ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM...

120
ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH SKRIPSI ARAMITA LIVIA ARDIS NPM. 230110150187 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR 2019

Transcript of ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM...

Page 1: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG

DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI EKOWISATA

DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH

SKRIPSI

ARAMITA LIVIA ARDIS

NPM. 230110150187

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI PERIKANAN

JATINANGOR

2019

Page 2: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG

DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI EKOWISATA

DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Sidang Akhir

ARAMITA LIVIA ARDIS

NPM. 230110150187

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI PERIKANAN

JATINANGOR

2019

Page 3: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Zonasi Terumbu

Karang Dalam Pengembangan Segmentasi Ekowisata di Taman Nasional

Karimunjawa dengan Metode Penginderaan Jauh adalah hasil karya saya

dengan bimbingan dari komisi pembimbing. Sumber data dan informasi yang

berasal atau dikutip dari karya orang lain yang diterbitkan maupun yang tidak

diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Jatinangor, Agustus 2019

Aramita Livia Ardis

NPM. 230110150187

Page 4: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM

PENGEMBANGAN SEGMENTASI EKOWISATA DI

TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DENGAN METODE

PENGINDERAAN JAUH

PENULIS : ARAMITA LIVIA ARDIS

NPM : 230110150187

Jatinangor, Agustus 2019

Menyetujui :

Komisi Pembimbing Dekan,

Ketua,

Mega Laksmini Syamsudin, S.Pi.,MT.,Ph.D Dr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si

NIP. 19790916 200801 2 011 NIP. 19751201 200604 1 002

Anggota,

Drs. Herman Hamdani, M.Si

NIP. 19570805 198601 1 002

Page 5: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

kesehatan jasmani dan rohani serta petunjuk dan kekuatan kepada penulis atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis dapat mengerjakan skripsi ini.

Selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak

baik secara moral maupun material. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Ayah dan Ibu (Bpk. Ejeb Sudrajat dan Ibu Mia Lasmi Wardiyah) orang tua

serta adik (Rehima Kainan) tersayang yang telah menjadi penyemangat

utama hingga saat ini dan selalu memberikan dukungan baik secara moral,

material, maupun spiritual.

2. Ibu Mega Laksmini Syamsudin, S.Pi.,MT.,Ph.D. selaku wali dosen dan

ketua komisi pembimbing yang telah membantu dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

3. Bapak Drs. Herman Hamdani, M.Si Selaku anggota komisi pembimbing

yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Lantun Paradhita Dewanti, S.Pi., M.EP selaku dosen penelaah.

5. Bapak Dr. Asep Agus Handaka, S.Pi., MT., selaku ketua Program Studi

Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

6. Bapak Dr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si selaku kepala Dekan Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran.

7. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

(FPIK) Universitas Padjadjaran.

8. Sahabat sekaligus partner terdekat Febrian Kris Avisca yang tidak lelahnya

memberikan dukungan, semangat, dan mendorong saya mulai dari titik

terendah hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 6: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

v

9. Sahabat tercinta selama seperjuangan kuliah dari tahun 2015 Nabilla,

Ishmah, Rima, Pramiatika, dan Jinan yang telah menjaga disaat saya

terbaring lemah dan memberikan dukungan penuh dan memberikan kritik

dan saran terhadap proses penyusunan skripsi ini.

10. Rekan-rekan “Warben” dan “Lombok Happy” yang memberikan dukungan

dan semangat yang menghibur.

11. Teman-teman Perikanan C, Himikan dan Bidang Konservasi yang sudah

menghabiskan 4 tahun bersama-sama

12. Dan rekan-rekan yang telah membantu dalam penelitian baik pengambilan

data dan pengolahan data Firman, Arif, Hazman, dan Ozi.

Page 7: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

vi

ABSTRAK

Aramita Livia Ardis (Dibimbing oleh: Mega Laksmini Syamsudin dan

Herman Hamdani). 2019. Analisis Zonasi Terumbu Karang dalam

Pengembangan Segmentasi Ekowisata di Taman Nasional Karimunjawa

dengan Metode Penginderaan Jauh.

Karimunjawa menjadi salah satu destinasi utama yang menyuguhkan keindahan

bawah laut yang cukup digemari akan tetapi meningkatnya kegiatan wisata

memberikan keuntungan ekonomi namun berdampak negatif juga terhadap

ekosistem terumbu karang sehingga diperlukan adanya pengelolaan yang bijak

dan berkelanjutan, karakteristik seperti ini dirasa mampu dibantu oleh teknologi

penginderaan jauh. Tujuan dari riset ini untuk menganalisis zonasi terumbu

karang untuk pengembangan segmentasi ekowisata serta daya dukung dari

ekosistem terumbu karang dan memetakan kondisi ekosistem terumbu karang di

kawasan Taman Nasional Karimunjawa melalui teknologi penginderaan jauh.

Metode yang digunakan dalam pengambilan data menggunakan metode survey

yang terbagi 2 yakni in-situ yang dilakukan pada tanggal 29 April 2019 hingga 2

Mei 2019, dan secara eks-situ yang diambil selama 4 tahun untuk tutupan karang

dan 1 tahun untuk suhu permukaan laut. Dengan menggunakan analisis deskriptif

kuantitatif, didapatkan hasil kesesuai lahan berdasarkan pendekatan indeks

kesesuaian lahan dan persentasi tutupan karang dalam penentuan pemetaan

segmentasi kawasan ekowisata. Hasil dari riset ini menunjukan melalui

pendekatan in-situ pengambilan data diketiga stasiun pada Pulau Sintok dan

Menjangan Kecil memiliki tutupan karang tergolong baik sedangkan Cemara

Besar rusak. Nilai Indeks Kesesuaian Wisata yang sesuai berada pada Pulau

Menjangan Kecil sedangkan kedua stasiun lainnya tidak sehingga perhitungan

daya dukung hanya dilakukan pada pulau yang sesuai dan sangat sesuai saja.

Berbanding terbalik melalui analisis nilai Scenic Beauty Estimation, Pulau

Cemara Besar yang menunjukan nilai tinggi sedangkan pada Pulau Menjangan

Kecil yang terendah. Analisis spasial menunjukan fluktuasi perubahan suhu

permukaan laut selama satu tahun tidak terlalu signifikan dan masih dibatas range

suhu optimum bagi pertumbuhan karang sehingga tidak berpengaruh terhadap

kondisi penyebab kerusakan terumbu karang yakni bleaching. Melihat sebaran

terumbu karang melalui satelit, selama 4 tahun terakhir menunjukan

meningkatnya tutupan karang mati yang menyisakan sebanyak 6.752.802 m2 di

tahun 2019.

Kata Kunci : Ekosistem, karang, Karimunjawa, segmentasi, terumbu.

Page 8: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

vii

ABSTRACT

Aramita Livia Ardis (Supervised by: Mega Laksmini Syamsudin and

Herman Hamdani). 2019. Zoning Analysis of Coral Reefs in the Development

of Segmentation Ecotourism in Karimunjawa National Parks by Remote

Sensing Methods.

Karimunjawa is one of the main destinations that presents underwater beauty that

is quite popular, but increased tourism activities provide economic benefits but

also have a negative impact on coral reef ecosystems so that prudent and

sustainable management are needed, these characteristics are felt capable of

being helped by remote sensing technology. The purpose of this research is to

analyze the coral reef zoning for the development of ecotourism segmentation and

the carrying capacity of coral reef ecosystems and to map the condition of coral

reef ecosystems in the Karimunjawa National Park area through remote sensing

technology. The method used in data collection uses a survey method which is

divided into 2 types in-situ conducted on 19th

April 2019 to 2nd

May 2019, and ex-

situ taken for 4 years for coral cover and 1 year for sea surface temperature. By

using quantitative descriptive analysis, land suitability results are obtained based

on the land suitability index approach and the percentage of coral cover in

determining the mapping of ecotourism segmentation areas. The results of this

research show that through in-situ approach, data collection in three stations on

Sintok and Menjangan Kecil Island has good coral nappe while Cemara Besar is

damaged. The appropriate Tourism Conformity Index value is on Menjangan

Kecil Island while the other two stations are not so that the carrying capacity

calculation is only done on the appropriate and very appropriate island. Inversely

proportional through the analysis of the Scenic Beauty Estimation value, Cemara

Besar Island which shows a high value while on the Small Menjangan Island the

lowest. Spatial analysis shows that the fluctuation in sea surface temperature

during one year is not too significant and is still limited to the optimum

temperature range for coral growth so that it does not affect the conditions

causing damage to coral reefs, called bleaching. Looking at the distribution of

coral reefs via satellite, over the past 4 years shows an increase in dead coral

cover leaving 6,752,802 m2 in 2019.

Keywords: Coral, ecosystems, Karimunjawa, reef, segmentation.

Page 9: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

viii

DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................ vi

ABSTRACT .................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ............................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah .................................................................. 3

1.3 Tujuan Riset .............................................................................. 3

1.4 Kegunaan Riset ......................................................................... 3

1.5 Kerangka Pemikiran .................................................................. 3

II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Umum Karimunjawa ................................................... 7

2.2 Ekowisata .................................................................................. 8

2.3 Wisata Bahari ............................................................................ 9

2.4 Terumbu Karang ..................................................................... 10

2.4.1 Deskripsi Terumbu Karang ..................................................... 10

2.4.2 Faktor Pembatas ...................................................................... 12

2.4.3 Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang .................................... 14

2.4.4 Kerusakan Terumbu Karang ................................................... 16

2.4.4.1 Faktor Alam .......................................................................... 16

2.4.4.2 Pengaruh Aktivitas Manusia ................................................ 17

2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Pemetaan

Terumbu Karang ..................................................................... 17

2.6 Penginderaan Jauh .................................................................. 18

2.6.1 Pengertian Penginderaan Jauh ................................................. 18

2.6.2 Satelit LDCM (Landat 8) ........................................................ 19

2.6.3 Satelit Aqua MODIS ............................................................... 21

III METODOLOGI RISET

3.1 Waktu dan Tempat Riset ......................................................... 22

3.2 Alat dan Bahan Riset ............................................................... 23

3.2.1 Alat Riset ................................................................................ 23

3.2.2 Data Riset ................................................................................ 24

3.3 Metode Riset ........................................................................... 24

Page 10: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

ix

3.3.1 Pengambilan Data Secara in-situ ............................................ 25

3.3.2 Pengambilan Data Secara eks-situ .......................................... 26

3.4 Prosedur .................................................................................. 26

3.5 Parameter Pengukur ................................................................ 28

3.5.1 Persentase Tutupan Terumbu Karang ..................................... 28

3.5.2 Matriks Kesesuaian Pemanfaatan untuk Wisata Bahari .......... 29

3.5.3 Daya Dukung Kawasan .......................................................... 30

3.5.4 Scenic Beauty Estimation (SBE) ............................................. 32

3.5.5 Metode Lyzenga ..................................................................... 34

3.6 Analisis Data ........................................................................... 34

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Oseanografi ............................................................... 36

4.1.1 Parameter Fisik In-situ ............................................................ 36

4.1.2 Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) ..................................... 39

4.2 Kondisi Terumbu Karang ...................................................... 47

4.2.1 Distribusi dan Kondisi Tutupan Karang di Pulau Sintok,

Pulau Cemara Besar, dan Pulau Menjangan Kecil ................. 48

4.2.1.1 Pulau Sintok ......................................................................... 48

4.2.1.2 Pulau Cemara Besar ............................................................. 49

4.2.1.3 Pulau Menjangan Kecil ........................................................ 50

4.2.2 Sebaran Spasial Tutupan Karang ............................................ 52

4.3 Analisis Kesesuaian Kawasan Wisata Bahari ......................... 55

4.3.1 Indeks Kesesuaian Wisata ....................................................... 55

4.3.2 Daya Dukung Kawasan (DDK) ............................................... 58

4.4 Estimasi Nilai Visual Ekosistem Terumbu Karang ................ 60

4.5 Rencana Zonasi Pengembangan Segmentasi

Ekowisata Bahari .................................................................... 62

4.5.1 Analisis Parameter Kawasan .................................................. 63

4.5.2 Pemetaan Segmentasi Kawasan .............................................. 65

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 68

5.2 Saran ........................................................................................ 69

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 70

LAMPIRAN .................................................................................... 77

Page 11: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

x

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Aktivitas Alam dan Akibat yang Ditumbulkannya Terhadap

Terumbu Karang .................................................................................. 16

2. Aktivitas Manusia Terhadap Kerumbu Karang dan Akibat

yang Ditimbulkannya ........................................................................... 17

3. Spesifikasi Orbit Satelit LDCM ........................................................... 20

4. Band Citra Landsat 8 Band Panjang Gelombang (µm) Sensor

Resolusi ................................................................................................ 21

5. Daftar Alat Riset yang Digunakan ....................................................... 23

6. Daftar Data Riset yang Digunakan ....................................................... 24

7. Kategori Persentase Tutupan Terumbu Karang ................................... 29

8. Kategori Kesesuaian Kegiatan Wisata Snorkling/Diving ..................... 29

9. Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt) ......... 31

10. Prediksi Waktu yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata ...... 32

11. Matriks Perhitungan Nilai SBE ............................................................ 31

12. Matriks Kategori Nilai SBE ................................................................. 32

13. Parameter Perairan Stasiun Pengamatan .............................................. 37

14. Luasan karang di Kepulauan Karimunjawa dalam 4 tahun terakhir .... 53

15. Nilai IKW pada Masing-Masing Stasiun ............................................. 56

16. Nilai DDK pada stasiun yang sesuai dan sangat sesuai ....................... 58

17. Data Nilai SBE Setiap Seascape .......................................................... 60

18. Klasifikasi Pengelompokan Kelas SBE ............................................... 62

19. Rekapitulasi Parameter Setiap Stasiun ................................................. 63

Page 12: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

xi

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Kerangka Pemikiran dalam Penentuan Riset ....................................... 6

2. Peta Taman Nasional Karimunjawa ..................................................... 8

3. Anatomi Polip Karang.......................................................................... 11

4. Spesies Terumbu Karang : (a) Acropora cervicornus (Hard Coral);

(b) Dendronephthya sp. (Soft Coral).................................................... 12

5. Gambaran pencitraan permukaan Bumi dengan satelit LDCM

(Landsat-8) di orbit .............................................................................. 20

6. Peta Lokasi Riset Kepulauan Karimunjawa ......................................... 22

7. Bagan Alur Prosedur Riset ................................................................... 27

8. Bagan Alur Prosedur Pengolahan Data ................................................ 28

9. Fluktuasi Perubahan Suhu Permukaan Laut (SPL) di Lokasi Riset

dalam Periode 1 Tahun ........................................................................ 40

10. Sebaran spasial SPL pada Musim Timur ............................................. 42

11. Sebaran spasial SPL pada Musim Peralihan II .................................... 44

12. Sebaran spasial SPL pada Musim Barat............................................... 45

13. Sebaran spasial SPL pada Musim Peralihan I ...................................... 46

14. Distribusi Tutupan Karang di Pulau Sintok ......................................... 48

15. Distribusi Tutupan Karang di Pulau Cemara Besar ............................. 49

16. Distribusi Tutupan Karang di Pulau Menjangan Kecil ........................ 50

17. Citra Satelit Kondisi Terumbu Karang yang Terjadi

pada Tahun 2016 – 2019 ...................................................................... 52

18. Nilai SBE Seascape.............................................................................. 61

19. Zonasi Segmentasi Ekowisata di Kepulauan Karimunjawa ................ 65

Page 13: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kode Pencatatan Data Pada Transek Terumbu Karang pada

Life-form ............................................................................................... 78

2. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam ........... 80

3. Alat Riset .............................................................................................. 81

4. Pengambilan Data Primer .................................................................... 83

5. Foto Seascape dari Lokasi Riset .......................................................... 85

6. Data Tutupan Terumbu Karang dengan Acuan Life-Form .................. 87

7. Persentase Tutupan Karang .................................................................. 90

8. Jenis Life-form ..................................................................................... 93

9. Matriks Kesesuaian Pemanfaatan Diving ............................................ 94

10. Tabulasi Data Skor Scenic Beauty Estimation (SBE) .......................... 97

11. Hitungan Daya Dukung Kawasan Sesuai dan Sangat Sesuai .............. 99

12. Means Summary Logaritma Lyzenga Citra Satelit Landsat 8 .............. 100

13. Hasil Koreksi Citra Satelit melalui software ErMapper ...................... 102

14. Data Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di Lokasi Penelitian

Berdasarkan Citra Satelit Aqua MODIS .............................................. 103

15. Data Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di Kepulauan Karimunjawa

Berdasarkan Citra Satelit Aqua MODIS .............................................. 104

Page 14: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu sumber daya alam hayati

yang berlimpah. Di dalam ekosistem terumbu karang dapat hidup lebih dari 300

spesies karang, lebih dari 200 spesies ikan dan puluhan spesies moluska,

krustasea, spon, algae, lamun dan biota lainnya (Dahuri 2000). Terumbu karang

(coral reef) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan laut

dangkal yang jernih dan hangat (>22⁰C) (Guilcher 1988). Bentuk pertumbuhan

karang juga sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Karang akan merespon

terhadap bentuk-bentuk tekanan lingkungan yang diterimanya. Terumbu karang

sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan, baik yang bersifat fisik (dinamika

perairan laut dan pantai), kerusakan akibat aktivitas manusia, pencemaran bahan

kimia maupun kerusakan akibat aktivitas biologis (Burke et al. 2002; Dahuri

2003).

Karimunjawa menjadi salah satu destinasi utama yang menyuguhkan

keindahan bawah laut yang cukup digemari. Kepulauan Karimunjawa memiliki

potensi dalam pariwisata yang baik dan juga didukung adanya Taman Nasional

dan letak Kepulauan Karimunjawa yang cukup strategis. Dengan berkembangnya

zaman yaitu pertumbuhan penduduk serta bertambahnya pembangunan di

Kepulauan Karimunjawa mempunyai implikasi yang positif dan negatif.

Berdasarkan beberapa hasil riset yang dilakukan oleh Purwanti et al. (2001), dapat

menunjukkan tingginya tingkat kerentanan ekosistem akibat adanya gangguan,

baik yang bersifat alami maupun kegiatan manusia yang memanfaatkan

sumberdaya alam hayati.

Meningkatnya kegiatan wisata memberikan keuntungan ekonomi namun

berdampak negatif juga terhadap ekosistem terumbu karang (Hughes et al. 2003).

Kegiatan wisata seperti snorkeling dan diving memberikan kontribusi terhadap

perubahan kondisi ekosistem terumbu karang (Liew et al. 2001). Beberapa

perilaku wisatawan berpotensi merusak terumbu karang seperti menendang

Page 15: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

2

karang, memegang karang, berjalan di atas karang, serta penambatan jangkar di

karang (Rophael dan Inglis 1997). Menurut Hawkins dan Robert (1992) dampak

yang diakibatkan oleh masing-masing perilaku wisatawan terhadap terumbu

karang sangat kecil, namun secara kumulatif perilaku tersebut dapat memberikan

tekanan terhadap terumbu karang dan mempengaruhi persentase tutupan karang.

Wisata snorkeling dan diving memiliki sejumlah keterbatasan/kerentanan

secara fisik dan ekologis dengan lokasi yang luasnya relatif terbatas, sehingga

perlu diperhatikan dalam kesesuaian dan daya dukung (carrying capacity)

lingkungan untuk pengembangan wisata, karena aktivitas manusia yang menjadi

penyebab dominan dari kerusakan ekosistem terumbu karang. Melalui pendekatan

ekologi dari ekosistem terumbu karang yang akan dikaji untuk melihat persentase

luasan tutupan karang hidupnya dan jumlah jenis life-form karang (Hotmian

2017).

Menurut Irawan (2017) karakteristik seperti ini mengharuskan penggunaan

teknologi yang mampu mengatasi permasalahan tersebut. Teknologi penginderaan

jauh dirasa mampu untuk dimanfaatkan sebagai alat untuk melakukan pemetaan

luas lahan terumbu karang. Pemetaan yang didapatkan diharapkan mampu

menjadi standar kualitas zona untuk wisatawan yang akan melakukan penyelaman

maupun snorkeling di kawasan zona tertentu.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, diperlukan adanya pengelolaan yang bijak

dan berkelanjutan sehingga dapat dimanfaatkan sebaik mungkin serta tercantum

dalam Pasal 1 Nomor 14 yang berbicara rencana pengelolaan zonasi dalam

menetapkan struktur dan pola ruang dalam melakukan rencana pengelolaan yang

disinggung dalam Pasal 1 Nomor 15. Dalam memanfaatkan ekosistem yang

disediakan dan sumberdaya yang bisa berfungsi dengan optimal dan berkelanjutan

maka diperlukan adanya beragam upaya perlindungan dari berbagai macam

degradasi yang dapat ditimbulkan dari berbagai aktivitas pemanfaatan baik secara

langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan peninjauan

lebih jauh mengenai dampak wisata dalam kegiatan snorkeling dan diving

terhadap terumbu karang melalui luasan tutupan lahan terumbu karang untuk

Page 16: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

3

melihat sejauh mana kegiatan wisata tersebut memberikan pengaruh terhadap

ekosistem terumbu karang di Karimunjawa dengan teknologi penginderaan jauh.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan adanya masalah

yakni meluasnya degradasi terumbu karang akibat akibat ekowisata khususnya

pada sektor bahari (snorkeling dan diving) di Kepulauan Karimunjawa serta

minimnya informasi dan pengetahuan kepada wisatawan terhadap kelayakan zona

ekowisata bahari melalui penerapan teknologi penginderaan jauh.

1.3 Tujuan Riset

Adapun tujuan dari pelaksanaan riset ini adalah:

1) Menentukan dan menganalisis zonasi terumbu karang untuk pengembangan

segmentasi ekowisata serta daya dukung dari ekosistem terumbu karang di

kawasan Taman Nasional Karimunjawa.

2) Memetakan kondisi ekosistem terumbu karang di kawasan Taman Nasional

Karimunjawa melalui teknologi penginderaan jauh.

1.4 Kegunaan Riset

Kegunaan dari dilakukannya riset ini adalah untuk mengetahui luas

degradasi terumbu karang akibat ekowisata bahari serta memberikan informasi

kondisi dan zonasi kelayakan ekosistem terumbu karang di Taman Nasional

Karimunjawa melalui visual landsat dan dikembangkan dalam melakukan

segmentasi zonasi ekosistem terumbu karang yang dipetakan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di dalam

kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Saat ini, Taman Nasional Karimunjawa

terkenal sebagai salah satu tujuan wisata laut yang diminati oleh wisatawan baik

domestik maupun mancanegara. Menurut Zulfikar (2011) untuk keperluan

Page 17: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

4

pengembangan wisata bahari di kawasan ekosistem terumbu karang, diperlukan

manajemen terumbu karang yang baik dan mapan.

Menurut pernyataan Kepala Bidang Humas Association of The Indonesian

Tours and Travel Agencies Daerah Istimewa Yogyakarta, Moko Soediro bahwa

diperlukan adanya segmentasi dalam snorkeling dan diving di Karimunjawa ini.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh WCS pada tahun 2010, aktivitas

wisata di Karimunjawa menyebabkan kerusakan terumbu karang sekitar rata-rata

10% patah dan beberapa bagian lainnya pertumbuhan alga serta hilangnya

jaringan pada karang (Kartawijaya et al. 2011). Berdasarkan studi yang dilakukan

di Julian Rocks Australia menunjukkan rata-rata dari 35 kontak dengan substrat

saat menyelam, sekitar 7% mengakibatkan kerusakan biota (Harriot et al. 1997).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Biondi (2014) telah terjadi

peningkatan jumlah kunjungan wisata di Taman Nasional Karimunjawa pada

tahun 2005 – 2013. Tutupan terumbu karang pada Pulau Cilik, Pulau Tengah,

Pulau Sintok dan Menjangan Kecil menunjukan rata-rata persentase tutupan

terumbu karang hidup 33% - 52,5%, kondisi ini termasuk dalam kategori buruk –

baik. Persentase tutupan karang hidup tertinggi terdapat di Pulau Sintok,

sedangkan persentase terendah terdapat di Pulau Menjangan Kecil. Bentuk

kerusakan yang ditimbulkan oleh wisata snorkeling berupa rubble (patahan

karang) dan karang keras mati dikarenakan terinjak dan terkibas fins. Kerusakan

dari aktivitas kapal wisata dikarenakan pembuangan jangkar yang tidak sesuai

prosedur.

Pada tahun 2016 berdasarkan hasil kegiatan Monitoring Terumbu Karang

dan Ikan yang dilakukan oleh balai Taman Nasional Karimunjawa dan mitra WCS

dilakukan survei di 43 titik lokasi pengamatan dengan menggunakan metode PIT

(Point Intercept Transect). Secara umum telah diketahui gambaran persentase

penutupan terumbu karang di kawasan TN Karimunjawa yang berada pada

kategori Baik (rerata 49,89%) atau dengan kata lain mengalami penurunan

persentase penutupan dibandingkan dengan periode sebelumnya. (Statistik TNKJ

2016).

Page 18: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

5

Dengan teknologi penginderaan jauh, khususnya untuk bidang kelautan dan

perikanan merupakan alternatif yang cukup baik untuk mengatasi permasalahan

diatas. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh di Indonesia semakin

berkembang pesat melalui pemanfaatan secara nyata dalam kegiatan inventarisasi

sumberdaya alam dan pemanfaatan lingkungan secara berkesinambungan.

