Trauma Kapitis Kkk

66
BAB 2 LAPORAN KASUS 2.1. Anamnesis 2.1.1. Identitas Pribadi Nama : Warianto Jenis Kelamin : laki-laki Usia : 19 th 9 bln Suku Bangsa : Indonesia Agama : Islam Alamat : Huta I Pardamoan Nagori Kec Bandar Musil Status : Belum Kawin Pekerjaan : Wiraswasta Tanggal Masuk : 14 Juni 2012 Tanggal Keluar : 2.1.2. Anamnesa Keluhan Utama : Penurunan kesadaran Telaah : Hal ini dialami Os setelah Os mengalami kecelakaan lalu lintas 2 minggu yang lalu. Posisi jatuh tidak jelas. Riwayat kejang dan muntah tidak di jumpai. Sebelumnya Os telah dirawat di RS Siantar selama 10hari Riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus, penyakit jantung tidak dijumpai Riwayat Penyakit Terdahulu : - Riwayat penggunaan obat : Tidak jelas

description

trauma kapitis bahasa indonesia ddddddddddddddddddddddddddddd

Transcript of Trauma Kapitis Kkk

Page 1: Trauma Kapitis Kkk

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1. Anamnesis

2.1.1. Identitas Pribadi

Nama : Warianto

Jenis Kelamin : laki-laki

Usia : 19 th 9 bln

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Huta I Pardamoan Nagori Kec Bandar Musil

Status : Belum Kawin

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Masuk : 14 Juni 2012

Tanggal Keluar :

2.1.2. Anamnesa

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Telaah : Hal ini dialami Os setelah Os mengalami kecelakaan lalu

lintas 2 minggu yang lalu. Posisi jatuh tidak jelas.

Riwayat kejang dan muntah tidak di jumpai. Sebelumnya

Os telah dirawat di RS Siantar selama 10hari

Riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus, penyakit jantung

tidak dijumpai

Riwayat Penyakit Terdahulu : -

Riwayat penggunaan obat : Tidak jelas

2.1.3. Anamnesa Traktus

Traktus Sirkulatorius : TD 110/80mmhg

Traktus Respiratorius : dalam batas normal

Traktus Digestivus : dalam batas normal

Traktus Urogenitalis : dalam batas normal

Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : kecelakaan lalu lintas ½ bulan lalu

Page 2: Trauma Kapitis Kkk

Intoksikasi dan Obat-obatan : tidak jelas

2.1.4. Anamnesa Keluarga

Faktor Herediter : Tidak ada riwayat keluarga

Faktor Familier : Tidak ada riwayat keluarga

Lain-lain : (-)

2.1.5. Anamnesa Sosial

Kelahiran dan Pertumbuhan : Lahir spontan.

pertumbuhan dalam batas normal

Imunisasi : tidak jelas

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : wiraswasta

Perkawinan dan Anak :belum menikah

2.2. Pemeriksaan Jasmani

2.2.1. Pemeriksaan Umum

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Frekuensi Nafas : 24 x/menit

Temperatur : 36,5 0C

Kulit dan Selaput Lendir : dalam batas normal

Kelenjar dan Getah Bening : dalam batas normal

Persendian : dalam batas normal

2.2.2. Kepala dan Leher

Bentuk dan Posisi : bulat dan medial

Pergerakan : tidak dapat dinilai

Kelainan Panca Indera : tidak dapat dinilai

Rongga Mulut dan Gigi : dalam batas normal

Kelenjar Parotis : dalam batas normal

Desah : (-)

Dan Lain-lain : (-)

Page 3: Trauma Kapitis Kkk

2.2.3. Rongga Dada dan Abdomen Rongga Dada Rongga Abdomen

Inspeksi : simetris fusiformis simetris

Perkusi : sonor timpani

Palpasi : sulit di nilai soepel

Auskultasi : vesikuler peristaltik(+)N

2.2.4. Genitalia

Toucher :Tidak dilakukan pemeriksaan

2.3. Status Neurologis

2.3.1. Sensorium : Somnolen

2.3.2. Kranium

Bentuk : bulat

Fontanella : tertutup

Palpasi : pulsasi a.carotis dan a.temporalis (+)

Perkusi : Cracked pot sign (-)

Auskultasi : desah (-)

Transilumnasi : tidak dilakukan pemeriksaan

2.3.3. Perangsangan Meningeal

Kaku Kuduk : (-)

Tanda Kernig : (-)

Tanda Brudzinski I : (-)

Tanda Brudzinski II : (-)

2.3.4. Peningkatan Tekanan Intrakranial

Muntah : (-)

Sakit Kepala : (-)

Kejang : (-)

Page 4: Trauma Kapitis Kkk

2.3.5. Saraf Otak/Nervus Kranialis

Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia : Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Anosmia : Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Parosmia : Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Hiposmia : Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Nervus II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Visus : Tidak dapat dinilai Sulit dinilai

Lapangan Pandang

Normal : Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Menyempit : Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Hemianopsia : Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Scotoma : Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Refleks Ancaman : (-) (-)

Fundus Okuli

Warna : tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan

Batas : tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan

Ekskavasio : tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan

Arteri : tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan

Vena : tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Gerakan Bola Mata :tidak dapa dinilai tidak dapat dinilai

Nistagmus : (-) (-)

Pupil

Lebar : 3 mm 3 mm

Bentuk : bulat bulat

Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)

Refleks Cahaya tidak Langsung : (+) (+)

Rima Palpebra : Ø 7 mm Ø 7 mm

Deviasi Konjugate : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Page 5: Trauma Kapitis Kkk

Fenomena Doll’s Eye : (+) (+)

Strabismus : (-) (-)

Nervus V Kanan Kiri

Motorik

Membuka dan Menutup Mulut : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Palpasi Otot Masseter & Temporali : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Kekuatan Gigitan : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Sensorik

Kulit : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Selaput Lendir : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Refleks Kornea

Langsung : (+) (+)

Tidak Langsung : (+) (+)

Refleks Masseter : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Refleks Bersin : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Nervus VII Kanan Kiri

Motorik

Mimik : sudut mulut simetris sudut mulut simetris

Kerut Kening : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Menutup Mata : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Meniup Sekuatnya : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Memperlihatkan Gigi : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Tertawa : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Sensorik

Pengecapan 2/3 Depan Lidah : tidak dapat dinilai

Produksi Kelenjar Ludah : tidak bisa dinilai

Hiperakusis : tidak dapat dinilai

Refleks Stapedial : tidak dapat dinilai

Page 6: Trauma Kapitis Kkk

Nervus VIII Kanan Kiri

Auditorius

Pendengaran : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Test Rinne : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Test Weber : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Test Schwabach : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Vestibularis

Nistagmus : (-) (-)

Reaksi Kalori : tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan

Vertigo : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Tinnitus : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Nervus IX, X

Pallatum Mole : simetris

Uvula : medial

Disfagia : tidak dapat dinilai

Disartria : tidak dapat dinilai

Disfonia : tidak dapat dinilai

Refleks Muntah : (+)

Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : tidak dapat dinilai

Nervus XI Kanan Kiri

Mengangkat Bahu : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Nervus XII

Lidah

Tremor : (-)

Atrofi : (-)

Fasikulasi : (-)

Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : medial

Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : tidak dapat dinilai

Page 7: Trauma Kapitis Kkk

2.3.6. Sistem Motorik

Trofi : eutrofi

Tonus Otot : normotonus

Kekuatan Otot : sulit dinilai, kesan lateralisasi kek kiri

Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : Sikap duduk (-)/berbaring (+)/berdiri (-)

2.3.7. Gerakan Spontan Abnormal

Tremor : (-)

Khorea : (-)

Ballismus : (-)

Mioklonus : (-)

Atetotis : (-)

Distonia : (-)

Spasme : (-)

Tic : (-)

Dan Lain-lain : (-)

2.3.8. Tes Sensibilitas

Eksteroseptif : tidak bisa dinilai

Proprioseptif : tidak dapat dinilai

Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas

Stereognosis : tidak dilakukan pemeriksaan

Pengenalan Dua Titik : tidak dilakukan pemeriksaan

Grafestesia : tidak dilakukan pemeriksaan

2.3.9. Refleks Kanan Kiri

2.3.9.1. Refleks Fisiologis

Biceps : (+) (+)

Triceps : (+) (+)

Radioperiost : (+) (+)

Page 8: Trauma Kapitis Kkk

APR : (+) (+)

KPR : (+) (+)

Strumple : (+) (+)

2.3.9.2. Refleks Patologis

Babinski : (-) (-)

Oppenheim : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Schaefer : (-) (-)

Hoffman-Tromner : (-) (-)

Klonus Lutut : (-) (-)

Klonus Kaki : (-) (-)

Refleks Primitif : (-) (-)

2.3.10. Koordinasi

Lenggang : tidak dapat dinilai

Bicara : tidak dapat dinilai

Menulis : tidak dapat dinilai

Percobaan Apraksia : tidak dapat dinilai

Mimik : wajah simetris

Test Telunjuk-Telunjuk : tidak dapat dinilai

Test Telunjuk-Hidung : tidak dapat dinilai

Diadokhokinesia : tidak dapat dinilai

Test Tumit-Lutut : tidak dapat dinilai

Test Romberg : tidak dapat dinilai

2.3.11. Vegetatif

Vasomotorik : (+)

