PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

36
LOG BOOK PJBL TRIGGER 1 PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Disusun Oleh Desak Gede Prema Wahini (105070201131010) NURSING K3LN PROGRAMME MEDICAL FACULTY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY MALANG 2012

description

LOG BOOK PJBL TRIGGER 1PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)Disusun Oleh Desak Gede Prema Wahini (105070201131010)NURSING K3LN PROGRAMME MEDICAL FACULTY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY MALANG 2012Trigger 1. Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang dengan ditemani oleh anaknya. Menurut cerita dari anaknya Tn. K satu hari yang lalu kehujanan setelah menengok cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15,

Transcript of PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

LOG BOOK PJBL TRIGGER 1

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

Disusun Oleh Desak Gede Prema Wahini (105070201131010)

NURSING K3LN PROGRAMME MEDICAL FACULTY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY MALANG 2012

Trigger 1. Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang dengan ditemani oleh anaknya. Menurut cerita dari anaknya Tn. K satu hari yang lalu kehujanan setelah menengok cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampa pagi ini sehingga keluarga memutuskan dibawa ke UGD RSSA.Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat. Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental. Pada saat dilakukan pengkajian saat ini Tn. K duduk dengan kedua tangan memegang tepi brankart, Menurut anaknya Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun. Serangan batuk yang saat ini dialami ayahnya sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien dalam kondisi sadar, GCS 456, dan tampak gelisah. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil RR: 29 x/menit, ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru, bentuk dada barrel chest, Pernafasan cuping hidung, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan

sternocleidomastoideus, nadi: 115 x/menit, regular, tekanan darah: 145/100 mm Hg, Suhu: 37,5C. akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3. Rongent toraks: terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar. ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang. Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA: Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2: 70 mmHg, Sa O2: 79%, PH: 7,25, H CO3 -: 20 mEq/L, Therapi: IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250 mg IV (5 mg/kg BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer: Ventolin : Bisolvon : Na CL 0,9% = 1:1:2, Venturi Masker 6 lpm.

SLO: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Definisi Etiologi dan Klasifikasi Epidemiologi Faktor Resiko Patofisiologi Manifestasi Klinis Komplikasi Pemeriksaan Diagnostik Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan

Definisi : PPOK adalah penyakit berkarakteristik pembatasan aliran udara pada saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible (reversible parsial) atau nonreversibel, progresif, dan berhubungan dengan inflamasi abnormal terhadap gas dan partikel berbahaya, terutama disebabkan oleh asap rokok. PPOK ditandai inflamasi kronik saluran napas, baik parenkim maupun vaskularisasi, selain ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase di paru serta adanya stres oksidatif. Kerusakan jaringan akibat inflamasi pada PPOK bisa terjadi di dua tempat, yaitu saluran pernapasan dan perenkim paru. Di saluran pernapasan terjadi inflamasi dan remodeling, mengakibatkan hambatan pada saluran pernapasan yang disebut sebagai bronkhitis kronis; sedangkan pada parenkim mengakibatkan destruksi serat elastis, sehingga elastic recoil menurun, terjadi air trapping dan kerusakan dinding alveoli yang disebut emfisema. Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyakit sistemik yang mempunyai hubungan antara keterlibatan metabolic, otot rangka, dan molecular genetics. Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan keadaan yang ditandai dengan kelemahan kemampuan untuk bernapas, mereka yang menderita PPOK akan menanggung akibat dari kurangnya oksigen. Penurunan kadar oksigen dalam sirkulasi dan jaringan tubuh, menempatkan pasien pada risiko tinggi terhadap beberapa kondisi serius lainnya.

Etiologi : Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95%) kasus di negara berkembang. Mekanisme yang menerangkan proses inflamasi akibat gas berbahaya, terutama asap rokok diterangkan dalam gambar berikut :

Hubungan PPOK dengan rokok tampak pada aktivasi makrofag. Aktivasi makrofag mengeluarkan mediator inflamasi seperti TNF-, IL-8, MCP-1, dan ROS mengggambarkan hubungan PPOK dengan rokok.

Usia mulai merokok, jumlah bungkus per tahun dan perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga dengan faktor genetik.

Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya

merokok (tahun), misalnya bronkitis 10 bungkus tahun artinya jika seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan menderita bronkitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok. Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok dalam jangka panjang dapat menyebabkan aneka efek, antara lain : Mengganggu pergerakan rambut getar epitel saluran nafas (respiratory epithelial cilliary). Menghambat fungsi alveolar macrophages. Menyebabkan hypertrophy dan hyperplasia kelenjar penghasil mucus. Juga menghambat antiproteases dan menyebabkan leukosit melepaskan enzim proteolitik secara akut. Merusak elastin, suatu protein yang membangun kantong alveolar.

Klasifikasi dan Pembagian Derajat : PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah keadaan pengeluaran mukus secara berlebihan ke batang bronchial secara kronik atau berulang dengan disertai batuk, yang terjadi hampir setiap hari selama sekurangnya tiga bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut turut. Emfisema adalah kelainan paru-paru yang ditandai dengan pembesaran jalan nafas yang sifatnya permanen mulai dari terminal bronchial sampai bagian distal (alveoli : saluran, kantong udara dan dinding alveoli).

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2006, PPOK dibagi atas 4 derajat:

Epidemiologi : Diperkirakan sekitar 600 juta penduduk dunia menderita penyakit ini. PPOK merupakan penyebab kematian nomor 4, tetapi diperkirakan akan menjadi nomor 3 pada tahun 2020. Prevalensi PPOK lebih tinggi di Negara berkembang.

Data BBKPM (Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat) Surakarta menunjukkan bahwa jumlah pasien baru yang terdiagnosis PPOK pada bulan Januari Juni 2009 di BBKPM Surakarta berjumlah 253 orang.

Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun.

Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok.

Menurut hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling banyak adalah penderita pada kelompok umur lebih dari 60 tahun sebesar 39 penderita (84,8%), dan penderita yang merokok sebanyak 29 penderita dengan proporsi 63,0%.

Menurut hasil penelitian Manik (2004) dalam Rahmatika (2009) di RS. Haji Medan pada tahun 2000-2002 menunjukkan bahwa dari 132 penderita yang paling banyak adalah proporsi penderita pada kelompok umur lebih dari 55 tahun sebanyak 121 penderita (91,67%).

Menurut penelitian Rahmatika (2009) di RSUD Aceh Tamiang dari bulan Januari sampai Mei 2009, proporsi usia pasien PPOK tertinggi pada kelompok usia 60 tahun (57,6%) dengan proporsi laki-laki 43,2% dan perempuan 14,4%.

Faktor Resiko : Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK adalah: Faktor host : faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas. Faktor exposure : merokok, status sosioekonomi, hipereaktivitas saluran napas, pekerjaan, polusi lingkungan, kejadian saat perinatal, infeksi bronkopulmoner rekuren. Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor lingkungan. Faktor pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti bahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang terus menerus oleh polusi udara merupakan faktor risiko lain PPOK. Status sosioekonomi merupakan faktor risiko untuk terjadinya PPOK, kemungkinan berkaitan dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat tinggal, gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan dengan sosioekonomi (Helmersen, 2002).

Patofisiologi :

Manifestasi Klinis : Peningkatan volum sputum, sesak nafas yang progresif, dada terasa sesak, sputum yang purulen, lemah, lesu, mudah lelah, demam, mengi. Gambaran klinis sistemik PPOK dapat berupa penurunan berat badan, disfungsi otot-otot skelet dan kelainan sistemik yang bersifat potensial. Penurunan berat badan akibat adanya ketidaksesuaian intake kalori, oleh karena pada pasien PPOK terjadi peningkatan metabolisme basal. Peningkatan metabolisme basal ini akibat adanya inflamasi sistemik, hipoksia jaringan dan pemakaian obatobatan pada pasien PPOK (misalnya beta-2 agonis). Adanya disfungsi otot skelet dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup penderita karena akan membatasi kapasitas latihan dai pasien PPOK. Disfungsi ini terjadi akibat perubahan gaya hidup pasien PPOK (aktivitas fisik yang menurun karena pasien mudah sesak), kelainan nutrisi, hipoksia jaringan, apoptosis otot skelet, stres oksidatif, rokok, kepekaan individu, perubahan hormon, perubahan elektrolit, kelaiana regulasi nitrit oksida, dan obat-obatan. Gambaran sistemik dari PPOK antara lain dapat meningkatkan prevalensi depresi dan prevalensi osteoporosis. Osteoporosis dapat terjadi pada penderita PPOK karena adanya malnutrisi, perubahan pola hidup, prokok, terapi steroid dan inflamasi sistemik. Komplikasi : Komplikasi sistemik PPOK terdiri dari peradangan sistemik, penurunan berat badan, gangguan muskuloskeletal, gangguan kardiovaskular, gangguan

hematologi, neurologi dan psikiatri. Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen600) (PDPI, 2003). Gejala Klinis Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk. Selain itu, Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut British Medical Research Council (MRC) (Tabel 2.1) (GOLD, 2009).

