Penyakit Ginjal Polikistik disertai Anemia Hemolitik Autoimun
Anemia Hemolitik Autoimun
-
Upload
derry-setiawan -
Category
Documents
-
view
3 -
download
1
description
Transcript of Anemia Hemolitik Autoimun
Anemia Hemolitik Autoimun
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu
anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri
sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit. Dan sebagian referensi ada yang
menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody
terhadp sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.1
Tapi sebenarnya kedua defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni karena
terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis
yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.
Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami gangguan fungsi dan
menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi
autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia
hemolitik autoimun.
Etiologi pasti dari penyakit hemolitik autoimun memang belum jelas kemungkinan terjadi
kerena gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif
residual. Terkadang system kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan
selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagain bahan asing (reaksi autoimun).
Adapun klasifikasi anemia hemolitik autoimun berdasarkan sifat reaksi antibodi, AHA
dibagi 2 golongan sebagai berikut: Anemia Hemolitik Autoimun Hangat atau warm AHA (yang
sering terjadi) dan Anemia Hemolitik Dingin atau cold AHA.
Anemia Hemolitik Autoimun Hangat (warm AHA) yakni suatu keadaan dimana tubuh
membentuk autoantibody yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh.
Autoantibody melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan
dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum tulang. Dan suhu
badan pasien pada anemia hemolitik aotuimun hangat ini >37 C.⁰
Anemia Hemolitik Autoimun Dingin (cold AHA) yakni suatu keadaan dimana tubuh
membentuk aotoantibodi yang beraksi terhadap sel darah merah dalm suhu ruangan atau dalam
suhu yang dingin. Dan suhu tubuh pasien pda anemia hemolitik aotuimun dingin ini < 37 C.⁰
Patogenesis
Anemia hemolitik autoimun ini terjadi akibat desrtuksi eritrosit yang melalui proses
hemolisis ekstravaskuler dan intravakuler. Pada AHA Tipe hangat melibatkan proses hemolisis
ekstravaskuler, dan pada AHA tipe dingin melibatkan proses hemolisis intravaskuler.
Pada AHA tipe hangat eritrosit yang diselimuti IgG atau komplemen difagositif oleh
makrofak dalam lien dan hati sehingga terjadi hemolisis ekstravaskuler. Adapun hemolisis
ekstravaskuler terjadi pada sel makrofag dari system retikuloendothelial (RES) terutama pada
lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis ini
terjadi karena kerusakan membran (akibat reaksi antigen antibody). Eritrosit yang pecah akan
menghasilkan globulin yang akan di kembalikan ke protein pool, serta besi yang di kembalikan
ke makrofag (cadangan besi) selanjutnya akan di pakai kembali, sedangkan protoporfirin akan
menghasilkan gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin menjadi
bilirubin indirek, mengalami konjugasi dalam hati menjadi bilirubin direk kemudian dibuang
melaluai empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam
urin.
Sebagian hemoglobin akan lepas ke plasma dan diikat oleh haptoglobin sehingga kadar
haptoglobin juga menurun, tetapi tidak serendah pada hemoloisis intravaskuler.
Pada AHA tipe dingin autoantibody IgM mengikat antigen membran eritrosit dan
membawa C1q ketika melewati bagian yang dingin, kemudian terbentuk kompleks penyerang
membran, yaitu suatu kompleks komplemen yang teriri dari atas C56789. Kompleks penyerang
ini menimbulkan kerusakan membran eritrosit, apabila terjadi kerusakan membran yang hebat
akan terjadi hemolisis intravaskuler jika kerusakan minimal terjadi pagositosis oleh makrofag
dalam RES sehingga terjadi hemolisis ekstravaskuler. Adapun hemolisis intravaskuler yakni
pemecahan eritrisit intravaskuler yang menyebabkan lepasnya hemoglobin bebas kedalam
plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh haptoglobin (suatu globin alfa) sehingga kadar
haptoglobin plasma akan menurun. Kompleks hemoglobin-haptoglobin akan dibersihkan oleh
hati dan RES dalam beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobin dilampaui maka akan
terjadilah hemoglobin bebas dalam plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin
bebas akan mengalami oksidasi menjadi methemoglobin sehingga terjadi methemoglobinnemia.
Heme juga diikat oleh hemopeksin (suatu glikoprotein beta-1) kemudian ditangkap oleh sel
hepatosit. Hemoglobin bebas akan keluar melalui urin sehingga terjadi hemoglobinuria. Sebagian
hemoglobin dalam tubulus ginjal akan diserap oleh sel epitel kemudian besi disimpan dalam
bentuk hemosiderin, jika epitel mengalami deskuamasi maka hemosiderin dibuang melalui urine
(hemosiderinuria), yang merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronik.
Gejala atau manifestasi klinik
Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat:
Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada yang disertai
nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa
nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun
tipe hangat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri.
Pada AHA paling tebanyak terjadi yakni idiopatik splenomegali tarjadi pada 50-60%,
iketrik terjadi pada 40%, hepatomegali 30% pasien san limfadenopati pada 25% pasien. Hanya
25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.
Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin:
Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik.
Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga terjadi akrosinosis dan
splenomegali. Pada cuaca dingin akan menimbulkan meningkatnya penghancuran sel darah
merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak
kebiruan) pada tangan dan lengan.
