dan bujur sangkar, gugus pengarah trans, penggunaan pada sintesis. Senyawa boron hidrida dan turunannya, reaksi katalisis dalam sistem biologi BAB III KIMIA ASAM – BASA Asam dan basa adalah merupakan hal yang fundamental di dalam Kimia Anorganik. Bersama-sama dengan subjek yang berhubungan seperti redoks dan kimia koordinasi, asam-basa membentuk dasar dari pengetahuan kimia anorganik. Oleh karena asam-

description

j

Transcript of ANFIS

KIMIA ASAM BASA

Standard Kompetensi: Memahami affinitas proton dan ikatan hidrogen dalam reaksi asam basa, konsep asam basa Lewis, konsep asam basa keras lunak, potensial redoks pada

berbagai keasaman, peran EMF pada disproporsionasi, peran mekanisme reaksi, ciri-ciri khas senyawa-senyawa logam transisi, kaitan geometri dan

bilangan koordinasi, tata nama, teori medan kristal, penstabilan medan kristal, kuat medan dan spektrum, deret spektrokimia, efek Jahn Teller, teori medan

ligand. Reaksi senyawa-senyawa koordinasi yang meliputi: mekanisme substitusi senyawa oktahedral dan bujur sangkar, gugus pengarah trans,

penggunaan pada sintesis. Senyawa boron hidrida dan turunannya, reaksi katalisis dalam sistem biologi Kompetensi Dasar

: Mendeskripsikan affinitas proton dan ikatan hidrogen dalam reaksi asam basa, konsep asam basa Lewis, konsep asam basa keras lunak, potensial redoks

pada berbagai keasaman, peran EMF pada disproporsionasi, peran mekanisme reaksi, ciri-ciri khas senyawa-senyawa logam transisi, kaitan geometri dan

bilangan koordinasi, tata nama, teori medan kristal, penstabilan medan kristal, kuat medan dan spektrum, deret spektrokimia, efek Jahn Teller, teori medan

ligand. Reaksi senyawa-senyawa koordinasi yang meliputi: mekanisme substitusi senyawa oktahedral dan bujur sangkar, gugus pengarah trans,

penggunaan pada sintesis. Senyawa boron hidrida dan turunannya, reaksi katalisis dalam sistem biologi BAB III

KIMIA ASAM BASAAsam dan basa adalah merupakan hal yang fundamental di dalam Kimia Anorganik. Bersama-sama dengan subjek yang berhubungan seperti redoks dan kimia koordinasi, asam-basa membentuk dasar dari pengetahuan kimia anorganik. Oleh karena asam-basa sangat fundamental, maka telah banyak dilakukan percobaan-percobaan untuk mendapatkan cara terbaik mempelajari/memahaminya.

3. 1. Konsep Asam- Basa

Poin pertama yang bisa dibuat tentang asam dan basa adalah teori-teori asam-basa dalam definisi yang nyata. Apa yang dimaksud dengan asam atau basa adalah bahwa asam-basa bukanlah suatu teori di dalam teori ikatan valensi atau di dalam teori orbital molekul. Dalam hal yang paling real/nyata, kita dapat membuat (definisi) suatu asam menjadi apapun seperti yang kita inginkan. Perbedaan dalam berbagai konsep asam-basa tidak mempersoalkan teori mana yang benar, tetapi teori mana yang paling tepat/cocok digunakan dalam situasi tertentu. Semua definisi tentang sifat-sifat asam-basa (akhir-akhir) ini adalah cocok satu sama lain. Faktanya, salah satu dari objek dalam presentasi berikut tentang banyak definisi yang berbeda adalah menekankan keparalelan dasar definisi-definisi tersebut dan oleh karena itu untuk mengarahkan mahasiswa terhadap sikap kosmopolitan menghadapi asam dan basa yang akan mereka temui dalam berbagai situasi kimia, apakah dalam larutan aqueous ion-ion, reaksi-reaksi organik, titrasi non-aqueous, atau situasi-situasi lainnya.3. 2. Definisi Bronsted Lowry

Pada tahun 1923, J. N. Bronsted dan T. M. Lowry secara terpisah menyarankan bahwa asam dapat didefinisikan sebagai proton donor dan basa dapat didefinisikan sebagai proton akseptor. Untuk larutan aqueous definisi Bronsted Lowry tidak terlalu berbeda dari definisi Arrhenius tentang ion hidrogen (asam) dan ion hidroksida (basa).

2H2O == H3O+ + OH-

(1)

pelarut murni asam basaKekurangan definisi Bronsted Lowry adalah pada ketidakmampuannya menangani pelarut protonik apapun seperti amonia cair atau asam sulfat.

NH4+ + NH2- 2NH3

(2)

asam basa produk netralisasi

H3SO4+ + HSO4- 2H2SO4

(3)asam basa produk netralisasi Selanjutnya, reaksi transfer proton lainnya yang bisa dikatakan berlangsung secara tidak normal dapat dikatakan sebagai reaksi netralisasi tetapi yang sebenarnya mempunyai karakter asam-basa dapat direaksikan dengan cepat:

NH4+ + S2- NH3 + HS-

(4)

asam basa basa asam Spesies kimia yang berbeda dari satu sama lain hanya sampai pada taraf transfer proton disebut konjugat. Reaksi-reaksi seperti di atas berlangsung dengan arah pembentukan spesies yang lebih lemah. Asam dan basa yang lebih kuat dari pasangan konjugasinya bereaksi membentuk asam dan basa yang lebih lemah. Penekanan dari definisi Bronsted Lowry yang menempatkan kompetisi untuk proton adalah merupakan satu aset dari pekerjaan dalam konteks ini, tetapi juga membatasi kefleksibelan konsep. Namun demikian, selama definisi itu sesuai dengan sistem pelarut protonik, maka definisi Bronsted Lowry menjadi sangat berguna. Definisi asam-basa yang diberikan di bawah ini yang dirumuskan di dalam suatu percobaan ke taraf konsep asam-basa hingga ke sistem yang tidak mengandung proton. 3. 3. Definisi Lux Flood

Bertentangan dengan teori Bronsted Lowry, yang menekankan pada proton sebagai spesies utama dalam reaksi-reaksi asam-basa, definisi yang diusulkan oleh Lux dan dikembangkan oleh Flood menggambarkan sifat-sifat asam-basa dalam hal ion oksida. Konsep asam-basa ini ditingkatkan untuk sistem non-protonik yang mana tidak sesuai dengan definisi Bronsted Lowry. Sebagai contoh, pada temperatur tinggi, zat-zat anorganik akan meleleh dan reaksi berikut akan berlangsung:

CaO + SiO2 CaSiO3

(5)

basa asam Basa (CaO) adalah suatu donor oksida dan asam (SiO2) adalah suatu akseptor oksida. Kekurangan definisi Lux Flood terutama karena terbatas pada sistem seperti leburan oksida-oksida.

Pendekatan ini menekankan aspek anhidrida asam dan basa dari kimia asam-basa, sangat berguna walaupun sering dilupakan. Basa Lux Flood adalah suatu anhidrida basa

Ca2+ + O2- + H2O Ca2+ + 2OH-

(6)dan asam Lux Flood adalah suatu anhidrida asam

SiO2 + H2O H2SiO3

(7)(Reaksi ini sangat lambat dan yang lebih penting adalah reaksi baliknya, yaitu reaksi dehidrasi). Karakterisasi dari oksida logam dan oksida non-logam ini sebagai asam dan basa dapat menolong merasionalisasikan reaksi dari suatu konverter basa`Bessemer dalam pembuatan baja. Identifikasi dari spesies asam dan basa seperti ini dapat juga membuktikan kegunaan dalam pengembangan definisi umum dari sifat-sifat asam-basa.

Skala keasaman telah diusulkan yang mana perbedaan dalam parameter keasaman (aB aA), dari suatu oksida logam dan oksida non-logam adalah akar kuadrat dari entalpi reaksi asam dan basa. Maka untuk reaksi (5), entalpi reaksi adalah -86 kJ mol-1 dan harga a dari CaO dan SiO2 berbeda kira-kira 9 satuan. Harga-harga terpilih dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:

OksidaaOksidaa

H2O

Li2O

Na2O

K2O

Rb2O

Cs2O

BeO

MgO

CaO

SrO

BaO

RaO

Y2O3La2O3Lu2O3TiO2ZrO2ThO2V2O5CrO3MoO3WO3MnO

Mn2O7Tc2O7Re2O7

0,0-9,2

-12,5

-14,6

-15,0

-15,2

-2,2

-4,5

-7,5

-9,4

-10,8

-11,5

-6,5

-6,1

-3,3

0,7

0,1

-3,8

3,0

6,6

5,2

4,7

-4,8

9,6

9,6

9,0FeOFe2O3CoO

NiO

Cu2O

CuO

Ag2O

ZnO

CdO

HgO

B2O3Al2O3CO2SiO2N2O3N2O5P4O10As2O5SO2SO3SeO2SeO3Cl2O7I2O5-3,4-1,7

-3,8

-2,4

-1,0

-2,5

-5,0

-3,2

-4,4

-3,5

1,5

-2,0

5,5

0,9

6,6

9,3

7,5

5,447,1

10,5

5,2

9,8

11,5

7,1

Walaupun berdasarkan konsep Lux Flood, tetapi harga-harga di atas sesungguhnya mencerminkan keadaan umum. Sebagai contoh, seperti yang diharapkan, oxida yang paling basa dalah cesium oxida, oxida-oksida amfoter mempunyai harga mendekati nol (air selalu digunakan untuk mengkalibrasi skala pada harga 0,0), dan oxida yang paling asam dalah Cl2O7, yang merupakan anhidrida dari asam perklorat.3. 4. Definisi Sistem Pelarut

Banyak pelarut dapat mengalami autoionisasi dengan pembentukan suatu spesies kation dan anion seperti yang dialami oleh air:

2H2O H3O+ + OH-

(8)2NH3 NH4+ + NH2-

(9)

2H2SO4 H3SO4+ + HSO4-

(10)

2OPCl3 OPCl2+ + OPCl4-

(11)

Untuk reaksi-reaksi asam-basa, khususnya reaksi netralisasi, sering dirasa lebih tepat mendefinisikan asam sebagai spesies yang dapat meningkatkan konsentrasi kation karakteristik dari pelarut, dan basa sebagai spesies yang dapat meningkatkan konsentrasi anion karakteristik. Kelebihan dari pendekatan ini secara prinsip lebih tepat. Satu contoh dari pelarut non-aqueous yang dianalogikan dengan air, contohnya:

Kw = [H3O+][OH-] = 10-14

(12)

KAB = [A+][B-]

(13)dimana [A+] dan [B-] adalah konsentrasi spesies kation karakteristik dan anion karakteristik dari pelarut tertentu. Dengan cara yang sama, skala analog dengan skala pH dari air dapat dibuat dengan titik netral sama dengan log KAB. Beberapa contoh dari data jenis ini untuk pelarut non-aqueous diberikan pada tabel 2 di bawah ini:

PelarutProduk IonRange pHTitik netral

H2SO4CH3COOH

H2O

C2H5OH

NH310-410-1310-1410-20

10-290 4

0 13

0 14

0 20

0 - 292

6,5

7

10

14,5

Semua asam-asam dan basa-basa yang lebih kuat daripada kation dan anion karakteristik dari pelarut akan keluar dari kesetimbangan. Asam-asam dan basa-basa yang lebih lemah daripada kation dan anion karakteristik dari sistem pelarut akan tetap berada dalam kesetimbangan. Sebagai contoh,

H2O + HClO4 H3O+ + ClO4-

(14)tetapi

OH O-

H2O + CH3C H3O+ + CH3C

(15) O ODengan cara yang sama,

NH3 + HClO4 NH4+ + ClO4-

(16)

dan

NH3 + HC2H3O2 NH4+ + C2H3O2-

(17)

tetapi

NH3 + NH2CONH2 == NH4+ + NH2CONH-

(18)

Konsep sistem pelarut telah digunakan secara luas sebagai metode untuk mengklassifikasikan reaksi solvolisis. Sebagai contoh, reaksi dapat dibandingkan dengan hidrlisis halida-halida non-logam dengan solvolisisnya oleh pelarut non-aqueous.

3H2O + OPCl3 OP(OH)3 + 3HCl

(19)

3ROH + OPCl3 OP(OR)3 + 3HCl

(20)

6NH3 + OPCl3 OP(NH2)3 + 3NH4Cl

(21) Penggunaan yang bisa dipertimbangkan telah dibuat untuk analogi-analogi ini, khususnya dengan mangacu pada senyawa-senyawa nitrogen dan hubungannya dengan amonia cair sebagai pelarut.

