Anatomi rongga thoraks

28
1. Anatomi rongga thoraks Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan abdomen. Cavitas thoracis dibatasi oleh dinding thorax, berisi timus, jantung (cor), paru (pulmo), bagian distal trakea dan bagian besar esofagus. Dinding thorax terdiri dari kulit, fasia, saraf, otot, dan tulang. (3) K e r a n g k a dind i ng tho r a x Sifat khusus vertebra thorax mencakup : fovea costalis pada corpus vertebrae untuk bersendi dengan tuberculum costae, kecuali pada dua atau tiga kosta terkaudal, processus spinosus yang panjang. (3) Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada osteokartilagineus yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka thorax

description

n ,m

Transcript of Anatomi rongga thoraks

Page 1: Anatomi rongga thoraks

1. Anatomi rongga thoraks

Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan abdomen.

Cavitas thoracis dibatasi oleh dinding thorax, berisi timus, jantung (cor), paru (pulmo),

bagian distal trakea dan bagian besar esofagus. Dinding thorax terdiri dari kulit, fasia,

saraf, otot, dan tulang.(3)

K e r a n g k a dind i ng tho r a x

Sifat khusus vertebra thorax mencakup : fovea costalis pada corpus vertebrae untuk

bersendi dengan tuberculum costae, kecuali pada dua atau tiga kosta terkaudal, processus

spinosus yang panjang.(3)

Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada osteokartilagineus yang melindungi

jantung, paru-paru, dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka thorax

terdiri dari : vertebra thoraxika (12) dan diskus intervertebralis, costa (12 pasang) dan

cartilago costalis, sternum.

Costae

Costae adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan membatasi bagian terbesar

sangkar dada. Tujuh atau delapan kosta pertama disebut costae sejati (vertebrosternal)

karena menghubungkan vertebra dengan sternum melalui kartilago kostalisnya. Costae

Page 2: Anatomi rongga thoraks

VIII sampai costae X adalah costae tak sejati (vertebrokondral) karena kartilago kostalis

tepat diatasnya..

Costae XI dan XII adalah costae bebas atau costae melayang karena ujung kartilago

kostalis masing-masing costae berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal. Cartilago

costalis memperpanjang costae kearah ventral dan turut menambah kelenturan dinding

thorax. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya fraktur pada sternum atau costae karena

benturan. Costae berikut cartilago costalis-nya terpisah dari satu yang lain oleh spatium

intercostale yang berisi muskulus interkostalis, arteria interkostalis, vena interkostalis,

dan nervus intercostalis.(3)

Bagian costae terlemah, terletak tepat ventral terhadap angulus costae. Fraktur costae

umumnya terjadi secara langsung karena benturan, atau secara tidak langsung karena

cedera yang mememarkan. Rudapaksa langsung dapat menyebabkan fraktur di sembarang

tempat pada costae, dan ujung patahan dapat mencederai organ dalam (misalnya paru-paru

dan atau limpa).(3)

Sternum

Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar dada.

Sternum terdiri dari tiga bagian : manubrim sterni, korpus sterni, dan processus

xyphoideus.(3)

Manubrium sterni berbentuk sperti segitiga, terletak setinggi vertebra T-III dan

vertebra T-IV. Corpus sterni berbentuk panjang, sempit, dan lebih tipis dari

manubrium sterni. Bagian ini terletak setinggi vertebra (T-V) - (T-IX). Processus

xyphoideus, bagian sternum terkecil dan paling variabel, berupa tulang rawan pada orang

muda, tetapi pada usia lebih daripada 40 tahun sedikit banyak menulang.(3) Fraktur

sternum umum terjadi setelah kompresi traumatik pada dinding thorax (misalnya pada

kecelakaan lalu lintas, jika dada pengemudi terdorong pada batang kemudi). Umumnya

korpus sterni yang mengalami fraktur, dan biasanya bersifat

fraktur komunitiva artinya terpecah berkeping-keping. Pemasangan kantong udara dalam

kendaraan otomotif telah menurunkan frekuensi fraktur sternum dan wajah. Untuk

memasuki kavitas torasis pada bedah jantung dan pembuluh besar, sternum dibelah dalam

bidang median. Corpus sterni seringkali dimanfaatkan untuk biopsi sumsum tulang dengan

jarum karena lebarnya dan letakya yang superfisial.(3)

Page 3: Anatomi rongga thoraks
Page 4: Anatomi rongga thoraks

b. Sternum

Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar dada.