Sudomotorik : tidak dilakukan pemeriksaan

Pilo-Erektor : tidak dapat dinilai

Miksi : dalam batas normal

Defekasi : dalam batas normal

Page 9: Trauma Kapitis Kkk

Potens dan Libido : tidak dilakukan pemeriksaan

2.3.12. Vertebra

Bentuk

Normal : (+)

Scoliosis : (-)

Hiperlordosis : (-)

Pergerakan

Leher : dalam batas normal

Pinggang : sulit dilakukan penilaian

2.3.13. Tanda Perangsangan Radikuler

Laseque : tidak dapat dinilai

Cross Laseque : tidak dapat dinilai

Test Lhermitte : tidak dapat dinilai

Test Naffziger : tidak dapat dinilai

2.3.14. Gejala-Gejala Serebelar

Ataksia : tidak dapat dinilai

Disartria : tidak dapat dinilai

Tremor : tidak dapat dinilai

Nistagmus : tidak dapat dinilai

Fenomena Rebound : tidak dapat dinilai

Vertigo : tidak dapat dinilai

Dan Lain-lain : (-)

2.3.15. Gejala-Gejala Ekstrapiramidal

Tremor : (-)

Rigiditas : (-)

Bradikinesia : (-)

Dan Lain-lain : (-)

Page 10: Trauma Kapitis Kkk

2.3.16. Fungsi Luhur

Kesadaran Kualitatif : Somnolen

Ingatan Baru : tidak dapat dinilai

Ingatan Lama : tidak dapat dinilai

Orientasi

Diri : tidak dapat dinilai

Tempat : tidak dapat dinilai

Waktu : tidak dapat dinilai

Situasi : tidak dapat dinilai

Intelegensia : tidak dapat dinilai

Daya Pertimbangan : tidak dapat dinilai

Reaksi Emosi : tidak dapat dinilai

Afasia

Ekspresif : tidak dapat dinilai

Represif : tidak dapat dinilai

Apraksia : tidak dapat dinilai

Agnosia

Agnosia visual : tidak dapat dinilai

Agnosia Jari-jari : tidak dapat dinilai

Akalkulia : tidak dapat dinilai

Disorientasi Kanan-Kiri : tidak dapat dinilai

2.4. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14 juni 2012Jenis

PemeriksaanSatuan Hasil Nilai Normal

HematologiHemoglobin g/dl 15,6 13,2-17,3 Eritrosit 103/mm3 5,57 4,2-4,87LeukositTrombosit

103/mm3

103/mm316,27593

4,5-11150.000-450.000

Kimia KlinikFaal Hati

AST/SGOT U/L 30 < 38ALT/SGPT U/L 22 < 41

Karbohidrat

Page 11: Trauma Kapitis Kkk

Glukosa darah (puasa)

mg/dL 105 <200

GinjalUreum mg/dL 45,7 <50Kreatinin mg/dL 0,59 0,7-1,2Urea Acid mg/dL 2,9 <5,7

Elektrolit

Natrium (Na) mEq/l 130 135-155Kalium(K) mEq/l 3,8 3,6-5,5

Klorida (Cl)Analisa Gas Darah pH PCO2

PO2

Bicarbonat (HCO3) Total Co2

Kelebihan basa (BE) Saturasi O2

mEq/l

mmHgmmHg

mmol/m

mmol/mmmol/m

%

100

7,43424,393,115,6

17,8-6,4

97,1

96-106

7,35-7,4538-4285-10022-26

19-25(-2)-(+2)

95-100

2.5 Kesimpulan Pemeriksaan

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Telaah : . Hal ini dialami Os setelah Os mengalami kecelakaan lalu lintas ½

bulan yang lalu. Posisi jatuh tidak jelas. Riwayat kejang dan

muntah tidak di jumpai. Sebelumnya Os telah dirawat di RS

Siantar selama 10hari. Riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus,

penyakit jantung tidak dijumpai

Status Presens

Sens : Somnolen

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Frekuensi Nafas : 24 x/menit

Temperatur : 36,5 0C

Nervus Kranialis

N. I : Sulit di nilai

N. II,III : RC +/+; pupil isokor Ø=3mm

Page 12: Trauma Kapitis Kkk

N. III,IV,VI : Doll’s eye phenomenon (+)

N. V : refleks kornea (+)

N. VII : Sudut mulut simetris

N. VIII : Sulit di nilai

N. IX, X : Gag reflex (+)

N. XI : Sulit di nilai

N. XII : Lidah istirahat medial

STATUS NEUROLOGIS

Sensorium : Somnolen

Peningkatan TIK : Sakit kepala (-), Muntah (-), Kejang (-)

Rangsang Meningeal : (-)

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

B/T : +/+ +/+

KPR/APR : +/+ +/+

Refleks Patologis Kanan Kiri

H/T : -/- -/-

Babinski : - -

Kekuatan Motorik : Sulit di nilai, kesan lateralisasi kekiri

DIAGNOSA

DIAGNOSA FUNGSIONA : Somnolen + Hemiparese Sinistra ec Trauma kapitis

berat

DIAGNOSA ETIOLOGIK :

DIAGNOSA ANATOMIK :

DIAGNOSA KERJA : Somnolen + Hemiparese Sinistra ec Trauma kapitis

berat

PENATALAKSANAAN

- Bed rest

- NGT & Catheter terpasang

- O2 5-6 L/i face mask

- IVFD Ringer Solution 20 gtt/i

Page 13: Trauma Kapitis Kkk

- Inj Cithicolin 1 amp / 12 jam iv

RENCANA PEMERIKSAAN

Darah Lengkap

Elektrolit

KGD n / 2 jam pp

Lipid profile

EKG

Foto Thoraks AP

Head CT Scan

Follow Up

15 Juni 2012 16 Juni 2012 17 Juni 2012

Keluhan

Utama

Penurunan

Kesadaran

Lemah lengan dan

tungkai kiri

Lemah lengan dan

tungkai kiri

Keluhan

Tambahan

- - -

Status Presens Sens: Sopor

TD: 130/70 mmHg

HR: 84 x/ menit

RR: 20 x/ menit

T: 38,3 ºC

Sens: sopor

TD: 130/700 mmHg

HR: 84 x/ menit

RR: 22 x/ menit

T: 38,3 ºC

Sens: sopor

TD: 160/110 mmHg

HR: 72 x/ menit

RR: 20 x/ menit

T: 36,2 ºC

Peningkatan

Tekanan

Intrakranial

(-) (-) (-)

Perangsangan

meningeal

(-) (-) (-)

Nervus

Kranialis

N I : Tidak bisa

dinilai

N II, III : refleks

cahaya +/+, pupil

isokor Ø=3mm

N III, IV, VI : doll’s

N I : tidak bisa dinilai

N II, III : refleks

cahaya +/+, pupil

isokor Ø=3mm

N III, IV, VI : gerak

bola mata (+)

N I : tidak bisa dinilai

N II, III : refleks

cahaya +/+, pupil

isokor Ø=3mm

N III, IV, VI : gerak

bola mata (+)

Page 14: Trauma Kapitis Kkk

eye phenomenon (+)

N V : refleks kornea

(+)

N VII : Sudut mulut

simetris

N VIII : tidak bisa

dinilai

N IX, X : gag reflex

(+)

N XI : tidak bisa

dinilai

N XII : lidah

istirahat medial

N V : membuka-tutup

mulut (+)

N VII : Sudut mulut

simetris

N VIII : tidak bisa

dinilai

N IX, X : uvula

medial

N XI : tidak bisa

dinilai

N XII : lidah istirahat

medial

N V : membuka-tutup

mulut (+)

N VII : Sudut mulut

simetris

N VIII : tidak bisa

dinilai

N IX, X : uvula medial

N XI : tidak bisa

dinilai

N XII : lidah istirahat

medial

Refleks

Fisiologis

Biceps/Triceps

APR/KPR

Kanan Kiri

+/+ +/+

+/+ +/+

Kanan Kiri

+/+ +/+

+/+ +/+

Kanan Kiri

+/+ +/+

+/+ +/+

Refleks

Patologis

H/T

Babinski

Kanan Kiri

-/- -/-

- -

Kanan Kiri

-/- -/-

- -

Kanan Kiri

-/- -/-

- -

Kekuatan

Motorik

Sulit di nilai; kesan

lateralisasi ke kiri

Sulit di nilai; kesan

lateralisasi ke kiri

Sulit di nilai; kesan

lateralisasi ke kiri

Diagnosa Sopor + Hemiparese

Sinistra ec Trauma

Kapitis Berat

Sopor + Hemiparese

Sinistra ec Trauma

Kapitis Berat

Sopor + Hemiparese

Sinistra ec Trauma

Kapitis Berat

Terapi - Bed rest

- NGT & Catheter

terpasang

- O2 5-6 L/i face

mask

- IVFD Ringer

Solution 20 gtt/i

- Bed rest

- NGT & Catheter

terpasang

- O2 5-6 L/i face

mask

- IVFD Ringer

Solution 20 gtt/i

- Bed rest

- NGT & Catheter

terpasang

- O2 5-6 L/i face

mask

- IVFD Ringer

Solution 20 gtt/i

Page 15: Trauma Kapitis Kkk

- Inj Cithicolin 1

amp / 12 jam iv

- Inj ceftriaxone

1g/12jam

- PCT tab 500mg

3x1

- Vit B comp tab

3x1

- Inj Cithicolin 1

amp / 12 jam iv

- Inj ceftriaxone

1g/12jam

- PCT tab 500mg

3x1

- Vit B comp tab

3x1

- Inj Cithicolin 1

amp / 12 jam iv

- Inj ceftriaxone

1g/12jam

18 Juni 2012 19 Juni 2012 20 Juni 2012

Keluhan

Utama

Penurunan

Kesadaran

Lemah lengan dan

tungkai kiri

Lemah lengan dan

tungkai kiri

Keluhan

Tambahan

- - -

Status Presens Sens: Sopor

TD: 130/70 mmHg

HR: 82 x/ menit

RR: 22 x/ menit

T: 38,7 ºC

Sens: apatis

TD: 130/700 mmHg

HR: 84 x/ menit

RR: 22 x/ menit

T: 38,3 ºC

Sens: sopor

TD: 160/110 mmHg

HR: 72 x/ menit

RR: 20 x/ menit

T: 36,2 ºC

Peningkatan

Tekanan

Intrakranial

(-) (-) (-)