Satu kritik untuk konsep sistem pelarut adalah bahwa sistem ini terlalu terkonsentrasi pada reaksi-reaksi ionik dalam larutan dan pada sifat-sifat kimia dari pelarut hingga melupakan sifat-sifat fisika. Sebagai contoh, reaksi-reaksi dalam fosfor oksiklorida telah disistematiskan dalam kerangka autoionisasi hipotetis:

OPCl3 OPCl2+ + Cl-

(22)atau

2OPCl3 OPCl2+ + OPCl4-

(23)

Zat yang dapat meningkatkan konsentrasi ion klorida dapat dianggap sebagai basa dan zat yang dapat mengurangi ion klorida dari pelarut dengan pembentukan ion diklorofosforil dapat dianggap sebagai asam:

OPCl3 + PCl3 OPCl2+ + PCl6-

(24)Studi yang ekstensif tentang reaksi-reaksi antara donor ion klorida (basa) dan akseptor ion klorida (asam) telah dilakukan oleh Gutmann yang telah menginterpretasikan ke dalam persamaan kesetimbangan di atas. Satu contoh dalah reaksi antara tetrametilamonium klorida dan besi(III) klorida, yang bisa dilakukan dengan titrasi dan diikuti secara konduktometri:

(CH3)4N+Cl- + FeCl3 (CH3)4N+FeCl4-

(25)

OPCl3yang diinterpretasikan Gutmann dalam bentuk:

(CH3)4N+Cl- (CH3)4N+ + Cl-

(26)

FeCl3 + OPCl3 == OPCl2+ + FeCl4-

(27)

OPCl2+ + Cl- OPCl3

(28)

Meek dan Drago menunjukkan bahwa reaksi antara tetrametilamonium kloridadan besi(III) klorida dapat berlangsung secepat dalam trietil fosfat, OP(OEt)3, dan secepat dalam fosfor oksiklorida, OPCl3. Mereka menyarankan bahwa kesamaan sifat-sifat fisika dari dua pelarut, secara prinsip adalah konstanta dielektrik adalah lebih penting dalam reaksi ini dibanding perbedaan sifat-sifat kimia, misalnya, ada atau tidak ada autoionisasi untuk membentuk ion-ion klorida. Salah satu kesulitan dengan konsep sistem pelarut adalah bahwa dengan tidak adanya data, maka kesulitan diuji untuk mendorong lebih lanjut dibanding untuk dapat dibenarkan. Sebagai contoh, reaksi halida-halida tionil dengan sulfit dalam SO2 cair dapat terjadi sebagai berikut dengan asumsi bahwa terjadi autoionisasi:

2SO2 SO2+ + SO32-

(29)

Dalam hal ini garam-garam sulfit dapat dianggap sebagai basa sebab garam-garam tersebut dapat meningkatkan konsentrasi ion sulfit. Dari sini dapat pula dianggap bahwa halida-halida tionil bersifat sebagai asam sebab terjadinya disosiasi membentuk ion tionil dan ion halida:

SOCl2 SO2+ + 2Cl-

(30)Reaksi antara sesium sulfit dan tionil klorida dapat dianggap sebagai reaksi netralisasi yang mana ion tionil dan ion sulfit bergabung membentuk molekul-molekul pelarut.

SO2+ + SO32- 2SO2

(31)Sesungguhnya, larutan sesium sulfit dan tionil klorida dalam SO2 cair menghasilkan produk yang diharapkan:

Cs2SO3 + SOCl2 2CsCl + 2SO2

(32)

Lebih lanjut, sifat amfoter dari ion aluminium dapat ditunjukkan dalam SO2 secepat di dalam air. Al(OH)3 bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dengan cepat baik di dalam larutan asam kuat maupun basa kuat, Al2(SO3) bersifat tidak larut di dalam SO2 cair. Penambahan basa (SO32-) atau asam (SO2+) dapat menyebabkan aluminium sulfit menjadi larut, dan dapat diendapkan kembali selama netralisasi.

Aplikasi dari konsep sistem pelarut kedalam kimiawi SO2 cair menstimulasi elusidasi reaksi-reaksi seperti reaksi aluminium sulfit. Namun demikian, tidak terdapat bukti langsung sama sekali untuk pembentukan SO2+ di dalam larutan halida-halida tionil. Faktanya, terdapat bukti sebaliknya. Bila larutan tionil bromida atau tionil klorida dibuat dalam SO2 dengan tanda 35S-berlabel (S*), hampir tidak terjadi pertukaran. Waktu paruh untuk pertukaran kira-kira dua tahun atau lebih. Jika ionisasi berlangsung:

2S*O2 S*O2+ + S*O32-

(33)SOCl2 SO2+ + 2Cl-

(34)

maka satu yang diharapkan scrambling secara cepat dari belerang yang tagged dan untagged di dalam dua senyawa. Kekurangan pertukaran cepat seperti ini mengindikasikan bahwa salah satu atau kedua persamaan reaksi di atas (33 dan 34) adalah tidak benar.

Faktanya bahwa pertukaran tionil bromida yang berlabel dengan tionil klorida mengindikasikan bahwa ada kemungkinan ionisasi seperti pada reaksi 34 benar-benar terjadi sebagai:

SOCl2 SOCl+ + Cl-

(35)Dalam suatu pelarut dengan permittivity yang rendah seperti SO2 ( = 15,6o pada 0OC) pembentukan ion-ion bermuatan tinggi seperti SO2+ secara energetika tidak diinginkan.

Bila spesies ionik yang terbentuk dalam larutan diketahui/dikenal, pendekatan sistem pelarut dapat digunakan. Dalam pelarut-pelarut yang tidak kondusif untuk pembentukan ion dan hanya sedikit atau tidak diketahui sama sekali tentang sifat atau bahkan keberadaan ion-ionnya, akan menjadi hal yang membingungkan. Kefamiliaran kita dengan larutan aqueous dengan permittivity yang tinggi (H2O = 81,7o) yang dikarakterisasi oleh reaksi-reaksi ionik cenderumg membuat kita salah pengertian terhadap pelarut-pelarut lain dan oleh karena itu menggiring kita memperlakukan konsep sistem pelarut menjadi berlebihan.3. 5. Definisi Lewis

Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengusulkan definisi sifat-sifat asam-basa mengacu pada donasi dan penerimaan pasangan elektron. Mungkin definisi Lewis ini adalah yang paling luas digunakan sebab kesimpelan dan penggunaannya yang luas, khususnya dalam (bidang) reaksi-reaksi organik. Lewis mendefinisikan basa adalah donor pasangan elektron dan asam adalah akseptor pasangan elektron. Definisi Lewis ini meliputi reaksi-reaksi yang mana tidak terjadi pembentukan ion-ion dan tidak terjadi transfer ion-ion hidrogen atau ion-ion lain.

R3N + BF3 R3NBF3

(36)

4CO + Ni Ni(CO)4

(37)

2L + SnCl4 SnCl4L2

(38)

2NH3 + Ag+ Ag(NH3)2+

(39)

Maka, definisi Lewis menekankan pada semua reaksi yang menyertakan ion hidrogen, ion oksida, atau interaksi pelarut, sama halnya dengan pembentukan adduct asam-basa seperti R3NBF3 dan semua senyawa-senyawa koordinasi. Konsep Lewis digunakan secara luas baik dalam kimia anorganik m aupun dalam kimia organik. 3. 6. Konsep Asam-Basa Secara Umum

Kesimpulan yang bisa ditarik dari sejumlah besar definisi asam-basa termasuk beberapa definisi yang sedikit digunakan adalah terdapatnya penggambaran kesamaan mendasar dari definisi-definisi tersebut. Semua definisi asam yang mengacu pada donasi spesies positif (ion hidrogen atau kation pelarut) atau yang mengacu pada akseptansi spesies negatif (ion oksida, sepasang elektron, dll). Basa didefinisikan sebagai donasi spesies negatif (sepasang elektron, ion oksida, anion pelarut) atau akseptansi spesies positif (ion hidrogen). Kita dapat menggeneralisasikan semua definisi tersebut dengan menentukan keasaman sebagai suatu karakter positif dari suatu spesies kimia yang dihasilkan dari reaksi dengan basa; dengan cara yang sama, kebasaan adalah suatu karakter negatif dari suatu spesies kimia yang dihasilkan dari reaksi dengan asam. Ada dua keuntungan dari generalisasi ini, yaitu: (1). definisi ini menggabungkan kandungan informasi dari berbagai definisi asam-basa lainnya, (2). definisi ini memberikan kriteria yang sangat berguna untuk menghubungkan kekuatan asam-basa dengan kerapatan elektron dan struktur molekul. Beberapa contoh bisa jadi sangat berguna untuk menggambarkan pendekatan ini. Harus diingat, bahwa konsep asam-basa tidak menjelaskan sifat-sifat yang terobservasi, tetapi menjelaskan tentang prinsip-prinsip dari struktur dan ikatan. Konsep asam-basa menolong menghubungkan observasi empiris.

1. Kebasaan dari oksida-oksida logam. Dalam satu golongan, kebasaan oxida-oksida cenderung meningkat dari atas ke bawah. Sebagai contoh, untuk unsur-unsur golongan 2A, BeO adalah amfoter, tetapi oksida-oksida yang lebih berat (MgO, CaO, SrO, dan BaO) adalah basa. Dalam hal ini, muatan pada ion logam adalah sama dalam tiap spesies, tetapi dalam ion Be2+ muatannya dibungkus menjadi volume yang jauh lebih kecil, oleh karena itu, pengaruhnya lebih nyata. Akibatnya, BeO lebih asam dan kurang basa dibanding oksida-oksida dari logam-logam yang lebih berat. Dalam hal ini, kepositifan adalah merupakan hal yang berhubungan dengan ukuran dan muatan kation. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan polarisasi Fajans. 2. Keasaman dari oksida-oksida non-logam. Dengan naiknya kovalensi, oksida-oksida menjadi kurang basa dan lebih asam. Oksida-oksida non-logam adalah merupakan anhidrida asam. Pengaruhnya terlihat dalam beberapa oksida logam dan oksida non-logam. Dapat ditunjukkan bahwa keasaman dan kebasaan berhubungan langsung dengan keelektronegatifan dari logam dan non-logam yang terlibat.

3. Reaksi hidrasi dan Reaksi hidrolisis

Untuk kation, perbandingan yang besar antara muatan dan ukuran menyebabkan naiknya energi hidrasi. Faktanya, yang sangat berhubungan erat dengan hidrasi adalah fenomena hidrolisis dan ini tidak dapat dipisahkan kecuali tingkatannya. Secara umum, kita berbicara tentang hidrasi jika tidak terjadi reaksi koordinasi molekul air sederhana dengan kation.

Na+ + n H2O [Na(H2O)n]+

(40)

Dalam hal reaksi hidrolisis, keasaman (perbandingan muatan dan ukuran) dari kation sangat tinggi sehingga bisa memutuskan ikatan H O dengan ionisasi dari hidrat menghasilkan ion-ion hidronium

Al3+ + 6 H2O [Al(H2O)6]3+ H3O+ + [Al(H2O)5OH]2+

( 41 )

Kation- kation yang menghidrolisis secara ekstensif adalah kation-kation yang kecil (misalnya, Be2+) atau kation bermuatan besar (misalnya, Fe3+, Sn4+) atau keduanya, dan memiliki density muatan dan ukuran yang tinggi. Harga-harga pKh (negatif log dari konstanta hidrolisis) adalah sebanding dengan perbandingan (muatan2)/(ukuran). Korelasi ini baik untuk unsur-unsur golongan utama dan La3+ tetapi kurang baik untuk logam-logam transisi, khususnya logam-logam transisi yang lebih berat. Alasan untuk munculnya sifat anomali dari ion-ion logam seperti Hg2+, Sn2+, dan Pb2+ tidak jelas benar, tetapi hal itu mungkin berhubungan dengan kelunakan logam.

Konsep hidrolisis dapat juga diperluas hingga ke fenomena yang berhubungan erat dengan reaksi halida-halida non-logam dengan air

PCl3 + 6 H2O H3PO3 + 3 H3O+ + 3 Cl-

( 42 )

Dalam hal ini, air menyerang dan menghidrolisis bukan kation tetapi pusat yang kecil dan bermuatan besar (atom fosfor trivalen) yang dihasilkan dari efek induktif dari atom-atom klorin.

4. Keasaman dari asam-asam okso

Kekuatan suatu asam okso tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan dengan efek induktif dari atom pusat pada gugus hidroksil:

(a). elektronegatifitas inherent dari atom pusat. Asam perklorat, HClO4 dan asam nitrat, HNO3, adalah dua dari asam-asam paling kuat yang dikenal; asam sulfat, H2SO4, sedikit lebih lemah. Sebaliknya, asam fosfat, H3PO4, dan asam karbonat, H2CO3, lebih lemah dan asam borat, H3BO3, adalah sangat lemah.

(b). Efek induktif dari substituen. Walaupun asam asetat, CH3COOH, agak lemah, substitusi berurutan dari atom-atom klorin pada gugus metil meningkatkan disosiasi dari proton hingga asam trikloroasetat yang agak lebih kuat dibanding asam fosfat.

