Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

184
ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI SULAWESI SELATAN JASMAL AHMARI SYAMSU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Transcript of Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Page 1: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN

SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA

DI SULAWESI SELATAN

JASMAL AHMARI SYAMSU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

Page 2: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

----------------------------------------

---------------------

Kekal dalam ingatan

Abadi dalam kenangan

Kupatrikan selalu

Jasmal A.Syamsu

Page 3: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Potensi Limbah Tanaman

Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir disertasi ini.

Bogor, Pebruari 2006

Jasmal Ahmari Syamsu

NIM D016010031

Page 4: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

ABSTRAK

JASMAL AHMARI SYAMSU. Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan

sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh

LILY AMALIA SOFYAN, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, E. GUMBIRA

SA’ID dan ERIKA BUDIARTI LACONI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik ternak ruminansia di

Sulawesi Selatan, menginventarisasi produksi limbah tanaman pangan

berdasarkan kuantitas dan kualitasnya, dan daya dukung sebagai sumber pakan di

Sulawesi Selatan, mengevaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai

sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan, dan merumuskan strategi

pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di

Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan, yang

berlangsung dari bulan Nopember 2003 sampai dengan Juni 2005.

Penelitian dilaksanakan dalam empat tahapan penelitian. Tahap pertama

adalah analisis karakteristik ternak ruminansia di Sulawesi Selatan, dengan

sumber data penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait

dan selanjutnya dilakukan analisis keragaan ternak ruminansia, jumlah dan

struktur populasi berdasarkan satuan ternak, tingkat kepadatan ternak, dan

keunggulan komparatif ternak ruminansia. Tahap kedua adalah inventarisasi

produksi dan daya dukung limbah tanaman pangan. Penentuan lokasi penelitian

berdasarkan pola iklim dan pola tanam tanaman pangan. Penelitian dilaksanakan

dengan metode survey dan data hasil survey produksi dan kualitas limbah

tanaman pangan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Selanjutnya

dilakukan estimasi produksi pakan limbah tanaman pangan, indeks daya dukung

pakan dan kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia. Penelitian ketiga

adalah evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak

ruminansia, dilaksanakan dengan melakukan survey dan wawancara kepada

peternak responden. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik

deskriptif. Penelitian keempat adalah perumusan strategi pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

yang dilakukan berdasarkan analisis SWOT dan proses hirarki analitik (AHP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah populasi ternak ruminansia di

Sulawesi Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1999-2003) untuk sapi

potong, kerbau dan domba mengalami penurunan pertahun sebesar 0.24%, 4.22%,

dan 9.56.%, sementara jumlah populasi kambing mengalami peningkatan sebesar

4.66% pertahun. Tingkat pemotongan ternak sapi potong dan kambing dalam

kurun waktu yang sama mengalami peningkatan untuk sapi potong 4.15% dan

kambing sebesar 30.23% pertahun, dilain pihak kerbau menurun 5.66% pertahun.

Jumlah populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan seluruhnya 727 774 ST,

dengan penyebaran untuk sapi potong 564 847 ST, kerbau 86 942 ST dan

kambing 75 335 ST.

Jumlah produksi limbah tanaman pangan berdasarkan bahan kering, total

digestible nutrient dan protein kasar masing-masing 6 874 105 ton, 3 128 339 ton

dan 372 261 ton dengan daya dukung sebagai sumber pakan masing-masing 3 014

958 ST, 1 992 573 ST dan 1 551 087 ST. Berdasarkan daya dukung bahan kering,

di Sulawesi Selatan dapat dilakukan penambahan populasi ternak ruminansia

sebesar 2 287 184 ST. Berdasarkan indeks daya dukung pakan limbah tanaman

Page 5: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

pangan beberapa daerah menunjukkan daya dukung yang tinggi yaitu Soppeng,

Wajo, Sidrap dan Luwu.

Sistem pemeliharaan ternak 71.51% dengan cara tradisional, dengan

ternak dilepas sepanjang hari (38.63%), dan dilepas siang hari kemudian diikat

pada malam hari (32.58%). Jumlah peternak yang mengandangkan ternak

jumlahnya lebih rendah yaitu 28.79% (114 peternak), dengan cara dikandangkan

pada malam hari saja (semi intensif) sebanyak 66 peternak, dan ternak

dikandangkan sepanjang hari (intensif) sebanyak 48 peternak atau 12.12% dari

seluruh responden. Sebagian besar peternak (91.92%) melepas ternak untuk

memperoleh pakan di sawah, kebun dan pekarangan, sementara peternak melepas

ternak di pandang penggembalaan 8.08%.

Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di

tingkat peternak masih rendah, dengan jumlah peternak yang tidak menggunakan

limbah tanaman pangan sebagai pakan yaitu 62.12%. Sebanyak 54.80% peternak

mengetahui tentang teknologi pakan, seperti amoniasi, hay, silase dan teknologi

fermentasi lainnya. Tingkat penerapan teknologi masih sangat kurang, dengan

hanya 21.19% peternak yang menerapkan terknologi pakan.

Strategi pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi

dan jagung mendapat prioritas pertama atau strategi yang paling menarik di antara

alternatif strategi yang lain dengan nilai total daya tarik adalah 6.67, diikuti

dengan strategi sebagai prioritas kedua adalah optimalisasi penerapan teknologi

pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif

dengan nilai 6.19.

Page 6: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

ABSTRACT

JASMAL AHMARI SYAMSU. The Study of Crop Residues Potency as Feed

Resources for Ruminant in South Sulawesi. Under the direction of LILY

AMALIA SOFYAN, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, E. GUMBIRA SA’ID

and ERIKA BUDIARTI LACONI.

The objectives of this study were to analyze characteristics of ruminant in

South Sulawesi, to evaluate the potency of crop residues as feed resources and to

formulate the strategy of crop residues utilization. The research was conducted

from November, 2003 to June 2005 in South Sulawesi.

The data related to ruminant characteristics were collected and analyzed

including analysis of ruminant performances, animal unit-based population

number, animal population density, and comparative advantages of ruminant.

Moreover, production and quality of crop residues were analyzed using

descriptive statistics. Besides, the estimation of annual products and capacities of

crop residues, feed capacity index, and ruminant population growth index were

also analyzed. Whereas crop residues utilization as animal feed was conducted

using survey method and data collected were analyzes using descriptive statistics.

the formulation of strategy of crop residues utilization was conducted by applying

SWOT analysis and Analytical Hierarchy Process.

The growth rate of ruminant population in South Sulawesi between 1999-

2003 decreased for beef cattle 0.24%, buffalo 4.22%, and sheep 9.56%. But the

population of goat increased 4.66% annually. On the other hand, at the same time

the number of slaughtered animals increased for beef cattle (4.15%) and goat

(30.23%), but buffalo was decreased 5.66%. Population number of ruminant in

South Sulawesi was 727 774 AU, in which 564 847 AU beef cattle, 86 942 AU

buffalo and 75 335 AU goat were present.

The result showed that production of crop residues concerning to dry

matter, crude protein and total digestible nutrient were 6 874 105 tons, 372 261

tons, 3 128 339 tons, respectively. Dry matter-based products could provide feed

resources for ruminant as many as 3 014 958 animal unit (AU). While crude

protein and total digestible nutrient-based products, could provide feed resources

for ruminant as many as 1 551 087 AU and 1 992 573 AU, respectively. Based on

production and feed capacity of crop residues dry matter, it estimates that

ruminants population in South Sulawesi may be increased as many as 2 287 184

AU. Moreover, several regions (Sopppeng, Wajo, Sidrap and Luwu) showed high

feed capacity index.

Most of the farmer (71.51%) were kept their animals traditionally and

28.79% (114 respondents) were kept their animal intensively in which 48

respondents housed the animal all day and 66 respondents housed the animal

during dark. The utilization of crop residues as animal feed by farmer were still

low (37.88%), though 54.80% respondents are concedering of feed technology

such as amoniation. While only 21.19% respondents applied feed technology.

The application of crop-livestock integration system was the most priority

in development of livestock with total attractiveness score (TAS) of 6.67,

followed by the second priority, optimalization of technology of crop residues

utilization, with total attractiveness score of 6.19.

Page 7: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apa pun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya

Page 8: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA

DI SULAWESI SELATAN

JASMAL AHMARI SYAMSU

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 9: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Judul Disertasi : Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber

Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan

Nama : Jasmal Ahmari Syamsu

NIM : D016010031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Lily Amalia Sofyan, M.Sc Prof.Dr.Ir.Kooswardhono Mudikdjo,M.Sc

Ketua (Alm) Anggota

Prof.Dr.Ir.E.Gumbira Sa’id,M.A.Dev Dr.Ir.Erika Budiarti Laconi,M.S

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Ujian : 2 Pebruari 2006 Tanggal Lulus : 8 Pebruari 2006

Page 10: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini

ditulis setelah melalui suatu rangkaian penelitian yang dilaksanakan di Sulawesi

Selatan, dengan judul Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber

Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan. Ruang lingkup disertasi ini

mencakup a) analisis karakteristik ternak ruminansia, b) inventarisasi produksi

dan daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak

ruminansia, c) evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan

ternak ruminansia, dan d) perumusan strategi pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Disertasi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari beberapa

pihak. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Prof.

Dr. Lily Amalia Sofyan, M.Sc sebagai ketua, dan masing-masing sebagai anggota

Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc, Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id,

M.A.Dev dan Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS, atas segala curahan ilmu,

bimbingan, arahan, dan semangat yang diberikan mulai persiapan penelitian

hingga selesainya penulisan disertasi ini. Terima kasih pula disampaikan kepada

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr sebagai penguji luar komisi ujian tertutup, Dr.

Ir. Mohammad Jafar Hafsah dan Prof. Dr. Ir. Soedarmadi H, M.Sc sebagai penguji

luar komisi ujian terbuka yang telah memberikan saran dan masukan demi

penyempurnaan disertasi ini.

Kepada Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Peternakan

IPB dan Ketua Program Studi Ilmu Ternak SPs IPB dan seluruh staf pengajar,

penulis ucapkan terima kasih atas ilmu, bantuan dan dukungan yang diberikan

selama menempuh program doktor. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada

Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin atas izin yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan studi

program doktor. Khusus kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Nutrisi dan

Makanan Ternak Universitas Hasanuddin Prof. Dr .Ir. Ismartoyo, M.Agr dan Ir.

Syahriani Syahrir, M.Si, penulis ucapkan terima kasih atas dorongan, bantuan,

semangat, dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

program doktor.

Penulis ucapkan terima kasih pula kepada H. Syahrul Yasin Limpo, SH,

M.Si, M.H Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Drs. H. Azikin Solthan, M.Si

Bupati Bantaeng, Ir. M. Arfandy Idris, SH Anggota DPRD Sulawesi Selatan, Ir.

Machmud Ahmad, MM, Ir. H. Rizwan Mufli, Dr. Syahruddin Said, Ir. Teddy

Candinegara atas bantuan yang diberikan selama melaksanakan penelitian dan

penulisan disertasi. Kepada Ir. Abd. Muas, M.Si, Hikmah M Ali, SPt, M.Si,

Haeruddin, SPt, M.Si, Afriadi SPt, Anwar M Arasy SPt, Fajar Cahyanto SPt,

Ibrahim Halim SPt, Alamsyah SPt, Arfan SPt, Afnanto, S.Pt terima kasih atas

bantuannya selama melakukan survei pengumpulan data di lapangan.

Penyelesaian disertasi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan

dari teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Ternak. Terima kasih

diucapkan kepada Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si, Ir. Ma’ruf Tafzin, M.Si, Ir. Ahmad

Jaelani, M.Si, Ir. H. Dedi Rahmat, M.Si, Dr. Ir. Indyah Wahyuni, M.Si, drh.

Herman Tabrany, MP, Ir. Sayuti Masud, M.Si, Meisi Liana Sari, SPt, M.Si,

Page 11: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Nur Sjafani, S.Pt, Yatno, S.Pt, M.Si dan kepada Dwi Kusuma Purnamasari, S.Pt,

M.Si terima kasih atas segala dukungan, semangat, dan diskusi selama

penyelesaian disertasi ini. Kepada Ir. Alfa Nelwan, M.Si, Ir. Muh. Hatta, M.Si,

Tenriware, S.Pi, M.Si, Bahar, S.Pi dan Drs. Husain Syam, M.Si terima kasih atas

bantuan dan dukungannya selama menempuh pendidikan doktor.

Kepada Ayahanda Sinar Syamsu (Alm), Ibunda Siti Jamiah dan Ayah dan

Ibu mertua Aziz Umar (Alm) dan Yuri Buata dan saudaraku Fiana N Sari, Jaslam

A Syamsu, Syahrul K Syamsu, Sakinah K Sari, serta seluruh keluarga di

Makassar, Sungguminasa, Watampone dan Gorontalo terima kasih atas segala

kasih sayang, semangat, dan dukungan kepada penulis untuk meraih dan

mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Akhirnya kepada isteriku tersayang

Olhan Aziz Umar dan anakku tercinta Muh. Kahfi Giffari dan Nurul Amaliah

penulis persembahkan disertasi ini sebagai buah dari pengorbanan yang diberikan

atas pengertian, serta semangat dan dukungan kepada penulis untuk meraih cita-

cita.

Akhirnya semoga disertasi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan

peternakan khususnya di Sulawesi Selatan.

Bogor, Pebruari 2006

Jasmal Ahmari Syamsu

Page 12: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Watampone (Sulawesi Selatan) tanggal 5 Nopember

1968, anak sulung dari lima bersaudara dari ayah Sinar Syamsu (alm) dan ibu Siti

Jamiah. Menikah dengan Olhan Aziz Umar pada tahun 1995 dan telah dikaruniai

dua orang anak yaitu Muh.Kahfi Giffari (lahir di Bogor 4 Nopember 1996) dan

Nurul Amaliah (lahir di Makassar 30 Oktober 1998).

Tahun 1986 diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Nutrisi dan Makanan

Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Ujung Pandang melalui Jalur

Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK), dan sarjana peternakan diraih pada

tanggal 12 Januari 1991. Melalui Tunjangan Ikatan Dinas (TID) Depdikbud

sejak 1 Januari 1993 diangkat sebagai staf pengajar Jurusan Nutrisi dan Makanan

Ternak Fakultas Peternakan UNHAS, Makassar. Tahun 1995 penulis melanjutkan

studi program magister sains di Program Studi Ilmu Ternak Program Pascasarjana

IPB, dan lulus pada 10 Desember 1997. Kesempatan melanjutkan program doktor

pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2001,

dengan beasiswa BPPS Ditjen Dikti Depdiknas RI.

Selama menempuh pendidikan doktor, penulis telah mempublikasikan dan

mempresentasikan karya ilmiah yang merupakan bagian dan berhubungan dengan

disertasi ini sebagai berikut.

(a) Analisis potensi limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak

ruminansia di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, Vol.VIII

(4), 2005. Fakultas Peternakan Universitas Jambi (Akreditasi Dikti

No.34/Dikti/Kep/2003)

(b) Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di

Indonesia. Wartazoa Buletin Ilmu Peternakan Indonesia, Vol.13(1): 30-37.

2003. Puslitbang Peternakan Badan Litbang Departemen Pertanian

(c) Potensi dan daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ruminansia

di Sulawesi Selatan. Jurnal Peternakan dan Lingkungan, Vol.8(3) : 61-67.

2002. Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang (Akreditasi Dikti No

134/Dikti/Kep/2001)

(d) Kajian potensi dan daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan

ternak ruminansia di kabupaten Bulukumba. Seminar Nasional Teknologi

Pertanian. Makassar, 22-23 September 2004, BPTP Sulawesi Selatan

Berbagai pengalaman kegiatan yang telah diikuti antara lain Tim Aplikasi

dan Pengembangan Produksi Bibit Sapi Potong Unggul dengan Bioteknologi dan

Reproduksi di Sulawesi Tenggara (Puslit Bioteknologi LIPI 2003-2005), Senior

Expert Pendampingan (Community Development & Capacity Building) Proyek

Pengembangan Usahatani dan Ternak di Kawasan Timur Indonesia (PUTKATI)

Sulawesi Selatan (Ditjen Bina Produksi Peternakan-Bina Swadaya Konsultan

2003), Koordinator Pendampingan Program Pengembangan Kawasan Tertinggal

(PPKT) Kabupaten Luwu Sul Sel (PEMDA Sul-Sel 2000), Koordinator Lapangan

Program Peningkatan Penyuluhan Pertanian untuk Memberdayakan Masyarakat

Tani Kabupaten Bantaeng Sul Sel (IPB-Deptan-Dekop PKM 1999-2000), Tim

Tehnis Proyek Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional Melalui Pemberdayaan

Masyarakat/Petani Kabupaten Polmas Sul Sel (Deptan 1998/1999), Tim

Ahli/Konsultan Proyek Pengembangan Usaha Tani dan Ternak di Kawasan Timur

Indonesia (PUTKATI) Kabupaten Luwu Sul-Sel (PT.Sangga Pillar Utama 1999),

Page 13: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

serta Koordinator Lapangan Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani

Menuju Ketahanan Pangan Nasional Kabupaten Polmas dan Majene Sul Sel (IPB-

Deptan-Dekop PKM 1998/1999).

Beberapa pelatihan dan kegiatan lain yang telah diikuti diantaranya

Pelatihan Uji Cepat Mutu Pakan (Fapet IPB 2005), Pelatihan Penginderaan Jauh

dan Sistem Informasi Geografis untuk Pembangunan Daerah (LAPAN 2003),

Kursus Singkat Analisis Data Penelitian Bagi Dosen Bidang Ilmu-ilmu Pertanian

PTN/PTS se Kawasan Timur Indonesia (Ditjen Dikti 2003), RCA Regional

Training Workshop on in vitro techniques for feed evaluation (IAEA 2001),

Pelatihan Pembuatan Silase dan Probiotik (Puslit Bioteknologi LIPI 2001),

Workshop Strategi Pengembangan Industri Peternakan dalam Era Otonomi

Daerah (LIPI 2001), Workshop Peningkatan Mutu Data dan Informasi untuk

Perencanaan Pembangunan (FMIPA IPB 2001), Pelatihan Untuk Pelatih (TOT)

Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan Pangan

Nasional (IPB-Deptan-Dekop PKM 1998), Kursus Formulasi Ransum (Infovet

1997), serta Short Course on Research and Training in Agriculture-Ruminant

Nutrition (IAEA-UNHAS 1993).

Terlibat dalam berbagai organisasi antara lain Wakil Sekretaris Forum

Mahasiswa Pascasarjana IPB (2002-2003), Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan

Daerah Assosiasi Pengusaha dan Pemerhati Flora Indonesia Sul-Sel (2000-2004),

Ketua Bidang Tani dan Nelayan Dewan Pengurus Daerah Ikatan Usaha Informal

Indonesia Sul Sel (1997-2000), Anggota Assosiasi Ilmu Nutrisi dan Makanan

Ternak Indonesia-AINI (1995-sekarang), Sekretaris Umum Dewan Pimpinan

Daerah GEMA KOSGORO Sul-Sel (1993-1997), Anggota Ikatan Sarjana

Peternakan Indonesia-ISPI (1991-sekarang), Sekretaris Senat Mahasiswa Fakultas

Peternakan UNHAS (1989-1990), Sekreraris Umum Himpunan Mahasiswa

Profesi Peternakan UNHAS (1988-1989), serta Anggota Badan Perwakilan

Mahasiswa (BPM) Fakultas Peternakan UNHAS (1986-1987).

Page 14: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xviii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xx

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

Latar Belakang..................................................................................... 1

Tujuan Penelitian ................................................................................. 4

Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5

Kebijakan Pembangunan Peternakan.................................................... 5

Sumberdaya Pakan............................................................................... 7

Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia............... 12

Analisis Perumusan Strategi................................................................. 14

Proses Hirarki Analitik......................................................................... 19

METODE PENELITIAN............................................................................ 23

Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 23

Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 23

Penelitian 1 Analisis Karakteristik Ternak Ruminansia ................... 23

Penelitian 2 Inventarisasi Produksi dan Daya Dukung

Limbah Tanaman Pangan ............................................. 26

Penelitian 3 Evaluasi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan

sebagai Pakan Ternak Ruminansia................................ 35

Penelitian 4 Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan

sebagai Pakan Ternak Ruminansia................................ 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 46

Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Selatan........................................ 46

Letak Geografis dan Luas Wilayah ................................................. 46

Tanah dan Topografi ...................................................................... 46

Penggunaan Lahan ......................................................................... 48

Sumberdaya Insani ......................................................................... 49

Produk Domestik Regional Bruto ................................................... 51

Karakteristik Ternak Ruminansia ......................................................... 53

Keragaan Ternak Ruminansia ......................................................... 53

Jumlah Populasi dan Keunggulan Komparatif Ternak Ruminansia . 55

Kepadatan Ternak Ruminansia ....................................................... 59

Produksi dan Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan sebagai

Sumber Pakan Ternak Ruminansia....................................................... 62

Produksi dan Kualitas Limbah Tanaman Pangan ............................ 62

Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan ..... 80

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia ...................... 84

Page 15: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Halaman

Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak

Ruminansia .......................................................................................... 87

Keadaan Umum Peternak ............................................................... 87

Pemeliharaan Ternak dan Pemberian Pakan .................................... 90

Penggunaan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan ..................... 93

Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak

Ruminansia .......................................................................................... 99

Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ....................................... 99

Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal ............................................ 104

Formulasi Strategi .......................................................................... 107

Pengambilan Keputusan ................................................................. 110

Implikasi Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai

Pakan Ternak Ruminansia .............................................................. 113

KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 120

Kesimpulan ................................................................................... 120

Saran .............................................................................................. 122

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 123

LAMPIRAN ............................................................................................... 131

Page 16: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Persepsi peneliti dan peternak tentang sumberdaya pakan ..................... 11

2. Skala banding secara berpasangan pada proses hirarki analitik. ............. 21

3. Struktur populasi ternak dan standar satuan ternak menurut umur

dan jenis ternak ..................................................................................... 24

4. Tipe iklim Sulawesi Selatan menurut Schmidt dan Fergusson. .............. 26

5. Kepadatan ternak wilayah ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ......... 37

6. Contoh matriks evaluasi faktor eksternal. .............................................. 41

7. Contoh matriks evaluasi faktor internal . ............................................... 41

8. Contoh matriks perencanaan strategis kuantitatif ................................... 44

9. Luas wilayah dan jumlah kecamatan, desa/kelurahan menurut kabupaten/

kota di Sulawesi Selatan........................................................................ 47

10. Luas lahan dan penggunaannya di Sulawesi Selatan. ............................. 49

11. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, usia kerja dan lapangan

usaha di Sulawesi Selatan...................................................................... 50

12. Keragaan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan (1999-2003) .............. 54

13. Populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. ................................... 56

14. Kepadatan ekonomi ternak, kepadatan usahatani dan kepadatan

wilayah ternak ruminansia di Sulawesi Selatan...................................... 60

15. Rata-rata produksi segar, produksi kering dan produksi bahan kering

limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan.......................................... 62

16. Produksi bahan kering limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan. .... 65

17. Produksi total digestible nutrient limbah tanaman pangan

di Sulawesi Selatan. .............................................................................. 66

18. Produksi protein kasar limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan ...... 67

19. Laju pertumbuhan produksi bahan kering limbah tanaman pangan

di Sulawesi Selatan. .............................................................................. 79

20. Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan

di Sulawesi Selatan. .............................................................................. 81

Page 17: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Halaman

21. Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.. 85

22. Keadaan umum peternak responden. ..................................................... 87

23. Cara pemeliharaan ternak dan pemberian pakan. ................................... 91

24. Matriks evaluasi faktor internal (IFE) pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan................ 105

25. Matriks evaluasi faktor ekternal (EFE) pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan................ 107

26. Matriks SWOT analisis pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ........................... 109

27. Prioritas alternatif strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ........................... 111

28. Matriks implikasi strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ........................... 117

Page 18: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sumberdaya pakan berdasarkan produk utama tanaman ....................... 8

2. Kerangka analisis perumusan strategi. ................................................... 17

3. Formulasi matriks pendapat individu..................................................... 21

4. Peta propinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten lokasi penelitian............. 28

5. Alur pelaksanaan perumusan strategi pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ................ 39

6. Illustrasi skema matriks SWOT............................................................. 42

7. PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku tahun 2003. ............... 52

8. PDRB sektor pertanian Sulawesi Selatan atas harga berlaku

tahun 2003 ............................................................................................ 53

9. Peta keunggulan komparatif ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. ..... 58

10. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami padi

di Sulawesi Selatan ............................................................................... 69

11. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami jagung

di Sulawesi Selatan ............................................................................... 70

12. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kedelai

di Sulawesi Selatan ............................................................................... 72

13. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kacang hijau

di Sulawesi Selatan ............................................................................... 73

14. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kacang tanah

di Sulawesi Selatan ............................................................................... 74

15. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami ubi jalar

di Sulawesi Selatan ............................................................................... 75

16. Peta indeks konsentrasi produksi pakan pucuk ubi kayu di Sulawesi Selatan ............................................................................... 77

17. Produksi limbah tanaman pangan berdasarkan bulan produksi dalam

setahun.................................................................................................. 78

Page 19: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Halaman

18. Peta indeks daya dukung limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan. 83

19. Jumlah peternak yang menggunakan limbah tanaman pangan

sebagai pakan........................................................................................ 93

20. Jumlah peternak yang menggunakan limbah tanaman pangan

sebagai pakan berdasarkan jenis limbah ................................................ 95

21. Jumlah peternak yang mengetahui teknologi pakan ............................... 96

22. Jenis teknologi pakan yang diketahui peternak ...................................... 97

23. Jumlah peternak yang menerapkan teknologi pakan .............................. 98

24. Elemen kunci pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber

pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan......................................... 114

25. Keterkaitan strategi dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai

sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ............................ 115

Page 20: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuisioner survei evaluasi potensi limbah tanaman pangan .................... 131

2. Kuisioner survei evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan . .......... 132

3. Kuisioner identifikasi faktor ekternal dan internal . ............................... 135

4. Kuisioner penentuan bobot dan peringkat faktor eksternal dan

internal ................................................................................................. 137

5. Kuisioner penentuan nilai daya tarik alternatif strategi pemanfaatan

limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia ..................... 140

6. Populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ................................... 142

7. Nilai location quotient (LQ) ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ..... 143

8. Analisis statistik deskriptif produksi limbah tanaman pangan ............... 144

9. Analisis statistik deskriptif kualitas limbah tanaman pangan ................. 147

10. Luas areal panen tanaman pangan ........................................................ 150

11. Produksi segar limbah tanaman pangan ................................................ 151

12. Produksi kering limbah tanaman pangan ............................................... 152

13. Indeks konsentrasi produksi pakan (IKPP) limbah tanaman pangan ...... 153

14. Daya dukung bahan kering limbah tanaman pangan ............................. 154

15. Daya dukung total digestible nutrient limbah tanaman pangan ............. 155

16. Daya dukung protein kasar limbah tanaman pangan ............................. 156

17. Indeks daya dukung pakan limbah tanaman pangan .............................. 157

18. Karakteristik peternak responden menurut lokasi penelitian .................. 158

19. Karakteristik pemeliharaan ternak menurut lokasi penelitian ................. 159

20. Karakteristik pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai

pakan menurut lokasi penelitian ............................................................ 161

21. Matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM) strategi pemanfaatan

limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia

di Sulawesi Selatan ............................................................................... 163

Page 21: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan

sektor pertanian, sehingga kondisi dan tantangan bidang peternakan tidak terlepas

dari sub sektor lain yang erat kaitannya dengan sub sektor peternakan. Karena

peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian dan sektor lainnya, maka

pertumbuhan dan perkembangan sub sektor peternakan juga sangat tergantung

dari pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor yang terkait dengan sub sektor

peternakan tersebut.

Sub sektor peternakan memiliki peran yang penting dalam penyediaan

protein hewani, lapangan kerja, pengentasan kemiskinan dan pengembangan

potensi wilayah. Permintaan akan produk peternakan meningkat dari tahun ke

tahun sejalan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat dan semakin

membaiknya kesadaran gizi masyarakat. Pangan yang berupa produk peternakan

terutama adalah daging, susu dan telur, yang merupakan komoditas pangan

hewani yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan.

Tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia tahun 2003 (Ditjen Bina

Produksi Peternakan 2004) adalah 4.93 g/kapita/hari dengan rincian sumbangan

daging 2.87 g/kapita/hari (58.22%), telur 1.42 g/kapita/hari (28.80%) dan susu

0.64 g/kapita/hari (12.98%). Dibandingkan dengan tingkat konsumsi negara-

negara lain di Asia Tenggara menunjukkan Indonesia masih lebih rendah,

misalnya Kamboja 9.4 g/kapita/hari, Laos 9.8 g/kapita/hari, Vietnam 17.5

g/kapita/hari dan Malaysia 52.7 g/kapita/hari (FAO 2004). Konsumsi pangan

hewani di Indonesia tidak sepenuhnya disediakan dari produk dalam negeri,

karena pada tahun yang sama dari jumlah konsumsi daging 1 947 200 ton,

disediakan dari impor besarnya 44 700 ton. Begitu pula untuk konsumsi susu

sebesar 1 350 500 ton, sebanyak 1 328 600 ton juga disediakan oleh impor (Ditjen

Bina Produksi Peternakan 2004). Hal ini menunjukkan bahwa industri peternakan

belum berorientasi ekspor, serta upaya-upaya yang dilakukan selama ini masih

dalam kerangka pemenuhan permintaan akan produk peternakan di dalam negeri.

Page 22: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Masih rendahnya produk ternak di Indonesia sangat dipengaruhi oleh

perkembangan produksi peternakan. Jumlah populasi sapi potong, kambing dan

domba dalam kurun waktu 1999-2003 mengalami peningkatan pertahun hanya

sebesar 0.005%, 0.009%, dan 0.49%, dan tingkat pemotongan ternak dalam kurun

waktu yang sama mengalami pula peningkatan untuk sapi potong 0.02%, kambing

0.09% dan domba 0.11% per tahun. Dilain pihak, populasi kerbau mengalami

penurunan 0.004% pertahun (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2004). Dalam

kurun waktu yang sama, produksi daging ternak ruminansia mengalami

peningkatan sebesar 0.05% per tahun dengan struktur produksi daging yang

mengalami peningkatan adalah daging kambing sebesar 0.09%, daging domba

0.24%, dan sapi 0.02% per tahun. Di lain pihak, daging asal kerbau mengalami

penurunan 0.02% pertahun.

Ketidakmampuan produksi peternakan dalam negeri dalam memenuhi

kebutuhan domestik dipengaruhi oleh beberapa keterbatasan sebagai berikut.

(a) Penguasaan teknologi, baik di bidang produksi maupun penanganan pasca

panen, (b) Kemampuan permodalan peternakan, (c) Kualitas sumberdaya

manusia, dan (d) Ketersediaan pakan (Suryana 2000). Di lain pihak, Sutardi

(1997) mengemukakan bahwa faktor penentu keberhasilan usaha peternakan dapat

digolongkan ke dalam lima kelompok sebagai berikut. (a) Pemuliaan dan

reproduksi, (b) Pengolahan usaha dan pemeliharaan ternak, (c) Pencegahan

penyakit dan pengobatan, (d) Peralatan dan bangunan, dan (d) Penyediaan dan

pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam berhasilnya usaha

pengembangan peternakan. Tanpa memperhatikan faktor tersebut, setiap usaha

pengembangan peternakan tidak akan memberikan hasil sebagaimana yang

diharapkan. Dalam usaha peternakan pakan merupakan faktor yang sangat

menentukan karena biaya pakan ternak pada umumnya mencapai 60 sampai 70%

dari seluruh beban biaya dalam proses produksi peternakan. Penyediaan pakan,

baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas sangat dibutuhkan untuk menunjang

keberhasilan usaha peternakan.

Ternak ruminansia sebagai penghasil daging dan susu dengan pakan

utamanya hijauan memiliki kendala dalam penyediaannya disebabkan oleh

semakin berkurangnya lahan/padang penggembalaan dan ketersediaan pakan

Page 23: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

hijauan sangat dipengaruhi oleh musim. Musim kemarau jumlahnya kurang dan

sebaliknya pada musim hujan melimpah sehingga ketersediaan tidak kontinyu

sepanjang tahun. Kecukupan pakan bagi ternak yang dipelihara merupakan

tantangan yang cukup serius dalam pengembangan peternakan di Indonesia.

Indikasi kekurangan pasokan pakan dan nutrisi ialah masih rendahnya tingkat

produksi ternak yang dihasilkan.

Pengembangan peternakan sangat terkait dengan pengembangan suatu

wilayah. Sulawesi Selatan sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki

potensi cukup besar dalam pengembangan peternakan. Sulawesi Selatan pernah

dikenal sebagai lumbung ternak, dengan kemampuan memasok ternak ke daerah

lain dalam rangka pengadaan ternak nasional. Sebagai illustrasi, pada tahun 1990

jumlah pengeluaran ternak sapi dan kerbau adalah 65 804 ekor dan 17 443 ekor

(Katoe 1991) dan angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibanding jumlah

pengeluaraan ternak pada tahun 2003 yaitu sapi 6 449 ekor dan kerbau 143 ekor

(Dinas Peternakan Sulawesi Selatan, 2004). Saat ini permintaan ternak tidak

mampu terpenuhi yang kemungkinan disebabkan oleh a). rendahnya kemampuan

produksi ternak bibit, baik dari segi kualitas maupun kuantitas akibat terjadinya

perkawinan kedalam yang berlangsung cukup lama, b). semakin menurunnya

produktivitas ternak yang ditunjukkan dengan menurunnya berat karkas, dan c).

terbatasnya kuantitas dan kualitas pakan (Ella 2002).

Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan peternakan di

Sulawesi Selatan adalah ketersediaan sumberdaya pakan untuk ternak. Namun

demikian, padang penggembalaan sebagai penyedia pakan hijauan cenderung

berkurang setiap tahun. Luas padang penggembalaan di Sulawesi Selatan tahun

2003 adalah 235 542 ha dan mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 1999

seluas 290 184 ha (BPS 2004). Di lain pihak, telah terjadi perubahan fungsi lahan

yang sebelumnya sebagai penyedia sumber pakan menjadi lahan sawah/pertanian

untuk memenuhi tuntutan penyediaan pangan akibat semakin meningkatnya

jumlah penduduk. Disamping itu penyediaan pakan juga memiliki keterbatasan

akibat adanya persaingan kebutuhan penyediaan pangan untuk konsumsi manusia.

Peningkatan luas lahan pertanian memberikan implikasi terhadap

peningkatan luas areal panen tanaman pangan. Di Sulawesi Selatan pada tahun

Page 24: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

2003, luas areal panen padi seluas 847 305 ha atau 6.85% dari luas areal panen di

Indonesia, dan luas areal panen jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi

jalar masing-masing 6.91%, 3.97%, 6.13%, 3.53% dan 4.40% dari luas areal

panen nasional (BPS 2004). Meningkatnya intensifikasi tanaman pangan

mengakibatkan peningkatan produksi limbah tanaman pangan.

Berdasarkan uraian dan permasalahan yang telah dipaparkan di atas,

untuk memanfaatkan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak

ruminansia maka perlu dilakukan penelitian. Penelitian mencakup inventarisasi

potensi limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia dan

evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak

ruminansia, serta merumuskan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan di Sulawesi Selatan.

Tujuan Penelitian

(a) Mengkaji karakteristik ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

(b) Menginventarisasi produksi limbah tanaman pangan berdasarkan kuantitas

dan kualitasnya, dan daya dukung sebagai sumber pakan di Sulawesi Selatan.

(c) Mengevaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan

ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

(d) Merumuskan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber

pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Manfaat Penelitian

(a) Bahan pertimbangan dan menjadi acuan bagi pengambil keputusan atau

kebijakan, khususnya untuk pengembangan peternakan berdasarkan

sumberdaya pakan.

(b) Informasi ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan ilmuwan, dan

sebagai kajian, sumbangan data, informasi dan pemikiran untuk

pengembangan sumberdaya pakan.

Page 25: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Pembangunan Peternakan

Paradigma pembangunan peternakan adalah terwujudnya masyarakat yang

sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumberdaya

lokal. Untuk mencapai paradigma tersebut dilakukan berbagai misi yaitu 1)

menyediakan pangan asal ternak, 2) memberdayakan sumberdaya manusia

peternakan, 3) meningkatkan pendapatan peternakan, 4) menciptakan lapangan

kerja peternakan, serta 5) melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam, yang

secara keseluruhannya selaras dengan program pembangunan pertanian yaitu

membangun ketahanan pangan dan mengembangkan sektor agribisnis pertanian

(Sudardjat 2000). Selanjutnya pengembangan dibidang peternakan dilakukan

melalui strategi pengembangan pilar peternakan utama yaitu 1) pengembangan

potensi ternak dan bibit ternak, 2) pengembangan pakan ternak, 3) pengembangan

teknologi budidaya. Ketiga pilar utama peternakan terkait oleh sanitasi dan

kesehatan ternak serta peningkatan industri dan pemasaran hasil peternakan,

pengembangan kelembagaan usaha dan keterampilan peternak serta kawasan

pengembangan peternakan.

Menurut Diwyanto et al. (2000) peternakan di Indonesia pada dasarnya

dapat dikelompokkan dalam empat kategori sebagai berikut.

1. Usaha peternakan bersifat pre industri dimana usaha bersifat subsisten, semua

aktivitas dilakukan oleh peternak, hampir tidak ada peran organisasi

pemerintah maupun swasta.

2. Usaha peternakan yang mulai timbul pertimbangan industri atau bisnis. Disini

peran pemerintah dalam banyak hal cukup dominan dan hampir tidak ada

industri swasta yang terlibat. Contoh usaha ini adalah peternakan kerbau, dan

ayam buras.

3. Usaha peternakan dalam tahap ekspansi, dimana peran pemerintah dan swasta

cukup besar. Pada tahap ini peran pemerintah dalam hal penelitian dan

pengembangan cukup dominan walaupun swasta sudah tertarik untuk

berusaha seperti contoh pada usaha sapi perah, domba, dan itik.

Page 26: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

4. Usaha peternakan tahap industri yang matang, dimana peran swasta sangat

dominan serta telah mampu mengembangkan penelitian dan pengembangan

untuk mendukung usahanya.

Kebijaksanaan pengembangan pakan ternak diarahkan untuk

mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku pakan lokal untuk mengurangi

ketergantungan terhadap impor bahan baku pakan. Kebijaksanaan pengembangan

pakan ternak meliputi : a) kebijakan pakan konsentrat, yaitu mengusahakan

tersedianya bahan baku pakan konsentrat dengan jumlah dan mutu yang terjamin,

mudah diperoleh disetiap waktu dan tempat serta harganya dapat dijangkau oleh

peternak, mengusahakan adanya berbagai pilihan produsen pengolah pakan mulai

dari pabrik besar sampai pada unit-unit pengolahan pakan skala kecil yang ada di

pedesaan, mengusahakan agar dapat dibangunnya silo-silo seperti silo jagung

pada sentra produksi jagung, serta mengkaji ulang standar mutu bahan baku pakan

dan pakan. b) pengembangan pakan hijauan, yaitu mengoptimalkan lahan-lahan

potensial untuk penyediaan bahan pakan hijauan dengan meningkatkan partisipasi

peternak, mengembangkan teknologi limbah pertanian dan industri pertanian

untuk pakan, mengembangkan jenis-jenis hijauan pakan sesuai dengan kondisi

agroklimat setempat, serta mengembangkan tanaman leguminosa lokal sebagai

upaya untuk meningkatkan kualitas pakan hijauan yang diberikan peternak

(Sudardjat 2000).