Pemeriksaan Fisik Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada seperti tong (barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup), terlihat penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis dan edema tungkai. Pada perkusi biasanya ditemukan adanya hipersonor. Pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan fremitus melemah, suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, ronki, dan mengi (PDPI, 2003).

Pemeriksaan Penunjang Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). EP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%. Radiologi (foto toraks) Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien (GOLD, 2009). Laboratorium darah rutin Analisa gas darah Mikrobiologi sputum (PDPI, 2003)

Penatalaksanaan : Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi Obat obatan Terapi oksigen Ventilasi mekanik Nutrisi Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut. 1. Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah 1. Pengetahuan dasar tentang PPOK 2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya 3. Cara pencegahan perburukan penyakit 4. Menghindari pencetus (berhenti merokok) 5. Penyesuaian aktiviti

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :

2. Obat-obatan a. Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ). Macam - macam bronkodilator : Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ). Golongan agonis beta - 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Kombinasi

kedua

golongan

obat

ini

akan

memperkuat

efek

bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah. b. Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1

pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg. c. Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : Lini I : amoksisilin makrolid Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon makrolid baru d. Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin e. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin. f. Antitusif Diberikan dengan hati hati

3. Terapi Oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya. Manfaat oksigen : Mengurangi sesak Memperbaiki aktiviti Mengurangi hipertensi pulmonal Mengurangi vasokonstriksi Mengurangi hematokrit

-

Memperbaiki fungsi neuropsikiatri Meningkatkan kualiti hidup

Macam terapi oksigen : Pemberian oksigen jangka panjang Pemberian oksigen pada waktu aktiviti Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan : Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT ) Pemberian oksigen pada waktu aktiviti Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Alat bantu pemberian oksigen : Nasal kanul Sungkup venture Sungkup rebreathing Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

4. Rehabilitasi Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan. a. Latihan fisis Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan : Peningkatan VO2 max Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik Peningkatan cardiac output dan stroke volume Peningkatan efisiensi distribusi darah Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat : Di rumah Latihan dinamik Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda Rumah sakit Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan. Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik daripada walkingjogging. Begitu jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal adalah 220 - umur dalam tahun.

-

Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita dapat diperkecil. walaupun demikan latihan jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal, dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan : Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan Pakaian longgar dan ringan

b. Psikososial Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat. c. Latihan Pernapasan Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti. Asuhan Keperawatan : a. Analisa Data Clustering Data Data Subjektif: - Tn. K 65 tahun - Tn.K satu hari yang lalu Data Objektif: - Pasien dalam kondisi sadar, GCS 456, dan tampak gelisah - RR: 29 x/menit

kehujanan

- Sesak nafas dirasakan sejak tadi - Ronki dan wheezing terdengar di malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampai pagi ini kedua lapang paru - Bentuk dada barrel chest

- Tn. K mengeluh nafasnya terasa - Pernafasan cuping hidung sesak sekali berbunyi ngik-ngik - Terdapat penggunaan otot bantu bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan

benda-benda berat

sternocleidomastoideus

- Tn. K juga mengeluh batuk sejak - Nadi: 115 x/menit, regular 3 bulan yang lalu dan - Tekanan darah: 145/100 mm Hg dahak - Suhu: 37,5C - Akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3

mengeluarkan

banyak

berwarna putih kental - Tn. K pada waktu muda suka

merokok dengan rata-rata 1 pak - Rongent toraks: terdapat pelebaran perhari selama 20 tahun - Serangan batuk sudah terjadi antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar - ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang - Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA: Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2: 70 mmHg, Sa O2: 79%, PH: 7,25, H CO3 -: 20 mEq/L No Analisa Data Data Etiologi Masalah Keperawatan 1 DS: - Tn. K 65 tahun - Sesak nafas dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampai pagi ini - Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi Hipereksresi lendir dan inflamasi/peradangan Iritasi jalan nafas Polusi bahan iritan(asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA) Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membrane alveolarkapiler