Kemampuan dari teknologi ini untuk mengumpulkan data untuk wilayah kajian

yang luas dan sulit dijangkau secara langsung dalam waktu singkat secara

periodik akan membantu dalam penyediaan informasi sumber daya kelautan

(Irawan 2017).

Salah satu aplikasi penginderaan jauh adalah pemetaan terumbu karang

menggunakan citra satelit Landsat 8 yang akan dilakukan pada penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan teknologi penginderaan

jauh untuk ekstraksi data terumbu karang serta mengetahui lokasi sebaran dan

kondisi terumbu karang di sebagian perairan Kepulauan Karimunjawa (Bano

2014).

Pada penelitian Irawan (2017) mengenai pemetaan sebaran terumbu karang

pada studi kasus Karimunjawa didapatkan luasan terumbu karang mengalami

penurunan sejak tahun 1996, 2002 dan 2016 sebesar 15,94% atau 1,128,000 m2

dari 7.0748.00 m2 di kepuluan karimunjawa. Pengurangan luasan lebih banyak

pada bagian selatan Karimunjawa dibandingkan dibagian utara. Sedangkan

bagian timur dan barat Pulau Karimunjawa pengurangan luasan terumbu karang

ada namun tidak terlau terlihat. Pengurangan terbesar sangat terlihat dibagian

selatan Pulau Karimunjawa.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rini (2017) luas area wisata untuk

kesesuaian aktivitas snorkeling di Pulau Karimunjawa berdasarkan hasil olahan

data yakni 8.94 ha untuk kelas sangat sesuai, 726.14 ha untuk kelas cukup sesuai

dan 0.17 ha untuk kelas sesuai bersyarat. Dengan pemanfaatan luas area yang

dirasa cukup memadai apabila dilihat dari daya dukung kawasan namun perlunya

pemahaman untuk menjaga alam dan lingkungan terutama dibawah laut, dilihat

dari karakteristik wisatawan mengenai pelanggaran dalam menyentuh terumbu

karang, masih banyak yang melakukan pelanggaran baik sengaja maupun tidak

Page 19: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

6

sengaja. Apabila hal tersebut terus terjadi, maka dari hasil perhitungan daya

dukung kawasan sebelum mencapai batas maksimum pengunjung terumbu karang

dapat terancam rusak. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut,

maka dapat digambarkan kerangka pemikiran yang didapatkan yakni ditujukan

pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran dalam Penentuan Riset

Page 20: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Umum Karimunjawa

Kepulauan Karimunjawa yang terletak di utara Pulau Jawa, masuk dalam

wilayah Kabupaten Jepara – Jawa Tengah, dan berada pada posisi 5°40‟39”

hingga 5°55‟00” LS dan 110°05‟ 57” - 110°31‟ 15” BT, Barat laut Kabupaten

Jepara. Berjarak sekitar 45 mil atau sekitar 74 km dari pelabuhan Kartini – Jepara,

Jawa Tengah. Merupakan sebuah Taman Nasional Laut yang menjadi salah satu

objek pariwisata bahari di Indonesia. Ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut

sejak tahun 1988, dengan luas wilayahnya yang berupa daratan 7.033 ha dan

104.592 ha perairan laut sehingga total luas keseluruhan Taman Nasional Laut

Kepulauan Karimunjawa mencapai 111.625 ha (www.dephut.co.id).

Pada awalnya Taman Nasional Karimunjawa ditetapkan sebagai Cagar

Alam Laut pada tanggal 9 April 1986 melalui Surat Keputusan Menteri

Kehutanan No. 123/Kpts-II/1986. Selanjutnya kawasan ini diubah penetapannya

menjadi Taman Nasional Karimunjawa melalui Surat Keputusan Menteri

Kehutanan No.78/Kpts-II/1999 tanggal 22 Pebruari 1999 seluas 111.625 ha yang

meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan 1.507,70 ha kawasan darat.

Pada tahun 2001, seluruh kawasan perairan di TN Karimunjawa ditetapkan

sebagai kawasan pelestarian alam perairan melalui Keputusan Menteri Kehutanan

No.74/Kpts-II/2001. Dan pada tahun 2005 ditetapkan revisi zonasi Taman

Nasional Karimunjawa melalui SK Dirjen PHKA No. 79/IV/set-3/2005. Pulau

Karimunjawa beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin laut yang bertiup

sepanjang hari dengan suhu rata-rata 26 – 30 °C. Sebagai pulau besar yang

berpenghuni, banyak aktivitas kompleks yang memungkinkan terganggunya

kondisi perairan disekitar pulau Karimunjawa terpengaruh oleh berbagai aktivitas

di pulau tersebut (BTNKJ 2012).

Beberapa potensi yang dimiliki di Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ

2001) adalah :

Page 21: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

8

Keanekaragaman hayati yang tinggi terutama di lingkungan terumbu

karang, mangrove dan lamun.

Kawasan yang mempunyai keindahan alam dengan kadaan hutan yang

masih asli dan asri, pasir putih di pantainya dengan terumbu karang yang

mengelilingi setiap pulaunya, adanya pohon dewandaru yang endemik,

burung elang, kerang merah, penyu hijau, penyu sisik dan penyu lekang.

Potesi sumberdaya tinggi baik wisata bahari maupun wisata lingkungan dan

rekreasi yang ditujukan untuk skala nasional dan internasional.

Adapun peta lokasi Taman Nasional Karimunjawa yang ditampilkan pada

(Gambar 2).

Gambar 2. Peta Taman Nasional Karimunjawa

(Sumber : Google Earth)

2.2 Ekowisata

Wisata juga umumnya disebut pariwisata, dalam bukunya Warpani (2007),

menyatakan bahwa penggunaaan kata pariwisata baru populer digunakan pada

tahun 1958. Sebelum itu masih digunakan kata turisme, yang merupakan serapan

bahasa belanda tourisme. Setelah tahun 1956 kata „pariwisata‟ digunakan sebagai

padanan tourisme. Perkembangan dan pengayaan makna selanjutnya adalah

hadirnya istilah darmawisata, karyawisata, widyawisata, yang semuanya

mengandung unsur “wisata”.

Page 22: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

9

Ekowisata, merupakan pengembangan dari konsep yang diperkenalkan oleh

Lascurain (1987) dalam Towo (2011) “Wisata alam atau pariwisata ekologis

adalah perjalanan ke tempat-tempat alami yang relatif belum terganggu ataupun

tercemar dengan tujuan mempelajari, mengagumi serta menikmati pemandangan

tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat

yang ada, baik itu dari masa lampau maupun masa kini”. Berdasarkan rumusan di

atas dapat disimpulakan tiga manfaat, yaitu kelestarian lingkungan, kesejahteraan

masyarakat yang meningkat, dan tidak perlunya biaya konservasi pesisir laut,

karenga kelestarian sumber daya akan terjaga dengan sendirinya.

Dari pengetahuan terhadap motivasi ekowisata, maka prinsip utama

ekowisata menurut Choy (1998), adalah meliputi :

1. Lingkungan ekowisata harus bertumpu pada lingkungan alam dan budaya

yang relatif belum tercemar atau terganggu

2. Masyarakat ekowisata harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial, dan

ekonomi langsung kepada masyarakat setempat

3. Pendidikan dan pengalaman ekowisata harus dapat meningkatkan

pemahaman akan lingkungan alam dan budaya yang terkait, sambil berolah

pengalaman yang mengesankan

4. Keberlanjutan ekowisata harus dapat memberikan sumbangan positif bagi

keberlanjutan ekologi dan lingkungan tempat kegiatan, tidak merusak, tidak

menurunkan mutu, baik jangka pendek dan jangka panjang

5. Manajemen ekowisata harus dapat dikelola dengan cara yang bersifat

menjamin daya hidup jangka panjang bagi lingkungan alam dan budaya

yang terkait di daerah tempat kegiatan ekowisata, sambil menerapkan cara

mengelola yang terbaik untuk menjamin kelangsungan hidup ekonominya.

2.3 Wisata Bahari

Ekowisata bahari diartikan sebagai suatu konsep pemanfaatan sumberdaya

alam pesisir yang berkelanjutan dengan sistem pelayanan jasa lingkungan yang

mengutamakan sumberdaya alam pesisir sebagai objeknya (Yulianda et al. 2007).

Menurut Towo (2011), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

Page 23: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

10

pembentukan kawasan wisata bahari salah satunya adalah kelayakan ekologis,

sehingga dapat menjadi objek wisata yang menarik. Selain kondisi ekologis,

beberapa faktor oseanografis yang harus diperhatikan. Oleh karena itu dalam

penentuan kelayakan kawasan wisata bahari perlu dilakukan identifikasi

sumberdaya pesisir dan kondisi pendukung lainnya. Sehingga nantinya akan

ditentukan lokasi yang layak dijadikan kawasan wisata kemudian dihitung daya

dukung kawasannya untuk dapat menyediakan wisata bahari yang nyaman, tetap,

serta dapat dilestarikan untuk keberlangsungan ekosistem sekitarnya (Yulianda

2007).

Diving (menyelam) dan snorkeling merupakan bentuk wisata bahari yang

sangat digemari di ekosistem terumbu karang. Pengelolaan yang baik dapat

menunjang pendapatan daerah dan membuka peluang pertumbuhan ekonomi

masyarakat setempat, misalnya dengan mengembangkannya sebagai daerah

wisata selam dan snorkeling (Swearer et al. 1999; Cesar et al. 2003).

2.4 Terumbu Karang

2.4.1 Deskripsi Terumbu Karang

Menurut Zhong dan Dong (1999), terumbu karang (coral reef) terdiri dari

dua kata yaitu terumbu (reef) yang berarti endapan masif kapur (limestone),

terutama kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit

tambahan dari alga berkapur (Calcareous algae) dan organisme lainnya yang

mensekresikan kalsium karbonat seperti alga berkapur dan moluska, dari hasil

sekresi tersebut terbentuk konstruksi batu kapur biogenis sebagai struktur dasar

ekosistem pesisir.

Nybakken (1986) menyatakan terumbu dapat diartikan punggungan laut

yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air. Pada karang

(coral), yaitu sejenis hewan dari ordo scleractinia yang menghasilkan kalsium

karbonat (CaCO3) dari hasil sekresinya. Hewan karang tunggal umumnya disebut

polip. Jadi terumbu karang (coral reef) adalah sebuah ekosistem di dasar laut pada

daerah tropis yang tebentuk dari kapur hasil sekresi biota laut khususnya jenis-

jenis karang batu dan alga berkapur bersama-sama dengan biota yang hidup di

Page 24: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

11

dasar lainnya seperti jenis mollusca, crustacean, echinodermata, polikhaeta,

porifera, dan tunikata juga biota-biota yang hidup bebas di perairan sekitarnya,

termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton (Sumich dan Dudley 1992).

Karang merupakan nama lain dari ordo Scleractinia yang memiliki jaringan

batu kapur yang keras. Karang dapat hidup secara berkoloni maupun soliter.

Karang sebagai individu terdiri dari polip (bagian yang lunak) dan kerangka kapur

(bagian yang keras). Polip karang mulutnya terletak di bagian atas dan juga

berfungsi sebagai anus. Jaringan tubuh karang terdiri dari ektoderm, mesoglea dan

endoderm (Veron 1986) (Gambar 3).

Gambar 3. Anatomi Polip Karang

(Sumber : Coral Reef Alliance 2019)

Terdapat dua kelompok karang berdasarkan pembentuknya yaitu karang

hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaan kedua kelompok karang ini adalah

terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu.

Kemampuan menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel tumbuhan

yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatifik. Sel-sel tumbuhan ini

dinamakan zooxanthellae. Dahuri et al. (2001), mengatakan Karang hermatifik

hanya ditemukan di daerah tropis sedangkan karang ahermatifik tersebar di

seluruh dunia. Zooxanthellae melalui proses fotosintesis membantu memberi

suplai makanan dan oksigen bagi polip dan juga mambantu proses pembentukan

kerangka kapur serta memberi warna pada karang. Sebaliknya polip karang

menghasilkan sisa-sisa metabolisme berupa karbon dioksida, fosfat dan nitrogen

Page 25: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

12

yang digunakan oleh zooxanthellae untuk fotosintesis dan pertumbuhannya

(Nontji 1987). Adapun contoh spesies terumbu karang yang terbagi menjadi

karang keras dan karang lunak (Gambar 4).

Gambar 4. Spesies Terumbu Karang:

(a) Acropora cervicornus (Hard Coral); (b) Dendronephthya sp .(Soft Coral)

(Sumber: Coral Reef Alliance, 2019)

Menurut Nyabakken (1992), ekosistem terumbu karang memiliki

kemampuan untuk menahan nutrien dalam sistem sehingga merupakan ekosistem

yang subur dan memiliki produktivitas organik yang tinggi tetapi juga merupakan

ekosistem yang sangat rentan terhadap gangguan perubahan lingkungan laut

(Dahuri 2003). Ekosistem terumbu karang juga dapat dimanfaatkan sebagai objek

wisata bahari dikarenakan ekosistem terumbu karang yang kaya akan

keanekaragaman spesies dan penghuninya disebabkan habitat pada ekosistem

terumbu karang yang bervariasi (Dahuri et al. 2001).

2.4.2 Faktor Pembatas

Menurut Nybakken (1992) faktor-faktor lingkungan yang membatasi

pertumbuhan serta kelangsungan hidup karang adalah sebagai berikut:

1) Suhu

Suhu optimum untuk pertumbuhan terumbu karang di perairan adalah

berkisar antara 23-30⁰ C dengan suhu minimum 18⁰ C. Hewan karang masih bisa

hidup sampai suhu 15⁰ C, tetapi akan terjadi penurunan pertumbuhan, reproduksi,

metabolisme serta produktivitas kalsium karbonat. Hubbard (1990) menyatakan

bahwa sensitivitas karang terhadap suhu dibuktikan dengan dampak yang

ditimbulkan oleh perubahan suhu akibat pemanasan global yang melanda perairan

(a)

Den

(b)

Den

Page 26: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

13

Indonesia pada tahun 1998 telah terjadi pemutihan karang yang diikuti kematian

masal mencapai 90 hingga 95% karena adanya kenaikan suhu sebesar 2-3o

C di

atas suhu normal.

2) Tingkat Pencahayaan

Intensitas cahaya matahari sangat memengaruhi kelangsungan hidup karang.

Dalam proses kehidupannya, hewan karang bersimbiosis dengan mikro alga

(zooxanthellae) yang dalam hidupnya mutlak memerlukan cahaya matahari

sebagai energi utama untuk menghasilkan zat hijau daun (Chlorophyl). Faktor

kedalaman dan intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi kehidupan

binatang karang, sehingga pada daerah yang keruh serta daerah dalam tidak

ditemukan terumbu karang. Kedalaman air untuk karang tidak lebih dari 50 meter.

Menurut Kanwisher dan Wainwright (1997) dalam Arifin 2008) titik kompensasi

binatang karang terhadap cahaya pada intensitas cahaya antara 200 – 700 fluks.

3) Salinitas

Hewan karang peka terhadap perubahan salinitas (kadar garam), sehingga

pada perairan yang tidak banyak mengalami perubahan salinitas atau relatif stabil

saja karang bisa hidup normal. Salinitas optimal untuk kehidupan terumbu karang

antara 32 – 35 O/OO , sehingga jarang ditemukan pada daerah muara sungai besar,

bercurah hujan tinggi atau perairan dengan kadar garam tinggi (hipersalin)

(Nybakken 1992).

4) Kejernihan air

Menurut Nybakken (1992) kejernihan air sangat erat kaitannya dengan

intensitas cahaya matahari, agar cahaya dapat mencapai dasar perairan, syarat

kejernihan air diperlukan. Bila terdapat benda-benda mengambang di laut akan

mengganggu masuknya cahaya matahari. Pasir dan lumpur bisa menutupi polip

dan akhirnya mematikan hewan karang ini.

5) Pergerakan Air

Ombak dan arus turut berperan dalam pertumbuhan karang. Ombak dan arus

membawa oksigen dan bahan makanan; oleh karena karang batu yang hidup

menetap di dasar dan tidak berpindah tempat maka karang batu ini hanya dapat

mengandalkan bahan makanan yang dibawa oleh arus. Di samping itu arus atau

Page 27: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

14

ombak dapat membersihkan polip dari kotoran-kotoran yang menempel atau

masuk kedalamnya. Kedalaman 3 hingga 10 meter merupakan lingkungan yang

menguntungkan bagi hewan karang untuk hidup (Nybakken 1992).

6) Sedimentasi

Sedimentasi merupakan masalah yang umum terjadi di wilayah tropis,

pengembangan di daerah pantai serta aktivitas-aktivitas lainnya seperti

pengerukan, pertambangan, pengeboran minyak, pembukaan hutan, aktivitas

pertanian dapat membebaskan sedimen ke perairan pantai atau ke terumbu karang

melalui run-off. Disamping sedimen yang disebabkan oleh aktivitas di atas, ada

pula sedimen yang dikenal dengan carbonate sediment yaitu sedimen yang berasal

dari erosi karang-karang, baik secara fisik maupun biologis (bioerosion). Bioerosi

biasanya dilakukan oleh hewan-hewan laut seperti bulu babi, ikan, bintang laut

dan sebagainya (Nybakken 1992).

2.4.3 Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang bermacam-macam,

yakni sebagai tempat hidup bagi berbagai biota laut tropis lainnya sehingga

terumbu karang memiliki keanekaragaman jenis biota sangat tinggi dan sangat

produktif, dengan bentuk dan warna yang beraneka ragam, sehingga dapat

dijadikan sebagai sumber bahan makanan dan daerah tujuan wisata, selain itu juga

dari segi ekologi terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari

hempasan ombak. Menurut Amin (2009) Secara umum fungsi terumbu karang

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Fungsi pariwisata: Fungsi ini berkaitan dengan keindahan karang, kekayaan

biologi dan kejernihan airnya membuat kawasan terumbu karang terkenal

sebagai tempat rekreasi. Skin diving atau snorkeling, SCUBA dan fotografi

adalah kegiatan yang umumnya terdapat di kawasan ini.

2. Fungsi perikanan: Terumbu karang merupakan tempat tinggal ikan-ikan

karang yang harganya mahal sehingga nelayan menangkap ikan di kawasan

ini. Perkiraan produksi perikanan tergantung pada kondisi terumbu karang.

Terumbu karang dalam kondisi yang sangat baik mampu menghasilkan

Page 28: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

15

sekitar 18 ton/km2/tahun, terumbu karang dalam kondisi baik mampu

menghasilkan 13 ton/km2/tahun, dan terumbu karang dalam kondisi yang

cukup baik mampu menghasilkan 8 ton/km2/tahun (McAllister 1998).

3. Fungsi perlindungan pantai: Jenis terumbu karang yang berfungsi untuk

melindungi pantai adalah terumbu karang tepi dan penghalang. Jenis

terumbu karang ini berfungsi sebagai pemecah gelombang alami yang

melindungi pantai dari erosi, banjir pantai, dan peristiwa perusakan lainnya

yang diakibatkan oleh fenomena air laut. Terumbu karang juga memberikan

kontribusi untuk akresi (penumpukan) pantai dengan memberikan pasir

untuk pantai dan memberikan perlindungan terhadap desa-desa dan

infrastruktur seperti jalan dan bangunan-bangunan lainnya yang berada di

sepanjang pantai. Apabila dirusak, maka diperlukan miliaran rupiah untuk

membuat penghalang buatan yang setara dengan terumbu karang ini.

4. Fungsi biodiversity: Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas

dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi. Keanekaragaman hidup di

ekosistem terumbu karang per unit area sebanding atau lebih besar

dibandingkan dengan hal yang sama di hutan tropis. Terumbu karang ini

dikenal sebagai laboratorium untuk ilmu ekologi. Potensi untuk bahan obat-

obatan, anti virus, anti kanker dan penggunaan lainnya sangat tinggi.

Menurut Sawyer (1993) dan Cesar (1996) manfaat terumbu karang sangat

besar dan beragam. Manfaat terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua,

yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

1) Manfaat langsung dapat dinikmati oleh manusia adalah pemanfaatan sumber

daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota

perairan lainnya.

2) Manfaat tidak langsung adalah terumbu karang sebagai penahan abrasi

pantai, keanekaragaman hayati, tempat berlangsungnya siklus biologi,

kimiawi, dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang

sangat tinggi, penyedia lahan dan tempat budi daya berbagai hasil laut dan

sebagai tempat perlindungan biotabiota langka.

Page 29: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

16

2.4.4 Kerusakan Terumbu Karang

Menurut Burke et al. (2002), ekosistem terumbu karang yang ada di

wilayah Asia Tenggara merupakan yang paling terancam di dunia. Besarnya

ketergantungan manusia terhadap sumberdaya laut di seluruh Asia Tenggara telah

menyebabkan eksploitasi yang berlebih sehingga banyak terumbu karang yang

terdegradasi, khususnya di dekat pusat kepadatan penduduk. Ancaman-ancaman

terhadap terumbu karang termasuk penangkapan berlebih (over fishing),

penangkapan ikan dengan metode yang merusak, sedimentasi dan pencemaran

serta pembangunan pesisir. Selain itu meningkatnya suhu global (global warming)

juga telah menyebabkan sumberdaya yang sangat vital ini dalam bahaya.

Menurut Salim (2012) manfaat yang terkandung di dalam ekosistem

terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat

tidak langsung. Di sisi lain terumbu karang juga merupakan salah satu ekosistem

yang sangat terancam karena merupakan sumber keuntungan ekonomi yang besar

dari perikanan dan pariwisata. Hingga kini, tekanan yang disebabkan oleh

kegiatan manusia seperti pencemaran dari daratan dan praktek perikanan yang

merusak telah dianggap sebagai ancaman utama untuk terumbu karang.

2.4.4.1 Faktor Alam

Ancaman terhadap ekosistem terumbu karang juga dapat disebabkan oleh

karena adanya faktor alam. Ancaman oleh alam dapat berupa angin topan, badai

tsunami, gempa bumi, pemangsaan oleh CoTs (Crown of Thorns Starfish) dan

pemanasan global yang menyebabkan pemutihan karang. Aktivitas alam yang

menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 1

(Amin 2009).

Tabel 1. Aktivitas Alam dan Akibat yang Ditumbulkannya

Terhadap Terumbu Karang

No Ancaman Alam Dampak yang Ditimbulkan

1 Bintang Laut Berduri (CoTs) Kematian karang dalam skala luas

2 Pemutihan karang/Pemanasan

Global

Kematian karang, kehilangan

keindahan untuk wisata

3 Tsunami/Topan/Gunung api

bawah laut

Kerusakan fisik karang dan atau

struktur terumbu Sumber : Amin (2009)

Page 30: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

17

2.4.4.2 Pengaruh Aktivitas Manusia

Menurut Amin (2009) saat ini, ekosistem terumbu karang secara terus

menerus mendapat tekanan akibat berbagai aktivitas manusia, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Beberapa aktivitas manusia yang secara

langsung dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang diantaranya:

1) Terumbu karang dengan kondisi yang sangat baik tanpa daerah

perlindungan laut di atasnya dapat menghasilkan $12.000/km2/tahun jika

penangkapan dilakukan secara berkelanjutan. Kawasan terumbu karang

yang sudah rusak/hancur 50% menghasilkan $6.000/km2/tahun, dan daerah

yang 75% rusak menghasilkan sekitar $2.000/km2/tahun.

2) Menangkap ikan dengan menggunakan bom dan racun sianida (potas),

pembuangan jangkar, berjalan di atas terumbu, penggunaan alat tangkap

muroami, penambangan batu karang, penambangan pasir, dan sebagainya.

Ancaman manusia terhadap terumbu karang beserta akibat yang

ditimbulkannya dapat dilihat pada (Tabel 2).

Tabel 2. Aktivitas Manusia Terhadap Kerumbu Karang dan Akibat

yang Ditimbulkannya

No Aktivitas Manusia Dampak yang Ditimbulkan

1 Bom Karang mati, terbongkar dan patah-patah

2 Racun/Potas Karang mati dan berubah menjadi putih

3 Trawl Karang mati, terbongkar dan patah-patah

4 Jaring dasar Karang stress dan patah-patah

5 Bubu Karang mati, terbongkar dan patah-patah

6 Jangkar Karang hancur, patah dan terbongkar

7 Berjalan di atas karang Karang hancur, patah-patah

8 Penambahan batu karang Penurunan pondasi terumbu

9 Kapal di perairan dangkal Karang patah

10 Alat pendorong perahu Karang patah

11 Cindera mata Karang-karang yang indah hilang

12 Sedimentasi Karang mati akibat tertutu oleh lumpur

13 Polusi Karang mati dan berubah menjadi putih Sumber : Amin (2009)

2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Pemetaan Terumbu Karang

Sistem informasi geografi (SIG) adalah kumpulan perangkat keras komputer

dan perangkat lunak yang terorganisir, yang di dalamnya terdapat beberapa

komponen utama, berupa orang, uang dan infrastruktur organisasi yang

Page 31: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

18

memungkinkan akuisisi dan penyimpanan geografis (Kennedy 2009). Penggunaan

SIG dalam mengolah data spasial untuk pemetaan terumbu karang memberikan

beberapa keuntungan tersendiri, diantaranya adalah:

1) SIG efektif dalam proses pengolahan data dengan adanya berbagai teknik

yang disediakan, seperti overlay, buffer, cropping dan teknik analisis

lainnya.