Secara umum untuk pengembangan pakan memiliki permasalahan-

permasalahan, antara lain : a) kebutuhan bahan baku pakan tidak seluruhnya

dipenuhi dari lokal sehingga masih mengandalkan impor, b) bahan baku pakan

lokal belum dimanfaatkan secara optimal, c) ketersediaan pakan lokal tidak

kontinyu dan kurang berkualitas, d) penggunaan tanaman legum sebagai sumber

pakan belum optimal, e) pemanfaatan lahan tidur dan lahan integrasi masih

rendah, f) penerapan teknologi hijauan pakan masih rendah, g) produksi pakan

nasional tidak pasti akibat akurasi data yang kurang tepat, serta h) penelitian dan

aplikasinya tidak sejalan (Budiman 2001).

Pengembangan peternakan di Sulawesi Selatan memiliki misi a)

menyediakan pangan asal ternak yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas, b)

memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar menghasilkan produk yang

Page 27: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

berdaya saing tinggi di pasar domestik maupun global, c) menciptakan peluang-

peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, d)

menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis dan agroindustri peternakan, dan

e) memanfaatkan dan melestarikan sumberdaya pendukung peternakan (Dinas

Peternakan Sulawesi Selatan 2001a).

Program strategis pembangunan peternakan di Sulawesi Selatan meliputi

tiga hal yaitu 1) peningkatan ketahanan pangan, diarahkan pada upaya-upaya

peningkatan dan pengembangan usaha-usaha peternakan skala kecil dalam

penyediaan sumber protein hewani dan menunjang ketahanan pangan, 2)

pengembangan agribisnis, diarahkan untuk pengembangan komoditas ungggulan

yang bersifat komersial, memiliki daya saing yang tinggi serta mendukung

ekonomi wilayah di pedesaan, dan 3) pengamanan penyakit hewan, upaya untuk

mencegah, membantu dan menanggulangi penyakit hewan yang ada baik penyakit

bersifat ekonomis maupun penyakit yang bersifat strategis (Dinas Peternakan

Sulawesi Selatan 2001b).

Berbagai permasalahan dalam pembangunan peternakan di Sulawesi

Selatan, adalah : 1) kecenderungan penurunan populasi khususnya sapi dan kerbau

karena makin tingginya pemotongan betina produktif serta faktor keamanan juga

sangat berpengaruh dimana minat sebagian peternak untuk memelihara ternak

menurun, 2) skala usaha kecil, umumnya skala usaha masih terbatas pada skala

usaha sambilan dan hanya sebagian kecil yang menjadikan usaha pokok dan

cabang usaha sehingga untuk bersaing dengan daerah lain yang menjadikan

komoditasnya sebagai usaha pokok kurang kompetitif, 3) kualitas produk

peternakan masih rendah, 4) terbatasnya permodalan, 5) lemahnya kelembagaan

terutama di tingkat kelompok tani dan peternak (Dinas Peternakan Sulawesi

Selatan 2001b).

Sumberdaya Pakan

Pakan atau makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan

digunakan oleh ternak. Secara umum bahan makanan ternak adalah bahan yang

dapat dimakan, tetapi tidak semua komponen dalam bahan makanan ternak

tersebut dapat dicerna oleh ternak. Bahan makanan ternak mengandung zat

makanan dan merupakan istilah umum, sedangkan komponen dalam bahan

Page 28: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

makanan ternak tersebut yang dapat digunakan oleh ternak disebut zat makanan

(Tillman et al. 1989).

Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, hasil tanaman dan juga yang

berasal dari ternak atau hewan (Tillman et al. 1989). Karena ternak umumnya

tergantung pada tanaman sebagai sumber makanannya, maka Parra dan Escobar

(1985) mengelompokkan pakan berdasarkan produk utamanya yaitu pakan yang

berasal dari produk tanaman untuk manusia dan tanaman untuk makanan ternak,

dengan klasifikasi seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sumberdaya pakan berdasarkan produk utama tanaman

(Parra dan Escobar 1985).

Menurut Jayasuriya (2002), sumberdaya pakan dapat dikategorikan dalam

empat kelompok sebagai berikut.

1. Pakan dengan serat tinggi dan protein rendah. Jenis pakan yang tergolong

dalam kelompok ini adalah limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung

dengan karakteristik kandungan serat yang tinggi (>700 g dinding sel/kg

bahan kering) dan kandungan protein yang rendah (20-60 g protein kasar/kg

bahan kering).

Produk Utama (Primary Production)

Tanaman untuk Makanan

Manusia

Tanaman untuk Makanan

Ternak

Limbah Industri

Pertanian Limbah Pertanian

Limbah

Industri Pertanian

Berserat

Rendah

Limbah

Industri Pertanian

Berserat

Tinggi

Limbah

Pertanian

Berserat

Hijauan Alami

Hijauan

Budidaya

Hijauan

Lainnya

Produksi Ternak

Page 29: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

2. Pakan dengan serat tinggi dan protein tinggi. Pakan yang termasuk kategori ini

adalah beberapa limbah industri pertanian (agroindustrial byproducts) seperti

dedak padi dan dedak jagung, termasuk pula limbah pertanian seperti limbah

kacang tanah dan pucuk ubi kayu. Karakteristiknya adalah kandungan

seratnya antara <400 - >700 g dinding sel/kg bahan kering dengan kandungan

protein >60 g protein kasar/kg bahan kering.

3. Pakan dengan serat rendah dan protein rendah. Pakan yang termasuk dalam

kategori ini adalah pakan dengan serat dan protein yang rendah, akan tetapi

memiliki kandungan energi yang cukup tinggi seperti molases serta limbah

industri pengolahan buah-buahan sehingga banyak digunakan sebagai sumber

energi.

4. Pakan dengan serat rendah dan protein tinggi. Pakan kategori ini biasa disebut

sebagai pakan konsentrat. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau

tanaman serealia (jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (kacang hijau,

kedelai), atau yang berasal dari hewan seperti tepung daging dan tepung ikan.

Dilain pihak, Simbaya (2002) membagi sumberdaya pakan ternak ke

dalam empat golongan, yaitu hijauan (forages), limbah pertanian (crop residues),

limbah industri pertanian (agroindustrial byproduct) dan pakan non konvensional

(non convensional feed). Forages adalah semua jenis hijauan pakan, baik yang

sengaja ditanam maupun yang tidak. Termasuk di dalamnya rumput dan

leguminosa, baik leguminosa menjalar, perdu maupun pohon. Hartadi et al.

(1993) mengemukakan bahwa forages atau hijauan pakan adalah bagian tanaman

terutama rumput dan leguminosa yang dipergunakan sebagai pakan ternak.

Biasanya hijauan mengandung serat kasar sekitar 18% dari bahan keringnya.

Hijauan makanan ternak bersumber dari padang rumput alam atau dengan

melakukan penanaman hijauan makanan ternak. Jenis dan kualitas hijauan

dipengaruhi oleh kondisi ekologi dan iklim di suatu wilayah (Simbaya 2002).

Ketersediaan hijauan pakan ternak di Indonesia tidak tersedia sepanjang tahun,

dan hal ini merupakan suatu kendala yang perlu dipecahkan. Musim penghujan

produksi hijauan berlimpah, dan sebaliknya pada musim kemarau mengalami

kekurangan. Hijauan pakan yang tersedia di pedesaan adalah rumput unggul,

rumput lapangan dan leguminosa (Diwyanto et al. 1996).

Page 30: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Pengembangan ternak khususnya ternak ruminansia masih tergantung pada

kecukupan tersedianya pakan hijauan baik jumlah, kualitas dan

kesinambungannya sepanjang tahun. Hijauan pakan yang digunakan untuk ternak

ruminansia sering mengalami kekurangan terutama di musim kering dengan mutu

yang rendah. Selain itu penggunaan lahan untuk tanaman pakan masih bersaing

dengan tanaman pangan karena tanaman pakan belum menjadi prioritas (Sajimin

et al. 2000).

Limbah pertanian adalah pakan yang bersumber dari limbah tanaman

pangan dan produksinya sangat tergantung pada jenis dan jumlah areal

penanaman atau pola tanam dari tanaman pangan di suatu wilayah (Makkar

2002). Produksi limbah pertanian dapat diestimasi berdasarkan asumsi dari

perbandingan antara produk utama dengan limbahnya. Estimasi produksi limbah

pertanian dapat menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan angka

konversi (rasio) yang digunakan. Untuk mengetahui produksi limbah pertanian di

suatu wilayah dapat diperkirakan berdasarkan luas areal panen dari tanaman

pangan tersebut (Jayasuriya 2002). Jenis limbah pertanian yang dapat digunakan

sebagai pakan seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang kedelai, jerami

kacang tanah dan pucuk ubi kayu (Djajanegara 1999).

Menurut Djajanegara (1999), beberapa kendala pemanfaatan limbah

pertanian sebagai pakan adalah pada umumnya memiliki kualitas rendah dengan

kandungan serat yang tinggi dan protein dan kecernaan yang rendah, akibatnya

bila digunakan sebagai pakan basal dibutuhkan penambahan bahan pakan yang

memiliki kualitas yang baik (konsentrat) untuk memenuhi dan meningkatkan

produktivitas ternak. Kendala lainnya adalah produksi limbah pertanian bersifat

musiman yaitu melimpah saat panen dan jumlah limbah pertanian yang dapat

dikumpulkan oleh perternak terbatas karena tidak memiliki fasilitas untuk

penyimpanan.

Menurut Soetanto (2000), untuk mengatasi masalah pakan secara umum

dapat dilakukan tiga pendekatan. Pertama, memperluas keragaman sumber pakan

dengan melakukan upaya pemanfaatan lahan tidur untuk penanaman hijauan

makanan ternak, pemanfaatan limbah pertanian dan industri, dan menghidupkan

kembali tanah-tanah pangonan. Selain itu dengan melakukan sistem pertanian

Page 31: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

lorong dan intensifikasi lahan pekarangan dengan memanfaatkan leguminosa

perdu. Kedua, meningkatkan kualitas pakan melalui peningkatan kualitas pakan

basal, peningkatan nilai nutrisi protein serealia dan upaya menghilangkan

senyawa antinutrisi dalam pakan. Ketiga, memperbaiki sistem pemberian pakan

dengan upaya yang dilakukan adalah perbaikan formulasi ransum ternak yang

sesuai dengan daerah tropis dan manajemen pemberian pakan untuk ternak.

Untuk memanfaatan limbah pertanian dan industri pertanian sebagai pakan

perlu diperhatikan beberapa hal yaitu : a) jumlah yang tersedia (kuantitas) untuk

dapat digunakan sebagai pakan, b) distribusi yaitu jarak antara lokasi produksi

limbah tersebut dengan tempat pemeliharaan ternak (pedesaan), c) infrastruktur

yang berhubungan dengan transportasi dan fasilitas penanganan dan

penyimpanan, d) kesinambungan produksi, dan e) teknologi yang tersedia dengan

mempertimbangkan aspek ekonomi dan efisiensinya (Preston 1986).

Tingkat adopsi suatu inovasi teknologi pakan dalam pengembangan pakan

sangat kompleks. Namun satu hal yang sering diabaikan adalah kurangnya

pemahaman terhadap persepsi peternak dibanding dengan para peneliti. Soetanto

(2001) mengidentifikasi beberapa penyebab kegagalan program-program di

bidang pengembangan pakan seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Persepsi peneliti dan peternak tentang sumberdaya pakan

Kriteria Peneliti Peternak

Padang rumput Mengurangi pakan

konsentrat

• Tidak memiliki lahan

khusus untuk penanaman

rumput

• Lahan prioritas untuk

tanaman pangan

Pakan jerami Dapat diberikan jika

kekurangan hijauan

• Jerami untuk ternak kerja

• Tidak punya jerami dan

sulit dikumpulkan

Jerami amoniasi Teknologi sederhana

• Tidak ada waktu • Memerlukan input dan

peralatan dalam

pembuatannya

Silase Pakan untuk musim kemarau

• Tidak punya cukup rumput

• Tidak ada waktu untuk membuat

• Menambah biaya

Sumber : Soetanto (2001)

Page 32: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat

digunakan sebagai makanan ternak. Karakteristik limbah tanaman pangan secara

umum dengan kualitas nutrisi yang rendah sehingga memiliki keterbatasan dalam

penggunaannya sebagai pakan ternak (Shanahan et al. 2004). Jerami padi

merupakan salah satu limbah tanaman pangan yang terdapat dalam jumlah

melimpah dan mudah diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai makanan ternak.

Karakteristik jerami padi ditandai dengan tingginya kandungan serat kasar dan

rendah kandungan nitrogen, kalsium serta fosfor. Hal ini mengakibatkan daya

cerna jerami padi rendah dan konsumsi menjadi terbatas, akan tetapi masih

potensial digunakan sebagai sumber energi (Leng 1980).

Upaya meningkatkan nilai manfaat jerami padi sebagai pakan telah

dilaporkan beberapa peneliti. Ternak sapi yang mendapat pakan dengan

perlakuan jerami padi ditambahkan urea 4% menunjukkan pertambahan berat

badan dan konversi ransum nyata lebih baik dibandingkan dengan pakan jerami

dengan penambahan kombinasi 2% urea dan 3% kapur (Xuan Trach et al. 2001).

Xuan Trach (2004) melaporkan bahwa teknologi peningkatan nilai nutrisi jerami

padi dengan perlakuan penambahan urea sebagai pakan ternak sapi pada kondisi

peternakan rakyat dapat meningkatkan produktivitas ternak dengan tingkat

konsumsi dan pertambahan berat badan yang lebih baik dibandingkan dengan

jerami padi tanpa penambahan urea. Tingkat adopsi peternak dan penerapan

teknologi tersebut dipengaruhi oleh aspek sosial ekonomi seperti pola pikir dan

perilaku peternak, serta pemahaman terhadap manfaat yang dapat diperoleh

dengan menerapkan teknologi tersebut.

Penelitian penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia

dilaporkan Bestari et al. (1999), bahwa pemberian pakan hijauan silase jerami

padi yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole jantan

yang sedang tumbuh dapat memberikan nilai gizi dan nilai manfaat ransum yang

lebih baik daripada jerami padi tanpa pengolahan, dan setara dengan pakan

hijauan rumput gajah. Pemberian pakan silase jerami padi yang ditambahkan

mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole jantan yang sedang tumbuh

Page 33: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

memberikan pengaruh yang terbaik terhadap nilai kecernaan bahan kering, bahan

organik, protein kasar dan NDF bila dibandingkan dengan pakan hijauan rumput

gajah maupun jerami padi.

Pengolahan jerami padi yang difermentasi dengan starbio menunjukkan

komposisi nutrien jerami padi mengalami peningkatan kualitas dibanding jerami

padi yang tidak difermentasi. Dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi,

jerami padi yang difermentasi dengan probiotik starbio mengalami peningkatan

kandungan protein kasar. Komposisi serat jerami padi tanpa fermentasi nyata

lebih tinggi dibanding dengan jerami padi yang difermentasi dengan starbio

(Syamsu 2001a). Dalam aplikasi di lapangan pada peternakan rakyat

menunjukkan rata-rata konsumsi bahan kering pakan terdapat perbedaan nyata

antara jerami padi fermentasi (4.41 kg/ekor/hari) dengan jerami padi tanpa

fermentasi (3.35 kg/ekor/hari) pada ternak sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa

jerami padi yang difermentasi dengan probiotik mempunyai palatabilitas yang

lebih tinggi dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi. Pertambahan berat

badan sapi dipengaruhi oleh faktor kualitas pakan, serta kemampuan ternak untuk

memanfaatkan pakan tersebut. Rataan pertambahan berat badan harian

menunjukkan bahwa sapi Bali yang diberi jerami padi fermentasi memberikan

respon pertambahan berat badan harian yang lebih tinggi (0.37 kg) dibanding

dengan jerami padi tanpa fermentasi (0.25 kg). Pertambahan berat badan yang

lebih tinggi pada jerami fermentasi dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang juga

tinggi (Syamsu et al. 2003).

Teknologi fermentasi jerami padi dengan litter ayam dapat meningkatkan

kualitas protein kasar jerami padi, konsumsi bahan kering dan pertambahan berat

badan ternak sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi yang

difermentasi dengan urea (Quoc Viet dan Duc Kien 2001). Dilain pihak, Syamsu

(2001b) menyatakan bahwa penambahan manure ayam memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar protein kasar jerami padi. Kadar protein kasar antara

tanpa penambahan manure ayam dan 10% manure ayam tidak menunjukkan

perbedaan, tetapi kedua perlakuan tersebut lebih rendah dibanding dengan

penambahan manure ayam 20 dan 30 %. Protein kasar jerami padi dapat

meningkat dengan penambahan manure ayam sebagai starter (Suryani 1994).

Page 34: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Perlakuan biologis dapat menyebabkan ikatan lignoselulose dan

lignohemiselulose pada jerami padi merenggang dan akhirnya putus (Komar

1984) dan putusnya ikatan tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang

terdapat pada manure ayam (Laconi 1992).

Haryanto et al. (2004) menyatakan bahwa peningkatan nilai nutrisi jerami

padi dapat dilakukan melalui bioproses fermentasi menggunakan probiotik

sebagai pemacu pemecahan komponen lignosellulosa di dalam jerami padi

tersebut. Pemberian jerami padi fermentasi dengan probion sebagai pakan domba

dapat meningkatkan produktivitas domba dibandingkan dengan pemberian pakan

secara tradisional. Dilain pihak, Martawidjaja dan Budiarsana (2004) melaporkan

bahwa jerami padi yang difermentasi dengan probion dapat menggantikan rumput

raja sebagai pakan dasar untuk ternak kambing PE betina fase pertumbuhan.

Pemberian jerami padi fermentasi secara terpisah dari konsentrat menghasilkan

respon pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan

bentuk ransum komplit.

Peningkatan nilai nutrisi daun ubi kayu dengan teknologi silase dilaporkan

oleh Chhay Ty dan Rodríguez (2001), menunjukkan bahwa dengan penggunaan

aditif cairan limbah industri sirup dapat menurunkan pH silase dari awal

fermentasi (pH 6.10) dan setelah difermentasi selama 14 hari menjadi 3.73.

Dengan demikian silase daun ubi kayu dapat disimpan dalam beberapa waktu

untuk selanjutnya digunakan sebagai pakan ternak. Dilain pihak, penggunaan hay

daun ubi kayu dengan ransum basal jerami padi dapat meningkatkan konsumsi

dan kecernaan pakan pada ternak sapi (Vongsamphanh dan Wanapat 2004).

Analisis Perumusan Strategi

Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan, dalam perkembangannya

konsep mengenai strategi terus berkembang (Rangkuti 2002). Karena strategi

adalah alat untuk mencapai tujuan, maka strategi harus memiliki sifat antara lain

menyatu (unified) yaitu menyatukan seluruh bagian, menyeluruh (comprehensive)

yaitu mencakup seluruh aspek, dan integral (integrated) yaitu seluruh strategi

akan cocok atau sesuai seluruh tingkatan (Wahyudi 1996).

Page 35: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Menurut Nickols (2000), strategi dapat diartikan dalam beberapa hal

seperti rencana, pola, posisi, serta pandangan. Sebagai rencana, strategi

berhubungan dengan bagaimana memfokuskan perhatian dalam mewujudkan

tujuan yang ingin dicapai. Sebagai pola, strategi berarti suatu ketetapan yang

berdasarkan alasan-alasan tertentu dalam menentukan keputusan akhir untuk

memadukan kenyataan yang dihadapi dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai

posisi, strategi berarti sikap yang diambil untuk mencapai tujuan, dan sebagai

pandangan strategi berarti cara memandang bentuk dan acuan dalam mengambil

keputusan atau tindakan.

Strategi merupakan rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang

menghubungkan keunggulan strategis dengan tantangan lingkungan dan dirancang

untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang

tepat (Glueck dan Jauch 1994). Esensi strategi merupakan keterpaduan dinamis

faktor eksternal dan faktor internal yang berisikan strategi itu sendiri. Strategi

merupakan respon yang secara terus-menerus atau adaptif terhadap peluang dan

ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal (Rangkuti 2002).

Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan

untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu keputusan

sehingga mampu mencapai tujuan obyektifnya. Proses manajemen strategi terdiri

atas tiga tahap yaitu perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi

strategi. Perumusan strategi adalah mengenali peluang dan ancaman eksternal,

menetapkan kekuatan dan kelemahan internal dan memilih strategi tertentu untuk

dilaksanakan. Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen

strategi dengan mengubah strategi yang telah dirumuskan menjadi suatu tindakan.

Evaluasi strategi adalah tahap akhir dari manajemen strategi dengan melakukan

tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi yaitu meninjau faktor-

faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi, mengukur prestasi dan

mengambil tindakan korektif (David 2001).

Menurut Wahyudi (1996) tahap perumusan atau pembuatan strategi

merupakan tahap yang paling menantang dan menarik dalam proses manajemen

strategi. Inti pokok dari tahapan ini adalah menghubungkan suatu organisasi

dengan lingkungannya dan menciptakan strategi-strategi yang cocok untuk

Page 36: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

dilaksanakan. Proses pembuatan strategi terdiri dari empat elemen seperti

dipaparkan sebagai berikut.

a. Identifikasi masalah-masalah strategik yang dihadapi meliputi

lingkungan eksternal dan internal.

b. Pengembangan alternatif-alternatif strategi yang ada dengan

mempertimbangkan strategi yang lain.

c. Evaluasi tiap alternatif strategi.

d. Penentuan atau pemilihan strategi terbaik dari berbagai alternatif yang

tersedia.

Dalam melakukan perumusan strategi dapat digunakan alat formulasi yaitu

analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats). Analisis SWOT

adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan

strategi yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan

peluang, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Hax

dan Majluf 1991). Proses penggunaan analisis SWOT menghendaki adanya suatu

survei internal tentang strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan), serta

survei eksternal atas opportunities (peluang/kesempatan) dan threats (ancaman)

(Subroto 2003).

Analisis SWOT secara sederhana dipahami sebagai pengujian terhadap

kekuatan dan kelemahan internal, serta kesempatan/peluang dan ancaman

lingkungan eksternal. SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan

digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai

perencanaan strategis dalam berbagai terapan (Johnson et al. 1989). Dilain pihak,

Marimin (2004) menyatakan bahwa analisis SWOT adalah suatu cara untuk

mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan

suatu strategi yang didasarkan pada logika.

Teknik perumusan strategi yang dikembangkan oleh David (2001),

dilakukan dengan tiga tahap pelaksanaan dan menggunakan matriks sebagai

model analisisnya. Tiga tahapan kerangka kerja dimaksud adalah tahap input (the

input stage), tahap pencocokan (the matching stage) dan tahap keputusan (the

decision stage). Uraian setiap tahapan tersebut menurut David (2001)

diperlihatkan pada Gambar 2.

Page 37: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tahap 1. Tahap Input

Tahap 2. Tahap Pencocokan

Tahap 3. Tahap Keputusan

Gambar 2 Kerangka analisis perumusan strategi (David 2001).

1. Tahap Input

Tahap input merupakan langkah pertama yang meringkas informasi

input dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menggunakan

matriks evaluasi faktor eksternal dan matriks evaluasi faktor internal. Matriks

evaluasi faktor eksternal digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor

eksternal berkaitan dengan peluang dan ancaman. Tujuan evaluasi eksternal

adalah untuk mengembangkan daftar terbatas peluang yang dapat

dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihindari. Seperti yang tersirat dalam

istilah terbatas, audit eksternal tidak bertujuan mengembangkan daftar panjang

dan lengkap dari setiap faktor kemungkinan yang dapat mempengaruhi akan

tetapi mengenali variabel kunci yang menawarkan respon yang dapat

dilakukan. Dilain pihak, matriks evaluasi faktor internal digunakan untuk

mengetahui faktor-faktor internal berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan

yang dianggap penting.

Matriks Evaluasi Faktor Eksternal

(EFE)

Matriks Evaluasi Faktor Internal

(EFI)

Matriks Threats-Opportunities

Weaknesses-Strengths (TOWS)

Matriks Quantitative Strategic Planning

(QSPM)

Page 38: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

2. Tahap Pencocokan

Tujuan tahap pencocokan adalah menghasilkan strategi alternatif yang

layak, bukan untuk memilih atau menetapkan strategi mana yang terbaik.

Tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan strategi digunakan matriks

TOWS atau lebih dikenal dengan matriks SWOT. Dalam penggunaan matriks

SWOT sangat ditentukan oleh informasi yang diperoleh dari tahap input

untuk mencocokkan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan

kelemahan internal.

Mencocokkan faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal

merupakan kunci untuk secara efektif menghasilkan strategi alternatif yang

layak dan merupakan bagian sulit terbesar untuk mengembangkan matriks

SWOT karena memerlukan penilaian yang baik, dan tidak ada satu pun

kecocokan terbaik. Oleh karena itu tidak semua strategi yang dikembangkan

dalam matriks SWOT akan dipilih.

Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang dapat membantu

dalam mengembangkan empat tipe strategi yaitu strategi SO (Strengths-

Opportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST

(Strengths-Threats) dan strategi WT (Weaknesses-Threats). Strategi SO atau

strategi kekuatan-peluang adalah menggunakan kekuatan internal untuk

memanfaatkan peluang eksternal, dan strategi WO atau strategi kelemahan-

peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan

memanfaatkan peluang eksternal. Strategi yang menggunakan kekuatan

internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal

adalah strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman, dan strategi WT atau

strategi kelemahan-ancaman merupakan strategi yang diarahkan untuk

mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

3. Tahap Keputusan

Teknik untuk mencocokkan yang dijelaskan di atas menghasilkan

strategi alternatif yang layak. Selanjutnya dilakukan tahapan keputusan

dengan menggunakan Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) atau

Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif. Penggunaan matriks ini secara

Page 39: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

sasaran menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik untuk dipilih

dengan menggunakan informasi dari tahap input dan tahap pencocokan.

QSPM adalah alat untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif

secara obyektif berdasarkan faktor internal dan eksternal yang telah

diidentifikasi sebelumnya. Secara konseptual tujuan QSPM adalah untuk

menetapkan daya tarik relatif (relative attractiveness) dari strategi-strategi

yang bervariasi yang telah dipilih, untuk menentukan strategi mana yang

dianggap paling baik untuk diimplementasikan dengan menggunakan

penilaian intuitif yang baik dalam menyeleksi strategi alternatif tersebut.

Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process)

Problem sistem tidak semuanya dapat dipecahkan hanya melalui

komponen-komponen yang terukur. Komponen yang tidak terukur sering

mempunyai peranan yang cukup besar. Untuk mengevaluasi nilai-nilai sosial

dalam masyarakat yang kompleks diperlukan suatu metode yang cocok yaitu

suatu pendekatan yang memungkinkan adanya interaksi antara judgment dengan

fenomena sosial itu. Proses hirarki analitik (PHA) dapat digunakan untuk

memecahkan problema-problema yang terukur maupun yang memerlukan suatu

judgement (Saaty 1993). Prinsip kerja PHA adalah membuat bagian-bagian yang

sederhana delam suatu hirarki persoalan yang tidak terstruktur, strategis dan

dinamik (Marimin 2004).

PHA merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan yang dapat

digunakan dalam penentuan atau perencanaan suatu strategi. Alat ini

memasukkan pertimbangan-pertimbangan logis dari faktor-faktor yang

berpengaruh, berikut aktor dan tujuan masing-masing dari suatu permasalahan

yang kompleks yang dipetakan secara sederhana menjadi suatu hirarki. Tingkat

konsistensi adalah salah satu penentu utama yang merupakan pertimbangan pokok

keputusan strategis yang diambil. PHA merupakan model yang luwes yang

memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun

gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka

masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan dari (Saaty 1993).

PHA memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis.

Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk

Page 40: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

menyusun hirarki suatu masalah dan pada logika, intuisi dan pengalaman untuk

memberikan pertimbangan. PHA menunjukkan bagaimana menghubungkan

elemen-elemen dari bagian lain untuk memperoleh hasil gabungan. Prosesnya

adalah mengidentifikasi, memahami, dan menilai interaksi suatu sistem sebagai

satu kesatuan. Tahapan terpenting dalam analisis pendapat adalah penilaian

dengan teknik komparasi berpasangan terhadap elemen-elemen keputusan pada

suatu tingkat hirarki keputusan (Saaty 1993).

Menurut Saaty (1993) penyelesaian persoalan dengan menggunakan PHA

dilakukan dengan beberapa prinsip dasar yaitu dekomposisi, menentukan prioritas

dan konsistensi logis, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Dekomposisi adalah pemecahan persoalan yang menjadi unsur-unsurnya

setelah persoalan tersebut dirumuskan secara baik. Unsur-unsur persoalan

yang telah terpecahkan dapat dipecah lagi menjadi unsur yang lebih kecil,

sehingga diperoleh beberapa tingkatan persoalan yang akan ditelaah.

2. Penilaian perbandingan adalah kepentingan relatif dua elemen pada suatu

tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini

merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap penentuan

prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam

bentuk matriks pairwise comparison.

3. Menentukan prioritas adalah penentuan eigen vektor dari matriks untuk

menentukan prioritas lokal dari setiap pairwise comparison. Oleh karena

pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat maka untuk mendapatkan

prioritas global harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur

melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengaturan elemen-

elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis disebut sebagai

priority setting.

4. Konsistensi logis adalah tindakan a) mengelompokkan obyek-obyek serupa

sesuai dengan keseragaman dan relevansinya, dan b) evaluasi intensitas relasi

antar gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu,

saling membenarkan secara logis.

Page 41: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Prinsip dasar PHA ke dalam langkah penyusunan matriks pendapat

meliputi analisis persoalan, penyusunan hirarki, komparasi berpasangan, sintesa

prioritas dan pemeriksaan konsistensi (Saaty 1993).

1. Komparasi berpasangan, dilakukan melalui pengisian kuisioner oleh

responden. Jika responden bukan seorang ahli, harus dipilih orang yang

mengenal dengan baik permasalahan. Kuantifikasi data yang bersifat kualitatif

menggunakan nilai skala komparasi 1 sampai 9 (Tabel 2).

Tabel 2 Skala banding secara berpasangan pada proses hirarki analitik

Intensitas

Pentingnya Definisi Penjelasan

1

Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar

pada sifat itu

3

Elemen yang satu sedikit lebih

penting ketimbang yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit

menyokong satu elemen atas yang

lainnya

5

Elemen yang satu esensial atau

sangat penting ketimbang elemen

yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan

kuat menyokong satu elemen atas elemen

yang lainnya

7

Satu elemen jelas lebih penting

dari elemen yang lainnya

Satu elemen dengan kuat disokong, dan

dominannya telah terlihat dalam praktek

9

Satu elemen mutlak lebih penting

ketimbang elemen lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu

atas yang lain memiliki tingkat

penegasan tertinggi yang mungkin

menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara di antara dua

pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua

pertimbangan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan

aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Sumber : Saaty (1993).

2. Matriks pendapat individu dengan simbol aij, merupakan pendapat dari hasil

komparasi berpasangan ke dalam formulasi pendapat individu membentuk

matriks n x n (Gambar 3).

C1 C2 • • Cn

C1 1 a12 • • a1n

C2 1/a12 1 • • •

• • • • • •

• • • • • •

Cn 1/a1n • • • 1

Gambar 3 Formulasi matriks pendapat individu (Saaty 1993).

Page 42: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

3. Matriks gabungan dengan simbol Gij, merupakan matriks pendapat gabungan

dan merupakan matriks baru yang elemen-elemen matriksnya berasal dari

rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu dengan rasio

inkonsistensi memenuhi syarat yaitu lebih kecil atau sama dengan 10%.

Formulasi rata-rata geometrik adalah :

Dimana :

Gij = variabel matriks pendapat gabungan baris ke-i dan kolom ke-j

(aij)k = variabel baris ke-i kolom ke-j dari matriks pendapat individu ke-i

k = indeks matriks pendapat individu ke-k yang memenuhi syarat

m = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi syarat

4. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas.

Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor

prioritas itu dengan bobot-bobot kriteria, dan menjumlahkan semua nilai

prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah

berikutnya, dan seterusnya.

5. Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki. Langkah ini dilakukan

dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang

bersangkutan dan menjumlahkan hasilnya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan

sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak, yang sesuai dengan

dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, setiap indeks

inkonsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang

bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio inkonsistensi ini harus bernilai

10% atau kurang.

m m

Gij = Π (aij) k k=1

Page 43: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan, yang berlangsung

dari bulan Nopember 2003 sampai dengan Juni 2005.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan empat bagian penelitian. Penelitian

pertama adalah analisis karakteristik ternak ruminansia, penelitian kedua adalah

inventarisasi produksi dan daya dukung limbah tanaman pangan, penelitian ketiga

adalah evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak

ruminansia, dan penelitian keempat adalah perumusan strategi pemanfaatan

limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Metode pelaksanaan masing-masing penelitian tersebut dijelaskan berikut ini.

Penelitian 1. Analisis Karakteristik Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik ternak

ruminansia meliputi laju pertumbuhan populasi, pemotongan dan produksi daging

ternak ruminansia, serta karakteristik ternak ruminansia meliputi jumlah dan

struktur populasi berdasarkan satuan ternak, tingkat kepadatan ternak, dan

keunggulan komparatif ternak ruminansia.

Sumber Data

Sumber data penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi

terkait yang meliputi data statistik tentang gambaran umum wilayah, sumberdaya

manusia (penduduk), potensi lahan dan penggunaannya, serta sumberdaya

tanaman pangan dan peternakan. Data pendukung lainnya berupa laporan studi

atau kajian dan berbagai sumber pustaka lainnya yang terkait dengan penelitian

ini.

Page 44: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Analisis Data

a. Keragaan Ternak Ruminansia

Untuk mengetahui peranan ternak ruminansia dalam pembangunan

peternakan di Sulawesi Selatan, dilakukan analisis keragaan ternak ruminansia

dalam lima tahun terakhir (1999-2003), dengan menghitung laju pertumbuhan

yaitu jumlah populasi ternak, jumlah pemotongan ternak, dan produksi ternak

(daging) masing-masing ternak ruminansia. Laju pertumbuhan dihitung menurut

rumus Riethmuller (1999), dengan rumus :

ln (y) = a + bt

Dimana :

y : keragaan ternak yaitu jumlah populasi ternak, jumlah

pemotongan ternak, dan produksi ternak (daging).

t : periode tahun (1999-2003).

b. Jumlah Populasi dan Satuan Ternak

Untuk perhitungan jumlah populasi ternak ruminansia berdasarkan umur

ternak digunakan nilai konversi (persentase) dari ternak anak, muda dan dewasa

terhadap populasi masing-masing ternak ruminansia yaitu sapi, kerbau, kambing

dan domba. Nilai persentase yang digunakan terlihat pada Tabel 3. Untuk

menghitung jumlah satuan ternak (ST) ruminansia untuk setiap jenis ternak,

dihitung populasi ternak berdasarkan struktur populasi (ekor) dikalikan dengan

nilai standar satuan ternak.

Tabel 3 Struktur populasi ternak dan standar satuan ternak menurut umur

dan jenis ternak

Persentase Ternak (%) Standar Satuan Ternak (ST) Jenis Ternak

Anak Muda Dewasa Anak Muda Dewasa

Sapi 16.99 26.68 56.33 0.25 0.60 1.00

Sapi perah 14.12 26.92 58.96 0.25 0.60 1.00

Kerbau 11.14 25.15 63.71 0.29 0.69 1.15

Kambing 10.92 14.23 74.85 0.04 0.08 0.16

Domba 3.19 14.28 82.53 0.04 0.07 0.14

Sumber : Dinas Peternakan Sulawesi Selatan (2004).

Page 45: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

c. Kepadatan Ternak

Kepadatan ternak dibedakan dalam tiga tipe kepadatan yaitu kepadatan

ekonomi, kepadatan usaha tani dan kepadatan wilayah (Ditjen Peternakan dan

Balitnak 1995).

1. Kepadatan ekonomi ternak diukur dari jumlah populasi (ST) dalam 1000

penduduk. Kriteria yang digunakan adalah untuk ruminansia dalam satuan

ternak yaitu sangat padat >300, padat >100-300, sedang 50-100, jarang <50.

2. Kepadatan usaha tani diukur dari jumlah populasi (ST) per hektar lahan usaha

tani (lahan sawah dan kebun). Kriteria yang digunakan yaitu untuk ternak

ruminansia untuk kategori sangat padat >2, padat >1-2, sedang 0.25-1.0 dan

jarang <0.25.

3. Kepadatan wilayah yaitu jumlah populasi (ST) per km2. Kriteria yang

digunakan adalah kategori sangat padat >50, padat >20-50, sedang 10-20 dan

jarang <10.

d. Keunggulan Komparatif Ternak Ruminansia

Untuk mengetahui perbandingan relatif antara kemampuan ternak

ruminansia di suatu kabupaten dengan kemampuan sektor yang sama pada tingkat

propinsi di gunakan analisis Location Quotient (LQ). Rumus menghitung LQ

menurut Ashari (2002) adalah :

Keterangan

Nilai LQ > 1

:

wilayah potensial sebagai pemasuk yang secara

komparatif memiliki keunggulan dibanding

wilayah lain (tinggi)

Xi® / X® LQ = ------------------ Xi(N) / X (N)

Dimana :

Xi® : populasi ternak ruminansia ke-i dalam kabupaten R

X® : populasi total ternak rumiansia dalam kabupaten R

Xi(N) : populasi ternak ruminansi ke-i dalam propinsi

X(N) : populasi total ternak ruminansi dalam propinsi

Page 46: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Penelitian 2. Inventarisasi Produksi dan Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi potensi limbah tanaman

pangan ditinjau dari segi kuantitas dan kualitasnya, serta daya dukung limbah

tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia.

Lokasi Penelitian

Berdasarkan distribusi curah hujan, di Sulawesi Selatan terdapat beberapa

tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, seperti terlihat pada Tabel

4. Sesuai tipe iklim tersebut di Sulawesi Selatan dikenal ada dua pola iklim yaitu

pola iklim Sektor Barat dan pola iklim Sektor Timur. Pola iklim Sektor Barat

curah hujan terbanyak pada bulan Oktober-Maret, dan pada waktu yang sama pola

iklim Sektor Timur yang meliputi daerah di pantai timur terjadi musim kemarau.

Dilain pihak, pola iklim Sektor Timur curah hujan terbanyak pada bulan April-

September dan pada saat yang sama daerah pola iklim pantai barat mengalami

musim kemarau (Balittan Maros 1992).

Tabel 4 Tipe iklim Sulawesi Selatan menurut Schmidt dan Fergusson

Tipe Iklim Bulan Kering Lokasi/Daerah

A 1½ bulan Mamuju, sebagian Polmas, Luwu, Majene, Enrekang

B 1½ - 3 bulan Tator, Wajo, Bone, sebagian Majene, Polmas,

Enrekang, Luwu, Pinrang, Soppeng, Maros, Sinjai,

Gowa, Bantaeng, Bulukumba

C 3- 4½ bulan Sidrap, Barru, Pare-Pare, Pangkep, Selayar, sebagian Majene, Polmas, Pinrang, Soppeng,

Maros, Sinjai, Gowa, Bantaeng, Bulukumba

D 4½ - 6 bulan Makassar, Takalar, sebagian Maros, Gowa,

Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba

E 6 bulan Sebagian Jeneponto, Bulukumba, Bantaeng

Sumber : Balittan Maros (1992).