Sternum terdiri dari tiga bagian : manubrim sterni, korpus sterni, dan processus

xyphoideus.(3)

Manubrium sterni berbentuk sperti segitiga, terletak setinggi vertebra T-III dan

vertebra T-IV. Corpus sterni berbentuk panjang, sempit, dan lebih tipis dari

manubrium sterni. Bagian ini terletak setinggi vertebra (T-V) - (T-IX). Processus

xyphoideus, bagian sternum terkecil dan paling variabel, berupa tulang rawan pada orang

muda, tetapi pada usia lebih daripada 40 tahun sedikit banyak menulang.(3) Fraktur

sternum umum terjadi setelah kompresi traumatik pada dinding thorax (misalnya pada

kecelakaan lalu lintas, jika dada pengemudi terdorong pada batang kemudi). Umumnya

korpus sterni yang mengalami fraktur, dan biasanya bersifat

fraktur komunitiva artinya terpecah berkeping-keping. Pemasangan kantong udara dalam

kendaraan otomotif telah menurunkan frekuensi fraktur sternum dan wajah. Untuk

memasuki kavitas torasis pada bedah jantung dan pembuluh besar, sternum dibelah dalam

bidang median. Corpus sterni seringkali dimanfaatkan untuk biopsi sumsum tulang dengan

Appertura thoracis

Cavitas thoracis berhubungan dengan leher melalui apertura thoracis superior yang

berbentuk seperti ginjal. Apertura thoracis superior ini yang terletak miring, dilalui oleh

struktur yang memasuki atau meninggalkan cavitas thoracis, yakni tenggorok (trakea) ,

kerongkongan (esofagus), pembuluh dan saraf.

Cavitas torasis berhubungan dengan abdomen melalui apertura torasis inferior yangditutup

oleh diafragma. Struktrur-struktur yang berlalu ke dan dari kavitas torasis, dari dan ke

kavitas abdominis melewati diafragma (misalnya vena kava inferior) atau di belakangnya

(misalnya aorta).

Otot saraf dan vaskularisasi dinding thorax

Page 5: Anatomi rongga thoraks

Spatium intercostale yang khas berisi tiga lapis muskulus interkostalis. Lapis paling

superfisial dibentuk oleh muskulus intercostalis eksternus, lapis kedua oleh muskulus

intercostalis internus, dan lapis paling profunda oleh muskulus intercostalis intimus.

Setelah melewati foramen intervertebrale, kedua belas pasang nervi thoracici terpecah

manjadi rami anteriores dan rami posteriores. Rami anteriores nervi thoracici I-XI

membentuk nervi intercostales yang memasuki spatia intercostalia. Ramus anterior nervus

thoracicus XII yang terdapat kaudal dari costa XII, disebut nervi subcostalis. Rami

posteriores melintas ke arah dorsal, tepat lateral dari processus artikularis vertebra

untuk mempersarafi otot, tulang, sendi dan kulit di punggung.(3)

Pasokan darah arterial untuk dinding thorax berasal dari : arteria subklavia melalui arteria

thoracica interna dan arteria intercostalis terkranial, arteria aksilaris, orta melalui arteria

intercostalis dan arteria subcostalis.(3)

Vena intercostalis mengiringi arteria intercostalis dan terletak paling dalam (terkranial)

dalam sulcus costa. Di masing-masing sisi terdapat 11 vena intercostalis posterior dan satu

vena subcostalis. Vena intercostalis posterior beranastomosis dengan vena intercostalis

anterior yang merupakan anak cabang vena thoracica interna. Vena intercostalis terbanyak

berakhir dalam vena azygos yang membawa darah ke venosa ke vena cava inferior.(3)