Yang lebih penting untuk asam-asam okso anorganik adalah jumlah atom oksigen yang mengelilingi atom pusat. Maka, di dalam seri asam-asam okso klorin, kekuatan asam meningkat sebagai berikut: HOCl < HOClO , HOClO2 < HOClO3. Kecendrungan dalam keasaman asam-asam okso dapat diperoleh dari

pKa = 10,5 5, 0n Xx

( 43 )

dan bahkan prediksi akurat yang dapat diterima dari harga-harga pKa untuk asam-asam dengan rumus X(OH)mOn, dan dimana Xxadalah elektronegatifitas dari atom pusat. Efek dari (a) dan (b) termasuk dalam persamaan di atas. 5. Kebasaan dari amina-amina tersubstitusi

Dalam air, amonia adalah basa lemah, tetapi nitrogen trifluorida tidak menunjukkan sifat kebasaan. Di dalam molekul NH3, atom nitrogen sebagian bermuatan negatif dari efek induktif atom-atom hidrogen, tetapi keadaan sebelum terjadi dalam molekul NF3. Penggantian satu atom hidrogen di dalam molekul amonia dengan satu elektron gugus penarik seperti OH atau NH2 juga menyebabkan turunnya kebasaan. Oleh karena gugus alkil biasaya adalah donor elektron (melebihi hidrogen) terhadap unsur-unsur elektronegatif, maka kita dapat mengharapkan bahwa penggantian satu atom hidrogen oleh satu gugus metil akan dapat meningkatkan kebasaan dari atom nitrogen. Efek ini dapat terlihat dengan cepat dalam konstanta kesetimbangan yang umum untuk basa-basa lemah dalam air.

Seperti yang diharapkan, substitusi satu gugus alkil untuk satu atom hidrogen di dalam molekul amonia menghasilkan naiknya densitas elektron pada atom nitrogen dan naiknya kebasaan. Substitusi satu gugus alkil kedua juga meningkatkan kebasaan, walaupun kurang dari yang diharapkan dari efek substitusi sebelumnya. Tetapi trialkil amina tidak melanjutkan kecenderungan ini dan mengejutkan bahwa kebasaannya sama lemahnya atau lebih lemah dibandingkan monoalkil amina. Walaupun penjelasan tentang munculnya sifat anomali cukup sederhana, hal itu tidak tergantung pada densitas elektron. Mengukur Kekuatan Asam Basa

Dari sejarahnya, kimia asam basa sangat kuat terikat dengan kimia larutan, bukan hanya di dalam air tetapi juga di dalam pelarut non-aqueous. Akhli kimia mengetahui bahwa pengaruh solvasi yang kuat bisa mengubah sifat-sifat asam-basa, dan para akhli kimia mencoba berbagai peralatan untuk mengestimasi pengaruh ini atau mengeliminasi pengaruh tersebut melalui penggunaan pelarut-pelarut non-polar. Namun demikian, selama bertahun-tahun termodinamika larutan sifat-sifat asam-basa sangat sedikit yang dipahami. Selama 10-15 tahun yang lalu jumlah data yang sangat banyak tentang ketidak larutan, yaitu, fase-gas, kimia asam-basa telah dikoleksi. Oleh karena sangat mudah melihat pengaruh sifat asam-basa tanpa adanya pengaruh pelarut lainnya, kita harus mendiskusikan: fase-gas pelarut non-polar pelarut polar. Kebasaan fase-gas: Affinitas Proton

Pengukuran yang paling fundamental dari sifat dasar kebasaan dari satu spesies adalah affinitas proton. Affinitas proton didefinisikan sebagai energi yang dilepaskan untuk reaksi

B(g) [atau B-(g)] + H+(g) BH+(g) [atau BH(g)]

( 44 )

Catatan, bahwa affinitas proton memiliki tanda berlawanan dari entalpi reaksi. Affinitas proton sering dituliskan sebagai bilangan positif walaupun mengacu pada reaksi eksotermik. Affinitas proton dapat diperoleh dalam berbagai cara. Yang paling sederhana dan paling fundamental untuk menentukan skala absolut affinitas proton adalah menggunakan siklus Haber-Born

HABHB(g) + H(g) BH(g)

+e- -HIEH

-e- HIEBHB(g) + H+(g) H= -PA BH+(g)

( 45 )

Molekul BH harus cukup stabil supaya energi ikatan (entalpi atomisasi, HaBH) dan potensial ionisasinya (IEBH) dapat diukur. Bila beberapa affinitas proton telah diperoleh dengan cara ini, maka akan banyak lagi yang bisa diperoleh dengan tehnik yang dikenal sebagai spektroskopi resonansi siklotron ion dan metode-metode yang sesuai, yang mengukur konsentrasi kesetimbangan dari spesies yang terlibat dalam kompetisi

B(g) + B'' H+(g) == BH+(g) + B'(g)

( 46 )

Affinitas proton fase gas mengkonfirmasikan banyak dari ide-ide intuisi kita tentang kebasaan dari ion-ion dan molekul-molekul, meskipun beberapa dari ide pertama memberikan kontradiksi kepada anggapan kita yang didasarkan pada data larutan. Estimasi harga affinitas proton paling besar adalah affinitas dari ion nitrida, N3-yang disebabkan oleh atraksi elektrostatis yang besar dari ion -3. Ion dinegatif imida, NH2- memunyai harga affinitas yang sangat besar tetapi harga yang sedikit lebih rendah diikuti oleh amida, NH2- dan amonia, NH3. Harus dicatat bahwa affinitas proton dari semua anion trinegatif dan dinegatif dihitung dengan menggunakan siklus Haber-Born. Affinitas proton secara eksperimental tidak bisa ditentukan sebab ion-ion ini tidak mempunyai eksistensi diluar environmental penstabilan kristal, affinitas proton secara eksotermal menolak elektron. Pengaruh induktif dengan cepat dapat diobservasi dengan harga-harga mulai dari nitrogen trifluorida, NF3 = 604 kJ mol-1, amonia, NH3 = 872 kJ mol-1, hingga trimetilamin, (CH3)3N = 974 kJ mol-1. Pengaruh yang sama dapat dilihat untuk toluen vs benzen, asetonitril vs hidrogen sianida, eter vs air, dan bebberapa perbandingan yang lain. Keasaman fase-gas: Hilangnya Elektron

Oleh karena affinitas proton dari suatu kation menunjukkan kecenderungannya untuk menarik dan menahan satu proton, harganya juga akan menjadi entalpi disosiasi dari asam konjugatnya dalam fase gas. Sebagai contoh, HF (PAF- = 1554 kJ mol-1):

HF H+ + F-

H = +1554 kJ mol-1

( 47 )

Semakin endoterm persamaan reaksi di atas, maka asam semakin lemah. Oleh karena itu, tabel 9.5, hal 332, dapat dengan cepat digunakan untuk membandingkan kekuatan-kekuatan asam fase-gas, dan HF adalah asam yang lebih lemah dalam fase-gas dibanding asam-asam HX lainnya, begitu juga dalam larutan aqueous. Dengan cara yang sama, asam asetat (PACH3COO- = +1459 kJ mol-1) adalah asam yang lebih lemah dibanding asam trifluoroasetat (PACF3COO- = +1351 kJ mol-1). Mana asam yang lebih kuat, metana atau toluena?

Keasaman fase-gas:Affinitas Elektron

Keasaman Bronsted fase-gas akan dihubungkan dengan affinitas proton dari basa konjugat. Tetapi, hal ini menyebabkan kita tidak bisa mengestimasikan keasaman relatif dari asam-asam non-protonik (Lewis). Jika elektron adalah analog basa dari proton asam, kemudian affinitas elektron seharusnya memberikan sifat pengukuran keasaman fase-gas yang paralel dengan affinitas proton untuk basa-basa. Terdapat faktor yang kompleks dalam hal keasaman mengacu pada penerimaan satu elektron tunggal atau sepasang elektron bebas. Maka suatu radikal bebas harus memiliki affinitas elektron yang tinggi tetapi tidak memiliki orbital yang rendah dan kosong untuk menerima sepasang elektron bebas. Maka, perbandingan SO3 (EA = 160 kJ mol-1) sebagai suatu asam yang lebih kuat dibanding SO2 (EA = 107 kJ mol-1) valid adalah tidak benar, tetapi perbandingan yang sama dengan radikal bebas OH (EA = 176 kJ mol-1), yang tidak memiliki orbital rendah yang kosong. Bahwa affinitas elektron tidak lebih sering digunakan dalam kaitan ini kemungkinan karena adanya fakta bahwa terdapat sedikit harga affinitas elektron yang diketahui untuk molekul-molekul. Asam-asam Lewis tersebut memiliki affinitas elektron yang besar sehingga dimasukkan ke dalam asam-asam kuat. Ide ini khususnya sangat berguna bila diapplikasikan kepada kation-kation logam. Ingat bahwa affinitas elektron dari suatu kation monopositif adalah sama seperti energi ionisasi dari atom logam. Dari pandangan ini dapat dilihat dengan cepat mengapa logam alkali dan logam alkali tanah adalah merupakan asam Lewis lemah bila dibandingkan dengan logam-logam transisi:

K+ + e- K

EA = 419 kJ mol-1

( 48 )

Ca2+ + e- Ca+

EA = 1145 kJ mol-1

( 49 )

Mn2+ + e- Mn+

EA = 1509 kJ mol-1

( 50 )

Pt2+ + e- Pt+

EA = 1791 kJ mol-1

( 51 )

Co3+ + e- Co2+

EA = 3232 kJ mol-1

( 52 )

Hal ini membawa kita kembali ke sifat-sifat fundamental dari energi ionisasi suatu logam yang menentukan bukan hanya kimia redoksnya tetapi juga kecenderungannya mengikat anion dan basa-basa Lewis lainnya.Tabel 9.5. Affinitas proton fase-gas (kJ mol-1)

Ion trinegatifIon dinegatifIon uninegatifMolekul netral

N3- = 3084

NH2- = 2565

O2- = 2318

S2- = 2300

Se2- = 2200H- = 1675

CH3- =1745

C6H5CH2- = 1593C6H5- = 1677

CN- = 1469

(CH3)2N- = 1658

C2H5NH- = 1671

CH3NH- = 1687

NH2- = 1689

NO- = 1519

N3- = 1439

PH2- = 1552

AsH2- = 1515

C6H5O- = 1451

t-C4H9O- = 1567

i-C3H7O- = 1571

C2H5O- = 1579

CH3O- = 1592

OH- = 1635

HOO- = 1573

O2- = 1476

CH3C(O)O- = 1459HC(O)O- = 1459

ClO- = 1502

NO2- = 1421

NO3- = 1358

CF3C(O)O- = 1351

FSO3- = 1285

CF3SO3- = 1280

CH3S- = 1493

SH- = 1469

SeH- = 1466

F- = 1554

Cl- = 1395

Br- = 1354

I- = 1315

1315 As > SbO >> S > Se > Te

F > Cl > Br > IN As > SbO F- (55); OH- > SO32- (56) dan cukup untuk memaksa reaksi berlangsung ke kanan dalam hubungannya dengan pertimbangan keras-lunak. Jika situasinya kompetitif dimana ditemukan baik kekuatan maupun keras-lunak, maka aturan keras-lunak berlaku sebagai:

CH3HgF + HSO3- == CH3HgSO3- + HF

Keq 103(57)

lunak-keras keras-lunak lunak-lunak keras-keras

CH3HgOH + HSO3- == CH3HgSO3- + HOHKeq > 107(58)

Tabel 9.8 memuat daftar kekuatan berbagai basa terhadap proton (H+) dan kation metil merkuri (CH3Hg+). Basa-basa seperti ion sulfida (S2-) dan trietilphosphine (Et3P) bersifat sangat kuat terhadap ion metil merkuri dan proton, tetapi kira-kira satu per sejuta kali lebih baik terhadap ion-ion di atasnya (tabel); oleh karena itu, S2- dan Et3P dapat dianggap sebagai basa lunak. Ion hidroksida adalah merupakan suatu basa kuat terhadap asam-asam, tetapi dalam hal ini kira-kira satu per sejuta kali lebih baik terhadap proton; oleh karena itu ion hidroksida adalah basa keras. Ion fluorida, F- aqueous bukanlah basa yang baik terhadap asam tetapi sedikit lebih baik terhadap proton seperti yang diharapkan dari karakter kerasnya.

Pentingnya keasaman dan faktor keras-lunak telah ditunjukkan oleh seri Irving-William dan oleh beberapa kelat dari oksigen, nitrogen, dan belerang. Seri Irving-William tentang naiknya kestabilan dari Ba2+ ke Cu2+ adalah merupakan ukuran dari naiknya keasaman dari logam (kebanyakan disebabkan oleh turunnya ukuran). Diatas semua itu, faktor keras-lunak yang mana spesies yang lebih lunak terdapat kemudian di dalam seri (jumlah elektron d lebih besar) menyukai ligan sebagai berikut: S > N > O. Ion-ion logam alkali tanah yang lebih berat dan ion-ion logam transisi pertama (dengan sedikit atau tidak ada elektron d) lebih menyukai berikatan sebagai berikut: O > N > S Dasar Teoritis dari Kekerasan dan Kelunakan

Walaupun aturan keras-lunak pada dasarnya merupakan sesuatu yang pragmatis yang memungkinkan kita memprediksi sifat-sifat kimia, tetapi merupakan sesuatu yang menarik untuk menginvestigasi dasar teoritis dari pengaruh keras-lunak tersebut. Dalam hal ini tidak ditemukan adanya ketidak tentuan yang komplit dari para akhli kimia mengenai kepentingannya secara relatif berbagai faktor yang mungkin yang dapat mempengaruhi kekuatan interaksi keras-keras dan lunak-lunak. Sesungguhnya, hal itu dapat dibuktikan bahwa berbagai faktor tersebut dapat memiliki kepentingan yang berbeda tergantung pada situasi tertentu.

