Anestesi Lokal
-
Upload
gabriela-maretta -
Category
Documents
-
view
77 -
download
7
Transcript of Anestesi Lokal
ANESTESI LOKAL
BEDAH MULUT 1
DISUSUN OLEH:
GABRIELA MARETTA
04121004063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
ANESTESI LOKAL
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-“tidak, tanpa” dan
aesthesos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Wikipedia, 2008).
Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun
1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri
pembedahan.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi
umum. Pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran,
sedangkan pada anestesi umum hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran.
Anestesi regional atau anestesi lokal merupakan penggunaan obat
analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri
dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi motorik
dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap
sadar.
Anestesi/analgesi lokal adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara
lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat
dilakukan dengan teknik :
1. Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan
analgetik lokal di atas selaput mukosa seperti mata, hidung, atau
faring. Contohnya Chlorethyl.
2. Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal
langsung
diarahkan di sekitar tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi
yang sering digunakan adalah blokade lingkar dan obat disuntikkan
intradermal atau subkutan.
3. Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung ke saraf
utama atau pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf
tunggal, misalnya saraf oksipital dan pleksus brakialis, anestesi
spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi spinal,
analgetik lokal disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid di antara
konus medularis dan bagian akhir ruang subaraknoid. Anestesi
epidural diperoleh dengan menyuntikkan zat anestetik lokal ke
dalam ruang epidural. Pada anestesi kaudal, zat analgetik lokal
disuntikkan melalui hiatus sakralis.
4. Anestesi regional intravena, yaitu penyuntikkan larutan analgetik
lokal intravena. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian
proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan turniket pneumatik
(Bier Block). Paling baik digunakan untuk ekstremitas atas.
Atau dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu :
1. Neurological blockade perifer
a. Topical
b. Infiltration
c. Nerve block
d. IV regional anestesia
2. Neurological blockade sentral
a. Anesthesia spinal
b. Anesthesia epidural
Mekanisme Anestesi Lokal
1. AL mencegah timbulnya konduksi impuls saraf
2. Meningkatkan ambang membran, eksitabilitas berkurang dan kelancaran
hantaran terhambat
3. AL juga mengurangi permeabilitas membran bagi ion Na & K dlm
keadaan istirahat
4. Meningkatkan tegangan permukaan selaput lipid molekul
Bahan-bahan Anestesi Lokal
Secara kimia bahan anestesi lokal dibagi menjadi :
1. Senyawa ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada
degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena
itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme
dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain
dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3. Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran. Anestesi lokal
sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil dimana
anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan.
Syarat Obat Anestesi Lokal
a. mempunyai daya penetrasi yang cukup kuat
b. mempunyai volume dan konsentrasi yang efektif sekecil mungkin
c. tidak menghasilkan reaksi lokal sekunder
d. stabil dalam larutan
e. mudah disterilkan tanpa ada perubahan
f. bebas dari reaksi alergi dan idiosinkrasi
g. mempunyai onset of action yang cepat dan duration of action yang cukup
lama
h. mempunyai potensi yang cukup untuk memberikan keadaan anestesi yang
sempurna
i. mempunyai toksisitas sistemik yang rendah untuk akhirnya obat akan
diabsorbsi
j. tidak menyebabkan kerusakan yang menetap pada struktur saraf