Perangsangan

meningeal

(-) (-) (-)

Nervus

Kranialis

N I : Tidak bisa

dinilai

N II, III : refleks

cahaya +/+, pupil

isokor Ø=3mm

N III, IV, VI : doll’s

eye phenomenon (+)

N V : refleks kornea

N I : tidak bisa dinilai

N II, III : refleks

cahaya +/+, pupil

isokor Ø=3mm

N III, IV, VI : gerak

bola mata (+)

N V : membuka-tutup

mulut (+)

N I : tidak bisa dinilai

N II, III : refleks

cahaya +/+, pupil

isokor Ø=3mm

N III, IV, VI : gerak

bola mata (+)

N V : membuka-tutup

mulut (+)

Page 16: Trauma Kapitis Kkk

(+)

N VII : Sudut mulut

simetris

N VIII : tidak bisa

dinilai

N IX, X : gag reflex

(+)

N XI : tidak bisa

dinilai

N XII : lidah

istirahat medial

N VII : Sudut mulut

simetris

N VIII : tidak bisa

dinilai

N IX, X : uvula

medial

N XI : tidak bisa

dinilai

N XII : lidah istirahat

medial

N VII : Sudut mulut

simetris

N VIII : tidak bisa

dinilai

N IX, X : uvula medial

N XI : tidak bisa

dinilai

N XII : lidah istirahat

medial

Refleks

Fisiologis

Biceps/Triceps

APR/KPR

Kanan Kiri

+/+ +/+

+/+ +/+

Kanan Kiri

+/+ +/+

+/+ +/+

Kanan Kiri

+/+ +/+

+/+ +/+

Refleks

Patologis

H/T

Babinski

Kanan Kiri

-/- -/-

- -

Kanan Kiri

-/- -/-

- -

Kanan Kiri

-/- -/-

- -

Kekuatan

Motorik

Sulit di nilai; kesan

lateralisasi ke kiri

Sulit di nilai; kesan

lateralisasi ke kiri

Sulit di nilai; kesan

lateralisasi ke kiri

Laboratorium,

Foto, dan

konsul

Hasil Foto Toraks

Tidak tampak

kelainan pada cord

an pulmo

Hasil Foto Cervical

AP/ L

Tidak tampak fraktur

maupun

spondillolistesis

Vertebra Cervicalis

Page 17: Trauma Kapitis Kkk

Hasil CT-Scan

Tampak infark di

bangsal ganglia kiri

Jawaban konsul

paru:

Dd:

Pneumonia aspirasi

Pneumonia

nosokomial,

Tx: inj ceftriaxone 1

amp/12 jam

Diagnosa Sopor + Hemiparese

Sinistra ec Trauma

Kapitis Berat

Apatis + Hemiparese

Sinistra ec Trauma

Kapitis Berat

Sopor + Hemiparese

Sinistra ec Trauma

Kapitis Berat

Terapi - Bed rest

- NGT & Catheter

terpasang

- O2 5-6 L/i face

mask

- IVFD NaCl

0,9% 20 gtt/i

- Inj Cithicolin 1

amp / 12 jam iv

- Inj ceftriaxone

1g/12jam

- PCT tab 500mg

3x1

- Vit B comp tab

3x1

- Bed rest

- NGT & Catheter

terpasang

- O2 5-6 L/i face

mask

- IVFD Ringer

Solution 20 gtt/i

- Inj Cithicolin 1

amp / 12 jam iv

- Inj ceftriaxone

1g/12jam

- PCT tab 500mg

3x1

- Vit B comp tab

3x1

- Bed rest

- NGT & Catheter

terpasang

- O2 5-6 L/i face

mask

- IVFD Ringer

Solution 20 gtt/i

- Inj Cithicolin 1

amp / 12 jam iv

- Inj ceftriaxone

1g/12jam

Page 18: Trauma Kapitis Kkk

21 Juni 2012 22 Juni 2012 23 Juni 2012

Keluhan

Utama

Penurunan Kesadaran Lemah lengan dan

tungkai kiri

Lemah lengan dan

tungkai kiri

Keluhan

Tambahan

- - -

Status Presens Sens: Sopor

TD: 120/80 mmHg

HR: 82 x/ menit

RR: 22 x/ menit

T: 36,7 ºC

Sens: sopor

TD: 120/800 mmHg

HR: 82 x/ menit

RR: 22 x/ menit

T: 36,7 ºC

Sens: sopor

TD: 160/110 mmHg

HR: 72 x/ menit

RR: 20 x/ menit

T: 36,2 ºC

Peningkatan

Tekanan

Intrakranial

(-) (-) (-)

Perangsangan

meningeal

(-) (-) (-)

Nervus

Kranialis

N I : Sulit dinilai

N II, III : refleks

cahaya +/+, pupil

isokor Ø=3mm

N III, IV, VI : doll’s

eye phenomenon (+)

N V : membuka-tutup

mulut (+),refleks

kornea (+)

N VII : Sudut mulut

simetris

N VIII : pendengaran

normal

N IX, X : uvula

medial, gag reflex(+)

N XI : angkat bahu

N I : sulit dinilai

N II, III : refleks

cahaya +/+, pupil

isokor Ø=3mm

N III, IV, VI : doll’s

eye phenomenon (+) N

V : membuka-tutup

mulut (+),refleks

kornea (+)

N VII : Sudut mulut

simetris

N VIII : pendengaran

normal

N IX, X : uvula medial,

gag reflex (+)

N XI : sulit dinilai

N I : sulit dinilai

N II, III : refleks

cahaya +/+, pupil

isokor Ø=3mm

N III, IV, VI : doll’s

eye phenomenon (+)

N V : membuka-tutup

mulut (+),refleks

kornea (+)

N VII : Sudut mulut

simetris

N VIII : pendengaran

normal

N IX, X : uvula medial,

gag reflex (+)

N XI : sulit dinilai

Page 19: Trauma Kapitis Kkk

normal

N XII : lidah istirahat

medial

N XII : lidah istirahat

medial

N XII : lidah istirahat

medial

Refleks

Fisiologis

Biceps/Triceps

APR/KPR

Kanan Kiri

+/+ +/+

+/+ +/+

Kanan Kiri

+/+ +/+

+/+ +/+

Kanan Kiri

+/+ +/+

+/+ +/+

Refleks

Patologis

H/T

Babinski

Kanan Kiri

-/- -/-

- -

Kanan Kiri

-/- -/-

- -

Kanan Kiri

-/- -/-

- -

Kekuatan

Motorik

Sulit di nilai; kesan

lateralisasi ke kiri

Sulit di nilai; kesan

lateralisasi ke kiri

Sulit di nilai; kesan

lateralisasi ke kiri

Diagnosa apatis+ Hemiparese

Sinistra ec Trauma

Kapitis Berat

apatis + Hemiparese

Sinistra ec Trauma

Kapitis Berat

apatis + Hemiparese

Sinistra ec Trauma

Kapitis Berat

Terapi - Bed rest

- NGT & Catheter

terpasang

- IVFD Ringer

Solution 20 gtt/i

- Inj Cithicolin 1

amp / 12 jam iv

- Inj ceftriaxone

1g/12jam

- PCT tab 500mg

3x1

- Vit B comp tab

3x1

- Bed rest

- NGT & Catheter

terpasang

- IVFD Ringer

Solution 20 gtt/i

- Inj Cithicolin 1

amp / 12 jam iv

- Inj ceftriaxone

1g/12jam

- PCT tab 500mg

3x1

- Vit B comp tab

3x1

- Bed rest

- NGT & Catheter

terpasang

- IVFD Ringer

Solution 20 gtt/i

- Inj Cithicolin 1

amp / 12 jam iv

- Inj ceftriaxone

1g/12jam

- PCT tab 500mg

3x1

- Vit B comp tab

3x1

BAB I

Page 20: Trauma Kapitis Kkk

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung

mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.1

Di Amerika Serikat pada tahun 1990 dilaporkan kejadian cedera kepala 200/100.000

penduduk pertahun. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5%

yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara

konservatif.2

Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan

pembangunan, frekuensi trauma kapitis cenderung makin meningkat. Trauma kapitis

berperan pada kematian akibat trauma, mengingat kepala merupakan bagian yang rentan

dan sering terlibat dalam kecelakaan. Insiden trauma kapitis delapan kali dibandingkan

kanker payudara dan 34 kali dibandingkan infeksi HIV/AIDS. Laki-laki 2 – 3 kali lebih

sering dibandingkan wanita, terutama pada kelompok usia resiko tinggi (usia 15 – 24 tahun

dan >75 tahun). 3

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif

khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di

kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih

rendah disamping penanganan pertama yang belum benar danrujukan yang terlambat.2,4

Berdasarkan studi epidemiologi, kecelakaan sepeda motor dan violence-related injuries

merupakan penyebab trauma kapitis yang paling sering. Prognosa pasien cedera kepala

akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat.2,3

1. 2 Tujuan Penulisan

Page 21: Trauma Kapitis Kkk

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami

tentang trauma kapitis dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan,

Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1. 3 Manfaat Penelitian

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca

khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umum agar dapat lebih

mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai trauma kapitis.