Perbedaan pola iklim antara Sektor Barat dan Timur menjadikan Sulawesi

Selatan secara keseluruhan tidak mengalami masa paceklik karena musim tanam

khususnya tanaman pangan dapat dilakukan sepanjang tahun secara bergantian

Page 47: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

pada Sektor Barat dan Timur. Daerah-daerah yang termasuk Sektor Barat adalah

Kabupaten Jeneponto, Takalar, Gowa, Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Pare-

Pare, Enrekang, Polmas, Tator, Majene, Mamuju dan Majene. Kabupaten yang

termasuk Sektor Timur adalah Luwu, Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba,

Bantaeng, Sidrap, Pinrang dan Selayar (Balittan Maros 1992).

Perbedaan pola iklim Sektor Barat dan Timur mempengaruhi musim dan

pola tanam tanaman pangan, sehingga penentuan lokasi penelitian mengacu pada

pola iklim tersebut. Penentuan lokasi penelitian untuk wilayah kabupaten dan

kecamatan secara purposive sampling, serta penentuan dua desa masing-masing

kecamatan secara random sampling (Mantra dan Kasto 1995). Lokasi penelitian

yang dipilih sebagai berikut.

(a) Sektor Barat adalah kabupaten Polmas (Kecamatan Wonomulyo dan

Tinambung) dan kabupaten Barru (Kecamatan Tanete Riaja dan

Soppeng Riaja)

(b) Sektor Timur adalah kabupaten Wajo (Kecamatan Tanasitolo dan

Sabbangparu) dan Kabupaten Bantaeng (Kecamatan Pajukukang dan

Bissappu).

Peta wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten lokasi penelitian

diperlihatkan pada Gambar 4.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data sekunder

yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini diperoleh dari instansi terkait yaitu

Dinas Peternakan, Dinas Tanaman Pangan, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah, dan Badan Pusat Statistik. Data primer diperoleh dengan metode

pengumpulan data sebagai berikut.

a. Survei Produksi Limbah Tanaman Pangan

Untuk mengetahui produksi limbah tanaman pangan dilakukan survei

pada setiap lokasi (dua desa per kecamatan) dengan dua kali ulangan pada setiap

komoditi tanaman pangan. Produksi limbah tanaman pangan diketahui dengan

menggunakan cuplikan (ubinan) untuk setiap komoditi tanaman pangan yaitu

Page 48: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

padi, jagung, kacang tanah, kacang kedelai, ubi jalar, ubi kayu, kacang hijau yang

sedang panen atau siap panen.

Gambar 4 Peta Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten lokasi penelitian.

Page 49: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Menurut Chinh dan Viet Ly (2001), pengambilan cuplikan untuk

mengetahui produksi limbah tanaman pangan menggunakan cuplikan (ubinan)

dengan ukuran 5 x 5 meter (25m2) dengan dua ulangan. Setiap cuplikan

dilakukan pencatatan data seperti terlihat pada Lampiran 1.

Setiap komoditi tanaman pangan (padi, jagung, kacang tanah, kacang

kedelai, ubi jalar, ubi kayu, kacang hijau) yang dilakukan pengubinan, limbahnya

dikumpulkan dan ditimbang bobot segarnya sehingga diketahui produksi masing-

masing limbah tanaman pangan (kg/25m2). Selanjutnya diambil sampel dalam

keadaan segar dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC, lalu ditimbang untuk

mengetahui bobot kering. Perbedaan bobot kering dan segar sampel sebagai

persentase bobot air. Sampel kering udara digiling untuk analisa kimia untuk

mengetahui kualitas limbah tanaman pangan.

b. Kualitas Limbah Tanaman Pangan

Untuk mengetahui kualitas masing-masing limbah tanaman pangan,

dilakukan analisis proksimat meliputi bahan kering, serat kasar, lemak kasar,

protein kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen dan abu. Analisis kimia dilakukan di

Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNHAS, Makassar.

Prosedur analisis dilakukan berdasarkan AOAC (1990), seperti diuraikan berikut

ini.

Kadar Air

Untuk menentuan kadar air terlebih dahulu botol timbang dikeringkan

selama kira-kira satu jam dalam oven pada suhu 105oC, kemudian didinginkan

dalam eksikator/desikator selama 15 menit dan ditimbang (x). Sebanyak kurang

lebih 5 gram sampel (y) ditimbang dan dimasukkan dalam botol timbang,

selanjutnya dimasukkan dalam oven pada suhu 105oC selama 4-6 jam. Kemudian

didinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu ditimbang (z).

Penentuan kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

( x + y – z )

Kadar air (%) = --------------- x 100%

y

Bahan kering (%) = 100% - kadar air

Page 50: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Kadar Abu

Abu ditetapkan berdasarkan pembakaran contoh dalam tanur pada suhu

400-600 oC selama enam jam sehingga semua zat organik akan menguap.

Penetapan kadar abu dilakukan dengan prosedur terlebih dahulu cawan porselen

dicuci bersih dengan air dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama

satu jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang

(x).

Sejumlah sampel ditimbang dengan bobot kira-kira 5 gram (y) dan

dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan beserta isinya diatas nyala

pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian dimasukkan dalam tanur

listrik untuk dibakar/diabukan pada suhu 400-600 oC. Setelah abu menjadi putih

seluruhnya didinginkan dalam eksikator. Setelah satu jam sampel ditimbang

kembali (z). Penentuan kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus :

( z – x )

Kadar abu (%) = --------------- x 100%

y

Bahan organik (%) = (bahan kering – abu) %

Kadar Protein Kasar

Prosedur penentuan kadar protein kasar dilakukan dalam tiga tahapan.

Tahap destruksi ; kira-kira 0.2 gram sampel (x) ditimbang dan dimasukkan ke

dalam labu destruksi atau labu Kjeldahl dan ditambahkan katalis (3 sendok teh

campuran selen) dan 20 ml H2SO4 pekat teknis. Kemudian dicampur dengan cara

menggoyang-goyangkan labu tersebut. Campuran tersebut dipanaskan di atas

nyala api pembakar bunsen mulai dengan api kecil di dalam kamar asam (ruang

asam) sampai tidak berbuih dan nyala api bunsen dibesarkan. Sampel terus

dipanaskan (didestruksi) hingga larutan menjadi jernih dan berwarna hijau

kekuning-kuningan dan kemudian didinginkan.

Tahap destilasi ; setelah labu destruksi didinginkan, larutan dimasukkan ke

dalam labu penyuling/destilasi yang telah diisi dengan batu didih dan diencerkan

dengan aquades sebanyak 300 ml. Setelah dipasangkan pada rak destilasi

ditambahkan ± 90 ml NaOH 33 %, lalu labu dihubungkan dengan pipa destilasi.

Hasil destilasi berupa NH3 dan air, ditangkap dengan erlenmeyer yang telah diisi

Page 51: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

dengan 10 ml H2SO4 0.3 N dan 2 tetes indikator campuran merah metil (MM)

dan biru metil (BM). Proses destilasi dilakukan hingga semua N yang ada dalam

labu telah tertangkap oleh H2SO4, dan proses destilasi berakhir setelah ada letupan

pada labu destilasi.

Tahap titrasi ; labu erlenmeyer yang berisi hasil sulingan diambil dan

kelebihan H2SO4 0.3 N dititar dengan larutan NaOH 0.3 N. Proses titrasi

dihentikan setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan

titik akhir titrasi. Volume NaOH dicatat sebagai (z) ml. Kemudian dikerjakan

blanko dengan prosedur yang sama tetapi tanpa sampel (y) ml.

Penentuan kadar protein kasar dihitung dengan menggunakan rumus :

( y–z ) x titar NaOH x 0.014 x 6.25

Kadar protein kasar (%) = ----------------------------------------- x

100%

x

Keterangan :

y = ml NaOH untuk penitar blanko

z = ml NaOH untuk titar sampel

titar NaOH = konsentrasi NaOH

= normalitas NaOH

x = bobot sampel (gr)

Kadar Lemak Kasar

Labu penyari yang diisi beberapa butir batu didih dikeringkan dalam alat

pengering/oven pada suhu 100-105oC selama 1 jam. Didinginkan dalam eksikator

selama kurang lebih satu jam dan ditimbang (a gram). Sampel ditimbang kira-

kira 1-2 gram (x gram) dan dimasukkan dalam selongsong penyari yang terbuat

dari kertas saring ditutup dengan kapas bebas lemak. Selongsong penyari

dimasukkan ke dalam alat soxlet dan diekstraksi dengan 50 ml petrolium benzen

di atas penangas air pada water bath selama 24-48 jam sampai larutan petrolium

benzen di dalam soklet menjadi jernih.

Selanjutnya labu penyari disulingkan atau dikeringkan dan dibuka serta

ditiup kompresor. Labu penyari dalam alat pengering oven dengan suhu 105oC

selama satu jam lalu dikeringkan dalam eksikator selama satu jam dan ditimbang

(b gram).

Page 52: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Penentuan kadar lemak kasar dihitung dengan menggunakan rumus :

( b – a )

Kadar lemak kasar (%) = --------------- x 100%

x

Kadar Serat Kasar

Sebanyak kira-kira 0.5-1 gram sampel ditimbang (x gram), dimasukkan ke

dalam gelas piala 600 ml dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3 N lalu dipanaskan di

atas pemanas listrik selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 25 ml NaOH 1.5

N dan terus dimasak selama 30 menit. Cairan disaring melalui kertas saring yang

bobotnya telah diketahui (a gram) serta sudah dikeringkan dalam alat pengering

pada suhu 105-110oC selama satu jam, kemudian dimasukkan ke dalam corong

Buchner. Penyaringan dilakukan dalam labu penghisap yang dihubungkan dengan

pompa vakum.

Selama penyaringan endapan dicuci berturut-turut dengan aquades panas

secukupnya, 50 ml H2SO4 0.3 N, aquades panas secukupnya dan terakhir dengan

25 ml acetone. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselen

dan dikeringkan selama satu jam dalam oven pada suhu 105oC, kemudian

didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (b gram). Selanjutnya cawan porselen

serta isinya dibakar atau diabukan dalam tanur listrik pada suhu 400-600 oC

sampai abu menjadi putih seluruhnya, kemudian diangkat dan didinginkan dalam

eksikator dan ditimbang (c gram).

Penentuan kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus :

( b – c - a )

Kadar serat kasar (%) = ------------------- x 100%

x

Keterangan :

x = bobot contoh

a = bobot kertas saring

b = bobot kertas saring + sampel setelah dioven

c = bobot kertas saring + sampel setelah ditanur

Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

Penentuan kadar BETN dilakukan dengan cara pengurangan angka 100 %

dengan persen abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar.

BETN (%) = 100 % - (abu + protein kasar + lemak kasar + serat kasar)

Page 53: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Analisis Data

Data hasil survei produksi limbah tanaman pangan dan analisis kualitas

limbah tanaman pangan dianalisis secara statistik deskriptif (Mattjik dan

Sumertajaya 2000) dengan tabulasi data, konversi data, rataan data dan diolah

dengan menggunakan bantuan SPSS versi 12.0.1.

a. Produksi Limbah Tanaman Pangan

Produksi limbah tanaman pangan dihitung berdasarkan produksi segar,

produksi kering, produksi bahan kering (BK), produksi protein kasar (PK), dan

produksi total digestible nutrient (TDN). TDN dihitung menggunakan persamaan

sumatif Harris et al. (1972) berdasarkan kandungan proksimat masing-masing

limbah tanaman pangan, dengan rumus sebagai berikut.

% TDN = 92.464-3.338(SK)-6.945(LK)-0.726(BETN)+1.115(PK)

+0.031(SK)2-0.133(LK)

2+0.036(SK)(BETN)+0.207(LK)

(BETN)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK)

Keterangan :

SK (serat kasar), LK (lemak kasar), BETN (bahan ekstrak

tanpa nitrogen), PK (protein kasar)

Berdasarkan data luas areal panen (ha) di Sulawesi Selatan tahun 2003,

dilakukan perhitungan produksi masing-masing limbah tanaman pangan sebagai

berikut.

Total produksi segar = produksi segar (ton/ha) x luas areal

panen (ha)

Total produksi kering = produksi kering (ton/ha) x luas areal

panen (ha)

Total produksi BK = produksi bahan kering (ton/ha) x luas

areal panen(ha)

Total produksi PK = total produksi BK x kandungan PK (%)

Total produksi TDN = total produksi BK x kandungan TDN (%)

b. Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP) Limbah Tanaman Pangan

Indeks konsentrasi produksi pakan limbah tanaman pangan memberikan

gambaran tentang konsentrasi produksi masing-masing limbah tanaman pangan

Page 54: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

berdasarkan produksi bahan kering di setiap wilayah (kabupaten). IKPP dihitung

menggunakan rumus :

Produksi Limbah Tanaman Pangan Kabupaten

IKPP = ---------------------------------------------------------------------

Rata-rata Produksi Limbah Tanaman Pangan Propinsi

Wilayah kabupaten dengan IKPP ≥ 1.0 merupakan wilayah yang memiliki

keunggulan produksi dengan kategori produksi tinggi pada jenis limbah tanaman

tertentu dibanding wilayah lainnya. Wilayah kabupaten dengan IKPP 0.5 - <1,0

adalah produksi sedang dan wilayah kabupaten dengan IKPP < 0.5 adalah

kategori produksi rendah.

c. Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan

Daya dukung limbah tanaman pangan adalah kemampuan suatu wilayah

menghasilkan pakan berupa limbah tanaman pangan tanpa melalui pengolahan,

dan dapat menyediakan pakan untuk menampung sejumlah populasi ternak

ruminansia. Dalam menghitung daya dukung limbah tanaman pangan digunakan

beberapa asumsi kebutuhan pakan ternak ruminansia. Asumsi yang digunakan

yaitu bahwa satu satuan ternak (1 ST) ternak ruminansia rata-rata membutuhkan

bahan kering (BK) adalah 6.25 kg/hari (NRC 1984), kebutuhan protein kasar

adalah 0.66 kg/hari dan kebutuhan total digestible nutrient (TDN) adalah 4.3

kg/hari (Ditjen Peternakan dan Fapet UGM 1982).

Daya dukung limbah tanaman pangan (DDLTP) dihitung dengan

menggunakan rumus berikut ini.

Produksi BK (ton/tahun)

DDLTP berdasar BK = -------------------------------------------------

Kebutuhan BK 1 ST (ton/tahun)

Produksi PK (ton/tahun)

DDLTP berdasar PK = -------------------------------------------------

Kebutuhan PK 1 ST (ton/tahun)

Produksi TDN (ton/tahun)

DDLTP berdasar TDN = -------------------------------------------------

Kebutuhan TDN 1 ST (ton/tahun)

Page 55: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

d. Indeks Daya Dukung Pakan (IDDP) Limbah Tanaman Pangan

Indeks daya dukung pakan adalah nisbah antara jumlah pakan limbah

tanaman pangan yang tersedia (ST) dengan jumlah populasi ternak ruminasia (ST)

yang ada disuatu wilayah. Berdasarkan nilai rata-rata IDDP dan standar deviasi

(SD) maka wilayah dapat dikelompokkan berdasarkan tiga kategori indeks yaitu

kategori daya dukung rendah, sedang dan tinggi.

Dasar penentuan ketegori adalah sebagai berikut.

1) Kategori daya dukung rendah adalah kurang dari nilai rata-rata IDDP

minus standar deviasi ( < rata-rata – SD )

2) Kategori daya dukung sedang adalah nilai IDDP yang berada pada kisaran

antara nilai rata-rata IDDP minus standar deviasi sampai dengan nilai

rata-rata IDDP plus standar deviasi ( rata-rata – SD sampai rata-rata + SD)

3) Kategori daya dukung tinggi adalah lebih tinggi dari nilai rata-rata IDDP

plus standar deviasi ( > rata-rata + SD ).

e. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

Nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia di suatu

kabupaten dihitung sebagai selisih antara daya dukung pakan limbah tanaman

pangan dengan jumlah ternak ruminansia yang ada. Nilai persentase KPPTR

dihitung dengan rumus :

KPPTR (ST) masing-masing kabupaten

KPPTR (%) = -------------------------------------------------- x 100

KPPTR (ST) propinsi

Penelitian 3. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik

peternak, aspek manajemen pakan ternak dan mengevaluasi pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia.

Page 56: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada lokasi yang sama dengan penelitian

sebelumnya (penelitian 2), dengan pertimbangan pemilihan lokasi berdasarkan

kepadatan ternak wilayah. Kepadatan ternak wilayah dihitung menurut Ditjen

Peternakan dan Balitnak (1995), dengan hasil perhitungan seperti terlihat pada

Tabel 5. Kabupaten sebagai lokasi terpilih adalah Kabupaten Bantaeng dan Barru

mewakili wilayah dengan kepadatan ternak ruminasia dalam kategori padat, dan

Kabupaten Wajo dan Polmas mewakili wilayah dengan kepadatan ternak

ruminansia dengan kategori sedang/jarang.

Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan metode survei dengan melakukan wawancara

kepada peternak (responden) menggunakan bantuan kuisioner terstruktur dengan

jawaban terbuka dan tertutup (Lampiran 2). Jumlah petani peternak yang terlibat

dalam penelitian sebagai responden adalah sebesar 10% dari total jumlah peternak

di setiap lokasi penelitian (desa) secara acak (random sampling) menurut Mantra

dan Kasto (1995). Jumlah peternak sebagai responden adalah 396 peternak, dan

untuk masing-masing lokasi penelitian adalah Kabupaten Bantaeng 95 responden,

Kabupaten Wajo 96 responden, Kabupaten Polmas 100 responden, dan Kabupaten

Barru 105 responden. Untuk menggali informasi lebih mendalam dilakukan focus

group discussion dengan peternak. Disamping itu dilakukan pula wawancara

secara mendalam (indepth study) kepada beberapa informan kunci.

Data primer yang digali dari peternak responden meliputi karakteristik

responden yaitu umur, pendidikan, pengalaman beternak; aspek manajemen pakan

yaitu sistem pemberian pakan, jenis pakan, penggunaan pakan tambahan,

penyediaan pakan ; dan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan, serta

penggunaan terknologi pakan.

Analisis Data

Data hasil survei evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai

pakan ternak ruminansia dianalisis secara statistik deskriptif (Mattjik dan

Sumertajaya 2000) dengan tabulasi data, konversi data, rataan data dan diolah

dengan menggunakan bantuan SPSS versi 12.0.1.

Page 57: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 5 Kepadatan ternak wilayah ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

Kabupaten

Luas Wilayah

(km2)

Populasi Ternak

Ruminansia (ST)

Ternak

Ruminansia (ST/km2)

Selayar 903.35 24 516 27.14

Bulukumba 1 154.67 56 375 48.82

Bantaeng 395.63 25 015 63.22

Jeneponto 737.64 27 085 36.71

Takalar 566.51 19 266 34.00

Gowa 1 883.32 66 350 35.23

Sinjai 819.96 29 685 36.20

Bone 4 559.00 101 199 22.20

Maros 1 619.12 41 347 25.54

Pangkep 1 112.29 31 934 28.71

Barru 1 174.71 26 128 22.24

Soppeng 1 359.44 14 492 10.66

Wajo 2 506.19 20 495 8.18

Sidrap 1 883.25 22 835 12.13

Pinrang 1 961 77 31 092 15.85

Enrekang 1 786.01 30 950 17.33

Luwu 2 731.49 12 425 4.55

Tator 3 205.77 25 940 8.09

Polmas 4 781.53 31 584 6.61

Majene 947.84 19 607 20.69

Mamuju 11 057.81 57 775 5.22

Makassar 175.77 2 223 12.65

Pare-Pare 99.33 2 323 23.38

Luwu Utara 14 963.74 18 660 1.24

Keterangan : Kategori Kepadatan ternak wilayah menurut Ditjen Peternakan dan

Balitnak (1995) untuk :ternak ruminansia (ST/km2) >20 padat,

<20 sedang/jarang

Page 58: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Penelitian 4. Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk merumuskan strategi pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari hasil penelitian 1, 2 dan 3, serta wawancara dengan unsur

pelaku (stakeholder) bidang peternakan yang terkait dengan penelitian ini. Unsur

pelaku mewakili berbagai unsur yaitu birokrasi (BAPPEDA, Dinas Peternakan),

praktisi (peternak/pengusaha), dan akademisi atau peneliti (dosen perguruan tinggi

dan peneliti lembaga litbang). Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan

berbagai sumber kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini.

Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh untuk perumusan strategi adalah data kualitatif dan

kuantitatif yang kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode

pengolahan data sebagai berikut.

1. Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis strategi pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan,

dengan menggunakan matriks sebagai alat analisisnya.

2. Proses Hirarki Analitik (PHA) digunakan dalam mengidentifikasi dan

melakukan pembobotan terhadap faktor-faktor eksternal dan internal yang

terkait dengan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan

ternak ruminansia. Penyelesaian PHA dilakukan dengan menggunakan

Criterium Decision Plus.

Metode Perumusan Strategi

Metode perumusan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai

sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan, mengacu kepada tahapan-

tahapan teknik perumusan strategi (analisis SWOT) yang dikembangkan oleh

David (2001), dengan alur pelaksanaan seperti terlihat pada Gambar 5.

Page 59: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Pendapat

Pakar, Penelitian

sebelumnya,

Studi literatur

Identifikasi Faktor

Internal (kekuatan

dan kelemahan)

Identifikasi Faktor

Eksternal (peluang

dan ancaman)

Nilai Kekuatan

dan Kelemahan

Nilai Peluang

dan Ancaman

Pendapat

pakar dan

AHP

Pendapat

pakar dan

AHP

Analisis Faktor Eksternal dan Internal Matriks IFE Matriks EFE

Formulasi

Alternatif Strategi Pendapat

Pakar

Pemilihan Alternatif Strategi Pemanfaatan

Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber

Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan

Pendapat

pakar

QSPM

Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak

Ruminansia di Sulawesi Selatan

Selesai

1

2

3

Alternatif Strategi Pemanfaatan Limbah

Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan

Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan

Matriks SWOT

Keterangan : 1 tahap input, 2 tahap pencocokan, 3 tahap keputusan

Gambar 5 Alur pelaksanaan perumusan strategi pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi

Selatan.

Pendapat

Pakar, Penelitian

sebelumnya,

Studi literatur

Mulai

Page 60: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

1. Tahap Input (The Input Stage)

Dalam tahap input digunakan matriks evaluasi faktor eksternal -EFE

(Tabel 6) dan matriks evaluasi faktor internal-IFE (Tabel 7). Matriks EFE dan IFE

diolah dengan menggunakan beberapa langkah analisis seperti dipaparkan di

bawah ini.

(a) Identifikasi Faktor-faktor Eksternal dan Internal

Langkah awal yang dilakukan adalah menjaring informasi dan

mengidentifikasi faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan internal

(kekuatan dan kelemahan) yang berhubungan dengan pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia dengan melakukan

diskusi dan wawancara menggunakan kuisioner kepada unsusr pelaku atau pakar

(Lampiran 3). Hasil identifikasi dan analisis kedua faktor-faktor di atas dan

menjadi faktor penentu eksternal dan internal yang selanjutnya diberikan bobot

dan peringkat (rating).

(b) Penentuan Bobot dan Peringkat

Penentuan bobot dan peringkat menggunakan kuisioner (Lampiran 4)

dengan jalan mengajukan identifikasi faktor eksternal dan internal (point (a) )

kepada pihak pakar. Metode yang digunakan dalam pembobotan adalah proses

hirarki analitik dengan melakukan penilaian perbandingan berpasangan terhadap

faktor eksternal dan internal sesuai dengan judgement menggunakan skala

banding secara berpasangan (Saaty 1993), untuk menghasilkan bobot setiap

faktor-faktor eksternal dan internal. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian

diolah untuk menentukan bobot relatif dari seluruh faktor.

Untuk penentuan peringkat (rating) faktor eksternal digunakan skala nilai

peringkat yaitu : 1 = rendah (kurang), 2 = sedang (rata-rata), 3 = tinggi (diatas

rata-rata), 4 = sangat tinggi (superior). Pemberian nilai peringkat untuk peluang

adalah untuk peluang yang semakin besar diberi nilai 4, tetapi jika peluangnya

kecil diberi rating 1. Sebaliknya, jika ancamannya sangat besar diberi nilai 1, dan

jika ancamannya sedikit diberi nilai 4. Pemberian peringkat untuk faktor internal

digunakan skala nilai peringkat yaitu : 1 = sangat lemah, 2 = lemah, 3 = kuat, 4 =

sangat kuat. Nilai peringkat untuk kekuatan yang besar di beri nilai 4, sebaliknya

kelemahannya besar diberi nilai 1.

Page 61: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 6 Contoh matriks evaluasi faktor eksternal - EFE

Faktor-faktor Ekternal Bobot Peringkat

(rating)

Skor

(bobot x rating)

Peluang

1

2

3

ke-n

Ancaman

1

2

3

ke-n Jumlah

Sumber : David (2001).

Tabel 7 Contoh matriks evaluasi faktor internal - IFE

Faktor-faktor Internal Bobot Peringkat

(rating)

Skor

(bobot x rating)

Kekuatan

1

2

3

ke-n

Kelemahan

1

2

3 ke-n Jumlah

Sumber : David (2001).

(c) Nilai Bobot x Peringkat

Setelah diperoleh bobot dan peringkat masing-masing faktor eksternal dan

internal, selanjutnya nilai pembobotan dikalikan dengan peringkat sehingga

diperoleh skor setiap faktor. Semua skor dijumlahkan secara vertikal untuk

mendapatkan skor total yang berkisar 1 sampai 4. Total skor matriks EFE dan IFE

dikelompokkan dalam kuat (3.0-4.0) berarti respon kuat terhadap

peluang/kekuatan dan ancaman/kelemahan, rata-rata (2.0-2.99) dan lemah (1.0-

1.99).

Page 62: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

2. Tahap Pencocokan (The Matching Stage)

Tahap pencocokan difokuskan pada menghasilkan alternatif strategi yang

layak dengan memadukan faktor eksternal dan internal hasil dari tahap input

(matriks EFE dan IFE). Alat analisis dalam tahapan ini digunakan Matriks

SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats). Matriks ini memadukan

peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki untuk menghasilkan alternatif strategi, yaitu strategi SO,

strategi WO, strategi WT dan strategi ST.

Skema matriks SWOT terdiri sembilan sel, terdapat empat sel faktor

utama (eksternal dan internal), empat sel strategi, dan satu sel yang selalu

dibiarkan kosong (Gambar 6). Langkah penyusunan matriks SWOT, seperti

dipaparkan di bawah ini.

KEKUATAN

(Strengths - S) 1.

2.

3.

ke-n (diperoleh dari matriks EFE)

KELEMAHAN (Weakness - W)

1.

2.

3. ke-n

(diperoleh dari matriks EFE)

PELUANG (Opportunities - O)

1.

2.

3.

ke-n (diperoleh dari matriks IFE)

STRATEGI - SO

Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan

peluang

STRATEGI - WO

Ciptakan strategi yang

meminimalkan kelemahan

untuk memanfaatkan

peluang

ANCAMAN (Threats - T)

1.

2.

3.

ke-n (diperoleh dari matriks IFE)

STRATEGI - ST

Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk mengatasi ancaman

STRATEGI - WT

Ciptakan strategi yang

meminimalkan kelemahan

untuk mengatasi ancaman

Sumber : David (2001)

Gambar 6 Illustrasi skema matriks SWOT.

Page 63: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

(a) Masing-masing faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan

dan kelemahan) dari matriks EFE dan IFE didaftar/dimasukkan dalam matriks

SWOT

(b) Dengan melakukan diskusi mendalam dengan pakar, dilakukan pencocokan

antara faktor eksternal dan internal untuk menghasilkan dan merumuskan

beberapa alternatif strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai

sumber pakan di Sulawesi Selatan.

• pencocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal (strategi SO)

• pencocokan kelemahan internal dengan peluang eksternal (strategi WO)

• pencocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal (strategi ST)

• pencocokan kelemahan internal dengan ancaman eksternal (strategi WT)

3. Tahap Keputusan (The Decision Stage)

Tahap keputusan adalah tahap untuk menentukan alternatif strategi mana

yang layak dan terbaik, dengan alat analisis Quantitative Strategies Planning

Matrix (QSPM) atau Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif. QSPM

menggunakan hasil analisis tahap input dan tahap pencocokan. Format dasar

QSPM diperlihatkan pada Tabel 8.

Komponen utama QSPM adalah a) faktor-faktor kunci, b) alternatif

strategi, c) bobot, d) nilai daya tarik (Attractiveness Score-AS), e) total nilai daya

tarik (Total Attractiveness Score-TAS), dan f) jumlah total nilai daya tarik (Sum

Total Attractiveness Score). Nilai daya tarik diperoleh dengan menentukan nilai

numerik yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi dalam alternatif

set tertentu. Nilai daya tarik diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan

daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi yang lain. Dilain pihak, total nilai

daya tarik adalah nilai yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi

alternatif yang mempertimbangkan dampak dari faktor eksternal atau internal di

baris tersebut. Semakin tinggi total nilai daya tarik maka semakin menarik

alternatif strategi tersebut.

Langkah-langkah yang diperlukan dalam mengembangkan QSPM untuk

menghasilkan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan

ternak ruminansia. di Sulawesi Selatan seperti dipaparkan berikut ini.

Page 64: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 8 Contoh matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM)

Alternatif Strategi

Strategi ke-1 Strategi ke- 2 Strategi ke-n Faktor-faktor

Ekternal dan Internal Bobot

AS TAS AS TAS AS TAS

Peluang 1 2 3 ke-n Ancaman 1 2 3 ke-n Kekuatan 1 2 3 ke-n 1 2 3 ke-n Total Nilai Daya Tarik

Keterangan : AS = Nilai daya tarik (Attractiveness Score)

TAS = Total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score)

Sumber : David (2001).

Langkah 1.

Mendaftar peluang/ancaman faktor eksternal dan

kekuatan/kelemahan faktor internal dalam QSPM. Informasi ini

diambil dari matriks EFE dan IFE.

Langkah 2. Memberikan bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal.

Bobot ini identik dengan yang dipakai dalam matriks EFE dan

IFE.

Langkah 3. Memeriksa dan mengidentifikasi alternatif strategi yang akan

dianalisis berdasarkan hasil matriks SWOT, dan memasukkan

dalam QSPM.

Langkah 4. Menetapkan nilai daya tarik relatif (AS). Nilai daya tarik

ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor eksternal dan internal

satu per satu, apakah faktor tersebut mempengaruhi alternatif

Page 65: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

strategi pilihan yang akan dibuat. Penentuan nilai daya tarik

dilakukan oleh pakar dengan bantuan kuisioner (Lampiran 5).

Nilai daya tarik adalah : 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 =

cukup menarik, dan 4 = sangat menarik.

Langkah 5. Menghitung total nilai daya tarik (TAS). TAS ditetapkan

sebagai hasil perkalian bobot (langkah 2) dengan nilai daya tarik

(langkah 4) dalam setiap baris.

Langkah 6. Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menjumlahkan total

nilai daya tarik (TAS) dalam setiap kolom alternatif strategi

QSPM. Dari beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS dari

alternatif strategi yang tertinggi menjadi pilihan utama,

sebaliknya nilai TAS terkecil menunjukkan bahwa alternatif

strategi itu menjadi pilihan terakhir. Semakin tinggi nilai yang

diperoleh menunjukkan strategi itu semakin menarik dan menjadi

prioritas, dan telah mempertimbangkan semua faktor eksternal

dan internal yang dapat mempengaruhi keputusan strategi dalam

pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan

ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Page 66: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Propinsi Sulawesi Selatan

Letak Geografis dan Luas Wilayah

Sulawesi Selatan mencakup jazirah selatan pulau Sulawesi dan pulau-

pulau sekitarnya, yang secara geografis terletak antara 0o.12’ - 8

o lintang selatan,

serta antara 116o.48’ – 112

o.36’ bujur timur. Batas-batas wilayah dengan sebelah

Utara dan Selatan yaitu Sulawesi Tengah dan Laut Flores, sebelah Barat adalah

Selat Makasar dan Sebelah Timur adalah Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara.

(BPS Sul Sel 2004).

Luas wilayah Sulawesi Selatan adalah 62 362.55 km2 atau sekitar 42%

dari luas pulau Sulawesi serta mencakup gugusan kepulauan di Laut Flores, Selat

Makassar dan Teluk Bone, terbagi menjadi 22 kabupaten dan dua kota dengan 268

kecamatan dan 3 084 desa dan kelurahan dengan rincian 2 154 desa dan 662

kelurahan. Kabupaten Luwu Utara dan Mamuju merupakan dua kabupaten terluas

dengan luas masing-masing 14 788.96 km2 dan 11 057.81 km

2 atau luas dua

kabupaten tersebut merupakan 41.44% dari seluruh wilayah Sulawesi Selatan

(Tabel 9). Posisi Sulawesi Selatan sangat strategis karena terletak di pusat

kepulauan Indonesia yang secara ekonomi memiliki keunggulan komparatif,

karena Selat Makassar merupakan jalan utama pelayaran internasional.

Tanah dan Topografi

Keadaan topografi wilayah Sulawesi Selatan bervariasi dari dataran rendah

yang terdapat di sisi barat dan timur, dan dataran tinggi terdapat di bagian tengah

sekitar 59% dari wilayah Sulawesi Selatan (38 932 km2) dengan ketinggian

500-1 000 meter di atas permukaan laut dan sekitar 22% (14 000 km2) berada

pada ketinggian lebih dari 1 000 meter di atas permukaan laut (BPS Sul Sel 2004).

Berdasarkan persentase kemiringan lahan, daerah dengan lahan datar dan

landai masing-masing 43% dan 6% dari luas wilayah yang terdapat di bagian

selatan terutama di Kabupaten Wajo, Bone, Barru, Sidrap, Soppeng, Pangkep,

Bulukumba, Jeneponto dan Takalar, sedangkan daerah bergelombang, berbukit

sampai bergunung dengan kemiringan agak curam, curam dan sangat curam

Page 67: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

masing-masing 17%, 16% dan 19%. Daerah seperti ini terdapat di Kabupaten

Majene, Polmas, Tana Toraja, Pinrang, bagian timur Mamuju, dan bagian utara

Luwu.

Tabel 9 Luas wilayah dan jumlah kecamatan, desa/kelurahan menurut

kabupaten/kota di Sulawesi Selatan

Luas Wilayah Jumlah Wilayah Administratif

Desa dan Kelurahan Kabupaten (km2) % Kec

Desa Kel Jumlah

Selayar 903.35 1.45 9 65 7 81

Bulukumba 1 154.67 1.85 10 98 27 135

Bantaeng 395.83 0.63 6 45 21 72

Jeneponto 737.64 1.18 9 84 27 120

Takalar 566.51 0.91 7 55 18 80

Gowa 1 883.32 3.02 12 115 36 163

Sinjai 819.96 1.31 9 61 14 84

Maros 1 619.96 2.60 14 80 23 117

Pangkep 1 112.29 1.78 12 66 36 114

Barru 1 174.71 1.88 7 40 14 61

Bone 4 559.00 7.31 27 333 39 399

Soppeng 1 359.44 2.18 6 48 21 75

Wajo 2 506.20 4.02 14 128 48 190

Sidrap 1 883.25 3.02 11 66 38 115

Pinrang 1 961.77 3.15 12 68 36 116

Enrekang 1 766.01 2.83 9 96 12 117

Luwu 2 901.63 4.65 13 177 15 205

Tator 3 205.77 5.14 15 116 25 156

Polmas 4 781.53 7.67 15 111 19 145

Majene 947.84 1.52 4 21 14 39

Mamuju 11 057.81 17.73 19 110 8 137

Luwu Utara 14 788.96 23.71 11 171 0 182

Makassar 175.77 0.28 14 0 143 157

Parepare 99.33 0.16 3 0 21 24

Jumlah 62 362.55 268 2 154 662 3 084

Sumber : BPS Sul Sel (2004)

Page 68: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tanah yang terdapat di Sulawesi Selatan terdiri atas empat jenis sebagai

berikut.

1. Tanah latosol, terdapat di daerah Bone, Soppeng, Maros, Takalar,

Jeneponto, Bantaeng, Barru, Pangkep, Bulukumba, Majene dan

Mamuju.

2. Tanah alluvial dan glay, terdapat di daerah Pangkep, Maros, Barru,

Pinrang, Sidrap, Wajo, Bone, Polmas, Luwu dan Gowa.

3. Tanah podsolik, terdapat di Tana Toraja, Enrekang, sebagian Luwu,

Wajo, Sidrap, Mamuju dan Polmas.

4. Tanah mediteran, terdapat di Gowa, Maros, Sinjai, Bulukumba, Bone

dan Luwu.

Keadaan topografi wilayah Sulawesi Selatan bervariasi dari dataran rendah

yang terdapat di sisi barat dan timur, dan dataran tinggi terdapat di bagian tengah.

Sekitar 59% dari wilayah Sulawesi Selatan (38 932 km2) dengan ketinggian

500 - 1 000 meter di atas permukaan laut dan sekitar 22% (14 000 km2) berada

pada ketinggian lebih dari 1 000 meter di atas permukaan laut.

Penggunaan Lahan

Berdasarkan penggunaan lahan diketahui bahwa dari total lahan 3 444 034

ha, sebanyak 2 759 489 atau 80.12% merupakan lahan kering dan sisanya 684 545

ha (19.88%) merupakan lahan sawah. Dari sejumlah lahan sawah tersebut, tingkat

penggunaannya dibedakan berdasarkan sawah irigasi (61.53%), tadah hujan

(38.37%) dan pasang surut (0.10%). Jumlah sawah irigasi teknis, irigasi setengah

teknis dan tadah hujan masing-sebanyak 28.71%, 7.80% dan 25.02% dari total

luas sawah (Tabel 10). Sebanyak 78.2% (153 639 ha) sawah irigasi teknis

terdapat di enam kabupaten yaitu Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Luwu

dan Luwu Utara dan daerah tersebut merupakan daerah sentra pengembangan

komoditi beras.

Untuk lahan kering terbagi atas beberapa penggunaan dengan luas

2 759 489 ha atau 80.12% dari total lahan (Tabel 10). Tingkat penggunaan

tertinggi lahan kering dimanfaatkan untuk perkebunan mencapai 22.69%, yang

sebagian besar terdapat di Kabupaten Luwu (11.38%) , Luwu Utara (14.35%),

Mamuju (14.85%) dan Polmas (10.05%). Selain itu lahan kering digunakan

Page 69: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

sebagai kebun atau tegalan sebanyak 558 501 ha (20.24%), kemudian sebagai

hutan rakyat sebanyak 526 521 ha (19.08%).