2) SIG dapat memberikan gambaran lengkap dan komperhensif terhadap

masalah nyata dari terumbu karang

3) SIG dapat memvisualkan data spasial beserta data atribut terumbu karang

dalam modifikasi warna, bentuk, dan ukuran sebagai symbol

4) SIG memiliki kemampuan dalam menjabarkan data terumbu karang dalam

bentuk layer, tematik atau tutupan spasial

5) SIG dapat menurunkan informasi terumbu karang secara otomatis tanpa

perlu melakukan interpretasi data secara manual.

2.6 Penginderaan Jauh

2.6.1 Pengertian Penginderaan Jauh

Teknologi pemotretan udara mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19,

teknologi ini kemudian dikembangkan menjadi teknologi penginderaan jauh atau

remote sensing. Manfaat pemotretan udara dirasa sangat besar dalam perang dunia

I dan II, sehingga foto udara dipakai dalam eksplorasi ruang angkasa. Sejak saat

itu penginderaan jauh dikenal dalam dunia pemetaan. Berikut ini beberapa definisi

mengenai penginderaan jauh :

1. Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi

tentang objek, daerah, atau gejala, dengan cara menganalisis data yang

diperoleh atau gejala yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer 1990).

2. Penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk

memperoleh dan menganalisis tentang bumi. Informasi itu berbentuk radiasi

elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi

(Lindgren 1985).

Page 32: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

19

3. Penginderaan jauh dapat disebut sebagai seni atau ilmu karena perolehan

informasi secara tidak langsung dilakukan menggunakan metoda matematis

dan statik berdasarkan algoritma tertentu (ilmu), dan proses interpretasi

terhadap citra tidak hanya berdasar pada ilmu namun juga pengalaman dan

kemampuan menangkap kesan dari kenampakan objek pada citra (seni)

(Suprayogi 2009).

2.6.2 Satelit LDCM (Landsat 8)

Satelit LDCM (Landsat Data Continuity Mission) telah diluncurkan pada

tahun 2011 dari VAFB, CA dengan pesawat peluncur Atlas-V-401. Setelah

meluncur di orbitnya, satelit tersebut akan dinamakan sebagai Landsat-8. Satelit

LDCM (Landsat- 8) dirancang diorbitkan pada orbit mendekati lingkaran sikron

matahari, Satelit LDCM (Landsat-8) dirancang membawa Sensor pencitra OLI

(Operational Land Imager) yang mempunyai kanal-kanal spektral yang

menyerupai sensor ETM+ (Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat-7.

Sensor pencitra OLI ini mempunyai kanal-kanal baru yaitu: kanal-1: 443 nm

untuk aerosol garis pantai dan kanal 9: 1375 nm untuk deteksi cirrus; akan tetapi

tidak mempunyai kanal inframerah termal. Sensor lainnya yaitu Thermal Infrared

Sensor (TIRS) ditetapkan sebagai pilihan (optional), yang dapat menghasilkan

kontinuitas data untuk kanal-kanal inframerah termal yang tidak dicitrakan oleh

OLI. Karakteristik teknis sensor pencitra OLI dan karakteristik data citra,

subsistem pendukung missi, aplikasi data satelit LDCM (Landsat-8) serta analisis

pemanfaatan satelit masa depan: LDCM (Landsat-8) (Sitanggang 2010). (Gambar

5).

Page 33: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

20

Gambar 5. Gambaran pencitraan permukaan Bumi dengan

satelit LDCM (Landsat-8) di orbit

(Sumber : Sitanggang 2010)

Aspek-aspek kunci dari dayaguna satelit LDCM (Landsat-8) yang

berhubungan dengan kalibrasi pencitra dan validasi adalah pengarahan titik

(pointing), stabilitas dan kemampuan melakukan manuver. Pengarahan titik dan

stabilitas satelit mempengaruhi dayaguna geometrik. Kemampuan melakukan

manuver memungkinkan akuisisi data untuk kalibrasi dengan menggunakan

matahari, bulan dan bintang-bintang. Parameter-parameter orbit satelit LDCM

(Landsat-8) ditunjukkan pada Tabel 3 (Sitanggang 2010).

Tabel 3. Spesifikasi Orbit Satelit LDCM

Jenis Orbit Mendekati lingkaran

sinkronmatahari

Ketinggian 705 km

Inklinasi 98,2O

Periode 99 Menit

Waktu Lipat Ulang (Resolusi Temporal) 16 Hari

Waktu Melintas Khatulistiwa Jam 10.00 – 10.15 Sumber: Sitanggang (2010)

Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI)

dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah.

Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya

(band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip

dengan landsat 7. Adapun yang ditampilkan pada Tabel 4 yang menjelaskan

karakterisktik band-band yang terdapat pada citra landast 8.

Page 34: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

21

Tabel 4. Band Citra Landsat 8 Band Panjang Gelombang (µm) Sensor Resolusi

Band Panjang Gelombang Sensor Resolusi

1 0,43 – 0,45 Visible 30 m

2 0,45 – 0 ,51 Visible 30 m

3 0,53 – 0,59 Visible 30 m

4 0,64 – 0,67 Near-Infrared 30 m

5 0,85 – 0,88 Near-Infrared 30 m

6 1,57 – 1,65 SWIR 1 30 m

7 2,11 – 2,29 SWIR 2 30 m

8 0,50 – 0,68 Pankromatik 15 m

9 1,36 – 1,38 Cirrus 30 m

10 10,6 – 11,19 TIRS 1 100 m

11 11,5 – 12,51 TIRS 2 100 m Sumber : Http://www.usgs.gov.2013

2.6.3 Satelit Aqua MODIS

Menurut Putra (2012) Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer

(MODIS) merupakan sensor utama pada satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS

PM) yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National

Aeronautics and Space Administration (NASA). Sensor MODIS pertama kali

diluncurkan bersama satelit Terra pada tanggal 18 Desember 1999 dengan

spesifikasi lebih fokus untuk daerah daratan.Pada tanggal 4 Mei 2002 diluncurkan

satelit Aqua yang membawa sensor MODIS dengan spesifikasi daerah laut.

Aqua MODIS mempunyai beberapa produk dengan berbagai sumber.

Salah satu produk Aqua MODIS adalah citra level 3. Citra MODIS level 3 terdiri

dari data suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan data parameter lainnya

yang dapat digunakan dan diproses lebih lanjut oleh para peneliti dari berbagai

disiplin ilmu, termasuk oseanografi dan biologi. Citra MODIS level 3 merupakan

produk data yang sudah diproses. Citra tersebut sudah dikoreksi atmosferik, yang

dilakukan untuk menghilangkan hamburan cahaya yang sangat tinggi yang

disebabkan oleh komponen atmosfer.Komponen yang dikoreksi yaitu hamburan

Rayleigh dan hamburan aerosol (Aeni 2012).

Page 35: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

22

BAB III

METODOLOGI RISET

3.1 Waktu dan Tempat Riset

Dalam pengumpulan data dilakukan 2 rangkaian riset yang terdiri dari 2

tahapan, yakni: (1) Pengumpulan data primer di Kawasan Konservasi Taman Laut

Karimunjawa secara in-situ meliputi pengamatan parameter fisika yang

mempengaruhi kondisi terumbu karang dan distribusi tutupan karang serta yang

dilaksanakan pada bulan Mei 2019 serta melakukan kuisioner kepada beberapa

wisatawan, (2) Secara eks-situ pengunduhan citra tutupan karang dan sebaran

parameter fisik dari satelit Landsat 8 pada bulan Juni 2019 di Laboratorium

Perikanan Tangkap. Secara geografis wilayah kepulauan Karimunjawa terletak

pada titik koordinat 5°40‟ – 5°57 LS dan 110°4‟ – 110°40 BT (Gambar 6).

Gambar 6. Peta Lokasi Riset Kepulauan Karimunjawa

Page 36: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

23

3.2 Alat dan Bahan Riset

3.2.1 Alat Riset

Alat dalam riset sangat penting guna membantu proses pengambilan data

penelitian. Alat dan bahan harus dipersiapkan dengan matang sesuai dengan

metode riset yang digunakan. Pada pengamatan fisik terhadap distribusi terumbu

karang alat yang digunakan ditunjukan pada Tabel 5.

Tabel 5. Daftar Alat Riset yang Digunakan

No Alat Fungsi

1 ArcGIS 10.3 Mengolah data citra

2 ErMapper 7.1 Proses koreksi citra satelit

3 SeaDAS Proses koreksi citra satelit

4 Microsoft Excel 2010 Mengolah data

5 Laptop, Windows 10 Pro 64 bit Sebagai fasilitas pengolahan data

6 SCUBA Set Sebagai alat bantu penyelaman

7 Camera Underwater Mendokumentasikan kegiatan

8 Refraktometer Mengukur salinitas air dengan ketelitian

0,001 ppt

9 Thermometer Mengukur suhu permukaan laut dengan ketelitian 0,1⁰

10 Sechie Disk Mengukur kecerahan air laut

11 Roll Meter Membatasi jarak pengambilan data ketelitian 0,1 cm

12 Kapal Transportasi menuju lokasi pengamatan

13 Alat Tulis Mencatat hasil data di bawah air

14 GPS Menentukan stasiun posisi praktik

Page 37: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

24

3.2.2 Data Riset

Sementara data yang dibutuhkan dalam melakukan riset ditunjukan pada

Tabel 6.

Tabel 6. Daftar Data Riset yang Digunakan

Data Primer

No Data Keterangan

1 Salinitas

Masing-masing stasiun dilakukan 1 sampling

2

Suhu

Permukaan

Laut (SPL)

3

Distribusi

Tutupan

Karang

4 Kecerahan

Air

5 Kecepatan

Arus

6

Scenic

Beauty

Estimation

(SBE)

Terhadap 20 responden

Data Sekunder

No Data Resolusi

Sumber Spasial Temporal

1

Suhu

Permukaan

Laut (SPL)

4 km

Bulanan,

Periode

2018 – 2019

Satelit : Aqua MODIS Lvl 3

Sumber :

https://oceancolor.gsfc.nasa.gov/l3/

2

Distribusi

Tutupan

Karang

30 m

Tahunan,

Periode

2016 - 2019

Satelit : Landsat 8

Sumber :

https://glovis.usgs.gov/app

3.3 Metode Riset

Riset ini dibagi menjadi 2 tahap, tahap pertama yaitu survei lapangan (in-

situ), survey lapangan mencakup pengambilan data parameter perairan (data

primer meliputi kecerahan, salinitas, kecepatan arus, dan suhu permukaan laut),

sebaran kuisioner kepada responden, dan data tutupan karang.

Serta tahap ke dua yaitu pengolahan data survei lapangan, berupa data

tutupan karang dan parameter perairan eks-situ (citra satelit tutupan karang dan

sebaran suhu permukaan laut).

Page 38: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

25

Metode pengumpulan data menggunakan metode survey. Penentuan lokasi

pengamatan yang digunakan dalam riset ini adalah Purposive Sampling Methods.

Metode sampling ini dipakai untuk menentukan lokasi pengambilan sampel

didasarkan pada pertimbangan, bahwa masing-masing stasiun pengambilan

sampel tersebut dapat mewakili wilayah riset secara keseluruhan sehingga dapat

memperkecil terjadinya bias terhadap data yang diperoleh (Hadi 2004). Dalam

menentukan 3 stasiun dalam pengambilan sampel agar dapat mewakili seluruh

wilayah riset dilakukan metode wawancara oleh pemandu wisata di Taman

Nasional Karimunjawa. Pengambilan data kondisi terumbu karang dilakukan

dengan penentuan titik sebaran terumbu karang dari lokasi tujuan utama kegiatan

wisata bahari dan dilanjutkan dengan metode LIT (Line Intercept Transect)

sepanjang 50 meter untuk melihat kondisi terumbu karang.

3.3.1 Pengambilan Data Secara in-situ

Pengambilan data in-situ dilakukan dengan menggunakan metode survey

yang dilakukan pada bulan Mei 2019 dengan pengambilan sampel dan turun

langsung ke lapangan dengan melakukan penyelaman guna pengamatan distribusi

tutupan karang yang kemudian dicatat dan uji fisik air seperti suhu permukaan air,

kecerahan, kecepatan arus, dan salinitas. Dalam pengamatan distribusi tutupan

karang dilakukan penyelaman dengan metode LIT (Line Intercept Transect) atau

transek garis yang dilakukan satu kali untuk tiap stasiun riset tanpa ulangan

menggunakan roll meter sepanjang 50 meter serta menggunakan peralatan SCUBA

set , dan masing-masing titik dilakukan pada kedalaman 10 meter (English et. al.

1997). Menurut Westmacott et al. (2000) pada pengamatan Line Intercept

Transect pencatatan data berupa jenis-jenis terumbu karang atas dasar lifeform,

penutupannya, dan jenis-jenis subsrat (Veron 1993).

Pengumpulan data tutupan karang ini digunakan sebagai ground truth untuk

menverifikasi pengaruh kerusakan terumbu karang terhadap lokasi ekowisata

yang kemudian ditampilkan dengan metode visual yang ditampilkan oleh citra

satelit Landsat 8. Jumlah total 3 stasiun pengamatan yang menyebar disekitar

perairan Taman Nasional Karimunjawa.

Page 39: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

26

3.3.2 Pengambilan Data Secara eks-situ

Pengambilan data eks-situ dilakukan dengan pengambilan data sekunder

yang sudah diunduh melalui situs resmi NASA mengenai data citra tutupan

karang yang diperoleh menggunakan Satelit Landsat 8 resolusi 30 meter dengan

sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) pada band 1 hingga band 7.

Adapun variable terikat lainnya seperti data citra SPL. Sedangkan pada citra SPL

diperoleh dari satelit Aqua MODIS lvl 3 dengan resolusi 4 km.

3.4 Prosedur

Dalam pelaksanaan penelitian mencari identifikasi masalah hingga kajian

literatur merupakan tahap penyusunan laporan dalam dasar mencari akar

permasalahan dalam melaksanakan penelitian mulai dari pengambilan data yang

kemudian diolah dan dianalisis yang bisa disimpulkan dalam melakukan pemetaan

zonasi kawasan terumbu karang.

Adapun prosedur dalam pengambilan data in-situ, data ground truth atau

pengecekan lapangan sesuai penutupan yang sebenarnya ditentukan berdasarkan

titik yang telah ditentukan dari hasil interpretasi awal citra atau dengan kata lain

pengambilan data primer, yakni:

Uji kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk yang diikat

dengan tali kemudian diturunkan perlahan-lahan kedalam perairan hingga

tidak terlihat lagi.

Suhu permukaan laut dilakukan menggunakan thermometer yang

dicelupkan pada permukaan laut hingga alat menunjukan angka paling stabil

yang kemudian dicatat.

Kecepatan arus dilakukan menggunakan bola yang diikatkan menggunakan

tali yang kemudian dilepaskan di permukaan laut, kemudian dicatat jarak

dan waktunya lalu dihitung menggunakan rumus kecepatan arus.

Salinitas digunakan alat refraktometer dengan cara mengambil sampel air

yang kemudian dimasukan ke dalam alat tersebut lalu dilihat dan didapatkan

nilai salinitasnya

Page 40: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

27

Kegiatan ini berupa mengunjungi titik kordinat yang sebelumnya telah

ditentukan dari hasil interpretasi awal citra dan mengecek jenis tutupan yang ada,

sehingga nantinya dapat dijadikan data dalam mengklasifikasi citra tahap

selanjutnya. Landskap citra yang dihasilkan kemudian yang akan dianalisis dalam

pengelolaan segementasi ekowisata pada zonasi terumbu karang. Data primer

yang diambil lainnya merupakan pelaksanaan data SBE dengan pendekatan

dimana 20 responden akan diberi kuisioner terhadap data yang sudah diambil

kemudian responden akan memberikan skor dengan skala 1-10. Adapun diagram

prosedur pengambilan data yang dijalankan selama penyusunan laporan pada riset

ini yang ditunjukan pada Gambar 7.

Gambar 7. Bagan Alur Prosedur Riset

Pada pengolahan citra satelit menggunakan dua perangkat lunak.

Perangkat lunak perangkat lunak yang digunakan dari proses koreksi citra satelit

yaitu SeaDAS dan ErMapper 7.1, pengklasifikasian substrat dasar perairan sampai

diperolehnya luasan terumbu karang. Perangkat lunak kedua ArcGIS 10.3 yaitu

perangkat lunak yang digunakan untuk menampilkan data citra yang telah

diproses dalam bentuk peta, sehingga mudah untuk dipahami oleh pengguna.

Adapun proses koreksi rediometrik serta algoritma lyzenga dalam pengolahan

data sebagai berikut:

Page 41: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

28

Dalam pengolahan citra landsat pada penelitian ini, peneliti menggunakan

koreksi radiometrik pergeseran histogram. Metode pergeseran histogram

yang umum dilakukan adalah dark objek substraction.

Selanjutnya, penggunaan algoritma Lyzenga pada proses pengolahan dapat

mereduksi pengaruh dari kolom air pada kedalaman tertentu dengan

membuat suatu kanal baru dari hasil perhitungan band a dan band b yang

akan digabungkan menjadi 1 band dari hasil perhitungan hubungan spektral

antara band tersebut.

Setelah dilakukan ketiga proses tersebut kemudian dianalisis menggunakan

perangkat lunak Microsoft Excel 2010 dalam menganalisis data. Diagram

pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Bagan Alur Prosedur Pengolahan Data

3.5 Parameter Pengukur

3.5.1 Persentase Tutupan Terumbu Karang

Data persen penutupan karang hidup diperoleh berdasarkan metode Line

Intersect Transect (LIT). Dalam pencatatan kode tutupan karang mengacu pada

life-form yang dilampirkan di Lampiran 1. Kondisi penutupan terumbu karang

yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan Gomez & Yap (1988) pada

Tabel 7, yaitu :

Page 42: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

29

Keterangan :

Li : Persentase Penutupan Biota Ke-i

ni : Panjang total kelompok biota karang ke-i

L : Panjang total transek garis

Tabel 7. Kategori Persentase Tutupan Terumbu Karang

Persentasi Kondisi

75-100% Sangat Baik

50-74,9% Baik

25- 49,9% Sedang

0-24,9% Rusak Sumber : Gomez & Yap (1988)

3.5.2 Matriks Kesesuaian Pemanfaatan untuk Wisata Bahari

Penentuan kesesuaian wisata snorkeling dan diving yang dilakukan

mempertimbangkan beberapa parameter sesuai kategori. Matriks kesesuaian

dilampirkan di Lampiran 2. Menurut Lumbantoruan (2017) terdapat indeks dalam

menentukan kesesuaian pemanfaatan untuk wisata Snorkeling/diving

diformulasikan sebagai berikut :

∑(

)

Keterangan: IKW : Indeks Kesesuaian Wisata

Ni : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)

Nmaks : Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

Ketentuan untuk kelas kesesuaian kegiatan wisata Snorkeling/diving

adalah sebagai berikut (Tabel 8).

Tabel 8. Kategori Kesesuaian Kegiatan Wisata Snorkling/Diving

Kelas Keterangan

S1 Sangat sesuai, dengan IKW 83 – 100 %

S2 Sesuai, dengan IKW 50 - < 83 %

S3 Tidak sesuai, dengan IKW < 50% Sumber : Lumbantoruan (2017)

Pengolahan data dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2010.

Kelas kesesuaian dibagi dalam tiga kelas, yang didefinisikan sebagai berikut :

Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable)

Page 43: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

30

Kawasan ekosistem terumbu karang tidak mempunyai pembatas yang

berat untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata snorkeling dan diving secara

lestari, atau hanya mempunyai faktor pembatas yang kurang berarti dan tidak

terpengaruh secara nyata terhadap kondisi kawasan tersebut, serta tidak

menambah masukan (input) untuk dikembang sebagai objek wisata snorkeling

dan diving.

Kelas S2 : Sesuai (Suitable)

Kawasan ekosistem terumbu karang yang mempunyai pembatas agak berat

untuk pemanfaatan sebagai kawasan wisata snorkeling dan diving secara lestari.

Faktor pembatas tersebut akan mengurangi pemanfaatan kawasan tersebut,

sehingga diperlukan upaya tindakan-tindakan tertentu dalam membatasi

pemanfaatan dan mengupayakan konservasi dan rehabilitasi

Kelas S3 : Tidak Sesuai (Not Suitable)

Kawasan ekosistem terumbu karang yang mengalami tingkat kerusakan

yang cukup tinggi, sehingga tidak memungkinkan untuk dikembangkan sebagai

kawasan wisata snorkeling dan diving. Untuk itu sangat disarankan untuk

dilakukan perbaikan dengan teknologi tinggi dengan tambahan biaya dan perlu

waktu yang lama untuk memulihkannya melalui konservasi dan rehabilitasi

kawasan tersebut.

3.5.3 Daya Dukung Kawasan

Menurut Yulianda (2007), konsep daya dukung ekowisata

mempertimbangkan dua hal, yakni (1) kemampuan alam untuk mentolerir

gangguan atau tekanan dari manusia ataupun kondisi alam, dan (2) standar

keaslian sumberdaya alam. Konsep daya dukung dapat dipergunakan sebagai

salah satu pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan perencanaan wisata

bahari Karimunjawa. Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum

pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada

waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia, dapat

dilihat pada rumus:

Page 44: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

31

(

) (

)

Keterangan: DDK : Daya dukung kawasan wisata (orang/hari)

K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area

Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan

Lt : Unit area untuk kategori tertentu

Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu.

Pada kegiatan wisata selam ada beberapa kategori yang harus diperhatikan

untuk kelayakan suatu lokasi penyelaman yaitu, kecerahan perairan, tutupan

komunitas karang, jenis karang, dan kedalaman terumbu karang. Sedangkan untuk

daya dukung wisata selam harus memenuhi luasan 2000 m2 untuk dua orang

penyelam, dalam waktu 8 jam sehari (Yulianda 2007).

Sedangkan pada skin diving memiliki kriteria kelayakan suatu lokasi untuk

dijadikan lokasi wisata selam, tidak jauh berbeda dengan kegiatan scuba diving.

Dalam memenuhi daya dukungnya, area yang harus tersedia untuk seorang

pengunjung adalah 500 m2, dan waktu yang dibutuhkan dalam sehari 6 jam

(Yulianda 2007).

Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis

kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh

pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung

sehingga keaslian tetap terjaga. (Tabel 9)

Tabel 9. Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt)

Jenis

Kegiatan

(Orang) (K)

Unit Area

(Lt) Ket

Snorkeling 1 500 m2

Setiap 1 orang dalam

100 m x 5 m

Diving 2 2000 m2

Setiap 2 orang dalam

200 m x 10 m Sumber : Yulianda (2007)

Dalam melakukan kegiatan ekowisata, setiap pengunjung akan

memerlukan ruang gerak yang cukup luas untuk melakukan aktivitas seperti

snorkeling dan diving untuk menikmati keindahan pesona alam bawah laut,

Page 45: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

32

sehingga perlu adanya prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan

wisata. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata. (Tabel 10).

Tabel 10. Prediksi Waktu yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata

Jenis Kegiatan Waktu yang

Dibutuhkan Wp (jam)

Total Waktu 1 Hari

Wt (jam)

Snorkeling 3 6

Diving 2 8 Sumber : Yulianda (2007)

3.5.4 Scenic Beauty Estimation (SBE)

Menurut Hadi (2001) untuk menentukan nilai visual pengembangan wisata

bahari yaitu menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Tahapan

yang dilakukan dalam menentukan nilai SBE ini diawali dengan penentuan titik

pengamatan, pengambilan foto, seleksi foto, penilaian oleh responden. Adapun

tahapan dalam penentuan nilai SBE, yaitu :

1) Penentuan hamparan titik pengamatan dan pengambilan foto, yaitu lokasi

pengamatan yang memiliki nilai kesesuaian wisata bahari ketiga kategori.

Pengambilan foto yaitu hamparan karang serta organisme yang berasosiasi

dengan karang di stasiun penelitian.

2) Seleksi foto, yaitu foto yang akan dipresentasikan dan diperlihatkan kepada

responden merupakan hasil seleksi dari seluruh foto yang diambil. Seleksi

dilakukan dengan memilih foto yang dianggap dapat mewaikili

keanekaragaman ekosistem terumbu karang yang dilihat hamparan karang di

stasiun penelitian

3) Penilaian oleh responden, yaitu: responden yang dipilih penyelam yang

memiliki sertifikasi selam minimal A1. Jumlah responden yang dipilih

sebanyak 20 orang. Dari setiap foto yang ditampilkan responden akan

menilai setiap foto yang ditampilkan dengan memberikan skor 1 sampai 10,

dimana skor 1 menunjukan nilai yang paling tidak disukai dan skor 10

merupakan nilai yang paling disukai.

