Anestesi Pada Pasien Trauma Kapitis

download Anestesi Pada Pasien Trauma Kapitis

of 9

description

laporan kasus

Transcript of Anestesi Pada Pasien Trauma Kapitis

BAGIAN ANESTESIOLOGI, TERAPI INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN

JOURNAL READINGJANUARI 2016

JOURNAL :CAUDAL ANAESTHESIA FOR PEDIATRICS: AN UPDATEP.Silvani, A.Campores, M.R.Agostino,I.SalvioMinerva Journal of Anesthesiology. 2006;72-453-9

DIBAWA OLEH :David J PesireronC1111325

PEMBIMBING :dr. Pasrah Kitta

SUPERVISOR :Prof.Dr.dr. Muhammad Ramli Ahmad, SpAn (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ANESTESI, TEAPI INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : David J.PesireronNIM : C 111 11 325Judul Journal Reading : Anestesi Kaudal pada Pasien Anak

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Anestesi, Terapi Intensif dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2016

Mengetahui,

Supervisor, Pembimbing,

Prof.Dr.dr. Muhammad Ramli Ahmad, SpAn (K) dr. Pasrah

ANESTESI KAUDAL PADA PASIEN ANAKP.Silvani, A.Camporesi, M.R.Agostino,I.Salvo

Anestesi kaudal adalah teknik anestesi local yang paling sering digunakan pada pasien-pasien anak. Penggunaanya pertama kali dilaporkan pada tahun 1933 dan bertambah popular pada tahun 1960an. Teknik kaudal dipraktekkan pada 96% pasien anak di US, 61,5% di Prancis dan 49,5 % dari semua pasien anak yang terdaftar di Institusi kami. Walaupun sudah menjadi teknik yang sanagat umum diterima, beberapa batasan dalam melakukan teknik ini harus tetap diperhatikan: Yang pertama, teknik ini harus dilakukan dalam percobaan pertama (single shot technique) karena besarnya resiko kontaminasi kateter oleh massa faeces apabila digunakan berulang kali. Beberapa komplikasi dari teknik anestesi ini pun telah dilaporkan. Teknik anestesi lain dalam lingkup lebih kecil (Blok penis, Blok Ilioinguinal/iliohipogastrik) untuk operasi-operasi infraumbilikal, ataupun blok perifer pada operas-operasi ortopedik serta analgesic sistemik dapat menjadi alternative dari teknik ini. Peninjauan terbaru menyimpulkan bahwa masih kurang bukti yang dapat memberikan kesimpulan yang kuat tentang keampuhan analgesia kaudal dibandingkan dengan metode penghilang rasa sakit lain pada prosedur sirkumsisi, meskipun blok kaudal memang lebih efektif dibanding blok ilioinguinal dalam menekan respons stress seperti efek yang ditimbulkan pada pemberian epinefrin mapun norepinefrin.TeknikBlok ini mungkin merupakan teknik yang paling mudah dipelajari dari semua teknik anestesi regional, Schuepfer et al menunjukkan dalam penelitian mereka bahwa hanya dengan melakukan teknik ini sebanyak 32 kali maka seorang anestesiologis dapat dikatakan berpengalaman dalam melakukan teknik ini. Os sacrum dan hiatus sacrum merupakan struktur anatomi yang bervariasi tempatnya pada setia orang. Akan tetapi segitiga equilateral yang terletak diantara ujung apeks dari hiatus sacrum dan sisi superolateral dari sacral crests dapat digunakan dalam menentukan lokasi tepat dari hiatus sacrum pada saat akan melakukan blok. Ivani, mengusulkan beberapa variasi dari teknik, yaitu dengan cara memasukkan jarum dengan sudut 60% dan langsung menginjeksikan obat segera setelah jarum menembus ligament sacrococcygeal untuk mengurangi resiko dural puncture, kerusakan vascular, maupun injeksi intraosseus. Karena penggunaan jarum yang tidak hati-hati sehingga merusak jaringan dapat berkembang menjadi factor pemicu terjadinya tumor epidermoid di masa lanjut, maka penggunaan jarum metalik dengan kondisi baik dan disertai stylet atau kateter vena sangat direkomendasikan. Meskipun begitu, Baris tidak menemukan adanya pengaruh berarti dari penggunaan jarum khsusus untuk blok kaudal maupun jarum biasa. Beberapa teknik dapat dilakukan untuk menilai tepat tidaknya penempatan jarum kaudal, antara lain melalui stimulasi saraf, USG pasca injeksi bolus cairan saline sebagai cairan uji, whoosh test atau swoosh test. Kesalahan penempatan jarum sehingga jarum salah masuk ke area pembuluh darah ataupun tulang dapat mengakibatkan keracunan sistemik akibat masuknya agen anestesi local, dimana pada kesalahan penempatan jarum pada anestesi epidural maupun intratekal dapat mengakibatkan anestesi spinal total. Walaupun dengan teknik aspirasi, dimana bila dengan teknik aspirasi ditemukan adanya darah dann cairan yang keluar merupakan bukti