sejak 5 tahun yang lalu

ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat DO: - Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat RR : 22 x/menit - RR: 29 x/menit - Ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru - Pernafasan cuping hidung - Terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan sternocleidomastoideus - Nadi: 115 x/menit, regular - Tekanan darah: 145/100 mm Hg - Suhu: 37,5C - Akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3 - Rongent toraks: terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, Gangguan pertukaran gas Ketidaksamaan ventilasi perfusi/Hipoksemia Kerusakan campuran gas Penurunan ventilasi paru Alveoli mengalami kolaps Obstruktif (kerusakan) alveoli PPOK Bronkiolus menyempit dan tersumbat Peningkatan sel sel goblet Penurunan silia Peningkatan produksi sputum

penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar 2 DS: - Tn. K 65 tahun - Tn.K satu hari yang lalu kehujanan - Sesak nafas dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampai pagi ini - Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat - Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental - Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun - Serangan batuk sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu DO: - RR: 29 x/menit Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Peningkatan sel sel goblet Penurunan silia Peningkatan produksi sputum PPOK Batuk tidak efektif Hipereksresi lendir dan inflamasi/peradangan Iritasi jalan nafas Polusi bahan iritan(asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas : mukus dalam jumlah berlebihan

- Ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru - Pernafasan cuping hidung - Terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan sternocleidomastoideus - Nadi: 115 x/menit, regular - Tekanan darah: 145/100 mm Hg - Suhu: 37,5C - Akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3 - Rongent toraks: terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar. 3 DS: - Tn. K 65 tahun - Tn.K satu hari yang lalu kehujanan - Sesak nafas dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampai pagi ini - Tn. K mengeluh nafasnya Hipereksresi lendir dan inflamasi/peradangan Iritasi jalan nafas Polusi bahan iritan(asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA) Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan.

terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat - Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental - Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun - Serangan batuk sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu DO: - RR: 29 x/menit - Ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru - Pernafasan cuping hidung - Terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan sternocleidomastoideus - Nadi: 115 x/menit, regular - Tekanan darah: 145/100 mm Hg - Suhu: 37,5C - Akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3 - Rongent toraks: terdapat Ketidakefektifan pola nafas Gangguan pola nafas Nafas pendek Bronkiolus menyempit dan tersumbat Penurunan silia Peningkatan produksi sputum PPOK Peningkatan sel sel goblet

pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar.

b. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar-kapiler 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas : mukus dalam jumlah berlebihan 3. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan.

c. Intervensi Keperawatan Intervensi Diagnosa Keperawatan Rasional : Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar-kapiler Tujuan : Setelah dilakukan askep diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas. Kriteria Hasil : Frekuensi jantung normal (16-20 x/menit), tidak terdapat disritmia, melaporkan penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi Mandiri: 1. Kaji frekuensi, kedalaman Mandiri : 1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit. 2. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk

pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,

ketidakmampuan bicara/berbincang.

2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleran tubuh. 3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. 4. Auskultasi bunyi napas,catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan. 5. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan. 6. Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu. 7. Awasi tanda vital dan irama jantung Kolaborasi: 1. Awasi/ gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri 2. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA

tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps hjalan napas,dispnea dan kerja napas. 3. Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat di sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. 4. Bunyi napas mungkin redup karena adanya penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adany mengi mengindikasikan spasme bronkus/ tertahannya sekret. Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung. 5. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia. 6. Selama distres pernapasan berat/ akut/ refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditunjukkan untuk

dan toleransi pasien. 3. Berikan penekan SSP (mis., antiansietas, sedatif, atau narkotik) dengan hati-hati. 4. Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindahkan ke UPI sesuai instruksi untuk pasien.

meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. 7. Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

Kolaborasi : 1. PaCO2 biasanya meningkat (bronkitis,emfisema) dan PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: PaCO2 normal atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik. 2. Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dikeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan. 3. Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena

dapat terjadi gagal napas. 4. Terjadinya/kegagalan napas yang akan dating memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup.

Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas : mukus dalam jumlah berlebihan Tujuan : Setelah dilakukan askep bersihan jalan nafas kembali efektif. Kriteria Hasil : Frekuensi napas normal (16-20x/menit), tidak sesak, tidak adasputum, batuk berkurang.