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

Page 22: Trauma Kapitis Kkk

3.1 Definisi

Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung

mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.1

3.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, 1,5 juta orang per tahun mengalami trauma kapitis. Dari cedera ini,

75% diklasifikasikan sebagai trauma kapitis ringan. Antara 1998 dan 2000, kejadian

cedera otak traumatis ringan adalah 503 kasus per 100.000 orang, dengan dua kali lipat

dari kejadian ini penduduk asli Amerika dan anak-anak.5

Pada tahun 1995, rawat inap untuk cedera otak menurun 50% dibandingkan dengan 1980

hal ini terutama karena peningkatan pemanfaatan layanan rawat jalan untuk pasien dengan

cedera kepala ringan.5

Di Eropa rawat inap untuk cedera kepala berkisar dari 91 kasus per 100.000 orang per

tahun, di Spanyol pada 1988, 313 kasus per 100.000 orang per tahun di Skotlandia 1974-

1976. Di Selandia Baru., 782 kasus per 100.000 kepala ringan cedera terlihat di rumah

sakit atau ruang gawat darurat pada tahun 1986. 5

3.3 Patofisiologi

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan

cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari

suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras

maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.

Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis bergantung

pada1

1. Besar dan kekuatan benturan

2. Arah dan tempat benturan

3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan

Page 23: Trauma Kapitis Kkk

Sehubungan dengan berbagai aspek benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak

berupa :

- Lesi bentur (Coup)

- Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan

otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media)

- Lesi kontra (counter coup)

Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh

kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada

akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa

akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan

intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi

kontusio coup dan countercoup.6

Lesi benturan otak menimbulkan beberapa kejadian berupa :1

1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem ARAS

(Ascending Reticular Activating System yang bermula dari brain stem)

2. .Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian

3. Peninggian tekanan intra kranial ( + edema serebri)

4. Perdarahan petechiae parenchym ataupun perdarahan besar5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan peregangan

ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa meluas secara difus ke

hemisfer sampai ke batang otak6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan komplikasi

sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis.

Setelah cedera otak traumatis, otak dipenuhi dengan zat kimia saraf yang berbahaya.

Terjadi peningkatan katekolamin dalam plasma (kadar katekolamin yang lebih tinggi

berkorelasi dengan hasil klinis lebih buruk) dan dalam cairan serebrospinal (CSF) pasien

dengan cedera kepala (lebih tinggi CSF 5-hydroxyindole asam asetat (HIAA), metabolit

serotonin, berkorelasi dengan outcome yang buruk). Cedera kepala menyebabkan

pelepasan radikal bebas dan kerusakan lipid membran. Fragmen lipid ini menjadi mediator

peradangan. Asam-asam amino eksitotoksik (yaitu, glutamat, aspartat) memulai proses

kaskade yang berpuncak pada peningkatan kalsium intraneuronal dan kematian sel. Para

peneliti menggunakan teknik microdialysis telah membuktikan adanya korelasi tingkat

Page 24: Trauma Kapitis Kkk

asam amino eksitotoksik CSF yang tinggi dengan hasil yang buruk pada cedera kepala.5

Prostaglandin, mediator inflamasi yang diproduksi oleh kerusakan membran lipid, juga

meningkat secara dramatis dalam plasma pasien dengan trauma kepala moderat sampai

berat selama 2 minggu pertama setelah cedera. Pasien dengan kadar prostaglandin yang

lebih tinggi secara signifikan memiliki hasil lebih buruk dibandingkan dengan peningkatan

yang lebih sederhana. Proses semacam itu mungkin mendasari vasospasme pasca trauma.5

Akibat adanya cedera otak maka pembuluh darah otak akan melepaskan serotonin bebas

yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel dinding pembuluh darah

sehingga lebih perniabel, maka Blood Brain Barrier pun akan terganggu, dan terjadilah

oedema otak regional atau diffus (vasogenik oedem serebri).1

Oedem serebri adalah meningkatnya massa jaringan otak yang disebabkan peningkatan

kadar cairan intraseluler maupun ekstraseluler otak sebagai reaksi daripada proses

patologik lokal atau pengaruh umum yang merusak. Oedem serebri dibagi menjadi:1

1. Vasogenik oedema serebri

2. sitotoksik oedema serebri

3. osmotik oedema serebri

4. hidrostatik oedema serebri

Pada oedema serebri tahap permulaan, tekanan intra kranial, tekanan perfusi otak masih

dapat dikompensasi dengan mengatur otoregulasi cerebral blood flow, dan volume likuor

serebro spinal. Untuk setiap penambahan 1 cc volume intra kranial tekanan intra kranial

akan meningkat 10-15 mmHg.1

1. Vasogenik oedema serebri1

Lesi terutama pada sistem Blood Brain Barrier yang dibentuk dari ikatan fusi sel membran

endotel kapiler pembuluh darah otak pada keadaan tertentu secara langsung dapat merusak

dinding kapiler dan secara tidak langsung dapat menyebabkan pelepasan serotonin, yang

mengakibatkan gangguan dan pengurangan eratnya ikatan fusi membran sel. Dengan

Page 25: Trauma Kapitis Kkk

endotel kapiler cairan plasma dapat mengalir ke jaringan otak dan mengakibatkan terjadi

oedema serebri. Vasogenik oedema serebri dapat terjadi pada kasus-kasus :

- trauma kapitis

- stroke

- ischemia

- radang : meningitis, ensefalitiss

- space occupying lesion : tumor otak

- malignant hipertensi

- konvulsi

2. Sitotoksik oedema serebri1

Ini bisa terjadi bila ada gangguan sodium pump membran sel otak, akibatnya permeabilitas

membran terganggu dan akan masuk cairan ke intraseluler otak. Sitotoksik oedema serebri

dapat terjadi pada kasus-kasus :

- neonatal asphyxia

- cardiac arrest

- zat-zat toksik hexachlorophene, golongan alkyl metal

3. Osmotik oedema serebri1

Bila osmolaritas plasma dikurangi 12 % atau lebih, maka cairan akan meloloskan diri dari

sistem vaskuler dan menyebabkan pembengkakan otak. Ini bisa terjadi apabila membran

sel masih intak. Osmotik oedema serebri ini terdapat pada kasus-kasus :

- water intoksikasi

- hemodialisis yang terlalu cepat

4. Hidrostatik oedema serebri1

Ini terjadi bila jumlah cairan ekstraseluler berlebihan (cairan likuor serebrospinal).

Contohnya pada hidrosefalus

Oedema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan kemudian

oedema akan menyebar membesar. Oedema otak lebih banyak melibatkan sel-sel glia,

terutama pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di substansia alba. Dan ternyata

Page 26: Trauma Kapitis Kkk

oedema serebri itu meluas berturut-turut akan mengakibatkan tekanan intra kranial

meninggi, kemudian terjadi kompresi dan hypoxic iskhemik hemisfer dan batang otak dan

akibat selanjutnya bisa menimbulkan herniasi transtetorial ataupun serebellar yang

berakibat fatal.1

Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakan menderita trantetorial herniasi

dan kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma langsung pada batang

otak. Kerusakan yang hebat yang disertai dengan kerusakan batang otak akibata proses

diatas mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal, demyelinisasi diffus, banyak

neuron yang rusak dan proses gliosis, sehingga jika penderita tidal meninggal maka bisa

terjadi suatu keadaan vegetatif dimana penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada

daya apapun (akinetic-mutism/coma vigil, apallic state, locked in syndrome).

Akinetic mutism coma vigil lesi terutama terjadi pada daerah basal frontal yang bilateral

dan/atau daerah mesensefalon posterior. Locked in syndrome kerusakan terutama pada

eferen motor pathway dan daerah depan pons. Apallic states kerusakan luas pada daerah

korteks serebri.1

Sistem peredaran darah otak mempunyai sistem autoregulasi untuk mempertahankan

Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga Tekanan Perfusi Otak (TPO) juga

adekuat (TPO minimal adalah sekitar 40-50 mmHg untuk mensuplai seluruh daerah otak).

Jika Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi maka menekan kapiler serebral sehingga

terjadi serebral hipoksia diffus mengakibatkan kesadaran akan menurun.