Satu penjelasan sederhana tentang interaksi keras-keras dapat dianggap/ dipertimbangkan sebagai interaksi elektrostatis atau interaksi ionik. Kebanyakan dari tipikal asam dan basa keras adalah merupakan spesies yang dapat membentuk ikatan ionik seperti Li+, Na+, K+, F-, dan OH-. Oleh karena gaya elektrostatis dari pasangan ion atau karena energi Madelung adalah berbanding terbalik dengan jarak antar atom, maka semakin kecil ion yang terlibat, attraksi antara asam keras dan basa keras semakin besar. Oleh karena suatu penjelasan elektrostatis tidak dapat dicatat untuk munculnya kestabilan dari interaksi lunak-lunak (energi Madelung dari pasangan ion yang besar semestinya relatif kecil), maka disarankan bahwa faktor yang predominan adalah ikatan kovalen. Hal ini akan memberikan korelasi yang baik untuk logam-logam transisi, Ag, Hg, dll, karena seperti biasanya dapat diasumsikan bahwa ikatan seperti Ag Cl bersifat lebih kovalen dibanding ikatan logam-logam alkali Cl. Dalam hal ini, power polarisasi dan kepolaritasan dari elektron-elektron d menjadi penting. Telah dinyatakan bahwa semua asam-asam yang benar-benar lunak adalah logam-logam transisi dengan enam atau lebih elektron d, dengan konfigurasi (Ag+, Hg2+) menjadi sangat baik. Dari sudut ini diketahui bahwa pengaruh polarisasi terhadap interaksi lunak-lunak mirip dengan beberapa cara Fajan walaupun terdapat perbedaan-perbedaan yang dapat dicatat.

Elektronegatifitas dan Kekerasan dan Kelunakan

Secara umum, spesies yang memiliki elektronegatifitas yang relatif tinggi adalah merupakan spesies yang keras dan sebaliknya. Dalam hal ini harus diingat bahwa kita sedang menjelaskan ion-ion dan walaupun misalnya, Li memiliki elektronegatifitas yang rendah, ion Li+ tetap memiliki elektronegatifitas yang relatif tinggi yang dihasilkan dari potensial ionisasi kedua yang sangat tinggi. Sebaliknya, logam-logam transisi dengan bilangan oksidasi rendah (Cu+, Ag+, dll) memiliki energi ionisasi yang relatif rendah dan elektronegatifitas yang rendah. Hal yang sama dapat dinyatakan untuk basa keras dan lunak. Hubungan antara kekerasan dan elektronegatifitas dapat menolong kita untuk menjelaskan fakta bahwa golongan trifluorometil adalah lebih keras dibanding golongan metil dan boron trifluorida adalah lebih keras dibanding boran.

Definisi Mullikan-Jaffe tentang elektronegatifitas melibatkan dua parameter yaitu: a, derivatif pertama dari kurva energi ionisasi affinitas elektron, dan b, derivatif kedua. Istilah a identik dengan elektronegatifitas Mullikan yang awal, dan istilah b adalah merupakan inversi dari kapasitas muatan suatu atom atau gugus. Tampak bahwa asosiasi antara elektronegatifitas dan kekerasan sesungguhnya mengacu pada parameter b, tetapi harga a dan b untuk unsur-unsur cenderung paralel satu sama lain; oleh karena terdapat kemiripan/kesamaan. Sejak awal telah dinyatakan bahwa oleh karena parameter b adalah merupakan inversi dari kapasitas muatan, atom-atom keras akan memiliki harga b yang tinggi dan atom-atom lunak akan memiliki harga yang lebih kecil. Maka fluorin tidak hanya membentuk anion keras tetapi juga menyebabkan golongan trifluorometil menjadi lebih keras karena adanya kontribusi harga b yang lebih tinggi untuk fluorine dibanding untuk metil.

Baru-baru ini Parr dan Pearson telah menggunakan parameter b untuk menginvestigasi sifat-sifat keras dan lunak dari ion-ion logam dan ligan. Keduanya telah mengistilahkan hal ini sebagai kekerasan absolut jika dibandingkan dengan parameter a Mullikan-Jaffe yang mereka sebut sebagai elektronegatifitas absolut. Mereka menyiapkan argumen yang kuat dalam memperlakukan interaksi asam-basa keras-lunak (hard-soft acid-base = HSAB).

Sejak permulaan teori HSAB, perhatian telah diarahkan kepada orbital-orbital perbatasan. Orbital-orbital ini adalah merupakan highest occupied molecular orbital (HOMO) dan lowest unoccuupied molecular orbital (LUMO). Menurut teorema Koopman, energi HOMO adalah merupakan energi ionisasi dan energi LUMO adalah merupakan affinitas elektron untuk spesies kulit tertutup. Maka orbital-orbital ini terlibat dalam elektronegatifitas. Spesies keras memiliki celah HOMO LUMO yang besar sementara spesies lunak memiliki gap yang kecil. REDUKSI dan OKSIDASI1. Pendahuluan

Bab ini adalah tentang kesetimbangan yang meliputi proses oksidasi dan reduksi. Pertama, kita review konsep yang bisa membuat kita familiar dengan definisi tentang oksidasi reduksi dan kegunaan dari bilangan oksidasi.

Oksidasi dan Reduksi

Istilah oksidasi dan reduksi dapat diterapkan ke dalam berbagai macam cara dan salah satu cara haruslah bisa diterapkan untuk beberapa penggunaan.Oksidasi dapat dikatakan sebagai pemerolehan oksigen, kehilangan hidrogen atau kehilangan satu atau lebih elektron.

Reduksi dapat dikatakan sebagai kehilangan oksigen, atau pemerolehan hidrogen atau pemerolehan satu atau lebih elektron. Langkah-langkah oksidasi dan reduksi adalah saling melengkapi satu sama lain, misalnya, 2Mg + O2 2MgO

(1) oksidasi

reduksi

magnesium mengalami oksidasi sementara oksigen mengalami reduksi. Magnesium berlaku sebagai reduktor, sementara O2 berlaku sebagai oksidator. Reaksi ini dapat ditulis dalam bentuk dua persamaan reaksi-setengah tetapi harus diingat bahwa tidak ada reaksi yang terjadi sendiri-sendiri

Mg Mg2+

oksidasi

(2)

O2 + 4e- 2O2-

reduksi

(3)

Dalam sel elektrolisis, dilewatkannya arus listrik adalah awal mulainya reaksi redoks, misalnya, dalam proses Down pada pembuatan Na dan Cl2

Na+ + e- Na

Cl- 1/2 Cl2 + e-

(4)

Dalam sel galvanik, reaksi redoks terjadi secara spontan dan menghasilkan arus listrik.

2. Aspek Kuantitatif dari Reaksi-Setengah

Daya oksidasi atau reduksi relatif dari reaksi-setengah dapat ditentukan dari potensial setengah sel, yang mana potensial dari reaksi-setengah relatif terhadap potensial reaksi-setengah dari ion hidrogen 1 mol L-1 direduksi menjadi gas hidrogen (100 kPa pada permukaan platinum hitam). Referensi reaksi-setengah ini ditetapkan sebagai potensial standard, E0 = nol.

2H+(aq) + 2e- H2(g)

E0 = 0,00V

(5)Supaya reaksi redoks bisa berlangsung spontan, maka jumlah potensial reduksi reaksi-setengah harus positif. Sebagai contoh, reaksi logam tembaga dengan ion perak. Harga-harga potensial reduksi standard adalah:

Cu2+(aq) + 2e- Cu(s)

E0 = +0,34 V

(6)

Ag+(aq) + e- Ag(s)

E0 = +0,80V

(7)Penambahan potensial reduksi ion perak ke potensial oksidasi logam tembaga

2Ag+(aq) + 2e- 2Ag(s)

E0 = +0,80 V

(8)

Cu(s) Cu2+(aq)

E0 = -0,34 V

(9)Menghasilkan potensial sel positif

2Ag+(aq) + Cu(s) 2Ag(s) + Cu2+(aq)E0 = +0,46 V

(10)Semakin positif potensial reduksi reaksi-setengah, semakin kuat daya oksidasi spesies. Sebagai contoh, difluorin adalah merupakan oksidator sangat kuat (atau akseptor elektron)

1/2F2(g) + e- F-(aq)

E0 = +2,80 V

(11)Sebaliknya untuk ion litium yang memiliki potensial reduksi sangat negatif

Li+(aq) + e- Li(s)

E0 = -3,04 V

(12)Untuk litium, reaksi balik-setengah menghasilkan potensial positif, oleh karena itu logam litium adalah merupakan reduktor yang sangat kuat (atau penyedia elektron)

Li(s) Li+(aq) + e-

E0 = +3,04 V

(13)

Namun demikian, harus diingat bahwa potensial setengah sel selalu bergantung pada konsentrasi. Maka adalah memungkinkan untuk satu reaksi berjalan spontan dibawah kondisi tertentu tetapi tidak pada kondisi lainnya. Hubungan potensial dengan konsentrasi diberikan oleh persamaan Nernst

RT [produk]

E = E0 - ln

(14)

nF [reaktan]dimana R adalah konstanta gas ideal (8,31V.C.mol-1.K-1), T adalah temperatur dalam Kelvin, n adalah jumlah mol elektron yang ditransfer sesuai dengan persamaan redoks, F dalah konstanta Faraday (9,65 x 104 C.mol-1), dan E0 adalah potensial dibawah kondisi standard, 1 mol.L-1 untuk spesies dalam larutan dan tekanan gas 100 kPa.

Untuk mengetahui pengaruh kondisi tidak standard, disini diberikan contoh sel setengah ion permanganat menjadi ion mangaan(II). Sel setengah ini direpresentasikan oleh reaksi-setengah

MnO4-(aq) + 8H+(aq) + 5e- Mn2+(aq) + 4H2O(l)

E0 = +1,70 V

(15)persamaan Nernst akan menjadi

RT [Mn2+]

E = +1,70 V - ln

(16)

5F [MnO4-][H+]8Misalkan pH naik menjadi 4,00 (yaitu, [H+] direduksi menjadi 1,0 x 10-4 mol.L-1), tetapi konsentrasi ion permanganat dan ion mangaan(II) tetap 1,0 mol.L-1. Dibawah kondisi baru ( pertama, pecahkan untuk RT/5F), potensial setengah sel menjadi

(1,00)E = +1,70 V 5,13 x 10-3V ln

(17)

(1,00)(1,0 x 10-4)8

E = +1,70 V 5,13 x 10-3 V ln (1,0 x 1032)

E = +1,70 V 0,38 V = +1,32 V

Maka ion permanganat adalah merupakan oksidator yang lebih lemah secara signifikan di dalam larutan yang kurang asam. Catatan, tetapi, bahwa pengaruh yang substansial hanya disebabkan dalam persamaan Nernst, konsentrasi ion hidrogen naik menjadi 8 power, akibatnya potensial menjadi sensitif terhadap pH. 3. Potensial Elektroda sebagai Fungsi Termodinamik

Seperti yang terlihat pada reaksi ion perak-logam tembaga, potensial elektroda tidak berubah bila koefisien persamaan berubah. Potensial adalah daya dorong reaksi dan terlokalisasi pada permukaan elektroda atau pada titik dimana dua spesies kimia mengadakan kontak. Oleh karena itu, potensial tidak tergantung pada stoikiometri. Sederhananya, potensial adalah merupakan ukuran dari energi bebas suatu proses. Hubungan antara enegi bebas dan potensial adalah

G0 = -nFE0

(18)dimana G0 adalah perubahan energi bebas standard, n adalah jumlah mol elektron, F adalah konstanta Faraday, dan E0 adalah potensial elektroda standard. Konstanta Faraday biasanya dinyatakan sebagai 9,65 x 104 C.mol-1, tetapi untuk penggunaan dalam rumus khusus ini, lebih baik dituliskan dalam satuan joule; 9,65 x 104 J.V-1.mol-1. Untuk perhitungannya, bahkan lebih tepat menyatakan perubahan energi bebas sebagai produk mol elektron dan potensial reaksi-setengah.

Untuk menggambarkan poin ini, sebaiknya diulang kembali perhitungan sebelumnya untuk reaksi tembaga-perak menggunakan energi bebas bukan sekedar potensial standard.