Page 6: Anatomi rongga thoraks

2. Trauma Thoraks

PENDAHULUAN

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat

menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang

disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat

thorax akut. Trauma thorax atau cedera dada dapat menyebabkan kerusakan dinding dada,

paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ disekitarnya termasuk viscera (berbagai

organ dalam besar di dalam rongga dada)

Trauma toraks merupakan penyebab kematian yang bermakna. Sebagian besar pasien

trauma toraks meninggal saat datang di rumah sakit, disamping itu banyak kematian yang

dapat dicegah dengan upaya diagnosis dan tatalaksana yang akurat. Kurang dari 10 % kasus

trauma tumpul toraks sekitar 15-30% trauma tembus toraks memerlukan tindakan

torakotomi. Sebagian besar pasien trauma toraks dapat ditatalaksana dengan prosedur teknik

sesuai kompetensi yang dimiliki oleh dokter. Trauma toraks iatrogenik juga sering dijumpai

misalnya hemotoraks atau pneumotoraks dengan central line placement dan trauma esofagus

akibat endoskopi.

Hipoksia, Hiperkabia dan asidosis seringkali terjadi akibat trauma toraks. Hipoksia

jaringan terjadi akibat kegagalan distribusi oksigen menuju jaringan akibat hipovolemia

(perdarahan), ketidakseimbangan ventilasi perfusi pulmonal ( misalnya kontusio, hematoma

dan kolaps alveolar). Hiperkarbia seringkali terjadi akibat kegagalan ventilasi yang

disebabkan oleh perubahan pada tekanan intratorakal dan penurunan derajat kesadaran.

Asidosis metabolik juga dapat terjadi akibat hipoperfusi jaringan.

Penilaian dan tatalaksana awal pasien dengan trauma toraks terdiri dari primary survey,

resusitasi fungsi vital, secondarysurvey yang teliti dan penanganan definitif. Mengingat

hipoksia adalah manifestasi paling serius pada trauma toraks maka intervensi awal ditujukan

untuk mencegah atau memperbaiki hipoksia. Trauma yang dapat mengancam jiwa harus

segera ditangani secepat mungkin. Sebagian besar trauma toraks mengancam jiwa

ditatalaksana dengan mempertahankan kontrol saluran pernapasan atau memasang chest

Page 7: Anatomi rongga thoraks

tube. Secondary survey dilakukan berdasarkan anamnesis trauma dan kecurigaan tinggi akan

adanya trauma yang spesifik.

Dalam ATLS, cedera thorax dibagi menjadi 2 golongan

Segera

mengancam jiwa

a. Obstruksi jalan napas akut oleh sebab apapun, terutama

pada cedera laringotrakea atau cedera berat tulang muka

dan jaringan lunak.

b. Kegagalan ventilasi karena Tension pneumothorax,

pneumothorax terbuka, atau flail chest.

Potensial

mengancam jiwa

a. Simple Pneumothorax

b. Hemothorax

c. Kontusio Paru

d. Trauma Tracheobronchial Tree

e. Trauma Tumpul Jantung

f. Ruptur Aorta Traumatik

g. Ruptur Diafragma Traumatik

h. Ruptur Esofagus

PRIMARY SURVEY (Trauma Mengancam Jiwa)

Primary survey pada pasien trauma toraks dimulai dari saluran pernafasan. Permasalahan

utama harus segera diatasi saat teridentifikasi

1. JALAN NAPAS (AIRWAY)

Adanya trauma mayor yang mengenai jalan nafas perlu segera dikenali saat

melakukan primary survey. Patensi jalan napas dan pertukaran udara sebaiknya

dinilai dengan mendengarkan pergerakan udara melalui hidung, mulut, lapang paru

dari pasien; melakukan inspeksi orofaring untuk menilai adanya obstruksi benda

asing mengamati adanya retraksi otot intercostalis dan supraclavicular.

Trauma laring dapat menyertai trauma toraks. Walaupun gambaran klinisnya

seringkali tidak jelas, obstruksi saluran napas akut akibat trauma laring ini dapat

menjadi trauma yang mengancam jiwa.