Peninggian TIK mengakibatkan CBF dan TPO menurun, maka akan terjadi kompensasi

(Cushing respons), penekanan pada daerah medulla oblongata, hipoksia pusat vasomotor,

sehingga mengakibatkan kompensasi vasokonstriksi perifer (peninggian tekanan darah

sistemik) bradikardi,, pernafasan yang melambat dan muntah-muntah.

TIK yang meninggi mengakibatkan hypoxemia dan respiratori alkalosis (PO2 menurun

dan PCO2 meninggi) akibatnya terjadi vasodilatasi kapiler serebral. Selama pembuluh

darah tersebut masih sensitif terhadap tekanan CO2), maka CBF dan TPO akan tercukupi.

Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidaklah bisa selalu terjadi.

Demikian pula jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu rendah maka

sistem autoregulasi tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan menurun sehingga fungsi

serebral terganggu.1

Page 27: Trauma Kapitis Kkk

Selain yang tersebut diatas peninggian TIK juga dapat menyebabkan gangguan konduksi

pada pusat respirasi dan pusat kardiovaskuler di batang otak. Akibatnya pols berubah cepat

dan lemah serta tekanan darah sistemik akan drops menurun secara drastis. Respirasi akan

berubah irreguler, melambat dan steatorous. Pada cedera otak berat terjadi gangguan

koordinasi di antara pusat pernafasan volunter di korteks dengan pusat pernafasan

automatik di batang otak. Ternyata bahwa herniasi serebellar tonsil ke bawah yang

melewati foramen magnum hanya mempunyai efek yang minimal terhadap sistem

kecepatan dan ritme pernafasan, kecuali jika herniasinya memang sudah terlalu besar maka

tiba-tiba saja bisa terjadi respiratory arrest.1

3.4 klasifikasi

Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kapitis, tetapi dengan pelbagai pertimbangan dari

berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut pembagian sebagai berikut :1

a. Trauma kapitis yang tidak membutuhkan tindakan operatif (95%) terdiri atas :

1. Komosio serebri

2. Kontusio serebri

3. impressi fraktur tanpa gejala neurologis (< 1 cm)

4. Fraktur basis kranii

5. Fraktur kranii tertutup

b. Trauma kapitis yang memerlukan tindakan operatif (1-5%)

1. Hematoma intra kranial yang lebih besar dari 75 cc Epidural, Subdural,

Intraserebral

2. Fraktur kranii terbuka ( + laserasio serebri)

3. Impressi fraktur dengan gejala neurologis ( > 1 cm)

4. Likuorrhoe yang tidak berhenti dengan pengobatan konservatif

Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic

Brain Injury yaitu :5,6

Page 28: Trauma Kapitis Kkk

1. Ringan: kehilangan kesadaran < 20 menit, amnesia post traumatic < 24 jam dan GCS

13-15

2. Sedang: kehilangan kesadaran > 20 menit, ≤ 36 jam, amnesia post traumatic > 24 jam,

≤ 7 hari dan GCS 9-12

3. Berat: kehilangan kesadaran >36 jam, amnesia post traumatic > 7 hari dan GCS 3-8

Komosio Serebri 1,7

Komosio serebri yaitu disfungsi neuron otak sementara yang disebabkan oleh trauma

kapitis tanpa menunjukkan kelainan mikroskopis jaringan otak. Patologi dan

Simptomatologi Benturan pada kepala menimbulkan gelombang tekanan di dalam rongga

tengkorak yang kemudian disalurkan ke arah lobang foramen magnum ke arah bawah

canalis spinalis dengan demikian batang otak teregang dan menyebabkan lesi

iritatif/blokade sistem reversible terhadap sistem ARAS.

Pada komosio serebri secara fungsional batang otak lebih menderita daripada fungsi

hemisfer. Keadaan ini bisa juga terjadi oleh karena tauma tidak langsung yaitu jatuh

terduduk sehingga energi linier pada kolumna vertebralis diteruskan ke atas sehingga juga

meregangkan batang otak. Akibat daripada proses patologi di atas maka terjadi gangguan

kesadaran (tidak sadar kurang dari 20 menit) bisa diikuti sedikit penurunan tekanan darah,

pols dan suhu tubuh. Muntah dapat juga terjadi bila pusat muntah dan keseimbangan di

medula oblongata terangsang. Gejala : - pening/nyeri kepala - tidak sadar/pingsan kurang

dari 20 menit - amnesia retrograde : hilangnya ingatan pada peristiwa beberapa lama

sebelum kejadian kecelakaan (beberapa jam sampai beberapa hari).

Hal ini menunjukkan keterlibatan/gangguan pusat-pusat di korteks lobus temporalis. - Post

trumatic amnesia : (anterograde amnesia) lupa peristiwa beberapa saat sesudah trauma.

Derajat keparahan trauma yang dialaminya mempunyai korelasi dengan lamanya waktu

daripada retrograde amnesia, post traumatic amnesia dan masa-masa confusionnya.

Amnesia ringan disebabkan oleh lesi di hipokampus, akan tetapi jika amnesianya berat dan

menetap maka lesi bisa meluas dari sirkuit hipokampus ke garis tengah diensefalon dan

kemudian ke korteks singulate untuk bergabung dengan lesi diamigdale atau proyeksinya

ke arah garis tengah talamus dan dari situ ke korteks orbitofrontal.

Page 29: Trauma Kapitis Kkk

Amnesia retrograde dan anterograde terjadi secara bersamaan pada sebagian besar pasien

(pada kontusio serebri 76 % dan komosio serebri 51 %). Amnesia retrograde lebih sering

terjadi daripada amnesia retrograde. Amnesia retrograde lebih cepat pulih dibandingkan

dengan amnesia anterograde. Gejala tambahan : bradikardi dan tekanan darah naik

sebentar, muntah-muntah, mual, vertigo. (vertigo dirasakan berat bila disertai komosio

labirin). Bila terjadi keterlibatan komosio medullae akan terasa ada transient parestesia ke

empat ekstremitas.

Gejala-gejala penyerta lainnya (sindrom post trauma kapitis), adalah nyeri kepala, nausea,

dizziness, sensitif terhadap cahaya dan suara, iritability, kesukaran konsentrasi pikiran, dan

gangguan memori. Sesudah beberapa hari atau beberapa minggu ; bisa di dapat gangguan

fungsi kognitif (konsentrasi, memori), lamban, sering capek-capek, depresi, iritability. Jika

benturan mengenai daerah temporal nampak gangguan kognitif dan tingkah laku lebih

menonjol.

Prosedur Diagnostik :

1. X foto tengkorak2. LP, jernih, tidak ada kelaina

3. EEG normal

Terapi untuk komosio serebri yaitu : istirahat, pengobatan simptomatis dan mobilisasi

bertahap. Setiap penderita komosio serebri harus dirawat dan diobservasi selama minimal

72 jam. Awasi kesadarannya, pupil dan gejala neurologik fokal, untuk mengantisipasi

adanya lusid interval hematom.

Kontusio Serebri 1,7

Kontusio serebri yaitu suatu keadaan yang disebabkan trauma kapitis yang menimbulkan

lesi perdarahan intersitiil nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan

dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap. Jika lesi otak menyebabkan

terputusnya kontinuitas jaringan, maka ini disebut laserasio serebri. Patofisiologi dan

Gejala : Pasien tidak sadar > 20 menit.

Page 30: Trauma Kapitis Kkk

Fase I = fase shock

Keadaan ini terjadi pada awal 2 x 24 jam disebabkan :

- kolaps vasomotorik dan kekacauan regulasi sentral vegetative

- temperatur tubuh menurun, kulit dingin, ekstremitas dan muka sianotik

- respirasi dangkal dan cepat

- nadi lambatsebentar kemudian berubah jadi cepat, lemah dan irregular

- tekanan darah menurun

- refleks tendon dan kulit menghilang

- babinsky refleks positif

- pupil dilatasi dan refleks cahaya lemah

Fase II = fase hiperaktif central vegetative

- temperatur tubuh meninggi

- pernafasan dalam dan cepat

- takikardi

- sekret bronkhial meningkat berlebihan

- tekanan darah menaik lagi dan bisa lebih dari normal

- refleks-refleks serebral muncul kembali

Fase III = cerebral oedema

Fase ini sama bahayanya dengan fase shock dan dapat mendatangkan kematian jika tidak

ditanggulangi secepatnya.

Fase IV = fase regenerasi/rekonvalesens

Temperatur tubuh kembali normal, gejala fokal serebral intensitas berkurang atau

menghilang kecuali lesinya luas.

Page 31: Trauma Kapitis Kkk

Gejala lain :

Fokal neurologik :

- Hemiplegia, tetraplegia, decerebrate rigidity

- Babinsky reflex

- Afasia, hemianopsia, kortikal blindness

- Komplikasi saraf otak :

fraktur os criribroformis : gangguan N. I (olfaktorius)

fraktur os orbitae : gangguan N. III, IV dan VI

herniasi uncus, gangguan N. III

farktur os petrosum (hematotympani) : gangguan N. VII dan N. VIII

perdarahan tegmentum : batang otak ; opthalmoplegia total

fraktur basis kranii post : gangguan N. X, XI, XII

- Tanda rangsang meningeal : akibat iritasi daerah yang mengalir ke arachnoid

- Gangguan organik brain sindroma : delirium

Kontusio serebri pada anak-anak dibawah 6 tahun kadang-kadang gejalanya berbeda

dengan dewasa antara lain :

1. adanya fase latent, dimana anak tersebut tak menunjukkan kelainan kesadaran dan

tingkah laku. Fase latent ini dapat berlangsung dampai 16 jam.