Tabel 10 Luas lahan dan penggunaannya di Sulawesi Selatan

Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan

(ha)

Persentase

(%)

Lahan Sawah 684 545 19.88

Irigasi teknis 196 539 28.71

Irigasi setengah teknis 53 361 7.80

Irigasi sederhana 171 285 25.02

Tadah hujan 262 670 38.37

Pasang surut 690 0.10

Lahan Kering 2 759 489 80.12

Pekarangan 201 813 7.31

Tegal/kebun 558 501 20.24

Ladang 153 971 5.58

Penggembalaan/padang rumput 288 302 10.45

Rawa-rawa 49 353 1.79

Tambak 129 880 4.71

Kolam/empang 34 610 1.25

Tidak diusahakan 190 494 6.90

Hutan rakyat 526 521 19.08

Perkebunan 626 044 22.69

Jumlah 3 444 034

Sumber : BPS Sul Sel (2004).

Padang penggembalaan/padang rumput yang merupakan potensi yang

dapat mendukung pengembangan ternak khususnya ternak ruminansia sebagai

basis penyedia hijauan makanan ternak, hanya memiliki luas sebanyak 288 302 ha

atau 10.45% dari total lahan kering. Kondisi ini menunjukkan ketersediaan

hijauan pakan terbatas sehingga perlu upaya pemanfaatan sumber pakan yang lain

seperti limbah tanaman pangan.

Sumberdaya Insani

Penduduk Sulawesi Selatan tahun 2003 berjumlah 8 213 864 jiwa yang

terdiri atas 4 038 155 jiwa laki-laki dan 4 175 709 jiwa perempuan, dengan

kepadatan penduduk 131.71 jiwa/km2. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa

Page 70: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

penduduk tersebar di berbagai kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbesar

yakni 1 145 406 jiwa atau 13.94 % mendiami Kota Makassar. Sebagian besar

kabupaten/kota menunjukkan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih

banyak dari penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Hanya di daerah

Kabupaten Gowa, Enrekang, Tana Toraja, Polmas, Mamuju, Luwu Utara, dan

Makassar yang menunjukkan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih

besar daripada perempuan.

Tabel 11 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, usia kerja dan

lapangan usaha di Sulawesi Selatan

Jumlah

Uraian Jiwa %

Penduduk berdasarkan jenis kelamin 8 213 864

Laki-laki 4 038 155 49.16

Perempuan 4 175 709 50.84

Rata-rata kepadatan penduduk (jiwa/ km2) 131.71

Penduduk usia kerja 6 252 108

Bukan angkatan kerja 2 972 276 47.54

Angkatan kerja 3 279 832 52.46

Bekerja 3 054 774 93.14

Mencari Pekerjaan 225 058 6.86

Penduduk berdasarkan lapangan usaha 3 054 774

Pertanian 1 825 445 59.76

Pertambangan/panggalian 16 753 0.55

Industri pengolahan 162 608 5.32

Listrik, gas dan air bersih 10 259 0.34

Bangunan 79 075 2.59

Angkutan dan komunikasi 165 492 5.42

Perdagangan,restoran dan hotel 445 330 14.58

Keuangan,asuransi dan persewaan 11 801 0.39

Jasa perusahaan 337 318 11.04

Lainnya 693 0.02

Sumber : BPS Sul Sel (2004).

Page 71: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Penduduk usia kerja yang didefinisikan sebagai penduduk yang berumur

10 tahun ke atas yang terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (BPS

Sul Sel 2004). Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk yang

bekerja atau sedang mencari pekerjaan, sedangkan bukan angkatan kerja adalah

penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga atau melakukan kegiatan

lainnya. Tabel 11 menunjukkan bahwa penduduk usia kerja di daerah Sulawesi

Selatan berjumlah 6 252 108 jiwa. Jumlah penduduk usia kerja dalam kategori

angkatan kerja berjumlah 3 279 832 jiwa atau 52.46 % dari seluruh penduduk usia

kerja, dengan rincian 3 054 774 jiwa (93.14 %) yang bekerja dan 225 058 jiwa

yang mencari pekerjaan.

Berdasarkan lapangan usaha, jumlah penduduk yang bekerja pada sektor

pertanian adalah 1 825 445 jiwa (59.76 %) meliputi tanaman pangan, peternakan,

perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Sektor perdagangan yang meliputi

perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel merupakan sektor terbesar

kedua yaitu 445 330 jiwa (14.58 %). Urutan terbesar ketiga adalah sektor jasa

sebanyak 337 318 jiwa (11.04 %), dan selebihnya bekerja pada lapangan usaha

industri pengolahan, pertambangan/galian, angkutan, keuangan, bangunan serta

listrik, gas dan air minum.

Produk Domestik Regional Bruto

Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan salah satu

pencerminan kemajuan ekonomi suatu daerah, yang didefinisikan sebagai

keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu satu tahun

di daerah tersebut. PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku pada tahun

2003 sebesar Rp. 40 094 869.58 juta dengan kontribusi terbesar diberikan sektor

pertanian yakni sebesar Rp. 14 360 752.85 juta atau 35.82 % dan disusul oleh

sektor perdagangan, restoran dan hotel dengan sumbangan sebesar 16.91 %.

Sektor industri pengolahan yang diharapkan mampu menunjang sektor pertanian

dengan berorientasi pada agroindustri pada tahun 2003 memberikan sumbangan

sebesar 11.46 % (Gambar 7).

Page 72: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 7 PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku tahun 2003

(BPS Sul Sel 2004).

Dari jumlah PDRB sektor pertanian (Gambar 8), kontribusi subsektor

peternakan adalah 2.90 % atau Rp. 416 842.07 juta. Sub sektor yang memberi

sumbangan tertinggi terhadap sektor pertanian adalah tanaman pangan (bahan

makanan) sebesar 40.34 %, disusul perkebunan 34.19 %. Untuk subsektor

perikanan dan kehutanan masing-masing besarnya 21.99 % dan 0.58 %.

Laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian pada tahun 2003 adalah 4.79

% yang mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2002 yang sebesar 4.54 %.

Sub sektor peternakan tahun 2003 tumbuh sebesar 7.81 % yang mengalami

peningkatan jika dibanding tahun 2002 sebesar 4.92 %. Sub sektor tanaman

pangan dan kehutanan mengalami pertumbuhan ekonomi yang meningkat

masing-masing sebesar 5.46 % dan 7.63 % dibanding tahun 2002 masing-masing

2.98 % dan 3.84 %. Jika dibandingkan pada tahun 2002 laju pertumbuhan

ekonomi sub sektor perkebunan dan perikanan masing-masing sebesar 7.07 % dan

6.24 % mengalami penurunan pada tahun 2003 masing-masing menjadi 5.78 %

dan 1.67 % (BPS Sul Sel 2004).

Angkutan,

Komunikasi

(7.16%)

Perdagangan,

Restoran,Hotel

(16.91%)

Industri

pengolahan

(11.46%)

Tambang,Galian

(7.67%)

Pertanian

(35.82%)

Listrik,Gas,Air

(1.19%)

Bangunan

(4.16%)

Keuangan,Sewa,

Jasa perusahaan

(4.83%)

Jasa-jasa

(10.79%)

Page 73: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

21.99

0.582.90

34.19

40.34

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

Tanaman

pangan

Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan

(% P

DRB terh

adap

PDRB p

ertan

ian)

Gambar 8 PDRB sektor pertanian Sulawesi Selatan atas dasar harga

berlaku tahun 2003 (BPS Sul Sel 2004).

Karakteristik Ternak Ruminansia

Keragaan Ternak Ruminansia

Untuk mengetahui peranan ternak ruminansia dalam pembangunan

peternakan di Sulawesi Selatan, berikut ini diuraikan keragaan ternak ruminansia

dalam kurun waktu 1999-2003 (Tabel 12). Jumlah populasi ternak ruminansia

dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1999-2003) untuk sapi potong, kerbau

dan domba mengalami penurunan pertahun sebesar 0.24%, 4.22%, dan 9.56.%,

sementara jumlah populasi kambing mengalami peningkatan sebesar 4.66%

pertahun.

Dilain pihak tingkat pemotongan ternak sapi potong dalam kurun waktu

yang sama mengalami peningkatan 4.15% dan jumlah pemotongan kambing jauh

lebih tinggi dibanding peningkatan populasinya dengan peningkatan jumlah

pemotongan sebesar 30.23% pertahun. Untuk jumlah pemotongan ternak kerbau

dan domba mengalami penurunan masing-masing sebesar 5.66% dan 5.47%

pertahun. Fenomena terjadinya peningkatan jumlah pemotongan ternak

Page 74: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

ruminansia khususnya sapi potong dan kambing yang tidak didukung oleh

peningkatan jumlah populasi, memberikan indikasi telah terjadi pemotongan

ternak yang tidak terkendali pada ternak muda tanpa memperhatikan struktur

populasi tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging.

Tabel 12 Keragaan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan (1999-2003)

Tahun Uraian

1999 2000 2001 2002 2003

r (%)

Populasi Ternak (ekor)

Sapi potong 749 327 718 164 722 452 724 044 737 538 -0.24

Sapi perah 602

Kerbau 211 375 196 327 178 119 186 564 175 617 -4.22

Kambing 461 115 478 594 524 072 524 972 555 925 4.66

Domba 1 867 1 995 1 334 1 377 1 393 -9.56

Pemotongan ternak (ekor)

Sapi potong 58 878 56 261 57 705 63 617 68 139 4.15

Kerbau 42 041 34 763 34 994 35 908 31 167 -5.66

Kambing 4 997 8 050 8 410 13 306 17 623 30.23

Domba 265 292 275 269 210 -5.47

Produksi daging (ton)

Sapi potong 9 208.80 8 799.22 9 025.06 9 949.70 10 997.30 4.77

Kerbau 6 726.56 5 562.08 5 599.04 5 745.28 5 812.26 -2.60

Kambing 49.97 80.50 84.10 99.98 141.77 23.02

Domba 2.65 2.92 2.75 2.69 3.55 5.03

Total 15 987.98 14 444.72 14 710.95 15 797.64 16 954.87 2.10

Sumber : Dinas Peternakan Sulawewsi Selatan (2004).

Hidajati et al. (2001) menyatakan bahwa pemenuhan akan permintaan

daging yang tinggi dan tidak diimbangi oleh perkembangan populasi,

mengakibatkan terjadinya pengurasan sumberdaya ternak yang juga menurunkan

mutu ternak di masyarakat, karena ternak yang berkualitas baik tidak tersisakan

untuk pembibitan. Indikasi lainnya adalah terjadi pemotongan betina produktif

sehingga mengakibatkan tingkat kelahiran ternak menurun yang akhirnya populasi

ternak mengalami penurunan. Menurut Suryana (2000), dari jumlah ternak yang

Page 75: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

dipotong sekitar 40% adalah ternak betina, dan ternyata 70% dari ternak betina

yang dipotong tersebut masih produktif. Dampak dari hal ini akan membahayakan

keberlanjutan pengembangan peternakan ruminansia.

Produksi daging ternak ruminansia mengalami peningkatan sebesar 2.10%

pertahun dengan struktur produksi daging yang mengalami peningkatan terbesar

adalah daging kambing sebesar 23.02%, diikuti oleh daging domba 5.03%, dan

sapi potong 4.15% pertahun (Tabel 12). Jumlah pemotongan ternak yang

meningkat dan dilain pihak produksi daging yang mengalami penurunan

khususnya pada sapi potong, kemungkinan diakibatkan oleh produktivitas ternak

yaitu persentase karkas dan daging mengalami penurunan, ataupun ternak yang

dipotong adalah ternak yang masih berumur muda sehingga daging yang

dihasilkan lebih sedikit jumlahnya. Menurut Diwyanto et al. (2002), pasokan

daging dari dalam negeri semakin berkurang karena telah dan sedang terjadi

pengurasan sapi terutama semenjak impor sapi bakalan terhenti. Banyak sapi

betina produktif dan sapi yang ukurannya masih kecil dipotong, karena berbagai

alasan seperti harga yang menarik, keterbatasan modal, permintaan khusus dari

konsumen, desakan kebutuhan uang dari peternak, serta belum adanya hasil

konkrit dalam mengatasi hal ini (kecuali program inseminasi buatan di beberapa

wilayah).

Jumlah Populasi dan Keunggulan Komparatif Ternak Ruminansia

Berdasarkan jumlah populasi ternak ruminansia (ekor) pada Lampiran 6,

dilakukan perhitungan jumlah populasi ternak ruminansia dalam jumlah satuan

ternak (ST) yang dianalisis berdasarkan persentase ternak rumininasia menurut

umur (anak, muda, dan dewasa) dan angka konversi satuan ternak menurut Dinas

Peternakan Sulawesi Selatan (2004), terlihat pada Tabel 13. Jumlah populasi

ternak ruminansia di Sulawesi Selatan seluruhnya 727 774 ST, dengan penyebaran

untuk sapi potong 564 847 ST, kerbau 86 942 ST dan kambing 75 335 ST. Hal

ini menunjukkan bahwa sebagian besar ternak ruminansia yang ada adalah sapi

potong yaitu sebesar 77.62 % dari total populasi ternak ruminansia, sementara

kerbau dan kambing sebesar 11.95% dan 10.35%, selebihnya adalah sapi perah

dan domba.

Page 76: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 13 Populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan tahun 2003

Populasi Ternak Ruminansia (ST) Kabupaten Sapi

Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba

Jumlah

Selayar 5 022 0 2 412 9 662 78 17 174

Bulukumba 50 420 0 2 719 3 795 0 56 935

Bantaeng 20 163 0 1 041 2 750 0 23 953

Jeneponto 13 352 0 5 687 8 482 92 27 612

Takalar 13 320 0 2 543 2 742 1 18 606

Gowa 54 048 0 11 173 2 415 0 67 636

Sinjai 29 384 57 3 055 2 888 0 35 385

Maros 31 008 0 5 181 2 370 0 38 559

Pangkep 21 129 0 4 641 772 0 26 542

Barru 25 619 0 1 068 1 248 0 27 934

Bone 80 182 0 2 849 1 176 0 84 206

Soppeng 9 159 0 39 1 110 0 10 308

Wajo 14 010 0 2 915 945 0 17 871

Sidrap 21 507 0 1 031 754 0 23 292

Pinrang 27 740 0 2 350 2 036 2 32 127

Enrekang 24 518 393 1 707 5 607 4 32.230

Luwu 9 405 0 2 800 941 0 13 145

Tator 4 747 0 23 185 1 635 0 29 568

Polmas 18 719 0 2 442 9 002 0 30 163

Majene 6 350 0 992 9 971 0 17 313

Mamuju 67 153 0 3 417 2 763 0 73 334

Luwu Utara 15 758 0 3 290 1 031 0 20 079

Makassar 1 012 23 329 563 0 1 927

Parepare 1 123 0 77 676 0 1 876

Jumlah 564 847 473 86 942 75 335 177 727 774

Beberapa kabupaten yang menunjukkan jumlah populasi ternak

ruminansia cukup tinggi, adalah Bone 84 206 ST, Gowa 67 636 ST, Mamuju

73 334 ST, dan Bulukumba 56 935 ST atau lebih dari 35% populasi ternak

ruminansia di Sulawesi Selatan terdapat di kabupaten tersebut. Dari jumlah

populasi ternak ruminansia tersebut sebagian besar adalah ternak sapi, misalnya

untuk Bone 14.20%, Mamuju 11.89%, Gowa 9.57% dan Bulukumba 8.93% dari

populasi ternak sapi di Sulawesi Selatan.

Page 77: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Untuk ternak kambing sebagian besar populasi terdapat di kabupaten

Majene, Selayar, Polmas dan Jeneponto masing-masing 13.24%, 12.83%, 11.95%

dan 11.26% dari total populasi kambing di Sulawesi Selatan atau sekitar 50%

ternak kambing berada di empat kabupaten tersebut. Kabupaten yang terbesar

untuk jumlah ternak kerbau yaitu Kabupaten Tator yang menunjukkan bahwa di

kabupaten ini sebagian besar populasi ternak ruminansia adalah kerbau (78.42%)

atau sekitar 26.67% dari populasi kerbau di Sulawesi Selatan. Untuk ternak sapi

perah dan domba belum begitu berkembang dan hanya berada pada kabupaten

tertentu. Untuk sapi perah hanya di kabupaten Sinjai dan Enrekang dengan

jumlah populasi masing-masing 57 ST dan 393 ST, dan domba di kabupaten

Selayar, Jeneponto, Takalar, Pinrang dan Enrekang dengan total populasi sebesar

177 ST.

Untuk mengetahui perbandingan relatif antara kemampuan produksi

peternakan di suatu kabupaten dengan kemampuan sektor produksi yang sama

pada tingkat propinsi digunakan analisis location quotient-LQ (LPM Unpad

2001). Dengan demikian dapat diketahui apakah daerah tersebut seimbang atau

belum dalam kegiatan produksi peternakan. Nilai LQ untuk masing-masing ternak

ruminansia pada masing-masing wilayah kabupaten (Lampiran 7), menunjukkan

bahwa sebuah wilayah kabupaten memiliki potensi sebagai wilayah pemasuk

yang secara komparatif memiliki keunggulan relatif dalam produksi/populasi dari

masing-masing ternak ruminansia dibanding wilayah lainnya.

Berdasarkan nilai LQ dilakukan pemetaan keunggulan komparatif ternak

ruminansia seperti terlihat pada Gambar 9. Gambar 9 tersebut menunjukkan

bahwa sebagian besar wilayah memiliki potensi sebagai wilayah penawaran

ternak sapi potong, kecuali kabupaten Selayar, Jeneponto, Takalar, Enrekang,

Luwu, Tator, Polmas, Majene, Makassar dan Parepare. Hal ini menunjukkan

bahwa di Sulawesi Selatan berdasarkan kondisi wilayah cocok untuk ternak sapi

potong. Beberapa wilayah disamping memiliki keunggulan pada ternak sapi juga

memiliki keunggulan pada ternak kambing yaitu Soppeng dan Bantaeng, dan

kerbau di Luwu Utara, Wajo, Pangkep, Maros dan Gowa.

Page 78: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 9 Peta keunggulan komparatif ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Page 79: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Kabupaten Tator, Luwu, Takalar, Jeneponto dan Selayar adalah wilayah

yang berpotensi sebagai penyuplai ternak kerbau dan untuk kambing di kabupaten

Polmas, Majene, Enrekang, Takalar, Jeneponto, Selayar. Secara umum dapat

dikemukakan bahwa masing-masing wilayah memiliki keunggulan pada jenis

ternak ruminansia tertentu dan khusus ternak sapi potong pola penyebarannya

relatif merata diberbagai wilayah di Sulawesi Selatan.

Kepadatan Ternak Ruminansia

Kepadatan ternak dibedakan dalam tiga tipe kepadatan yaitu kepadatan

ekonomi, kepadatan usaha tani dan kepadatan wilayah (Ditjen Peternakan dan

Balitnak 1995). Ketiga jenis kepadatan ternak ruminansia tersebut dapat dilihat

pada Tabel 14. Berdasarkan kepadatan ekonomi ternak yaitu jumlah populasi

ternak ruminansia (ST) dalam 1 000 jiwa penduduk dengan kriteria sangat padat

>300, padat >100-300, sedang 50-100, dan jarang <50, maka belum ada wilayah

di Sulawesi Selatan yang menunjukkan kepadatan ekonomi ternak yang sangat

padat, dan Sulawesi Selatan masih dalam kategori kepadatan ekonomi ternak

sedang (88.60 ST/1 000 jiwa penduduk).

Tabel 14 menunjukkan beberapa kabupaten dalam kategori kepadatan

ekonomi ternak jarang yaitu Soppeng, Wajo, Luwu, dan Luwu Utara dengan

kepadatan jarang dari 50 ST/1 000 jiwa penduduk. Dilain pihak, kabupaten dalam

kategori padat yang tertinggi adalah Mamuju 219.00 ST/1000 jiwa penduduk,

disamping Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Gowa, Sinjai, Maros, Barru, Bone,

Enrekang, dan Majene. Wilayah dengan kategori padat memberikan indikasi

kemungkinan dapat terjadi kompetisi antara ternak dengan penduduk dalam hal

penyediaan makanan dan jika hal ini terjadi maka dapat menyebabkan biaya

pakan untuk kebutuhan ternak akan tinggi atau mahal, sebaliknya wilayah dengan

kategori jarang hal ini tidak terjadi.

Kepadatan ekonomi ternak yang padat memberikan pula indikasi bahwa di

wilayah-wilayah tersebut jumlah kepemilikan ternak ruminansia oleh peternak

dalam jumlah yang tinggi dibanding wilayah-wilayah dalam kategori kepadatan

ekonomi ternak sedang dan dan jarang. Untuk wilayah-wilayah dalam kategori

sedang/jarang dapat dilakukan upaya untuk meningkatkan tingkat kepemilikan

ternak oleh peternak.

Page 80: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 14 Kepadatan ekonomi ternak, kepadatan usahatani dan kepadatan

wilayah ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

Jenis Kepadatan Ternak

Ekonomi Ternak Usahatani Wilayah Kabupaten/Kota

(ST/1000

jiwa) Status (ST/ha) Status (ST/km

2) Status

Selayar 156.96 +++ 1.40 +++ 19.01 ++

Bulukumba 153.28 +++ 0.96 ++ 49.31 +++

Bantaeng 145.31 +++ 0.89 ++ 60.51 ++++

Jeneponto 85.42 ++ 0.56 ++ 37.43 +++

Takalar 77.34 ++ 0.71 ++ 32.84 +++

Gowa 122.46 +++ 0.92 ++ 35.91 +++

Sinjai 163.37 +++ 0.99 ++ 43.15 +++

Maros 134.70 +++ 0.68 ++ 23.80 +++

Pangkep 96.46 ++ 1.06 +++ 23.86 +++

Barru 178.31 +++ 1.51 +++ 23.78 +++

Bone 123.85 +++ 0.50 ++ 18.47 ++

Soppeng 45.99 + 0.19 + 7.58 +

Wajo 49.27 + 0.15 + 7.13 +

Sidrap 94.58 ++ 0.27 ++ 12.37 ++

Pinrang 96.89 ++ 0.47 ++ 16.38 ++

Enrekang 183.16 +++ 0.86 ++ 18.25 ++

Luwu 30.87 + 0.22 + 4.53 +

Tator 70.97 ++ 0.68 ++ 9.22 +

Polmas 64.19 ++ 0.42 ++ 6.31 +

Majene 134.44 +++ 1.85 +++ 18.27 ++

Mamuju 219.00 +++ 1.35 +++ 6.63 +

Luwu Utara 43.42 + 0.27 ++ 1.36 +

Makassar 1.68 + 0.24 + 10.96 ++

Parepare 16.59 + 0.66 ++ 18.89 ++

Sulawesi Selatan 88.60 ++ 0.59 ++ 11.67 ++

Keterangan : + + + + sangat padat, + + + padat, ++ sedang, + jarang

Page 81: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Kepadatan usaha tani yang memperbandingkan antara jumlah populasi

ternak ruminansia dengan luas lahan usaha tani (lahan sawah dan kebun) dengan

kriteria yang digunakan yaitu kategori sangat padat >2, padat >1-2, sedang 0.25-

1.0 dan jarang <0.25. Terlihat pada Tabel 13 bahwa Sulawesi Selatan dalam hal

kepadatan usaha tani termasuk dalam kategori sedang yaitu 0.59 ST/ha lahan

usaha tani. Umumnya wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan dalam kategori

sedang, sementara beberapa wilayah dalam kategori padat seperti Mamuju,

Majene, Barru, Pangkep, dan Selayar, dan wilayah dalam kategori kepadatan

jarang adalah Luwu, Wajo dan Soppeng.

Untuk kabupaten dengan kategori kepadatan usaha tani jarang dan sedang

menunjukkan bahwa lahan garapan usahatani yang dikelola oleh petani masih

mendukung pengembangan ternak ruminansia. Luas lahan garapan usahatani

disamping berpotensi sebagai sumber pakan baik berupa hijauan atau limbah

tanaman pangan, juga sebagai tempat penggembalaan/pemeliharaan ternak.

Berdasarkan kepadatan wilayah yaitu jumlah populasi ternak ruminansia

per luas wilayah (ST/km2) dengan kategori sangat padat >50, padat >20-50,

sedang 10-20 dan jarang <10, Sulawesi Selatan termasuk dalam kategori

kepadatan wilayah sedang yaitu 11.67 ST/km2 (Tabel 14). Hal ini menunjukkan

bahwa jumlah populasi ternak ruminansia masih dapat ditingkatkan jika ditinjau

dari luas wilayah yang ada atau populasi ternak ruminansia masih rendah

dibanding luas wilayah.

Kabupaten Bantaeng merupakan satu-satunya kabupaten dalam kategori

sangat padat yaitu 60.51 ST/km2 sehingga untuk pengembangan ternak

ruminansia di wilayah ini sebaiknya dilakukan pemeliharaan ternak secara intensif

dengan pengandangan ternak dengan memanfaatkan lahan yang sedikit.

Kabupaten yang dalam kategori jarang adalah Soppeng, Wajo, Luwu, Tator,

Polmas, Mamuju dan Luwu Utara. Kabupaten yang termasuk dalam kategori

jarang, masih memungkinkan dilakukan penambahan populasi ternak ruminansia

mengingat dukungan luas wilayah masih besar, dan memberikan indikasi bahwa

pada wilayah ini potensi padang rumput atau padang penggembalaan untuk

pemeliharaan ternak masih tersedia.

Page 82: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Produksi dan Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan

sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia

Produksi dan Kualitas Limbah Tanaman Pangan

Berdasarkan hasil survey produksi masing-masing limbah tanaman pangan

(Lampiran 8), diperoleh rata-rata produksi segar, produksi kering, dan produksi

bahan kering masing-masing limbah tanaman pangan seperti terlihat pada Tabel

15. Secara umum rata-rata produksi bahan kering yang diperoleh dalam penelitian

ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Muller (1974) yaitu jerami padi 2.5

ton/ha, jerami jagung 6.00 ton/ha, jerami kacang tanah 2.5 ton/ha, jerami kedelai

2.5 ton/ha, jerami ubi jalar 1.5 ton/ha dan pucuk ubi kayu 1.00 ton/ha.

Tabel 15 Rata-rata produksi segar, produksi kering, dan produksi bahan kering

limbah tanaman pangan

Keterangan : JP (jerami padi), JG (jerami jagung), JK (jerami kedelai), JH (jerami kacang hijau),

JT (jerami kacang tanah), JJ (jerami ubi jalar), PK (pucuk ubi kayu).

Page 83: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Rata-rata produksi bahan kering jerami padi 5.94 ton/ha, dengan kisaran

produksi terendah 3.58 ton/ha dan tertinggi 8.53 ton/ha. Adanya variasi produksi

bahan kering jerami padi disebabkan oleh adanya perbedaan cara panen padi,

yaitu padi yang dipanen dengan menggunakan mesin (alsintan) pemotongan

dilakukan pada bagian aerial sehingga jerami padi yang diperoleh lebih sedikit

dibanding padi yang dipanen menggunakan sabit dilakukan pemotongan sekitar

10 cm dari atas tanah sehingga diperoleh jerami padi yang lebih banyak.

Produksi bahan kering jerami jagung dalam kisaran 5.14 – 7.25 ton BK/ha

dengan rata-rata produksi adalah 6.00 ton BK/ha. Berbagai cara panen jagung

seperti jagung yang dipanen pada umur relatif muda, dan saat biji dan tanaman

telah kering mengakibatkan terjadinya variasi produksi bahan kering jerami

jagung. Hasil survei yang dilaporkan oleh Fakultas Peternakan UGM (1972),

diperoleh rata-rata produksi bahan kering jerami jagung sebesar 1.53 ton BK/ha.

Untuk jerami kacang kedelai, jerami kacang hijau, jerami kacang tanah, jerami ubi

jalar dan pucuk ubi kayu diperoleh rata-rata produksi bahan kering masing-masing

sebesar 2.79 ton BK/ha, 5.45 ton BK/ha, 4.49 ton BK/ha, 4.93 ton BK/ha dan 1.73

ton BK/ha (Tabel 15).

Berdasarkan analisa proksimat masing-masing limbah tanaman pangan

(Lampiran 9), maka diketahui rata-rata kualitas limbah tanaman pangan seperti

terlihat pada Tabel 15. Kandungan protein kasar jerami padi bervariasi dari

3.09 % hingga 6.07% dengan rata-rata sebesar 4.64%. Kandungan serat kasar,

lemak kasar, BETN dan abu masing-masing 33.79%, 2.74%, 41.40% dan 17.44%.

Angka analisis ini untuk protein kasar lebih tinggi dan serat kasar lebih rendah

dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Hartadi et al. (1980) yaitu kandungan

protein kasar 3.70%, serat kasar 35.90%, lemak kasar 1.70%, dan abu 21.20%.

Jerami jagung memiliki rata-rata kualitas untuk protein kasar 6.38% serat

kasar 30.19%, lemak kasar 2.81%, BETN 51.69% dan abu 8.94%. Rata-rata

kandungan protein kasar jerami kacang kedelai, jerami kacang hijau, jerami

kacang tanah, jerami ubi jalar dan pucuk ubi kayu masing-masing 9.05%, 5.64%,

12.00%, 11.05% dan 17.05%, serta rata-rata kandungan serat kasar adalah

35.02%, 33.26%, 30.27%, 26.98% dan 21.11% (Tabel 15). Kandungan total

Page 84: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

digestible nutrient limbah tanaman pangan tertinggi adalah pucuk ubi kayu

sebanyak 61.29% dan terendah adalah jerami padi 42.65%.

Dari data luas areal panen masing-masing limbah tanaman pangan tahun

2003 (Lampiran 10), dilakukan perhitungan produksi segar limbah tanaman

pangan. Jumlah produksi segar limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan tahun

2003 sebesar 13 155 925 ton (Lampiran 11) dan produksi kering sebesar 7 809

506 ton (Lampiran 12). Jumlah produksi bahan kering limbah tanaman pangan di

Sulawesi Selatan adalah 6 874 105 ton bahan kering, dan produksi bahan kering

limbah tanaman pangan di masing-masing kabupaten seperti terlihat pada Tabel

16. Tabel 16 menunjukkan bahwa di Sulawesi Selatan persentase produksi bahan

kering limbah tanaman pangan terbesar adalah jerami padi sebesar 73.22% (5 032

998 ton) diikuti jerami jagung 18.66% (1 282 920 ton), jerami kacang tanah

3.12% (214 322 ton), jerami kacang hijau 2.63% (180 831 ton), pucuk ubi kayu

1.03% (70 596 ton), jerami kedelai 0.93% (64 100 ton), dan jerami ubi jalar

0.41% (70 596 ton).

Berdasarkan total digestible nutrient di Sulawesi Selatan jumlah produksi

limbah tanaman pangan adalah 3 128 339 ton (Tabel 17) dan jumlah produksi

limbah tanaman pangan berdasarkan protein kasar adalah 372 261 ton (Tabel 18).

Rendahnya produksi protein kasar limbah tanaman pangan disebabkan oleh

rendahnya kandungan protein kasar limbah tanaman pangan (Tabel 15). Dengan

demikian dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan akan

mengalami kendala dalam hal ketersediaan protein kasar bagi ternak ruminansia.

Beberapa kabupaten memiliki produksi bahan kering limbah tanaman

pangan yang lebih tinggi dibanding daerah lainnya, seperti kabupaten Bone 1 303

085 (18.96%), Wajo 642 574 (9.35%), Sidrap 488 837 (7.11%), Pinrang 472 789

(6.88%), dan Bulukumba 439 364 (6.39%). Sekitar 50% produksi limbah tanaman

pangan di Sulawesi Selatan terdapat di lima kabupaten tersebut. Tingginya

produksi limbah tanaman pangan pada kabupaten tersebut dipengaruhi oleh luas

areal panen tanaman pangan yang tinggi khususnya luas areal panen padi sehingga

menghasilkan jerami padi yang lebih banyak, dan akhirnya berpengaruh kepada

tingginya total produksi bahan kering limbah tanaman pangan.

Page 85: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 16 Produksi bahan kering limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan

Produksi Bahan Kering (ton BK) Limbah Tanaman Pangan Kab/

Kota JP JG JK JH JT JJ PU Jumlah

Selayar 9 231 31 380 1 074 2 502 5 039 128 1 605 50 959

Bulukumba 235 111 166 362 497 6 257 21 805 3 979 5 354 439 364

Bantaeng 83 635 198 612 2 639 997 2 332 370 609 289 194

Jeneponto 111 921 236 988 12 309 39 327 3 670 488 20 267 424 972

Takalar 122 572 23 346 910 22 699 1 072 1 420 3 261 175 280

Gowa 280 730 97 914 346 29 572 4 080 2 426 10 598 425 666

Sinjai 113 181 44 358 47 11 21 647 1 223 697 181 164

Maros 184 277 13 050 2 664 845 10 527 1 001 5 636 218 000

Pangkep 106 849 1 404 1 303 7 096 6 244 892 249 124 037

Barru 90 983 3 132 142 687 14 341 735 898 110 917

Bone 828 285 326 748 19 201 24 601 96 948 2 958 4 344 1 303 085

Soppeng 220 677 30 696 1 760 2 899 4 821 64 61 260 979

Wajo 576 715 24 072 2 073 30 498 7 415 1 213 588 642 574

Sidrap 471 202 11 208 248 605 3 937 1 228 408 488 837

Pinrang 462 275 5 994 321 2 278 751 301 870 472 789

Enrekang 40 214 19 182 354 725 1 808 434 612 63 329

Luwu 290 525 2 766 896 354 899 833 379 296 652

Tator 169 813 13 644 377 38 3 206 4 112 3 010 194 199

Polmas 207 544 8 094 215 5 118 781 1 834 3 775 227 359

Majene 13 882 2 160 569 2 360 697 355 2 720 22 742

Mamuju 79 186 8 718 15 697 229 776 685 3 349 108 640

Luwu Utara 315 776 11 574 444 507 1 047 1 523 953 331 825

Makassar 13 038 174 14 501 20 138 294 14 180

Parepare 5 376 1 344 0 125 459 0 57 7 362

Jumlah 5 032 998 1 282 920 64 100 180 831 214 322 28 338 70 596 6 874 105

Keterangan : JP (jerami padi), JG (jerami jagung), JK (jerami kedelai), JH (jerami kacang hijau),

JT (jerami kacang tanah), JJ (jerami ubi jalar), PK (pucuk ubi kayu).

Page 86: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 17 Produksi total digestible nutrient limbah tanaman pangan

di Sulawesi Selatan

Produksi Total Digestible Nutrient (ton TDN)

Limbah Tanaman Pangan Kab/

Kota JP JG JK JH JT JJ PU

Jumlah

Selayar 3 937 16 704 571 1 312 2 625 68 984 26 200

Bulukumba 100 275 88 554 264 3 282 11 358 2112 3 282 209 128

Bantaeng 35 670 105 721 1 402 523 1 215 196 373 145 101

Jeneponto 47 735 126 149 6 539 20 631 1 912 259 12 422 215 646

Takalar 52 277 12 427 483 11 908 558 754 1 999 80 406

Gowa 119 731 52 120 184 15 513 2 126 1 288 6 496 197 457

Sinjai 48 272 23 612 25 6 11 276 649 427 84 267

Maros 78 594 6 947 1 415 443 5 484 531 3 455 96 868

Pangkep 45 571 747 692 3 723 3 253 474 153 54 612

Barru 38 804 1 667 76 360 7 470 390 550 49 318

Bone 353 264 173 928 10 199 12 906 50 500 1 570 2 662 605 030

Soppeng 94 119 16 339 935 1 521 2 511 34 37 115 497

Wajo 245 969 12 814 1 101 15 999 3 862 644 361 280 750

Sidrap 200 968 5 966 132 317 2 051 652 250 210 336

Pinrang 197 160 3 191 170 1 195 391 160 533 202 800

Enrekang 17 151 10 211 188 380 942 230 375 29 478

Luwu 123 909 1 472 476 186 468 442 232 127 186

Tator 72 425 7 263 200 20 1 670 2 183 1 845 85 606

Polmas 88 517 4 308 114 2 685 407 974 2 314 99 318

Majene 5 921 1 150 302 1 238 363 188 1 667 10 829

Mamuju 33 773 4 641 8 338 120 404 364 2 053 49 692

Luwu Utara 134 679 6 161 236 266 546 809 584 143 280

Makassar 5 561 93 7 263 10 73 180 6 188

Parepare 2 293 715 0 66 239 0 35 3 348

Jumlah 2 146 573 682 898 34 050 94 864 111 640 15 044 43 268 3 128 339

Keterangan : JP (jerami padi), JG (jerami jagung), JK (jerami kedelai), JH (jerami kacang hijau),

JT (jerami kacang tanah), JJ (jerami ubi jalar), PK (pucuk ubi kayu).

Page 87: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 18 Produksi protein kasar limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan

Produksi Protein Kasar (ton PK)

Limbah Tanaman Pangan Kab/

Kota JP JG JK JH JT JJ PU

Jumlah

Selayar 428 2 002 97 141 605 14 274 3 561

Bulukumba 10 909 10 614 45 353 2 617 440 912 25 889

Bantaeng 3 881 12 671 239 56 280 41 104 17 272

Jeneponto 5 193 15 120 1 114 2 218 440 54 3 453 27 593

Takalar 5 687 1 489 82 1 280 129 157 556 9 381

Gowa 13 026 6 247 31 1 668 490 268 1 806 23 536

Sinjai 5 252 2 830 4 1 2 598 135 119 10 938

Maros 8 550 833 241 48 1 263 111 960 12 006

Pangkep 4 958 90 118 400 749 99 42 6 456

Barru 4 222 200 13 39 1 721 81 153 6 428

Bone 38 432 20 847 1 738 1 388 11 634 327 740 75 105

Soppeng 10 239 1 958 159 164 579 7 10 13 117

Wajo 26 760 1 536 188 1 720 890 134 100 31 327

Sidrap 21 864 715 22 34 472 136 70 23 313

Pinrang 21 450 382 29 128 90 33 148 22 261

Enrekang 1 866 1 224 32 41 217 48 104 3 532

Luwu 13 480 176 81 20 108 92 65 14 022

Tator 7 879 870 34 2 385 454 513 10 138

Polmas 9 630 516 19 289 94 203 643 11 394

Majene 644 138 52 133 84 39 463 1 553

Mamuju 3 674 556 1 421 13 93 76 571 6 403

Luwu Utara 14 652 738 40 29 126 168 162 15 916

Makassar 605 11 1 28 2 15 50 713

Parepare 249 86 0 7 55 0 10 407

Jumlah 233 531 81 850 5 801 10 199 25 719 3 131 12 030 372 261

Keterangan : JP (jerami padi), JG (jerami jagung), JK (jerami kedelai), JH (jerami kacang hijau),

JT (jerami kacang tanah), JJ (jerami ubi jalar), PK (pucuk ubi kayu).

Page 88: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Hasil analisis indeks konsentrasi produksi pakan (IKPP) limbah tanaman

pangan berdasarkan produksi bahan kering (Lampiran 13), menunjukkan bahwa

masing-masing wilayah kabupaten memiliki potensi yang tinggi pada jenis limbah

tanaman pangan yang berbeda. Setiap wilayah kabupaten memiliki keunggulan

atau produksi yang tinggi pada jenis limbah tanaman tertentu, yang disebabkan

oleh jumlah areal panen tanaman pangan yang juga tinggi sehingga jumlah limbah

tanaman pangan yang dihasilkan juga tinggi.