Page 8: Anatomi rongga thoraks

Trauma pada thoraks yang dapat dinilai dengan adanya defek yang dapat di

palpasi pada regio persendia sternoclavicular dengan dislokasi kaput klavikula ke

arah posterior, yang menyebabkan obstruksi saluran napas atas. Identifikasi trauma

ini dapat dilakukan melalui observasi akan adanya obstruksi saluran pernapasan atas

(stridor) atau perubahan bermakna kualitas suara (jika pasien mampu berbicara).

Penatalaksaan berupa redukksi tertutup trauma yang dapat dilakukan dengan

meluruskan bahu atau melakukan fiksasi klavikula dengan “pointed clamp” dan

reduksi fraktur secara manual. Setelah reduksi, keadaan stabil dapat tercapai bila

pasien berapa dalam posisi supinasi.

2. PERNAPASAN (BREATHING)

Dada dan leher pasien harus diperiksa secara menyeluruh untuk menilai

pernapasan dan vena leher. Pergerakan dan kualitas respirasi dinilai dengan

observasi, palpasi dan pendengaran.

Tanda trauma thoraks atau hipoksia yang penting tetapi seringkali tidak

terlewatkan ialah peningkatan kecepatan pernapasan dan perubahan pola pernapasan,

khusunya pernapasan yang semakin dangkal,

Sianosis adalah tanda lanjut hipoksia pada pasien trauma. Walaupun demikian,

tidak adanya sianosis tidak menunjukkan bahwa iksigenasi jaringan telah

berlangsung secara adekuat atau saluran napas yang adekuat. Trauma thoraks dapat

menyebabkan gangguan pernapasan dan harus dikenali dan ditangani saat primary

survey termasuk adanya tension pneumothoraks, open pneumothoraks (sycking

wound), flail chest, kontusio paru, dan hemothoraks masif.

(a) Tension Pneumothorax

Tension pneumothorax terjadi ketika terdapat kebocoran udara yang

berasal dari paru- paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga

pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way valve). Akibatnya, tekanan

intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum

terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena

ke jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral.

Tekanan di dalam rongga pleura akan semakin tinggi karena penderita

memaksakan diri inspirasi kuat untuk memperoleh zat asam, tetapi ketika

ekspirasi udara tidak dapat keluar (mekanisme katup). Inspirasi paksaan ini

akan menambah tekanan sehingga makin mendesak mediastinum ke sisi

Page 9: Anatomi rongga thoraks

yang sehat dan memperburuk keadaan umum karena paru yang sehat

tertekan. Karena pembuluh vena besar, terutama v. cava inferior dan v.

cava superior, terdorong atau terlipat, darah tidak dapat kembali ke jantung,

hal inilah yang menyebabkan kematian.

Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi

penggunaan ventilator dengan ventilasi tekanan positif pada penderita

dengan kerusakan atau trauma pleura visceral. Tension pneumothoraks juga

dapat terjadi sebagai komplikasi dari pneumothorax sederhana pasca

trauma tumpul atau tembus thoraks dimana parenkim paru gagal untuk

mengembang atau pasca penyimpangan pemasangan kateter subklavia atau

jugularis interna. Defek traumatik pada thoraks dapat juga memicu tension

pneumothiraks jika tidak ditutup dengan benar dan jika defek tersebut

memicu terjadinya mekanisme flap-valve. Tension pneumothoraks juga

dapat terjadi akinat penyimpangan letak pasca fraktur tulang belakang

torakal.

Tension pneumothoraks merupakan kondisi klinis yang mencerminkan

kondisi udara dibawah tekanan dalam ruang pleura. Tatalaksana tidak boleh

ditunda karena menggangu konfirmasi radiologi selesai.

Tension pneumothoraks ditandai dengan gejala nyeri dada, air hunger,

distress pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara

nafas pada satu sisi, distensi vena leher dan sianosis sebagai manifestasi

lanjut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi yang hipersonor dan

hilangnya suara nafas pada hemithorax yang terkena. Pada tension

pneumothorax akibat trauma, dapat terjadi emfisema. Karena tekanan

tinggi di rongga pleura, udara ditekan masuk ke jaringan lunak melalui luka

dan naik ke wajah. Leher dan wajah membengkak seperti pada udem hebat.

