Anemia Pada Ibu Hamil
-
Upload
chiyoualoverz-tharaztic-jrs -
Category
Documents
-
view
23 -
download
1
Transcript of Anemia Pada Ibu Hamil
ANEMIA PADA IBU HAMIL
Definisi
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada
trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II ( Depkes RI, 2009 ). Anemia
adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas
daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang.
Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai
dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006 ).
Hemoglobin ( Hb ) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan oksigen ke
seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh
untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah.
Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan tubuh janin,
membentuknya menjadi organ dan juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap
beraktifitas normal ( Sin sin, 2010 ).
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel
darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh
seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan
gejala-gejala fisiologis.
Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel
darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas
normal, keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi ( Masrizal, 2007). Menurut Evatt dalam Masrizal
( 2007) anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi
tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum
atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia
mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi
merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena
kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.
Penyebab anemia pada ibu hamil
Penyebab anemia umunya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat persalinan
yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik (Mochtar, 2004). Dalam kehamilan penurunan kadar
hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabkan oleh karena dalam kehamilan keperluan zat
makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam darah : penambahan volume
plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah
merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia.
Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma
sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut : plasma
30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri
secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini
meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat
hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan
apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik
(Wiknjosastro, 2005 ).
Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit
menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu
hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan
penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua ( Smith et al.,
2010 ).
Gejala anemia pada ibu hamil
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas
normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan
tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka
dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan Hemoglobin
dengan spektrofotometri merupakan standar ( Wiknjosastro, 2005).
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya terjadi
penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat besi dari
makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah, Zat
besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 – 30 % sedangkan dari sumber nabati
1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke
semua organ tubuh, akibatnya penderita sering berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah
lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan
kuku pucat (Sin sin, 2008).
Pencegahan dan Penanganan Anemia pada Ibu Hamil
Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan cara: meningkatkan
konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup, namun karena
harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang
lain untuk mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi
saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C.
Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan
zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam
proses pemasakan 50-80% vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa
menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin. ( Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007)Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang diminum (oral) atau dapat secara suntikan (parenteral). Terapi oral adalah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan. Sedangkan pemberian preparat parenteral adalah dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2×10 ml secara intramuskulus, dapat meningkatkan hemoglobin relatif cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya berdasarkan indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap wanita hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet sehari selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin (Sasparyana, 2010 ; Wiknjosastro 2005). Kenaikan volume darah
selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 μg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapannya ( Depkes RI, 2009). Menurut Shafa (2010) kebutuhan Fe selama ibu hamil dapat diperhitungkan untuk peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr, pembentukan plasenta 300 mgr, pertumbuhan darah janin 100 mgr.