2Ag+(aq) + 2e- 2Ag(s)G0 = -2(F)(+0,80) = -1,60F

(19)

Cu(s) Cu2+(aq) + 2e-G0 = -2(F)(-0,34) = +0,68F

(20)Perubahan energi bebas untuk proses ini adalah (-1,60F + 0,68F ) = -0,92F. Perubahan harga ini kembali ke potensial standard menghasilkan

E0 = - G0/nF = -(-0,92F)/2F = +0,46 V

(21)atau harga yang sama dapat diperoleh dengan penambahan potensial standard.

Tetapi, misalkan kita mau menggabungkan dua potensial reaksi-setengah untuk mendapatkan harga potensial setengah sel yang tak diketahui sehingga cara singkat untuk menggunakan potensial elektroda standard tidak berlaku. Catatan bahwa kita menambah

kan reaksi-setengah untuk memperoleh reaksi-setengah lainnya, bukan reaksi redoks setimbang. Jumlah elektron dalam dua reduksi reaksi -setengah tidak akan setimbang. Akibatnya, kita harus bekerja dengan energi bebas. Sebagai contoh, kita dapat menentukan potensial setengah sel untuk reduksi ion besi(III) menjadi logam besi,

Fe3+(aq) + 3e- Fe(s)

(22)

dengan harga-harga untuk reduksi ion besi(III) menjadi ion besi(II) dan dari ion besi(II) menjadi logam besi:

Fe3+(aq) + e- Fe2+(aq)E0 = +0,77 V

(23)

Fe2+(aq) + 2e- Fe(s)E0 = -0,44 V

(24)Pertama, kita hitung perubahan energi bebas untuk tiap reaksi-setengah

Fe3+(aq) + e- Fe2+(aq) G0 = -1(F)(+0,77) = -0,77F(25)

Fe2+(aq) + 2e- Fe(s) G0 = -2(F)(-0,44) = +0,88F(26)Menambahkan dua persamaan menghasilkan pembatalan spesies Fe2+. Oleh karena itu, perubahan energi bebas untuk

Fe3+(aq) + 3e- Fe(s)

(27) akan menjadi (-0,77F + 0,88F), atau +0,11F. Perubahan harga G0 ini kembali ke potensial untuk reduksi besi(III) menjadi logam besi menghasilkan

E0 = - G0/nF = -(+0,11F)/3F = -0,04 V

(28)4. Diagram Latimer (Potensial Reduksi)

Lebih mudah menginterpretasikan data bila data diberikan dalam bentuk diagram. Potensial reduksi standard untuk suatu spesies yang berhubungan dapat ditunjukkan dalam satu diagram potensial reduksi, atau yang kadang-kadang disebut diagram Latimer. Berbagai bilangan oksidasi besi dalam larutan asam ditunjukkan dalam bentuk diagram

6+ +2,20V 3+ +0,77 V 2+ -0,44V0

FeO42- Fe3+ Fe2+ Fe

(29) -0,04V

Diagram meliputi tiga bilangan oksidasi besi yang umum (+3, +2, 0) dan bilangan oksidasi yang tidak lazim yaitu +6. Bilangan diantara tiap pasangan spesies adalah potensial reduksi standard untuk reduksi reaksi-setengah yang meliputi spesies-spesies tersebut. Perlu dicatat, bahwa walaupun spesies terindikasi menggunakan informasi, kita harus menuliskan reaksi-setengah yang penuh. Untuk ion-ion sederhana, penulisan reaksi-setengah sangat mudah. Contoh, untuk reduksi ion besi(III) menjadi ion besi(II), dapat dituliskan secara sederhana

Fe3+(aq) + e- Fe2+(aq)

E0 = +0,77 V

(30)Namun demikian, untuk reduksi ion ferrat, FeO42-, kita harus menyeimbangkan oksigen dengan air, kemudian hidrogen dalam penambahan air dengan ion hidrogen, dan akhirnya muatan dengan elektron

FeO42-(aq) + 8H+(aq) + 3e- Fe3+(aq) + 4H2O(l)E0 = +2,20 V(31)Diagram Latimer menunjukkan informasi redoks tentang satu seri bilangan oksidasi dalam satu bentuk yang padat. Lebih dari itu, diagram memungkinkan kita memprediksi sifat-sifat redoks dari spesies. Sebagai contoh, harga positif yang tinggi antara ion ferrat dan ion besi(III) menunjukkan bahwa ion ferrat dalah suatu oksidator kuat (karena itu sangat mudah tereduksi). Suatu bilangan negatif menunjukkan bahwa spesies ke kanan dalah reduktor. Faktanya, logam besi dapat digunakan sebagai reduktor, dapat teroksidasi menjadi ion besi(II).

Contoh lain dari diagram potensial reduksi dalah oksigen dalam larutan asam.

0 -0,68 V -1 +1,78 V -2

O2 H2O2 H2O

(32)

+1,23 V Dengan potensial reduksi +1,78 V, hidrogen peroksida dalah oksidator kuat mengacu pada air. Sebagai contoh, hidrogen peroksida akan mengoksidasi ion besi(II) menjadi ion besi(III);

H2O2(aq) + 2H+(aq) + 2e-

E0 = +1,78 V

(33)

Fe2+(aq) Fe3+(aq) + e-

E0 = -0,77 V

(34)Diagram mengatakan bahwa ada sesuatu tentang hidrogen peroksida. Jumlah potensial untuk reduksi dan oksidasi dari hidrogen peroksida adalah positif (+1,78 V 0,68 V). Harga ini mengindikasikan bahwa hidrogen peroksida dapat mengalami disproporsionasi

H2O2(aq) + 2H+(aq) + 2e- 2H2O(l)E0 = +1,78 V

(35)

H2O2(aq) O2(g) + 2H+(aq) + 2e-

E0 = -0,68 V

(36)Penjumlahan kedua reaksi-setengah menghasilkan persamaan keseluruhan

2H2O2(aq) 2H2O(l) + O2(g)

E0 = +1,10 V

(37)Walaupun disproporsionasi berlangsung spontan, tetapi secara kinetik berjalan sangat lambat. Namun demikian, dengan adanya katalis seperti ion iodida atau ion-ion logam transisi, maka peruraian dapat terjadi dengan cepat. Tubuh kita mengandung enzym katalase, yang mengkatalisis reaksi ini dan menghancurkan hidrogen peroksida di dalam sel-sel kita.

Dari semua contoh-contoh yang telah diberikan, reaksi-reaksi terjadi dalam larutan asam. Kadang-kadang harga agak berbeda dalam larutan basa, sebab keberadaan spesies kimia yang berbeda pada pH tinggi. Contohnya, di awal, diagram menunjukkan logam besi teroksidasi dalam larutan asam menjadi kation besi(II) yang larut.

Fe(s) Fe2+(aq) + 2e-

(38)Tetapi, dalam larutan basa, ion besi(II) bereaksi dengan cepat dengan ion hidroksida yang terdapat dalam konsentrasi tinggi menghasilkan besi(II) hidroksida yang tidak larut.

Fe(s) + 2OH-(aq) Fe(OH)2(s) + 2e-

(39)Maka diagram Latimer untuk besi dalam larutan basa mengandung beberapa spesies yang berbeda dari diagram dibawah kondisi asam, sebagai hasilnya adalah potensial yang berbeda juga.

6+ +0,9V 3+ -0,56 V 2+ -0,89 V FeO42- Fe(OH)3 Fe(OH)2 Fe

(40)Dapat dilihat bahwa dalam larutan basa besi(II) hidroksida dapat teroksidasi dengan mudah menjadi besi(III) hidroksida (+0,56 V) dan ion ferrat menjadi oksidator yang sangat lemah (+0,9 V dalam larutan basa, 2,20 V dalam larutan asam).

5. Diagram Frost (Bilangan Oksidasi)

Lebih disukai memberikan informasi tentang sejumlah bilangan oksidasi dari suatu unsur dalam bentuk diagram bilangan oksidasi atau diagram Frost. Diagram ini memungkinkan kita mengekstrak informasi tentang sifat-sifat dari bilangan oksidasi yang berbeda secara visual tanpa memerlukan perhitungan. Diagram Frost menunjukkan energi bebas relatif (bukan potensial) pada aksis vertikal dan bilangan oksidasi pada aksis horizontal. Catatan, bahwa kita menunjukkan energi sebagai nE0; maka biasanya harga energi diplotkan dalam satuan volt kali mol elektron untuk langkah redoks tersebut (V.mol.e-). Diperoleh harga yang sama dengan membagi energi bebas dengan konstanta Faraday, G0/F. Untuk konsistensi, unsur dengan bilangan oksidasi nol dianggap memiliki energi bebas nol. Garis menghubungkan spesies dari bilangan oksidasi yang berdekatan.

Dari diagram Latimer untuk oksigen yang ditunjukkan disini, kita dapat membangun satu diagram Frost untuk spesies oksigen dalam larutan asam. (Gambar 9.3).

Titik pertama dapat dianggap 0,0 untuk dioksigen sebab energi bebasnya = 0 bila bilangan oksidasinya = 0. Titik untuk hidrogen peroksida menjadi -1, -0,68 sebab bilangan oksidasi untuk oksigen dalam hidrogen peroksida adalah -1 dan energi bebasnya adalah -1 kali mol produk elektron (1) dan potensial reduksi setengah sel (+0,68 V). Terakhir, titik untuk air akan berada pada -2, -2,46 sebab oksigen memiliki bilangan oksidasi -2 dan energi bebas oksigen di dalam air adalah (1 x 1,78) satuan dibawah titik hidrogen peroksida. Diagram ini memungkinkan kita memperoleh gambaran visual dari kimia redoks oksigen dalam larutan asam. Air, pada titik yang paling rendah adalah merupakan yang paling stabil secara termodinamik. Hidrogen peroksida akan mengalami disproporsionasi.

Semua gambaran dari diagram Frost dapat diapresiasi dengan mempelajari kimia redoks mangaan. Dari diagram ini, kita mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Keadaan yang lebih stabil secara termodinamik akan ditemukan lebih rendah pada diagram. Maka mangaan(II) adalah yang paling stabil dari semua spesies mangaan (dari persfektif redoks).

2. Spesies pada kurva corvex [seperti ion mangaanate, MnO42- dan ion mangaan(III)] akan cenderung mengalami disproposionasi.

3. Spesies pada kurva concave [seperti mangaan(IV) oksida, MnO2] tidak akan mengalami disproporsionasi.

4. Spesies yang tinggi dan berada di sebelah kiri dari plot (seperti ion permanganat, MnO4-) akan mengoksidasi dengan kuat.

5. Spesies yang tinggi dan berada di sebelah kanan dari plot akan mereduksi dengan kuat.

Tetapi, interpretasi diagram Frost memiliki kelemahan. Pertama, diagram merepresentasikan energi bebas komparatif untuk kondisi standard, yaitu larutan dengan konsentrasi 1 mol.L-1 pada pH 0 (konsentrasi ion hidrogen 1 mol.L-1). Jika kondisi berubah, maka energi akan berbeda dan kestabilan relatif juga berubah.

Ketika pH berubah potensial dari tiap reaksi-setengah yang terlibat dalam ion hidrogen juga berubah. Bahkan yang lebih penting, seringkali spesies yang sebenarnya terlibat akan bisa berubah. Sebagai contoh, ion mangan(II) aqueous tidak muncul pada harga pH yang tinggi. Dibawah kondisi ini, mangaan(II) hidroksida yang tidak larut, Mn(OH)2 terbentuk. Dalam larutan basa, untuk mangaan(II), yang muncul pada diagram adalah senyawa, bukan Mn2+.

Akhirnya, kita harus menekankan bahwa diagram Frost adalah merupakan fungsi termodinamik dan tidak mengandung informasi tentang kecepatan peruraian dari spesies yang tidak stabil secara termodinamik. Contohnya adalah kalium permanganaat, KmnO4.

6. Diagram Pourbaix

Kita telah melihat bagaimana diagram Frost dapat digunakan untuk membandingkan kestabialan termodinamik dari beberapa bilangan oksidasi suatu unsur. Diagram Frost dapat dipergunakan untuk asam (pH = 0) dan basa (pH = 14). Sangat berguna untuk mengidentifikasi spesies yang stabil secara termodinamik pada tiap perubahan khusus dari potensial setengah sel, E, dan pH.

Gambar 9.5 menunjukkan diagram Pourbaix untuk sistem mangaan. Semakin teroksidasi suatu spesies, akan muncul potensial positif di bagian atas dari diagram seperti yang terjadi pada permanganat, sementara semakin tereduksi suatu spesies, akan muncul potensial negatif di bagian bawah dari diagram seperti yang terjadi pada logam mangaan. Dengan cara yang sama, semakin basa suatu spesies, akan muncul dibagian kanan (pH tinggi) dari diagram dan semakin asam suatu spesies akan muncul dibagian kiri (pH rendah) dari diagram. Pembagian vertikal, seperti yang terjadi antara ion mangaan(II) dan mangaan(II) hidroksida menunjukkan suatu kesetimbangan yang hanya tergantung pada pH dan bukan pada proses redoks.