Pada perabaan terdapat krepitasi yang mungkin meluas ke jaringan subkutis

thorax.

Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan

penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran

besar pada sela iga ke dua garis midclavicular pada hemithorax yang

mengalami kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax

Page 10: Anatomi rongga thoraks

menjadi pneumothorax sederhana. Terapi definitif selalu dibutuhkan

dengan pemasangan selang dada pada sela iga kelima diantara garis

anterior dan midaxilaris.

(b) Open Pneumothorax (Sucking Chest Wound)

Defek atau luka besar pada dinding dada yang terbuka dapat memicu open

pneumothoraks atau sucking chest wound. Tekanan dalam rongga pleura

akan menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada

mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir

melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil

dibandingkan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan

hipoksia dan hiperkarbia.

Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa steril (plastic wrap atau

petrolatum gauze) yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan

penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter type valve.

Saat pasien ihalasi, penutupan ini akan menyumbat luka, mencegah udara

masuk dan saat ekspirasi, lubang terbuka dari penutup ini memungkinkan

udara keluar dari ruang pleura Bila semua sisi penutup direkatkan, maka

udara akan terakumulasi pada rongga thoraks dan memicu terjadinya tension

pneumothoraks, sehingga sebaiknya chest tube segera dipasang secepat

mungkin. Penutupan bedah definitif pada defek seringkali perlu segera

dilakukan

(c) Flail Chest dan Kontusio Paru

Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai

kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena

fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis

fraktur. Adanya segmen flail chest menyebabkan gangguan pada pergerakan

dinding dada. Jika terjadi kerusakan parenkim paru dibawahnya sesuai

dengan kerusakan pada tulang, maka akan menyebabkan hipoksia yang

serius. Kesulitan utama adalah trauma parenkim paru yang mungkin

terjadi (contusio paru). Keterbatasan pergerakan dinding dada disertai nyeri

dan trauma paru yang mendasari merupakan penyebab penting hipoksia.

Flail chest mungkin tampak kurang jelas pada awalnya kerna adanya

“splinting” pada dinding thoraks. Pernapasan pasien berlangsung lemah dan

Page 11: Anatomi rongga thoraks

pergerakan thoraks tampak asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi dari

gangguan pergerakan respirasi dan krepitasi tulang iga atau fraktur kartilago

dapat menyokong diagnosis. Pada pemeriksaan foto rontgen thoraks akan

dijumpai fraktur costae multiple tetapi dapat juga tidak dijumpai pemisahan

costochondral. Analisis gas darah arteri yang menunjukkan kegagalan

pernapasan dengan hipoksia juga akan membantu menegakkan diagnosis flail

chest.

Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen

yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru,

maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi

cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan

benar-benar optimal. Apabila tidak dijumpai hipotensi sistemik,pemberian

cairan kristaloid intravena harus diawasi decara ketat agar tidak terjadi

overhidrasi.

Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa

oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk

memperbaiki ventilasi. Pemberian analgesia dapat dilakukan dengan

menggunakan narkotika intravena atau berbagai metode anestesi lokal yang

tidak berpotensi memicu depresi pernapasan seperti pada pemberian narkotika

sistemik. Pemilihan anestesia lokal melipito blok saraf intermitten pada

intercostal, intrapleural, ekstrapleural, ekstrapleural dan anestesia epidural.

Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan

hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta

ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola

trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap.

Penilaian hati-hati terhadap frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial

dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi waktu

untuk melakukan intubasi dan ventilasi.

(d) Hemothoraks Masif

Akumulasi darah dan cairan dalam hemithoraks dapat mengganggu upaya

pernapasan dengan menekan paru dan mencegah ventilasi yang adekuat.

Akumulasi akut darah secara dramatis dapat bermanifestasi sebagai hipotensi

dan syok.