Pemeriksaan
a) AHA Tipe panas
Pada AHA tipe panas ini dijumpai kelainan laboratarium sebagai berikut:
1. Darah tepi
Anemia ini juga dijumpai kelianan diantaranya, pada darh tepi terdapat mikrosferosit,
pliikromasia, normoblast dalam darh tepi. Morfologi anemia ini pada umumnya ialah
normokoromik normositer dan juga di dapat terjadinya peningkatan retikulosit.
2. Bilurubin serum meningkat 2-4 mg/dl, dengan bilurubin indierk lebih tinggi dari
bilurubin direk.
3. Tes Coombs direk (DAT) positif.
gambar: apusan darah tepi penderita AHA: Menunjukan eritrosit normokromik
normositer, mikrosferosit, fragmentosit dan sebuah normoblast (panah)
4. Hemoglobin dibawah 7gr/dl.
5. Yang paling menonjol pada pemeriksaan darah tepi pada tipe hangat ini yakni
ditemukan sferositosis yang menonjol dalam darh tepi.
gambar: menuujukan sedian apus darah tepi pada anemia hemolitik autoimun tipe
hangat, terdapat banyak mikrosferosit dan sel polikromatik yang lebih besar
(retikulosit).
b) AHA Tipe dingin
Tes aglutitinasi dingin dijumpai titer tinggi dan tes Coombs direk positif. Dan juga tes
darah tepi yakni menghitung jumlah lekosit yang kadang sampai >50 rb/mmk yang
biasanya dijumpai pada yang akut, sealin itu juga jmenghitung jumlah trombosit
meningkat.
gambar: sedian apus darah pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin. Aglutinasi eritrosit yang
jelas terdapat pada sediaan apus darah yang dibuat pada suhu ruangan. Latar
belakangnya disebabkan oleh kosentrasi protein plasma yang meningkat.
Diagnosis
Diagnosis :
Pada AIHA ini diagnosis dapat ditegakkan jika ada tanda-tanda yang mendukung
diantaranya adanya gejala klinik, anemia normokrom normositer, hemolisis ekstravaskuler,
kompensasi sumsum tulang dan tes antiglobulin positif direk (Coombs) positif. Selain itu
diagnosis dapat ditegakkan karena adanya antibody atau komplemen pada eritrosit yang ada
dalam sirkulasi, dan adanya penghancuran eritrosit yang meningkat. Apabila gambaran klinik
mengarah pada AIHA panas, tetapi tes Coombs negatif maka terapi ex javantivus dengan obat
imunosupresif dapat dipertimbangkan.
Terapi
Anemia hemolitik autoimun tipe hangat:
Setelah diagnosis di tegakkan ada beberapa cara untuk mengobati penyakit ini, jika penyebab
penyakit di ketahui yang pertama harus dilakukan adalah menyingkirkan penyebab yang mendasari
contohnya SLE. Pemakaian obat seperti methyldopa dan fludarabin harus dihentikan. Apabila
penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah dengan pemberian
kortikosteroid terutama prednisolon awalnya secara intravena selanjutnya secara oral dengan dosis 60-
100 mg/hr. Dosis ini sebagai dosis awal untuk orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi
sedikit. Jika dijumpai ada kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb stabil.
Steroid ini mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis antibody. Selain prednisolon
dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian dosis disesuaikan.
Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal mempertahankan kadar Hb
dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan limfa (splenoktomi) dapat di pertimbangkan. Splenoktomi
ini bertujuan agar limfa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibody.
Pengangkatan limfa diketahui berhasil mengendalikan pada sekitar 50% penderita. Jika pengobatan ini
gagal, diberikan obat yang menekan system kekebalan. Obat imunosupresif lain dapat digunakan
diantaranya: Azatioprin 50-200 mg/hari, siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2), klorambusil, dan
siklosporin. Terapi lain yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari, biasanya danazol dipakai
bersama0sama steroid. Jika ditemui anemia berat yang mengancam fungsi jantung dapat dilakukan
tranfusi.
Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita karena bank darah mengalami
kesulitan dalam menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibody. Transfusinya sendiri dapat
merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibody. Maka, darah yang ditranfusi harus tidak
mengandung antigen yang sesuai dengan penderita. Kemudian pada keadaan gawat dapat diberikan
immunoglobulin dosis tinggi. Transfusi biasanya dilakukan apabila Hb < 7 g/dl.
Anemia hemolitik autoimun tipe dingin:
Dan terapi pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin yakni dengan menghindari udar dingin ,
mengobati penyakit dasar, kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga gdengan memberi
kortikosteroid tetapi kortikosteroid ini tidak efektif. Pemberian khlorambusil dapat memberikan hasil
pada beberapa kasus.
Dan juga bisa diberikan prednisone dan splenektomi tetapi pemberian obat ini tidak efektif atau
tidak banyak membantu penyembuhan pada penyakit ini. Dan bisa juga dengan pemberian klorambusil 2-
4 mg/hari, plasmaferesis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis,
namun secara praktik hal ini sukar dilakukan.
Daftar Pustaka
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S (editor)., 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Made IB., 2006. Hematologi Klinik Dasar. Jakrta: Buku kedoketran EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI., 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fk UI.
Barbara J. Bain, F. R. A. CP., F. R. C. Path., “Diagnosis from the Blood Simer”. http://www.NEJM.com.
Html. Volume 353:498-507. Augustus 4, 2005.