Anemia Penyakit Kronik

5
ANEMIA PENYAKIT KRONIK Anemia penyakit kronik dikenal juga dengan nama anemia gangguan kronik, anemia sekunder, atau anemia sideropenik dengan siderosis retikuloendotelial. 5,6,29-32 Pengenalan akan adanya anemia penyakit kronik dimulai pada awal abad ke 19, dimana pada waktu itu pada pasien–pasien tuberkulosis sering ditemukan muka pucat. Lalu Cartwright dan Wintrobe pada tahun 1842 memperlihatkan adanya benda – benda kecil di sampel darah pasien demam tifoid dan cacar air. Juga pada penyakit infeksi lainnya seperti siphilis dan pneumonia. Nama yang dipergunakan waktu itu adalah Anemia penyakit infeksi. Pada tahun 1962 setelah dilakukannya suatu studi tentang infeksi dan ditemukannya gambaran yang sama pada penyakit–penyakit kronik bukan infeksi seperti artritis reumatoid, nama anemia penyakit kronik diperkenalkan. 32,33 Anemia penyakit kronik merupakan anemia terumum ke-dua yang sering dijumpai di dunia, tetapi mungkin merupakan yang paling umum dijumpai pada pasien–pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Anemia penyakit kronik bukanlah diagnosis primer tetapi merupakan respons sekunder normal terhadap berbagai penyakit di bagian tubuh manapun. 34 2.3.1 Defenisi anemia penyakit kronik Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses infeksi atau inflamasi kronik. 35 Biasanya anemia akan muncul setelah penderita mengalami penyakit tersebut selama 1–2 bulan. 15,32,36 Tumor dulunya memang merupakan salah satu penyebab anemia penyakit kronik, namun dari hasil studi yang terakhir tumor tidak lagi dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik. 37-39 2.3.2 Etiologi anemia penyakit kronik Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi seperti infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik misalnya artritis reumatoid, demam reumatik; lain–lain misalnya penyakit hati alkaholik, gagal jantung kongestif dan idiopatik: ( Tabel 5 ) Tabel 5 Etiologi anemia penyakit kronik 5,29,31,32,36,37,40 -43 No Infeksi kronik Inflamasi kronik Lain–lain Idio pa tik

Transcript of Anemia Penyakit Kronik

Page 1: Anemia Penyakit Kronik

ANEMIA PENYAKIT KRONIK Anemia penyakit kronik dikenal juga dengan nama anemia gangguan

kronik, anemia sekunder, atau anemia sideropenik dengan siderosis

retikuloendotelial. 5,6,29-32

Pengenalan akan adanya anemia penyakit kronik dimulai pada awal abad ke 19, dimana pada waktu itu pada pasien–pasien tuberkulosis sering ditemukan muka pucat. Lalu Cartwright dan Wintrobe pada tahun 1842 memperlihatkan adanya benda – benda kecil di sampel darah pasien demam tifoid dan cacar air. Juga pada penyakit infeksi lainnya seperti siphilis dan pneumonia. Nama yang dipergunakan waktu itu adalah Anemia penyakit infeksi. Pada tahun 1962 setelah dilakukannya suatu studi tentang infeksi dan ditemukannya gambaran yang sama pada penyakit–penyakit kronik bukan infeksi seperti artritis reumatoid, nama

anemia penyakit kronik diperkenalkan. 32,33

Anemia penyakit kronik merupakan anemia terumum ke-dua yang sering dijumpai di dunia, tetapi mungkin merupakan yang paling umum dijumpai pada pasien–pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Anemia penyakit kronik bukanlah diagnosis primer tetapi merupakan respons sekunder normal terhadap

berbagai penyakit di bagian tubuh manapun. 34

2.3.1 Defenisi anemia penyakit kronik

Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya

proses infeksi atau inflamasi kronik.35

Biasanya anemia akan muncul setelah

penderita mengalami penyakit tersebut selama 1–2 bulan. 15,32,36

Tumor dulunya memang merupakan salah satu penyebab anemia penyakit kronik, namun dari hasil studi yang terakhir tumor tidak lagi dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik. 37-39

2.3.2 Etiologi anemia penyakit kronik

Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi seperti infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik misalnya artritis reumatoid, demam reumatik; lain–lain misalnya penyakit hati alkaholik, gagal jantung kongestif dan idiopatik: ( Tabel 5 )