konkrit adanya kesalahan penempatan jarum, hasil aspirasi yang negative memiliki sensitivitas yang kurang dalam menentukan bahwa jarum tidak salah tempat. Teknik yang paling umum digunakan untuk mndeteksi adanya injeksi sistemik atau intratekal yang tidak disengaja adlaah dengan menggunakan test dose. Akan tetapi, validitasnya telah banyak dipertanyakan di berbagai literature dan beberapa pusat kesehatan bahkan melarang penggunaan metode tersebut. Beberapa penelitian terbaru menganalisa kemampuan teknik test dose epidural klasik dibandingkan metode lain dalam mendeteksi adanya injeksi yang salah tempat. Walaupun memang dengan test dose epinefrin sebanyak 0,5 mcg/kgBB yang meningkatkan tekanan sistolik lebih dari 15mmHg memiliki sensitivitas yang cukup baik (81-100) dalam menentukan bahwa telah terjadi kesalahan penempatan jarum, masih perlu lebih banyak penelitian lagi dalam menentukan metode terbaik dalam mendeteksi adanya kesalahan penempatan jarum dalam teknik anestesi regional ini.Anestesi Lokal dan Bahan TambahannyaBupivacaine, levobupivacaine dan ropivacaine adalah agen yang paling sering digunakan dalam blok kaudal. Seperti telah dijelaskan oleh beberapa peneliti, tingkat penyebaran anestesi metameric sangat tergantung dari jumlah volume campuran obat yang diinjeksikan, dengan tingkat densitas dari anestesi yang dihasilkan tergantung dari konsentrasi agen anestesi didalamnya. Akan tetapi,tingkat konsentrasi yang tetap harus sudah ditetapkan sebelumnya untuk mencegah keracunan agen anestetik. Biasanya volume maksimum yang dapat digunakan adalah 1 ml/kg sedangkan konsentrasi minimal yang dapat memberikan anestesi yang adekuat serta analgesi post operatif yang disimpulkan di table II. Cairan anestetik yang dicampur dengan vasokontriktor (epinefrin 1:200.000) dulunya sering digunakan, namun baru-baru ini mulai ditinggalkan. Sebenarnya, metode yang paling sering digunakan untuk memperpanjang efek analgesi post-operatif adalah dengan menambahkan beberapa obat tambahan sebagai adjuvant dari cairan anestetik local. Bahan-bahan tambahan ini dapat dibagi menjadi non-opioid (klonidin, ketamine, S-ketamin, midazolam, neostigmine) dan opioid (morfin, fentanyl, buprenorphine, tramadol). Penggunaan opioid kaudal memperpanjang durasi analgesi dengan singnifikan tetapi memiliki beberapaefek samping (mual, muntah, pruritus, retensi urin) selain itu penggunaan opioid kaudal bersamaan dengan agen anestetik juga dapat meningkatkan resiko depresi napas. Karena alasan-alasan itu maka penggunaaan non-opioid sebagaia bahan adjuvant lebih dipilih dibanding opioid. Neostigmin contohnya, memeiliki insidens tinggi untuk beberapa efek samping (mual muntah pascaoperasi) dan penggunaan midazolam sampai sekarang masih kontroversial. Meskipun Wheeler dalam penelitiannya gagal menunjukkan keampuhan klonidine kaudal dalam memperpanjang periode analgesia pasca operasi, beberapa studi lain menunjukkan perpanjangan durasi yang signifikan ketika klonidin ditambahkan dalam campuran agen anestetik. Efek samping utama dari klonidin adalah hipotensi, bradikardi dan sedasi. Klonidin juga dapat berbahaya bagi neonates dan bayi preterm dan masih belum dapat direkomendasikan penggunaanya bagi anak di bawah 1 tahun atau bagi pasien dengan BB dibawah 10 kg.Keampuhan penggunaan ketamine kaudal untuk anak-anak telah diteliti dalam berbagai studi, dan ditemukan bahwa dosis optimal adalah 0,5 mg/kg. Meskipun memang dalam penggunaan ketamine tidak terlalu ditemukan adanya efek samping yang berarti, sampai kini masih diperdebatkan tentang kemungkinan neurotoksisitas akibat penggunaan ketamine.Kesimpulannya, walaupun tidak ditemukan adanya efek samping maupun efek toksik dalam penggunaan non opioid, namun tetap diperlukan beberapa tes control acak untuk lebih memastikan bahwa agen-agen ini memang aman digunakan sebagai adjuvant anestesi kaudal bagi pasien anak-anak. KomplikasiSurvei yang dilakukan oleh Giaufre melaporkan bahwa rasio komplikasi untuk blok kaudal adalah 0,7/1.000. Daftar komplikasi blok kaudal dapat dilihat di table III. Seperti telah dijelaskan di atas, injeksi epinefrin 0,5 mcg/kg dapat digunakan sebagai alat tes yangvalid untuk mendeteksi adanya kesalahan penempatan jarum di intravascular maupun intraosseus, tidak ada tes yang cukup sensitive dan spesifik untuk mendeteksi adanya kesalahan penempatan jarum di intratekal.