Page 12: Anatomi rongga thoraks

3. CIRCULATION

Pada pemeriksaan denyut nadi pasien harus dinilai akan kualitas, kecepatan dan

regularitas. Pada pasien dengan hipovolemia, denyut nadi radialis dan dorsalis pedis

dapat tidak teraba akibat adanya depresi volume. Tekanan darah dan tekanan nadi

diukur dan sirkulasi perifer dinilai dengan mengamati dan melakukan palpasi kulit

unuk menilai warna dan suhu. Vena leher juga dinilai akan adanya distensi,

mengingat vena leher dapat tidak mengalami distensi pada pasien hipovolemia dan

temponade antung, tension pneumothoraks atau trauma diafragmatika.

Pengawasan jantung dan oksimeter nadi harus dilakukan pada pasien. Pasien yang

mengalami trauma thoraks terutama pada are sternum atau akibat trauma deselerasi

cepat sangat rentan mengalami trauma miokardium yang dapat memicu disaritmia.

Hipoksia dan asidosis akan meningkatkan kemungkinan ini. Disaritmia sebaiknya

ditatalaksana sesuai protokol yang berlaku. Pulseless electric activity (PEA) tampak

pada pemeriksaan EKG yang menunjukkan sebuah ritme saat pulsasi pasien tidak

teraba. PEA dapat dijumpai pada temponade jantung, tension pneumothoraks,

hipovolemia dan ruptur jantung.

Trauma thoraks utama yang dapat mempengaruhi sirkulasi, sebaiknya dikenali

dan ditatalaksana pada saat primary survey termasuk hemothoraks masif dan

temponade jantung.

a. Hemothoraks Masif

Hemothoraks masif terjadi akibat akumulasi cepat lebih dari 1500 ml darah

atau satu pertiga atau lebih dari volume darah pasien dalam rongga thoraks.

Biasanya terjadi akibat luka tembus yang merobek pembuluh darah sistemik

atau hilar. Hemothoraks masif juga dapat terjadi akibat trauma tumpul.

Perdarahan akan disertai hipoksia. Vena leher dijumpai datar akibat

hipovolemia berat atau akan mengalami distensi akibat adanya tension

pneumothoraks. Kadang-kadang efek mekanik darah intratorakal dapat

memicu pergerakan mediastinum yang cukup kuat untuk memicu distensi vena

leher. Hemothoraks masif dijumpai bila syok yang terjadi berhubungan dengan

hilangnya suara napas atau perkusi redup pada salah satu sisi hemothoraks

Hemothoraks masif ditatalaksana secara dini dengan restorasi volume darah

dan dekompresi kavitas thoraks. Jalur intravena dengan kaliber besar dan infus

kristaloid tetesan cepat disertai transfusi darah harus segera diberikan. Darah

Page 13: Anatomi rongga thoraks

dari chest tube sebaiknya dikumpulkan dalam satu wadah untuk autotransfusi.

Chest tube tunggal dipasang biasanya pada tingkat papila mammae, disebelah

anterior garis mid-aksilaris dan restorasi cepat volume terus berlangsung

seiring dengan dekompresi kavitas thoraks. Bila dicurigai hemothoraks masif

maka dilakukan persiapan untuk autotransfusi. Jika dievakuasi 1500 mL darah

maka sebaiknya dipersiapkan torakotomi dini.

Beberapa pasien yang memiliki output volume kurang dari 1500 mL tetapi

mengalami perdarahan terus menerus memerlukan torakotomi. Keputusan ini

didasarkan bukan kepada kecepatan perdarahan yang berlangsung (200

mL/jam selama 2-4 jam) tetapi juga pada status fisiologis pasien. Kebutuhan

persisten transfusi darah merupakan indikasi torakotomi. Selama resusitasi

pasien, volume darah yang awalnya di drainase dari tube dan kecepatan

perdarahan yang berkelanjutan perlu menjadi pertimbangan dalam

mempertimbangkan jumlah kebutuhan cairan pengganti. Warna darah

(menunjukkan sumber arteri atau vena) merupakan indikator lemah perlu

tidaknua tindakan torakotomi.