Mn2+(aq) + 2OH-(aq) == Mn(OH)2(s)

Ksp = 2,0 x 10-13(41)Maka dari itu, bila mangaan(II) terdapat dalam konsentrasi standarnya, yaitu 1 mol.L-1, dimana Ksp = [Mn2+][OH-]2, dan [OH-] = V(2,0 x 10-13) = 4,4 x10-7, dan pH = 7,65. Maka jika pH lebih besar dari harga ini, hidroksida akan lebih suka membentuk mangaan(II).

Sebaliknya, garis horizontal merepresentasikan transformasi redoks murni. Satu contoh dari keadaan ini ditemukan antara logam mangaan dan ion mangaan(II)

Mn2+(aq) + 2e- Mn(s)

E0 = -1,18 V

(42)Kebanyakan perbatasan berada diantara harga-harga yang ekstrim ini seperti ketergantungannya pada pH dan potensial. Sebagai contoh, reduksi mangaan(IV) oksida menjadi ion mangaan(II) sebagai berikut:

MnO2(s) + 4H+(aq) + 2e- Mn2+(aq) + 2H2O(l)E0 = +1,23 V(43)Pernyataan Nernst dapat digunakan untuk mem-plot-kan batas antara dua keadaan

RT [Mn2+]

E = E0 - ln

(44)

2F [H+]4Dengan memasukkan harga-harga E0, R, T, dan F, menetapkan [Mn2+] = 1 mol L-1, dan dengan mengubah ln menjadi log10 (mengalikannya dengan2,303), menghasilkan:

E = 1,23 V 0,118 pH

(45)Mensubstitusi harga-harga pH yang berbeda, kita dapat menghitung harga yang sesuai dari E dan membuat garis batas pada diagram Pourbaix.

Diagram juga menunjukkan dua garis bayangan. Garis atas merepresentasikan oksidasi air

O2(g) + 2H+(aq) + 2e- H2O(l)

E0 = +1,23 V

(46)Sementara garis bawah merepresentasikan reduksi air menjadi gas hidrogen

H2O(l) + e- H2(g) + OH-(aq)

E0 = -0,83 V

(47)yang dibawah kondisi 1 mol L-1 dapat direpresentasikan sebagai:

H+(aq) + e- H2(g)

E0 = 0,00 V

(48)Kedua garis bayangan ini merepresentasikan batas reaksi dalam larutan aqueous yang mana yang mungkin terjadi. Pada potensial yang lebih tinggi air mulai mengoksidasi; pada potensial yang lebih rendah air mulai mereduksi. Maka dapat kita lihat bahwa ion permanganat terdapat di luar batas dari larutan aqueous. Larutan permanganat masih dapat ditemukan. Walaupun ion permangat tidak stabil secara termodinamik di dalam larutan aqueous, tetapi terdapat penghambat energi aktivasi yang tinggi yang memberikan kestabilan kinetik. Namun demikian, larutan permanganat tidak stabil untuk waktu yang lama dan dapat terurai dengan sangat cepat dengan adanya spesies katalis.

Ion mangaanat, MnO4-2, menempati celuk/relung pada pH yang sangat tinggi dan di luar dari batas air. Maka untuk mensintesis ion ini, kita harus melalui oksidasi mangaan(IV) oksida dalam leburan kalium hidroksida.

MnO2(s) + 4OH-(KOH) MnO42- (KOH) + 2H2O(g) + 2e-(49)

Lebih mudah mengidentifikasi spesies aqueous utama dibawah kondisi pH dan E yang berbeda dari diagram Pourbaix, tetapi studi tentang kestabilan relatif dari bilangan oksidasi yang berbeda adalah cara terbaik dari diagram Frost. Penting untuk menyadari bahwa diagram Pourbaix hanya menunjukkan spesies umum yang disukai secara termodinamik. Kadang-kadang spesies meninggalkan diagram. Sebagai contoh, gambar 9. 5 tidak meliputi campuran mangaan(II) oksida dan mangaan(III) oksida, Mn3O4. Spesies lainnya tidak muncul pada range diagram. Maka ion mangaan(III) oksida aqueous hanya menjadi spesies yang stabil secara termodinamik bila [H+] kira-kira 10 mol.L-1 dan potensial kira-kira +1,5 V.

7. Diagram Ellingham dan Ekstraksi Logam

Diagram Frost sangat berguna untuk mempelajari reaksi dalam larutan aqueous. Tetapi, satu type yang paling penting dari reaksi redoks biasanya ditunjukkan dalam fase padat, cair, dan gas untuk reduksi senyawa-senyawa logam menjadi logam murni.

Untuk kebanyakan unsur logam, oksida-oksidanya adalah lebih stabil secara termodinamik dibanding logam-logamnya pada range temperatur kerja. Contohnya, logam seng akan teroksidasi secara spontan (walau lambat) menjadi seng oksida pada temperatur kamar

2Zn(s) + O2(g) 2ZnO(s)G0(298K) = -636 kJ.mol-1

(50)Tetapi, dari rumus: G0 = H0 TS0, kita dapat mengidntifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kespontanan reaksi. Oleh karena jumlah mol gas berubah dari 1 pada kiri menjadi 0 pada kanan, perubahan entropi dari reaksi ini haruslah negatif. Karena itu, driving force untuk reaksi ini haruslah menjadi factor entalpi. Faktanya, entalpi pembentukan seng oksida sangat negatif.

Istilah entropi, TS0 meliputi temperature Kelvin sehingga naiknya temperatur akan menyebabkan G0 menjadi kurang negatif (harga H0 dan S0 sebenarnya berubah sedikit dengan temperatur). Terakhir, padaa temperature yang cukup tinggi, G0 akan menjadi 0; dan diatas temperature tersebut, akan memiliki harga positif. Dengan kata lain, proses sebaliknya, reduksi seng oksida menjadi logam seng akan menjadi spontan.

Slope kurva perlahan-lahan menanjak diatas titik lebur seng (lebih rendah dari titik pada garis) dan bahkan diatas titik didih seng (lebih tinggi dari titik pada garis). Diatas titik lebur seng, dua mol seng oksida padat akan dihasilkan dari satu mol gas dan dua mol cair; diatas titik didih seng, dua mol seng oksida terbentuk dari tiga mol gas (satu dioksigen dan dua seng). Akibatnya, entropi menurun pada temperature ini dan diatas akan menjadi lebih besar. Bahkan jika temperature menjadi sangat tinggi ( 20000C) sebelum TS0 melewati/melebihi H0. Faktanya, temperatur yang dibutuhkan sangat tinggi yang artinya reaksi ini tidak merepresentasikan keadaan yang realistic untuk memperoleh logam seng dari oksidanya. Lebih lanjut, dioksigen dan seng gas akan terpisah sebelum pendinginan, atau reaksi balik akan terjadi dan akan berakhir dengan seng oksida kembali.

Untuk mengatasi masalah di atas, ada kemungkinan memasangkan reaksi reduksi (yang mempunyai energi bebas positif) dengan reaksi oksidasi (yang mempunyai energi bebas negative yang lebih besar) dan menghasilkan harga net energi bebas negatif untuk reaksi gabungan. Reaksi oksidasi yang paling berguna dengan energi bebas negative adalah karbon. Reaksi gabungan memiliki karakteristik kanan termodinamik, dan karbon adalah merupakan pereaksi yang murah dalam dunia industri. Ketergantungan temperatur dari reaksi ini digambarkan pada gambar 9.7

Hingga 7100C, oksidasi karbon menjadi karbon dioksida lebih disukai secara termodinamik

C(s) + O2(g) CO2(g)

(51)Slope garis untuk perubahan energi bebas dari reaksi ini sangat dekat ke nol sebab terdapat satu mol gas pada tiap sisi dari persamaan. Garis yang merepresentasikan perubahan energi bebas selama oksidasi untuk menghasilkan karbon monoksida, memiliki satu langkah slope negatif sebab reaksi menghasilkan dua mol gas untuk setiap mol yang dibutuhkan

2C(s) + O2(g) 2CO(g)

(52)Maka produksi karbon monoksida menjadi lebih disukai secara termodinamik diatas 7100C dan oleh karena kedua reaksi berjalan cepat secara kinetik, maka reaksi terakhir ini adalah reaksi yang sebenarnya yang terobservasi diatas temperatur tersebut.

Gambar 9. 8 menunjukkan dua plot dari gambar 9. 6 dan 9. 7. yang saling bersilang. Kita dapat melihat bahwa garis menyilang pada kira-kira 9000C. Pada temperatur ini, oksidasi karbon menjadi lebih negatif dibanding reduksi seng oksida yang positif. Maka oksidasi karbon dapat menyebabkan reduksi seng oksida diatas temperatur tersebut

ZnO(s) + C(s) Zn(g) + CO(g)T > 10000C

(53)Catatan, bahwa semua perhitungan termodinamik sesuai dengan kondisi tekanan pada keadaan standard. Dalam peleburan industri, kondisi yang sebenarnya sangat jauh dari keadaan ini; akibatnya, temperatur yang dihitung hanya merupakan suatu tuntunan aproksimasi ke temperatur minimum yang sebenarnya untuk proses reduksi.

Adalah akhli kimia H. G. T. Ellingham yang pertama kali memperkenalkan betapa bergunanya plot energi bebas sebagai fungsi temperatur untuk penelitian kondisi-kondisi untuk reaksi redoks dapat berlangsung. Sebagai hasilnya, plot ini biasanya diacu sebagai diagram Ellingham. Gambar 9. 9 menunjukkan diagram Ellingham untuk oksida-oksida dari kalsium, karbon, silicon, dan perak.Kita dapat melihat bahwa

1. Setelah plot perak mencapai garis G0 = 0, pembentukan perak(I) oksida tidak lama kemudian berlangsung spontan (kira-kira 3000C). Diatas temperatur ini, akan terjadi reaksi balik secara spontan; peruraian perak(I) oksida menjadi logam perak (G0 negatif).

2. Plot silicon mencapai plot karbon pada kira-kira 15000C. Diatas temperatur ini, energi bebas pembentukan silikon dioksida adalah kurang (lebih kecil) dari energi bebas pembentukan karbon monoksida. Oleh karena itu jumlah energi bebas dari peruraian silikon dioksida digabungkan dengan energi bebas dari pembentukan karbon monoksida akan menghasilkan harga yang negatif. Dengan kata lain, silikon dioksida dapat direduksi menjadi silikon dengan menggunakan karbon sebagai reduktan diatas temperatur tersebut (dibawah temperatur ini, reaksi balik akan terjadi secara spontan).

3. Plot kalsium tidak mencapai plot karbon pada temperatur yang memungkinkan peleburan secara konvensional. Oleh karena itu, metode-metode termokimia tidak praktis digunakan untuk ekstraksi logam kalsium. Faktanya, suatu proses elektrolitik digunakan untuk menghasilkan kebanyakan kalsium.

Terdapat beberapa diagram Ellingham yang digunakan untuk reduksi kebanyakan oksida-oksida, sulfida-sulfida, dan klorida-klorida. Sebagai hasilnya, kemungkinan proses-proses peleburan dapat diidentifikasi dengan cara melihat pada plot Ellingham yang tepat dibandingkan dengan uji laboratorium; alternatif ini merepresentasikan secara signifikan penghematan waktu dan uang.

7. Aspek Biologi

Banyak proses-proses biologi, misalnya, fotosintesis dan respirasi yang melibatkan oksidasi dan reduksi. Banyak tanaman mengandalkan bakteria untuk mengubah dinitrogen di udara menjadi ion amonium yang dibutuhkan tanaman. Proses yang kompleks ini dikenal sebagai fiksasi nitrogen yang melibatkan reduksi nitrogen dari suatu bilangan oksidasi 0 menjadi suatu bilangan oksidasi -3.

Dalam semua sistem biologi, kita harus mempertimbangkan baik potensial, E, maupun keasaman, pH, secara simultan ketika mencoba memutuskan spesies apa dari suatu unsur yang seharusnya ada (dan kita harus mempertimbangkan faktor kinetik juga). Maka diagram Pourbaix memiliki kepentingan khusus dalam kimia bioanorganik dan geokimia anorganik. Gambar 9. 10 menunjukkan batas dari pH dan E yang kita temukan di dalam perairan (air alami). Garis bayangan atas merepresentasikan air yang mengadakan kontak dengan atmosfir, sesuai dengan tekanan parsial dari dioksigen (20 kPa) sama dengan tekanan gas oksigen pada permukaan laut. Hujan cenderung bersifat agak asam sebagai akibat dari absorbsi karbon dioksida dari atmosfir.

CO2(g) + 2H2O(l) == H3O+(aq) + HCO3-(aq)

(54)Tergantung pada geologi suatu area, air aliran (tetesan air terjun) cenderung bersifat netral, sedangkan air laut cenderung bersifat agak basa. Perairan terbuka jarang lebih basa dari pH 9 sebab adanya sistem buffer karbonat-hidrogen karbonat

CO32-(aq) + H2O(l) == HCO3-(aq) + OH-(aq)

(55)Tetapi semua permukaan air akan teroksidasi sebagai akibat dari tingginya tekanan parsial dari oksigen terlarut.