2. sesudah fase latent, diikuti serangan akut gejala fokal serebral serta kehilangan

kesadaran dan kejang-kejang.

3. jika kondisi kontusionya tidak berat maka sesudah 4 hari sang anak pulih normal

bermain-main seakan tidak ada apa-apa lagi.

Hal ini disebabkan anak-anak tidak melalui fase I shock, tapi langsung ke fase II. Di duga

hal tersebut dikarenakan tulang kranium anak masih elastis sehingga berfungsi sebagai

shock absorber yang baik terhadap trauma.

Page 32: Trauma Kapitis Kkk

Diagnostik bantu :

1. X foto tengkorak polos, Brain CT-Scan, MRI

2. 2. LP bercampur darah

3. 3. EEG abnormal

Epidural Hematom 1,7

Hematoma terjadi karena perdarahan antara tabula interna kranii dengan duramater.

Insiden terjadinya 1-3 %.

Hematoma ini disebabkan oleh :

1. pecahnya arteri dan atau vena meningea media

2. perdarahan sinus venosus : misalnya sinus sphenoparietalis, sinus sagitalis

posterior.

3. Perdarahn sinus ini bisa bersifat progresif.

Berhubung perdarahannya kebanyakan massif atau arteriil maka lucid interval cepat antara

beberapa menit, beberapa jam sampai 1-2 hari. Volume darah biasanya setelah mencapai

75 cc dan melepaskan duramater dari ikatannya pada periost baru tampak ada gejala nyata

penurunan kesadaran. Lucid interval adalah waktu sadar antara terjadinya trauma sampai

timbulnya penurunan kesadaran ulang.

Jadi biasanya epidural hematoma sering bersamaan dengan komosio serebri atau kontusio

serebri. Jika bersamaan dengan kontusio serebri berat, lusid interval tidak tampak karena

gejalanya berhubungan antara superposisi dengan kontusionya. Pada anak-anak jarang

terjadi epidural hematom sebab duramaternya masih melekat erat pada dinding periosteum

kranium. Pada dewasa perlekatan duramater paling lemah di daerah temporal. Tanda-tanda

yang paling dapat dipercaya suatu epidural hematom apabila ada gejala-gejala seperti

dibawah :

1. adanya lucid interval

2. kesadarn yang makin menurun

3. hemiparese yang terlambat kontralateral lesi

Page 33: Trauma Kapitis Kkk

4. pupil anisokor. Unilateral midriasis terjadi karena lesi N. III pada sisi akibat

penekanan daripada herniasi uncus gyrus hipokampus lobus temporalis sehingga N.

III terjerat

5. babinsky unilateral kontralateral lesi (bisa juga bilateral)

6. fraktur kranii yang menyilang pada sisi (sering di temporal)

7. kejang

8. bradikardi

Jika epidural hematom terletak pada fossa kranii posterior gejalanya tidak sama dengan

yang di atas, tapi sebagai berikut :

1. lusid interval tidak jelas2. fraktur kranii daerah oksipital3. kehilangan kesadarannya terjadi cepat

4. terjadi gangguan pernafasan dan serebellum

5. pupil isokor biasanya disebabkan oleh karena sinus transversus atau confluence

sinuum pecah maka prognosanya jelek.

Diagnosa bantu

1. X foto tengkorak : ada fraktur yang menyilang2. Brain CT-Scan

3. Arteriografi karotis

4. EEG abnormal

5. LP tekana meninggi jernih

Subdural Hematom 1,7

Hematoma yang terbentuk karena adanya perdarahn di antara duramater dan arakhnoid.

Hygroma subdural yaitu subdural hematom yang diikuti perobekan arakhnoid dan darah

Page 34: Trauma Kapitis Kkk

bergabung dengan likuor serebrospinal. Penyebabnya adalah robeknya bridging vein

(vena-vena yang menyebrang dari korteks ke sinus-sinus sagitalis superior) antara lain :

1. trauma kapitis

2. kaheksia

3. gangguan diskrasia darah

lokasi : sering di daerah frontal, parietal dan temporal.

Subdural hematom sering bersamaan dengan kontusio serebral. Lusid interval pada

subdural hematoma lebih lama daripada epidural hematom karena yang mengalami

perdarahan adalah pembuluh darah venous kecil akibatnya perdarahannya tidak masif

bahkan hematomanya itu sendiri bisa sebagai tampon bagi vena-vena yang robek dimana

perdarahan dapat berhenti sendir.

Klasifikasi:

a. Akut Subdural Hematoma (SDH) : lusid interval 0-5 hari

Akut SDH biasanya bersamaan dengan kontusio berat akibatnya lusid interval dan

gejala subdural tidak terdeteksi. Biasanya diketahui pada diagnosa postmortem atau

pada saat otopsi. Penderita akut SDH langsung jatuh koma, pupil anisokor dan

hemiplegia kontralateral. Prognosisnya fatal.

Diagnosis bantu :

- CT-Scan

- LP berdarah

- Arteriografi karotis

- EEG abnormal

b. Subakut Subdural Hematoma : lusid interval 5-15 hari

Gejala nyeri kepala, kesadaran makin lama makin menurun, pelan-pelan visus

makin kabur disebabkan papil oedema. Jarang bersamaan dengan kontusio serebri.

Kemudian timbul hemiplegia secara perlahan.

Page 35: Trauma Kapitis Kkk

Diagnosa bantu : sama dengan akut SDH

Prognosis sangat baik jika operatif pada subdural yang besar cepat dilakukan 75 %

kembali sembuh sempurna.

c. Kronik Subdural Hematoma : lusid interval 15 hari sampai bertahun-tahun

Pecahnya bridging vein makin lama makin besar dan hematomanya sendiri

berfungsi sebagai tampon bagi vena-vena yang pecah akibatnya perdarahn berhenti,

hematoma kemudian membeku dan dinding hematoma membentuk jaringan ikat

kapsula sebagai pembatas di sekitar hematoma.

Gumpalan darah kemudian lisis dengan osmolaritas lebih tinggi dari cairan

intersitiil di sekitarnya yang bisa menarik cairan sekitarnya atas dasar beda

osmolaritas. Lama kelamaan cairan jumlahnya bertambah sehingga mengakibatkan

proses desak ruang dan tekanan intrakranial meninggi.

Gejala awal :1. sefalgia terus menerus intermiten, sebab tertariknya duramater dan kompresi

jaringan otak di daerah sekitar hematoma2. kesadaran makin lama makin menurun samapi koma3. terjadi perubahan mental dan fungsi intelelek4. papil oedem, pandangan makin kabur dan diplopia parese N. VI5. hemiparesis yang pelan-pelan6. pupil bisa anisokor7. tekanan LP meninggi 1,2,3,9

Intraserebral Hematoma 1,7

Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan otak,

sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat. Hematoma dapat hanya satu saja

ataupun multiple.

Jika hematoma tunggal dan letaknya di permukaan korteks, tindakan operatif dapat

dilakukan. Pada semua kasus intra kranial hematoma, bila hematomanya kecil, pengobatan

konservatif dapat dipertimbangkan tanpa memerlukan tindakan operatif.

Page 36: Trauma Kapitis Kkk

Fraktur Basis Kranii

Fraktur basis kranii dapat dilakukan tanpa diikuti kehilangan kesadaran, kecuali memang

diserta adanya komosio ataupun kontusio serebri. Gejala tergantung letak frakturnya.

1. Fraktur basis kranii media biasanya fraktur terjadi pada os petrosum

- keluar darah dari telinga dan likuorrhoe

- parese N. VII dan VIII sering dijumpai

2. Fraktur basis kranii posterior

- unilateral/bilateral orbital hematom (Brill’s hematom)

- gangguan N. II jika fraktur melalui foramen optikum

- perdarahan melalui hidung dan likuorrhoe dan diikuti : Anosmia, anosmia

akibat trauma bisa persistent, jarang bisa sembuh sempurna.

3. Fraktur basis kranii posterior

- gejala lebih berat, kesadaran menurun

- tampak belakang telinga berwarna biru (Battle sign)

Diagnosa bantu : 50 % fraktur basis tidak dapat dilihat pada X foto polos basis.

3.5 Diagnosis

Laboratorium

1. Natrium

Perubahan dalam kadar natrium serum terjadi sekitar 50% dari pasien cedera kepala yang

koma. Hiponatremia mungkin terjadi karena sindrom inappropriate antidiuretik hormon

(SIADH) atau cerebral salt wasting. Kedua sindrom ini melibatkan tingkat natrium serum

menurun.

Kadar natrium meningkat pada cedera kepala menunjukkan dehidrasi ringan atau diabetes

insipidus.

Page 37: Trauma Kapitis Kkk

2. Magnesium

Magnesium bisa turun pada fase akut cedera kepala ringan dan berat. Hal ini karena kation

ini menghambat respon eksitotoksik dan berfungsi sebagai antioksidan, pemantauan yang

cermat dari magnesium dapat memperbaiki outcome pasien.