Mandiri: 1. Auskultasi bunyi mengi. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekels, ronki 2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi. 3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. 4. Pertahankan posisi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu. 5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir 6. Observasi karakteristik batuk, mis., menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk

5. Beberapa bronkus obstruksi dapat/tak adanya

derajat terjadi jalan

spasme dengan

napas

dan

dimanifestasikan bunyi napas

adventisius, mis., penyebaran, krekels basah, (bronchitis);

bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat). 6. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau proses Pernapasan dan selama stres/adanya akut.

infeksi

dapatmelambat ekpirasi disbanding

frekuensi

memanjang inspirasi.

7. Peninggian kepala tempat tidur

Memperbaiki keefektifan upaya batuk. 7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung.

mempermudah pernapsan menggunakan

fungsi dengan graviatsi.

Namun pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas.

Kolaborasi: 1. Berikan obat sesuai indikasi. Bronkodilator, mis., - agonis: epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin); albuterol (Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine,Brethaire); isoetarin (Brokosol, Bronkometer); Xantin, mis.aminofilin, oxtrifilin, teofilin.

Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu kelemahan otot menurunkan dan dapat

sebagai alat ekspansi dada. 8. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat

mentriger episode akut. 9. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dispnea dan dan

mengontrol

menurunkan jebakan udara. 10. Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila

Kromolin (intal), flunisolida Aerobid).

pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. efektif pada Batuk posisi paling duduk

Steroid oral, IV, dan inhalasi; metilprednisolon (Medrol); deksametason (Decadral); antihistamin mis. Beklometason, triamnisolon; Antimikrobal;

tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada. 11. Hidrasi memebantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Pengguanaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan

Analgesik, penekan batuk/antitusif mis., kodein, produk dextrometorfan (Benylin DM, Comtrex, Novahistine).

dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

Kolaborasi

2. Berikan humidifikasi tambahan, mis.,nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan

1. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Obatobat mungkin

3. Bantu pengobatan pernapasan mis., IPPB, fisioterapi dada.

per oral, injeksi, atau inhalasi.

Menurunkan edema mukosa 4. Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada. dan spasme otot polos dan dapat juga menurunkan kelemahan otot dan meningkatkan kontraktilitas diafragma.

Menurunkan inflamasi jalan napas lokal dan edema dengan menghambat efek histamin dan mediator lain.

Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi atau menghambat pengeluaran histamin, menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan napas,

inflasi pernafasan dan dispnea

Banyak antimikroba dan diindikasikan untuk mengontrol infeksi pernapasan/pneumonia.

Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien istirahat.

2. Kelembaban menurunkan kekentalan secret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.

3. Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru. Catatan: dapat meningkatkan spasme bronkus pada asma.

4. Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi.

Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan. Tujuan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan askep diharapkan pola napas efektif : Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik

serta menggunakannya ketika sesak napas dan saat melakukan aktivitas, memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam aktivitas, menggunakan pelatihan otot inspirasi seperti yang dianjurkan.1. Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan. 2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat beberapa keputusan (mandi,bercukur) tentang perawatannya berdasarkan pada tingkat toleran pasien.

1. Membantu memperpanjang

pasien waktu

ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernapas lebih efisien dan efektif. 2. Memberikan jeda aktivitas

akan memungkinkan pasien untuk melakukan ktivitas

tanpa distress berlebih. 3. Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress berlebih.

3. Berikan dorongan penggunaanpelatihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

References: Nanda International. 2011. Nursing : Diagnoses : Definition And Clasification. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Judith M, Wilkinson. 2005. Nursing Diagnosis Hand Book . New Jersey : Pearson Education, Inc Perhimpunan Dokter Paru Indonesia .2003.Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan di Indonesia.

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf. Agustin,Heidy dan Faisal Yunus . 2008. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/28308155164.pdf Universitas Sumatera Utara . 2011. Penyakit PAru Obstruktif Kronik (PPOK). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22281/4/Chapter%20II.pdf Fahri,Ismir. Efek Peradangan Sistemik pada PPOK Terhadap Sistem Kardiovaskular. http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Juli09/dr.%20Ismir%20Kardio-OK.pdf Universitas Sumatera Utara. Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21590/5/Chapter%20I.pdf