k. tidak mengiritasi jaringan setempat
Bahan-bahan anestetikum lokal di kedokteran gigi
1. Procaine 2% dan 4% dengan epineprin 1:30.000 atau 1: 60.000
2. Monocaine HCl 1-1 1/2% dengan epineprin 1:75.000 atau 1:100.000
3. Kokain
- lebih toksis dari procaine
- tidak dipakai secara injeksi
- anestesi topikal konsentrasi tinggi (3-10%) untuk
pasien yang takut jarum suntik
- anestesi tekanan (pressure anesthesia) pada
kavitas (anestesi intrapulpal)
4. Etil khlorida
- semprotan/spray
- insisi abses, eksodonsia gigi decidui yang
luksasi/goyang
Epineprin
1. adrenalin, adrenin, supranol (glandula suprarenalis) suprarenin, suprenalin,
sintetik L-Suprarenin (sintetis)
2. vasokonstriktor dan mempercepat denyut jantung
3. stimulan jantung dan hemostatik kontrol perdarahan perifer
4. standar 1:1.000 diaplikasikan langsung ke jaringan yang perdarahan, tidak
boleh lebih dari 1:1.000 à nekrosis dan gangren à suplai O2 dan
makanan berkurang
5. kontra indikasi pada pasien jantung, hipertensi dan arteriosclerosis,
anerisma (penipisan pembuluh darah), gangguan tiroid, diabetes mellitus,
nervous berat
Lidocain
Sejak diperkenalkan pada tahun 1949 derivat amida dari xylidide ini sudah
menjadi agen anestesi lokal yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi
bahkan menggantikan prokain sebagai prototipe anestesi lokal yang umumnya
digunakan sebagai pedoman bagi semua agen anestesi lainnya. Lidokain dapat
menimbulkan anestesi lebih cepat dari pada procain dan dapat tersebar dengan
cepat diseluruh jaringan, menghasilkan anestesi yang lebih dalam dengan durasi
yang cukup lama. Obat ini biasanya digunakan dalam kombinasi dengan adrenalin
(1:80.000 atau 1: 100.000). Pengunaan lidocain kontraindikasi pada penderita
penyakit hati yang parah.
Mepivacain
Derivat amida dari xilidide ini cukup populer yang diperkenalkan untuk
tujuan klinis pada akhir tahun 1990an. Kecepatan timbulnya efek,durasi aksi,
potensi dan toksisitasnya mirip dengan lidocain. Mepivacain tidak mempunyai
sifat alergenik terhadap anestesi lokal tipe ester. Agen ini dipasarkan sebagai
garam hidroklorida dan dapat digunakan anestesi infiltrasi / regional. Bila
mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkatan tertentu , akan terjadi eksitasi
sistem saraf sentral bukan depresi, dan eksitasi ini dapat berakhir berupa konvulsi
dan depresi respirasi.
Prilocain
Merupakan derivat toluidin dengan tipe amida pada dasarnya mempunyai
formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lidocain dan mepivacaine.
Prolocain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidocain namun
anestesi yang ditimbulkan tidak terlalu dalam. Prolocain juga kurang mempunyai
efek vasodilator bila dibandingkan dengan lidocain dan bisanya termetabolisme
lebih cepat. Obat ini kurang toksis dibanding dengan lidocaine tapi dosis total
yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400mg.
Vasokonstriktor
Penambahan sejumlah kecil agen vasokonstriktor pada larutan anestesi lokal dapat
memberi keuntungan berikut ini:
1. mengurangi efek toksik melalui efek menghambat absorpsi konstituen.
2. Membatasi agen anestesi hanya pada daerah yang terlokalisir sehingga
dapat meningkatkan kedalaman dan durasi anastesi.
3. Menimbulkan daerah kerja yang kering (bebas bercak darah) untuk
prosedur operasi.
Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah:
1. Adrenalin (epinephrine), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan
sekresi medula adrenalin alami.
Felypressin (octapressin), suatu polipeptida sintetik yang mirip dengan
sekresi glandula pituutari posterior manusia. Mempunyai sifat vasokonstriktor
yang dapat diperkuat dengan penambahan prilokain.
Keefektifan Anestesi Lokal
Keefektifan anestesi lokal tergantung pada :
1. Potensi analgesik dari agen anestesi yang digunakan
2. Konsentrasi agen anestesi lokal
3. Kelarutan agen anestesi lokal dalam : air ( misalnya : cairan ekstraseluler )
dan lipoid ( misalnya : selubung mielin lipoid )
4. Persistensi agen pada daerah suntikan tergantung baik pada konsentrasi
agen anestesi lokal maupun keefektifan vasokonstriktor yang
ditambahkan.