Pemeriksaan Radiologis

1. X –Ray Tengkorak

Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau

rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi fraktur karena CT scan bisa

mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan. X-Ray tengkorak dapat

digunakan bila CT scan tidak ada.6

Fraktur tengkorak pada trauma kapitis hanya 3-15 % saja dan kasus-kasus yang ada

fraktur tidak ada selalu ada kelainan intra kranial yang berarti. Namun demikian X foto

polos rutin dilakukan untuk setiap kasus trauma kapitis. Ini penting sebab :

a. Dari semua kematian akibat trauma kepala 80 % didapati fraktur tengkorak

b. Pembuatan X foto tengkorak diperlukan untuk kepentingan medikolegal

c. Tindakan atau pengawasan klinik ditentukan dengan melihat jenis dan lokasi fraktur

Jenis foto :

1. Foto antero-posterior2. Foto lateral

3. Foto Towne : foto ini dibuat seperti foto AP tetapi dengan tabung rontgen

diarahkan 30 derajat kraniokaudal. Foto ini penting untuk melihat fraktur di daerah

oksipital yang sulit di lihat dengan foto AP

4. Foto Waters : dibuat bila curiga ada fraktur tulang muka

5. Foto basis kranii : dibuat bila curiga ada fraktur basis

Page 38: Trauma Kapitis Kkk

6. Foto tangensial : dibuat bila ada fraktur impresi, untuk melihat kedudukan pas

fragmen tulang yang melesak masuk

Jenis-jenis fraktur tengkorak :

1. Fraktur linier : garis fraktur terlihat lebih radiolusen dibandingkan dengan

gambaran pembuluh darah dan sutura, dan biasanya melebar pada bagian tengah

dan menyempit pada ujung-ujungnya. Perhatikan juga lokasi pembuluh darah dan

sutura mempunyai lokasi anatomis tertentu.

2. Fraktur impressi : jika impressi melebihi 1 cm dapat merobek duramater dan atau

jaringan otak dibawahnya. Fraktur impressi terlihat sebagai garis atau daerah yang

radiopaque dari tulang sekitarnya disebabkan bertumpuknya tulang.

3. Fraktur diastasis sutura : tampak sebagai pelebaran sutura (dalam keadaan normal

sutura tidak melebihi 2 mm)

2. CT-Scan Otak

Tidak semua penderita trauma kepala dilakukan CT-Scan otak, penguasaan klinis

mengenai trauma kapitis yang kuat dapat secara seleksi menentukan kapan penderita

secara tepat dilakukan CT-Scan. Dari CT-Scan dapat dilihat kelainan-kelainan berupa :

oedema serebri, kontusio jaringan otak, hemaroma intraserebral, epidural, subdural,

fraktur dan lain-lain.1

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai prognosa. MRI

mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang sering luput pada

pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau

terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI, mempunyai prognosa yang buruk untuk

pemulihan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan CT Scan awal normal dan tekanan

intrakranial terkontrol baik.6

Page 39: Trauma Kapitis Kkk

Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) menambah dimensi baru

pada MRI dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi Cedera

Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala ringan sebagaimana halnya

dengan penderita cedera kepala yang lebih berat, pada pemeriksaan MRS ditemukan

adanya CAD di korpus kalosum dan substantia alba. Kepentingan yang nyata dari MRS di

dalam menjajaki prognosa cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya

sampai saat ini dapat menolong menjelaskan berlangsungnya defisit neurologik dan

gangguan kognitif pada penderita cedera kepala ringan.6

3.6 Penatalaksanaan

Prioritas Penanggulangan Cidera Kepala 1

a. Perbaiki kardiovaskular (atasi shock)b. Perbaiki keseimbangan respirasi, ventilasi atau jalan nafas yang baik

c. Evaluasi tingkat kesadaran

d. Amati jejas di kepala, apakah ada impressi fraktur, tanda-tanda fraktur basis kranii,

likuorhoe, hati-hati terhadap adanya fraktur servikalis (stabilisasi leher)

e. Amati jejas di bagian tubuh lainnya

f. Pemeriksaan neurologik lengkap dan X fot kepala, leher, CT-Scan

g. Perhatikan pupil

h. Atasi oedema serebri

i. Perbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan kalori

j. Monitor tekanan intra cranial

k. Pengobatan simptomatis atau konservatif

l. Jika ada pemburukan kesadaran disertai perdarahan intra kranial yang lebih dari 75 cc,

perlukaan tembus kranioserebral terbuka, impressi fraktur lebih dari 1 cm secepatnya

dilakukan tindakan operatif

Page 40: Trauma Kapitis Kkk

Penatalaksaan Edema Serebri 1

1. Hipertonic Solution Therapy

Pengobatan cairan hipertonis bertujuan untuk mengurangi oedema serebri dengan cara

perbedaan osmolaritas cairan jaringan otak dengan plasma.

Contoh cairan hipertonik :

a. Manitol

b. Glyserol

Pemberian cairan hipertonis yang berlebihan dapat menimbulkan bahaya berupa :

- Dehidrasi berat

- Pengeluaran Na+ dan Cl- mengakibatkan neuron rusak

- Timbul rebound phenomen sehingga tekanan intrakranial meninggi

- Hati-hati pada perdarahan intrakranial sebab :

dengan mengeriputnya jaringan otak akibat cairan hipertonis itu, maka

darah akan menempati daerah yang kosong dan dengan demikian akan

mengaburkan gejala perdarahan yang sebenarnya

cairan hipertonis bisa mempercepat proses perdarahan itu sendiri

cairan hipertonis bisa mencetuskan proses perdarahan baru

Kontraindikasi :

- Renal Failure

- Hepatic Failure

- Congestive Heart Failure

Manitol

Mempunyai efek :

- meninggikan cerebral blood flow

- meninggikan eksresi Na+ urine

- menurunkan tekanan likuor serebro spinal

- diuresis secara ekstrem

Page 41: Trauma Kapitis Kkk

Jika berlebihan dapat menyebabkan :

- dehidrasi berat

- hipotensi

- takikardi

- hemokonsentrasi

- overshoot obat masuk intraseluler padahal kadang di plasma sudah menurun maka

bisa terjadi rebound phenomen

Dosis

Manitol 20 % dengan dosis 0,25-1 gr/KgBB diberikan cepat dalam 30-60 menit. Efek

samping jika diberikan dalam dosis besar : sering nyeri kepala, chest pain. Jarang : kejang,

renal failure

Gliserol

mempunyai efek:

- meninggikan osmolaritas plasma yang lebih berperanan untuk menarik cairan di

otak dibandingkan dengan efek diuresisnya

- dimetabolisir oleh tubuh sebagai bahan substrat energy

- tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kadar gula darah dan keton bodies

darah

- tidak mempunyai efek rebound phenomen

Dosis

- per oral : 0,5-1 gr/Kg diberikan setiap 4 jam dalam larutan 50 % gliserol untuk

mempertahankan kadar dalam darah. Dalam 30 menit sesudah pemberian akan

terlihat efek penurunan tekanan intra cranial

- per infus : 1 gr/Kg BB/hari dalam 10 % gliserol diberikan jangan melebihi 5

cc/menit. Efeknya akan kelihatan setelah 1 jam sesudah pemberian dan akan

menetap bertahan selama 12 jam. Jika infus diberikan dengan dosis melebihi 2,5

cc/menit maka akan terjadi efek diuresis.

Jika gliserol diberikan dalam dosis besar akan mempunyai komplikasi :

- hemolisis intravaskuler

Page 42: Trauma Kapitis Kkk

- hemoglobinuria

- gastric iritasi

- nonketotic hiperosmolar hiperglikemia

2. Kortikosteroid

Sifat dan kegunaannya memperbaiki membran sel yang rusak dengan cara :

- membentuk ikatan dengan fatty acid atau phospolipid membrane

- melindungi sel otak dari anoksia

- memperbaiki sistem sodium pump

- memperbaiki capillary tissue junction dan intercelluler junction sehingga permeabilitas

membran sel menjadi normal kembali dan akibatnya BBB pun membaik dan edema

sel-sel otak berkurang

Dosis

- dexamethason : initial 10 mg IV kemudian diikuti dengan pengurangan 4 mg/4

jam/hari dan pengurangan dosis secara tappering off. (diberikan dalam waktu singkat

7-10 hari)

- methyl prednisolon sodium succinat : initial 60 mg kemudian diikuti 20 mg/6 jam

kemudian taffering off, hati-hati pada perdarahan lambung.

Akhir-akhir ini penggunaan kortikosteroid pada oedema serebri mulai dipertanyakan.

Banyak kontroversi diperdebatkan dalam penggunaannya pada kasus trauma kapitis.

3. Barbiturat

Berguna untuk melindungi otak dari kerusakan lebih parah dengan cara :

- menurunkan metabolisme otak

- menstabilkan membran sel

- menurunkan aktivitas lysozim

- menurunkan tekanan intra cranial

Page 43: Trauma Kapitis Kkk

- menurunkan pembentukan oedema otak

- melindungi sel otak terhadap ischemia

Dosis

Tiopental atau pentotal : 3-5 mg/KgBB/hari yang bisa dinaikkan sampai 30-50 mg/KgBB

kemudian di monitor terus kadarnya dalam plasma untuk mencapai kadar optimal 2-2,5 mg

%. Pemberian barbiturat terapi adalah pilihan terakhir sesudah gagal dalam penggunaan

hiperventilasi artifisiil, cairan hiperosmolar dan deksametason.