Nilai IKPP di atas rata-rata (IKPP > 1.00) merupakan wilayah kabupaten

dengan produksi tinggi pada jenis limbah tanaman pangan tertentu. Produksi

jerami padi dalam kategori produksi tinggi di kabupaten Bone, Soppeng, Wajo,

Sidrap, Pinrang, Luwu, Luwu Utara, Bulukumba dan Gowa dan produksi jerami

padi tertinggi di kabupaten Bone sebesar 828 285 ton bahan kering. Kabupaten

lainnya dalam kategori produksi sedang dan kurang, seperti terlihat pada Gambar

10. Di Sulawesi Selatan tanaman padi sebagian besar dikembangkan di wilayah

kawasan BOSOWASIPILU (Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang dan Luwu)

dengan luas areal pengembangan padi sekitar ¾ dari luas penanaman padi di

Sulawesi Selatan dengan sarana irigasi teknis yang memadai (Balitbangda Sul Sel

2003).

Untuk jerami jagung yang merupakan jumlah produksi limbah tanaman

pangan tertinggi setelah jerami padi, dalam kategori produksi tinggi terdapat di

Kabupaten Bantaeng, Bulukumba, Jeneponto, Gowa dan Bone. Produksi tertinggi

di Kabupaten Bone sebesar 326 748 ton, selanjutnya kabupaten Jeneponto 236

988 ton, Bantaeng 198 612 ton, Bulukumba 166 362 ton, dan Gowa 97 914 ton.

Secara umum kabupaten lainnya dalam kategori produksi jerami jagung rendah,

kecuali kabupaten Soppeng, Sinjai dan Selayar dengan jumlah produksi jerami

jagung masing-masing 30 696 ton, 44 358 ton dan 31 380 ton dalam kategori

produksi sedang (Gambar 11). Tingginya produksi jerami jagung pada kabupaten

tersebut di atas disebabkan karena merupakan kawasan Karaeng Lompoa di

bagian selatan Sulawesi Selatan sebagai daerah pengembangan tanaman jagung

(Balitbangda Sul Sel 2003).

Page 89: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 10 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami padi

di Sulawesi Selatan.

Page 90: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 11 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami jagung

di Sulawesi Selatan.

Page 91: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Sekitar 80 % atau 49 871 ton bahan kering jerami kedelai dari total

produksi jerami kedelai di Sulawesi Selatan (64 100 ton bahan kering) dalam

kategori produksi tinggi terdapat di kabupaten Bone, Mamuju, Jeneponto dan

Maros dengan masing-masing jumlah produksi bahan kering jerami kedelai adalah

19 201 ton, 15 697 ton, 12 309 ton dan 2 664 ton (Tabel 16 dan Gambar 12). Hal

ini memberikan indikasi bahwa kabupaten tersebut merupakan wilayah sentra

pengembangan kedelai sehingga berimplikasi terhadap tingginya produksi limbah

jerami kedelai. Semakin tinggi luas penanaman kedelai mengakibatkan tingginya

produksi limbah jerami kedelai di suatu wilayah, sehingga pada wilayah ini

sebaiknya dilakukan pemanfaatan jerami kedelai sebagai sumber pakan ternak

ruminansia karena didukung oleh produksi yang tinggi.

Total produksi bahan kering limbah jerami kacang hijau di Sulawesi

Selatan adalah 180 831 ton bahan kering dengan jumlah produksi tertinggi di

kabupaten Jeneponto sebesar 39 327 ton, kemudian Wajo, Gowa, Takalar dan

Bone (Gambar 13). Dilain pihak, untuk produksi limbah tanaman pangan jerami

kacang tanah di kabupaen Bone merupakan produksi tertinggi dibanding

kabupaten lainnya yang mencapai 96 948 ton bahan kering atau sekitar 45% dari

total produksi jerami kacang tanah di Sulawesi Selatan (214 322 ton BK).

Kabupaten lainnya dalam kategori produksi tinggi adalah Barru, Maros, Sinjai,

dan Bulukumba, sementara kabupaten yang lain dalam kategori sedang dan

rendah (Gambar 14).

Jenis limbah tanaman pangan lainnya yaitu jerami ubi jalar dan pucuk ubi

kayu. Untuk jerami ubi jalar dengan total produksi di Sulawesi Selatan sebesar 28

338 ton BK dan dibandingkan dengan produksi limbah tanaman pangan yang lain,

produksi jerami ubi jalar merupakan produksi yang terendah hanya 0.14% dari

total produksi limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan. Namun demikian,

limbah jerami ubi jalar menunjukkan produksi yang tinggi di kabupaten yaitu

Luwu Utara, Tator, Polmas, Sidrap, Wajo, Bone, Sinjai, Gowa, Takalar dan

Bulukumba (Gambar 15). Kabupaten lainnya seperti Mamuju, Luwu, Barru,

Pangkep dan Maros dalam kategori produksi sedang, dan dalam kategori produksi

rendah adalah Majene, Enrekang, Pinrang, Soppeng, Jeneponto, Bantaeng dan

Selayar.

Page 92: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 12 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kedelai

di Sulawesi Selatan.

Page 93: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 13 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kacang hijau

di Sulawesi Selatan.

Page 94: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 14 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kacang tanah

di Sulawesi Selatan.

Page 95: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 15 Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami ubi jalar

di Sulawesi Selatan.

Page 96: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Sebanyak 28.7% produksi pucuk ubi kayu yang dapat dimanfaatkan

sebagai pakan ternak ruminansia terdapat di Kabupaten Jeneponto (20 267 ton

BK) dari total produksi pucuk ubi kayu di Sulawesi Selatan sebesar 70 596 ton

BK. Seperti halnya dengan limbah jerami ubi jalar, pucuk ubi kayu dalam

kategori produksi tinggi terdapat beberapa kabupaten yaitu Mamuju, Tator,

Polmas, Bone, Maros, Gowa, Takalar, dan Bulukumba (Gambar 16). Sementara

kabupaten Selayar dan Majene dalam kategori produksi rendah, dan kabupaten

lainnya kategori produksi sedang.

Produksi limbah tanaman pangan seperti telah dipaparkan di atas, sangat

terkait dengan musim panen dari masing-masing komoditi tanaman pangan.

Gambar 17 menunjukkan bahwa jerami padi, jerami ubi jalar dan pucuk ubi kayu

produksi tertinggi pada bulan Mei-Agustus, dilain pihak limbah tanaman pangan

jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang hijau dan jerami kacang tanah

produksi tertinggi dapat diperoleh pada bulan Januari-April. Dengan demikian,

ketersediaan limbah tanaman pangan musiman dan fluktuatif mengikuti pola

tanam dan musim panen.

Berdasarkan produksi limbah tanaman pangan seperti yang telah

dipaparkan di atas, dapat dikemukakan berbagai fakta sebagai berikut. a). Limbah

jerami padi lebih tersebar merata di seluruh kabupaten di Sulawesi Selatan dan

merupakan produksi yang paling besar dibanding jenis limbah yang lain. b).

Produksi limbah tanaman pangan sangat dipengaruhi oleh seberapa besar luas

areal tanam dari komoditi tanaman pangan di masing-masing wilayah kabupaten.

Semakin tinggi luas areal tanam suatu komoditi tanaman pangan, jumlah produksi

limbah tanaman pangan yang dihasilkan lebih banyak. c). Beberapa kabupaten

memiliki produksi tinggi pada jenis limbah tanaman pangan tertentu yang dapat

merupakan penciri kemampuan dan ketersedian potensi limbah tersebut di setiap

wilayah. d). Pengembangan peternakan khususnya ternak ruminansia dalam

memanfaatkan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia

sepatutnya memperhatikan ketersedian produksi limbah sesuai dengan spesifik

lokalita.

Page 97: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 16 Peta indeks konsentrasi produksi pakan pucuk ubi kayu

di Sulawesi Selatan.

Page 98: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 17 Produksi limbah tanaman pangan berdasarkan bulan produksi

dalam setahun.

Page 99: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Berdasarkan data luas areal penen komoditi tanaman pangan di Sulawesi

Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1999-2003), dilakukan

perhitungan pertumbuhan produksi bahan kering masing-masing limbah tanaman

pangan, seperti diperlihatkan pada Tabel 19. Terlihat pada Tabel 19 bahwa

produksi jerami jagung, jerami padi dan jerami kacang tanah mengalami

peningkatan dalam lima tahun terakhir (1999-2003), dengan laju pertumbuhan

produksi masing-masing 26.27%, 21.62% dan 20.29% per tahun. Jenis limbah

tanaman pangan lainnya yang mengalami peningkatan di bawah 10% per tahun

adalah jerami kacang hijau 8.73% dan pucuk ubi kayu 2.23% pertahun. Dilain

pihak, jerami kedelai dan jerami ubi jalar mengalami penurunan produksi per

tahun masing-masing 10.99% dan 9.42%.

Tabel 19 Laju pertumbuhan produksi bahan kering limbah tanaman pangan

di Sulawesi Selatan (1999-2003)

Tahun

Jenis Limbah 1999 2000 2001 2002 2003

r (%)

Jerami padi 5 191 643 516 978 4 766 622 4 777 082 5 032 998 21.62

Jerami jagung 1 275 726 135 258 1 659 252 1 850 874 1 282 920 26.27

Jerami kedelai 105 239 90 095 53 791 80 851 64 100 -10.99

Jerami kac. hijau 141 084 147 139 151 995 214 610 180 831 8.73

Jerami kac. tanah 96 842 127 042 149 069 197 465 214 322 20.29

Jerami ubi jalar 48 664 48 689 53 737 55 990 28 338 -9.42

Pucuk ubi kayu 69 024 71 335 74 560 85 222 70 596 2.23

Berdasarkan hal di atas, dapat dikemukakan bahwa limbah tanaman

pangan khususnya jerami padi dan jerami jagung memiliki potensi produksi yang

besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia dengan produksi bahan kering

yang meningkat di atas 20% per tahun. Disamping itu jeramni padi dan jerami

jagung sebagian besar terdapat di wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan sehingga

dalam pemanfaatannya sebagai pakan lebih tersedia dan diperoleh dibandingkan

dengan limbah tanaman pangan yang lain.

Page 100: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan

Daya dukung limbah tanaman pangan merupakan kemampuan suatu

wilayah untuk menghasilkan atau menyediakan pakan berupa limbah tanaman

pangan yang dapat menampung kebutuhan sejumlah populasi ternak ruminansia

tanpa melalui pengolahan. Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber

pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan berdasarkan bahan kering, protein

kasar dan total digestible nutrient terlihat pada Tabel 20.

Dalam menghitung daya dukung limbah tanaman pangan digunakan

beberapa asumsi kebutuhan pakan ternak ruminansia. Asumsi yang digunakan

yaitu bahwa satu satuan ternak (1 ST) ternak ruminansia rata-rata membutuhkan

bahan kering (BK) adalah 6.25 kg/hari (NRC 1984), kebutuhan protein kasar

adalah 0.66 kg/hari dan kebutuhan total digestible nutrient (TDN) adalah 4.3

kg/hari (Ditjen Peternakan dan Fapet UGM 1982).

Tabel 20 menunjukkan bahwa limbah tanaman pangan mampu

menyediakan sumber pakan untuk ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

berdasarkan daya dukung bahan kering sebesar 3 014 958 ST. Dilain pihak,

berdasarkan daya dukung total digestible nutrient dan protein kasar masing-

masing sebesar 1 992 573 ST dan 1 551 087 ST. Kabupaten Bone merupakan

wilayah yang memiliki daya dukung yang tertinggi dibanding wilayah lainnya

yaitu masing-masing berdasarkan bahan kering, total digestible nutrient dan

protein kasar sebesar 571 529 ST, 385 369 ST dan 312 397 ST. Kabupaten

lainnya yang memiliki daya dukung yang tinggi adalah Wajo, Sidrap dan Pinrang

dan wilayah yang memiliki daya dukung yang terendah adalah Kota Pare-pare

masing-masing berdasarkan bahan kering, total digestible nutrient dan protein

kasar sebesar 3 229 ST, 2 133 ST dan 1 696 ST.

Berdasarkan daya dukung bahan kering limbah tanaman pangan

(Lampiran 14), menunjukkan bahwa jerami padi merupakan limbah tanaman

pangan yang memiliki daya dukung yang tinggi (2 207 455 ST) dibanding limbah

tanaman pangan lainnya. Tingginya daya dukung dari jerami padi tersebut

disebabkan karena tingginya produksi jerami padi sehingga menyebabkan daya

dukung sebagai sumber pakan juga tinggi.

Page 101: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 20 Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan

di Sulawesi Selatan

Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan (ST)

Kabupaten/Kota Bahan Kering

Total Digestible

Nutrient Protein Kasar

Selayar 22 350 16 688 14 838

Bulukumba 192 704 133 202 107 873

Bantaeng 126 840 92 421 71 965

Jeneponto 186 391 137 354 114 971

Takalar 76 877 51 214 39 086

Gowa 186 696 125 769 98 065

Sinjai 79 458 53 673 45 575

Maros 95 614 61 700 50 025

Pangkep 54 402 34 785 26 899

Barru 48 648 31 413 26 784

Bone 571 529 385 369 312 937

Soppeng 114 464 73 565 54 653

Wajo 281 831 178 821 130 530

Sidrap 214 402 133 972 97 138

Pinrang 207 364 129 172 92 755

Enrekang 27 776 18 776 14 716

Luwu 130 111 81 010 58 427

Tator 85 175 54 526 42 242

Polmas 99 719 63 260 47 475

Majene 9 974 6 897 6 470

Mamuju 47 649 31 651 26 681

Luwu Utara 145 537 91 261 66 315

Makassar 6 219 3 941 2 972

Parepare 3 229 2 133 1 696

Jumlah 3 014 958 1 992573 1 551 087

Daya dukung jerami jagung dapat menampung sejumlah 562 684 ST, dan

kabupaten Bone dan Jeneponto memiliki daya dukung tinggi yaitu sebesar 143

311 ST dan 103 942 ST atau 25.47% dan 18.47% dari total daya dukung jerami

jagung di Sulawesi Selatan. Jerami kacang tanah, jerami kacang hijau, dan pucuk

ubi kayu memiliki daya dukung sebagai sumber pakan sebesar 3.12%, 2.63% dan

Page 102: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

0.93% dari total daya dukung limbah tanaman pangan. Jerami kedelai dan jerami

ubi jalar adalah limbah yang memiliki daya dukung yang rendah sebesar 28 114

ST dan 12 429 ST.

Berdasarkan daya dukung bahan kering dari limbah tanaman pangan yang

dapat menampung sebanyak 3 014 958 ST dan dengan jumlah populasi ternak

ruminansia sebanyak 727 774 ST, maka potensi limbah tanaman pangan sebagai

sumber pakan jauh lebih tinggi dibandingkan populasi ternak ruminansia yang

ada. Dengan demikian limbah tanaman pangan memiliki potensi yang tinggi

sebagai sumber pakan ternak ruminansia.

Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan selain

berdasarkan bahan kering, dapat pula dilihat berdasarkan total digestible nutrient

(Lampiran 15) dan protein kasar (Lampiran 16). Dengan produksi total digestible

nutrient dan protein kasar sebanyak 3 128 339 ton dan 372 261 ton, dapat

diestimasi bahwa produksi tersebut dapat menampung bagi sejumlah populasi

ternak ruminansia masing-masing berdasarkan total digestible nutrient sebanyak

1 992 573 ST dan berdasarkan protein kasar sebanyak 1 551 087 ST. Kabupaten

Bone adalah wilayah dengan daya dukung tertinggi berdasarkan total digestible

nutrient (385 369 ST) dan protein kasar (312 937 ST), dan sebaliknya kota

Parepare dengan daya dukung rendah sebesar 2 133 ST dan 1 696 ST.

Untuk mengetahui rasio antara daya dukung limbah tanaman pangan

dengan jumlah populasi ternak ruminansia di masing-masing kabupaten dilakukan

perhitungan indeks daya dukung pakan limbah tanaman pangan. Indeks daya

dukung pakan adalah nisbah antara jumlah pakan limbah tanaman pangan yang

tersedia (ST) dengan jumlah populasi ternak ruminasia (ST) yang ada di suatu

wilayah, dengan kategori indeks daya dukung tinggi, sedang dan rendah

(Lampiran 17). Gambar 18 menunjukkan bahwa berdasarkan bahan kering

diketahui beberapa kabupaten dalam kategori daya dukung tinggi adalah Soppeng,

Wajo, Sidrap dan Luwu. Wilayah tersebut adalah kabupaten yang dapat

menyediakan sumber pakan limbah tanaman pangan dibandingkan dengan jumlah

populasi ternak ruminansia yang ada. Masih terbuka peluang untuk lebih

memanfaatkan limbah tanaman pangan secara optimal sebagai sumber pakan.

Page 103: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 18 Indeks daya dukung pakan limbah tanaman pangan

di Sulawesi Selatan.

Page 104: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Dilain pihak, kabupaten Mamuju dan Majene menunjukkan ketegori daya

dukung rendah yang berarti bahwa ketersediaan limbah tanaman pangan sebagai

sumber pakan tidak mencukupi kebutuhan sejumlah populasi ternak ruminansia di

wilayah tersebut. Rendahnya daya dukung di wilayah tersebut diakibatkan oleh

kedua wilayah ini lebih banyak ke pengembangan tanaman perkebunan dibanding

tanaman pangan. Sulawesi Selatan masih tergolong kategori sedang, dan

umumnya wilayah-wilayah kabupaten juga masih tergolong dalam kategori daya

dukung sedang sehingga ketersediaan limbah tanaman pangan sebagai sumber

pakan masih mampu mencukupi kebutuhan populasi ternak ruminansia.

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia

Nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR) di suatu

kabupaten dihitung sebagai selisih antara daya dukung pakan limbah tanaman

pangan dengan jumlah ternak ruminansia yang ada. Kapasitas peningkatan

populasi ternak ruminansia merupakan jumlah ternak ruminansia yang dapat

ditambahkan di suatu wilayah berdasarkan ketersediaan limbah tanaman pangan

sebagai sumber pakan. Jumlah kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia

setiap kabupaten di Sulawesi Selatan berdasarkan bahan kering, total digestible

nutrient dan protein kasar seperti terlihat pada Tabel 21.

Dengan jumlah daya dukung pakan limbah tanaman pangan (Tabel 20),

dihubungkan dengan populasi ternak ruminansia sebanyak 727 774 ST (Tabel 13),

maka di Sulawesi Selatan berdasarkan bahan kering masih memungkinkan untuk

penambahan populasi ternak ruminansia atau kapasitas peningkatan populasi

ternak ruminansia sebanyak 2 287 184 ST. Dilain pihak, berdasarkan total

digestible nutrient dan protein kasar, kapasitas peningkatan populasi ternak

ruminansia masing-masing sebesar 1 264 779 ST dan 823 313 ST.

Namun demikian, beberapa kabupaten menunjukkan nilai kapasitas

peningkatan populasi ternak ruminansia yang negatif atau daya dukung pakan

limbah tanaman pangan tidak mencukupi kebutuhan bagi ternak ruminansia di

wilayah tersebut. Kabupaten yang menunjukkan KPPTR yang negatif

berdasarkan bahan kering, total digestible nutrient dan protein kasar adalah

Majene, Mamuju, dan Enrekang, sedangkan kabupaten Selayar memiliki nilai

Page 105: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

KPPTR yang negatif ditinjau dari total digestible nutrient dan protein kasar,

sementara Barru dan Parepare berdasarkan protein kasar. Wilayah kabupaten

dalam kondisi KPPTR yang negatif, diupayakan memanfaatkan sumber pakan lain

selain limbah tanaman pangan untuk mencukupi kebutuhan ternak ruminansia di

wilayah tersebut.

Tabel 21 Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia

Bahan Kering TDN Protein Kasar Kabupaten/

Kota ST % ST % ST %

Selayar 5 176 0.23 (486) (0.04) (2.337) (0.28)

Bulukumba 135 769 5.94 76 268 6.03 50 938 6.19

Bantaeng 102 887 4.50 68 468 5.41 48 012 5.83

Jeneponto 158 779 6.94 109 742 8.68 87 358 10.61

Takalar 58 271 2.55 32 608 2.58 20 480 2.49

Gowa 119 060 5.21 58 133 4.60 30 429 3.70

Sinjai 44 073 1.93 18 288 1.45 10 191 1.24

Maros 57 055 2.49 23 141 1.83 11 466 1.39

Pangkep 27 860 1.22 8 243 0.65 357 0.04

Barru 20 714 0.91 3 478 0.28 (1 150) (0.14)

Bone 487 322 21.31 301 163 23.81 228 731 27.78

Soppeng 104 157 4.55 63 257 5.00 44 345 5.39

Wajo 263 960 11.54 160 951 12.73 112 659 13.68

Sidrap 191 111 8.36 110 680 8.75 73 847 8.97

Pinrang 175 237 7.66 97 045 7.67 60 627 7.36

Enrekang (4 454) (0.19) (13 454) (1.06) (17 514) (2.13)

Luwu 116 966 5.11 67 865 5.37 45 281 5.50

Tator 55 608 2.43 24 958 1.97 12 674 1.54

Polmas 69 556 3.04 33 097 2.62 17 312 2.10

Majene (7 339) (0.32) (10 416) (0.82) (10 844) (1.32)

Mamuju (25 685) (1.12) (41 682) (3.30) (46 653) (5.67)

Luwu Utara 125 458 5.49 71 182 5.63 46 236 5.62

Makassar 4 292 0.19 2 014 0.16 1 045 0.13

Parepare 1 353 0.06 257 0.02 (180) (0.02)

Jumlah 2 287 184 1 264 799 823 313

Keterangan : ST (satuan ternak), TDN (Total Digestible Nutrient).

Angka dalam kurung menunjukkan nilai negatif.

Page 106: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Kecuali kabupaten-kabupaten yang telah disebutkan di atas, secara umum

kabupaten lainnya menujukkan nilai kapasitas peningkatan populasi ternak

ruminansia yang positif yang berarti bahwa ketersediaan limbah tanaman pangan

sebagai sumber pakan ternak ruminansia masih mencukupi dan dapat dilakukan

penambahan sejumlah populasi ternak ruminansia. Berdasarkan bahan kering,

total digestible nutrient dan protein kasar, kapasitas peningkatan populasi ternak

ruminasia tertinggi di kabupaten Bone berturut-turut adalah 21.31%, 23.81% dan

27.78% atau di wilayah ini dapat dilakukan penambahan populasi ternak

ruminansia sebanyak 487 322 ST, 301 163 ST dan 228 731 ST. Berikutnya

berdasarkan bahan kering adalah kabupaten Wajo, (11.54%), Sidrap (8.36%),

Pinrang (7.66%), dan Jeneponto (6.94%), Dilain pihak, kabupaten lainnya dapat

ditingkatkan populasi ternaknya kurang dari 6% dari populasi yang ada.

Melihat potensi dan daya dukung limbah tanaman pangan sebagai pakan

nampaknya dapat memenuhi kebutuhan dalam penyediaan pakan untuk ternak

ruminansia. Namun disisi lain, penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan

memiliki berbagai kendala yang disebabkan oleh nilai nutrisinya yang amat

beragam tergantung dari spesies, waktu panen serta adanya perlakuan pasca panen

(Soetanto 2001). Dengan nilai nutrisi yang rendah seperti kandungan protein

yang rendah dan serat kasar yang tinggi menyebabkan limbah pertanian terbatas

untuk digunakan sebagai pakan, disamping juga adanya antinutrisi dan racun yang

mungkin terkandung dalam limbah tersebut (Sofyan 1998).

Upaya untuk meningkatkan nilai gizi limbah pertanian dengan

menggunakan teknologi pakan telah diterapkan di masyarakat seperti perlakuan

fisik, kimiawi serta biologis. Ditingkat peternak penerapan teknologi peningkatan

kualitas limbah pertanian memiliki hambatan dengan berbagai alasan seperti

jumlah limbah yang dapat dikumpulkan oleh peternak relatif sedikit karena

kurangnya fasilitas untuk penyimpanan dan terjadinya penambahan beban biaya

dan tenaga kerja bagi peternak dengan melakukan teknologi tersebut (Djajanegara

1999). Untuk itu dibutuhkan teknologi pakan yang sederhana, murah dan mudah

diadopsi oleh peternak.

Page 107: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan

sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Keadaan Umum Peternak

Berdasarkan survei terhadap 396 responden (Lampiran 18) di empat

kabupaten lokasi penelitian meliputi kabupaten Bantaeng (95 peternak), Wajo (96

peternak), Polmas (100 peternak), dan Barru (105 peternak) dapat diketahui

keadaan umum peternak responden yaitu umur peternak, tingkat pendidikan,

pekerjaan utama, dan pengalaman beternak, seperti disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22 Keadaan umum peternak responden

Jumlah Uraian Responden

(orang) %

Tingkatan umur (tahun)

<20 0 0.00

21-30 17 4.29

31-40 113 28.54

41-50 183 46.21

>50 83 20.96

Tingkat pendidikan

Tidak tamat SD 88 22.22

Tamat SD 131 33.08

Tamat SLTP 110 27.78

Tamat SLTA 61 15.40 Tamat Perguruan tinggi 6 1.52

Pekerjaan utama

Petani 335 84.60

Pegawai 14 3.54

Pensiunan 7 1.77

Pedagang 31 7.83

Ibu rumah tangga 9 2.27

Pengalaman beternak (tahun)

<10 85 21.46

10-20 228 57.58

21-30 68 17.17

>30 15 3.79

Page 108: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Ditinjau dari karakteristik umur, peternak berada pada kisaran umur 21-65

tahun dengan rata-rata berumur 44.6 tahun. Tabel 22 menunjukkan bahwa

berdasarkan kelompok tingkatan umur peternak, sebanyak 46.21% atau 183

responden berumur antara 41-50 tahun, 28.54% berumur 31-40 tahun, 4.29%

berumur 4.29%, serta sebanyak 20.96% berumur diatas 50 tahun dan tidak ada

peternak yang berumur dibawah 20 tahun. Bila dikaji dari karakteristik umur di

atas, sebagian besar peternak dalam kategori usia yang produktif. Faktor umur

biasanya lebih diidentikkan dengan produktivitas kerja, dan jika seseorang masih

tergolong usia produktif ada kecenderungan produktivitasnya juga tinggi. Chamdi

(2003) mengemukakan, semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun)

umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk

mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi.

Sementara itu, ditinjau dari tingkat pendidikan formal terdapat variasi dari

yang terendah tidak tamat sekolah dasar dan tertinggi tamat perguruan tinggi.

Tingkat pendidikan peternak didominasi oleh tidak tamat dan tamat sekolah dasar

(55.30%), selebihnya tamat sekolah lanjutan pertama dan atas masing-masing

27.78% dan 15.40%, dan hanya 1.52% yang menyelesaikan pendidikan di

perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh

peternak relatif masih rendah, sehingga dapat menyebabkan adopsi teknologi

peternakan yang dapat diserap oleh peternak tidak maksimal. Syafaat et al. (1995)

menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan

semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya akan semakin

tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu, dengan

semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja usaha peternakan

akan semakin berkembang.

Hal yang cukup menarik untuk dikemukakan adalah masih tingginya

jumlah peternak yang tidak menyelesaikan pendidikan formal sekolah dasar yaitu

22.22% atau 88 responden. Dilain pihak, hanya 1.52% peternak yang

menyelesaikan pendidikan tinggi. Dengan tingkat pendidikan yang demikian

dapat diasumsikan bahwa kemampuan peternak untuk mengetahui dan

mengadopsi suatu keterampilan dalam rangka pengembangan usaha ternak akan

mengalami kendala dan kesulitan. Chamdi (2003) menyatakan bahwa dengan

Page 109: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

tingkat pendidikan akan menambah pengetahuan dan keterampilan sehingga akan

meningkatkan produktivitas kerja dan akan menentukan keberhasilan usaha

ternak.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pemeliharaan ternak masih menjadi usaha

sambilan bagi para peternak. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survei

menunjukkan bahwa sebagian besar peternak mempunyai status pekerjaan tetap

sebagai petani (84.60%) yaitu sebanyak 335 responden, sedangkan selebihnya

berstatus non petani jumlahnya sebanyak 15.40% dengan status pekerjaan utama

sebagai pegawai, pensiunan, pedagang, dan ibu rumah tangga. Namun demikian,

berdasarkan hasil penelitian Munier (2003) menunjukkan, umumnya usaha utama

peternak adalah sebagai petani dengan bertanam padi, palawija, sayuran dan

lainnya, tetapi kenyataannya ditingkat peternak bahwa hasil penjualan ternak

cukup memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarganya terutama untuk

menyekolahkan anak. Soedjana (1993) menyatakan, umumnya penduduk

pedesaan mencurahkan perhatiannya pada usaha pokoknya yaitu sebagai petani

sehingga pemeliharaan ternaknya kurang diperhatikan. Hal ini disebabkan karena

sebagian usaha peternakan dilakukan sebagai usaha sambilan sehingga perhatian

peternak terhadap usaha peternakannya kurang baik. Dilain pihak, Priyanti et al.

(1989) menyatakan bahwa meskipun usaha ternak sebagai usaha penunjang tetapi

kenyataannya memberikan sumbangan yang besar bagi pendapatan peternak.

Hasil penjualan produk-produk pertanian hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagian untuk kebutuhan konsumsi.

Berdasarkan tingkat pengalaman peternak, hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar peternak memiliki pengalaman beternak 10-20 tahun

(57.58%) dari total responden, dengan rata-rata pengalaman beternak sekitar 14.5

tahun. Selain itu, sebanyak 21.46% yang berpengalaman dalam beternak kurang

dari 10 tahun, 17.17% berpengalaman beternak 21-30 tahun, dan yang

berpengalaman diatas 30 tahun hanya 3.79%. Umumnya pengalaman beternak

diperoleh dari orang tuanya secara turun-temurun. Dengan pengalaman beternak

yang cukup lama memberikan indikasi bahwa pengetahuan dan keterampilan

peternak terhadap manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang

lebih baik.

Page 110: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Pemeliharaan Ternak dan Pemberian Pakan

Hasil penelitian mengenai pemeliharaan ternak (Tabel 23) menunjukkan

bahwa pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh peternak sebagian besar

(71.21%) dengan cara tradisional. Cara pemeliharaan tradisional adalah ternak

dilepas sepanjang hari, dan dilepas siang hari kemudian diikat pada malam hari,

masing-masing proporsi peternak yang melakukan cara pemeliharaan demikian

masing-masing 38.63% dan 32.58%. Menurut Davendra dan Burns (1994), bahwa

sistem pemeliharaan ternak di pedesaan pada umumnya secara tradisional dan

belum menggunakan teknologi dalam manajemen pemeliharaannya.

Tingginya jumlah peternak melepas ternaknya sepanjang hari (38.63%)

dilakukan dengan beberapa alasan, seperti lahan masih tersedia untuk tempat

melepas ternak dan hijauan masih tersedia terutama dimusim penghujan, dan

keamanan ternak lebih terjamin jika dilepas (berpencar), termasuk di malam hari

daripada jika dikandangkan. Alasannya, jika pada malam hari ternak

dikandangkan pencurian ternak lebih mudah dan memungkinkan pencurian dalam

jumlah yang lebih banyak. Berbeda jika dilepas begitu saja, pencurian akan sulit

dilakukan karena membutuhkan waktu untuk mengumpulkan ternak. Sembiring et

al. (2002) memberikan solusi untuk mengatasi pencurian ternak adalah peternak

mengupayakan adanya kandang kelompok (kolektif), yaitu sistem pemeliharaan

dengan membuatkan kandang secara berkelompok dalam suatu areal. Dalam

penerapan sistem kandang kelompok, peternak tidak hanya memperoleh rasa

aman dalam beternak tetapi manajemen pemeliharaan ternak akan lebih mudah.

Jumlah peternak yang mengandangkan ternak jumlahnya lebih rendah

yaitu 28.79% (114 peternak), dengan cara dikandangkan pada malam hari saja

(semi intensif) sebanyak 66 peternak, dan ternak dikandangkan sepanjang hari

(intensif) sebanyak 48 peternak atau 12.12% dari seluruh responden. Namun ada

persepsi yang berbeda dengan peternak yang melepas ternaknya sepanjang hari.

Bagi peternak yang mengandangkan ternak sepanjang hari, dilakukan dengan

alasan bahwa dengan dikandangkan sepanjang hari akan mempermudah dalam

pemberian pakan dan perawatan ternak, sedangkan bagi peternak yang

mengkandangkan ternaknya hanya pada malam hari saja beralasan bahwa ternak

lebih aman dari pencurian karena akan lebih mudah dalam pengawasannya.

Page 111: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Pandangan peternak dalam melihat dan mengantisipasi resiko pencurian ternak

berbeda-beda, namun masing-masing peternak memiliki keyakinan dengan cara

pemeliharaan yang dilakukan.

Tabel 23 Cara pemeliharaan ternak dan pemberian pakan

Jumlah

Uraian

Responden

(orang) %

Cara pemeliharaan ternak

Dilepas sepanjang hari 153 38.63

Dilepas siang hari dan diikat malam hari 129 32.58

Dikandangkan sepanjang hari 48 12.12

Dikandangkan pada malam hari saja 66 16.67

Sistem pemberian pakan

Merumput di sawah, kebun, pekarangan 150 37.88

Merumput di padang penggembalaan 32 8.08

Merumput di sawah, kebun, pekarangan, diberi

rumput potongan 214 54.04

Jenis hijauan pakan yang diberikan

Hanya rumput 191 48.23

Rumput dan daun-daunan 55 13.89

Rumput dan limbah tanaman pangan 113 28.54

Rumput, daun-daunan, limbah tanaman pangan 37 9.34

Jenis pakan tambahan yang diberikan

Dedak 184 46.46

Garam 71 17.93

Dedak dan garam 69 17.42

Tidak menggunakan pakan tambahan 72 18.18

Ketersediaan hijauan pakan

Selalu tersedia 151 38.13

Fluktuasi atau musiman 245 61.87

Cara pemeliharaan ternak yang telah disebutkan di atas, sangat terkait

dengan sistem pemberian pakan. Sebagian besar peternak yaitu 91.92% atau 364

responden melepas ternak untuk memperoleh pakan di sawah, kebun dan

pekarangan. Peternak yang memberikan pakan bagi ternaknya dengan mengarit

Page 112: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

rumput atau memberi rumput potongan adalah peternak yang melakukan

pengandangan ternak sebanyak 114 responden (28.79%). Hal di atas menunjukkan

bahwa lahan garapan yaitu sawah dan kebun menjadi basis ekologis bagi ternak

sebagai penyedia hijauan dan tempat pemeliharaan ternak, sementara lahan

padang penggembalaan terdapat indikasi berkurang ditunjukkan dengan

rendahnya peternak yang melepas ternaknya di pandang penggembalaan yaitu

hanya 8.08%. Terdapat kecenderungan ketersediaan hijauan pakan di padang

penggembaalan sangat terbatas dan keberadaannya di pedesaan jauh dari

pemukiman penduduk (Setiadi et al. 1995). Kristanto (1982) menyatakan bahwa

masalah utama pengembangan ternak khususnya sapi potong di Sulawesi Selatan

adalah semakin menyempitnya padang penggembalaan alam, sehingga sumber

hijauan umumnya diperoleh dari pinggir jalan, pinggir sungai, pematang sawah,

dan tanah kosong yang tidak digunakan untuk tanaman pangan.

Pola pemberian pakan oleh peternak memperlihatkan cukup bervariasi dan

Tabel 23 menunjukkan bahwa seluruh peternak memberikan hijauan pakan berupa

rumput. Dalam pemberian hijauan pakan, peternak yang memberikan hijauan

berupa rumput saja jumlahnya lebih tinggi yaitu 48.23%, dibandingkan dengan

peternak yang memberikan rumput dan limbah tanaman pangan (28.54%), rumput

dan daun-daunan (13.89%), hanya 9.34% responden yang memberikan rumput,

daun-daunan dan limbah tanaman pangan.

Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak, peternak melakukan

upaya dengan memberikan pakan tambahan berupa dedak dan garam.

Penggunaan dedak paling banyak digunakan peternak sebagai pakan tambahan

yaitu 63.89% (253 responden), dimana dedak digunakan sebagai pakan tambahan

lebih banyak diberikan dengan mencampur dengan hijauan pakan seperti rumput.

Jumlah peternak yang menggunakan garam sebagai pakan tambahan sebanyak

140 responden, dan yang memberikan keduanya (dedak dan garam) hanya

17.42%. Dilain pihak, jumlah peternak yang tidak memberikan pakan tambahan

sebanyak 72 responden (18.18%), dengan alasan menambah biaya karena harga

dedak mahal dan ketersediaannya fluktuatif.

Ketersediaan hijauan pakan menurut peternak adalah tidak tetap atau

fluktuatif. Sebanyak 61.87% responden menyatakan ketersediaan pakan bersifat

Page 113: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

150

246

62,12%

37,88%

0

50

100

150

200

250

300

350

Menggunakan Tidak Menggunakan

musiman dan 28.38% responden menyatakan pakan tersedia sepanjang tahun.

Ketersediaan pakan sangat dipengaruhi oleh musim, dimana saat musim

penghujan atau panen komoditi tanaman pangan jumlahnya melimpah, sementara

saat musim kemarau/peceklik ketersediaannya berkurang.

Penggunaan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan

Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di

tingkat peternak masih rendah. Hal ini terlihat masih banyaknya peternak yang

tidak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan yaitu 62.12% dari total

396 responden, dan sebanyak 37.88% responden menggunakan limbah tanaman

pangan sebagai pakan (Gambar 19).

Gambar 19 Jumlah peternak yang menggunakan limbah tanaman pangan

sebagai pakan.

Beberapa faktor yang menyebabkan limbah tanaman pangan tidak

digunakan sebagai pakan oleh peternak seperti dikemukakan berikut ini.

a. Umumnya petani membakar limbah tanaman pangan terutama jerami padi

karena secepatnya akan dilakukan pengolahan tanah untuk penanaman

kembali khususnya pada lahan sawah beririgasi (intensif) dengan pola tanam

lebih dari sekali dalam setahun.

Page 114: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

b. Limbah tanaman pangan bersifat kamba sehingga menyulitkan peternak untuk

mengangkut dalam jumlah banyak untuk diberikan kepada ternak, dan

umumnya lahan pertanian jauh dari pemukiman peternak sehingga

membutuhkan biaya dalam pengangkutan

c. Tidak tersedianya tempat penyimpanan limbah tanaman pangan, dan peternak

tidak bersedia menyimpan/menumpuk limbah di sekitar rumah/kolong rumah

karena takut akan bahaya kebakaran.

d. Peternak menganggap bahwa ketersediaan hijauan di lahan pekarangan,

kebun, sawah masih mencukupi sebagai pakan ternak.

Dilain pihak, dari sejumlah peternak yang menggunakan limbah tanaman

pangan sebagai pakan yaitu sebanyak 150 responden (37.88%), hanya 39

responden atau 9.85% dari seluruh responden yang menggunakannya setiap saat

dalam jumlah terbatas, selebihnya sebagian besar digunakan tidak setiap saat.

Beberapa hal berikut yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil wawancara,

sehubungan dengan penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan oleh

peternak.

a. Limbah tanaman pangan digunakan sebagai pakan saat panen dimana

ketersediaanya melimpah dan umumnya diberikan dalam bentuk segar.

b. Limbah tanaman pangan dapat digunakan sebagai stok pakan yang disimpan

dalam jumlah terbatas dalam karung atau diikat. Penggunaan sebagai pakan

dilakukan saat musim kemarau dimana terjadi kesulitan atau kekurangan

hijauan, atau saat aktivitas pengolahan tanah dan penanaman di lahan

pertanian (sawah) dimana ternak tidak dapat dilepas.

c. Penggunaan limbah sebagai pakan umumnya dilakukan oleh peternak yang

memiliki lahan dan mengusahakan (menanam) komoditi tanaman pangan.