5. Kecepatan metabolisme agen pada daerah suntikan.
6. Ketetapan terdepositnya larutan dan dekat saraf yang akan dibuat baal
7. Tergantung pula pada keterampilan operator dan variasi anatomi
Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Lokal
Indikasi anestesi lokal, yaitu :
1. Penderita dalam keadaan sadar serta kooperatif.
2. Tekniknya relatif sederhana dan presentase kegagalan dalam
penggunaanya relatif kecil.
3. Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakan.
4. Peralatan yang digunakan, sedikit sekali dan sederhana serta obat yang
digunakan relatif murah.
5. Dapat digunakan sesuai dengan yang dikehendaki pada daerah anatomi
tertentu.
6. Dapat diberikan pada penderita yang keadaan umumnya kurang baik,
sebab adanya pemberian obat anastesi terjadi penyimpangan fisiologis dari
keadaan normal penderita sedikit sekali.
Kontraindikasi anestesi lokal, yaitu :
1. Operator merasa kesulitan bekerja sama dengan penderita, misalnya
penderita menolak di suntik karena takut
2. Terdapat suatu infeksi/ peradangan
3. Usia penderita terlalu tua atau dibawah umur
4. Alergi terhadap semua anastetikum
5. Anomali rahang
6. Letak jaringan anastesi terlalu dalam
Komplikasi Anestesi Lokal
1. Patah Jarum
Penyebab: Gerakan tiba-tiba jarum gauge (ukuran) kecil, jarum yang
dibengkokkan .
Pencegahan: Kenalilah anatomi daerah yang akan dianestesi, gunakan jarum
gauge besar, jangan gunakan jarum sampai porosnya, pake jarum sekali saja,
jangan mengubah arah jarum, beritahu pasien sebelum penyuntikan.
Penanganan: Tenang, jangan panic, pasien jangan bergerak, mulut harus tetap
terbuka jika pragmennya kelihatan, angkat dengan hemostat keal, jika tidak
terlihat diinsisi, beritahu pasien, kirim ke ahli bedah mulut.
2. Rasa Terbakar Pada Injeksi
Sebab: pH larutan melampaui batas, injeksi larutan cepat, kontaminasi larutan
catridge dengan larutan sterilisasi, larutan anestesi yang hangat.
Masalah: Bisa terjadi iritasi jaringan, jaringan menjadi rusak.
Pencegahan: Gunakan anestetik lokal yang pH kira-kira 5, injeksi larutan
perlahan-lahan (1ml/menit), cartridge disimpan pada suhu kamar, lokal anestetik
tetap steril.
3. Rasa Sakit pada Injeksi
Sebab: Teknik injeksi salah, jarum tumpul, deposit larutan cepat, jarum mengenai
periosteum.
Pencegahan: Penyuntikan yang benar, pakai jarum yang tajam, pakai larutan
anestesi yang steril, injeksikan jarum perlahan-lahan, hindari penyuntikan yang
berulang-ulang.
Penanganan: Tidak perlu penanganan khusus.
4. Parastesi (kelainan saraf akibat anestesi): tidak terasa.
Sebab: Trauma (iritasi mekanis pada nervus akibat injeksi jarum/ larutan
anestetik sendiri.)
Masalah: Dapat terjadi selamanya, luka jaringan.
Pencegahan: Injeksi yang tepat, penggunaan cartridge yang baik.
Penanganan: Tenangkan pasien, pemeriksaan pasien (lamanya parastesia),
pemeriksaan ulang sampai gejala hilang, konsul ke ahli bedah, mulut atau
neurologi.
5. Trismus (gangguan membuka mulut).
Sebab: Trauma pada otot untuk membuka mulut, iritasi, larutan, pendarahan,
infeksi rendah pada otot.
Masalah: Rasa sakit, hemobility (kemampuan mandibula untuk bergerak
menurun).