4) Penilaian nilai visual dengan menggunakan metode SBE diawali dengan

tabulasi data, perhitungan frekuensi setiap skor (f), perhitungan frekuensi

kumulatif (cf) dan cumulative probabilities (cp). Selanjutnya dengan

Page 46: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

33

menggunakan ormo z ditentukan nilai z untuk setiap nilai cp. Khusus untuk

nilai cp = 1.00 atau cp = (z = ± ∞) digunakan rumus perhitungan cp=1 – 1 /

(2n) atau cp = 1 / (2n) (Daniel dan Boster 1976). Rata-rata nilai z yang

diperoleh untuk setiap fotonya kemudian dimasukan dalam rumus SBE yang

diformulasikan oleh Daniel dan Boster (1976) sebagai berikut:

( )

Keterangan:

SBEx : Nilai penduga nilai keindahan pemandangan lanskap ke-x

Zx : Nilai rata-rata z untuk lanskap ke-x

Zo : Nilai rata-rata suatu lanskap tertentu sebagai standar

Sebaran penilaian SBE kemudian diklasifikasi menjadi tiga bagian yaitu

nilai SBE tinggi, sedang, dan rendah dengan menggunakan jenjang sederhana

(simplified rating) menurut Sutrisno (2001) dengan rumus:

Kemudian dari nilai ini akan dilakukan penilaian melalui matriks

perhitungan nilai SBE yang dapat dilihat pada Tabel 11 dan kategorinya pada

Tabel 12.

Tabel 11. Matriks Perhitungan Nilai SBE

Landscape/Foto ke-x

Skor f Cf cp z

1

2

….

10

Z =

SBE = (Zx – Zo) x 100 = ……… Sumber : Hadi (2010)

Page 47: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

34

Tabel 12. Matriks Kategori Nilai SBE.

Nilai SBE Kategori

………. - ………. Rendah

………. - ………. Sedang

………. - ………. Tinggi Sumber : Hadi (2010)

3.5.5 Metode Lyzenga

Pengolahan Citra juga dilakukan untuk mengetahui sebaran terumbu karang

di lokasi penelitian. Proses perhitungan Algoritma Lyzenga antara lain adalah:

(Bano 2014)

a) Membuka data algoritma yang sebelumnya telah dilakukan pada saat

memasukan ormosae citra

b) Mencari nilai variance dan covariance dari tiap-tiap band untuk

mendapatkan nilai koefisien atenuasi

c) Mencari nilai Koefisien Atenuasi dengan rumus:

d) Mencari nilai ormosae citra baru dengan persamaan Lyzenga:

ki/kj adalah ratio ormosaent attenuasi dari band ke-i ormos-j

3.6 Analisis Data

Metode riset yang digunakan dalam riset ini adalah metode deskriptif

kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan dengan melihat daerah yang

sesuai untuk kawasan ekowisata bahari berdasarkan hasil analisa parameter

pengukur. Hal tersebut dilakukan dengan perhitungan nilai kesesuaian lahan dan

nilai tutupan karang yang dibandingkan dengan jumlah luasan tutupan secara

keseluruhan serta didukung dengan analisa nilai Scenic Beauty Estimation.

Perhitungan variabet-variabel terikat kemudian dianalisis dan data yang telah

dikumpulkan dimasukan ke dalam matriks kesesuaian kawasan segmentasi yang

Page 48: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

35

dilihat dari katergori kesesuaian lahan yang sesuai dan sangat sesuai serta tutupan

karang yang baik dan sangat baik serta studi literatur yang dikembangkan ke

dalam bentuk peta dalam melakukan segmentasi zonasi. Adapun pendekatan daya

dukung kawasan (DDK) yakni jumlah maksimum pengunjung secara fisik dapat

ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan

gangguan pada alam dan manusia pada katergori kesesuaian lahan yang sesuai dan

sangat sesuai.

Page 49: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Oseanografi

Kondisi oseanografi merupakan parameter terikat yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan keberlangsungan hidup terumbu karang. Dalam

menganalisa kondisi terumbu karang, diperukan variabel-variabel yang

mempengaruhi faktor-faktor terhadap kondisi terumbu karang tersebut. Penentuan

stasiun mewakilkan setiap wilayah yang dapat menggambarkan seluruh wilayah

riset. Stasiun 1 yakni Pulau Sintok mewakilkan daerah Timur dan juga lokasi

peristirahatan jalur kapal tongkang, stasiun 2 yakni Pulau Cemara Besar yang

mewakilkan daerah Barat dan juga salah satu pulau utama dalam melakukan

island hoping oleh para wisatawan, dan stasiun 3 yakni Pulau Menjangan Kecil

mewakilkan daerah Selatan dan juga menjadi salah satu pulau utama dalam

melakukan island hoping oleh para wisatawan.

4.1.1 Parameter Fisik In-situ

Parameter fisik yang diteliti pada setiap-setiap stasiunnya meliputi suhu

permukaan laut, kecerahan, salinitas, dan arus. Pada Tabel 13 menunjukan angka

setiap parameter pada setiap stasiun yang berbeda-beda. Suhu tertinggi berada

pada Pulau Menjangan Kecil yakni sebesar 29,9⁰C dan pada Pulau Sintok dan

Cemara Besar memiliki suhu yang sama yakni 28,9⁰C. Kecerahan pada Pulau

Cemara Besar dan Menjangan Kecil memiliki visibility/kecerahan yang cukup

bagus yakni 22 dan 21 meter sedangkan pada Pulau Sintok hanya sejauh 4 meter.

Salinitas pada ketiga stasiun memiliki rentan yang kecil yakni 28,9 – 30 ppt. Dan

parameter terakhir yakni arus memiliki nilai sebesar 12,2 hingga 14,7 cm/s.

Page 50: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

37

Tabel 13. Parameter Perairan Stasiun Pengamatan Lokasi

Suhu (C) Visibility

(meter)

Salinitas

(ppt)

Arus

(cm/s) Stasiun Pulau

1 Pulau Sintok

28,9 4 28,9 9,5 110⁰31'21" BT; 5⁰50'06" LS

2 Pulau Cemara Besar

28,9 22 29 12,2 110⁰22'05" BT; 5⁰48'34" LS

3 Pulau Menjangan Kecil

29,9 21 30 14,4 110⁰24'29" BT; 5⁰53'10" LS

Standar Optimum 23-30⁰ C

(Nybakken

1992)

> 5 meter (KEPMEN

LH 2004)

32 – 35 O/OO

(Nybakken

1992)

< 20

cm/detik

(Haruddin 2011)

Hasil parameter perairan pada ketiga stasiun pengataman (Tabel 13)

menunjukkan bahwa suhu perairan berkisar antara 28,9 – 29,9⁰C. Hal tersebut

sesuai dengan pernyataan Nybakken (1992), bahwa suhu optimal untuk

pertumbuhan karang adalah 23-30⁰C, terutama untuk karang daerah dangkal yang

mempunyai potensi peningkatan suhu yang dapat menyebabkan kematian karang.

Adapun batas minimum suhu untuk pertumbuhan karang 18⁰C bahkan hewan

karang masih bisa hidup sampai suhu 15⁰C, tetapi akan terjadi penurunan

pertumbuhan, reproduksi, metabolisme serta produktivitas kalsium karbonat.

Sehingga suhu pada ketiga stasiun penelitian masih dapat ditolelir untuk karna

masih dalam rentan suhu optimal bagi pertumbuhan karang.

Salinitas perairan pada ketiga stasiun selama pengamatan berkisar antara

28,9-30 ‰. Salinitas tersebut tergolong dibawah standar rentan salinitas optimal

bagi pertumbuhan karang karena menurut Dahuri (2003), salinitas optimal

berkisar antara 30–35‰ tetapi tidak terlalu jauh dari batas salinitas optimum.

Dapat dilihat bahwa kondisi salinitas lebih kecil dibandingkan dengan ambang

batas optimal yang ditentukan, Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca

perairan yang pada saat itu setelah hujan sehingga menyebabkan pengaruh

terhadap salinitas di permukaan. Faktor cuaca yang pada saat pengambilan

sampling terjadi hujan yang menjadi faktor pengaruh menurunnya salinitas pada

lokasi penelitian (Rizal 2016). Lebih lanjut menurut Bengen (2002), salinitas air

Page 51: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

38

yang konstan berkisar antara 30–36‰. Diluar kisaran tersebut karang hermatipik

tidak dapat tumbuh (Nybakken, 1992).

Salinitas diketahui juga merupakan faktor pembatas kehidupan binatang

karang. Salinitas air laut rata-rata di daerah tropis adalah sekitar 35‰, dan

binatang karang hidup subur pada kisaran salinitas sekitar 34-36‰ (Supriharyono

2007). Menurut Marsuki (2012) salinitas menjadi salah satu faktor penting

terhadap kondisi ekologi perairan, salinitas akan mempengaruhi tekanan osmotik

dalam tubuh organisme sehingga organisme tersebut akan mengeluarkan energi

untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya melalui mekanisme osmoregulasi.

Arus pada ketiga stasiun berkisar antara 12,2-14,7 cm/s. Arus dapat

membersihkan polip dari kotoran-kotoran yang menempel atau masuk

kedalamnya. Kedalaman 10 meter merupakan lingkungan yang menguntungkan

bagi hewan karang untuk hidup (Nybakken 1992). Pola arus yang terjadi di

perairan laut sekitar Kepulauan Karimunjawa pada khusunya merupakan efek dari

perubahan iklim secara umum di perairan Indonesia (Sya‟rani dan Suryanto

2006). Serta hubungan gerakan air yang cukup akan membantu pengudaraan dan

mencegah terjadinya fluktuasi yang besar terhadap suhu dan salinitas (Puja et al.

2001). Arah dan kecepatan arus perlu diketahui karena akan menunjang dalam

berwisata bahari dan kenyamanan dan keamanan pengunjung.

Nontji (1993) menyatakan bahwa keberadaan arus dan gelombang di

perairan sangat penting bagi kelangsungan hidup terumbu karang. Arus berperan

sebagai pengadukan bahan makanan untuk polip karang, membersihkan bagian

dari terumbu karang terhadap endapan – endapan serta mensuplai oksigen dari

laut bebas. Pertumbuhan karang lebih baik pada wilayah dengan arus kuat

dibandingkan pada wilayah dengan arus yang lemah. Menurut Haruddin (2011)

arus yang baik bagi pertumbuhan terumbu karang adalah < 20 cm/detik (0,2

m/detik). Melihat dari cukup sehingga baik bagi pertumbuhan karang. arus yang

kuat akan membantu mengangkut sedimen menyebar ke lokasi lain sehingga

periran tersebut dapat lebih jernih.

Kecerahan perairan di lokasi penelitian berkisar pada nilai 4 - 21 meter.

Intensitas cahaya yang masuk pada pulau Cemara Besar dan Menjangan Kecil

Page 52: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

39

masih dalam kondisi yang baik, berbeda pada pulau Sintok yang terbilang cukup

keruh dikarenakan pada pengambilan data dalam kondisi hujan kecil yang

memberikan dampak sedimentasi di dasar laut. Sedimentasi ini faktor yang akan

berdampak pada minimnya pengelihatan dan terganggunya dalam pengambilan

data. Selain itu, faktor pembatas terpenting dalam pertumbuhan terumbu karang

adalah cahaya (Nybakken 1992).

Tingkat kecerahan berhubungan dengan tingkat kekeruhan perairan meliputi

banyaknya material tersuspensi maupun terlarut di dalam perairan, baik berupa

partikel lumpur maupun bahan organik. Adanya material yang terlarut dalam air

dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga proses

fotosintesis menjadi terganggu. Menurut Marsuki (2012) tingkat kecerahan sangat

penting bagi pertumbuhan organisme karang, karena cahaya adalah salah satu

faktor yang paling penting yang membatasi terumbu karang sehubungan dengan

laju fotosintesis oleh zooxanthellae yang bersimbiosis pada jaringan karang.

Secara umum, penetrasi cahaya matahari di lokasi penelitian dapat mencapai dasar

perairan, bahkan di perairan Pulau Cemara Besar mencapai 22 meter (Tabel 13)

dan di perairan Pulau Menjangan Kecil hingga mencapai 21 meter. Hal tersebut

menunjukkan bahwa perairan tersebut sangat jernih sehingga sesuai untuk

berwisata bahari berdampak pada kenyamanan dan penglihatan pengunjung.

Menurut penelitian Puspita (2018) dalam menganalisis kesesuaian lahan di

Tanjung Gelam Karimunjawa, Hasil pengukuran kecepatan arus di kawasan

wisata pantai tanjung gelam termasuk dalam golongan kecepatan arus yang kecil,

hal ini diperoleh dari hasil kecepatan arus pada ketiga stasiun berkisar 0,03-0,1 ,/s.

Kecepatan arus yang rendah yaitu sangat baik untuk kegiatan wisata berenang dan

rekreasi pantai, hal ini dikarenakan kecepatan arus berkaitan dengan kenyamanan

dan kemananan pengunjung saat berrekreasi. Nilai kecerahan memiliki nilai

seratus persen sama pada ketiga stasiun karena perairannya yang dangkal.

4.1.2 Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL)

Dalam menentukan kesesuaian lahan yang baik diperlukan juga kondisi fisik

laut yang menunjang bagi pertumbuhan dan kesehatan karang yang masih

Page 53: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

40

bertahan hidup. Jika dirasa suhu permukaan laut sudah rentan terhadap kondisi

keberhasilan pertumbuhan karang lokasi tersebut seharusnya tidak dipergunakan

dalam pengembangan wisata terutama kondisi tutupan karang didominasi oleh

tutupan karang rusak dan kasesuaian lahan yang tidak menunjang untuk

meminimalisir kerusakan karang yang semakin parah. Terumbu karang pada

umunya ditemukan terbatas pada suhu perairan antara 18-36⁰C, nilai optimal

pertumbuhan karang berkisar 26-28⁰C. Perbedaan suhu selanjutnya diekspresikan

dalam pola distribusi dan keragaman terumbu karang yang berbeda secara

ekologis dan geografis (Purba 2013).

Melalui analisis citra satelit dalam mengidentifikasi sebaran Suhu

Permukaan Laut (SPL) di Kepulauan Karimunjawa dapat mengetahui fluktuasi

perubahan Suhu Permukaan Laut setiap bulannya dalam 1 tahun. Adanya fluktuasi

perubahan suhu permukaan laut dari bulan Juni 2018 hingga Mei 2019

memberikan dampak terhadap kesehatan terumbu karang lainnya (Gambar 9).

Gambar 9. Fluktuasi Perubahan Suhu Permukaan Laut (SPL)

di Lokasi Riset dalam Periode 1 Tahun.

Pengamatan nilai maksimal pada setiap bulannya dilakukan untuk

mengetahui batas maksimum yang terjadi apabila kenaikan suhu permukaan laut

sudah jauh diatas batas range optimum suhu ideal bagi kehidupan terumbu

28

28,5

29

29,5

30

30,5

31

31,5

32

32,5

Su

hu

Per

mu

ka

an

La

ut

(°C

)

Bulan

Pulau Sintok

Pulau Cemara Besar

Pulau Menjangan Kecil

Page 54: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

41

karang. Suhu permukaan air laut menjadi perhatian dikarenakan kenaikan 1⁰C

suhu permukaan dari rentan suhu optimum akan membuat karang mengalami

pemutihan (bleaching) (Baird et al. 2009; Brown, 1997; Hoegh-Guldberg, 1999).

Kenaikan SPL ini diduga disebabkan oleh faktor-faktor meteorologi seperti

kenaikan suhu udara. Meningkatnya suhu permukaan air laut dan suhu udara juga

berpengaruh pada organisme laut. Kenaikan suhu yang semakin di atas suhu

optimum menyebabkan daya tahan karang akan berkurang dan mengakibatkan

pemutihan dan ini akan menyebabkan bertambahnya faktor berkurangnya luas

zona karang yang masih hidup. Jika kondisi terumbu karang sudah terdegradasi

oleh faktor manusia dan faktor alam, dikhawatirkan zona tersebut menjadi zona

mati atau zona yang kehidupan biota laut sudah tidak bisa berperan lagi.

Perubahan suhu permukaan laut ketiga stasiun dalam kurun waktu 1 tahun

yakni dari bulan Juni 2018 hingga Mei 2019 (Gambar 9) menunjukan grafik nilai

SPL pada tiap bulan di setiap stasiunnya (Lampiran 15). Pada bulan Juni 2018

memiliki suhu tertinggi 29,73⁰C mengalami penurunan hingga bulan Agustus

2018 menjadi 28,67⁰C kemudian mengalami kenaikan hingga bulan Januari 2019

menjadi 31,74⁰C yang kemudian kembali mengalami penurunan hingga bulan Mei

2019 menjadi 30,32°C meski pada bulan April 2019 mengalami kenaikan menjadi

31,46⁰C. Kondisi lingkungan perairan merupakan faktor pembatas ekosistem

terumbu karang, khususnya pada hewan karang itu sendiri. (Veron 2000). Suhu

tertinggi terjadi pada bulan Desember 2018 di perairan Pulau Menjangan Kecil

sebesar 32,14⁰C dan suhu terendah terjadi pada bulan Agustus 2018 di perairan

Pulau Cemara Besar sebesar 28,44⁰C. Suhu pada bulan Mei 2018 hingga

November 2018 masih menunjukan dibawah angka 30⁰C

sedangkan mulai

Desember 2018 hingga Mei 2019 rata-rata di atas 30⁰C.

Temperatur di perairan pada Agustus – Desember 2018 terus meningkat

tetapi menurun secara perlahan hingga Mei 2019. Kondisi ini disebabkan karena

adanya perbedaan pengaruh musim yang terjadi. Suhu permukaan air laut pula

memicu meningkatnya jumlah pathogen pada koloni karang sehingga berdampak

pada munculnya beberapa penyakit karang seperti white syndrome, black band

Page 55: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

42

disease dan skeletal eroding band (Ritchie 2006; Rosenberg dan Ben Haim 2002;

Harvell et al. 2002).

Menurut penelitian Putra (2012) Pola pergerakan SPL di Laut Jawa

mengikuti pola musim angin yang terjadi di Laut Jawa, yaitu musim barat, timur,

dan peralihan. SPL Laut Jawa secara spasial secara deret waktu dapat dilihat pada

Gambar 10 hingga Gambar 13 dengan nilai suhu diwakili oleh warna kuning

hingga merah yang menjadi tanda untuk suhu hangat hingga tertinggi di laut

Kepulauan Karimunjawa. Dalam kurun waktu 1 tahun nilai SPL di Kepulauan

Karimunjawa memiliki rentan yang tidak begitu jauh (Lampiran 15) pada musim

musim timur (Gambar 10) SPL berkisar pada nilai 28,32 - 29,04⁰C, pada musim

peralihan 2 (Gambar 11) berkisar pada 28,62 - 30,61⁰C, pada musim barat

(Gambar 12) nilai SPL berkisar antara 28,71 - 32,14⁰C, dan pada musim peralihan

1 (Gambar 13) nilai SPL berkisar antara 28,67°C – 31,46⁰C. Suhu permukaan laut

di Kepulauan Karimunjawa berdasarkan sebaran spasial citra satelit MODIS

berkisar antara 28 - 32⁰C. Hal ini tidak berbeda jauh dengan suhu permukaan laut

Indonesia menurut Nontji (2005), yaitu berkisar antara 28 - 31⁰C.

Juni 2018

Juli 2018

Agustus 2018

Gambar 10. Sebaran spasial SPL pada Musim Timur

Page 56: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

43

Pergerakkan angin muson menyebabkan variasi suhu permukaan Laut Jawa,

pada musim timur terlihat bahwa suhu permukaan laut yang hangat berada di

sebelah timur dan yang lebih tinggi di sebelah barat ditandai dengan lebih

dominan berwarna kuning disebelah timur dibandingkan disebelah barat yang

didominasi dengan warna merah (Gambar 10), ini dikarenakan pada saat periode

muson tenggara (musim timur), angin, dan arus di Laut Jawa bergerak dari timur

ke barat membawa massa air yang relatif lebih dingin masuk ke arah barat. Selain

dari arah Timur, pada musim Timur angin juga bertiup dari arah Tenggara dan

Utara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pusat tekanan di daerah Timur lebih

tinggi dari pada di daerah Barat. Menurut Fadhika (2014) musim Timur nilai suhu

permukaan laut cenderung mengalami penurunan daripada musim Barat dan

musim Peralihan I.

Musim Timur nilai suhu permukaan laut cenderung mengalami penurunan

daripada musim Barat dan musim Peralihan I. Penurunan suhu permukaan laut

saat musim timur disebabkan oleh meningkatnya intensitas angin muson tenggara.

Angin muson tenggara yang kuat pada musim timur menyebabkan upwelling

sehingga suhu permukaan laut menurun. Peningkatan suhu permukaan saat musim

peralihan karena pada periode tersebut matahari berada di ekuator sehingga suhu

permukaan laut tinggi. Pada musim ini arus permukaan bergerak menuju Barat

Laut dengan mengangkut massa air yang bersuhu rendah. Selain itu pada musim

Timur paparan sinar Matahari minimum, sehingga mempengaruhi suhu

permukaan laut yang terkena paparan sinar Matahari. Diketahui bahwa pada

musim Timur suhu permukaan laut tidak minimum, hal tersebut dikarenakan air

membutuhkan waktu dalam melepaskan panas.

Setelah musim timur, terdapat musim peralihan II yang menjadi transisi

perubahan musim timur ke musim barat. Pada musim peralihan II terjadi

peningkatan suhu tetapi lebih bersifat homogen. Ditandai dengan meluasnya

warna kuning pada peta (Gambar 11).

Page 57: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

44

September 2018

Oktober 2018

November 2018

Gambar 11. Sebaran spasial SPL pada Musim Peralihan II

Secara klimatologi, nilai suhu permukaan laut tertinggi terjadi saat musim

barat dan musim peralihan I sedangkan nilai terendah terjadi saat musim timur

dan musim peralihan II. Melalui grafik (Gambar 9) pada musim timur ke musim

peralihan II mengalami peningkatan. Ini dikarenakan memasuki musim Peralihan

II angin dominan bertiup dari arah Tenggara. Hal tersebut ditandakan sebagai

berakhirnya musim Timur. Pada musim ini terdapat sisa dari musim Timur yaitu

terdapat angin yang bergerak dari arah Timur ditandai dengan melebarnya

indikator warna merah pada peta (Gambar 11) yang lebih dominan di arah

tenggara dan selatan. Hal tersebut menyebabkan angin bergerak menuju arah

Barat Laut. Adapun pengaruh arus terhadap suhu, pada musim ini pola pergerakan

arus bergerak ke arah Timur Laut mengangkut massa air yang bersuhu lebih

rendah ke arah Timur Laut. Pada musim ini masih terkena pengaruh pada musim

Timur, air membutuhkan waktu dalam melepaskan panas.

Page 58: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

45

Desember 2018

Januari 2019

Februari 2019

Gambar 12. Sebaran spasial SPL pada Musim Barat

Transisi musim peralihan II ke Musim Barat memperlihatkan masuknya

SPL bernilai rendah dari Laut Cina Selatan melewati Laut Jawa menuju Selat

Makassar dan Laut Flores (Gambar 12), ditunjukan dengan massa air yang lebih

hangat daerah timur laut dikarenakan bertiupnya angin dari arah Laut Cina Selatan

ke Arah Australia. Pada bulan Desember sampai dengan Februari, suhu menurun

kembali yang merupakan pengaruh dari muson barat laut yang mengakibatkan

massa air Laut Cina Selatan dengan suhu yang lebih rendah bercampur dan

mendorong massa air Laut Jawa dari barat ke timur (Lumban 2007). Pada musim

Barat arus permukaan bergerak menuju arah Timur. Sedangkan sebaran suhu

permukaan laut pada musim ini massa air yang lebih rendah berada di perairan

sebelah Selatan. Pada musim Barat pusat tekanan udara tinggi berekembang diatas

benua Asia, dan di Pulau Jawa angin ini dikenal sebagai Angin Muson Barat Laut.

Musim Barat umumnya membawa curah hujan yang tinggi di Pulau Jawa. Pada

Musim Barat matahari berada di belahan bumi selatan, dan benua Asia yang mulai

ditinggalkan matahari temperaturnya menjadi rendah dan tekanan udaranya tinggi

(maksimum) (Annas, 2009).

Page 59: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

46

Maret 2019

April 2019

Mei 2019

Gambar 13. Sebaran spasial SPL pada Musim Peralihan I

Pada musim Peralihan I dapat dilihat bahwa sebaran suhu permukaan laut

mengalami perubahan (Gambar 13). Pada musim ini belum tampak keterkaitan

antara sebaran suhu permukaan laut dengan arah gerak arus permukaan. Musim

Peralihan I nilai suhu permukaan laut cenderung lebih tinggi daripada saat musim

Barat. Pada musim ini memiliki sebaran warna merah dikarenakan masih

membawa angina dari musim barat yang didominasi oleh suhu tinggi meskipun

mengalami suhu. Ini menunjukan adanya sifat lebih homogen yang lebih hangat,

pada bulan April terlihat tidak adanya warna kuning dan lebih didominasi oleh

warna merah dan oren yang menunjukan adanya transisi ke musim timur atau

musim minim hujan sehingga intensitas cahaya matahari lebih sedikit.

Variabilitas ini berhubungan dengan angin muson yang berhembus di atas

Laut Jawa dan perubahan iklim global yakni interaksi atmosfer dan laut yang

secara nyata terjadi di Lautan Pasifik yang disebut dengan fenomena ENSO.