4. Hipothermi

30 derajat celcius bertujuan mengurangi metabolisme otak dan mengurangi tekanan darah.

Penyulit yang timbul adalah timbulnya aritmia cordia dan asidosis biasanya ini dilakukan

hanya dalam 5 hari saja.

5. Hiperventilasi Artifisial

Memakai alat bantu ventilator melakukan induksi hipokapnia dimana PaCO2 arteri

diturunkan dan dipertahankan pada 26-28 mmHg (3,5-3,7 kPa) sehingga cerebral blood

flow berkurang dan akibatnya akan menurunkan tekanan intra kranial.

3.7 komplikasi

a. Kerusakan nervus kranialis

1. anosmia

Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan yang jika total

disebut dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Tidak ada pengobatan

khusus bagi penderita anosmia.7

2. Gangguan penglihatan

Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami

cedera (trauma). Biasanya disertai hematoma di sekitar mata,

proptosis akibat adanya perdarahan, dan edema di dalam orbita.

Gejala klinik berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan

reaksi cahaya negative, atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-

Page 44: Trauma Kapitis Kkk

6 minggu setelah cedera yang mengakibatkan kebutaan, tarjadi

atrofi papil yang difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada mata

tersebut bersifat irreversible.7

3. Oftalmoplegia

Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata,

umumnya disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada

pengobatan khusus untuk oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan

dengan latihan ortoptik dini.7

4. Paresis fasialis

Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan

pengecapan pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup

mata, mulut moncong, semuanya pada sisi yang mengalami

kerusakan.7

5. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai

vertigo dan nistagmus karena ada hubungan yang erat antara

koklea, vestibula dan saraf. Dengan demikian adanya cedera yang

berat pada salah satu organ tersebut umumnya juga menimbulkan

kerusakan pada organ lain.7

b. disfasia

Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan

untukmemahami atau memproduksi bahasa disebabkan oleh

penyakit system saraf pusat. Penderita disfasia membutuhkan

perawatan yang lebih lama, rehabilitasinya juga lebih sulit karena

masalah komunikasi. Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk

disfasia kecuali speech therapy.7

c. Hemiparese

Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau

kanan) merupakan manifestasi klinik dari kerusakan jaras pyramidal

di korteks, subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan

Page 45: Trauma Kapitis Kkk

dengan cedera kepala adalah perdarahan otak, empiema subdural,

dan herniasi transtentorial7,8

d. Sindroma pascatrauma kepala

Sindrom pascatrauma kepala (postconcussional syndrome)

merupakan kumpulan gejala yang kompleks yang sering dijumpai

pada penderita cedera kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri kepala,

vertigo gugup, mudah tersinggung, gangguan konsentrasi,

penurunan daya ingat, mudah terasa lelah, sulit tidur, dan gangguan

fungsi seksual.7

e. Sindroma karotiko-kavernosus

Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara

arteri karotis interna dengan sinus kavernosus, umumnya disebabkan

oleh cedera pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa bising

pembuluh darah (bruit) yang dapat didengar penderita atau

pemeriksa dengan menggunakan stetoskop, proptosis disertai

hyperemia dan pembengkakan konjungtiva, diplopia dan penurunan

visus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot

penggerak bola mata.7

f. Epilepsy

Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam

minggu pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan

epilepsy yang muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late

posttraumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun

pertama meskipun ada beberapa kasus yang mengalami epilepsi

setelah 4 tahun kemudian.7,8

3.8 Prognosis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh MRC CRASH Trial Collaborators (2008), Umur

yang tua, Glasgow Coma Scale yang rendah, pupil tidak reaktif, dan terdapatnya cedera

ekstrakranial mayor merupakan prediksi buruknya prognosis. Skor Glasgow Coma Scale

menunjukkan suatu hubungan linier yang jelas terhadap mortalitas pasien

.

Page 46: Trauma Kapitis Kkk

BAB 4

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini, pasien didiagnosa mengalami trauma kapitis berat. Hal ini ditegakkan pada

pasien ini dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dimana ditemukan:

1. Riwayat kecelakaan lalu lintas

2. Penurunan kesadaran selama lebih dari 7 hari

3. GCS waktu masuk rumat sakit 6

TEORI KASUS

KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS

Menurut teori, berdasarkan klasifikasi keparahannya dibagi menjadi trauma kapitis ringan, sedang dan berat

Pada pasien ini digolongkan menderita trauma kapitis berat karena penurunan kesadaran > 7 hari dan GCS waktu masuk rumah sakit 6

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang, yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan X-ray kepala, Computed Tomography-Scan(CT Scan) dan MRI.

Pada kasus, telah dilakukan pemeriksaandarah rutin dan beberapa pemeriksaan darah lainnya yang dibutuhkan dan dijumpai adanya peningkatan jumlah leukosit. Dari hasil CT-Scan yang dilakukan pada pasien ini dijumpai adanya infark di bangsal ganglia.

PENATALAKSANAAN

penatalaksanaan pada pasien trauma kapitis Dalam kasus ini pasien system kardiovaskuler

Page 47: Trauma Kapitis Kkk

pada prinsipnya adalah perbaiki

kardiovaskular, perbaiki keseimbangan

respirasi, ventilasi atau jalan nafas yang baik,

Evaluasi tingkat kesadaran, amati jejas di

kepala, apakah ada impressi fraktur, tanda-

tanda fraktur basis kranii, likuorhoe, hati-hati

terhadap adanya fraktur servikalis (stabilisasi

leher), amati jejas di bagian tubuh lainnya,

Perhatikan pupil, atasi oedema serebri, perbaiki

keseimbangan cairan, elektrolit dan kalori,

monitor tekanan intra cranial, pengobatan

simptomatis atau konservatif, Jika ada

pemburukan kesadaran disertai perdarahan

intra kranial yang lebih dari 75 cc, perlukaan

tembus kranioserebral terbuka, impressi fraktur

lebih dari 1 cm secepatnya dilakukan tindakan

operatif.

dan respirasi stabil, untuk terapi lainnya pasien ini diberikan IVFD R Sol 20 tetes per menit, injeksi citicholin 1 ampul per 12 jam, injeksi ceftriaxone 1ampul per 12 jam, vitamin B komplek 3x1 tablet.

Page 48: Trauma Kapitis Kkk

BAB 5

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologi serta pemeriksaan

penunjang, os didiagnosa dengan kapitis berat dan diberikan terapi O2 2-5 liter per menit,

IVFD R Sol 20 tetes per menit, injeksi ceftriaxone 1 ampul per 12 jam, injeksi citicholin 1

ampul per 12 jam dan vitamin B komplek 3 kali 1 tablet.

Saat ini os masih di rawat di ruang rawat inap neuraologi dan kondisi os sudah

mulai membaik.

Page 49: Trauma Kapitis Kkk

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahrir, Hasan. Ilmu Penyakit Syaraf Neurologi Khusus. 1994; 1-28

2. Japardi, Iskandar. Penatalaksanaan Cidera Kepala Secara operatif. USU Digital

Library. 2004: 1-4

3. Rambe AS, Zuraini. Profil Penderita Trauma Kapitis Pada Bangsal Neurologi RSUP H.

Neurona. Majalah Kedokteran Nusantara. 2008: 235-238

4. Mesiano, Taufik, Soertidewi, Lina, Jannis, Jofizal, Rasyid, Al. Perdarahan

Subarachnoid Traumatik. Neurona. 2008: 25; 33-39

5. Holson, DA. Head Injury. 2012. Diambil dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1159385-overview [Diakses tanggal 20 juni

2012].

6. Anindra. Trauma kapitis. 2011. Diambil dari: http://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=trauma+kapitis&source=web&cd=2&ved=0CFIQFjAB&url=http%3A

%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream

%2F123456789%2F21501%2F4%2FChapter

%2520II.pdf&ei=m8ToT8z1K47prQeO9sX6CA&usg=AFQjCNFj-

H1EDoua0jxfwXrW1GYoglgOGQ&cad=rja. [Diakses tanggal 20 juni 2012].

7. Ilyas, KK. Karakteristik Penderita Cidera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas yang

dirawat inap di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. 2010.

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=trauma+kapitis

%2C+tinjauan+pustaka&source=web&cd=1&ved=0CEsQFjAA&url=http%3A%2F

%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F21501%2F4%2FChapter

%2520II.pdf&ei=rMXoT7ieMomJrAe73P30CA&usg=AFQjCNFj-

H1EDoua0jxfwXrW1GYoglgOGQ&cad=rja. [Diakses tanggal 20 juni 2012].

8. Pangilinan, PH. Clasification and Complication Traumatic Brain Injury. 2012. Diambil

dari: http://emedicine.medscape.com/article/794789-overview#showall [Diakses

tanggal 20 Juni 2012]

Page 50: Trauma Kapitis Kkk

9. MRC CRASH Trial Collaborators. Predicting Outcome After Traumatic Brain Injury:

Practical Prognostic Models Based on Large Cohort of International Patients. BMJ.

2008: 336;425.