Gambar 20 memperlihatkan bahwa dari sejumlah peternak yang

menggunakan limbah sebagai pakan, sebagian besar menggunakan jerami padi

dan jerami jagung sebagai pakan masing-masing sebanyak 124 dan 100 responden

atau 31.31% dan 25.25% dari seluruh responden. Tingginya jumlah peternak yang

menggunakan jerami padi dan jerami jagung sebagai pakan dibandingkan dengan

limbah yang lain disebabkan karena jumlah produksi dan luas areal penanaman

Page 115: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Keterangan : persentase terhadap jumlah seluruh responden

jumlah responden y ang menggunakan limbah

124100

6348

18 12 10

(31,31%)

(25,25%)

(15,91%)

(12,12%)

(4,55%)(3,03%) (2,53%)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Jerami Padi Jerami

Jagung

Jerami

Kedelai

Jerami

Kacang

Tanah

Jerami

Kacang

Hijau

Jerami Ubi

Jalar

Pucuk Ubi

Kayu

komoditi tersebut lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan komoditi yang

lain.

Disamping menggunakan jerami padi dan jagung, limbah yang lain juga

digunakan sebagai pakan. Jumlah responden yang menggunakan limbah jerami

kedelai, jerami kacang tanah, dan jerami kacang hijau masing-masing 15.91%,

12.12%, dan 4.55% dari total responden. Untuk jerami ubi jalar dan pucuk ubi

kayu, responden yang menggunakan sedikit jumlahnya hanya 3.03% dan 2.53%.

Rendahnya jumlah peternak yang menggunakan jerami ubi jalar dan pucuk ubi

kayu berhubungan dengan rendahnya jumlah areal penanaman komoditi tersebut

sehingga ketersediaan limbahnya kurang.

Gambar 20 Jumlah peternak yang menggunakan limbah tanaman pangan

sebagai pakan berdasarkan jenis limbah.

Dari paparan di atas, dapat dikemukan bahwa salah satu penyebab

peternak tidak menggunaan limbah sebagai pakan dengan optimal karena produksi

limbah yang hanya melimpah saat panen, sehingga tidak tersedia setiap saat.

Zulbardi et al. ( (2001) menyatakan, masalah utama yang ditemui pada usaha

peternakan khususnya ternak ruminansia adalah tidak tersedianya pakan yang

kontinyu dengan kualitas yang baik. Upaya yang dilakukan adalah melakukan

penyimpanan, pengawetan dan peningkatan kualitas nilai nutrisi melalui sentuhan

teknologi pakan. Aryogi et al. (2001) menyatakan, teknologi pakan untuk ternak

ruminansia mencakup dua hal, yaitu a) teknologi pengolahan bahan pakan untuk

Page 116: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

217179

54,80%

45,20%

0

50

100

150

200

250

300

Mengetahui Tidak Mengetahui

meningkatkan kualitas zat-zat nutrisinya, dan b) teknologi penyiapan bahan pakan

untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat-zat nutrisinya.

Berhubungan dengan teknologi pakan, Gambar 21 menunjukan bahwa 217

responden atau 54.80% mengetahui tentang teknologi pakan, dan selebihnya tidak

mengetahui teknologi pakan. Para peternak mengetahui teknologi pakan melalui

berbagai sumber seperti penyuluhan, bimbingan, demonstrasi yang dilakukan

aparat dinas peternakan atau instansi lainnya, serta media cetak dan elektronik.

Gambar 21 Jumlah peternak yang mengetahui teknologi pakan.

Dari sejumlah peternak yang mengetahui teknologi pakan (217

responden), terlihat pada Gambar 22 bahwa beberapa jenis teknologi pakan yang

diketahui seperti amoniasi/fermentasi lainnya seperti penggunaan mikroba, silase,

dan hay (pengeringan). Teknologi amoniasi/fermentasi lainnya adalah jenis

teknologi pakan yang lebih banyak peternak mengetahuinya sebanyak 131

responden. Jika dikelompokkan dalam beberapa kategori maka kategori peternak

yang mengetahui hanya satu jenis teknologi yaitu amoniasi, hay dan silase saja

menunjukkan persentase masing-masing 20.71%, 18.18% dan 18.18% dari total

responden.

Sementara kategori yang lain adalah mengetahui dua jenis teknologi,

dengan jumlah peternak dalam kategori ini yaitu amoniasi+silase 0.76%,

Page 117: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Keterangan : persentase terhadap jumlah seluruh responden

jumlah responden yang mengetahui

Amoniasi,Silase

3 (0,76%)

Hay (pengeringan)

72 (18,18%)

Silase

10 (2,53%)

Amonisasi dan

Fermentasi lainnya

82 (20,71%)

Silase,Hay

4 (1,01%)

Amoniasi,Silase,

Hay

25 (6,31%)Amoniasi,Hay

21(5,30%)

amoniasi+hay 5.30% dan silase+hay 1.01%, serta yang mengetahui ketiga jenis

teknologi tersebut 6.31%. Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkat

pengetahuan peternak terhadap teknologi pakan cukup tinggi. Tingkat

pengetahuan terkait dengan seberapa jauh peternak mampu memahami secara

teroritis teknologi pakan dan memiliki keterampilan dalam menerapkan teknologi

pakan tersebut.

Gambar 22 Jenis teknologi pakan yang diketahui peternak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun jumlah peternak yang

mengetahui teknologi pakan cukup tinggi jumlahnya (54.80%), namun tingkat

penerapan teknologi pakan sangat rendah. Dari jumlah 217 responden yang

mengetahui teknologi pakan, hanya 46 responden (21.19%) yang menerapkan dan

melakukan teknologi tersebut atau 11.62% dari seluruh peternak (Gambar 23).

Kurangnya jumlah peternak yang melakukan teknologi pakan atau tingkat

penerapan rendah, disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

a) Teknologi pakan dianggap tidak efektif untuk dilaksanakan karena

membutuhkan curahan waktu (menghabiskan waktu), seperti dalam

mengumpulkan dan mengangkut limbah, serta dalam proses pembuatannya.

Sementara waktu lebih banyak tercurah pada usaha tani tanaman pangan. Hal

ini disebabkan karena usaha ternak masih dianggap sebagai usaha sambilan

sehingga perhatian dan curahan waktu kurang.

Page 118: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Menerapkan/

Melakukan

46 (11,62%)

Tidak Menerapkan/

Melakukan

171(43,18%)

b) Teknologi pakan dalam penerapannya membutuhkan bahan dan alat, seperti

dalam amoniasi dan silase membutuhkan silo/tempat untuk penyimpanan, atau

bahan lain seperti penambahan urea sehingga memberi konsekuensi adanya

penambahan biaya. Sementara kebutuhan yang lain masih membutuhkan biaya

terutama kebutuhan sehari-hari rumah tangga.

c) Peternak kurang memahami bahwa teknologi pakan dapat meningkatkan

kualitas limbah sebagai pakan sehingga dapat meningkatkan produktivitas

ternak. Tanpa melakukan tenologi pakan pun, limbah masih dapat dikonsumsi

oleh ternak.

Gambar 23 Jumlah peternak yang menerapkan teknologi pakan.

Dalam melihat keberadaan teknologi pakan, nampaknya peternak

memandang secara holistik dengan meninjau dari berbagai aspek, bukan hanya

secara teknis teknologi namun lebih jauh kepada aspek non teknis dari teknologi

tersebut terutama adanya pertimbangan dalam hal waktu yang dibutuhkan untuk

menerapkan teknologi itu disamping adanya biaya yang harus dikeluarkan dalam

melakukan teknologi pakan tersebut.

Pandangan tersebut di atas terjadi karena peternak belum mengetahui

dengan baik manfaat yang diperoleh dari teknologi pakan, seperti meningkatnya

kualitas nutrisi limbah sebagai pakan serta limbah yang telah diberi sentuhan

teknologi seperti amoniasi atau fermentasi lainnya, dapat disimpan dalam kurun

waktu yang cukup lama sebagai stok pakan saat kondisi pakan kesulitan/kurang

terutama di musim kemarau.

Page 119: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan

sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal

Analisis lingkungan internal dan eksternal merupakan analisis terhadap

keadaan internal dan keadaan eksternal yang berpengaruh terhadap upaya

pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di

Sulawesi Selatan. Faktor-faktor kritis dari analisis internal dan eksternal dapat

diidentifikasi dan dirumuskan yang berasal dari hasil penelitian sebelumnya

(penelitian tahap 1, 2 dan 3), wawancara dan kuisioner yang diisi oleh pakar, serta

studi pustaka. Identifikasi faktor internal meliputi faktor kekuatan (strengths) dan

kelemahan (weaknesses), dan faktor eksternal meliputi faktor peluang

(opportunities) dan ancaman (threats), seperti dipaparkan berikut ini.

Kekuatan (Strengths). Faktor-faktor internal yang diidentifikasi sebagai

kekuatan yang dimiliki dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan

ruminansia di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut.

1. Sumberdaya pakan limbah tanaman pangan memiliki produksi yang cukup

besar. Jumlah produksi limbah tanaman pangan yang dapat dimanfaatkan

sebagai sumber pakan ternak ruminansia berdasarkan produksi bahan kering,

total digestible nutrient dan protein kasar masing-masing adalah 6 874 105 ton

BK, 3 128 339 ton TDN dan 372 261 ton PK. Berdasarkan produksi bahan

kering limbah tanaman pangan mampu menyediakan pakan sebanyak 3 014

958 ST, dan jumlah produksi tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan jumlah populasi ternak ruminansia (727 774 ST).

2. Produksi limbah tanaman pangan khususnya jerami padi dan jerami jagung

tersebar disebagian besar wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan. Dengan

demikian, ketersediaan limbah jerami padi dan jerami jagung memiliki

potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia. Hal ini

disebabkan oleh tanaman padi dan jagung memiliki luas areal panen yang

cukup tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Jumlah areal

panen padi dan jagung adalah 847 306 ha dan 213 820 ha (BPS Sul Sel 2004),

dan menghasilkan limbah berupa jerami masing-masing 5 702 369 ton BK dan

1 458 252 ton BK.

Page 120: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

3. Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia belum

optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 62.12% peternak

tidak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan. Rendahnya

penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan disebabkan limbah dibakar

setelah panen, sulitnya mengangkut limbah dari lokasi panen, serta tidak

tersedianya tempat penyimpanan.

4. Teknologi pakan limbah tanaman pangan tersedia dan diketahui oleh peternak.

Sebanyak 54.80% peternak mengetahui tentang teknologi pakan, dan

selebihnya tidak mengetahui teknologi pakan. Berbagai jenis teknologi

pengolahan pakan yang dapat diterapkan dan telah diketahui oleh peternak

seperti amoniasi, silase, hay, dan fermentasi.

5. Limbah tanaman pangan tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan lain selain

sebagai pakan. Kondisi ini menguntungkan bagi pengembangan ternak

ruminansia dimana ketersediaan limbah tanaman pangan memilki potensi

yang cukup besar untuk dikembangkan dan semaksimal mungkin dapat

dimanfaatkan sebagai pakan.

Kelemahan (Weaknesses). Faktor-faktor internal yang diidentifikasi

sebagai kelemahan yang dimiliki dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ruminansia di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut.

1. Kebiasaan petani peternak membakar limbah tanaman pangan. Para petani

setelah panen memiliki kebiasaan membakar limbah tanaman pangan

khususnya jerami padi yang terjadi terutama pada pertanian pola intensif.

Dengan pola pertanian intensif, petani secepatnya melakukan pengolahan

tanah untuk penanaman kembali dengan pola tanam lebih dari sekali dalam

setahun.

2. Kualitas nutrisi limbah tanaman pangan rendah. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara umum kualitas nutrisi limbah tanaman pangan dengan

karakteristik kandungan serat kasar yang tinggi dan protein kasar yang rendah.

3. Sarana dan prasarana pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman

pangan tidak tersedia. Diketahui bahwa dengan karekteristik limbah tanaman

pangan bersifat kamba, terdapat kesulitkan dalam mengangkut limbah dalam

jumlah banyak. Jika limbah tanaman pangan dapat diangkut, peternak tidak

Page 121: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

memiliki tempat penyimpanan/gudang sehingga jumlah limbah yang dapat

diangkut lebih sedikit.

4. Tingkat penerapan teknologi pengolahan pakan limbah tanaman pangan

rendah. Rendahnya tingkat penerapan teknologi pakan bukan disebabkan oleh

tidak diketahuinya teknologi pakan tersebut. Namun beberapa hal yang

menjadi penyebab kurang diterapkannya teknologi pakan antara lain teknologi

pakan dianggap kurang efektif, membutuhkan tambahan biaya, dan kurangnya

pemahaman bahwa dengan sentuhan teknologi kualitas limbah akan lebih baik

yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas ternak jika digunakan

sebagai pakan.

5. Produksi limbah tanaman pangan bersifat musiman. Produksi limbah tanaman

pangan sangat terkait dengan musim dan pola tanam tanaman pangan di suatu

wilayah. Kondisi ini menyebabkan produksi limbah bersifat musiman, dimana

hanya pada saat panen produksi dan ketersediaan limbah melimpah.

Peluang (Opportunities). Faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi

sebagai peluang yang dimiliki dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ruminansia di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut.

1. Jumlah populasi ternak ruminansia cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan jumlah populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan adalah

727 774 ST, dan sapi potong adalah jenis ternak ruminansia yang populasinya

terbesar mencapai 77.62%. Disamping itu, sapi potong terdapat di seluruh

wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan.

2. Dukungan kebijakan pembangunan peternakan Sulawesi Selatan. Visi

pembangunan peternakan Sulawesi Selatan adalah terwujudnya masyarakat

sehat, produktif dan kreatif melalui pembangunan peternakan tangguh berbasis

sumberdaya lokal (Dinas Peternakan Sulawesi Selatan 2001b). Dengan

demikian, dalam pembangunan peternakan diharapkan lebih mengutamakan

pemanfaatan sumberdaya lokal yang dimiliki tanpa bergantung pada

sumberdaya dari luar. Limbah tanaman pangan merupakan salah satu

sumberdaya pakan lokal yang dapat dikembangkan sebagai sumber pakan

ternak ruminansia.

Page 122: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

3. Ternak ruminansia umumnya dipelihara oleh peternak. Ternak ruminansia

khususnya sapi potong secara umum dipelihara oleh peternak dengan skala

usaha dan tingkat kepemilikan ternak yang rendah dengan status milik sendiri

dan gaduhan. Unsur utama yang membedakan status kepemilikan tersebut

yaitu dengan milik sendiri, ternak yang dipelihara milik peternak dan cara

pemeliharaan ditentukan sepenuhnya oleh peternak. Ternak gaduhan adalah

ternak milik pihak lain yang pemeliharaannya dipercayakan kepada peternak

dengan sistem bagi hasil dengan segala keputusan penggunaan input produksi

menjadi tanggung jawab peternak.

4. Pola pemeliharaan ternak masih tradisional. Pola pemeliharaan ternak masih

berbasis pada pola usaha peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan

tradisional, yaitu masih bertumpu pada pola pemeliharaan dengan ternak

dilepas, atau lepas kandang sehingga kualitas pakan yang diperoleh ternak

tidak memungkinkan tercapainya pertambahan bobot badan maksimal.

5. Pertanian tanaman pangan semakin intensif. Dengan semakin meningkatnya

intensifikasi tanaman pangan berimplikasi pada meningkatnya jumlah

produksi limbah tanaman pangan. Sebagai illustrasi, luas areal panen padi di

Sulawesi Selatan tahun 2001 seluas 801 113 ha, dan mengalami peningkatan

pada tahun 2003 seluas 847 305 ha (BPS Sul Sel 2004).

Ancaman (Threats). Faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi sebagai

ancaman yang dimiliki dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan

ruminansia di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut.

1. Populasi ternak ruminansia cenderung menurun. Dalam kurun waktu lima

tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan untuk sapi potong, kerbau dan

domba mengalami penurunan pertahun sebesar 0.24%, 4.22%, dan 9.56.%,

sementara jumlah populasi kambing mengalami peningkatan sebesar 4.66%

pertahun. Penurunan populasi diakibatkan oleh meningkatnya jumlah

pemotongan ternak. Tingkat pemotongan ternak sapi potong dan domba dalam

kurun waktu yang sama masing-masing 4.15% dan 5.47% pertahun, serta

jumlah pemotongan kambing jauh lebih tinggi dibanding peningkatan

populasinya dengan peningkatan jumlah pemotongan sebesar 30.23%

pertahun. Fakultas Peternakan UNHAS (2001) melaporkan bahwa selain

Page 123: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

populasi ternak ruminansia yang cenderung menurun, nampaknya

produktivitas ternak khususnya sapi dan kerbau juga cenderung menurun.

Penurunan produkstivitas antara lain berkaitan dengan inbreeding yang telah

lama berlangsung. Angka kelahiran ternak cenderung menurun karena

kekurangan pejantan untuk perkawinan alam, sementara tingkat keberhasilan

inseminasi buatan belum menggembirakan yaitu kurang dari 30%.

2. Impor ternak dan daging semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan

daging pemerintah mengeluarkan kebijakan impor daging maupun sapi

bakalan. Kondisi ini menunjukkan adanya keterbatasan kemampuan pola

pengembangan ternak yang berbasis usaha peternakan rakyat dalam menjamin

ketersediaan daging untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

3. Usaha ternak ruminansia masih bersifat sambilan dan kurangnya permodalan.

Usaha peternakan masih dianggap sebagai usaha sambilan sehingga curahan

waktu peternak yang juga berprofesi sebagai petani tanaman pangan menjadi

berkurang. Disamping itu, untuk meningkatkan skala usaha dengan melakukan

penambahan jumlah kepemilikan ternak mengalami kendala dalam hal

permodalan untuk membeli ternak.

4. Terjadinya penyakit ternak dan pemotongan ternak betina produktif. Adanya

wabah penyakit, seperti anthrax dapat mengakibatkan populasi ternak menjadi

berkurang. Pemotongan hewan betina produktif masih menjadi permasalahan

yang belum terpecahkan dengan baik dalam pengembangan ternak ruminansia

khususnya sapi potong. Upaya yang dilakukan pemerintah Sulawesi Selatan

dengan kebijakan pembelian dan pengadaan ternak pengganti terhadap betina

produktif yang akan dipotong merupakan salah satu alternatif jalan keluar

yang dapat dilakukan. Namun demikian, belum adanya kebijakan yang efektif

disertai dengan sanksi yang ketat untuk mengatasi hal tersebut.

5. Keamanan berusaha ternak tidak terjamin. Terjadinya pencurian ternak

menyebabkan menurunnya animo masyarakat untuk memelihara ternak, dan

mendorong peternak untuk menjual ternaknya. Dampak lainnya adalah sistem

pemeliharaan ternak dengan melakukan perkandangan kurang berjalan dengan

baik, karena peternak menganggap dengan ternak dikandangkan akan lebih

Page 124: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

mempermudah terjadinya pencurian ternak dibandingkan jika ternak dilepas

begitu saja.

Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal

Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal,

selanjutnya dilakukan evaluasi dari faktor tersebut menggunakan matriks evaluasi

faktor internal (IFE) dan matriks evaluasi faktor eksternal (EFE). Dalam

pelaksanaan evaluasi, dilakukan pembobotan dan penentuan peringkat (rating)

dari masing-masing faktor yang telah diidentifikasi.

Bobot faktor kritis internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor kritis

eksternal (peluang dan ancaman) diberikan oleh setiap pakar menggunakan

metode perbandingan berpasangan menggunakan analytical hierarchy process.

Demikian pula pakar juga memberikan penilaian dalam penentuan peringkat

setiap faktor internal dan eksternal.

Evaluasi Faktor Internal. Matrik evaluasi faktor internal digunakan

sebagai alat analisis terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sehubungan

dengan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di

Sulawesi Selatan. Hasil pembobotan, peringkat dan skor setiap faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) seperti diperlihatkan pada Tabel 24.

Kepentingan relatif setiap faktor dalam menunjang keberhasilan

pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia

ditunjukkan oleh bobot setiap faktor. Faktor sumberdaya pakan limbah tanaman

pangan memiliki produksi yang cukup besar, memberikan pengaruh yang terbesar

(bobot 0.238 dan skor 0.952) dalam menunjang pemanfaatan limbah tanaman

sebagai pakan ternak ruminansia. Di samping itu, faktor produksi limbah tanaman

pangan khususnya jerami padi dan jerami jagung tersebar disebagian besar

wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan merupakan faktor kedua yang memiliki

bobot tertinggi sebesar 0.142 (skor 0.568). Dengan demikian, pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai pakan lebih dititik beratkan untuk menggunakan jerami

padi dan jerami jagung karena kedua jenis limbah tersebut tersedia di sebagian

besar wilayah dan memiliki produksi yang tinggi dibandingkan dengan limbah

tanaman pangan lainnya.

Page 125: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 24 Matriks evaluasi faktor internal (IFE) pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

Faktor-faktor internal Bobot Rating Skor

Kekuatan

1. Sumberdaya pakan limbah tanaman pangan

memiliki produksi yang cukup besar. 0.238 4 0.952

2. Produksi limbah tanaman pangan khususnya

jerami padi dan jerami jagung tersebar

disebagian besar wilayah kabupaten di Sulawesi

Selatan

0.142 4 0.568

3. Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai

pakan ternak ruminansia belum optimal. 0.090 3 0.270

4. Teknologi pakan limbah tanaman pangan

tersedia dan diketahui oleh peternak 0.088 2 0.176

5. Limbah tanaman pangan tidak dimanfaatkan

untuk kebutuhan lain selain sebagai pakan 0.073 2 0.146

Sub total kekuatan 0.631 2.112

Kelemahan

1. Kebiasaan petani peternak membakar limbah

tanaman pangan 0.102 1 0.102

2. Kualitas nutrisi limbah tanaman pangan rendah 0.082 3 0.246

3. Sarana dan prasarana pengangkutan dan tempat

penyimpanan limbah tanaman pangan tidak

tersedia

0.059 3 0.177

4. Tingkat penerapan teknologi pengolahan pakan

limbah tanaman pangan rendah 0.080 2 0.160

5. Produksi limbah tanaman pangan bersifat

musiman atau fluktuatif 0.046 3 0.138

Sub total kelemahan 0.369 0.823

Total 1.000 2.935

Faktor internal yang memiliki bobot terendah adalah produksi limbah

tanaman pangan bersifat musiman atau fluktuatif (bobot 0.046) yang termasuk

dalam faktor kelemahan. Diketahui bahwa, limbah tanaman pangan produksinya

melimpah saat musim panen sehingga tidak tersedia sepanjang tahun. Walaupun

demikian, bobot faktor yang rendah ini mengindikasikan bahwa pengaruh faktor

tersebut tidak terlalu dominan.

Page 126: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Faktor eksternal yang merupakan faktor kelemahan utama dalam rangka

pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan adalah kebiasaan petani

peternak membakar limbah tanaman pangan, dan kualitas nutrisi limbah tanaman

pangan rendah masing-masing dengan bobot 0.102 dan 0.082. Adanya kebiasaan

petani membakar limbah, merupakan faktor penghambat dalam upaya

memamfaatkan limbah tanaman pangan sebagai pakan. Disamping itu, dengan

kualitas nutrisi limbah yang rendah perlu dilakukan upaya optimalisasi

peningkatan kualitas nutrisinya sehingga kelemahan demikian dapat

diminimalisasi.

Total nilai skor faktor internal sebesar 2.935 yang nilainya lebih besar dari

nilai rata-rata 2.5. Hal ini menunjukkan kondisi Sulawesi Selatan dalam rangka

pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia masih

relatif kuat.

Evaluasi Faktor Ekternal. Matriks evaluasi faktor eksternal digunakan

untuk mengetahui sejauh mana daerah Sulawesi Selatan mampu memanfaatkan

peluang dan mengatasi ancaman yang ada pada lingkungan eksternal. Hasil

pembobotan, peringkat dan skor setiap faktor ekternal (peluang dan ancaman)

seperti diperlihatkan pada Tabel 25.

Faktor ekternal yang memiliki bobot tertinggi dan merupakan peluang

yang harus dimanfaatkan adalah jumlah populasi ternak ruminansia yang cukup

tinggi dengan bobot dan skor adalah 0.219 dan 0.876. Dengan jumlah populasi

ternak ruminansia yang besar, maka limbah tanaman pangan yang dapat

dimanfaatkan sebagai pakan juga akan lebih banyak. Dilain pihak, faktor

keamanan berusaha ternak tidak terjamin merupakan faktor eksternal yang

memiliki bobot terendah (0.059).

Peluang yang dapat digunakan dalam rangka pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai pakan adalah pola pemeliharaan ternak yang masih tradisional

(bobot 0.078). Hal ini dianggap sebagai peluang, karena dengan pola

pemeliharaan yang masih tradisional dapat diarahkan kepada pengembangan pola

pemeliharaan yang intensif. Dengan pola pemeliharaan intensif, pemanfaatan

limbah tanaman pangan sebagai pakan akan lebih optimal.

Page 127: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 25 Matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

Faktor-faktor internal Bobot Rating Skor

Peluang

1. Jumlah populasi ternak ruminansia cukup tinggi 0.219 4 0.876

2. Dukungan kebijakan pembangunan peternakan

Sulawesi Selatan 0.066 2 0.132

3. Ternak ruminansia umumnya dipelihara oleh

peternak 0.106 4 0.424

4. Pola pemeliharaan ternak masih tradisional 0.078 2 0.156

5. Pertanian tanaman pangan semakin intensif 0.075 2 0.150

Sub total peluang 0.544 1.738

Ancaman

1. Populasi ternak ruminansia cenderung menurun 0.180 3 0.540

2. Impor ternak dan daging semakin meningkat 0.072 3 0.216

3. Usaha ternak ruminansia masih bersifat

sambilan dan kurangnya permodalan 0.085 2 0.170

4. Terjadinya penyakit ternak dan pemotongan

ternak betina produktif 0.060 1 0.060

5. Keamanan berusaha ternak tidak terjamin 0.059 1 0.059

Sub total ancaman 0.456 1.045

Total 1.000 2.783

Ancaman yang mesti dihindari atau diatasi adalah kecenderungan populasi

ternak ruminansia semakin menurun dengan bobot 0.180. Penurunan jumlah

populasi ternak sangat terkait dengan faktor eksternal yang berupa ancaman yaitu

terjadinya pemotongan betina produktif dan penyakit ternak (bobot 0.060) dan

keamanan berusaha ternak tidak terjamin (bobot 0.059) dengan adanya pencurian

ternak di beberapa wilayah kabupaten.

Berdasarkan total skor faktor eksternal sebesar 2.783 (di atas rata-rata 2.5)

menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan secara umum memiliki kemampuan yang

cukup baik dalam merespon peluang dan meminimalkan pengaruh negatif dari

ancaman eksternal.

Formulasi Strategi

Dalam formulasi strategi digunakan matriks SWOT untuk merumuskan

alternatif strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak

ruminansia di Sulawesi Selatan. Alternatif strategi diperoleh dengan memadukan

Page 128: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

faktor-faktor eksternal dan internal dalam pemanfataan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia. Dengan matriks SWOT diperoleh empat macam

alternatif strategi yaitu S-O, W-O, S-T, dan W-T, seperti diperlihatkan pada

Tabel 26.

Strategi S-O. Strategi S-O adalah strategi yang menggunakan kekuatan

untuk memanfaatan peluang. Beberapa strategi S-O yang dapat dirumuskan

adalah :

1. Pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan

jagung (S1,S2,S3,S4,O1,O3,O5).

2. Sinergi dan keterpaduan antar sektor (peternakan-tanaman pangan)

dalam kebijakan pemerintah untuk pengembangan peternakan (O2,S5)

3. Membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah

tanaman pangan (S1,S3,S5,O1,O3,O5).

Strategi W-O. Strategi W-O adalah strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Beberapa strategi W-O yang dapat

dirumuskan adalah :

1. Optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan

melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif (W2,W4,O5).

2. Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan

limbah tanaman pangan di pedesaan (W1, W3,W5,O5).

3. Pengembangan rekayasa sosial dan ekonomi melalui pengembangan

kelembagaan peternak dan peningkatan sumberdaya daya manusia

peternak (W1,W4,O4).

Strategi S-T. Strategi S-T adalah strategi yang menggunakan kekuatan

untuk mengatasi ancaman. Strategi S-T yang dapat dirumuskan adalah :

1. Menjalin kemitraan antara investor/swasta dan peternak untuk

meningkatkan skala usaha ternak pola intensif dengan iklim berusaha

yang lebih baik dan terjamin (T1,T2,T3,T5,S1).

Page 129: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 26 Matriks SWOT analisis strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

Faktor-faktor Internal

Faktor-faktor Eksternal

KEKUATAN (strengths) 1. Sumberdaya pakan limbah tanaman pangan

memiliki produksi yang cukup besar

2. Produksi limbah tanaman pangan khususnya jerami

padi dan jerami jagung tersebar disebagian besar

wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan

3. Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan

ternak ruminansia belum optimal

4. Teknologi pakan limbah tanaman pangan tersedia

dan diketahui oleh peternak

5. Limbah tanaman pangan tidak dimanfaatkan untuk

kebutuhan lain selain sebagai pakan

KELEMAHAN (weaknesses) 1. Kebiasaan petani peternak membakar limbah

tanaman pangan

2. Kualitas nutrisi limbah tanaman pangan rendah

3. Sarana dan prasarana pengangkutan dan tempat

penyimpanan limbah tanaman pangan tidak tersedia

4. Tingkat penerapan teknologi pengolahan pakan

limbah tanaman pangan rendah

5. Produksi limbah tanaman pangan bersifat musiman

atau fluktuatif

PELUANG (opportunities) 1. Jumlah populasi ternak ruminansia cukup

tinggi

2. Dukungan kebijakan pembangunan

peternakan Sulawesi Selatan

3. Ternak ruminansia umumnya dipelihara

oleh peternak (ternak sapi potong)

4. Pola pemeliharaan ternak masih

tradisional

5. Pertanian tanaman pangan semakin

intensif

STRATEGI S-O 1. Pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong

dengan padi dan jagung (S1,S2,S3,S4,O1,O3,O5)

2. Sinergi dan keterpaduan antar sektor (peternakan-

tanaman pangan) dalam kebijakan pemerintah

untuk pengembangan peternakan (O2,S5)

3. Membangun industri pakan berbasis bahan baku

sumberdaya limbah tanaman pangan

(S1,S3,S5,O1,O3,O5)

STRATEGI W-O 1. Optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah

tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat

pola partisipatif (W2,W4,O5)

2. Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat

penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan

(W1, W3,W5,O5)

3. Pengembangan rekayasa sosial dan ekonomi melalui

pengembangan kelembagaan peternak dan

peningkatan sumberdaya daya manusia peternak

(W1,W4,O4)

ANCAMAN (threats) 1. Populasi ternak ruminansia cenderung

menurun

2. Impor ternak dan daging semakin

meningkat

3. Usaha ternak ruminansia masih bersifat

sambilan dan kurangnya permodalan

4. Terjadinya penyakit ternak dan

pemotongan betina produktif

5. Keamanan berusaha ternak tidak terjamin

STRATEGI S-T 1. Menjalin kemitraan antara investor/swasta dan

peternak untuk meningkatkan skala usaha ternak

pola intensif dengan iklim berusaha yang lebih baik

dan terjamin (T1,T2,T3,T5,S1)

2. Peningkatan pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan yang sesuai dengan keunggulan

produksi yang spesifik lokalita (S1,S5,T1,T3)

STRATEGI W-T 1. Peningkatan dan pengembangan sarana dan

prasarana pengembangan teknologi pakan limbah

tanaman pangan dan kesehatan hewan (W2,W4,T4)

2. Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan

lembaga keuangan melalui kerjasama dengan

kelembagaan peternak (kelompok, koperasi)

(W3,T1,T2,T3)

Page 130: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

3. Peningkatan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan yang sesuai

dengan keunggulan produksi yang spesifik lokalita (S1,S5,T1,T3)

Strategi W-T. Strategi W-T adalah strategi yang meminimalkan

kelemahan dan menghindari ancaman. Strategi W-T yang dapat dirumuskan

adalah :

3. Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana pengembangan

teknologi pakan limbah tanaman pangan dan kesehatan hewan

(W2,W4,T4).

4. Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga keuangan

melalui kerjasama dengan kelembagaan peternak (kelompok, koperasi)

(W3,T1,T2,T3).

Pengambilan Keputusan

Dari beberapa alternatif strategi yang terbentuk (Tabel 26), diinput untuk

menentukan bilai daya tarik setiap set alternatif strategi. Setiap pakar memberikan

nilai daya tarik strategi dengan mempertimbangkan faktor kritis ekternal dan

internal. Menurut David (2001), nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa

setiap faktor eksternal dan internal. Apabila faktor tersebut mempengaruhi

alternatif strategi yang akan ditetapkan, maka nilai daya tarik harus diberikan pada

setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi

yang lain, dengan mempertimbangkan faktor kritis tertentu.

Pengambilan keputusan dalam penentuan prioritas dari masing-masing

alternatif strategi yang telah diterbentuk, dianalisis dengan menggunakan matriks

perencanaan strategi kuantitatif (QSPM), seperti diperlihatkan pada Lampiran 21.

Hasil penilaian untuk menentukan prioritas strategi pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia (Tabel 27),

menghasilkan bahwa kombinasi antara faktor kekuatan dan peluang (SO) yaitu

pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung

mendapat prioritas pertama atau strategi yang paling menarik di antara alternatif

strategi yang lain dengan nilai total daya tarik adalah 6.67.

Page 131: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 27 Prioritas alternatif strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

Prioritas Alternatif strategi Nilai

1 Pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong

dengan padi dan jagung 6.67

2 Optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman

pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola

partisipatif

6.19

3 Membangun industri pakan berbasis bahan baku

sumberdaya limbah tanaman pangan 6.06

4 Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat

penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan 6.04

5 Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga

keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan

peternak (kelompok, koperasi)

5.46

6 Peningkatan pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan yang sesuai dengan keunggulan produksi

yang spesifik lokalita

5.22

7 Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana

pengembangan teknologi pakan limbah tanaman pangan

dan kesehatan hewan

5.16

8 Menjalin kemitraan antara investor/swasta dan peternak

untuk meningkatkan skala usaha ternak pola intensif

dengan iklim berusaha yang lebih baik dan terjamin

5.09

9 Sinergi dan keterpaduan antar sektor (peternakan-

tanaman pangan) dalam kebijakan pemerintah untuk

pengembangan peternakan

4.84

10 Pengembangan rekayasa sosial dan ekonomi melalui

pengembangan kelembagaan peternak dan peningkatan

sumberdaya daya manusia peternak

3.86

Strategi pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi

dan jagung menjadi menarik karena menggunakan hampir keseluruhan faktor

kekuatan sumberdaya yang dimiliki yaitu a) sumberdaya pakan limbah tanaman

pangan memiliki produksi yang cukup besar, b) produksi limbah tanaman pangan

Page 132: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

khususnya jerami padi dan jerami jagung tersebar disebagian besar wilayah

kabupaten di Sulawesi Selatan, dan c) Penggunaan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia belum optimal.

Strategi berikutnya yang memiliki nilai tertinggi dan menjadi prioritas

kedua adalah optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan

melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif dengan nilai 6.19. Strategi ini

dengan memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam

pemanfataan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia. Strategi

ini menghendaki adanya peningkatan kemampuan peternak dalam menerapkan

atau melaksanakan teknologi pengolahan limbah tanaman pangan yang dilakukan

secara partisipatif yang dilakukan dari, oleh, dan untuk peternak.

Strategi yang menjadi prioritas ketiga adalah membangun industri pakan

berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan dengan nilai total daya

tarik adalah 6.06. Strategi ini adalah strategi yang memanfaatkan peluang seperti

jumlah populasi ternak ruminansia yang cukup tinggi, ternak ruminansia

umumnya dipelihara oleh peternak dan pertanian tanaman pangan semakin intesif,

dengan menggunakan kekuatan yang ada seperti sumberdaya pakan limbah

tanaman pangan memiliki produksi yang cukup besar, penggunaan limbah

tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia belum optimal, dan limbah

tanaman pangan tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lain.

Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah

tanaman pangan di pedesaan merupakan strategi prioritas keempat dengan nilai

total daya tarik 6.04. Pemilihan strategi ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan

dalam memanfaatkan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia .

Kelemahan tersebut adalah adanya kebiasaan petani membakar limbah tanaman

pangan, tidak tersedianya sarana dan prasarana tempat penyimpanan limbah

tanaman pangan, dan produksi limbah tanaman pangan yang bersifat musiman dan

fluktuatif. Strategi yang menjadi prioritas kelima adalah penyediaan modal usaha

dari pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan

peternak (kelompok, koperasi) dengan total nilai daya tarik adalah 5.46. Strategi

ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan modal peternak untuk menambah

kepemilikan ternak dan menjadi usaha yang intensif.

Page 133: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Implikasi Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Secara umum untuk pelaksanaan strategi pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan, dilakukan

penjabaran beberapa elemen kunci yang menjadi faktor penentu pelaksanaan

pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di

Sulawesi Selatan. Elemen kunci terdiri atas beberapa sub elemen variabel kunci

seperti dirangkum dalam Gambar 24.

Gambar 24 menunjukkan bahwa dalam rangka pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

dibutuhkan sarana prasarana pengangkutan dan penyimpanan limbah, permodalan

untuk peternak, sarana penerapan teknologi pakan, adanya jaminan keamanan

beternak, serta kebijakan pemerintah. Dalam pemanfaatan limbah sebagai pakan

ditemui kendala antara lain kebiasaan petani membakar jerami, limbah yang

tersedia bersifat musiman, dan usaha ternak masih menjadi usaha sambilan.

Beberapa lembaga pelaku yang terlibat dalam upaya pemanfaatan limbah

tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia adalah kelompok tani, koperasi

dan usaha kecil menengah, lembaga keuangan, pemerintah, perguruan tinggi, serta

organisasi pengusaha peternakan. Disisi lain, masyarakat yang dapat terpengaruhi

adalah petani peternak, pemerintah daerah, pengusaha, manajemen koperasi dan

usaha kecil menengah, serta pasar domestik.

Tolak ukur keberhasilan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai

pakan adalah limbah tanaman pangan dapat dimanfaatkan secara optimal.

Pemanfaatan limbah sebagai pakan dilakukan penerapan teknologi secara

berkesinambungan dengan sistem pemeliharaan ternak yang intensif dan

peningkatan skala usaha ternak, yang pada gilirannya akan meningkatkan

pendapatan peternak.

Dalam rangka pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak

ruminansia di Sulawesi Selatan dilakukan dengan strategi seperti diperlihatkan

pada Tabel 27. Dalam pelaksanaannya, masing-masing strategi saling terkait dan

saling mendukung seperti diperlihatkan dalam diagram alir pada Gambar 25.