ComplicationConsequencesRate

Dural punctureTotal spinal anesthesia2,5/1.000

Intravascular injectionConvulsionArrythmias1,25/1.000

Difficult injectionNone0,6/1.000

Rectal penetrationNone0,6/1.000

Drug overdoseArrythmia0,6/1.000

Morphine apneaApnea0,6/1.000

Skin lesionNone0,6/1.000

Tabel IIIAbnormalitas seperti low-lying coni, tethered cords dan kista neurenterik baik itu intra maupun paraspinal dapat meningkatkan insidens kesalahan penempatan jarum di ruang intratekal pada saat tindakan. Defek-defek yang menjadi penyulit ini kadang tidak terdiagnosis. Gejala dapat muncul sebagai kelemahan ekstremitas bawah atau inkontinesia. 50-100% dari pasien dengan spinal disrapisme memiliki kelainan superfisial seperti dimples, hipertrikosis, hemangioma, lipoma dan hiperpigmentasi. Seperti telah disebutkan diatas, volume dari campuran agen anestetik yang diinjeksikan menentukan penyebaran adekuat efek anestesi sesuai level metameric yang diminta. Akan tetapi hanya beberapa studi yang meneliti tentang peran volume dalam menentukan kualitas dan durasi blok. Oleh karena itu kami melakukan sebuah penelitian untuk menganalisa efek dari dosis tetap ropivacaine yang diinjeksikan dengan volume yang bervariasi terhadap durasi analgesia pasca operasi dalam operasi perbaikan hipospadia.Metode dan MaterialSetelah persetujuan dari IRB dan informed consent orangtua, 30 anak-anak (umur 1-5 tahun) yang dijadwalkan mengikuti operasi perbaikan hipospadia diikutkan kedalam penelitian ini. Semua anak dalam keadaan sehat (ASA I) dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap anestesi kaudal. Setelah puasa dan diberikan premedikasi standar (midazolam 0,3 mg/kg per OS, diberikan 45 menit sebelum operasi), induksi anestesi dilakukan dengan thiopental (5 mg/kg) dengan maintenance sevoflurane dalam oksigen (FiO2 0.5). Jalan napas dijaga dengan laryngeal mask maupun intubasi orotrakeal tergantung preferensi anestesiologis.Setelah induksi,dilakukan blok kaudal dengan ropivacaine 0,375% dengan dosis 0,5 ml/kg (Low Volume High Concentration Group, LVHC) atau ropivacaine 0,1% dengan dosis 1,8 ml/kg dengan dosis maksimum 25 ml (High Volume Low Concentration Group, HVLC). Blok kaudal dilakuka dengan pasien pada poisi lateral decubitus menggunakan jarum kaudal Epican 20 G, anestesi local diinjeksikan selama 60 detik. Operasi dimulai 10 menit stelah blok selesai dilakukan. Konsentrasi sevofluran pada inspirasi dan tidal akhir diukur. Saturasi oksigen perifer, denyut jantung, dan tekanan darah juga dipantau sepanjang operasi. Semua tanda vital diukur tiap 5 menit. Minimum Alveolar Anesthetic Concentration (MAC)-h ( nilai rata-rata MAC dalam tiap periode 1 jam) diukur di tiap kelompok. Volume tidal akhir sevoflurane dipertahankan di level 4% selama 10 menit pertama setelah blok dilakukan dan dikurangi perlahan-lahan sesuai parameter klinik (apabila tekanan darah arterial atau denyut jantung menurun 20% dari ambang dasar atau kehilangan respons sperti keringat) Setelah anestesi selesai pasien tetap dipantau di ruang evaluasi. Nyeri dinilai menggunakan Children Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS) dan agitasi sevoflurane pasca operasi dinilai dengan skala 4 angka ( 1=tenang, 2-tidak tenang, tapi masih dapat ditenangkan dengan mudah, 3= Gaduh gelisah moderat, 4= Disorientasi, sikap melawan) Fentanyl 1mcg/kg diberikan apabila skala nyeri melebihi atau sama dengan 9 dan untuk skor agitasi 3 atau 4 ditangani dengan ppemberian midazolam 0,1 mg/kg. Blokade motoris dinilai dengan skor Bromage ( 0=Tidak ada blok motoris, 1=dapat menggerakkan kaki,2=tidak dapat menggerakkan kaki) Pasien kemudian dipindahkan ke bangsal perawatan dan dipantau selama 24 jam untuk menilai ada tidaknya nyeri pascaoperasi. Waktu yang diukur adalah waktu dari masuknya obat anestesi sampai adanya insidens skor CHEOPS >9 yang adalah ujung primer dari studi. Ujung sekunder adalah nilai dari MAC-h dan blockade motoris.HASIL30 pasien didaftarkan mengikuti penelitian. Semua pasien dinilai memiliki tingkat analgesi itnraoperatif yang cukup baik dan tidak satupun memerlukan tambahan analgetik intraoperasi.Kelompok-kelompok pasien ternyata berbeda secara statistic baik dari segi umur dan berat badan. Secara spesifik anak-anak dengan umur yang lebih tua dan berat badan lebih besar adalah kelompok mayoritas objek peneltian. Ini dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan kecenderungan anestesiologis dalam memberikan blok kade rendah volume dan tinggi konsentrasi pada anak-anak dengan berat yang dapat meleblebihi batas aman volume bila diberikan campuran dengan volume tinggi dan konsentrasi rendag. Waktu pemberian analgesi pasca operasi diukur dari 2 grup dengan analisis bervariasi tergantung umur, berat dan durasi prosedur operasi. Perbedaan waktu pemberian ternyata sangat berbeda. Kami juga menemukan adanya skor Bromage 2 segera setelah anestesi selesai pada 7 orang pasien dalam grup LVHC sedangkan sisanya memiliki skor 1. Pada grup HVLC tidak ada pasein yang memiliki skor 2 dan 6 pasien memiliki skor 1. 3 anak-anak dalam grup LVHC membutuhkan pemberian midazolam di ruang evaluasi karena skor agitasi yang mencapai angka 3 dan 4LVHC (mean+ SD)HVLC (mean + SD)Significance