Dalam danau atau sungai dimana terdapat pertumbuhan tanaman atau algae yang tinggi, kandungan oksigen menjadi berkurang. Akibatnya, perairan seperti ini memiliki potensial yang lebih rendah. Potensial positif yang paling rendah terjadi dalam lingkungan dengan aktifitas biologi yang tinggi dan tidak adanya kontak dengan atmosfir, khususnya danau stagnan dan danau berlumpur. Dalam kondisi yang demikian, akan terjadi perkembangan bakteria anaerob sehingga kandungan dioksigen terlarut bisa mendekati 0 dan lingkungan akan menjadi sangat tereduksi. Danau lumpur juga sering sangat asam dikarenakan penghancuran/peruraian vegetasi yang terkandung di dalamnya.

Melihat pada diagram Pourbaix dari spesies belerang dalam batas dari larutan aqueous (gambar 9. 11), dapat diketahui bahwa ion sulfat adalah merupakan spesies yang dominan untuk kebanyakan range pH dan E. Sebab ion hidrogen sulfat adalah merupakan basa konjugat dari asam yang cukup kuat, hanya dibawah pH 2 ion HSO4- disukai. Situasi seperti ini dapat terjadi pada pembuangan pertambangan, kondisi asam sering terjadi yang disebabkan oleh oksidasi besi(II) disulfida

4FeS2(s) + 15O2(g) + 22H2O(l) 4Fe(OH)3(s) + 8H3O+(aq) + 8HSO4-(aq)(56)

Diatas semua range pH, suatu lingkungan yang lebih tereduksi seperti danau lumpur, dapat menyebabkan pengubahan ion sulfat menjadi unsur belerang.

SO42-(aq) + 8H+(aq) + 6e- S(s) + 4H2O(l)

(57)Dalam potensial reduksi yang lebih kuat, belerang direduksi menjadi hidrogen sulfida

S(s) + 2H+(aq) + 2e- H2S(aq)

(58)Gas inilah yang kadang-kadang dapat memberi bau dalam area lumpur dan di banyak perairan yang bersumber dari gunung berapi. Perlu dicatat bahwa hydrogen sulfida aqueous adalah merupakan spesies tereduksi yang predominan. Alasannya adalah berhubungan dengan ke-lemah-an asam ini. Hanya dalam kondisi basa ion hydrogen sulfida menjadi predominat

H2S(aq) + OH-(aq) == HS-(aq) + H2O(l)

(59)Kimia Dalam Pelarut Aqueous dan Non-aqueous

Hampir semua reaksi yang dilakukan oleh kimiawan anorganik dalam penelitian di laboratorium berlangsung dalam bentuk larutan. Walaupun air merupakan pelarut yang paling dikenal, tetapi air bukanlah satu-satunya pelarut yang penting bagi kimiawan. Kimiawan organik sering menggunakan pelarut-pelarut non-polar seperti karbon tetraklorida, CCl4 dan benzene, C6H6 untuk melarutkan senyawa-senyawa non-polar. Pelarut-pelarut polar juga menarik minat para kimiawan anorganik sehingga studi tentang hal ini telah dilakukan secara ekstensif, misalnya untuk pelarut-pelarut seperti amonia, (NH3) cair, asam sulfat, H2SO4, asam asetat glacial, CH3COOH, belerang dioksida, SO2, dan berbagai halida-halida non-logam. Studi kimia larutan sangat berhubungan erat dengan teori asam basa. Sebagai contoh, pelarut-pelarut non-aqueous sering diinterpretasikan dalam konsep sistem pelarut, solvasi yang melibatkan interaksi asam basa, bahkan reaksi redoks dapat dilibatkan didalam definisi Usanovich tentang reaksi asam basa.

Terdapat beberapa sifat fisika yang penting dari pelarut. Dua diantaranya yang paling penting (dari sudut pragmatisnya) adalah titik lebur dan titik didih. Kedua sifat ini dapat menentukan range cairan dan oleh karena itu juga dapat menentukan range potensial dari operasi kimia. Yang lebih fundamental adalah permitifitas (konstanta dielektrik). Diperlukan permitifitas yang tinggi jika larutan zat-zat ionik dapat terbentuk dengan cepat. Gaya tarik coulomb antara ion-ion adalah berbanding terbalik dengan permitifitas dari medium:

q+q-

E =

(1)

4rdimana = permitifitas. Sebagai contoh, di dalam air, gaya tarik antara dua ion hanya sedikit lebih besar dari 1% dibanding gaya tarik antara dua ion yang sama tanpa pelarut.

H2O = 81,70

(2)dimana 0 adalah permitifitas vakum. Pelarut-pelarut dengan permitifitas yang tinggi cenderung menjadi suka-air dalam kemampuannya untuk melarutkan garam-garam.

Sifat-sifat air

Titik didih

100oC

Titik beku

0oC

Densitas

1,00 g cm-3 (4oC)

Permitifitas (konstanta dielektrik) 81,7 (18oC)

Konduktifitas spesifik

4 x 10-8 -1cm-1(18oC)

Viskositas

1,01 g cm-1s-1 (20oC)

Konstanta produk ion

1,008 x 10-14 mol2 L-2 (25oC)

Dari sifat-sifat air di atas terlihat bahwa salah satu sifatnya yang perlu dicatat adalah harga permitifitasnya yang sangat tinggi yang menyebabkannya menjadi pelarut yang baik untuk senyawa-senyawa ionik dan senyawa-senyawa polar.

Pelarut Non-aqueous

Walaupun telah banyak dilakukan studi tentang sistem pelarut non-aqueous, tetapi dalam bab ini hanya beberapa pelarut yang akan dibahas seperti amonia (suatu pelarut basa), asam sulfat (suatu pelarut asam), dan bromin trifluorida (suatu pelarut aprotik). Juga termasuk kimiawi yang berlangsung di dalam larutan dari leburan garam-garam.

1. Amonia

Amonia merupakan pelarut non-aqueous yang dipelajari secara ekstensif dibanding pelarut-pelarut non-aqueous lainnya. Sifat-sifat fisikanya mirip dengan sifat-sifat fisika air kecuali bahwa permitifitasnya lebih kecil. Konstanta dielektrik yang lebih rendah menyebabkan menurunnya kemampuannya secara umum untuk melarutkan senyawa-senyawa ionik, khususnya senyawa-senyawa dengan muatan ion yang sangat tinggi (misalnya, karbonat, sulfat, dan phosphat yang secara praktis tidak larut). Dalam beberapa hal terjadi kelarutan yang lebih tinggi dari yang diharapkan jika didasarkan hanya pada permitifitas. Dalam keadaan seperti ini terdapat interaksi antara solut dan amonia. Satu jenis interaksi antara ion-ion logam tertentu seperti Ni2+, Cu2+, dan Zn2+ dan molekul amonia, yang bertindak sebagai suatu ligand untuk membentuk kompleks amin yang stabil. Jenis kedua adalah interaksi antara molekul amonia yang dapat dipolarisasi dan yang mempolarisasi dengan molekul-molekul atau ion-ion solut yang dapat dipolarisasi. Maka, amonia dapat menjadi pelarut yang lebih baik dibanding air terhadap molekul-molekul non-polar. Senyawa-senyawa ionik yang mengandung ion-ion yang besar dan dapat dipolarisasi seperti iodida dan tiosianat juga agak dapat dilarutkan. Sifat-sifat Fisika Amonia

Titik didih

-33,38oC

Titik beku

-77,70oC

Densitas

0,725 g cm3 (-70oC)

Permitifitas (konstanta dielektrik)26,70 (-60oC)

Konduktifitas spesifik

1 x 10-11 -1cm-1Viskositas

0,254 g cm-1 s-1 (-33oC)

Konstanta produk ion

5,1 x 10-27 mol2 L-2

Sama halnya dalam air, reaksi-reaksi pengendapan juga dapat berlangsung dalam amonia. Karena adanya perbedaan kelarutan antara air dan amonia, maka hasil reaksi pengendapan juga berbeda. Sebagai contoh, perhatikan pengendapan perak klorida di dalam larutan aqueous.

KCl + AgNO3 AgCl + KNO3

(3)Dalam larutan amonia arah reaksi adalah sebaliknya

AgCl + KNO3 KCl + AgNO3

(4)Amonia mengalami autoionisasi dengan pembentukan ion amonium dan ion amida

2NH3 == NH4+ + NH2-

(5)Reaksi netralisasi dapat berlangsung secara paralel dengan yang terjadi di dalam air

KNH2 + NH4I KI + 2NH3

(6)Lebih lanjut, sifat amfoter yang dihasilkan dari pembentukan kompleks dengan amida berlebih juga paralel dengan yang terjadi dalam air

Zn2+ + 2OH- Zn(OH)2 Zn(OH)42-

(7)

Zn2+ + 2NH2- Zn(NH2)2 Zn(NH2)42-

(8)Semua asam yang mempunyai sifat sebagai asam kuat di dalam air bereaksi sempurna dengan amonia membentuk ion-ion amonium

HClO4 + NH3 NH4+ + ClO4-

(9)

HNO3 + NH3 NH4+ + NO3-

(10)Sebagai tambahan, beberapa asam yang bersifat sebagai asam lemah di dalam air (dengan pKa hingga 12) bereaksi sempurna dengan amonia dan oleh karena itu bersifat sebagai asam kuat

HC2H3O2 + NH3 NH4+ + C2H3O2-

(11)Lebih lanjut, molekul-molekul yang tidak menunjukkan sifat asam sama sekali di dalam air tapi dapat bersifat sebagai asam lemah di dalam amonia

NH2C(O)NH2 + NH3 == NH4+ + NH2C(O)NH-

(12)Pelarut basa amonia dapat meningkatkan semua spesies yang menunjukkan kecenderungan keasaman yang signifikan dan meningkatkan keasaman dari spesies asam yang sangat lemah.

Kebanyakan spesies yang dianggap sebagai basa di dalam air adalah tidak larut atau bersifat sebagai basa lemah dalam amonia. Namun demikian, basa-basa yang sangat kuat dapat ditingkatkan menjadi ion amida dan bersifat sebagai basa-basa kuat

H+ + NH3 NH2- + H2

(13)O2- + NH3 NH2- + OH-

(14)Reaksi solvolisis telah dikenal baik dalam amonia dan banyak reaksi yang paralel dengan reaksi-reaksi yang terjadi di dalam air. Sebagai contoh, solvolisis dan disproporsionasi halogen yang dapat diilustrasikan oleh

Cl2 + 2H2O HOCl + H3O+ + Cl-

(15)Cl2 + 2NH3 NH2Cl + NH4+ + Cl-

(16)Oleh karena halogen lebih basa dibanding air, maka amonia dapat menyebabkan disproporsionasi pada belerang

5S8 + 16NH3 4S4N- + 4S62- + 12NH4+

(17)Ion heksasulfida terdapat dalam keadaan kesetimbangan disosiatif

S62- == 2S3-

(18)Ion S3- adalah yang menyebabkan larutan berwarna biru dongker (max = 610 nm). Ion ini juga yang menyebabkan warna belerang terlarut dalam leburan klorida dan dalam aluminosilikat yang dikenal sebagai ultramarine. Banyak halida non-logam bersifat sebagai halida asam dalam reaksi solvosis

OPCl3 + 6H2O OP(OH)3 + 3H3O+ + 3Cl-

(19)

OPCl3 + 6NH3 OP(NH2)3 + 3NH4+ + 3Cl-

(20)Kemiripan kedua reaksi di atas dan kemiripan struktur antara asam phosphat [OP(OH)3] dan phosphoramida [OP(NH2)3] menyebabkan banyak orang menggunakan istilah asam amono untuk [OP(NH2)3].

Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa kimia larutan amonia adalah sangat paralel dengan kimia larutan aqueous. Perbedaan yang mendasar adalah naiknya kebasaan amonia dan turunnya konstanta dielektriknya. Konstanta dielektrik tidak hanya menurunkan kelarutan material ionik, tetapi juga mempercepat pembentukan pasangan ion dan kluster ion. Larutan Logam Dalam Amonia

Jika sepotong kecil logam alkali dimasukkan ke dalam labu Dewar yang berisi amonia cair, maka larutan dengan segera akan berwarna biru dongker. Jika lebih banyak lagi logam alkali dilarutkan ke dalam amonia, hingga akhirnya dicapai satu titik dimana fase warna perunggu terpisah dan mengapung pada larutan biru. Penambahan logam alkali selanjutnya akan menghasilkan perubahan perlahan-lahan dari larutan biru menjadi larutan berwarna perunggu hingga warna biru hilang. Penguapan amonia dari larutan berwarna perunggu menyebabkan perolehan kembali logam alkali yang stabil. Sifat yang tak biasa ini menarik perhatian para akhli kimia sejak ditemukan tahun 1864.