Page 134: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 24 Elemen kunci pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai

sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Page 135: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Gambar 25 Keterkaitan strategi dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Page 136: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Berdasarkan Tabel 27 terdapat lima strategi yang menjadi prioritas dalam

pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di

Sulawesi Selatan yaitu 1) pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong

dengan padi dan jagung, 2) optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah

tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif, 3)

membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman

pangan, 4) pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan

limbah tanaman pangan di pedesaan, dan 5) Penyediaan modal usaha dari

pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan

peternak (kelompok, koperasi).

Lima strategi prioritas seperti disebutkan di atas, dalam pelaksanaannya

diperlukan adanya analisis implikasi strategi yang menjadi arah dan pedoman

dalam pelaksanaannya. Implikasi strategi mencakup masalah yang dihadapi,

solusi atau pemecahan masalah, program yang harus dilakukan, pelaksana atau

unsur yang terlibat dalam rangka mencapai strategi dimaksud. Implikasi strategi

tersebut dijabarkan dalam bentuk matriks implikasi strategi seperti diperlihatkan

pada Tabel 28.

Page 137: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 28 Matriks implikasi strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

No Strategi Masalah Solusi Program Pelaksana

(Unsur Terlibat)

1 Pengembangan kawasan pola

integrasi sapi

potong dengan padi dan jagung

a. Sistem pemeliharaan sapi masih tradisional

b. Penguasaan ternak/kepemilikan ternak oleh peternak rendah

c. Ketergantungan penyediaan

pakan secara kontinyu d. Kepemilikan lahan usaha

tani rendah

e. Sebagian peternak tidak memiliki lahan usaha tani

a. Pengembangan sistem pemeliharaan ternak

dengan melakukan

perkandangan (intensif) b. Peningkatan skala

kepemilikan ternak sapi

potong c. Penyediaan fasilitas

pengolahan pakan dan

pupuk organik

a. Merumuskan pedoman teknis pengembangan

kawasan pola integrasi

sapi potong dengan padi dan jagung

b. Pemetaan dan penentuan

lokasi kawasan yang sesuai dengan kondisi

wilayah dan masyarakat

c. Melaksanakan bimbingan

teknis produksi dan

teknologi pakan dan

pengolahan pupuk

d. Penyediaan modal usaha

dengan bunga rendah

a. Dinas terkait (Peternakan dan

Tanaman Pangan)

b. Kelompok Tani/peternak

c. Koperasi/UKM

d. Lembaga keuangan perbankan/non

bank

e. Assosiasi

pengusaha

peternakan

f. Investor swasta

2

Optimalisasi

penerapan

teknologi pakan limbah tanaman

pangan melalui

pemberdayaan

masyarakat pola

partisipatif

a. Sarana pengolahan limbah

tidak tersedia termasuk

bahan yang digunakan dalam aplikasi teknologi

pakan

b. Peternak kurang memahami

manfaat teknologi pakan

c. Peternak masih

mencurahkan waktu lebih banyak untuk kegiatan usaha

tani

a. Penyediaan

sarana/peralatan dan bahan

yang digunakan dalam pengolahan pakan dengan

harga terjangkau

b. Memberdayakan fungsi

kelompok tani sebagai

wahana dan media

interaksi peternak yang berangkat dari prinsip dari,

oleh, dan untuk peternak

a. Melakukan bimbingan

teknis penerapan teknologi

pakan b. Penentuan teknologi pakan limbah yang sesuai dengan

agroekosistem setempat

c. Menyusun pedoman teknis

aplikasi/ penerapan

teknologi pakan masing-masing limbah

a. Dinas terkait

(Peternakan dan

Tanaman Pangan) b. Kelompok

tani/peternak

c. Perguruan tinggi/Lembaga

Litbang

Page 138: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 28 Matriks implikasi strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan (lanjutan)

No Strategi Masalah Solusi Program Pelaksana

(Unsur Terlibat)

d. Kelembagaan peternak (kelompok tani) kurang

berjalan baik

e. Kesadaran peternak untuk meningkatkan nilai tambah

limbah sebagai pakan

kurang

c. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman peternak

tentang manfaat penerapan

teknologi pakan

Menfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana yang

dibutuhkan untuk penerapan

teknologi pakan

a. Dinas terkait (Peternakan dan

Tanaman Pangan)

b. Kelompok tani/peternak

c. Perguruan tinggi/Lembaga Litbang

3 Membangun industri pakan

berbasis bahan

baku sumberdaya

limbah tanaman

pangan

a. Produksi limbah musiman sesuai dengan masa panen

dan tersebar di berbagai

lokasi/wilayah

b. Penggunaan limbah sebagai

pakan masih rendah dan

tidak kontinyu

c. Infrastruktur yang mendukung pengembangan

industri pakan belum

memadai d. Kebijakan pemerintah yang

sinergi antara instansi terkait

kurang

a. Merumuskan kebijakan dalam pengembangan

industri pakan

b. Membangun infrastruktur

yang mendukung

pengembangan industri

pakan

c. Penentuan potensi bahan baku limbah yang

memiliki ketersediaan

lebih kontinyu

a. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan

industri pakan berbasis

pakan lokal

b. Penyusunan studi kelayakan pengembangan

industri pakan berbasis

bahan baku limbah tanaman pangan

c. Penentuan lokasi industri yang tepat sesuai dengan ketersediaan bahan baku

dan potensi pasar (ternak)

d. Pengembangan produk

pakan limbah yang

harganya dapat dijangkau

oleh peternak e. Pengembangan

infrastruktur untuk

pengembangan industri pakan

a. Dinas terkait (Peternakan dan

Tanaman Pangan)

b. Investor swasta

c. Pemerintah

daerah/instansi

teknis terkait

Page 139: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Tabel 28 Matriks implikasi strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan (lanjutan)

No Strategi Masalah Solusi Program Pelaksana

(Unsur Terlibat)

4

Pengembangan

sarana alat

pengangkutan dan tempat

penyimpanan

limbah tanaman pangan di pedesaan

a. Tempat penyimpanan

limbah tidak tersedia

b. Limbah bersifat kamba sehingga sulit dalam

pengangkutan

a. Penyediaan alat penyimpanan limbah

secara kolektif berbasis kelompok

b. Penyediaan alat pengangkutan limbah efisien

a. Membangun lumbung-

lumbung (silo/gudang)

penyimpanan limbah di pedesaan pada lokasi yang

dapat terjangkau oleh

peternak b. Mendesain alat

pengepakan untuk

pengangkutan limbah agar

lebih mudah

a. Dinas terkait

(Peternakan dan

Tanaman Pangan) b. Kelompok

Tani/peternak

c. Swasta d. Perguruan Tinggi/Lembaga

Litbang

5

Penyediaan modal

usaha dari

pemerintah dan lembaga keuangan

melalui kerjasama

dengan kelembagaan

peternak

(kelompok,

koperasi)

a. Lembaga perbankan

sebagian besar belum

berpihak ke usaha peternakan

b. Kelompok tani bukan

lembaga formal sehingga tidak dapat melakukan

kontrak dengan lembaga

keuangan

c. Kepercayaan peternak

terhadap koperasi kurang

a. Keberpihakan lembaga

keuangan untuk

peternakan ditingkatan b. Meningkatkan status

kelompok tani menjadi

kelompok usaha formal c. Meningkatkan pelayanan

koperasi dengan perbaikan

manajemen

a. Penyediaan kredit usaha peternakan

b. Pengembangan kelompok tani ternak menjadi

koperasi tani

c. Bimbingan teknis manajemen pengelolaan

koperasi yang transparan

dan akuntabel

a. Dinas terkait

(Peternakan dan

Tanaman Pangan) b. Kelompok

Tani/peternak

c. Swasta/koperasi d. Perguruan Tinggi/Lembaga

Litbang

e. Perbankan

Page 140: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

.

1. Jumlah populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan dalam kurun waktu

lima tahun terakhir (1999-2003) untuk sapi potong, kerbau dan domba

mengalami penurunan pertahun sebesar 0.24%, 4.22%, dan 9.56.%, sementara

populasi kambing mengalami peningkatan 4.66% pertahun. Dilain pihak,

tingkat pemotongan ternak sapi potong dan kambing mengalami peningkatan

4.15% dan 30.23% pertahun. Fenomena terjadinya peningkatan jumlah

pemotongan ternak ruminansia khususnya sapi potong, kambing, dan domba

yang tidak didukung oleh peningkatan jumlah populasi, memberikan indikasi

telah terjadi pemotongan ternak yang tidak terkendali tanpa memperhatikan

struktur populasi tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging.

2. Jumlah populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan seluruhnya 727 774

ST, dengan penyebaran untuk sapi potong 564 847 ST, kerbau 86 942 ST dan

kambing 75 335 ST. Sebagian besar wilayah memiliki potensi sebagai

wilayah penawaran ternak sapi potong, kecuali kabupaten Selayar, Jeneponto,

Takalar, Enrekang, Luwu, Tator, Polmas, Majene, Makassar dan Parepare.

Beberapa wilayah disamping memiliki keunggulan pada ternak sapi juga

memiliki keunggulan pada ternak kambing yaitu Soppeng dan Bantaeng, dan

kerbau di Luwu Utara, Wajo, Pangkep, Maros dan Gowa.

3. Rata-rata produksi bahan kering jerami padi 5.94 ton/ha, dengan kisaran

produksi terendah 3.58 ton/ha dan tertinggi 8.53 ton/ha. Produksi bahan

kering jerami jagung dalam kisaran 5.14 – 7.25 ton BK/ha dengan rata-rata

produksi adalah 6.00 ton BK/ha. Untuk jerami kacang kedelai, jerami kacang

hijau, jerami kacang tanah, jerami ubi jalar dan pucuk ubi kayu diperoleh rata-

rata produksi bahan kering masing-masing sebesar 2.79 ton BK/ha, 5.45 ton

BK/ha, 4.49 ton BK/ha, 4.93 ton BK/ha dan 1.73 ton BK/ha.

4. Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber

pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. Jumlah produksi berdasarkan

bahan kering, total digestible nutrient, dan protein kasar masing-masing

Page 141: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

6 874 105 ton, 3 128 339 ton, dan 372 261 ton dengan daya dukung masing-

masing 3 014 958 ST, 1 992 573 ST dan 1 551 087 ST.

5. Berdasarkan daya dukung yang ada di Sulawesi Selatan dapat dilakukan

penambahan populasi ternak dengan kapasitas peningkatan populasi ternak

ruminansia berdasarkan bahan kering sebesar 2 287 184 ST, total digestible

nutrient sebesar 1 264 799 ST dan protein kasar 823 313 ST. Beberapa

kabupaten yang menunjukkan daya dukung yang tinggi adalah Soppeng,

Wajo, Sidrap dan Luwu.

6. Sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh peternak di Sulawesi Selatan

sebagian besar masih dengan cara tradisional (71.21%), dengan cara ternak

dilepas sepanjang hari (38.63%), dan dilepas siang hari kemudian diikat pada

malam hari (32.58%). Jumlah peternak yang mengandangkan ternak

jumlahnya lebih rendah yaitu 28.79% (114 peternak), dengan cara

dikandangkan pada malam hari saja (semi intensif) sebanyak 66 peternak, dan

ternak dikandangkan sepanjang hari (intensif) sebanyak 48 peternak atau

12.12% dari seluruh responden.

7. Sebagian besar peternak (91.92%) melepas ternak untuk memperoleh pakan di

sawah, kebun dan pekarangan, sementara peternak yang melepas ternaknya di

pandang penggembalaan yaitu hanya 8.08%. Penggunaan limbah tanaman

pangan sebagai pakan ternak ruminansia di tingkat peternak masih rendah,

yang terlihat masih banyaknya peternak yang tidak menggunakan limbah

tanaman pangan sebagai pakan yaitu 62.12%.

8. Sebanyak 54.80% peternak mengetahui tentang teknologi pakan, seperti

amoniasi, hay, silase dan teknologi fermentasi lainnya. Dilain pihak, tingkat

penerapan teknologi masih sangat kurang, terlihat kurangnya peternak yang

menerapkan terknologi tersebut yang hanya 21.19%.

9. Strategi yang menjadi prioritas dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan yaitu 1)

pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung, 2)

optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui

pemberdayaan masyarakat pola partisipatif, 3) membangun industri pakan

berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan, 4) pengembangan

Page 142: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan di

pedesaan, dan 5) Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga

keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan peternak (kelompok,

koperasi).

Saran

Untuk memanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak

ruminansia agar memperhatikan ketersediaan limbah yang memiliki produksi

yang tinggi di masing-masing wilayah kabupaten dengan penyediaan tempat

penyimpanan dan sarana penunjang penerapan teknologi pakan. Keberhasilan

pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan sangat ditentukan oleh

dukungan seluruh stakeholder yang terlibat di bidang peternakan.

Page 143: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1990. Official Methods of

Analysis. Washington DC: Association of Official Analytical Chemists.

Aryogi, Yusran MA, Umiyasih U, Rasyid A, Affandy L, Arianto H. 2001.

Pengaruh teknologi defaunasi pada ransum terhadap produktivitas ternak

sapi perah rakyat. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner. Bogor 17-18 September 2001. Bogor: Puslitbang Peternakan

Departemen Pertanian. hlm 181-188.

Ashari. 2002. Assessment method on competitive advantages concept for

planning and development information. Prosiding Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 30 Sepetember-1 Oktober

2002. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. hlm 277-285.

[BALITTAN MAROS] Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros. 1992. Sumber

Pertumbuhan Kedelai Propinsi Sulawesi Selatan. Maros: Balai Penelitian

Tanaman Pangan Maros Badan Litbang Departemen Pertanian.

[BALITBANGDA SULSEL] Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah

Sulawesi Selatan. 2003. Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditas

Unggulan Pertanian Sulawesi Selatan. Makassar: Badan Penelitian dan

Pengembangan Daerah Sulawesi Selatan.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia 2003. Jakarta: Badan Pusat

Statistik.

[BPS SULSEL] Badan Pusat Statistik Sulsel. 2004. Sulawesi Selatan dalam

Angka 2003. Makassar: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.

Bestari J, Thalib A, Hamid H, Suherman D. 1999. Kecernaan in vivo ransum

silase jerami padi dengan penambahan mikroba rumen kerbau pada sapi

peranakan ongole. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4 (4) : 237 242.

Budiman S. 2001. Dukungan pemerintah terhadap keberadaan bahan baku pakan

lokal. Makalah Dies Natalis Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan

Makanan Ternak Fapet IPB. Bogor 25 Oktober 2001. Bogor: Himpunan

Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor.

Chamdi AN. 2003. Kajian profil sosial ekonomi usaha kambing di kecamatan

Kradenan kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Bogor:

Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. hlm 312-317.

Page 144: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Chhay Ty J Ly, Rodríguez L. 2001. An approach to ensiling conditions for

preservation of cassava foliage in Cambodia. Livestock Research for Rural

Development 13 (2). http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd13/2/chhach132.htm

[3 Nopember 2004].

Chinh BV, Viet Ly L. 2001. Potential of agro-byproducts as feed resources for

buffaloes in Vietnam. Proceedings Buffalo Workshop. December 2001.

http://www.mekarn.org/procbuf/chin.htm [19 Pebruari 2003].

Davendra C, Burns M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Bandung:

Penerbit ITB.

David FR. 2001. Strategic Management : Concepts and Cases. 8th ed. New Jersey:

Prentice-Hall, Inc.

Dinas Peternakan Sulawesi Selatan. 2004. Statistik Peternakan Tahun 2003.

Makassar: Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan.

Dinas Peternakan Sulawesi Selatan. 2001a. Potret pembangunan industri

peternakan di Sulawesi Selatan. Makalah Workshop Strategi

Pengembangan Industri Peternakan. Makassar 29-30 Mei 2001. Makassar:

Puslit Bioteknologi LIPI dan Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin.

Dinas Peternakan Sulawesi Selatan. 2001b. Rencana Strategik Pembangunan

Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan (2001-2005). Makassar: Dinas

Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan.

[DITJEN PETERNAKAN DAN BALITNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan

Balai Penelitian Ternak. 1995. Pedoman Analisis Potensi Wilayah

Penyebaran dan Pengembangan Peternakan. Jakarta: Direktorat Jenderal

Peternakan dan Balai Penelitian Ternak.

[DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN] Direktorat Jenderal Bina Produksi

Peternakan. 2004. Buku Statistik Peternakan Tahun 2003. Jakarta:

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian.

[DITJEN PETERNAKAN DAN FAPET UGM] Direktorat Jenderal Peternakan

dan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. 1982. Laporan Survei

Inventarisasi Limbah Pertanian. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan

dan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada.

Diwyanto K, Priyanti A, Zainuddin D. 1996. Pengembangan ternak berwawasan

agribisnis di pedesaan dengan memanfaatkan limbah pertanian dan

pemilihan bibit yang tepat. Jurnal Penelitian dan Pengembangan

Pertanian 15(1) : 6-15.

Page 145: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Diwyanto K, Bahri S, Masbulan E. 2000. Ketersediaan dan kebutuhan teknologi

peternakan dan veteriner dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan.

Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19

September 2000. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian.

hlm 51-64.

Diwyanto K, Prawiradiputra BR, Lubis D. 2002. Integrasi tanaman-ternak dalam

pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan

berkerakyatan. Wartazoa 12 (1) : 1-8.

Djajanegara A. 1999. Local livestock feed resources. Di dalam: Livestock

Industries of Indonesia Prior to the Asian Financial Crisis. RAP

Publication 1999/37. Bangkok: FAO Regional Office for Asia and the

Pacific. hlm 29-39.

Ella A. 2002. Crop livestock system di Sulawesi Selatan : suatu tinjauan

pelaksanaan kegiatan. Wartazoa 12(1) : 18-23.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2004. Selected Indicators of Food and

Agriculture Development in Asia-Pacific Region 1999-2003. Food and

Agriculture Organization of the United Nations. RAP Publication 2004/20.

Bangkok: FAO Regional Office for Asia and the Pacific.

[FAKULTAS PETERNAKAN UGM] Fakultas Peternakan Universitas Gajah

Mada. 1972. Feed Supply dan Feed Analysis Hijauan. Jogyakarta:

Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

[FAKULTAS PETERNAKAN UNHAS] Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin. 2001. Strategi Pengembangan Industri Peternakan dalam

Era Otonomi Daerah di Sulawesi Selatan. Rumusan Workshop Strategi

Pengembangan Industri Peternakan dalam Era Otonomi Daerah di

Sulawesi Selatan. Makassar 29-30 Mei 2001. Makassar: Fakultas

Peternakan UNHAS dan Puslit Bioteknologi LIPI.

Glueck WF, Jauch LR. 1994. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan.

Jakarta: Erlangga.

Harris LE, Kearl LC, Fonnesbeck PV. 1972. Use of regression equation in

predicting availability of energy and protein. J Anim Sci 65 : 658-664.

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosoekoyo S, Tillman AD, Kearl LC, Harris

LE. 1980. Tabel-Tabel Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk

Indonesia. Logan Utah: Utah State University.

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Tillman AD. 1993. Tabel Komposisi Pakan di

Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Page 146: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Haryanto B, Supriyati, Jarmani SN. 2004. Pemanfaatan probiotik dalam bioproses

untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor

4-5 Agustus 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian.

hlm 298-304.

Hax AC, Majluf NS. 1991. The Strategy : Concepts and Process. New Jersey:

Prentice-Hall, Inc.

Hidajati N, Martawidjaja M, Inonu I. 2001. Peningkatan protein ransum untuk

pembesaran domba hasil persilangan. Prosiding Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 17-18 September 2001.

Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. hlm 235-240.

Jayasuriya, M.C.N. 2002. Principles of rations formulation for ruminant. Di

dalam: Development and Field Evaluation of Animal Feed

Supplementation Packages. IAEA-TECDOC-1294. Austria: IAEA. hlm 9-

14.

Johnson G, Scholes K, Sexty RM. 1989. Exploring Strategic Management.

Ontario: Prentice-Hall, Inc.

Katoe Z. 1991. Tinjauan ekonomi pengembangan sapi potong di Sulawesi

Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sapi Bali. Ujung Pandang 2-3

September 1991. Ujung Pandang: Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin. hlm 110-131.

Komar A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Padi sebagai Makanan Ternak.

Bandung: Penerbit Yayasan Dhian Grahita.

Kristanto K. 1982. Aspect of the Cattle Economics in South Sulawesi. Otawa:

International Development Research Center.

Laconi EB. 1992. Pemanfaatan manure ayam sebagai suplemen non protein

nitrogen (NPN) dalam pembuatan silase jerami padi untuk ternak kerbau.

[tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Leng RA. 1980. Principles and Practices of Feeding Tropical Crops and By-

Products to Ruminant. Armidale: Department of Biochemistry and

Nutrition, University of New England.

[LPM UNPAD] Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pajajaran.

2001. Analisis Penetapan Potensi Pengembangan Ternak Unggulan dan

Pemetaan Kawasan Agribisnis Peternakan di Kabupaten Garut,

Tasikmalaya dan Ciamis. Bandung: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

dan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Pajajaran.

Page 147: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Makkar, H.P.S. 2002. Applications of the in vitro gas method in the evaluation of

feed resources, and enhancement of nutritional value of tannin-rich

tree/browse and agro-industrial by-product. Di dalam : Development and

Field Evaluation of Animal Feed Supplementation Packages. IAEA-

TECDOC-1294. Austria: IAEA. hlm 23-40.

Mantra IB, Kasto. 1995. Penentuan sampel. Di dalam : Singarimbun A, Effendi S,

editor. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. hlm 149-174.

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan. Jilid I. Bogor: IPB

Press.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

Jakarta: Grasindo.

Martawidjaja M, Budiarsana IGM. 2004. Pengaruh pemberian jerami padi

fermentasi dalam ransum terhadap performan kambing peranakan etawah

betina. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Bogor 4-5 Agustus 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen

Pertanian. hlm 407-415.

Munier FF. 2003. Karakteristik system pemeliharaan ternak ruminansia kecil di

Lembah Palu Sulawesi Tengah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 Sepetember 2003. Bogor:

Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. hlm 327-332.

Muller ZO. 1974. Livestock Nutrition in Indonesia. Rome: UNDP FAO.

Nickols F. 2000. Strategy Is….A Lot of Things. http://home.att.net/-

nickols/strategy_is.htm [28 Januari 2003].

[NRC] National Research Council. 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6th

rev.ed. Washington DC: National Academy Press.

Parra R, Escobar A. 1985. Use of fibrous agricultural residues (FAR) in ruminant

feeding in Latin America. Di dalam: Better Utilization of Crop Residues

and By-products in Animal Feeding:research guidelines. 1.State

knowledge. FAO Animal Production and Health Paper 50. Rome: FAO.

Preston TR. 1986. Better Utilization of Crop Residues and By-products in Animal

Feeding : research guidelines. 2.A practical manual for research workers.

FAO Animal Production and Health Paper 50/2. Rome: FAO.

Priyanti A, Soejana TD, Handayani SW, Ludgate PJ. 1989. Karakteristik peternak

berpenampilan tatalaksana tinggi dan rendah dalam usaha ternak

domba/kambing di kabupaten Bogor Jawa Barat. Bogor: Badan penelitian

dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Page 148: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Quoc Viet T, Duc Kien D. 2001. Dried rice straw-chicken litter and urea-treated

rice straw as main fodder resources for local cattle in the dry season.

Livestock Research for Rural Development 13 (2).

http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd13/2/trach132.htm. [25 Desember 2005].

Rangkuti F. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Riethmuller P. 1999. The Indonesian feed and livestock sector : a statistical

overview. Di dalam: Livestock Industries of Indonesia Prior to the Asian

Financial Crisis. RAP Publication 1999/37. Bangkok: FAO Regional

Office for Asia and the Pacific. hlm 107-198.

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta: PT

Pustaka Binaman Pressindo.

Sajimin, Kompiang IP, Supriyati, Lugiyo. 2000. Pengaruh pemberian berbagai

cara dan dosis Bacillus sp terhadap produktivitas dan kulaitas rumput

Panicum maximum. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan

Veteriner. Bogor 18-19 September 2000. Bogor: Puslitbang Peternakan

Departemen Pertanian. hlm 359-365.

Sembiring H, Panjaitan T, Mashur, Praptomo D, Muzani A, Sauki A, Wildan,

Mansyur, Sasongko, Nurul A. 2002. Prospek integrasi sistem usahatani

terpadu pemeliharaan sapi pada lahan sawah irigasi di Pulau Lombok.

Wartazoa 12 (1) : 9-17.

Suryani NN. 1994. Pengaruh manure ayam pada wastelage jerami padi dalam

ransum terhadap fermentasi rumen [tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Syafaat N, Agustian A, Pranadji T, Ariani M, Setiadjie I, Wirawan. 1995. Studi

Kajian SDM dalam Menunjang Pembangunan Pertanian Rakyat Terpadu

di KTI. Bogor: Puslit Sosial Ekonomi Pertanian.

Syamsu JA. 2001a. Fermentasi jerami padi dengan probiotik sebagai pakan ternak

ruminansia. Jurnal Agrista 5(3) : 280-283.

Syamsu JA. 2001b. Kualitas jerami padi yang difermentasi dengan manure

sebagai pakan ruminansia. Jurnal Produksi Ternak 3(2) : 62-66.

Syamsu JA, Yusuf M, Hikmah, Abustam E. 2003. Kajian fermentasi jerami padi

dengan probiotik sebagai pakan sapi Bali di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu

Ternak 3(2) : 46-49.

Setiadi B, Subandrio, Iniguez LC. 1995. Reproductive performance in small

ruminant on outreach pilot project in West Java. Jurnal Ilmu Ternak dan

Veteriner 1: 73-80.

Page 149: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Shanahan JF, Smith DH, Stanton TL, Horn BE. 2004. Crop Residues for

Livestock Feed. Colorado: CSU Cooperative Extension - Agriculture,

Colorade State University. http://www.ext.colostate.edu/pubs/

crops/00551.html. [15 September 2005].

Simbaya J. 2002. Availability and feeding quality characteristics of on-farm

produced feed resources in the traditional small-holder sector in Zambia.

Di dalam : Development and Field Evaluation of Animal Feed

Supplementation Packages. IAEA-TECDOC-1294. Austria: IAEA. hlm

153-161.

Soejana TD. 1993. Ekonomi Pemeliharaan Ternak Ruminansia Kecil. Di dalam :

Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret

University Press.

Soetanto H. 2000. Masalah Gizi dan Produktivitas Ternak Ruminansia di

Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Peternakan.

Universitas Brawijaya. Malang: Universitas Brawijaya.

Soetanto H. 2001. Teknologi dan Strategi Penyediaan Pakan dalam

Pengembangan Industri Peternakan. Makalah Workshop Strategi

Pengembangan Industri Peternakan, Makassar 29-30 Mei 2001. Makassar:

Fakultas Peternakan UNHAS dan Puslitbang Bioteknologi LIPI.

Sofyan LA. 1998. Permasalahan Pakan Ternak dan Solusinya. Makalah Dialog

Nasional Peternakan. Bogor 30-31 Mei 1998. Bogor: Lembaga

Kemahasiswaan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Subroto G. 2003. Analisis SWOT Tinjauan Awal Pendekatan Manajemen.

http://www.depdiknas.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No.026/analisis_sw

ot_gatot.htm [11 Pebruari 2003].

Sudardjat S. 2000. Potensi dan prospek bahan pakan lokal dalam mengembangkan

industri peternakan di Indonesia. Buletin Peternakan Edisi Tambahan : 11-

15.

Suryana A. 2000. Harapan dan tantangan bagi subsektor peternakan dalam

meningkatkan ketahanan pangan nasional. Prosiding Seminar Nasional

Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19 September 2000. Bogor:

Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. hlm 21-28.

Sutardi T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-ilmu Nutrisi

Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak Fakultas

Peternakan IPB. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.

1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Page 150: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Wahyudi AS. 1996. Manajemen Strategik : Pengantar Proses Berpikir Strategik.

Jakarta: Binarupa Aksara.

Vongsamphanh P, Wanapat M. 2004. Comparison of cassava hay yield and

chemical composition of local and introduced varieties and effects of

levels of cassava hay supplementation in native beef cattle fed on rice

straw. Livestock Research for Rural Development 16 (8).

http://www.cipav.org.co/cipav/pubs/index.htm. [5 Nopember 2005].

Zulbardi M, Karto AA, Kusnadi U, Thalib A. 2001. Pemanfaatan jerami padi bagi

usaha pemeliharaan sapi peranakan onggole di daerah irigasi tanaman

padi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Bogor 17-18 September 2001. Bogor : Puslitbang Peternakan Departemen

Pertanian. hlm 256-261.

Xuan Trach N, Magne M, Xuan Dan C. 2001. Effects of treatment of rice straw

with lime and/or urea on responses of growing cattle. Livestock Research

for Rural Development 13 (5). http://www.cipav.org.co/lrrd/ lrrd13/5/trach

135.htm. [13 Januari 2006].

Xuan Trach N. 2004. An evaluation of adoptability of alkali treatment of rice

straw as feed for growing beef cattle under smallholders' circumstances.

Livestock Research for Rural Development 16 (7).

http://www.cipav.org.co/cipav/pubs/index.htm. [9 Desember 2005].

Page 151: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 1 Kuisioner survei inventarisasi potensi limbah tanaman pangan

KUISIONER EVALUASI INVENTARISASI POTENSI

LIMBAH TANAMAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN

WAKTU SURVEI : Tanggal……….Bulan……….Tahun…………..

Lokasi dan Musim/Pola Tanam Desa

: ………………………………..

Kecamatan : (lingkari yang sesuai)

1. Bissappu

2. Pajukukang

3. Tanasitolo

4. Sabbangparu

5. Wanomulyo

6. Tinambung

7. Tanete Riaja

8. Soppeng Riaja

Kabupaten : (lingkari yang sesuai)

1. Bantaeng

2. Wajo

3. Polmas

4. Barru

Bulan musim tanam : (isi bulan dengan angka)

1. Rendeng/Hujan 1 : bulan …….s/d ..……..

2. Rendeng/Hujan 2 : bulan …….s/d…….…

3. Gadu/Kering : bulan …….s/d ………

Pola Tanam : (isian sesuai komoditi yang ditanam)

1. Rendeng/Hujan 1 : ………………………

2. Rendeng/Hujan 2 : ………………………

3. Gadu/Kering : ………………………

Waktu panen (bulan) : (lingkari bulan panen yang sesuai)

1. Rendeng/Hujan 1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2. Rendeng/Hujan 2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

3. Gadu/Kering

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Data Hasil Pengubinan

Ulangan Kode

Sampel

Produksi

(kg/25 m2)

23. Cuplikan 1

24. Cuplikan 2

Page 152: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 2 Kuisioner survei evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan

KUISIONER

EVALUASI PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN TERNAK

RUMINANSIA DI SULAWESI SELATAN

WAKTU DAN LOKASI SURVEI

Waktu survei : tanggal………bulan………tahun………

Desa : ……………………………….. Kecamatan : (lingkari yang sesuai)

9. Bissappu

10. Pajukukang 11. Tanasitolo 12. Sabbangparu

13. Wanomulyo

14. Tinambung

15. Tanete Riaja

16. Soppeng Riaja

Kabupaten : (lingkari yang sesuai)

5. Bantaeng

6. Wajo

7. Polmas

8. Barru

IDENTITAS RESPONDEN

Nama responden :………………………………………

Umur :…………..tahun

Jenis kelamin : L / P

Pendidikan terakhir : (lingkari jawaban sesuai)

1. Tidak tamat/sekolah SD

2. SD

3. SLTP

4. SLTA

5. Perguruan tinggi

Pekerjaan utama : (lingkari jawaban sesuai)

1. Petani

2. Pegawai

3. Pensiunan

4. Pedagang

5. Ibu rumah tangga

Pengalaman beternak : ………….tahun

Page 153: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

ASPEK PAKAN TERNAK a. Ternak dipelihara secara

[ ] dilepas sepanjang hari, alasannya………………….

[ ] dilepas siang hari dan diikat pada malam hari, alasannya……...

[ ] dikandangkan sepanjang hari, alasannya……………………….

[ ] dikandangkan pada malam hari saja, alasannya………………...

Komentar

b. Sistem pemberian pakan

[ ] merumput di sawah/kebun/pekarangan

[ ] merumput dipadang penggembalaan [ ] merumput di sawah/kebun/pekarangan,diberi rumput potongan

Komentar

c. Jenis hijauan pakan yang diberikan

[ ] hanya rumput

[ ] rumput dan daun-daunan [ ] rumput dan limbah pertanian

[ ] rumput, daun-daunan,limbah tanaman pangan

Komentar

d. Jenis pakan tambahan yang diberikan

[ ] dedak

[ ] garam

[ ] dedak dan garam

[ ] tidak menggunakan pakan tambahan

Komentar

e. Ketersediaan pakan

[ ] selalu tersedia

[ ] fluktuasi/musiman Komentar

Page 154: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

PEMANFAATAN LIMBAH LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN a. Apakah menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan

[ ] ya (bila ya, pertanyaan ke point b) [ ] tidak (bila tidak, pertanyaan ke point g) b. Jenis limbah yang digunakan

[ ] jerami padi

[ ] jerami jagung [ ] jerami kedelai

[ ] jerami kacang tanah

[ ] jerami kacang hijau

[ ] jerami ubi jalar

[ ] pucuk ubi kayu c. Apakah limbah pertanian digunakan setiap saat

[ ] ya, alasannya :

[ ] tidak, alasannya :

d. Apakah mengetahui tentang teknologi pakan limbah pertanian

[ ] ya (bila ya, pertanyaan ke point e)

[ ] tidak, komentar :

e. Jenis teknologi pakan yang diketahui

[ ] amoniasi

[ ] silase

[ ] hay (pengeringan)

[ ] lainnya

f. Apakah menerapkan/melakukan teknologi pakan tersebut

[ ] ya, alasan menggunakan……….

[ ] tidak, alasan tidak menggunakan…………..

g. Alasan tidak menggunakan limbah

h. Alasan tidak menggunakan limbah pertanian sebagai pakan

Page 155: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 3 Kuisioner identifikasi faktor eksternal dan internal

KUISIONER

IDENTIFIKASI FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL UNTUK PERUMUSAN STRATEGI PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN

DI SULAWESI SELATAN

Nama Responden

Umur

Pendidikan Terakhir

Pekerjaan/Jabatan

Alamat

Tlp

Waktu Wawancara Tanggal …….Bulan……Tahun……….

Tanda tangan

Penjelasan

Dalam rangka perumusan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai

pakan di Sulawesi Selatan, dimohon kesediaannya untuk memberikan pendapat

dan masukan yang berhubungan dengan faktor-faktor eksternal dan internal.

1). Identifikasi Faktor Ekternal - PELUANG

1. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

2. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

3. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

4. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

5. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

6. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

Page 156: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

2). Identifikasi Faktor Ekternal – ANCAMAN

1. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

2. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

3. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

4. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

5. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

6. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

3). Identifikasi Faktor Internal - KEKUATAN

1. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

2. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

3. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

4. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

5. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

6. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

4). Identifikasi Faktor Internal - KELEMAHAN

1. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

2. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

3. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

4. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

5. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

6. …………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

Page 157: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 4 Kuisioner penentuan bobot dan peringkat faktor-faktor eksternal

dan internal

KUISIONER

PENENTUAN BOBOT DAN PERINGKAT (RATING) FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL

UNTUK PERUMUSAN STRATEGI PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN

DI SULAWESI SELATAN

Nama Responden

Umur

Pendidikan Terakhir

Pekerjaan/Jabatan

Alamat

Tlp

Waktu Wawancara Tanggal …….Bulan……Tahun……….

Tanda tangan

Dimohon kesediaannya untuk memberikan BOBOT dan PERINGKAT

terhadap faktor-faktor eksternal dan internal.

PENENTUAN BOBOT FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL Penjelasan 1. Penentuan bobot faktor-faktor eksternal dan internal dilakukan dengan

penerapan Metode Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process). 2. Pertanyaan yang diajukan berbentuk perbandingan antara elemen baris dengan

elemen kolom pada tabel yang disediakan.

3. Masing-masing kotak dalam tabel diberikan nilai oleh Bapak/Ibu berdasarkan

tingkat kepentingan dari elemen-elemen yang dibandingan secara

berpasangan.

4. Bapak/Ibu hanya mengisi kotak dalam tabel yang berwarna putih saja dengan

salah satu angka skala yang disediakan

5. Nilai komparasi yang diberikan mempunyai skala 1 sampai 9, dan

kebalikannya (1, 1/2, 1/3…….1/9) yang didefenisikan seperti tabel berikut.

Page 158: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Intensitas

Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen (x) sedikit lebih penting daripada elemen (y)

5 Elemen (x) lebih penting daripada elemen (y)

7 Elemen (x) jelas lebih penting daripada elemen (y)

9 Elemen (x) mutlak lebih penting daripada elemen (y)

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua nilai pertimbangan yang berdekatan

Sumber : Saaty (1993).

1). Penentuan Bobot Faktor Eksternal

Faktor eksternal A B C D E F G H

Peluang 1 (A)

Peluang 2 (B)

Peluang 3 (C)

Peluang ke-n (D)

Ancaman 1 (E)

Ancaman 2 (F)

Ancaman 3 (G)

Ancaman ke-n (H)

2). Penentuan Bobot Faktor Internal

Faktor eksternal A B C D E F G H

Kekuatan 1 (A)

Kekuatan 2 (B)

Kekuatan 3 (C)

Kekuatan ke-n (D)

Kelemahan1 (E)

Kelemahan 2 (F)

Kelemahan3 (G)

Kelemahan ke-n (H)

Page 159: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

PENENTUAN RATING FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL Penjelasan Berikan nilai peringkat (rating) dari masing-masing faktor eksternal (peluang dan

ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan), dengan memberikan tanda ( √ ) sesuai pilihan dan pendapat Bapak/Ibu dalam kotak pada tabel yang disediakan.

1). Penentuan Rating Faktor Eksternal Pilihan rating yang digunakan mempunyai skala 1 sampai 4, terdiri atas :

1 = RENDAH (kurang)

2 = SEDANG (rata-rata)

3 = TINGGI (diatas rata-rata)

4 = SANGAT TINGGI (superior)

Nilai Peringkat (Rating) Faktor-Faktor Eksternal

1 2 3 4

PELUANG

Peluang 1

Peluang 2

Peluang 3

Peluang ke-n

ANCAMAN

Ancaman 1

Ancaman 2

Ancaman 3

Ancaman ke-n

2). Penentuan Rating Faktor Internal Pilihan rating yang digunakan mempunyai skala 1 sampai 4, terdiri atas :

1 = SANGAT LEMAH

2 = LEMAH

3 = KUAT

4 = SANGAT KUAT

Nilai Peringkat (Rating) Faktor-Faktor Internal

1 2 3 4

KEKUATAN

Kekuatan 1

Kekuatan 2

Kekuatan 3

Kekuatan ke-n

KELEMAHAN

Kelemahan 1

Kelemahan 2

Kelemahan 3

Kelemahan ke-n

Page 160: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 5 Kuisioner penentuan nilai daya tarik alternatif strategi

KUISIONER

PENENTUAN NILAI DAYA TARIK (ATTRACTIVENESS SCORE) ALTERNATIF STRATEGI PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN

PANGAN SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI SULAWESI SELATAN

Nama Responden

Umur

Pendidikan Terakhir

Pekerjaan/Jabatan

Alamat

Tlp

Waktu Wawancara Tanggal …….Bulan……Tahun……….