Pencegahan: Pakai jarum suntik tajam, asepsis saat melakukan suntikan, hindari
injeksi berulang-ulang, volume anestesi minimal.
Penanganan: Terapi panas (kompres daerah trismus 15-20 menit) setiap jam.
Analgetik obat relaksasi otot, fisioterapi (buka mulut 5- 10 menit tiap 3 jam),
megunyah permen karet, bila ada infeksi beri antibiotik alat yang digunakan untuk
membuka mulut saat trismus.
6. Hematoma (efusi darah kedalam ruang vaskuler).
Sebab: Robeknya pembuluh darah vena/ arteri akibat penyuntikan, tertusuknya
arteri/ vena, dan efusi darah.
Pencegahan: Anatomi dan cara injeksi harus diketahui sesuai dengan indikasi,
jumlah penetrasi jarum seminimal mungkin.
Penanganan: Penekanan pada pembuluh darah yang terkena, analgetik bila nyeri,
aplikasi pada pada hari berikutnya.
7. Infeksi.
Sebab: Jarum dan daerah operasi tidak steril, infeksi mukosa masuk kedalam
jaringa, teknik pemakaian alat yang salah
Pencegahan: Jarum steril, aseptic, hindari indikasi berulang-ulang.
Penanganan: Terapi panas, analgesic, antibiotic.
8. Udema (Pembengkakan Jaringan)
Sebab: Trauma selama injekasi, infeksi, alergi, pendarahan, irirtasi larutan
analgesic.
Pencegahan: Pemakaian alat anestesi lokal yang betul, injeksi atraumatik, teliti
pasien sebelum pemberian larutan analgesic.
Penanganan: Mengurangi pembengkakan secepat mungkin, bila udema
berhubungan dengan pernafasan maka dirawat dengan epinefrin 8,3 mg IV/Im,
antihistramin IV/im. Kortikosteroid IV/ IM, supinasi, berikan basic life support,
tracheastomi, bila sumbat nafas, evaluasi pasien.
9. Bibir Tergigit.
Sebab: Pemakaian long acting anestesi lokal.
Masalah: Bengkak dan sakit.
Pencegahan: Pilih anastetik durasi pendek, jangan makan/minum yang panas,
jangan mengigit bibir.
Penanganan: Analgesi, antibiotic, kumur air hangat beri vaselinlipstik.
10. Paralyse N. Facialis (N. Facialis ter anestesi)
Sebab: Masuknya larutan anestesi ke daam kapsul/ substransi grandula parotid.
Masalah: Kehilangan fungsi motoris otot ekspersi wajah. Mata tidak bisa
mengedip.
Pencegahan: Blok yang benar untuk n. Alveaolaris inferior, jarum jangan
menyimpang lebih kepost Waktu blok n. alveolaris inferior.
Penanganan: Beritahu pasien, bahan ini bersifat sementara, anjurkan secara
periodic membuka dan menutup mata.
11. Lesi Intra Oral Pasca Anestesi
Penyebab: Stomatitis apthosa rekuren, herpes simpleks.
Masalah: Pasien mengeluh sensitivitas akut pada daerah uslerasi.
Penanganan: Simptomatik, kumur-kumur dengan larutan dipenhidramin dan susu
magnesium.
12. Syncope (fainting).
Merupakan bentuk shock neurogenik.
Penyebab: Isohemia cereoral sekunder, penurunan volume darah ke otak, trauma
psikologi.
Masalah: Kehilangan kesadaran.
Pencegahan: Fentilasi yang cukup, posisi kepala lebih rendah dari tubuh,
hentikan bila terjadi perubahan wajah pasien.