Proses sirkulasi air laut regional seperti arus massa air yang hangat dari samudera

pasifik ke samudera hindia melewati sebagian wilayah Indonesia salah satunya

Laut Jawa, dan juga dari adanya fenomena alam El Nino. Fluktuasi perubahan

suhu permukaan laut pada 1 tahun periode dari bulan Juni 2018 – Mei 2019

Page 60: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

47

menunjukan bahwa suhu maksimal yang terjadi tidak memberikan dampak pada

pemutihan karang karena masih didalam batas range suhu optimum bagi

pertumbuhan karang. Berbeda pada studi kasus pertengahan antara tahun 2015

dengan tahun 2016 telah terjadinya peristiwa El Nino yang menyebabkan naiknya

suhu permukaan laut yang berpusat di Samudra Pasifik, sehingga suhu perairan di

Indonesia menjadi lebih hangat. Hal ini mengakibatkan memutihnya karang pada

sebagian besar lokasi pengamatan Taman Nasional Karimunjawa (Pardede et al.

2016).

Peningkatan suhu permukaan air laut tercatat dalam satuan „degree heating

weeks‟ (DHW). Hal ini akan menyebabkan stress pada binatang karang sehingga

mengeluarkan simbion zooxanthellae dari dalam tubuhnya. Tanpa zooxanthellae,

binatang karang menjadi transparan, sehingga dalam skala luas hanya tampak

karangka kapur yang berwarna putih. Peristiwa ini disebut dengan bleaching atau

pemutihan karang (Hoegh-Guldberg 1999; Salm et.al. 2001). Bleaching yang

terjadi dalam waktu pendek umumnya tidak menyebabkan kematian pada

binatang karang dan zooxantjealle kembali bersimbiose dengan karang. Namun

paling tidak hal ini sudah menyebabkan lambatnya kemampuan pembentukan

kerangka kapur. Sedangkan jika bleaching terjadi secara berkepanjangan akan

menyebabkan kematian pada binatang karang dan lingkungan terumbu karang

akan hancur. Kerusakan terumbu karang, seperti telah dijelaskan sebelumnya akan

mempengaruhi kehidupan dan penyediaan sumberdaya bagi masyarakat pesisir

(Bellwood et.al. 2003).

4.2 Kondisi Terumbu Karang

Pengambilan data dilakukan pada tiga stasiun di Kepulauan Karimunjawa

yang menggambarkan 3 golongan persentasi tutupan karang yang berbeda-beda

yang mengacu kepada penelitian Biondi (2014) yakni Pulau Sintok, Pulau Cemara

Besar, dan Pulau Menjangan Kecil. Pengambilan data dengan menentukan titik

sampling dilakukan untuk menggambarkan kondisi terumbu karang pada setiap

pulaunya pada tahun 2019.

Page 61: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

48

4.2.1 Distribusi dan Kondisi Tutupan Karang di Pulau Sintok, Pulau

Cemara Besar, dan Pulau Menjangan Kecil

4.2.1.1 Pulau Sintok

Hasil penelitian metode LIT pada Pulau Sintok yang diambil sepanjang 50

meter dengan koordinat 110o31'21" BT dan 5

o50'06" LS, menyatakan bahwa

persentase tutupan karang hidup sebesar 50,82%, sedangkan persen tutupan

karang mati sebesar 31,72% (Lampiran 7). Persentase karang hidup tersebut

terdiri dari 9,4% genus Acropora dan 41,42% Non-Acropora (Gambar 14).

Gambar 14. Distribusi Tutupan Karang di Pulau Sintok

Berdasarkan gambar 14, tutupan karang Acropora sebanyak 9,40% dan

Non-Acropora sebanyak 41,42% didapatkan total tutupan karang hidup sebesar

50,82%. Sesuai dengan pernyataan Gomez & Yap (1988) bahwa jika kondisi

karang berdasarkan tingkat persen penutupan karang keras hidup antara 50-

70,49% maka dapat dikatagorikan bahwa tutupan karang tersebut tergolong baik.

Tutupan karang pada Pulau Sintok terdiri dari genus Acropora sebesar 5,4%

Acropora Encrusting, 1,2% Acropora Submassive, dan 2,8% Acropora Tabulate.

Pada genus Non-Acropora terdiri dari 4 genus yakni 1,8% Coral Branching, 2,4%

Coral Encrusting, 0,7% Coral Massive, dan yang paling mendominasi yakni

Coral Foliose sebanyak 36,52% (Data terlampir pada Lampiran 7). Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Biondi (2014), distribusi tutupan karang Pulau

Sintok berkisar antara 40 – 60%, dengan nilai persentase tertinggi 60%

didominasi tutupan terumbu karang keras hidup (HCL) dan 30 – 10% oleh karang

9,40%

41,42% 31,70%

1,60% 15,88% Acropora

Non Acropora

Dead Coral

Algae

Other Fauna

Abiotic

Page 62: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

49

lunak (SC). Coral Foliose (CF) yang berbentuk lembaran-lembaran yang

memanjang dan menyerupai bunga biasanya dipengaruhi oleh arus dan kedalaman

perairan. Lokasi pengamatan yang memiliki arus yang tenang sangat cocok bagi

pertumbuhan karang jenis ini. Hal tersebut diperkuat oleh Suryanti et al. (2011),

pada daerah dengan arus kuat banyak dijumpai karang berbentuk pendek, kuat

merayap, submassif.

4.2.1.2 Pulau Cemara Besar

Hasil penelitian metode LIT pada Pulau Cemara Besar yang diambil

sepanjang 50 m dengan koordinat 110o22'05" BT dan 5

o48'34" LS, menyatakan

bahwa persen tutupan karang hidup sebesar 21,2%, sedangkan persentase tutupan

karang mati sebesar 3% (Lampiran 7). Persentase karang hidup tersebut terdiri

dari 0,8% genus Acropora dan 20,4% Non-Acropora (Gambar 15).

Gambar 15. Distribusi Tutupan Karang di Pulau Cemara Besar

Berdasarkan gambar 15, tutupan karang Acropora sebesar 0,8% dan pada

Non-Acropora sebanyak 20,4% didapatkan total tutupan karang hidup sebesar

21,2%. Menurut Gomez & Yap (1988) jika kondisi karang berdasarkan tingkat

persen penutupan karang keras hidup antara 0-24,9% maka dapat dikatagorikan

bahwa tutupan karang tersebut rusak. Pulau Cemara Besar menjadi stasiun

pengamatan yang tergolong rusak karena didominasi Abiotic sebesar 73,8%

diantaranya 51% merupakan pecahan karang. Karang hidup di Pulau Cemara

Besar terdiri dari genus Acropora yakni Acropora Branching sebesar 0,8% dan

0,80%

20,40%

3%

2%

73,80%

Acropora

Non Acropora

Dead Coral

Other Fauna

Abiotic

Page 63: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

50

pada genus Non-Acropora terdiri dari Coral Branching 1,6%, Coral Foliose

11,6%, dan Coral Massive 7,2% (Data terlampir pada Lampiran 7).

Karena merupakan salah satu bagian dari zona pemanfaatan wisata bahari

menjadikan Pulau Cemara Besar menjadi tujuan dari wisata bahari seperti

snorkeling dan diving sehingga pecahan karang (RB) yang terdapat pada Pulau

Cemara Besar termasuk tinggi yakni sebesar 51% yang diklasifikasikan ke

golongan Abiotic.

4.2.1.3 Pulau Menjangan Kecil

Hasil penelitian metode LIT pada Pulau Menjangan Kecil yang diambil

sepanjang 50 m dengan koordinat 110o24'29" BT dan 5

o53'10" LS, menyatakan

bahwa persen tutupan karang hidup sebesar 73,8%, sedangkan persentase tutupan

karang mati sebesar 15,2%. Persentase karang hidup tersebut terdiri dari 7,4%

genus Acropora dan 66,4% Non-Acropora (Gambar 16).

Gambar 16. Distribusi Tutupan Karang di Pulau Menjangan Kecil

Gomez & Yap (1988) menyatakan bahwa jika kondisi terumbu karang

berdasarkan tingkat persen penutupan karang keras hidup antara 50-70,49% maka

dapat dikatagorikan bahwa perairan tersebut baik. Terlihat pada gambar 16,

persentase karang hidup terdiri dari 7,4% genus Acropora dan 66,4% genus Non-

Acropora. Stasiun 3 menjadi yang terbaik diantara ketiga stasiun pengamatan

karana hampir ¾ nya merupakan tutupan karang hidup. Pada genus Acropora

terdiri dari 1,6% Acropora Branching, 3,2% Acropora Digitate, dan 2,6%

7,40%

66,40%

15,20%

11%

Acropora

Non Acropora

Dead Coral

Abiotic

Page 64: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

51

Acropora Submassive. Sedangkan pada genus Non-Acropora terdiri dari 2,2%

Coral Digitate, 2,5% Coral Mushroom, dan yang paling mendominasi yakni

61,7% Coral Foliose (Data terlampir pada Lampiran 7). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Biondi (2014), kondisi tutupan karang keras hidup (HCL) pada

Pulau Menjangan Kecil memiliki nilai presentase kisaran 40 – 20% dan untuk

tutupan karang lunak (SC) berkisar 10 hingga 5%.

Karang mati (HCD) dan pecahan karang (RB) yang melimpah diduga akibat

dari ramainya kegiatan wisata bawah laut di area perairan, dilihat dari banyaknya

patahan/pecahan terumbu karang yang masih baru, goresan-goresan yang terdapat

pada terumbu karang hidup akibat gesekan dari fins dan juga patahan – patahan

terumbu karang dalam jumlah besar yang diduga dari peletakan jangkar kapal

yang tidak sesuai dengan prosedur. Adapun pernyataan Barker dan Roberts (2003)

serta Davis dan Tisdell (1995) sebaiknya aktifitas penyelaman (diving) yang

dilakukan di ekosistem terumbu karang dilakukan pada kedalaman lebih dari 5 m

supaya menghindari kontak secara langsung antara penyelam dengan karang.

Secara umum setiap penyelam yang melakukan penyelaman sering menggunakan

kamera atau video untuk mengambil gambar karang dan biota laut yang menarik

sehingga dapat merusak karang jika pengambilan gambar tersebut tidak dilakukan

dengan cara yang benar atau ramah lingkungan. Ini bisa menjadi salah satu

penyebab para penyelam tidak mengikuti prosedur yang sesuai sehingga merusak

komunitas karang yang masih hidup.

Aktivitas wisata bahari (snorkeling dan selam) berimplikasi terhadap

penurunan persentase life hard coral cover (Schleyer dan Tomalin 2000).

Wisatawan yang melakukan kontak langsung dengan karang dan organisme

terumbu dapat mengikis lapisan pelindung jaringan yang menutupi organisme

tersebut (Barker dan Robert 2000), sehingga meningkatkan probabilitas kerusakan

karang. Kegagalan dalam menerapkan batasan jumlah wisatawan dalam wisata

terumbu karang juga dapat berdampak negatif terhadap kondisi ekologi (Hasler

dan Ott 2008).

Page 65: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

52

4.2.2 Sebaran Spasial Tutupan Karang

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari perkiraan luasan terumbu

karang pada 4 tahun terakhir melalui citra satelit dan survei lapangan, maka dapat

diketahui jumlah luasan terumbu karang semakin menurun setiap tahun. Dengan

bantuan citra satelit, maka perkembangan luasan terumbu karang hidup di perairan

tersebut dapat dipantau. Analisis perubahan luasan zona terumbu karang

diperlukan untuk mengetahui seberapa besar degradasi terumbu karang yang

terjadi. Dalam waktu 4 tahun dapat diketahui pengurangan luas terumbu karang

yang terjadi.

Gambar 17 . Citra Satelit Kondisi Terumbu Karang yang Terjadi

pada Tahun 2016 – 2019

(a) 2016; (b) 2017; (c) 2018; (d) 2019

Dilihat dari gambar 17 (kiri atas ke kanan bawah) terlihat bahwa warna merah

menampakan semakin luas. Warna merah merupakan terumbu karang mati

sedangkan warna hijau merupakan warna terumbu karang yang masih hidup.

Warna oren melambangkan pasir yang merupakan di beberapa bagian

b

d c

a

Page 66: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

53

Karimunjawa terdiri dari substrat karena tutupan karang hidup memiliki luas

wilayah yang lebih sedikit dari pada luas zonasi terumbu karang mati.

Berdasarkan hasil perhitungan maka nilai perhitungan koefisien antenuasi

perairan diperoleh nilai (ki/kj) yaitu sebesar 0,3033 pada tahun 2019 dan 0 pada

tahun 2016-2018. Dengan demikian persamaan alogaritma yang digunakan untuk

mengekstrak substrat dasar perairan menjadi Y = ln Band 3 + ki/kj * ln Band 2.

Dari citra hasil transformasi alogaritma kemudian menggunakan palet warna

rainbow maka secara visual dapat dibedakan dengan jelas terumbu karang mati

(merah), karang hidup berwarna biru muda, hijau/cyan berwarna hijau merupakan

pasir campur patahan karang mati dengan gradasi warna kuning kehijau-hijauan

(Sulma dan Winarso, 2003).

Analisis berdasarkan nilai logaritma lyzenga diketahui luas tutupan karang

mati dan hidup dalam 4 tahun terakhir yang ditampilkan pada Tabel 14

menunjukan meningkatnya luasan karang mati dan begitupula kebalikannya pada

tutupan karang hidup yang mengalami penurunan

Tabel 14. Luasan karang di Kepulauan Karimunjawa dalam 4 tahun terakhir

No Kelas Luasan (m

2)

2016 2017 2018 2019

1 Terumbu Karang

Hidup 8.451.105 7.669.132 7.062.144 6.752.802

2 Terumbu Karang Mati 7.615.980 7.799.324 8.142.073 8.831.927

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari perkiraan luasan terumbu karang

pada tahun-tahun sebelumnya melalui citra satelit dan survei lapangan, maka

dapat diketahui jumlah luasan terumbu karang semakin menurun setiap tahun.

Menurunnya luasan karang di Kepulauan Karimunjawa menunjukan bahwa

aktivitas wisatawan dan faktor lainnya memberikan dampak buruk terhadap

keberlangsungan hewan karang. Bentuk aktivitas wisata ini seperti terlihatnya

bentuk patahnya karang di beberapa bagian, hancurnya satu spesies berkeping-

keping akibat penurunan jangkar yang tidak sesuai prosedur. Melalui analisis

spasial hanya memberikan gambaran luasan yang tidak sespesifik sehingga karang

mati yang tergolong Dead Coral tergolong yang sudah sekarat ataupun sudah mati

tidak terdeteksi. Perbedaan sekarat ditandai dengan memutihnya terumbu

Page 67: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

54

dikarenakan sudah tidak dihuni oleh biota Zooxanthaelle. Memutihnya terumbu

dikarenakan faktor alam yakni meningkatnya suhu permukaan laut, berbeda

dengan terumbu karang yang sudah mati bisa dikarenakan oleh faktor manusia

ataupun faktor alam. Angka ini sungguh mengkhawatirkan melihat bahwa

kehidupan utama biota laut berada di ekosistem terumbu karang. Jika luasan

karang hidup kian tahun kian berkurang akan mengganggu keberlangsungan

ekosistem bawah laut.

Tidak meratanya nilai tutupan karang hidup dan mati dalam waktu 4 tahun

dikarenakan melebarnya luasan tutupan karang mati yang menutupi substrat pasir

sehingga terlihat lebih banyak peningkatan luasan tutupan mati dari tahun ke

tahun. Semakin buruk kondisi terumbu karang di suatu perairan, maka

keanekaragaman sumber daya hayati laut pun akan semakin menurun. Kegiatan

pariwisata yang tidak terkendali menjadi salah satu faktor yang merusak terumbu

karang. Kerusakan terumbu karang diduga akan terus berlangsung dan semakin

berat jika tidak ada upaya perbaikan secara integratif dari berbagai sektor terkait.

Dalam kaitan ini, diperlukan perencanaan yang terkoordinasi untuk

menyelamatkan kelestarian lingkungan, khususnya terumbu karang di daerah ini.

Menurut Biondi (2014), data statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa

tahun 2013 menyebutkan bahwa terjadi peningkatan jumlah kunjungan tiap

tahunnya, tahun 2005 jumlah kunjungan mencapai 9.180 orang, tahun 2006

jumlah kunjungan mencapai 4.368 orang, tahun 2007 jumlah kunjungan mencapai

2.441 orang, tahun 2008 jumlah kunjungan mencapai 4.005 orang, tahun 2009

jumlah kunjungan mencapai 9.280 orang, tahun 2010 jumlah kunjungan mencapai

12.559 orang, tahun 2011 jumlah kunjungan mencapai 16.722 orang, tahun 2012

jumlah kunjungan mencapai 25.157 orang. Pada tahun 2013 jumlah kunjungan

mencapai 15.160 orang. Berdasarkan tujuan kunjungan tedapat 1.031 orang

kunjungan untuk pendidikan dan penelitian, 14.007 orang untuk tujuan rekreasi

dan 122 orang untuk tujuan lain-lain. Puncaknya terjadi pada tahun 2012.

Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh BTNKJ, dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar dari pengunjung yang datang ke Taman Nasional

Karimunjawa bertujuan untuk rekreasi. Berdasarkan wawancara dengan pemandu

Page 68: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

55

wisata setempat, didapatkan bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke

Taman Nasioanal Karimunjawa melakukan kegiatan wisata snorkeling.

Peningkatan jumlah kunjungan wisata di Taman Nasional Karimunjawa tersebut

diduga mengakibatkan penurunan tutupan terumbu karang, kondisi ini didukung

berdasarkan data statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa yang menjelaskan

adanya penurunan tutupan terumbu karang pada zona pemanfaatan wisata bahari

terutama pada Pulau Cilik, Pulau Tengah, Pulau Sintok dan Pulau Menjangan

Kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tulungen et. al. (2002), bahwa

peningkatan kegiatan manusia sepanjang garis pantai dapat membuat kondisi

terumbu karang rusak.

4.3 Analisis Kesesuaian Kawasan Wisata Bahari

Kesesuaian lahan dilakukan untuk melakukan evaluasi lahan. Evaluasi lahan

merupakan suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan

menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil dari evaluasi

lahan inilah yang nantinya akan digunakan sebagai informasi baru atau arahan

penggunaan lahan sesuai keperluan (Ritung et al. 2007).

Suatu kawasan wisata tidak serta merta tersedia secara begitu saja,

diperlukan kajian mengenai kondisi yang nantinya akan berpengaruh pada

kegiatan wisata. Menurut Ketjulan (2010), analisis kesesuaian didasarkan pada

potensi sumber daya yang ada dan parameter kesesuaian untuk setiap kegiatan

wisata. Kesesuaian wisata bahari, sebagai ketetapan atau kecocokan penggunaan

umberdaya kelautan terhadap suatu kegiatan dikarenakan setiap kegiatan wisata

sesuai dengan objek wisata yang akan dikembangkan.

4.3.1 Indeks Kesesuaian Wisata

Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) ketiga stasiun didapatkan dari 5 parameter

yang diamati yakni kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jumlah jenis

life-form, kedalaman terumbu karang, dan kecepatan arus. Adapun matriks

kesesuaian wisata terlampir (Lampiran 9). Dari ketiga stasiun yang ditampilkan

(Tabel 15) dengan nilai N(bobot x skor) maksimal sebesar 45 pada setiap stasiun,

Page 69: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

56

nilai IKW yang sesuai hanya di Pulau Menjangan Kecil yakni sebesar 60% dan

tergolong S2 (Sesuai). Pada Pulau Sintok dengan IKW sebesar 48,89% dan Pulau

Cemara Besar dengan IKW sebesar 37,78%, kedua stasiun tergolong kelas S3

(Tidak Sesuai) berdasarkan Lumbantoruan (2017).

Tabel 15. Nilai IKW pada Masing-Masing Stasiun

No Parameter Pulau Sintok

Pulau

Cemara Besar

Pulau

Menjangan Kecil

N IKW (%) N IKW (%) N IKW (%)

1 Kecerahan

perairan (m) 0

48,8889

5

37,7778

5

60

2 Tutupan

komunitas

karang (%) 10 0 10

3 Jumlah jenis

lifeform karang 6 6 6

4 Kedalaman

terumbu

karang (m) 3 3 3

5 Kecepatan Arus

(cm/detik) 3 3 3

Berdasarkan tabel 15, didapatkan nilai parameter (N) yang sama pada ketiga

stasiun yakni diberi skor 3 untuk kedalaman terumbu karang dan kecepatan arus,

pada kecerahan perairan pada Pulau Cemara Besar dan Menjangan Kecil diberi

skor 5 sedangkan pada Pulau Sintok diberi skor 0. Pada jenis tutupan komunitas

karang yang dilampirkan pada lampiran 7, pada Pulau Sintok dan Pulau

Menjangan Kecil yang tergolong baik diberi skor 10 sedangkan pada Pulau

Cemaran Besar yang tergolong rusak diberi skor 0. Pada jumlah jenis lifeform

(Lampiran 8) diberi skor 6 yang didapatkan dari jumlah jenis lifeform yang

diambil dari data pada setiap stasiun. Jika ditotalkan nilai parameter (N) pada

Pulau Sintok, Cemara Besar, dan Menjangan Kecil masing-masing adalah 22, 17,

dan 27 (Lampiran 9). Pulau Menjangan Kecil menjadi stasiun yang sesuai dalam

pemanfaatan wisata.

Kondisi kesesuaian jumlah jenis lifeform dipengaruhi oleh tutupan

komunitas karang. Semakin tinggi jumlah jenis lifeform dan tutupan komunitas

karang akan mempengaruhi ketertarikan wisatawan. Selain itu, tutupan karang

yang sehat mampu mendukung kegiatan wisata bahari dengan baik. Kurang

Page 70: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

57

sehatnya tutupan karang mempengaruhi terhadap indeks kesesuaian wisata. Hal

ini terlihat pada bobot stasiun 2 yang hanya diberi skor 0 karena tutupan

karangnya tergolong rusak. Berbeda dengan Pulau Sintok dan Cemara Besar yang

memiliki skor 10 sekaligus menjadi penyumbang bobot terbesar pada total skor.

Namun kondisi karang sehat yang ditunjukkan pada Pulau Sintok juga tidak

begitu mendukung kegiatan wisata bahari. Sehingga syarat yang dibutuhkan Pulau

Sintok dan Cemara Besar untuk menjadi lokasi yang sesuai untuk kawasan wisata

bahari adalah meningkatkan kesehatan terumbu karang dengan tutupan di atas

75%. Usaha peningkatan kesehatan dapat dilakukan dengan melakukan

merehabilitasi karang.

Parameter fisik penentu kesesuaian ekowisata pantai menurut Daby (2003)

terkait dengan keruhnya air dan keberadaan biota berbahaya di atas dan di dalam

sedimen pada musim tertentu yang menunjukkan kualitas lingkungan di sekitar

pantai yang buruk dan dapat mengancam keselamatan para wisatawan. Suatu

kedalaman perairan sangatlah penting untuk melakukan kegiatan wisata, hal ini

dikarenakan untuk menjaga keselamatan dan keamanan pengunjung dalam

berwisata. Kedalaman pada stasiun penelitian berkisar antara ±10 meter. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan Ghufran (2010) bahwa kedalaman

mempengaruhi faktor lingkungan, seperti penetrasi cahaya, pergerakan air, suhu,

dan salinitas. Kebanyakan terumbu karang tumbuh pada kedalaman 25 meter atau

kurang. Suatu kedalaman perairan sangatlah penting untuk melakukan kegiatan

wisata, hal ini dikarenakan untuk menjaga keselamatan dan keamanan pengunjung

dalam berwisata. Hal ini diperkuat oleh Yulisa et al. (2016) bahwa kedalaman

merupakan aspek yang cukup penting dalam penentu suatu kawasan untuk

kegiatan wisata karena sangat berpengaruh terhadap keselamatan pada saat

berenang maupun rekreasi

Pada ketiga stasiun memiliki kecepatan arus yang rendah sehingga nilai

parameter pada ketiga stasiun didapatkan 3. Menurut Yulisa et al. (2016) bahwa

kecepatan arus berkaitan dengan kenyamanan pengunjung yang datang ke objek

wisata, jika arus kencang maka penggunjung diharapkan tidak melakukan

aktivitas ekowisata karena berbahaya bagi pengunjung yang datang, jika

Page 71: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

58

kecepatan arus relatif tenang maka akan memberikan kesan kenyamanan bagi

pengunjung yang ingin melakukan kegiatan wisata.

Berbeda pada salah satu studi kasus yang diamati oleh Puspita (2018), pada

ketiga stasiun di Tangjung Gelam Taman Nasional Karimunjawa memiliki nilai

indeks kesesuaian wisata yang sangat sesuai (S1) dengan kisaran 95-100% pada

ketiga stasiun yang diamati. Dengan nilai indeks kesesuaian wisata yang didapat

nilai daya dukung kawasan sebanyak 17 orang/hari untuk kategori snorkeling

akan tetapi parameter pengamatan hanya mengamatai kedalaman, kemiringan

pantai, kecerahan, dan kecepatan arus.