Larutan biru dikarakterisasi oleh (1) warnanya, yang tidak melibatkan logam; (2) densitasnya, yang sangat mirip dengan densitas amonia murni; (3) konduktifitasnya, yang berada pada range elektrolit terlarut dalam amonia; (4) paramagnetismenya, yang menunjukkan adanya elektron-elektron tak berpasangan, dan faktor-g resonansi paramagnetisme elektron, yang sangat mirip dengan faktor-g resonansi paramagnetisme elektron bebas. Hal ini telah diinterpretasikan sebagai petunjuk bahwa di dalam larutan ammonia encer, logam-logam alkali mengalami disosiasi membentuk kation logam alkali dan elektron-elektron tersolvasi.

NH3

M M+ + [e(NH3)x]-

(21)Disosiasi menjadi kation dan anion menentukan harga konduktifitas elektrolitik. Larutan mengandung sejumlah besar elektron tak berpasangan, oleh karena itu paramagnetisme dan harga g menunjukkan bahwa interaksi antara pelarut dan elektron-elektron agak lemah. Secara umum dapat dikatakan elektron berada dalam rongga/lobang di dalam amonia, tersolvasi oleh molekul-molekul sekitarnya. Warna biru adalah hasil dari puncak yang lebar dari absorbsi yang harga maksimumnya adalah kira-kira 1500 nm. Puncak ini dihasilkan dari absorbsi foton oleh elektron ketika mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, tetapi tidak semua orang setuju dengan hal ini.

Maka larutan logam-logam alkali dalam amonia yang sangat encer memberikan kepada akhli kimia basa hipotetikal akhir, elektron bebas. Seperti yang diharapkan, larutan seperti itu bersifat metastabil dan bila dikatalisis, elektron-elektron akan ditingkatkan menjadi ion amida.

Fe2O3

[e(NH3)x]- NH2- + H2 + (x 1)NH3

(22)

Larutan perunggu mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) warna perunggunya dengan kilau logam tertentu, (2) densitasnya sangat rendah, (3) konduktifitasnya dalam range logam-logam, and (4) kerentanan magnetiknya sama dengan kerentanan magnetik dari logam-logam murni. Semua sifat-sifat ini konsisten dengan model yang menggambarkan larutan sebagai suatu logam encer atau suatu alloy yang mana elektron-elektron secara esensil berlaku seperti di dalam suatu logam, tetapi atom-atom logam telah berpindah sebagian dengan cara diselang-selingi oleh molekul-molekul amonia.

Sifat dari kedua fase ini menolong menyorotkan cahaya diatas transisi logam non-logam. Sebagai contoh, terdapat banyak spekulasi yang menyatakan bahwa molekul-molekul hidrogen pada tekanan yang cukup tinggi seperti yang di planet Jupiter dapat mengalami transisi menjadi suatu logam alkali. Transisi fundamental adalah merupakan perubahan dramatik dari interaksi van der Waals dalam molekul-molekul H2 menjadi logam paduan.

Larutan logam alkali dalam amonia telah diteliti dengan sangat baik, tetapi logam-logam lain dan pelarut-pelarut lain memberikan hasil yang sama. Logam alkali tanah (kecuali Be) membentuk larutan yang sama dengan cepat, tetapi jika diuapkan akan terbentukamoniat M(NH3)x padat. Unsur-unsur lantanida yang stabil dengan bilangan oksidasi +2 (europium, ytterbium) juga dapat membentuk larutan. Reduksi katoda dari larutan aluminium iodida, berilium klorida, dan halida-halida tetraalkilamonium menghasilkan larutan biru, yang diduga mengandung Al3+, 3e-, Be2+, 2e-; R4N+, e-. Pelarut-pelarut lain seperti amina, eter, dan heksametilphosphoramida telah diteliti dan menunjukkan kecenderungan untuk membentuk larutan jenis ini. Walaupun tidak ada yang secepat amonia, penstabilan kation oleh kompleksasi akan menghasilkan tipikal larutan biru di dalam eter. Elektron tersolvasi dapat diketahui bahkan di dalam larutan aqueous, tetapi dengan waktu hidup yang sangat pendek (10-3 detik)

Larutan-larutan dari elektron-elektron tersebut tidaklah merupakan keingin-tahuan laboratorium semata. Sebagai tambahan untuk menjadi basa-basa kuat, maka larutan-larutan tersebut harus juga bisa sebagai reduktor yang baik untuk satu elektron. Sebagai contoh, sampel murni superoksida logam alkali dapat dibuat dengan cepat dalam larutan-larutan tersebut.

M+ + e- + O2 M+ + O2-

(23)Selanjutnya ion superoksida dapat direduksi menjadi peroksida.

M+ + e- + O2- M+ + O22-

(24)Beberapa logam dapat juga dipaksa menjadi bilangan oksidasi yang tak biasa

[Pt(NH3)4]2+ + 2M+ + 2e- [Pt(NH3)4] + 2M+

(25)

Mo(CO)6 + 6Na+ + 6e- Na4[Mo(CO)4] + Na2C2O2

(26)

Au + M+ + e- M+ + Au-

(27)Kimia dari elektrida logam telah diteliti secara ekstensif dan walaupun perumusan M+e-adalah yang terbaik, tetapi kebanyakan akhli kimia juga memiliki emosi manusia berupa perasaan yang lebih aman dalam ilmu pengetahuannya jika para akhli memiliki sesuatu yang lebih nyata dibanding larutan-larutan dan persamaan-persamaan diatas kertas. Oleh karena itu, isolasi dan karakterisasi struktur sesium elektrida, [Cs(ligand)]+e- sebagai kristal tunggal dapat diterima. Kristalnya berwarna biru gelap dengan absorpsi tunggal maksimum pada 1500 nm, tampaknya tidak mempunyai anion (rumus empirisnya adalah 1 : 1, Cs : ligand, dengan sejumlah trace pengotor litium, suatu artifak dari tehnik sintesis) dan kebanyakan dirumuskan sebagai kompleks sesium elektrida.

Asam Sulfat

Sifat-sifat fisika asam sulfat dapat dilihat pada table di bawah ini

Titik didih

300oC (dapat terurai)

Titik beku

10,371oC

Densitas

1,83 g cm-3 (25oC)Permitifitas (konstanta dielektrik)110 0 (20oC)

Konduktifitas spesifik

1,04 x 10-2 -1cm-1 (25oC)

Viskositas

24,54 g cm-1 s-1(20oC)

Konstanta produk ion

2,7 x 10-4 mol2 L-2 (25oC)

Dari tabel diketahui bahwa harga konstanta dielektrik asam sulfat lebih besar dibanding konstanta dielektrik air sehingga asam sufat adalah merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat ionik dan dapat menyebabkan terjadinya autoionisasi secara ekstensif. Viskositasnya yang tinggi (kira 25 kali viskositas air), dapat menimbulkan kesulitan dalam eksperimen. Solut dapat larut secara lambat dan lambat juga mengkristal. Juga sulit untuk menghilangkan pelarut yang melekat/lengket dari material-material terkristalisasi. Lebih lanjut, pelarut yang tidak dikeringkan pada pembuatan kristal tidak dapat dihilangkan dengan cepat dengan cara evaporasi sebab tekanan uap asam sulfat sangat rendah. Autoionisasi asam sulfat dapat menghasilkan pembentukan ion hidrogen sulfat (bisulfat) dan proton tersolvasi

2H2SO4 == H3SO4+ + HSO4-

(28)Seperti yang diharapkan, larutan kalium hidrogen sulfat adalah suatu basa kuat dan dapat dititrasi dengan larutan yang mengandung ion-ion H3SO4+. Titrasi seperti ini dapat diikuti dengan cepat secara konduktometri dengan konduktifitas minimum pada titik netralisasi.

Metode lain yang telah dibuktikan sangat berguna dalam pemerolehan informasi tentang sifat-sifat solut di dalam larutan asam sulfat adalah pengukuran penurunan titik beku. Konstanta titik beku (k) untuk asam sulfat adalah 6,12 kg oC mol-1. Untuk larutan ideal, penurunan titik beku adalah

T = kmv

(29)dimana m adalah molalitas stoikiometri dan v adalah jumlah partikel yang terbentuk bila satu molekul solut dilarutkan dalam asam sulfat. Sebagai contoh, etanol bereaksi dengan asam sulfat sebagai berikut

C2H5OH + 2H2SO4 C2H5HSO4 + HSO4- + H3O+ v = 3(30)Ditemukan bahwa semua spesies yang bersifat basa di dalam air juga bersifat basa di dalam asam sulfat

OH- + 2H2SO4 2HSO4- + H3O+

v = 3

(31)

NH3 + H2SO4 HSO4- + NH4+

v = 2

(32)Demikian juga, air bersifat sebagai basa di dalam asam sulfat

H2O + H2SO4 HSO4- + H3O+

v = 2

(33)Amida seperti urea, yang adalah non-elektrolit di dalam air dan asam di dalam amonia menerima proton dari asam sulfat

NH2C(O)NH2 + H2SO4 HSO4- + NH2C(O)NH3+ v = 2(34)Asam asetat adalah suatu asam lemah di dalam larutan aqueous dan asam nitrat adalah suatu asam kuat, tetapi keduanya bersifat sebagai basa di dalam asam sulfat

CH3COOH + H2SO4 HSO4- + CH3COHOH+v = 2(35)HNO3 + 2H2SO4 2HSO4- + NO2+ + H3O+v = 4(36)

Asam sulfat adalah merupakan medium yang sangat asam dan hampir semua spesies kimia yang bereaksi dengannya berlangsung seperti itu dengan pembentukan ion-ion hidrogen sulfat dan basa-basa. Oleh karena kecenderungan molekul H2SO4 untuk mendonasikan proton sangat tinggi, maka molekul-molekul yang menunjukkan kecenderungan basa akan ditingkatkan menjadi HSO4-.

Asam perklorat adalah salah satu asam yang paling kuat, tetapi dalam asam sulfat secara praktis adalah suatu non-elektrolit , bersifat sebagai asam sangat lemah

HClO4 + H2SO4 == H3SO4+ + ClO4-

(37)Satu dari sedikit zat yang ditemukan bersifat sebagai suatu asam di dalam asam sulfat adalah asam disulfat (pyrosulfat). Asam ini terbentuk dari belerang trioksida dan asam sulfat

SO3 + H2SO4 H2S2O7

(38)

H2S2O7 + H2SO4 == H3SO4+ + HS2O7

(39)Satu perkecualian asam kuat dalam asam sulfat adalah hidrogen tetrakis(hidrogensulfato) borat, HB(HSO4)4. Senyawa ini belum bisa dibuat dan diisolasi dalam bentuk murni, tetapi larutannya dapat dibuat di dalam asam sulfat

H3BO3 + 6H2SO4 B(HSO4)4- + 3H3O+ + 2HSO4-v = 6

(40)Penambahan SO3 akan menghilangkan ion-ion H3O+ dan HSO4-B(HSO4)4- + 3H3O+ + 2HSO4- + 3SO3 H3SO4+ + B(HSO4)4- + 4H2SO4(41)

Beberapa asam yang sangat kuat diistilahkan sebagai asam super. Asam-asam ini mengandung asam Bronsted sangat kuat sederhana seperti asam disulfat, asam Lewis sangat kuat seperti antimon pentafluorida atau kombinasi dari keduanya. Satu hal yang paling menarik adalah asam magic yaitu suatu larutan antimon pentafluorida dalam asam fluorosulfonat. Nama asam magik diberikan ketika seorang mahasiswa doktoral menjatuhkan sepotong kecil lilin natal ke dalam larutan asam tersebut dan yang terjadi adalah lilin paraffin larut! Lilin tersusun dari rantai panjang alkana, yang tidak seharusnya larut di dalam pelarut yang sangat polar seperti asam magic. Lebih lanjut, spektrum 1H NMR dari sampel menunjukkan satu karakteristik tunggal yang tajam dari kation t-butil yang menunjukkan terdapat banyak pemutusan dan penyusunan kembali. Asam super yang paling kuat yang dikenal adalah larutan antimon pentafluorida dalam hidrogen fluoride

SbF5 + 2HF H2F+ + SbF6-

(42)Bahkan spesies yang bukan basa seperti Xe, H2, Cl2, Br2, dan CO2 menunjukkan dapat menerima ion H+ dari asam super, walaupun mungkin hanya dalam jumlah kecil. Tidak ada bukti bahwa Ar, O2, atau N2 bisa terprotonasi.Pelarut Aprotik

Pelarut-pelarut yang telah didiskusikan adalah merupakan gambaran yang umum dengan air dimana terjadi transfer ion hidrogen dan pembentukan ion onium. Dalam bab ini akan dibahas secara ringkas tentang pelarut-pelarut yang tidak mengalami ionisasi. Pelarut-pelarut ini dapat dibagi kedalam tiga golongan. Golongan pertama terdiri dari pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida dan sikloheksan yang adalah non-polar dan non-solvasi dan tidak mengalami autoionisasi.

Golongan kedua terdiri dari pelarut-pelarut yang polar dan tidak mengalami ionisasi. Beberapa contoh dari pelarut-pelarut ini antara lain, asetonitril, CH3CN; dimetil asetamida, CH3C(O)N(CH3)2; dimetil sulfoksida (dmso), (CH3)2SO; dan belerang dioksida, SO2. Walaupun pelarut-pelarut ini tidak men