Penanganan: Posisikan kepala lebih rendah dari tubuh, kaki sedikit diangkat, bila
sadar anjurkan tarik nafas dalam-dalam, rangsang pernaasan dengan wangi-
wangian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemakaian
anestetikum:
1. Anamnesis terutama riwayat alergi anestetikum
2. Apabila ada keraguan dalam memilih anestetikum, lakukan skin test pada
tangan yaitu injeksi intradermal 0,5 cc. Apakah ada bercak bundar atau
tidak
3. Pada pasien yang takut atau gelisah, lakukan premedikasi dengan der. As.
Barbiturat (sod. Pentobarbital) yang dilarutkan dalam air 1:3, tahan dalam
mulut dan telan. Ini untuk mengurangi trauma psikis dan antidot toksin
procaine.
4. Germisida topikal (alkohol 70%) sebagai desinfektan dan anestesi topikal
5. Jarum suntik harus baru, runcing/tajam, steril
6. Mukosa tegang à setelah injeksi, jarum jangan diputar-putar karena akan
merusak jaringan sekitarnya
7. Penyuntikan harus dilakukan perlahan-lahan
8. Harus selalu dilakukan aspirasi sebelum anestetikum disuntikkan.
SYARAF-SYARAF UNTUK KEDOKTERAN GIGI
ANATOMI N. TRIGEMINUS
Merupakan nervus cranialis yang paling besar, yang merupakan syaraf
sensorik utama yang akan menyalurkan rasa nyeri, suhu, rasa raba dan
proprioseptif daerah-daerah dangkal dan dalam wajah. Daerah yang dipersyarafi
meliputi :
1. Kulit scalp bagian depan dan wajah.
2. Membrana mucosa mulut, termasuk gusi dan lidah.
3. Cavum nasi.
4. Sinus paranasalis.
5. Gigi.
6. Meningens.
Selain itu syaraf motoriknya juga mempersyarafi otot-otot yang
berhubungan dengan :
1. Masticatio (mengunyah).
2. Menelan.
3. Gerakan palatum molle dan tuba auditiva Eustachii.
Gerakan membrana tympani dan ossicula auditoriae.
Serabut-serabut portio major N. Trigeminus muncul dari sisi lateral
permukaan ventral pons varoli sedangkan portio minor dari permukaan pons kira-
kira 2 mm – 5 mm di sebelah medioanterior portio major.
Selain portio major dan portio minor sebetulnya masih ada berkas lain
yang dinamakan radix intermedius yang terdiri atas 1-2 berkas yang berjalan di
antara radices motorik et sensorik N. trigeminus. Hanya saja hubungan, fungsi dan
kepentingan radix intermedius hingga kini masih belum jelas.
Radices sensorik, motorik et intermedius selanjutnya akan berjalan ke
anterior di dalam fossa cranii posterior menuju fossa cranii anterior dimana
berkas-berkas tersebut akan bergabung di dalam ganglion trigeminus (ganglion
semilunare Gasseri). Ganglion semilunare Gasseri ini terdapat di dalam suatu
lekukan pada duramater yang dinamakan cavum trigeminus (cavum Meckeli).
Cavum trigeminus Meckeli ini terdapat pada impressio trigemini ossis temporalis.
Ganglion semilunare trigemini terletak di sebelah lateral pars posterior sinus
cavernosus dan A. Carotis interna di dalam foramen lacerum.
Radix motoris (portio minor) terletak di sebelah medial portio major dan
berjalan di bawah ganglion di antara ganglion semilunare dan pars petrosa ossis
temporalis lalu meninggalkan cavum cranii melalui foramen ovale bersama-sama
dengan N. mandibularis.
Dari ganglion semilunare Gasseri serabut-serabut N. trigeminus akan
membentuk 3 buah cabang yaitu :
1. N. ophthalmicus (N. V1)
2. N. maxillaris (N. V2)
3. N. mandibularis (N. V3)
N. ophthalmicus terletak di sebelah kaudal, N. mandibularis terletak rostral
dan N. maxillaris di antara keduanya.