4.3.2 Daya Dukung Kawasan (DDK)

Konsep daya dukung wisata di ekosistem terumbu karang, belum mampu

menghasilkan sebuah nilai numerik yang menentukan jumlah wisatawan dan

penyelam, tetapi dinilai melalui kriteria yang dapat mempengaruhi kapasitas dan

menyebabkan penurunan dalam kapasitas tersebut. Daya dukung merupakan

variabel penting yang perlu mendapat perhatian khusus dalam upaya pemanfaatan

sumberdaya alam dan lingkungan sesuai ukuran kemampuannya agar tetap lestari

dan berkelanjutan.

Perhitungan daya dukung kawasan dilakukan dengan menghitung setiap

lokasi wisata yang dianggap sesuai dan sangat sesuai dengan asumsi wisatawan.

Perhitungan wisata bahari berdasarkan luas kawasan yang sesuai dan sangat

sesuai. Daya dukung juga merupakan faktor pembatas yang dapat membatasi

berbagai aktifitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya sesuai dengan

kemampuannya agar tidak terjadi kemerosotan (Indarjo 2012). Analisis daya

dukung kawasan menjadi pertimbangan dalam suatu kegiatan wisata, hal ini agar

keberlanjutan kegiatan wisata di Kepulauan Karimunjawa tetap terjaga. Melalui

perhitungan Daya Dukung Kawasan (DDK) pada Tabel 16.

Tabel 16. Nilai DDK pada stasiun yang sesuai dan sangat sesuai

Lokasi Area (Ha) DDK (orang)

Pulau Menjangan Besar 7,632 18

Page 72: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

59

Daya Dukung Kawasan (DDK) untuk kegiatan bahari yang sesuai dari

ketiga stasiun hanya berada pada Pulau Menjangan Kecil. Dengan luas lahan

sebesar 76.320 m2 yang disediakan oleh Taman Nasional, dapat menampung 18

orang. Pengaruh besar kecilnya dipengaruhi oleh ketersediaan wilayah setiap

pulaunya. Kesesuaian lahan dapat didefinisikan sebagai suatu tingkat kecocokan

suatu lahan untuk kepentingan tertentu. Analisis kesesuaian lahan salah satunya

dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kawasan bagi pengembangan wisata. Hal

ini didasarkan pada kemampuan wilayah untuk mendukung kegiatan yang dapat

dilakukan pada kawasan tersebut (Ramadhan et al. 2014). Dengan adanya

informasi jumlah tutupan karang yang ada, Indeks Kesesuaian Wilayah (IKW),

dan Daya Dukung Kawasan (DDK) dalam mendukung dilakukannya segmentasi

zonasi.

Jumlah wisatawan dapat dibatasi pada area tertentu untuk mengurangi

dampak kerusakan. Pembatasan wilayah sensitif dan tidak sensitif dengan evaluasi

keanekaragaman, kerapuhan, reversibel, dan kealamian dapat mengantisipasi

dampak negatif suatu aktivitas wisata (Ammar et al. 2011) atau dikenal sebagai

metode zonasi berdasarkan kualitas lingkungan (Zhong et al. 2011). Selain itu,

pendekatan pengunjung dengan adanya pendidikan bertemakan konservasi dapat

dijadikan sebagai salah satu pemasaran kegiatan wisata dan pengalaman berbasis

alam yang potensial (Ballantyne et al. 2009). Nilai daya dukung kedua kawasan

ini harus digunakan sebagai dasar keputusan untuk menentukan arah

pengembangan wisata di kawasan tersebut. Daya dukung wisata juga

mencerminkan tingkat atau jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung

oleh sarana prasarana objek wisata alam. Jika daya tampung sarana dan prasarana

tersebut dilampaui, akan muncul sejumlah dampak negatif berupa kemerosotan

sumber daya, tidak terpenuhinya kepuasan pengunjung, merugikan masyarakat

secara ekonomi dan budaya (Simon et al. 2004).

Selain itu, Budihardjo et al. (2013) menjelaskan bahwa apabila populasi

manusia telah melebihi daya dukung suatu habitat, maka sumber daya yang

dibutuhkan untuk dapat bertahan hidup akan habis, limbah terakumulasi, dan

meracuni spesies lain, kemudian populasi akan mengalami kepunahan. Kondisi

Page 73: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

60

tersebut akan memberikan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung.

Dampak langsung wisata bahari dan pantai seperti adanya pencemaran, penurunan

kualitas sumber daya, gangguan atau hilangnya habitat, terancamnya satwa liar

(Gladstone et al. 2013), dan sedimentasi karang (Hasler dan Ott 2008).

4.4 Estimasi Nilai Visual Ekosistem Terumbu Karang

Penilaian kulitas visual seascape terumbu karang dilakukan dengan

melibatkan penyelam yang sudah memiliki sertifikat selam minimal A1/Open

Water sebagai responden. Total jumlah responden yang dipilih sebanyak 20 orang

5% merupakan responden dengan sertifikat level Basic, 55% level Open Water,

dan 40% level Advance.

Foto vegetasi seascape ditampilkan pada responden dalam bentuk kuisioner

online dari komputer atau laptop dengan menggunakan software google drive.

Setiap foto ditampilkan kepada responden secara poin dan kemudian diberikan

sebanyak 10 opsi jawaban mulai dari angka 1 hingga 10. Hasil analisis dengan

menggunakan rumus SBE pada masing-masing seascape dari setiap stasiun

penelitian dapat dilihat pada Lampiran 10. Penyusunan nilai SBE dimaksud,

ditampilkan dalam bentuk diagram yang tersaji pada Tabel 17 dan Gambar 18.

Tabel 17. Data Nilai SBE Setiap Seascape

Stasiun Seascape SBE

Pulau Sintok 1 0

2 -17,9

Pulau Cemara Besar 3 -22,9

4 20,1

Pulau Menjangan Kecil 5 -37,4

6 -9,9

Berdasarkan Tabel 17 terlihat menunjukan nilai SBE pada setiap

seascapenya. Seascape 1 dan 2 merupakan pengambilan foto hamparan karang di

Pulau Sintok. Seascape 3 dan 4 merupakan pengambilan foto hamparan karang di

Pulau Cemara Besar, dan Seascape 5 dan 6 merupakan pengambilan foto

hamparan karang di Pulau Menjangan Kecil. Nilai SBE yang tertinggi ada pada

Page 74: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

61

foto keempat yang berasal dari Pulau Cemara Besar, sedangkan nilai SBE

terendah ada pada foto kelima yakni berasal dari Pulau Menjangan Kecil.

Pengambilan titik pengamatan didasarkan pada keragaman vegetasi terumbu

karang hidup yang paling bagus dari hamparan yang dianalisa, ini menunjukan

bahwa Indeks Kesesuaian Lahan (IKW) yakni tutupan lifeform berpengaruh

terhadap daya tarik terhadap wisatawan khususnya kepada responden penyelam

yang sudah memiliki sertifikat. Ini bisa didukung oleh minimnya keanekaragaman

jenis tutupan karang yang dirasa memberikan efek bosan terhadap wisatawan dan

juga keanekaragaman jenis ikan karang itu sendiri. Jika dibandingkan pada

kondisi tutupan karang yang diamati, Pulau Cemara Besar memiliki tutupan

karang yang tergolong rusak memiliki nilai SBE tertinggi begitu sebaliknya pada

Pulau Menjangan Kecil yang paling baik diantara ketiga stasiun ini memiliki nilai

SBE terendah. Ini menunjukan tidak semua titik pada Pulau tersebut menunjukan

kondisi terumbu karang sebagaimana yang sudah diamati. Pada Pulau Cemara

Besar memiliki tutupan karang yang paling rendah dan kesesuaian wilayah yang

paling rendah diantara ketiga stasiun, namun masih menyajikan jenis terumbu

karang yang masih diminati wisatawan khususnya para penyelam. Begitu pada

Pulau Menjangan Kecil yang memiliki nilai SBE paling rendah tetapi memiliki

kesesuaian wilayah dan keanekaragaman tutupan karang yang lebih baik dan

tinggi diantara ketiga stasiun kurang diminati seascapenya oleh responden.

Adapun grafik nilai SBE pada ketiga stasiun ditampilkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Nilai SBE Seascape

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6

Nil

ai

SB

E

Seascape

Page 75: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

62

Gambar 18 menunjukan bahwa Seascape 4 yang memiliki nilai positif, ini

dikarenakan adanya pengaruh responden yang terbilang sedikit dan nilai z-score

yang dipengaruhi oleh nilai cp. Nilai z-score yang didominansi oleh bilangan

positif memberi hasil total keseluruhan menjadi bilangan positif dan memberikan

hasil dalam perhitungan rumus SBE yakni negatif (Lampiran 10). Maka dari itu 4

dari 6 seascape terbilang negatif. Sedangkan pada seascape memiliki hasil 0

dikarenakan nilai z rata-rata dijadikan standar pengurang z rata rata skor lainnya.

Meski begitu dalam pengelompokan kelas yang terbagi menjadi 3 kategori tidak

memberikan dampak pada ketidaksesuaian seascape. Didapatkan nilai interval

kelas sebesar 19,7 (Lampiran 10), berikut pembagian kategori dengan nilai SBE

yang ada (Tabel 18).

Tabel 18. Klasifikasi Pengelompokan Kelas SBE

Kategori Nilai SBE

Rendah (-37,4) - (-18,23)

Sedang (-18,22) - 0,94

Tinggi 0,95 - 20,12

Berdasarkan tabel 18, seascape 5 dan 3 berada pada kategori rendah,

seascape 1, 2, dan 6 berada pada kategori sedang, dan seascape 4 berada pada

kategori tinggi. Hal ini menunjukan bahwa responden cenderung lebih tertarik

pada kondisi yang baik dan tutupan karang yang padat. Hasil SBE ini menjadikan

bahwa meskipun stasiun 2 memiliki tutupan karang yang rusak dan IKW yang

tidak sesuai (S3) masih ada kondisi terumbu karang yang bagus dan menawarkan

hamparan karang yang indah dan sehat.

4.5 Rencana Zonasi Pengembangan Segmentasi Ekowisata Bahari

Rencana zonasi pengembangan segmentasi diperlukan guna meminimalisir

kerusakan ekosistem terumbu karang yang terjadi melalui pendekatan-pendekatan

masyarakat dan ekologi. Hal ini akan memberikan kriteria-kriteria tertentu dalam

melakukan ekowisata bahari khususnya di Kepulauan Karimunjawa yang menjadi

salah satu destinasi favorit wisatawan namun bisa berlangsung dengan baik dan

berkelanjutan.

Page 76: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

63

4.5.1 Analisis Parameter Kawasan

Berdasarkan analisis parameter yang telah dilakukan, melalui rekapitulasi

tabel (Tabel 19) akan menunjukan melalui pendekatan ekologi akan memberikan

dampak dalam menganalisis segmentasi wisata khususnnya di Kepulauan

Karimunjawa yang terdiri dari beberapa pulau kecil. Parameter kawasan yang

telah dianalisis diantaranya tutupan karang, Indeks Kesesuaian Wisata (IKW),

Daya Dukung Kawasan (DDK), dan melalui pendekatan social yakni Scenic

Beauty Estimation (SBE).

Tabel 19. Rekapitulasi Parameter Setiap Stasiun

Lokasi Riset

Tutupan

Karang

(%)

IKW

(%)

DDK

(orang/hari) SBE

Pulau Sintok 50,82

(baik)

48,8889

(S3) - Sedang

110O31'21" BT; 5

O50'06" LS

Pulau Cemara Besar 21,2

(rusak)

37,7778

(S3) - Rendah-Tinggi

110O22'05" BT; 5

O48'34" LS

Pulau Menjangan Kecil 73,8

(baik)

60

(S2) 18 Rendah-Sedang

110O24'29" BT; 5

O53'10" LS

Berdasarkan hasil analisis di atas, melalui pendekatan ekologi yakni tutupan

karang, indeks kesesuaian wisata, dan daya dukung kawasan menunjukan bahwa

Pulau Menjangan Kecil yang memiliki nilai lebih tinggi diantara dua stasiun

lainnya karena tutupan karang yang tergolong baik dan IKW yang sesuai

sedangkan Pulau Cemara Besar memiliki nilai yang paling rendah dengan nilai

tutupan karang yang tergolong rusak dan IKW yang tidak sesuai.

Berbeda hasilnya dengan analisis SBE, melalui pendekatan sosial kepada 20

responden dengan kriteria minimal sudah memiliki sertifikat/liscence diving

minimal A1/Open Water menunjukan bahwa di pulau Cemara Besar yang

memiliki seascape dengan nilai SBE tertinggi atau dengan kata lain paling

diminati oleh para penyelam. Berbanding terbalik dengan pulau Menjangan Kecil

dengan nilai SBE terendah atau kurang disukai oleh penyelam. Ini menunjukan

bahwa meskipun memiliki tutupan karang yang terendah tetapi masih ada

hamparan karang yang cukup indah dan bisa dinikmati oleh para wisatawan

karena dengan metode LIT hanya menunjukan tutupan karang pada 1 titik tiap

Page 77: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

64

stasiunnya dengan mengandalkan 50 meter saja sehingga masih ada tutupan

karang lainnya yang dapat dinikmati oleh pada wisatawan. Meski demikian,

keberadaan hamparan terumbu karang yang masih utuh perlu dijaga

keberadaannya dengan melakukan upaya rehabilitasi ekosistem terumbu karang.

Dengan dimikian pulau-pulau kecil masih dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

rekreasi dengan memberikan edukasi pentingnya menjaga ekosistem bawah laut.

Adapun pemanfaatan wisata bahari melihat kondisi karang yang rusak bisa

dimanfaatkan untuk wisata snorkeling bagi yang kurang handal dalam renang

serta dalam pengawasan. Begitupun bisa direkomendasikan sebagai tempat

introduksi dive dan uji lapangan selam. Sementara secara spesifik Davis and

Tisdell (1995) menyatakan daya dukung kegiatan wisata selam masih dapat

ditingkatkan tergantung dari pengetahuan penyelam dalam berinteraksi dengan

terumbu karang. Makin tinggi pengetahuan dan pengalaman menyelam seorang

diver semakin rendah tingkat kerusakan terumbu karang dandaya dukung kegiatan

wisata selam juga meningkat. Selain pengetahuan dan pengalaman, daya dukung

wisata juga dapat ditingkatkan dengan pengelolaan yang baik.

Ketiga pulau terlindung dari arus kencang dan gelombang besar, sehingga

relatif aman serta memiliki paparan pasir yang cukup luas, sehingga pengrusakan

terumbu, terutama karena kurangnya penguasaan daya apung dapat dihindari.

Akan tetapi pemanfaatan wisata bahari dalam kategori snorkeling diperlukan

kedalaman yang ideal 6 meter, karena pada kedalaman ini kemungkinan fins

menyentuh terumbu karang sangat minim namun juga wisatawan masih bisa

menikmati keindahan terumbu karang dari jarak dekat.

Zaakai dan Chadwick-Furman (2002) merekomendasikan 5 (lima) upaya

pengelolaan wisata selam dalam meminimalisasi kerusakan terumbu karang; (1)

pembatasan jumlah penyelam per lokasi pertahun, (2) diperlukan guide untuk

seluruh penyelaman, (3) transfer keterampilan bagi penyelam pemula mulai dari

kawasan terumbu karang yang rentan kerusakan sampai kawasan berpasir, (4)

mengalihkan tekanan penyelaman dari kawasan terumbu karang alami ke terumbu

karang buatan, dan (5) pengembangan pendidikan lingkungan bagi penyelam

Page 78: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

65

melalui kursus keterampilan mengenai tata cara dan perintah yang dilakukan

bersama selama melakukan kegiatan di bawah air.

4.5.2 Pemetaan Segmentasi Kawasan

Melalui Model Ekowisata Bahari Berbasis Pendidikan Terpadu (EBBPT),

ini membantu dalam mengembangkan pulau-pulau kecil dapat memanfaatkan

sebaik mungkin. Setelah menganalisa melalui 3 pendekatan yakni ekologi, sosial,

dan teknologi dapat disimpulkan perlu adanya segmentasi ekowisata bahari di

Kepulauan Karimunjawa guna meminimalisir kerusakan yang ada. Maka dari itu

dibuatlah peta yang terbagi menjadi 3 kategori yakni Zona Inti dan Rehabilitasi,

Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Perlindungan (Gambar 19).

Gambar 19. Zonasi Segmentasi Ekowisata di Kepulauan Karimunjawa

Berdasarkan gambar 19, ketiga kategori tersebut memiliki fungi yang

berbeda-beda. Pada zona inti dan rehabilitasi, menurut Sulisyati et.al. (2010) zona

inti didasarkan pada potensi dan keterwakilan ekosistem penting berupa ekosistem

mangrove, habitat berbagai jenis burung yang dilindungi, ekosistem terumbu

karang, vegetasi pantai, pantai peneluran penyu, ekosistem berbagai jenis biota

Page 79: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

66

laut yang dilindungi seperti kima dan penyu, tempat atau lokasi yang dianggap

pamali atau terlarang oleh masyarakat. Rancangan lokasi meliputi Perairan Pulau

Burung, Pulau Kumbang, Taka Menyawakan, Gosong Kumbang, Pulau

Menjangan Kecil, Karang Besi, Taka Malang dan Tanjung Bomang. Namun

beberapa pulau bisa dimanfaatkan sebagai pemanfaatan wisata seperti P.

Menjangan Besar, P. Menjangan Kecil, P. Menyawakan, P. Kembar, P. Tengah.

Zona pemanfaatan dipilih karena memiliki potensi dan keterwakilan sumber daya

penting seperti ekosistem terumbu karang, habitat berbagai jenis biota laut. Zona

rehabilitasi untuk pemulihan kawasan yang rusak agar dapat kembali seperti

fungsi semula, yang nantinya dapat diubah menjadi zona lain seperti zona wisata

bahari atau zona lainnya. Sehingga zona inti dan rehabilitasi seharusnya ditutup

dalam melakukan wisata bahari.

Berbeda dalam zona pemanfaatan, dalam zona ini masih bisa dilakukan

wisata bahari akan tetapi kebijakan wisatawan dan informasi seputar kawasan

diperlukan agar menjaga kelestarian bawah laut seperti pemasangan papan

informasi kawasan renang, menggunakan pelampung jika kurang ahli dalam

berenang, tidak menyentuh karang, dsb. Ini dikarenakan untuk mengurangi

kerusakan karang yang menjadi lebih parah karena aktifitas manusia. Selain itu

Zona pemanfaatan dipilih karena memiliki potensi dan keterwakilan sumber daya

penting seperti ekosistem terumbu karang, habitat berbagai jenis biota laut. Zona

ini meliputi meliputi P. Menjangan Besar, P. Menjangan Kecil, P. Menyawakan,

P. Kembar, P. Tengah, sebelah Timur P. Kumbang, P. Bengkoang, Indonor dan

Karang Kapal.

Dan pada zona perlindungan memiliki potensi dan keterwakilan sumber

daya penting seperti ekosistem terumbu karang, daerah pemijahan ikan (SPAGs),

habitat berbagai jenis biota laut yang harus dilindungi untuk menjaga keutuhan

dan kelestarian keterwakilan ekosistem asli dan fungsi ekologisnya serta

mendukung zona inti. Selain itu memiliki potensi dan keterwakilan sumber daya

penting seperti ekosistem hutan dataran rendah, ekosistem mangrove, habitat

berbagai jenis burung dan satwa liar yang harus dilindungi untuk menjaga

keutuhan dan kelestarian keterwakilan ekosistem asli dan fungsi ekologisnya.

Page 80: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

67

Pulau ini meliputi Perairan P. Geleang, P. Burung, Tanjung Gelam, P. Sintok, P.

Cemara Kecil, P. Katang, Gosong Selikur, Gosong Tengah. Khusus bagian timur

seperti Pulau Cilik, Pulau Tengah dan Pulau Sintok diperlukan larangan wisata

bahari dikarenakan kerusakan terumbu karang yang semakin parah akibat lajur

kapal tongkang yang memberikan dampak besar terhadap degradasi kerusakan

terumbu karang.

Page 81: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kesesuaian dan daya dukung ekosistem terumbu

karang, luas tutupan karang, Indeks Kesesuaian Wilayah (IKW), Nilai SBE, dan

pencitraan satelit didapatkan kesimpulan bahwa:

Melalui pendekatan ekologi Pulau Menjangan Kecil menjadi stasiun yang

paling sesuai untuk dimanfaatkan dalam pengembangan ekowisata bahari

sedangkan pada Pulau Cemara Besar tidak sesuai. Melalui pendekatan

sosial meski Pulau Cemara Besar tergolong rusak masih tersedia adanya

tutupan karang yang bagus dan diminati oleh wisatawan bahari khususnya

para penyelam. Melalui Model Ekowisata Bahari Berbasis Pendidikan

Terpadu (EBBPT), degradasi tutupan karang hidup berkurang setiap

tahunnya dalam 4 tahun terakhir.

Zonasi terumbu karang untuk ekowisata bahari yakni:

1) Pulau Sintok dengan kategori tutupan karang baik dan nilai IKW tidak

sesuai masuk ke dalam zona perlindungan, zona ini perlu ditutup

sementara untuk melakukan upaya konservasi

2) Pulau Cemara Besar dengan kategori tutupan karang rusak dan nilai

IKW tidak sesuai masuk ke dalam zona pemanfaatan wisata, zona ini

masih bisa dimanfaatkan untuk kegiatan wisata bahari

3) Pulau Menjangan Kecil dengan kategori tutupan karang baik dan nilai

IKW sesuai masuk ke dalam zona pemanfaatan, zona ini bisa

dimanfaatkan untuk kegiatan wisata bahari.

Selain itu diluar stasiun pengamatan masih ada zona inti dan rehabilitiasi yang

dianggap pamali dan tidak boleh dilakukan kegiatan bahari hanya sebagai wilayah

konservasi.

Page 82: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

69

5.2 Saran

Dalam mengambangkan wisata di Kawasan Kepulauan Karimunjawa,

sangat disarankan terhadap pemerintah setempat untuk :

1. Penelitian ini dapat dikembangkan dalam menentukan kesesuaian dan

kelayakan sebuah kawasan dalam mengembangkan segmentasi ekowisata

hingga keberlanjutan ekosistem terumbu karang dapat berlangsung lama.

2. Memperhatikan kawasan dengan membuat sebuah informasi tertulis yang

dapat terlihat oleh wisatawan

3. Melakukan kajian pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk wisata bahari

jenis lain, namun tetap menjaga kelestaraian kawasan kepada masyarakat

sekitar.

4. Memanfaatkan citra satelit dalam pengembangan wisatawan. Citra satelit

merupakan teknologi yang dirasa mampu membantu masyarakat bahari

dalam mendalami keberlangsungan hidup terumbu karang

Page 83: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

70

DAFTAR PUSTAKA

Akhsanul, N.L., Mussadun. 2014. Dampak Aktivitas Ekowisata di Pulau

Karimunjawa Berdasarkan Persepsi Masyarakat. Jurnal Teknik PWK

Volume 3 Nomor 2.

Ammar M.S.A., M. Hassanein, H.A. Madkour, A.A. AbdElgawad. 2011. Site

Suitability to Tourist Use or Management Programs South Marsa Alam,

Red Sea, Egypt. Nusantara Bioscience. 3(1): 36-43.

Annas, Rifqi. 2009. Pemanfaatan Data Satelit MODIS untuk Menentukan Suhu

Permukaan Laut. Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

Arifin, T. 2008. Akuntabilitas dan Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Terumbu

Karang Di Selat Lembeh Kota Bitung. [Disertasi]. Bogor : Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Baird, A. H., R. Bhagooli, P. J. Ralph, S. Takahashi. 2009. Coral bleaching:

the role of the host. Trends in Ecology & Evolution, 24(1), 16-20.

Ballantyne R, J. Packer, Hughes. 2009. Tour sts’ Support for Conservation

Messages and Sustainable Management Practices in Wildlife Tourism

Experiences. Tourism Management. 30(5): 658-664

Barker N.H.L, C.M. Roberts. 2004. Scuba Diver Behaviour and The

Management of Diving Impacts on Coral Reefs. Biological Conservation.

120(4): 481-489

Bellwood D.R., A.S. Hoey, J.H. Choat. 2003. Limited functional redundancy in

high diversity systems: resilience and ecosystem function on coral reefs.

Ecology Letters 6:281–285.

Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Biondi, I., Munasik, Koesoemadji. 2014. Kondisi Terumbu Karang Pada Lokasi

Wisata Snokeling di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. Journal of

Marine Research, 182-201p

Brown, B. E. (1997). Coral bleaching: causes and consequences. Coral reefs,

16(1), S129-S138.

BTNKJ [Balai Taman Nasional Karimunjawa]. 2001. Laporan Kegiatan Survey

Potensi dan Penyebaran Terumbu Karang dan Pemasangan Plot

Permanen di Balai Taman Nasional Karimunjawa. BTN Karimunjawa.

BTNKJ. 2012. Laporan Tahunan Balai Taman Nasional Karimunjawa tahun

2012,Semarang

Budihardjo S., S.P. Hadi, S. Sutikno, P. Purwanto. 2013. The Ecological

Footprint Analysis for Assessing Carrying Capacity of Industrial Zone i

Page 84: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

71

Semarang. Journal of Human Resource and Sustainability Studies. 1(2): 14-20.

Burke, L., E. Selig and M. Spalding. 2002. Reef at risk in South East Asia.

www.wri.org/reefatrisk. Dikunjungi tanggal 9 Februari 2019.