Luka tembus dinding anterior disebelah medialis garis yang melewati

papilla mammae dan luka posterior di sisi medial skapula harus diwaspadai

akan kemungkinan perlunya torakotomi karena kecenderungan kerusakan

pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung yang tinggi, serta terkait

potensi terjadinya temponade jantung.

b. Temponade Jantung

Temponade jantung biasanya terjadi akibat luka tembus. Trauma tumpul

juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah yang berasal dari antung,

pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perikardial. Sakus perikardium

manusia merupakan sebuah struktur yang fibrous; dengan sejumlah darah yang

relatif kecil diperlukan untuk restriksi aktivitas jantungdan mengganggu

pengisian jantung. Temponade jantung terjadi secara perlahab sehingga

memungkinkan evaluasi yang lebih teliti, tetapi temponade jantung juga dapat

terjadi dalam waktu singkat sehingga memerlukan diagnosis dan tatalaksana

yang cepat.

Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnostik klasik adalah

adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan

tekanan arteri dan suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh

Page 14: Anatomi rongga thoraks

sulit didapatkan bila ruang gawat darurat dalam keadaan berisik, distensi vena

leher tidak ditemukan bila keadaan penderita hipovolemia dan hipotensi sering

disebabkan oleh hipovolemia.

Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah

kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan

adanya tamponade jantung. PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan

tension pneumothorax harus dicurigai adanya tamponade jantung.

Pemasangan CVP dapat membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi

dapat ditemukan pada berbagai keadaan lain. Pemeriksaan USG

(Echocardiography) meruakan metode non invasif yang dapat membantu

penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian yang melaporkan angka

negatif yang tinggi yaitu sekitar 50%. Pada penderita trauma tumpul

dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG

abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi cairan dikantung perikard,

dengan syarat tidak menghambat resusitasi.

Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita

dengan syok hemoragik, tidak memberikan respon pada resusitasi cairan

dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan

nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan

diagnostik tambahan.

Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard

adalah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya

tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon

terhadap usaha resusitasi merupakan indikasi untuk melakukan

tindakan perikardiosentesis melaluin metode subxyphoid. Tindakan

alternatif lain, adalah melakukan operasi jendela perikard atau torakotomi

dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik

dilakukan diruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan.

Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung, pemberian

cairan infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan

meningkatkan cardiac output untuk sementara, sambil melakukan

pesiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui subxyphoid pada

Page 15: Anatomi rongga thoraks

tindakan ini menggunakan plastic- sheated needle atau insersi dengan

tekhnik seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang

lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard.

Monitoring elektrokardiogragi dapat menunjukan tertusuknya miokard

(peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosentesis

menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia.

SECONDARY SURVEY (Trauma Thoraks Berpotensi Mengancam Jiwa)

Secondary survey membutuhkan pemeriksaan fisik yang lebih dalam dan teliti. Foto

thorax tegak dibuat jika kondisi penderita memungkinkan, serta pemeriksaan analisis gas

darah, monitoring pulse oximeter dan elektrokardiogram. Pada foto thorax harus dinilai

pengembangan paru, adanya cairan, ada tidaknya pelebaran mediastinum, pergeseran dari

garis tengah atau hilangnya gambaran detail anataomis mediastinum. Pada fraktur iga

pertama atau fraktur iga multipeldan atau iga kedua hrus dicurigai bahwa trauma yang terjadi

pada thorax dan jaringan lunak di bawahnya sangat berat.

Sedikitnya ada delapan trauma yang mengancam jiwa meliputi:

Simple pneumothoraks

Hematothoraks

Kontusio paru

Trauma tracheobronchial tree

Trauma tumpul jantung

Ruptur aorta traumatik

Ruptur diafragma traumatik

Ruptur tumpul esofagus

Tidak seperti kondisi mengancam jiwa yang diidetifikasi saat primary survey, trauma yang

tercantum disini biasanya tidak tampak jelas saat dilakukan pemeriksaan fisik. Diagnosis

memerlukan kecurigaan tinggi dan studi tambahan yang tepat. Trauma ini seringkali

terlewatkan selama periode post traumatik awal; celakanya hal ini dapat menyebabkan

kematian pasien.