Rescue analgesia time520,67 + 480952,00 + 506P=0,024

Mac-h0,77 + 0,270,86 + 0,36NS

DiskusiVolume analgesic kaudal epidural yang dibutuhka telah beberapa kali dievaluasi oleh beberapa peneliti. Dosis volume per kilogram menghasilkan korelasi ketat dengan jumlah dermatom yang teranestesi tanpa adanya kemungkinan timbulnya false negative. Beberapa penelitian mempertimbangkan volume dari campuran agen anestetik sebagai factor penentu dari kualitas dan durasi blockade. Deskripsi dari blockade neuroaksial dari Bromage menunjukkan bahwa blockade mengalami penurunan dari dari area dengan konsentrasi anestetik terendah menuju daeerah dengan konsentrasi tertinggi. Dari sudut pandang ini, dapat dilihat bahwa anestetik dengan volume yang tinggi seharusnya efektif dalam memberikan efek analgesia yang panjang dan bertahan lama dalam prosedur operasi dimana inervasi metameric yang diperlukan berada di tingkat yang rendah. Kami memilih prosedur perbaikan hipospadia karena prosedur tersebut cocok dengan karakteristik yang dimaksud dank arena prosedur ini merupakan prosedur dimana efek analgesi pasca operasi agak sulit didapatkan.Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khalil baru-baru ini, gagal menunjukkan keampuhan ropivacaine 0,1% dalam memberikan analgesi pasca operasi yang cukup baik dimana menurut penelitian kami penggunaan campuran anestesi dengan volume tinggi dan konsentrasi rendah lebih dapat memberikan efek analgesia yang bertahan lama dan mengkonfirmasi hipotesis regresi blockade yang berjalan cranio-caudal.Kami mengharapkan adanya perbedaan yang signifikan dari nilai Mac-h diantara grup yang diteliti dengan nilai yang rendah pada grup LVHC karena adanya efek anesthetic sparing effect pada anestesi dengan konsentrasi yang tinggi. Akan tetapi hasil penelitian kami tidak menunjukkan adanya perbedaan berarti diantara kedua grup. KesimpulanSebagai kesimpulan, pemberian campuran anestetik dengan volume yang tinggi dan konsentrasi yang rendah di area kaudal ternyata lebih dapat memberikan efek analgesia pasca operasi yang lebih panjang dan blockade motoris pasca operasi yang lebih rendah pada operasi peprbaikan hipospadia.

.