Campbell, S.J., T. Kartawijaya, I. Yulianto, R. Prasetia, and J. Clifton. 2013.

Comanagement approaches and incentives improve management

effectiveness in the Karimunjawa National Park, Indonesia. Marine

Policy, 41:7279.

Cesar, H. 1996. Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs. Environmental

Department. World Bank. Washington, D.C. 97pp

Cesar, H.J.S., Burke, L. & L. Pet-Soede. 2003. The economics of worldwide coral

reef degradation. Cesar Environmental Economics Consulting, Arnhem

and WWF Netherlands, Zeist, The Netherlands.

Daby, D. 2003. Effect of seagrass bed removal for tourism purposes in a

Mauritian bay.Environmental Pollution 125: 313-324.

Dahuri. 2000. Kebijakan dan Program Nasional Mengembangkan Potensi Pulau

Pulau Kecil Sebagai Pusat Riset dan Industri yang Berkelanjutan dengan

Berbasis Masyarakat. Jakarta: Makalah Lokakarya Pendekatan

Penataan Ruang dalam Menunjang Pengembangan Wilayah Pesisir, Pantai

dan Pulau-pulau Kecil.

Dahuri,R et al.2001.”Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Peisisir dan Lautan

Secara Terpadu.”Jakarta:PT..Pradnya Paramita

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman hayati laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan

Indonesia. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Daniel, C and Boster, R.S. 1976. Measuring Landscape Aesthetic: The Scenic

Beauty Estimation Method. USDA. New Jersey

Davis, D and C. Tisdell. 1995. Recreational scuba-diving and carrying capacity

in marine protected areas. Ocean and Coastal Management, 26 (1): 19-40.

English, S., C. Wilkinson, dan V. Barker. 1994. Survey Manual for Tropical

Marine Resources. Australian Institute of Marine Science, Townsvile.

English, S.C., Wilkinson, dan V Barker. 1997. Survey Manual for Tropical

Marine Resources. Australian Institut of Marine Science. Townsville

Australia.

Fadika U., A. Rifai, B. Rochaddi. 2014. Arah Dan Kecepatan Angin Musiman

Serta Kaitannya Dengan Sebaran Suhu Permukaan Laut Di Selatan

Pangandaran Jawa Barat. Jurnal Oseanografi. Vol 3, Nomor 3, 429 - 437

Ghufron, H. K. M. Kordi. 2010. Ekosistem Terumbu Karang: Potensi, Fungsi dan

Pengelolaan. Rineka Cipta, Jakarta.

Gladstone W, B. Curley, M.R. Shokri. 2013. Environmental Impacts of Tourism

in The Gulf and The Red Sea. Marine Pollution Bulletin. 72(2): 375-388

Page 85: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

72

Gomez, E.D., and H.T. Yap. 1988. Monitoring Reef Condition in Kenchington RA

and Hudson BET (eds) Coral Reef Management Handbook. UNESCO

Regional Office for Science and Technology for South East Asia.

Jakarta.

Guilcher, A.1988. Coral Reef Geomorphology. John Wiley & Sons Ltd, New

York.

Hadi, S. 2001. Metodologi Research Jilid III. Yogyakarta: Andi Offset.

Hadi, S. 2004. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta : Andi.

Harriot, V., D. Davis & S. Banks. 1997. Recreational Diving and Its Impact in

Marine Protected Areas in Eastern Australia. Ambio. 26(3):173-179.

Haruddin. A., P. Edi, B. Sri. 2011. Dampak Kerusakan Ekosistem Terumbu

Karang Terhadap Hasil Penangkapan Ikan Oleh Nelayan Secara

Tradisional Di Pulau Siompu Kabupaten Buton Propinsi

Harvell, C. D., C.E. Mitchell, J.R. Ward, S. Altizer, A.P. Dobson, R.S. Ostfeld,

M.D. Samuel. (2002). Climate warming and disease risks for

terrestrial and marine biota. Science, 296(5576), 2158-2162.

Hasler H., J.A. Ott. 2008. Diving Down The Reefs? Intensive Diving Tourism

Threatens The Reefs of The Northern Red Sea. Marine Pollution Bulletin.

56(10): 1788-1794.

Hawkins, J.P. and C.M. Robert. 1992. Effect of recreational scuba diving on reef

slope communities of coral reef. Biological Conservation, 30(1):25-30.

https://coral.org/coral-reefs-101/coral-reef-ecology/soft-corals/, diakses pada

tanggal 08 Februari 2019 pukul 10.46 WIB

https://kkp.go.id/djprl/artikel/2798-refleksi-2017-dan-outlook-2018-membangun

dan-menjaga-ekosistem-laut-indonesia-bersama-ditjen-pengelolaan-ruang

laut, diakses pada tanggal 10 Maret 2019 pukul 13.49 WIB

Hoegh-G, O. 1999. Climate change, coral bleaching and the future of the world’s

coral reefs. Marine and freshwater research, 50(8), 839-866.

Hubbard, D.K., A.I. Miller, D. Scaturo. 1990. Production and cycling of calcium

carbonate in a shelf-edge reef system (St. Croix, U.S. Virgin Islands):

applications to the nature of reef systems in the fossil record. Journal of

Sedimentary Petrology 60:335–360.

Hughes, T. P., M.J. Rodrigues, D.R. Bellwood, D. Ceccarelli, O. Hoegh

Guldberg, L. McCook, N. Moltschaniwsky, M.S. Pratchett, R.S. Steneck,

B. Willis. 2007. Phase Shifts, Herbivory, and the Resilience of Coral

Reefs to Climate Change. Current Biology 17(4):360-365.

Irawan, J., B. Sasmito, dan A. Suprayogi. 2017. Pemetaan Sebaran Terumbu

Karang dengan Metode Algoritma Lyzenga Secara Temporal

Menggunakan Citra Landsat 5 7 dan 8 (Studi Kasus: Pulau

Karimunjawa). Jurnal Geodesi Undip.

Page 86: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

73

Kartawijaya, T., R. Prasetia. Ripanto, dan Jamaludin. 2011. Pengembangan

Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman Nasional Karimunjawa. Bogor.

22p: Wildlife Conservation Society – Indonesia Program.

Kennedy, M. (2009) Introducing Geographic Information System with

ARCGIS Second Edition. New Jersey: John Willey & Sons Inc.

Ketjulan, R. 2010. Anilisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau

Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe selatan Provinsi Sulawesi

Tenggara. Sekolah Pascasrjana Institute Pertanian Bogor, Bogor

Lestari, R.F. 2017. Analisis Pengelolaan Ekowisata Bahari Snorkeling Di Pulau

Karimunjawa Berdasarkan Sistem Informasi Geografis. Skrispi. Fakultas

Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Liew, H.C., Y.S. Chua, and E.H. Chan. 2001. The Impact on coral reefs by leisure

divers in Redang. National Symposium on Marine Park and Island in

Trengganu. 7p.

Lilesand, T.M., R.K. Kriefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Intrerpretas citra,

Alih bahasa Dulbahri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lumbantoruan, L.H. 2017. Kesesuaian dan Daya Dukung Sumberdaya Terumbu

Karang Untuk Pengembangan Wisata Snorkeling dan Diving di Pulau

Beralas Pasir Desa Teluk Bakau. Skripsi.

Lyzenga, R.D. 1978. Shallow Water Bathymetri Using Combined Lidar and

Multispectral. Scanner Data. Int. J. Remote Sensing

Marsuki. I. D, S. Baru, D.P. Ratna. 2013. Kondisi Terumbu Karang dan

Kelimpahan Kima di Perairan Pulau Indo. Jurnal Mina Laut Indonesia,

FPIK UNHALU : Kendari.

McAllister, D.E. 1998. Environmental, Economic and Social Costs of Coral Reef

Destruction in the Philippines. Galaxea Vol. 7, pp. 161-178.

Nontji A, 1987. Laut Nusantara, Penerbit Jambatan, Jakarta

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1986. Marine Biology: An Ecological Approach. United States of

America: Benjamin Cummnings. 592 p.

Nybakken J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis (Terjemahan dari

M. Eidman., Koesoebiono, D.G. Bengen., M. Hutomo dan S. Suharjo).

P.T. Gramedia Jakarta. 459 p.

Nybakken J.W. 1997. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT.

Gramedia.

Odum E.P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Palumbi, J.M., B. Pandolfi, Rosen, and R. Roughgarden. 2003. Climate change,

human impacts, and the resilience of coral reefs. Science, 301: 929-933.

Page 87: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

74

Puja Y., Sudjiharno, T.W Aditya. 2001. Teknologi Budidaya Rumput Laut

(Kappaphicus alvarezii), Pemilihan Lokasi. Balai Budidaya Laut

Lampung. P 13 – 18.

Purba. Y.S,, B. Roni, E. Mark, R.M. Christovel, L. Erdi, dan P. Thomas. 2013.

Ketahanan Karang Menghadapi Kenaikan Suhu Permukaan Laut Guna

Penentuan Kawasan Konservasi Laut Daerah Di Teluk Cendrawasih.

Jurnal Conservation International Indonesia. Universitas Negeri Papua:

Manokwari

Purwanti, Frida., Sardlyatmo., dan Wibowo, B. Argo. 2001. Evaluasi Potensi

Ekosistem di Wilayah Pesisir Kepulauan Karimun Jawa Jepara.

Documentation. Universitas Diponogoro.

Putra E., J. L. Gaol, V.P. Siregar. 2012. Hubungan Konsentrasi Klorofil-a dan

Suhu Permukaan Laut Dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Utama di

Perairan Laut Jawa dari Citra Satelit MODIS. Jurnal Teknologi Perikanan

dan Kelautan, IPB: Bogor. Vol. 3. No. 2

Ritchie, K. B. 2006. Regulation of microbial populations by coral surface mucus

and mucusassociated bacteria. Marine Ecology Progress Series, 322, 1-14.

Ritung, Sofyan., Wahyunto., F. Agus., dan H. Hidayat. 2007. Evaluasi Kesesuaian

Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunanaan Lahan Kabupaten

Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Center.

Bogor.

Rosenberg, E, H.Y. Ben. 2002. Microbial diseases of corals and global

warming. Environmental microbiology, 4(6), 318-326.

Salim, D. 2012. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Akibat Pemutihan

(Bleaching) dan Rusak. Jurnal Kelautan, 5(2), 1907-9931.

Salm, R.V. and S.L. Coles (eds). 2001. Coral Bleaching and Marine Protected

Areas. Proceedings of the Workshop on Mitigating Coral Bleaching

Impact Through MPA Design, Bishop Museum, Honolulu, Hawaii, 29-31

May 2001. Asia Pacific Coastal Marine Program Report # 0102, The

Nature Conservancy, Honolulu, Hawaii, U.S.A: 118 pp.

Sawyer D, 1993. Pengelolaan dan penilaian sumber daya atoll: Studi kasus di

Taka Bonerate Master Thesis. Univerity of Dalhousie. Halifax

NS.Canada

Schleyer M.H., B.J. Tomalin. 2000. Damage on South African Coral Reefs and

An Assesment of Their Sustainable Diving Capacity Using A Fisheries

Approach. Bulletin of Marine Science. 67(3): 1025-1042.

Simon F.J.G, Y. Narangajavana, D.P. Marques. 2004. Carrying Capacity in The

Tourism Industry: A case Study of Hengisbury Head. Tourism

Management. 25(2): 275-283.

Page 88: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

75

Suharsono. 2010. Perspektif Biologi dalam Pengelolaan Sumberdaya Hayati Laut

Berkelanjutan. Pidato Ilmiah Disampaikan dalam Rangka Peringatan Dies

Natalis ke-55 Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

Sulisyati R., Prihatinningsih P., dan Mulyadi. 2010. Revisi Zonasi Taman

Nasional Karimunjawa Sebagai Umpama Kompromi Pengelolaan Sumber

Daya Alam. seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan

Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing

Nasional

Sumich, J. L., G.H. Dudley. 1992. Laboratory and field investigations in marine

biology. McGraw-Hill. New York.

Suprayogi, Andri. 2009. Pengantar Perkuliahan Penginderaan Jauh. Diktat Kuliah.

Semarang : Program Studi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro.

Supriharyono, 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambatan.

Jakarta. 118 hal.

Swearer, S., J. E. Caselle, D. W. Lea, and R. R. Warner. 1999. Larval retention

and recruitment in an island population of a coral-reef fish. Nature

402: 799–802.

Sya‟rani, L., A. Suryanto. 2006. Gambaran Umum Kepulauan Karimunjawa.

Unissula Press. Semarang. 148 hlm

Towo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Internasional.

Surabaya.

Veron, J.E.N., 1986. Corals of Australia and The Indo –Pasifi c. Angus And

Robertson Publisers.

Veron, J.E.N. 1993. Corals of Australia and The Indo-Pacific. Unversity of

Hawaii Press Honolulu.

Veron, J.E.N. 2000. Corals of the World. Australian Institute of Marine Science:

Townsville.

Warpani, P. Suwardjoko, & P. Indira P. 2007. Pariwisata dalam Tata Ruang

Wilayah. Bandung: ITB

Westmacott, S., K. Teleki, S. Wells, dan J. West. 2000. Pengelolaan Terumbu

Karang yang Telah Memutih dan Rusak Kritis. IUCN, Gland, Swiss, dan

Cambridge

Yulianda, F., 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan

Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains Pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan

Dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.

Yulisa, E. N., J. Yar., dan D. Hartono. 2016. Analisis Kesesuaian dan Daya

Dukung Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi Pantai Laguna Desa Merpas

Kabupaten Kaur. Jurnal Enggano. 1(1): 97-111

Page 89: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

76

Yusri, S. 2008. Manfaat Terumbu Karang dan Ancamannya.

www.terangi.co.id akses tanggal 9 Februari 2019.

Zaakai, D., N.E. Chadwick-Furman. 2002. Impacts of intensive recreational

diving on reef corals at Eiliat, Northern Red Sea. J. Biol. Conserv., 105 :

179-187.

Zhong L, J. Deng, Z. Song, P. Ding. 2011. Review: Research on Environmental

Impacts of Tourism in China: Progress and Prospect. Journal of

Environmental Management. 92(11): 2972-2983.

Zhong Y., W. Dong. 1999. Zoological Studies. Cornell University. New York.

Page 90: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

LAMPIRAN

Page 91: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

78

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kode Pencatatan Data Pada Transek Terumbu Karang pada Life

form

Tutupan Bentuk Karang Penjelasan

Acropora

ACB

Karang Acropora dengan

bentuk pertumbuhan

branching Example:

Acropora formosa, A.

formosa.

ACT

Karang Acropora dengan

bentuk pertumbuhan

tabulate Example: A.

hyacinthus.

ACE

Karang Acropora dengan

bentuk pertumbuhan

encrusting Example: A.

palifera dan A. Cuneata

ACS

Karang Acropora dengan

bentuk pertumbuhan

submassive Example: A.

palifera.

ACD

Karang Acropora dengan

bentuk pertumbuhan digitate

Example : A. humilis, A.

digitifera, dan A.

gemmifera.

Non Acropora

CB

Karang jenis lain dengan

bentuk pertumbuhan

branching Example:

Seriatopora hystrix.

CM

Karang jenis lain dengan

bentuk pertumbuhan

massive Example: Platydyra

daedalea.

CE

Karang jenis lain dengan

bentuk pertumbuhan

encrusting Example: Porites

vaughani, Montipora

undata.

CS

Karang jenis lain dengan

bentuk pertumbuhan

submassive/digitate

Example: Porites lichen,

Tutupan Bentuk Karang Penjelasan

Page 92: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

79

Non Acropora

Psammocora digitata.

CF

Karang jenis lain dengan

bentuk pertumbuhan foliose

Example: Merulina

ampliata, Montipora

aequituberculata

CMR

Karang dalam keluarga

Fungiidae (karang jamur),

kecuali Lithophyllon sp.,

Podabacia sp. Example:

Fungia repanda

CME Millepora sp. (karang api)

CHL Heliopora sp. (karang biru)

Dead Coral DC Karang mati yang baru mati

DCA Karang mati dengan alga

Algae

MA Makro Alga

TA Turf Alga

CA Coralline algae

HA Alga berjenis Halimeda sp.

AA Lebih dari satu jenis alga

Other Fauna

SC Soft Coral

SP Sponge

ZO Zoantid : Platythoa,

Protopalythoa.

OT

Anemon, gorgonians,

hydroid, ascidian, kerang

raksasa,

Abiotic

SD Pasir

RB Pecahan Karang

SI Lumpur

WA Air (Jika celah lebih dari 50

cm)

RCK Batuan

Sumber : English et. al. (1997)

Page 93: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

90

Lampiran 2. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata

No Parameter Bobot Standar

Parameter Skor

N (bobot x

skor)

1 Kecerahan

perairan (%) 5

> 80

50 – 80

20 - < 50

< 20

3

2

1

0

2

Tutupan

komunitas

karang %

5

> 75

> 50 – 75

25 – 50

< 25

3

2

1

0

3

Jumlah jenis

lifeform

karang

3

> 12

7 - 12

4 -7

< 4

3

2

1

0

4

Kedalaman

terumbu

karang (m)

1

6 – 15

>15 – 20

>20 – 30

> 20

3

2

1

0

5 Kecepatan

Arus (cm/dtk) 1

0 – 15

>15 – 30

>30 – 50

<50

3

2

1

0

∑ =

∑ 45

IKW =

Page 94: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

91

Lampiran 3. Alat Riset

Alat Tulis

Camera Underwater

Refraktometer

Sechie Disk

Roll Meter

Jam Tangan

Page 95: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

92

Kapal

Alat Selam

Page 96: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

93

Lampiran 4. Pengambilan Data Primer

Pengambilan sampel air Pengukuran salinitas dengan

Refraktometer

Pengukuran kecerahan air dengan

Sechie Disk

Pengukuran suhu air dengan jam tangan

Pemasangan roll meter sepanjang

50 meter

Pengamatan data tutupan karang

Page 97: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

94

Pencatatan tutupan karang

Ujung roll meter yang diukur

tutupan karangnya

Pengukuran tutupan karang, data

hamparan yang masih bagus

Pengukuran tutupan karang, data

hamparan yang rusak

Page 98: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

95

Lampiran 5. Foto Seascape dari Lokasi Riset

No Visual Hamparan Terumbu

Karang

Nilai Ketertarikan Visual

Skor Responden

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1

2

3

4

Page 99: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

96

No Visual Hamparan Terumbu

Karang

Nilai Ketertarikan Visual

Skor Responden

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5

6

Page 100: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

97

Lampiran 6. Data Tutupan Terumbu Karang dengan Acuan Life-Form

a. Stasiun 1 (Pulau Sintok)

Panjang (cm) Jenis Range

(cm)

0 - 9 DCA 9

9 - 33 SD 24

33 - 54 CF 21

54 - 70 DCA 16

70 - 120 CB 50

120 - 170 DCA 50

170 - 220 CF 50

220 - 260 CB 40

260 - 455 DCA 195

455 - 1510 CF 1055

1510 - 2330 DCA 820

2330 - 2365 CM 35

2365 - 2370 DCA 5

2370 - 2670 CF 300

2670 - 3010 SD 340

3010 - 3080 CE 70

3080 - 3090 DCA 10

3090 - 3140 CE 50

3140 - 3550 DCA 410

3550 - 3950 CF 400

3950 - 4110 ACE 160

4110 - 4310 SD 200

4310 - 4410 RCK 100

4410 - 4420 SD 10

4420 - 4460 ACT 40

4460 - 4490 DCA 30

4490 - 4570 MA 80

4570 - 4640 ACT 70

4640 - 4730 RCK 90

4730 - 4760 ACT 30

4760 - 4800 DCA 40

4800 - 4860 ACS 60

4860 - 4890 SD 30

4890 - 5000 ACE 110

Page 101: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

98

b. Stasiun 2 (Pulau Cemara Besar)

Panjang (cm) Jenis Range

(cm)

0 - 80 RB 80

80 - 110 DCA 30

110 - 160 OT 50

160 - 230 RB 70

230 - 350 DCA 120

350 - 390 ACB 40

390 - 570 SD 180

570 - 630 CM 60

630 - 1190 SD 560

1190 - 1240 SC 50

1240 - 2730 RB 1490

2730 - 3050 CF 320

3050 - 3080 CB 30

3080 - 3340 CF 260

3340 - 3390 CB 50

3390 - 4300 RB 910

4300 - 4350 CM 50

4350 - 4750 SD 400

4750 - 5000 CM 250

Page 102: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

99

c. Stasiun 3 (Pulau Menjangan Kecil)

Panjang (cm) Jenis Range

(cm)

Panjang (cm) Jenis Range

(cm)

0 - 90 RB 90

2560 - 2590 RB 30

90 - 190 ACS 100

2590 - 2610 CMR 20

190 - 320 RB 130

2610 - 2700 RB 90

320 - 350 ACS 30

2700 - 2760 DCA 60

350 - 400 DCA 50

2760 - 3370 CF 610

400 - 490 ACD 90

3370 - 3400 ACB 30

490 - 600 CD 110

3400 - 3430 CF 30

600 - 750 CF 150

3430 - 3460 RCK 30

750 - 770 CMR 20

3460 - 3480 CF 20

770 - 900 RB 130

3480 - 3650 DCA 170

900 - 1250 DCA 350

3650 - 4110 CF 460

1250 - 1870 CF 620

4110 - 4200 DCA 90

1870 - 1885 CMR 15

4200 - 4220 ACB 20

1885 - 1990 CF 105

4220 - 4260 DCA 40

1990 - 2020 CMR 30

4260 - 4290 ACB 30

2020 - 2090 CF 70

4290 - 4340 RCK 50

2090 - 2130 ACD 40

4340 - 5000 CF 660

2130 - 2190 CF 60

2190 - 2220 ACD 30

2220 - 2490 CF 270

2490 - 2530 CMR 40

2530 - 2560 CF 30

Page 103: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

100

Lampiran 7. Persentase Tutupan Karang

a. Stasiun 1 (Pulau Sintok)

No Lifeform

Total

Panjang

(cm)

Persentase

(%) Kategori

Total

Persentase

(%)

1 ACE (Acropora Encrusting) 270 5,4

Acropora 9,4 2 ACS (Acropora Submassive) 60 1,2

3 ACT (Acropora Tabulate) 140 2,8

4 CB (Coral Branching) 90 1,8

Non

Acropora 41,42

5 CE (Coral Encrusting) 120 2,4

6 CF (Coral Foliose) 1826 36,52

7 CM (Coral Masive) 35 0,7

8 DCA (Dead Coral Algae) 1585 31,7 Dead Coral 31,7

9 MA (Mikro Algae) 80 1,6 Algae 1,6

10 RCK (Rock) 190 3,8 Abiotic 15,88

11 SD (Sand) 604 12,08

Distribusi Persentase Tutupan Karang Hidup

Acropora

Non-Acropora

∑ (Baik)

Page 104: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

101

b. Stasiun 2 (Pulau Cemara Besar)

No Lifeform

Total

Panjang

(cm)

Persentase

(%) Kategori

Total

Persentase

(%)

1 ACB (Acropora Branching) 40 0,8 Acropora 0,8

2 CB (Coral Branching) 80 1,6

Non

Acropora 20,4 3 CF (Coral Foliose) 580 11,6

4 CM (Coral Masive) 360 7,2

5 DCA (Dead Coral Algae) 150 3 Dead Coral 3

6 OT (Other) 50 1 Other Fauna 2

7 SC (Soft Coral) 50 1

8 RB (Rubble) 2550 51 Abiotic 73,8

9 SD (Sand) 1140 22,8

Distribusi Persentase Tutupan Karang Hidup

Acropora

Non-Acropora

∑ (Rusak)

Page 105: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

102

c. Stasiun 3 (Pulau Menjangan Kecil)

No Lifeform

Total

Panjang

(cm)

Persentase

(%) Kategori

Total

Persentase

(%)

1 ACB (Acropora Branching) 80 1,6

Acropora 7,4 2 ACD (Acropora Digitate) 160 3,2

3 ACS (Acropora Submassive) 130 2,6

4 CD (Coral Digitate) 110 2,2

Non Acropora 66,4 5 CF (Coral Foliose) 3085 61,7

6 CMR (Coral Mushroom) 125 2,5

7 DCA (Dead Coral Algae) 760 15,2 Dead Coral 15,2

8 RB (Rubble) 470 9,4 Abiotic 11

9 RCK (Rock) 80 1,6

Distribusi Persentase Tutupan Karang Hidup

Acropora

Non-Acropora

∑ (Baik)

Page 106: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

103

Lampiran 8. Jenis Life-form

No Stasiun

1 2 3

1 DCA RB RB

2 SD DCA ACS

3 CF OT ACD

4 CB ACB CD

5 CM SD CF

6 CE CM CMR

7 ACE SC DCA

8 RCK CF RCK

9 ACT CB ACB

10 MA

11 ACS

Jumlah 11 9 9

Page 107: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

104

Lampiran 9. Matriks Kesesuaian Pemanfaatan Diving

a. Stasiun 1 (Pulau Sintok)

No Parameter Bobot Standar

Parameter Skor N (bobot x skor)