Page 16: Anatomi rongga thoraks

(1). Simple pneumothoraks

The difference between Tension and Simple Pneumothorax is that in Tension

Pneumothorax the air is under tension (pressure) because the underlying cause is a

"ball and valve" defect in the pleura (i.e: air can get into the pleural space but cannot

leave). This is not the case in a Simple Pneumothorax as the nature of the defect in the

pleura is such that air can both enter and leave the pleural space. Thus the air is not

under pressure (tension) in a Simple Pneumothorax.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam

tiga jenis, yaitu:

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura

dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga

tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura

awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena

diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum

mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan

di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan,

tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana

terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan

bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan

ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks

terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan

perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (8). Pada saat

inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi

positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,

tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang

terluka (sucking wound).

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks dengan

tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar

karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi

udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya

terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara

di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga

Page 17: Anatomi rongga thoraks

pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang

terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering

menimbulkan gagal napas

Setiap pneumothoraks sebaiknya ditatalaksana dengan pemasangan chest

tube yang dipasang pada ruang interkostalis keempat atau kelima, sedikit

anterior dari mid aksilaris. Observasi dan aspirasi dari pneumothoraks

asimptomatis mungkin tindakan yang tepat, tetapi pemilihan terapi sebaiknya

ditentukan oleh dokter yang berkompeten; bila tidak maka pemasangan chest

tube sebaiknya segera dilakukan. Setelah chest tube dipasang dan

dihubungkan dengan underwater seal apparatus dengan atau tanpa penghisap,

pemeriksaan ronsen toraks perlu dilakukan untuk memastikan pengembangan

paru kembali. Baik anestesia maupun ventilasi tekanan positif sebaiknya tidak

diberikan pada pasien yang menderita pneumothoraks traumatik atau mereka

yang berisiko untuk mengalami pneumothoraks intraoperatif yang tidak

terduga, sampai chest tube tersebut dipasang. Simple pneumothoraks dapat

berubah menjadi tension pneumothoraks yang mengancam jiwa bila tidak

dikenali dan ventilasi tekanan positif diaplikasi. Pasien dengan pneumothoraks

harus mendapat dekompresi thoraks sebelum dirujuk via ambulans.

(2). Hemothoraks

Penyebab utama hemothoraks (<1500 mL darah) ialah laserasi paru atau laserasi

pembuluh darah interkostal atau arteri mammaria interna akibat adanya trauma

tembus maupun trauma tumpul.

Sesuai panduan, bila 1500 mL darah diperoleh segeramelalui chest tube, atau jika

drainase lebih dari 200 mL/am selama 2-4 jam atau jika transfusi darah diperlukan

maka operasi eksplorasi perlu dipertimbangkan.

(3). Kontusio paru

Kontusio paru dapat terjadi tanpa fraktur tulang iga atau flail chest, khusunya pada

pasien muda tanpa adanya osifikasi tulang iga yang sempurna. Kontusio paru

merupakan trauma thoraks yang berpotensi menyebabkan kematian. Kegagalab

respiratory resultan mungkin tampak tidak elas dan cenderung terus terjadi.

Penatalaksanaan definitif dapat berubah seiring waktu sehingga diperlukan observasi

yang hati-hati dan evaluasi pasien secara berkesinambungan.

Page 18: Anatomi rongga thoraks

Pasien dengan hipoksia bermakna (PO2 < 65mmHg atau SaO2 <90%) pada udara

bebas mungkin memerlukan intubasi dan ventilasi pada satu jam pertama setelah

taruma. Kondisi medis yangmenyertai seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal

meningkatkan perlunya tindakan intubasi dini dan ventilasi mekanikal. Beberapa

pasien dengan kondisi yang stabil dapat ditatalaksana secara selektif tanpa intubasi

endotrakeal atau ventilasi mekanik.

Pengawasn pulse oximetry, analisis gas darah, observasi EKG dan ventilator

mekanik sangat diperlukan untuk tatalaksana yang optimal. Setiap pasien dengan

kondisi tersebut sebaiknya dirujuk.

(4). Trauma Tracheobroncial tree

(5). Trauma tumpul jantung

(6). Ruptur aorta traumatik

(7). Ruptur diafragma traumatik

(8). Ruptur tumpul esofagus