N. ophthalmicus dan N. maxillaris tetap bersifat sensorik sedangkan N.
mandibularis merupakan syaraf campuran (sensorik dan motorik). Syaraf-syaraf
tersebut berhubungan dengan 4 buah ganglia yaitu :
1. Ganglion ciliare yang berhubungan dengan N. ophthalmicus.
2. Ganglion pterygopalatinus yang berhubungan dengan N. maxillaris.
3. dan 4 : Ganglion oticum dan ganglion submandibularis yang berhubungan
dengan N. mandibularis.
Ganglia tersebut bukan merupakan bagian dari N. trigeminus tetapi
merupakan ganglia parasymphaticae.
N. ophthalmicus
Merupakan cabang utama dan terkecil dari N. trigeminus yang keluar dari
pars anterosuperior ggl. trigeminus lalu memasuki orbita melalui fissura orbitalis
superior. N. ophthalmicus akan mengurus persyarafan dari :
1. Duramater.
2. Bulbus aculi.
3. Conjunctiva.
4. Cornea.
5. Ggl. lacrimalis.
6. Palpebra.
7. Kulit hidung.
8. Kening (regio frontalis).
9. Mucosa frontalis (mukosa sinis frontalis).
10. Scalp (kulit kepala).
11. Sinus paranasalis (sinus frontalis, sinus sphenoidalis, dan sinus ethmoidalis).
Cabang-cabangnya adalah :
1. N. lacrimalis :
Memasuki orbita melalui bagian lateral fissura orbitalis superior lalu
terletak di sepanjang tepi atas m. Rectus lateralis.
2. N. frontalis :
Memasuki orbita melalui fissura orbitalis superior di atas otot-otot bola
mata. Cabang-cabangnya adalah :
2.1. N. supratrochlearis
2.2. N. supraorbitalis
N. supratrochlearis pergi ke anteromedial sedangkan N. supraorbitalis
berjalan ke depan di antara m. Levator palpebra superior dan atap orbita.
3. N. nasociliaris :
Terletak lebih dalam dan menyilang N. opticus menuju medial dimana dia
selanjutnya akan dinamakan N. ethmoidalis anterior. Cabang-cabangnya
adalah:
3.1. N. ciliaris longus untuk m. Dilatator pupillae.
3.2. N. infratrochlearis.
3.3. N. ethmoidalis posterior (tidak terdapat pada 30% cadaver).
N. maxillaris
Keluar dari bagian medial ggl. semilunare Gasseri lalu meninggalkan
cavum cranii melalui foramen rotundum menuju fossa pterygopalatina N.
maxillaris akan berhubungan dengan ggl. pterygopalatina (syaraf parasymphatis
yang menerima serabut-serabut preganglioner dari N. facialis). Selanjutnya N.
maxillaris akan memasuki orbita melalui fissura orbitalis inferior dan
meninggalkan orbita melalui foramen infraorbitale sebagai N. infraorbitale. N.
maxillaris akan mengurus persyarafan dari :
1. Palpebrae inferior.
2. Kulit pelipis.
3. Pipi bagian atas.
4. Sisi hidung yang berdekatan.
5. Labium oris superior.
6. Membrana mucosae nasopharynx.
7. Sinus maxillaris.
8. Sinus ethmoidalis.
9. Sinus sphenoidalis.
10. Palatun molle.
11. Tonsilla palatina.
12. Rahang atas.
Cabang-cabangnya adalah :
1. N. zygomaticus.
Memasuki orbita melalui fisurra orbitalis inferior lalu berjalan di
sepanjang dinding lateral orbita.
2. N. alveolares superiores; yang terdiri atas :
2.1. R. alveolaris superior anterior.
2.2. R. alveolaris superior medius.
2.3. R. alveolaris superior posterior.
3. N. pterygopalatinus (N. sphenopalatina).
N. mandibularis
Merupakan cabang terbesar dari N. trigeminus dan keluar fossa
infratemporalis. N. mandibularis merupakan syaraf campuran yang dibentuk
oleh :
1. Radix sensorik yang besar yang berasal dari angulus inferior ganglion
semilunare Gasseri.