1 Kecerahan perairan 5

> 80 3

0 50 – 80 2

20 - < 50 1

<20 0

2 Tutupan komunitas

karang % 5

> 75 3

10 > 50 – 75 2

25 – 50 1

<25 0

3 Jumlah jenis lifeform

karang 3

> 12 3

6 <7 - 12 2

4 - 7 1

< 4 0

4 Kedalaman terumbu

karang (m) 1

6 – 15 3

3 >15 – 20 2

>20 – 30 1

>30 0

5 Kecepatan Arus

(cm/dtk) 1

0 – 15 3

3 >15 – 30 2

>30 – 50 1

<50 0

∑ = 22

IKW = 48,8889

Indeks Kesesuaian Wisata

∑(

)

%

Page 108: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

105

b. Stasiun 2 (Pulau Cemara Besar)

No Parameter Bobot Standar

Parameter Skor N (bobot x skor)

1 Kecerahan perairan 5

> 80 3

5 50 – 80 2

20 - < 50 1

<20 0

2 Tutupan komunitas

karang % 5

> 75 3

0 > 50 – 75 2

25 – 50 1

<25 0

3 Jumlah jenis lifeform

karang 3

> 12 3

6 <7 - 12 2

4 - 7 1

< 4 0

4 Kedalaman terumbu

karang (m) 1

6 – 15 3

3 >15 – 20 2

>20 – 30 1

>30 0

5 Kecepatan Arus

(cm/dtk) 1

0 – 15 3

3 >15 – 30 2

>30 – 50 1

<50 0

∑ = 17

IKW = 37,7778

Indeks Kesesuaian Wisata

∑(

)

%

Page 109: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

106

c. Stasiun 3 (Pulau Menjangan Kecil)

No Parameter Bobot Standar

Parameter Skor N (bobot x skor)

1 Kecerahan

perairan 5

> 80 3

5 50 – 80 2

20 - < 50 1

<20 0

2

Tutupan

komunitas karang

%

5

> 75 3

10 > 50 – 75 2

25 – 50 1

<25 0

3 Jumlah jenis

lifeform karang 3

> 12 3

6 <7 - 12 2

4 - 7 1

< 4 0

4

Kedalaman

terumbu karang

(m)

1

6 – 15 3

3 >15 – 20 2

>20 – 30 1

>30 0

5 Kecepatan Arus

(cm/dtk) 1

0 – 15 3

3 >15 – 30 2

>30 – 50 1

<50 0

∑ = 27

IKW = 60

Indeks Kesesuaian Wisata

∑(

)

%

Page 110: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

107

Lampiran 10. Tabulasi Data Skor Scenic Beauty Estimation (SBE)

Skor Seascape 1

Skor Seascape 2

f cf cp Z

f cf cp Z

1 0 20 1 0

1 0 20 1 0

2 0 20 1 2,33

2 0 20 1 2,33

3 0 20 1 2,33

3 1 20 1 2,33

4 0 20 1 2,33

4 1 19 0,95 1,65

5 1 20 1 2,33

5 0 18 0,9 1,29

6 5 19 0,95 1,65

6 2 18 0,9 1,29

7 4 14 0,7 0,53

7 5 16 0,8 0,85

8 4 10 0,5 0,01

8 6 11 0,55 0,13

9 3 6 0,3 -0,52

9 2 5 0,25 -0,67

10 3 3 0,15 -1,03

10 3 3 0,15 -1,03

∑ 9,96 ∑ 8,17

0,996 0,817

SBE = (0,996-0,996) x 100 = 0

SBE = (0,817-0,996) x 100 = -17,9

Skor Seascape 3

Skor Seascape 4

f cf cp Z

f cf cp Z

1 0 20 1 0

1 0 20 1 0

2 0 20 1 2,33

2 0 20 1 2,33

3 1 20 1 2,33

3 0 20 1 2,33

4 0 19 0,95 1,65

4 0 20 1 2,33

5 4 19 0,95 1,65

5 0 20 1 2,33

6 0 15 0,75 0,68

6 2 20 1 2,33

7 5 15 0,75 0,68

7 5 18 0,9 1,29

8 3 10 0,5 0,01

8 7 13 0,65 0,39

9 5 7 0,35 -0,38

9 2 6 0,3 -0,52

10 2 2 0,1 -1,28

10 4 4 0,2 -0,84

∑ 7,67 ∑ 11,97

0,767 1,197

SBE = (0,767-0,996) x 100 = -22,9 SBE = (1,197-0,996) x 100 = 20,1

Page 111: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

108

Skor Seascape 5

Skor Seascape 6

f cf cp Z

f cf cp Z

1 0 20 1 0

1 0 20 1 0

2 0 20 1 2,33

2 0 20 1 2,33

3 0 20 1 2,33

3 0 20 1 2,33

4 2 20 1 2,33

4 1 20 1 2,33

5 2 18 0,9 1,29

5 2 19 0,95 1,65

6 2 16 0,8 0,85

6 1 17 0,85 1,04

7 8 14 0,7 0,53

7 5 16 0,8 0,85

8 4 6 0,3 -0,52

8 6 11 0,55 0,13

9 1 2 0,1 -1,28

9 2 5 0,25 -0,66

10 1 1 0,05 -1,64

10 3 3 0,15 -1,03

∑ 6,22 ∑ 8,97

0,622 0,897

SBE = (0,622-0,996) x 100 = -37,4 SBE = (0,897-0,996) x 100 = -9,9

Level Jumlah Responden Persentase (%)

Basic 1 5

Open

Water 11 55

Advance 8 40

( )

Page 112: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

109

Lampiran 11. Hitungan Daya Dukung Kawasan Sesuai dan Sangat Sesuai

(

) (

)

(

) (

)

18 orang

Page 113: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

110

Lampiran 12. Means Summary Logaritma Lyzenga Citra Satelit Landsat 8

Means Summary Rep ort for (nul l)

Cla Band1 Band2 Band3 Band4 Band5 Band6 Band7

--- ----- ----- ----- ----- ----- ----- -----

S1 11.066.385 10.374.385 9.591.538 7.889.923 6.017.692 11.066.385 5.397.538

S2 12.609.322 12.549.847 12.584.390 9.890.492 5.872.271 12.609.322 5.259.220

S3 12.696.000 12.629.103 12.627.862 9.736.121 6.091.483 12.696.000 5.305.207

All 11.368.317 10.272.159 8.451.105 7.615.806 7.255.420 11.368.317 6.076.113

Var1 8,406E+11

Var2 1,637E+12

Covar 7,82E+11

a -3,11E+23

Ki/Kj 0

2016

Means Summary Report for (nul l)

Cla Band1 Band2 Band3 Band4 Band5 Band6 Band7

--- ----- ----- ----- ----- ----- ----- -----

S1 10.985.412 10.304.235 9.480.647 7.819.412 6.269.941 5.667.529 5.401.941

S2 12.280.676 12.085.085 11.713.859 9.230.070 6.389.408 5.723.408 5.495.563

S3 12.092.744 11.881.378 11.480.744 8.916.341 6.298.439 5.639.500 5.424.098

All 10.319.686 9.272.669 7.663.132 6.799.324 6.312.799 5.704.192 5.475.151

Var1 4,899E+11

Var2 9,501E+11

Covar 4,546E+11

a -1,05E+23

Ki/kj 0

2017

Page 114: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

111

Means Summary Report for (nul l)

Cla Band1 Band2 Band3 Band4 Band5 Band6 Band7

--- ----- ----- ----- ----- ----- ----- -----

S1 11.481.000 10.881.818 10.039.818 8.251.636 6.300.818 5.652.818 5.425.727

S2 13.081.680 13.047.980 12.900.280 9.983.900 6.162.340 5.568.960 5.385.620

S3 12.511.433 12.372.683 12.121.000 9.389.783 6.214.083 5.609.800 5.402.867

All 10.907.900 9.845.236 8.062.144 7.142.073 6.659.750 6.010.461 5.712.720

Var1 6,5819E+11

Var2 1,2285E+12

Covar 5,9874E+11

a -1,707E+23

Ki/kj 0

2018

Means Summary Report for (null)

Class/Re Band1 Band2 Band3 Band4 Band5 Band6 Band7

-------- ----- ----- ----- ----- ----- ----- -----

S2 12.578.964 12.382.673 12.140.436 9.361.945 5.930.073 5.378.073 5.228.091

S1 12.479.703 12.114.027 11.865.405 9.708.919 7.009.216 6.367.919 5.898.054

S3 12.618.736 12.433.057 12.073.717 9.234.453 6.227.943 5.566.509 5.340.585

All 10.769.445 9.619.957 7.752.802 6.831.927 6.319.958 5.736.033 5.481.891

Var1 5127455532

Var2 2,9415E+10

Covar 8113960116

a -1,4966451

ki/kj 0,30334005

2019

Page 115: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

112

Lampiran 13. Hasil Koreksi Citra Satelit melalui software ErMapper

Tutupan Karang Kepulauan

Karimunjawa 2016

Tutupan Karang Kepulauan

Karimunjawa 2017

Tutupan Karang Kepulauan

Karimunjawa 2018

Tutupan Karang Kepulauan

Karimunjawa 2019

Page 116: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

113

Lampiran 14. Data Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di Lokasi

Penelitian Berdasarkan Citra Satelit Aqua MODIS

Lokasi Suhu Permukaan Laut (SPL)

Juni'18 Juli'18 Agust'18 Sept'18 Okt'18 Nov'18

Pulau Sintok 29,425 28,765 28,445 28,955 30,11 30,56

Pulau Cemara Besar 29,52 28,84 28,435 28,925 29,975 29,96

Pulau Menjangan

Kecil 29,51 28,835 28,47 28,93 29,94 30,275

Lokasi

Suhu Permukaan Laut (SPL) Des'18 Jan'19 Feb'19 Mar'19 Apr'19 Mei 2019

Pulau Sintok 31,665 30,73 30,585 30,075 31,19 30,105 Pulau Cemara Besar 31,615 29,685 30,36 30,245 31,035 29,965 Pulau Menjangan

Kecil 32,135 30,295 30,52 30,25 31,125 30,005

Page 117: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

114

Lampiran 15. Data Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di Kepulauan Karimunjawa Berdasarkan Citra Satelit Aqua MODIS

Mei'18 Juni'18 Juli'18 Agust'18 Sept'18 Okt'18 Nov'18 Des'18 Jan'19 Feb'19 Mar'19 Apr'19 Mei 2019

110,1458 -5,6875 29,95 29,44 28,88 28,43 28,74 29,90 29,92 29,43 29,70 30,15 30,53 30,37 30,06

110,1875 -5,6875 29,96 29,47 28,83 28,40 28,70 29,92 30,19 30,22 30,29 30,66 30,38 30,37 30,04

110,2292 -5,6875 29,98 29,47 28,78 28,44 28,62 30,01 30,31 31,03 30,98 30,41 30,38 30,70 30,01

110,2708 -5,6875 29,90 29,49 28,79 28,47 28,80 30,10 30,31 31,03 30,95 30,32 30,33 30,82 30,04

110,3125 -5,6875 29,87 29,49 28,83 28,42 28,81 30,04 29,98 31,62 30,95 30,35 30,22 30,78 30,03

110,3542 -5,6875 29,84 29,52 28,84 28,44 28,93 29,97 29,96 31,62 29,69 30,36 30,24 31,04 29,97

110,3958 -5,6875 29,89 29,51 28,84 28,47 28,93 29,94 30,28 32,14 30,30 30,52 30,25 31,13 30,01

110,4375 -5,6875 29,71 29,51 28,78 28,49 28,87 30,02 30,86 32,08 31,30 30,47 30,14 30,91 30,01

110,4792 -5,6875 29,63 29,52 28,78 28,45 28,84 30,12 31,05 31,95 30,94 30,56 30,12 31,34 30,05

110,5208 -5,6875 29,62 29,43 28,77 28,45 28,96 30,11 30,56 31,66 30,73 30,59 30,07 31,19 30,11

110,5625 -5,6875 29,45 29,38 28,82 28,44 29,11 30,12 30,57 31,46 31,74 30,63 30,01 30,51 30,16

110,6042 -5,6875 29,48 29,43 28,84 28,45 29,14 30,06 31,09 31,33 31,69 30,92 30,00 30,13 30,06

110,1458 -5,72917 30,13 29,41 28,87 28,45 28,82 29,91 30,05 30,93 29,65 29,99 30,31 30,25 30,08

110,1875 -5,72917 30,10 29,49 28,87 28,50 28,82 29,89 29,87 30,93 29,81 30,60 30,37 30,51 30,10

110,2292 -5,72917 29,94 29,47 28,79 28,45 28,77 30,06 29,97 31,22 30,25 30,24 30,35 30,60 30,11

110,2708 -5,72917 29,96 29,49 28,80 28,39 28,89 30,24 30,16 31,22 30,56 30,27 30,32 30,73 30,06

110,3125 -5,72917 29,96 29,50 28,81 28,45 28,94 30,26 30,25 31,49 30,96 30,25 30,32 30,81 30,03

110,3542 -5,72917 29,95 29,51 28,82 28,45 28,98 30,16 30,27 31,47 29,69 30,35 30,38 30,68 30,01

110,3958 -5,72917 29,98 29,56 28,80 28,45 28,94 30,21 30,34 31,63 31,59 30,72 30,27 31,02 30,04

110,4375 -5,72917 29,90 29,55 28,80 28,46 28,99 30,18 30,89 32,01 31,29 30,80 30,10 31,46 30,02

110,4792 -5,72917 29,74 29,55 28,84 28,40 28,88 30,14 31,15 31,43 31,19 30,80 30,09 31,39 29,95

110,5208 -5,72917 29,72 29,53 28,91 28,43 28,94 30,14 30,95 31,30 31,23 30,40 30,02 31,09 29,97

110,5625 -5,72917 29,72 29,47 28,91 28,42 29,03 30,09 30,65 31,30 30,72 29,82 29,88 30,64 30,04

110,6042 -5,72917 29,65 29,44 28,87 28,40 29,04 30,05 30,86 31,29 31,51 29,72 29,73 30,57 30,05

110,1458 -5,77083 29,90 29,45 28,85 28,48 28,78 29,88 30,19 28,71 29,66 30,14 30,50 30,09 30,04

LatitudeLongitudeSuhu permukaan Laut (SPL)

Page 118: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

115

Mei'18 Juni'18 Juli'18 Agust'18 Sept'18 Okt'18 Nov'18 Des'18 Jan'19 Feb'19 Mar'19 Apr'19 Mei 2019

110,1875 -5,77083 29,93 29,47 28,82 28,47 28,73 29,90 29,99 30,16 29,48 30,22 30,57 30,20 30,06

110,2292 -5,77083 29,89 29,56 28,89 28,47 28,81 30,12 29,69 30,73 29,14 30,24 30,21 30,30 30,10

110,2708 -5,77083 30,02 29,56 28,91 28,41 28,83 30,31 29,84 31,03 31,20 30,36 30,21 30,55 30,04

110,3125 -5,77083 29,96 29,54 28,85 28,38 28,83 30,37 30,03 31,52 30,55 30,54 30,19 30,65 30,03

110,3542 -5,77083 29,89 29,57 28,81 28,35 28,97 30,33 30,09 31,38 29,26 30,69 30,14 30,94 30,06

110,3958 -5,77083 29,87 29,51 28,81 28,40 29,09 30,22 30,23 30,68 29,10 30,65 30,34 31,33 30,06

110,4375 -5,77083 29,81 29,44 28,83 28,46 29,19 30,18 30,38 30,81 30,55 30,77 30,26 31,27 30,04

110,4792 -5,77083 29,76 29,50 28,89 28,40 29,11 30,21 30,43 31,16 29,72 30,40 29,33 31,12 30,03

110,5208 -5,77083 29,66 29,53 28,93 28,43 28,99 30,18 30,77 30,93 29,89 30,04 29,31 31,16 30,05

110,5625 -5,77083 29,68 29,53 28,90 28,46 29,16 30,07 30,66 30,99 30,81 29,92 30,49 31,11 30,01

110,6042 -5,77083 29,71 29,51 28,85 28,47 29,24 30,03 30,66 31,52 31,34 30,01 30,38 30,89 30,01

110,1458 -5,8125 29,86 29,55 29,04 28,67 28,81 29,98 30,31 30,60 29,55 30,57 30,64 30,32 30,18

110,1875 -5,8125 29,93 29,59 29,00 28,60 28,85 30,09 30,31 30,87 29,63 30,49 30,57 30,39 30,15

110,2292 -5,8125 29,94 29,57 28,94 28,47 29,01 30,15 30,17 30,91 29,58 30,38 30,55 30,44 30,11

110,2708 -5,8125 29,93 29,55 28,91 28,44 29,04 30,18 29,96 31,03 30,29 30,38 30,46 30,57 30,09

110,3125 -5,8125 29,98 29,61 28,94 28,44 29,09 30,22 30,10 31,56 30,55 30,41 30,50 30,80 30,13

110,3542 -5,8125 30,05 29,66 28,94 28,49 29,13 30,20 30,48 31,52 29,26 30,23 30,50 30,73 30,23

110,3958 -5,8125 30,06 29,61 28,89 28,50 29,11 30,22 29,90 31,08 29,10 30,02 30,34 30,60 30,20

110,4375 -5,8125 29,94 29,56 28,86 28,46 29,09 30,28 29,74 31,01 30,43 29,78 30,26 30,57 30,10

110,4792 -5,8125 29,88 29,60 28,95 28,50 29,12 30,50 30,29 31,16 30,52 29,47 29,33 31,03 30,04

110,5208 -5,8125 29,79 29,53 28,97 28,49 29,30 30,43 30,38 31,11 30,80 29,63 29,64 30,71 30,02

110,5625 -5,8125 29,73 29,48 28,95 28,49 29,27 30,22 30,43 31,14 30,90 29,85 29,24 30,51 29,99

110,6042 -5,8125 29,68 29,47 28,86 28,47 29,21 30,14 30,46 31,24 30,74 29,89 29,80 30,63 29,99

110,1458 -5,85417 29,76 29,55 28,91 28,48 29,01 29,96 30,22 30,78 29,80 30,34 30,52 30,42 30,14

110,1875 -5,85417 29,86 29,57 28,90 28,44 28,78 30,14 30,16 30,73 29,72 30,34 30,42 30,37 30,12

110,2292 -5,85417 29,88 29,58 28,96 28,48 29,01 30,27 30,40 30,22 29,77 30,22 30,39 30,39 30,13

110,2708 -5,85417 29,88 29,54 28,96 28,47 29,17 30,17 30,55 30,22 30,29 30,16 30,37 30,40 30,13

110,3125 -5,85417 29,90 29,55 28,95 28,46 29,09 30,15 30,66 31,46 30,09 29,97 30,32 30,70 30,17

110,3542 -5,85417 29,89 29,58 28,94 28,45 28,88 30,12 30,47 31,29 30,04 30,10 30,26 30,73 30,22

Longitude LatitudeSuhu permukaan Laut (SPL)

Page 119: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

116

Mei'18 Juni'18 Juli'18 Agust'18 Sept'18 Okt'18 Nov'18 Des'18 Jan'19 Feb'19 Mar'19 Apr'19 Mei 2019

110,3958 -5,85417 29,94 29,63 28,89 28,36 28,81 30,03 30,30 31,05 29,10 29,74 30,34 30,56 30,11

110,4375 -5,85417 30,14 29,71 28,86 28,32 28,86 29,89 29,74 30,95 30,63 29,48 30,26 30,36 30,13

110,4792 -5,85417 29,81 29,55 28,81 28,46 29,15 30,65 30,19 No Data 30,42 29,54 No Data 31,43 30,08

110,5208 -5,85417 29,73 29,50 28,83 28,48 28,86 30,53 30,38 30,90 30,41 29,47 29,64 30,74 30,05

110,5625 -5,85417 29,80 29,51 28,93 28,50 28,77 30,45 30,42 30,91 30,75 29,98 29,64 30,73 30,07

110,6042 -5,85417 29,71 29,48 28,89 28,43 29,49 30,35 30,46 30,95 30,37 29,21 30,02 30,78 30,05

110,1458 -5,89583 29,88 29,64 28,90 28,49 28,90 29,99 30,14 30,71 29,69 30,20 30,49 30,30 30,19

110,1875 -5,89583 29,95 29,61 28,90 28,47 28,62 30,09 30,49 30,91 29,62 30,21 30,39 30,46 30,20

110,2292 -5,89583 30,02 29,64 29,02 28,62 29,03 30,22 30,43 30,94 29,60 29,66 30,40 30,52 30,27

110,2708 -5,89583 29,82 29,52 28,91 28,53 29,18 30,30 30,21 31,16 30,22 30,03 30,22 30,45 30,22

110,3125 -5,89583 29,95 29,63 28,88 28,51 28,99 30,31 30,30 31,35 30,28 30,18 30,14 30,47 30,20

110,3542 -5,89583 29,97 29,62 28,94 28,55 29,20 30,28 30,40 31,20 30,30 30,03 30,23 30,51 30,26

110,3958 -5,89583 29,99 29,68 28,89 28,47 28,93 30,29 30,03 31,12 30,29 29,93 30,39 30,05 30,22

110,4375 -5,89583 29,98 29,62 28,79 28,51 29,27 30,30 29,89 30,80 29,48 29,74 30,30 29,72 30,28

110,4792 -5,89583 29,85 29,60 28,80 28,50 28,94 30,69 30,91 30,92 30,13 30,26 30,02 30,81 30,24

110,5208 -5,89583 29,77 29,58 28,87 28,49 28,75 30,67 31,26 30,83 30,04 30,16 29,62 30,91 30,18

110,5625 -5,89583 29,65 29,61 28,84 28,48 28,68 30,54 31,52 31,07 30,07 29,71 29,69 30,72 30,02

110,6042 -5,89583 29,64 29,53 28,89 28,46 29,37 30,49 31,49 31,07 30,09 30,19 29,91 30,72 30,02

110,1458 -5,9375 29,93 29,59 28,87 28,49 28,92 30,04 30,45 30,60 30,28 30,12 30,53 30,42 30,22

110,1875 -5,9375 29,87 29,53 28,89 28,49 28,93 29,91 30,29 30,77 30,34 30,03 30,49 30,46 30,25

110,2292 -5,9375 29,90 29,64 28,88 28,49 29,22 30,15 30,36 30,99 30,80 30,42 30,45 30,33 30,32

110,2708 -5,9375 29,90 29,58 28,89 28,48 29,11 30,27 30,22 31,30 30,32 30,30 30,30 30,22 30,26

110,3125 -5,9375 29,89 29,64 28,89 28,47 29,19 30,33 30,28 31,26 30,28 30,41 30,27 30,40 30,30

110,3542 -5,9375 29,89 29,69 28,98 28,44 29,28 30,43 30,28 31,25 30,39 30,18 29,99 30,51 30,30

110,3958 -5,9375 29,90 29,73 28,99 28,45 29,29 30,44 30,19 30,76 30,23 30,21 30,24 30,55 30,30

110,4375 -5,9375 29,86 29,52 28,98 28,54 29,30 30,47 30,35 30,80 30,05 29,91 30,22 30,54 30,29

110,4792 -5,9375 29,89 29,62 28,89 28,49 29,29 30,60 30,93 30,92 30,20 30,04 29,91 31,27 30,27

110,5208 -5,9375 29,68 29,61 28,86 28,50 29,21 30,72 31,40 30,92 30,18 30,28 29,82 31,11 30,14

110,5625 -5,9375 29,75 29,59 28,98 28,52 28,97 30,64 31,55 31,07 29,85 30,25 28,67 30,73 30,10

110,6042 -5,9375 29,64 29,57 28,95 28,52 29,32 30,23 31,61 30,93 30,12 30,73 28,89 30,79 30,02

Longitude LatitudeSuhu permukaan Laut (SPL)

Page 120: ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM ...tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ...LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : ANALISIS ZONASI TERUMBU KARANG DALAM PENGEMBANGAN SEGMENTASI

RIWAYAT HIDUP

Aramita Livia Ardis lahir di Bandung, 18 Mei 1997 dari

pasangan Ibu Mia Lasmi Wardiyah dan Bapak Ejeb Sudrajat.

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis

mengawali pendidikan di TK Haruman pada tahun 2002 sampai

dengan 2003. Kemudian melanjutkan pendidikan di SD Terpadu

Krida Nusantara pada tahun 2003 sampai dengan 2009,

selanjutnya penulis menempuh sekolah menengah pertama di SMP Negeri 5

Bandung pada tahun 2009 sampai dengan 2012 kemudian melanjutkan sekolah

menengah atas di SMA Negeri 24 Bandung. Tahun 2015 penulis diterima sebagai

mahasiswi jenjang sarjana di Perguruan Tinggi Universitas Padjadjaran program

studi Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi

mahasiswi penulis aktif di berbagai organisasi kampus lingkup fakultas seperti

Himpunan dan UKMF Oseanik selain itu penulis juga aktif di kepanitiaan lingkup

fakultas. Penulis melakukan praktik kerja lapangan di Balai Perikanan Budidaya

Laut Lombok Sekotong, Lombok Barat-Nusa Tenggara Barat dengan Judul

“Teknik dan Manajemen Budidaya Tiram Mutiara (Pinctada Maxima) di Balai

Perikanan Budidaya Laut Lombok Sekotong, Lombok Barat-Nusa Tenggara

Barat”. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Program Studi Perikanan, penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis

Zonasi Terumbu Karang dalam Pengembangan Segmentasi Ekowisata di Taman

Nasional Karimunjawa dengan Metode Penginderaan Jauh”.