Tabel 5 Etiologi anemia penyakit kronik

5,29,31,32,36,37,40-43 No

Infeksi kronik

Inflamasi kronik

Lain–lain Idio pa

tik

01 Infeksi paru: abses,emfisema,

tuberkulosis, bronkiektasis

Artritis reumatoid Penyakit hati alkaholik

02 Endokarditis bakterial Demam reumatik Gagal jantung kongestif

03 Infeksi saluran kemih kronik

Lupus eritematosus sistemik (LES)

Tromboplebitis

04 Infeksi jamur kronik Trauma berat Penyakit jantung iskemik

05 Human immunodeficiency virus Abses steril

Page 2: Anemia Penyakit Kronik

(HIV)

06 Meningitis Vaskulitis

07 Osteomielitis Luka bakar

08 Infeksi sistem reproduksi wanita Osteoartritis

(OA)

09 Penyakit inflamasi pelvik (PID: pelvic inflamatory disease)

Penyakit vaskular kolagen (Collagen vascular disease)

10 Polimialgia

11 Trauma panas

12 Ulkus dekubitus

13 Penyakit chron

segera setelah timbul panas. Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai hal yang sama.

2. Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik. Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik. Kejadian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi kronik, dimana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang binatang tersebut dengan pemberian eritropoetin.

3. Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit besi bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan terjadinya gangguan pembebasan besi dari sel retikuloendotelial yang mengakibatkan berkurangnya penyedian untuk eritroblast.

4. Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag. Hipoferemia dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespons terhadap pemendekan masa hidup eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi eritropoetin yang aktif secara biologis.

5. Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang.

6. Kegagalan produksi transferin.

2.3.4 Gambaran klinis anemia penyakit kronik

Anemia pada penyakit kronik biasanya ringan sampai dengan sedang dan munculnya setelah 1–2 bulan menderita sakit. Biasanya anemianya tidak

bertambah progresif atau stabil,29,32,48,49

dan mengenai berat ringannya anemia pada seorang penderita tergantung kepada berat dan lamanya menderita

penyakit tersebut.19,29

Gambaran klinis dari anemianya sering tertutupi oleh

Page 3: Anemia Penyakit Kronik

gejala klinis dari penyakit yang mendasari (asimptomatik).29,32,48,49

Tetapi pada pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam, atau fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya angkut oksigen

dalam jumlah sedang, yang mana ini nantinya akan mencetuskan gejala.32

Pada pasien–pasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif kemungkinan akan ditemukan gejala–gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan

angina pektoris serta dapat terjadi gangguan serebral.5,15,50

Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai antara lain muka pucat, konjungtiva pucat dan

takikardi.50

2.3.5 Diagnosa anemia penyakit kronik

Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa

pemeriksaan, antara lain dari: 5,26,29,32,33,39,41,45,52

1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat, konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lain–lain.

2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:

a. Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 7–11 gr/dL.

b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik.

c. Volume korpuskuler rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau menurun sedikit (≤ 80 fl).

d. Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL). e. Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250

mug / dL). f. Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%). g. Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL).

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin), namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan sumsum tulang kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur sel–sel sumsum tulang dipengaruhi oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas memang cenderung meninggi pada pasien anemia penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan lambat dan tidak setinggi pada pasien anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan dengan bertambah beratnya anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin eritrosit

bebas lebih sering dilakukan pada pasien – pasien anemia defisiensi besi.5,29,32

2.3.6 Penatalaksanaan anemia penyakit kronik Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik, kecuali

pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya.5,19,20,26,29,31–33,37,50

Biasanya apabila penyakit yang mendasarinya telah diberikan pengobatan

dengan baik, maka anemianya juga akan membaik.31,43,53

Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia penyakit

kronik, tidak ada manfaatnya.27

Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin dapat membantu pasien anemia penyakit kronik, antara lain:

Page 4: Anemia Penyakit Kronik

1. Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasien–pasien anemia penyakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50–100 Unit/Kg, 3x seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 2–3 minggu konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons, maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan

penyebab yang lain, seperti anemia defisiensi besi.5,31,37,45

Namun ada pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat diberikan hingga 10.000–

20.000 Unit, 3x seminggu.32

2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya telah memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena

anemianya jarang sampai berat.14,31,51,54

3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejala–gejala polimialgia akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian kortikosteroid tersebut segera dihentikan

4. Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi

oleh karena efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan. 30–32,35