2. Radix motorik yang merupakan seluruh radix motorik N. trigeminus.
Serabut-serabut sensorik N. mandibularis akan mengurus persyarafan dari :
1. Kulit regio temporalis.
2. Auricula.
3. Meatus acusticus externus.
4. Pipi.
5. Lidah (lingua).
6. Cellulae mastoidea.
7. Rahang bawah.
8. Artic. Temporomandibularis.
9. Sebagian dari duramater dan tengkorak.
Serabut-serabut motorik N. mandibularis akan mengurus persyarafan dari :
1. Mm. Masticatoris (otot-otot pengunyah) yang terdiri atas mm. masseter,
temporalis et pterygoidea.
2. M. Mylohyoideus.
3. Venter anterior m. Digastricus.
4. Mm. tensor tympany et tensor veli palatini.
Kedua radices sensorik et motorik baru bersatu membentuk N.
mandibularis setelah di luar tengkorak. Cabang-cabangnya adalah :
1. R. meningeus (N. spinosus, R. recurrens) :
Memasuki cavum cranii kembali melalui foramen spinosum bersama-sama
dengan A. Meningea media. N. spinosus ini akan mempersyarafi duramater.
2. N. pterygoideus medialis (N. pterygoideus internus) :
Merupakan cabang kecil yang menembus ggl. oticum untuk
mempersyarafi m. Pterygoideus internus. Dari N. pterygoideus medialis akan
dipercabangkan:
2.1. N. tensor veli palatini untuk m. Tensor veli palatini.
2.2. N. tensor tympani untuk mengurus m. Tensor tympani.
3. N. massetericus :
Berjalan ke lateral di atas m. Pterygoideus lateralis melalui incisura
mandibularis untuk mempersyarafi m. Masseter.
4. Nn. Temporales profundi :
Biasanya ada 2 (anterior dan posterior). N. temporalis profunda anterior
seringkali dipercabangkan dari N. buccalis.
5. N. pterygoideus lateralis (N. pterygoideus externus) :
Mengurus persyarafan m. Pterygoideus lateralis dan seringkali
dipercabangkan bersama-sama dengan N. buccalis.
6. N. buccalis (N. buccinatorius, N. buccalis longus) :
Berjalan ke depan di antara kedua caput m. Pterygoideus externus untuk
mempersyarafi m. Buccinatorius, dimana dia akan mengadakan hubungan
dengan N. facialis.
7. N. auriculotemporalis :
Berhubungan dengan N. facialis dan ggl. oticum.
8. N. lingualis :
Merupakan syaraf sensorik untuk 2/3 anterior lidah, dasar mulut dan
ginggiva mandibularis.
9. N. alveolaris inferior (N. dentalis inferior) :
Memasuki canalis mandibularis melalui foramen mandibulare dan berjalan
di bawah gigi geligi. Cabang-cabangnya adalah :
9.1. N. mylohyoidea, yang dipercabangkan tepat sebelum memasuki foramen
mandibulare.
9.2. Rr. Dentales inferiores.
9.3. N. incisivum, yang dipercabangkan di foramen mentale.
9.4. N. mentalis, sekaligus merupakan lanjutan dari N.alveolaris inferior
setelah meninggalkan foramen mentale.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Neurologi Klinis Dasar. Prof. DR. Mahar Mardjono, Prof.DR. Priguna
Sidharta
2. http://www.wikipedia.com
3. http://www.umanitoba.ca/cranial_nerves/kaufmann/index.html
4. Buku Basic Neuroanatomical Pathways. Dr. Gregory Budiman. Faculty Of
Medicine University Of Indonesia.
5. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1
6. Diagnosis Topik Neurologi DUSS edisi 4. M. Baehr & M. Frotscher.
7. Howe, G.L, Whitehead, F.I. 1994. Anestesi Lokal. Edisi 3th. Hipokrates.
Jakarta
8. Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
9. Tjiptono, T.R dkk. 1980. Ilmu Bedah Mulut.Edisi 2nd. Cahaya Sukma. Medan