Tanda tangan

Dimohon kesediaannya untuk memberikan NILAI DAYA TARIK

terhadap alternatif strategi yang telah dirumuskan.

Penjelasan 1. Nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor eksternal

(peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan) satu per satu. Apakah faktor tersebut mempengaruhi alternatif strategi pilihan yang

akan dibuat ?

2. Tentukan Nilai Daya Tarik dari masing-masing faktor terhadap alternatif

strategi yang akan diambil, dengan cara memberikan tanda ( √ ) sesuai pilihan dan pendapat Bapak/Ibu dalam kotak pada tabel yang disediakan.

3. Pilihan Nilai Daya Tarik yang dipilih adalah :

1 = tidak menarik,

2 = agak menarik,

3 = cukup menarik,

4 = sangat menarik

Bila jawaban yang dipilih adalah tidak menarik (1), menunjukkan bahwa

faktor tersebut tidak berpengaruh pada alternatif strategi yang akan dibuat.

Page 161: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Bobot dari

Matriks EFE

dan IFE

Bobot dari

Matriks EFE

dan IFE

1) Nilai Daya Tarik Alternatif Strategi 1

Nilai Daya Tarik Faktor-Faktor Eksternal

dan Internal Bobot

1 2 3 4

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL

♦ PELUANG

Peluang 1 √

Peluang 2

Peluang ke-n

♦ ANCAMAN

Ancaman 1

Ancaman 2

Ancaman ke-n

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL

♦ KEKUATAN

Kekuatan 1

Kekuatan 2

Kekuatan ke-n

♦ KELEMAHAN

Kelemahan 1

Kelemahan 2

Kelemahan ke-n

2) Nilai Daya Tarik Alternatif Strategi ke-n

Nilai Daya Tarik Faktor-Faktor Eksternal

dan Internal Bobot

1 2 3 4

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL

♦ PELUANG

Peluang 1

Peluang 2

Peluang ke-n

♦ ANCAMAN

Ancaman 1

Ancaman 2

Ancaman ke-n √

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL

♦ KEKUATAN

Kekuatan 1

Kekuatan 2

Kekuatan ke-n

♦ KELEMAHAN

Kelemahan 1

Kelemahan 2

Kelemahan ke-n

Page 162: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 6 Populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

Ternak Ruminansia (ekor) Kabupaten Sapi

Potong

Sapi

Perah Kerbau Kambing Domba

Selayar 6 557 0 4 873 71 301 615

Bulukumba 65 835 0 5 493 28 006 0

Bantaeng 26 327 0 2 102 20 291 0

Jeneponto 17 434 0 11 487 62 591 724

Takalar 17 392 0 5 137 20 237 7

Gowa 70 572 0 22 568 17 822 0

Sinjai 38 368 73 6 170 21 315 0

Maros 40 488 0 10 465 17 490 0

Pangkep 27 589 0 9 375 5 694 0

Barru 33 451 0 2 157 9 207 0

Bone 104 696 0 5 754 8 677 0

Soppeng 11 959 0 78 8 192 0

Wajo 18 293 0 5 889 6 977 0

Sidrap 28 082 0 2 083 5 561 0

Pinrang 36 221 0 4 746 15 024 12

Enrekang 32 014 500 3 449 41 375 35

Luwu 12 280 0 5 655 6 943 0

Tator 6 198 0 46 833 12 068 0

Polmas 24 442 0 4 932 66 431 0

Majene 8 292 0 2 004 73 578 0

Mamuju 87 684 0 6 902 20 392 0

Luwu Utara 20 576 0 6 645 7 611 0

Makassar 1 322 29 665 4 152 0

Parepare 1 466 0 155 4 992 0

Jumlah 737 538 602 175 617 555 927 1 393

Page 163: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 7 Nilai Location Quotient (LQ) ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

Nilai Location Quotient (LQ)

Kabupaten/Kota Sapi

Potong

Sapi

Perah Kerbau Kambing Domba

Selayar 0.38 0.00 1.18 5.43 18.71

Bulukumba 1.14 0.00 0.40 0.64 0.00

Bantaeng 1.08 0.00 0.36 1.11 0.00

Jeneponto 0.62 0.00 1.72 2.97 13.70

Takalar 0.92 0.00 1.14 1.42 0.20

Gowa 1.03 0.00 1.38 0.34 0.00

Sinjai 1.07 2.49 0.72 0.79 0.00

Maros 1.04 0.00 1.12 0.59 0.00

Pangkep 1.03 0.00 1.46 0.28 0.00

Barru 1.18 0.00 0.32 0.43 0.00

Bone 1.23 0.00 0.28 0.13 0.00

Soppeng 1.14 0.00 0.03 1.04 0.00

Wajo 1.01 0.00 1.37 0.51 0.00

Sidrap 1.19 0.00 0.37 0.31 0.00

Pinrang 1.11 0.00 0.61 0.61 0.20

Enrekang 0.98 18.75 0.44 1.68 0.57

Luwu 0.92 0.00 1.78 0.69 0.00

Tator 0.21 0.00 6.56 0.53 0.00

Polmas 0.80 0.00 0.68 2.88 0.00

Majene 0.47 0.00 0.48 5.56 0.00

Mamuju 1.18 0.00 0.39 0.36 0.00

Luwu Utara 1.01 0.00 1.37 0.50 0.00

Makassar 0.68 18.19 1.43 2.82 0.00

Parepare 0.77 0.00 0.34 3.48 0.00

Page 164: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 8 Analisis statistik deskriptif produksi limbah tanaman pangan

Jenis Limbah Tanaman Pangan Descriptive Statistics

Produksi

Segar 25m2

(kg)

Produksi

Segar (ton/ha)

Produksi

Kering

(ton/ha)

Produksi Bahan

Kering (ton/ha)

Mean 29.72 11.89 6.73 5.94

Standard Error 1.57 0.63 0.45 0.39

Standard Deviation 8.89 3.56 1.80 1.56

Sample Variance 79.80 12.65 3.25 2.43

Range 26.50 10.60 5.49 4.77

Minimum 18.50 7.40 4.16 3.56

Maximum 45.00 18.00 9.66 8.35

Jerami Padi

Count 32.00 32.00 16.00 16.00

Mean 24.34 9.74 6.82 6.00

Standard Error 0.48 0.19 0.17 0.15

Standard Deviation 2.73 1.09 0.69 0.60

Sample Variance 7.43 1.89 0.51 0.36

Range 9.50 3.80 2.52 2.11

Minimum 20.00 8.00 5.76 5.14

Maximum 29.50 11.80 8.03 7.25

Jerami Jagung

Count 32.00 32.00 16.00 16.00

Mean 10.86 4.34 3.26 2.79

Standard Error 0.26 0.10 0.09 0.08

Standard Deviation 1.48 0.59 0.38 0.32

Sample Variance 2.19 0.35 0.14 0.10

Range 5.50 2.20 1.31 1.09

Minimum 8.00 3.20 2.51 2.17

Maximum 13.50 5.40 3.82 3.26

Jerami Kedelai

Count 32.00 32.00 16.00 16.00

Page 165: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 8 Analisis statistik deskriptif produksi limbah tanaman pangan (lanjutan)

Jenis Limbah Tanaman Pangan Descriptive Statistics Produksi

Segar 25m2

(kg)

Produksi

Segar (ton/ha)

Produksi Kering

(ton/ha)

Produksi Bahan

Kering (ton/ha)

Mean 23.86 9.54 6.24 5.45

Standard Error 0.47 0.19 0.19 0.17

Standard Deviation 2.68 1.07 0.75 0.68

Sample Variance 7.19 1.15 0.57 0.46

Range 9.00 3.60 2.57 2.29

Minimum 19.00 7.60 4.86 4.17

Maximum 28.00 11.20 7.43 6.46

Jerami Kacang Hijau

Count 32.00 32.00 16.00 16.00

Mean 22.02 8.81 5.70 4.94

Standard Error 0.38 0.15 0.14 0.12

Standard Deviation 2.13 0.85 0.55 0.48

Sample Variance 4.52 0.72 0.30 0.23

Range 9.00 3.60 1.85 1.71

Minimum 18.00 7.20 4.74 4.08

Maximum 27.00 10.80 6.59 5.80

Jerami Kacang Tanah

Count 32.00 32.00 16.00 16.00

Mean 26.27 10.51 6.12 4.93

Standard Error 0.75 0.30 0.22 0.19

Standard Deviation 4.25 1.70 0.86 0.77

Sample Variance 18.05 2.89 0.75 0.59

Range 18.00 7.20 3.38 3.10

Minimum 18.00 7.20 4.69 3.72

Maximum 36.00 14.40 8.07 6.82

Jerami Ubi Jalar

Count 32.00 32.00 16.00 16.00

Page 166: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 8 Analisis statistik deskriptif produksi limbah tanaman pangan (lanjutan)

Jenis Limbah Tanaman Pangan Descriptive Statistics Produksi

Segar 25m2

(kg)

Produksi

Segar (ton/ha)

Produksi Kering

(ton/ha)

Produksi Bahan

Kering (ton/ha)

Mean 8.58 3.43 2.07 1.73

Standard Error 0.30 0.12 0.09 0.80

Standard Deviation 1.71 0.69 0.37 0.32

Sample Variance 2.94 0.47 0.13 0.10

Range 6.00 2.40 1.29 1.16

Minimum 5.50 2.20 1.50 1.24

Maximum 11.50 4.60 2.79 2.40

Pucuk Ubi Kayu

Count 32.00 32.00 16.00 16.00

Page 167: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 9 Analisis statistik deskriptif kualitas limbah tanaman pangan

Jenis Limbah Tanaman Pangan Descriptive Statistics BK PK LK SK BETN Abu TDN

Mean 88.30 4.64 2.74 33.79 41.40 17.44 42.65

Standard Error 0.32 0.28 0.27 1.40 1.48 0.47 1.17

Standard Deviation 1.26 1.11 1.07 5.60 5.93 1.89 4.68

Sample Variance 1.59 1.23 1.14 31.39 35.11 3.56 21.91

Range 4.53 2.98 3.42 21.46 20.58 6.39 14.56

Minimum 85.95 3.09 1.14 24.88 29.47 14.65 33.47

Maximum 90.48 6.07 4.56 46.34 50.05 21.04 48.03

Jerami Padi

Count 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00

Mean 86.82 6.38 2.81 30.19 51.69 8.94 53.23

Standard Error 0.46 0.30 0.28 0.61 0.93 0.40 0.61

Standard Deviation 1.84 1.19 1.10 2.46 3.70 1.61 2.44

Sample Variance 3.38 1.42 1.22 6.04 13.71 2.60 5.95

Range 6.02 4.24 4.59 8.15 10.66 6.23 9.48

Minimum 83.20 4.88 1.08 25.18 46.11 5.70 48.26

Maximum 89.22 9.12 5.67 33.33 56.77 11.93 57.74

Jerami Jagung

Count 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00

Mean 85.68 9.05 3.17 35.02 45.52 7.23 53.12

Standard Error 0.37 0.24 0.20 1.29 1.31 0.34 1.04

Standard Deviation 1.48 0.95 0.79 5.16 5.24 1.36 4.17

Sample Variance 2.20 0.90 0.63 26.62 27.51 1.85 17.36

Range 5.17 3.96 3.28 18.77 19.03 4.57 18.61

Minimum 82.74 6.61 1.49 27.64 33.34 4.99 41.98

Maximum 87.91 10.57 4.77 46.41 52.37 9.56 60.59

Jerami Kedelai

Count 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00

Page 168: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 9 Analisis statistik deskriptif kualitas limbah tanaman pangan (lanjutan)

Jenis Limbah Tanaman Pangan Descriptive Statistics BK PK LK SK BETN Abu TDN

Mean 87.38 5.64 4.01 33.26 47.77 9.32 52.46

Standard Error 0.25 0.19 0.16 0.55 0.73 0.19 0.58

Standard Deviation 0.99 0.77 0.63 2.19 2.92 0.76 2.32

Sample Variance 0.99 0.60 0.40 4.79 8.52 0.58 5.36

Range 3.22 3.20 2.08 6.43 8.56 2.80 6.93

Minimum 85.91 3.94 2.78 29.46 43.82 7.96 49.19

Maximum 89.13 7.14 4.86 35.89 52.38 10.76 56.12

Jerami Kacang Hijau

Count 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00

Mean 86.76 12.00 2.67 30.27 42.76 12.30 52.09

Standard Error 0.36 0.53 0.26 0.41 0.85 0.66 0.82

Standard Deviation 1.44 2.13 1.05 1.63 3.39 2.64 3.28

Sample Variance 2.07 4.53 1.11 2.65 11.46 6.96 10.78

Range 4.90 7.57 4.35 5.41 10.31 9.37 11.80

Minimum 84.35 8.33 0.97 27.45 37.68 9.53 45.08

Maximum 89.25 15.90 5.32 32.86 47.99 18.90 56.88

Jerami Kacang Tanah

Count 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00

Mean 80.34 11.05 3.96 26.98 45.33 12.68 53.09

Standard Error 0.47 0.41 0.38 0.55 1.15 0.50 1.09

Standard Deviation 1.87 1.63 1.51 2.21 4.58 1.98 4.37

Sample Variance 3.51 2.64 2.27 4.90 21.00 3.93 19.06

Range 7.34 5.20 4.22 7.68 18.50 5.71 16.60

Minimum 77.22 7.91 2.32 21.57 37.30 10.17 42.28

Maximum 84.56 13.11 6.54 29.25 55.80 15.88 58.88

Jerami Ubi Jalar

Count 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00

Page 169: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 9 Analisis statistik deskriptif kualitas limbah tanaman pangan (lanjutan)

Jenis Limbah Tanaman Pangan Descriptive Statistics BK PK LK SK BETN Abu TDN

Mean 83.64 17.04 5.66 21.11 46.13 10.06 61.29

Standard Error 0.48 0.58 0.33 0.37 0.93 0.27 1.55

Standard Deviation 1.91 2.31 1.34 1.47 3.72 1.09 6.21

Sample Variance 3.66 5.35 1.79 2.16 13.81 1.19 38.60

Range 6.53 7.25 5.25 5.50 12.57 4.27 22.65

Minimum 80.34 12.87 3.48 18.92 38.51 8.47 44.61

Maximum 86.87 20.12 8.73 24.42 51.08 12.74 67.25

Pucuk Ubi Kayu

Count 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00 16.00

Page 170: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 10 Luas areal panen tanaman pangan di Sulawesi Selatan tahun 2003

Luas Areal Panen (ha) Tanaman Pangan Kabupaten/Kota

Padi Jagung Kedelai Kacang Hijau Kacang Tanah Ubi Jalar Ubi Kayu

Selayar 1 554 5 230 385 459 1 020 26 928

Bulukumba 39 581 27 727 178 1 148 4 414 807 3 095

Bantaeng 14 080 33 102 946 183 472 75 352

Jeneponto 18 842 39 498 4 412 7 216 743 99 11 715

Takalar 20 635 3 891 326 4 165 217 288 1 885

Gowa 47 261 16 319 124 5 426 826 492 6 126

Sinjai 19 054 7 393 17 2 4 382 248 403

Maros 31 023 2 175 955 155 2 131 203 3 258

Pangkep 17 988 234 467 1 302 1 264 181 144

Barru 15 317 522 51 126 2 903 149 519

Bone 139 442 54 458 6 882 4 514 19 625 600 2 511

Soppeng 37 151 5 116 631 532 976 13 35

Wajo 97 090 4 012 743 5 596 1 501 246 340

Sidrap 79 327 1 868 89 111 797 249 236

Pinrang 77 824 999 115 418 152 61 503

Enrekang 6 770 3 197 127 133 366 88 354

Luwu 48 910 461 321 65 182 169 219

Tator 28 588 2 274 135 7 649 834 1 740

Polmas 34 940 1 349 77 939 158 372 2 182

Majene 2 337 360 204 433 141 72 1 572

Mamuju 13 331 1 453 5 626 42 157 139 1 936

Luwu Utara 53 161 1 929 159 93 212 309 551

Makassar 2 195 29 5 92 4 28 170

Parepare 905 224 0 23 93 0 33

Jumlah 847 306 213 820 22 975 33 180 43 385 5 748 40 807

Page 171: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 11 Produksi segar limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan tahun 2003

Produksi Segar (ton) Limbah Tanaman Pangan Kabupaten/Kota Jerami

Padi

Jerami

Jagung

Jerami

Kedelai

Jer. Kacang

Hijau

Jer.Kacang

Tanah

Jerami

Ubi Jalar

Pucuk

Ubi Kayu

Jumlah (ton)

Selayar 18 477 50 940 1 671 4 379 8 986 273 3 183 87 910

Bulukumba 470 618 270 061 773 10 952 38 887 8 482 10 616 810 388

Bantaeng 167 411 322 413 4 106 1 746 4 158 788 1 207 501 830

Jeneponto 224 031 384 711 19 148 68 841 6 546 1 040 40 182 744 499

Takalar 245 350 37 898 1 415 39 734 1 912 3 027 6 466 335 802

Gowa 561 933 158 947 538 51 764 7 277 5 171 21 012 806 643

Sinjai 226 552 72 008 74 19 38 605 2 606 1 382 341 247

Maros 368 863 21 185 4 145 1 479 18 774 2 134 11 175 427 754

Pangkep 213 877 2 279 2 027 12 421 11 136 1 902 494 244 136

Barru 182 119 5 084 221 1 202 25 575 1 566 1 780 217 548

Bone 1 657 965 530 421 29 868 43 064 172 896 6 306 8 613 2.449 133

Soppeng 441 725 49 830 2 739 5 075 8 599 137 120 508 224

Wajo 1 154 400 39 077 3 225 53 386 13 224 2 585 1 166 1 267 063

Sidrap 943 198 18 194 386 1 059 7 022 2 617 809 973 286

Pinrang 925 327 9 730 499 3 988 1 339 641 1 725 943 250

Enrekang 80 495 31 139 551 1 269 3 224 925 1 214 118 818

Luwu 581 540 4 490 1 393 620 1 603 1 776 751 592 174

Tator 339 911 22 149 586 67 5 718 8 765 5 968 383 164

Polmas 415 437 13 139 334 8 958 1 392 3 910 7 484 450 654

Majene 27 787 3 506 885 4 131 1 242 757 5 392 43 700

Mamuju 158 506 14 152 24 417 401 1 383 1 461 6 640 206 960

Luwu Utara 632 084 18 788 690 887 1 868 3 248 1 890 659 455

Makassar 26 099 282 22 878 35 294 583 28 193

Parepare 10 760 2 182 0 219 819 0 113 14 094

Jumlah 10 074 468 2 082 607 99 712 316 537 382 222 60 411 139 968 13 155 925

Page 172: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 12 Produksi kering limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan tahun 2003

Produksi Kering (ton) Limbah Tanaman Pangan Kabupaten/Kota Jerami

Padi

Jerami

Jagung

Jerami

Kedelai

Jer. Kacang

Hijau

Jer.Kacang

Tanah

Jerami

Ubi Jalar

Pucuk

Ubi Kayu

Jumlah (ton)

Selayar 10 458 35 669 1 255 2 864 5 814 159 1 921 58 140

Bulukumba 266 380 189 098 580 7 164 25 160 4 939 6 407 499 727

Bantaeng 94 758 225 756 3 084 1 142 2 690 459 729 328 618

Jeneponto 126 807 269 376 14 383 45 028 4 235 606 24 250 484 685

Takalar 138 874 26 537 1 063 25 990 1 237 1 763 3 902 199 364

Gowa 318 067 111 296 404 33 858 4 708 3 011 12 681 484 025

Sinjai 128 233 50 420 55 12 24 977 1 518 834 206 051

Maros 208 785 14 834 3 113 967 12 147 1 242 6 744 247 832

Pangkep 121 059 1 596 1 522 8 124 7 205 1 108 298 140 913

Barru 103 083 3 560 166 786 16 547 912 1 074 126 129

Bone 938 445 371 404 22 435 28 167 111 863 3 672 5 198 1 481 183

Soppeng 250 026 34 891 2 057 3 320 5 563 80 72 296 009

Wajo 653 416 27 362 2 422 34 919 8 556 1 506 704 728 884

Sidrap 533 871 12 740 290 693 4 543 1 524 489 554 149

Pinrang 523 756 6 813 375 2 608 866 373 1 041 535 833

Enrekang 45 562 21 804 414 830 2 086 539 733 71 967

Luwu 329 164 3 144 1 046 406 1 037 1 034 453 336 285

Tator 192 397 15 509 440 44 3 699 5 104 3 602 220 795

Polmas 235 146 9 200 251 5 859 901 2 277 4 517 258 151

Majene 15 728 2 455 665 2 702 804 441 3 254 26 049

Mamuju 89 718 9 909 18 341 262 895 851 4 008 123 983

Luwu Utara 357 774 13 156 518 580 1 208 1 891 1 141 376 268

Makassar 14 772 198 16 574 23 171 352 16 107

Parepare 6 091 1 528 0 144 530 0 68 8 360

Jumlah 5 702 369 1 458 252 74 899 207 043 247 295 35 178 84 470 7 809 506

Page 173: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 13 Indeks konsentrasi produksi pakan (IKPP) limbah tanaman pangan

Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP) Limbah Tanaman Pangan Kabupaten/Kota Jerami

Padi Jerami

Jagung Jerami

Kedelai Jer. Kacang

Hijau Jer.Kacang

Tanah Jerami

Ubi Jalar Pucuk

Ubi Kayu Selayar 0.04 0.59 0.40 0.33 0.56 0.11 0.55

Bulukumba 1.12 3.11 0.19 0.83 2.44 3.37 1.82

Bantaeng 0.40 3.72 0.99 0.13 0.26 0.31 0.21

Jeneponto 0.53 4.43 4.61 5.22 0.41 0.41 6.89

Takalar 0.58 0.44 0.34 3.01 0.12 1.20 1.11

Gowa 1.34 1.83 0.13 3.92 0.46 2.05 3.60

Sinjai 0.54 0.83 0.02 0.00 2.42 1.04 0.24

Maros 0.88 0.24 1.00 0.11 1.18 0.85 1.92

Pangkep 0.51 0.03 0.49 0.94 0.70 0.76 0.08

Barru 0.43 0.06 0.05 0.09 1.61 0.62 0.31

Bone 3.95 6.11 7.19 3.27 10.86 2.51 1.48

Soppeng 1.05 0.57 0.66 0.38 0.54 0.05 0.02

Wajo 2.75 0.45 0.78 4.05 0.83 1.03 0.20

Sidrap 2.25 0.21 0.09 0.08 0.44 1.04 0.14

Pinrang 2.20 0.11 0.12 0.30 0.08 0.25 0.30

Enrekang 0.19 0.36 0.13 0.10 0.20 0.37 0.21

Luwu 1.39 0.05 0.34 0.05 0.10 0.71 0.13

Tator 0.81 0.26 0.14 0.01 0.36 3.48 1.02

Polmas 0.99 0.15 0.08 0.68 0.09 1.55 1.28

Majene 0.07 0.04 0.21 0.31 0.08 0.30 0.92

Mamuju 0.38 0.16 5.88 0.03 0.09 0.58 1.14

Luwu Utara 1.51 0.22 0.17 0.07 0.12 1.29 0.32

Makassar 0.06 0.00 0.01 0.07 0.00 0.12 0.10

Parepare 0.03 0.03 0.00 0.02 0.05 0.00 0.02

Page 174: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 14 Daya dukung bahan kering limbah tanaman pangan

Daya Dukung Bahan Kering (ST) Limbah Tanaman Pangan Kabupaten/Kota Jerami

Padi

Jerami

Jagung

Jerami

Kedelai

Jer. Kacang

Hijau

Jer.Kacang

Tanah

Jerami

Ubi Jalar

Pucuk

Ubi Kayu

Jumlah (ST)

Selayar 4 049 13 763 471 1 097 2 210 56 704 22 350

Bulukumba 103 119 72 966 218 2 744 9 564 1 745 2 348 192 704

Bantaeng 36 682 87 111 1 158 437 1 023 162 267 126 840

Jeneponto 49 088 103 942 5 399 17 249 1 610 214 8 889 186 391

Takalar 53 760 10 239 399 9 956 470 623 1 430 76 877

Gowa 123 127 42 945 152 12 970 1 790 1 064 4 648 186 696

Sinjai 49 641 19 455 21 5 9 494 536 306 79 458

Maros 80 823 5 724 1 169 371 4 617 439 2 472 95 614

Pangkep 46 863 616 571 3 112 2 739 391 109 54 402

Barru 39 905 1 374 62 301 6 290 322 394 48 648

Bone 363 283 143 311 8 421 10 790 42 521 1 297 1 905 571 529

Soppeng 96 788 13 463 772 1 272 2 115 28 27 114 464

Wajo 252 945 10 558 909 13 376 3 252 532 258 281 831

Sidrap 206 668 4 916 109 265 1 727 538 179 214 402

Pinrang 202 752 2 629 141 999 329 132 382 207 364

Enrekang 17 638 8 413 155 318 793 190 269 27 776

Luwu 127 423 1 213 393 155 394 365 166 130 111

Tator 74 479 5 984 165 17 1 406 1 803 1 320 85 175

Polmas 91 028 3 550 94 2 245 342 804 1 656 99 719

Majene 6 089 947 250 1 035 306 156 1 193 9 974

Mamuju 34 731 3 824 6 884 100 340 301 1 469 47 649

Luwu Utara 138 498 5 076 195 222 459 668 418 145 537

Makassar 5 719 76 6 220 9 61 129 6 219

Parepare 2 358 589 0 55 202 0 25 3 229

Jumlah 2 207 455 562 684 28 114 79 312 94 001 12 429 30 963 3 014 958

Page 175: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 15 Daya dukung total digestible nutrient limbah tanaman pangan

Daya Dukung Total Digestible Nutrient (ST) Limbah Tanaman Pangan Kabupaten/Kota Jerami

Padi

Jerami

Jagung

Jerami

Kedelai

Jer. Kacang

Hijau

Jer.Kacang

Tanah

Jerami

Ubi Jalar

Pucuk

Ubi Kayu

Jumlah (ST)

Selayar 2 508 10 639 363 836 1 672 43 627 16 688

Bulukumba 63 869 56 404 168 2 091 7 235 1 345 2 090 133 202

Bantaeng 22 720 67 338 893 333 774 125 238 92 421

Jeneponto 30 404 80 349 4.165 13 141 1 218 165 7 912 137 354

Takalar 33 297 7 915 308 7 585 356 480 1 273 51 214

Gowa 76 262 33 197 117 9 881 1 354 820 4 137 125 769

Sinjai 30 746 15 039 16 4 7 182 413 272 53 673

Maros 50 060 4 425 902 282 3 493 338 2 200 61 700

Pangkep 29 026 476 441 2 371 2 072 302 97 34 785

Barru 24 716 1 062 48 229 4 758 248 351 31 413

Bone 225 009 110 782 6.496 8 220 32 166 1 000 1 696 385 369

Soppeng 59 948 10 407 596 969 1 600 22 24 73 565

Wajo 156 668 8 161 701 10 191 2 460 410 230 178 821

Sidrap 128 005 3 800 84 202 1 306 415 159 133 972

Pinrang 125 580 2 032 109 761 249 102 340 129 172

Enrekang 10 924 6 504 120 242 600 147 239 18 776

Luwu 78 923 938 303 118 298 282 148 81 010

Tator 46 131 4 626 127 13 1 064 1.390 1 175 54 526

Polmas 56 380 2 744 73 1 710 259 620 1 474 63 260

Majene 3 771 732 193 789 231 120 1 062 6 897

Mamuju 21 511 2 956 5.311 76 257 232 1 307 31 651

Luwu Utara 85 783 3 924 150 169 347 515 372 91 261

Makassar 3 542 59 5 168 7 47 115 3 941

Parepare 1 460 456 0 42 152 0 22 2 133

Jumlah 1 367 244 434 967 21.688 60 423 71 108 9 582 27 559 1 992 573

Page 176: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 16 Daya dukung protein kasar limbah tanaman pangan

Daya Dukung Protein Kasar (ST) Limbah Tanaman Pangan Kabupaten/Kota Jerami

Padi

Jerami

Jagung

Jerami

Kedelai

Jer. Kacang

Hijau

Jer.Kacang

Tanah

Jerami

Ubi Jalar

Pucuk

Ubi Kayu

Jumlah (ST)

Selayar 1 785 8 342 405 588 2 519 59 1 140 14 838

Bulukumba 45 455 44 225 187 1 470 10 903 1 832 3 802 107 873

Bantaeng 16 169 52 798 995 234 1 166 170 432 71 965

Jeneponto 21 638 62 999 4 642 9 242 1 835 225 14 390 114 971

Takalar 23 697 6 206 343 5 334 536 654 2 315 39 086

Gowa 54 275 26 029 130 6 949 2 040 1 117 7 525 98 065

Sinjai 21 882 11 792 18 3 10 824 563 495 45 575

Maros 35 627 3 469 1 005 199 5 264 461 4 002 50 025

Pangkep 20 657 373 491 1 668 3 122 411 177 26 899

Barru 17 590 833 54 161 7 170 338 637 26 784

Bone 160 135 86 861 7 240 5 781 48 474 1 362 3 084 312 937

Soppeng 42 664 8 160 664 681 2 411 30 43 54 653

Wajo 111 498 6 399 782 7 167 3 707 558 418 130 530

Sidrap 91 099 2 979 94 142 1 969 565 290 97 138

Pinrang 89 373 1 593 121 535 375 138 618 92 755

Enrekang 7 775 5 099 134 170 904 200 435 14 716

Luwu 56 168 735 338 83 450 384 269 58 427

Tator 32 830 3 627 142 9 1 603 1 893 2 137 42 242

Polmas 40 125 2 152 81 1 203 390 844 2 680 47 475

Majene 2 684 574 215 555 348 163 1 931 6 470

Mamuju 15 309 2 318 5 919 54 388 316 2 378 26 681

Luwu Utara 61 050 3 077 167 119 524 701 677 66 315

Makassar 2 521 46 5 118 10 64 209 2 972

Parepare 1 039 357 0 29 230 0 41 1 696

Jumlah 973 046 341 043 24 171 42 495 107 161 13 047 50 123 1 551 087

Page 177: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 17 Indeks daya dukung pakan limbah tanaman pangan

Bahan Kering TDN Protein Kasar Kabupaten/Kota

Indeks Kategori Indeks Kategori Indeks Kategori

Selayar 1.30 2 0.97 1 0.86 1

Bulukumba 3.38 2 2.34 2 1.89 2

Bantaeng 5.30 2 3.86 2 3.00 2

Jeneponto 6.75 2 4.97 2 4.16 3

Takalar 4.13 2 2.75 2 2.10 2

Gowa 2.76 2 1.86 2 1.45 2

Sinjai 2.25 2 1.52 2 1.29 2

Maros 2.48 2 1.60 2 1.30 2

Pangkep 2.05 2 1.31 2 1.01 2

Barru 1.74 2 1.12 2 0.96 1

Bone 6.79 2 4.58 2 3.72 2

Soppeng 11.10 3 7.14 3 5.30 3

Wajo 15.77 3 10.01 3 7.30 3

Sidrap 9.21 3 5.75 3 4.17 3

Pinrang 6.45 2 4.02 2 2.89 2

Enrekang 0.86 2 0.58 1 0.46 1

Luwu 9.90 3 6.16 3 4.44 3

Tator 2.88 2 1.84 2 1.43 2

Polmas 3.31 2 2.10 2 1.57 2

Majene 0.58 1 0.40 1 0.37 1

Mamuju 0.65 1 0.43 1 0.36 1

Luwu Utara 7.25 2 4.55 2 3.30 2

Makassar 3.23 2 2.05 2 1.54 2

Parepare 1.72 2 1.14 2 0.90 2

Keterangan : kategori 1 rendah, 2 sedang, 3 tinggi.

Page 178: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 18 Karakteristik peternak responden menurut lokasi penelitian

Bantaeng Wajo Polmas Barru

Bissappu Pajukukang Tanasitolo Sabbangparu Wonomulyo Tinambung Soppengriaja Taneteriaja

Uraian n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

Tingkat Pendidikan

Tidak tamat SD 6 12.77 11 22.92 7 16.28 18 33.96 14 23.73 11 26.83 4 9.76 17 26.56

Tamat SD 19 40.43 19 39.58 17 39.53 12 22.64 16 27.12 17 41.46 14 34.15 17 26.56

Tamat SLTP 16 34.04 7 14.58 10 23.26 15 28.30 18 30.51 6 14.63 18 43.90 20 31.25

Tamat SLTA 5 10.64 9 18.75 9 20.93 7 13.21 11 18.64 7 17.07 5 12.20 8 12.50

Tamat Perguruan tinggi 1 2.13 2 4.17 0 0.00 1 1.89 0 0.00 0 0.00 0 0.00 2 3.13

Pekerjaan Utama

Petani 39 82.98 43 89.58 38 88.37 42 79.25 48 81.36 37 90.24 34 82.93 54 84.38

Pegawai 4 8.51 1 2.08 3 6.98 1 1.89 0 0.00 1 2.44 4 9.76 0 0.00

Pensiunan 2 4.26 0 0.00 0 0.00 1 1.89 1 1.69 0 0.00 2 4.88 1 1.56

Pedagang 2 4.26 4 8.33 2 4.65 6 11.32 7 11.86 3 7.32 1 2.44 6 9.38

Ibu Rumah Tangga 0 0.00 0 0.00 0 0.00 3 5.66 3 5.08 0 0.00 0 0.00 3 4.69

Tingkatan Umur (Tahun)

<20 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00

21-30 1 2.13 0 0.00 2 4.65 4 7.55 5 8.47 0 0.00 1 2.44 4 6.25

31-40 13 27.66 17 35.42 12 27.91 13 24.53 18 30.51 14 34.15 10 24.39 16 25.00

41-50 25 53.19 20 41.67 20 46.51 23 43.40 23 38.98 18 43.90 23 56.10 31 48.44

>50 8 17.02 11 22.92 9 20.93 13 24.53 13 22.03 9 21.95 7 17.07 13 20.31

Pengalaman Beternak (Tahun)

<10 7 14.89 14 29.17 5 11.63 14 26.42 16 27.12 11 26.83 6 14.63 12 18.75

10.-20 29 61.70 22 45.83 28 65.12 29 54.72 34 57.63 19 46.34 26 63.41 41 64.06

21-30 9 19.15 11 22.92 8 18.60 8 15.09 7 11.86 10 24.39 7 17.07 8 12.50

>30 2 4.26 1 2.08 2 4.65 2 3.77 2 3.39 1 2.44 2 4.88 3 4.69

Keterangan : n adalah jumlah responden (peternak).

Page 179: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 19 Karakteristik pemeliharaan ternak menurut lokasi penelitian

Bantaeng Wajo Polmas Barru

Bissappu Pajukukang Tanasitolo Sabbangparu Wonomulyo Tinambung Soppengriaja Taneteriaja

Uraian n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

Cara Pemeliharaan Ternak

Dilepas sepanjang hari 26 55.32 18 37.50 14 32.56 6 11.32 10 16.95 19 46.34 22 53.66 38 59.38

Dilepas siang hari & diikat

malam hari 12 25.53 23 47.92 13 30.23 18 33.96 21 35.59 15 36.59 12 29.27 15 23.44

Dikandangkan sepanjang hari 6 12.77 2 4.17 7 16.28 7 13.21 9 15.25 5 12.20 3 7.32 9 14.06

Dikandangkan pada malam

hari saja 3 6.38 5 10.42 9 20.93 22 41.51 19 32.20 2 4.88 4 9.76 2 3.13

Sistem Pemberian Pakan

Merumput di

sawah/kebun/pekarangan 10 21.28 13 27.08 14 32.56 17 32.08 20 33.90 18 43.90 22 53.66 36 56.25

Merumput di padang

penggembalaan 2 4.26 3 6.25 3 6.98 8 15.09 7 11.86 3 7.32 4 9.76 2 3.13

Merumput di

sawah,kebun,pekarangan,diberi

rumput potongan

35 74.47 32 66.67 26 60.47 28 52.83 32 54.24 20 48.78 15 36.59 26 40.63

Jenis Pakan Diberikan

Hanya rumput 15 31.91 20 41.67 19 44.19 23 43.40 26 44.07 22 53.66 25 60.98 41 64.06

Rumput dan daun-daunan 2 4.26 3 6.25 7 16.28 4 7.55 11 18.64 9 21.95 7 17.07 12 18.75

Rumput dan Limbah pertanian 28 59.57 19 39.58 15 34.88 16 30.19 18 30.51 8 19.51 4 9.76 5 7.81

Rumput,daun-daunan,limbah pertanian

2 4.26 6 12.50 2 4.65 10 18.87 4 6.78 2 4.88 5 12.20 6 9.38

Keterangan : n adalah jumlah responden (peternak).

Page 180: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 19 Karakteristik pemeliharaan ternak menurut lokasi penelitian (lanjutan)

Bantaeng Wajo Polmas Barru

Bissappu Pajukukang Tanasitolo Sabbangparu Wonomulyo Tinambung Soppengriaja Taneteriaja

Uraian n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

Jenis Pakan Tambahan Diberikan

Dedak 13 27.66 24 50.00 21 48.84 20 37.74 33 55.93 18 43.90 22 53.66 33 51.56

Garam 18 38.30 0 0.00 4 9.30 15 28.30 8 13.56 4 9.76 4 9.76 18 28.13

Dedak dan garam 4 8.51 16 33.33 7 16.28 10 18.87 11 18.64 8 19.51 6 14.63 7 10.94

Tidak menggunakan pakan

tambahan 12 25.53 8 16.67 11 25.58 8 15.09 7 11.86 11 26.83 9 21.95 6 9.38

Ketersediaan Pakan

Selalu tersedia 12 25.53 18 37.50 20 46.51 21 39.62 25 42.37 18 43.90 15 36.59 22 34.38

Fluktuasi/musiman 35 74.47 30 62.50 23 53.49 32 60.38 34 57.63 23 56.10 26 63.41 42 65.63

Keterangan : n adalah jumlah responden (peternak).

Page 181: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 20 Karakteristik pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan menurut lokasi penelitian

Bantaeng Wajo Polmas Barru

Bissappu Pajukukang Tanasitolo Sabbangparu Wonomulyo Tinambung Soppengriaja Taneteriaja

Uraian n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

Menggunakan Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan

Menggunakan 30 63.83 25 52.08 17 39.53 26 49.06 22 37.29 10 24.39 9 21.95 11 17.19

Tidak Menggunakan 17 36.17 23 47.92 26 60.47 27 50.94 37 62.71 31 75.61 32 78.05 53 82.81

Jenis Limbah Tanaman Pangan Digunakan

Jerami Padi 27 90.00 19 76.00 16 94.12 12 46.15 22 100.00 9 90.00 9 100.00 10 90.91

Jerami Jagung 29 96.67 23 92.00 6 35.29 20 76.92 3 13.64 7 70.00 3 33.33 9 81.82

Jerami Kedelai 6 20.00 2 8.00 9 52.94 18 69.23 14 63.64 8 80.00 0 0.00 6 54.55

Jerami Kacang Tanah 6 20.00 17 68.00 2 11.76 6 23.08 12 54.55 3 30.00 0 0.00 2 18.18

Jerami Kacang Hijau 5 16.67 6 24.00 1 5.88 4 15.38 2 9.09 0 0.00 0 0.00 0 0.00

Jerami Ubi Jalar 2 6.67 0 0.00 1 5.88 6 23.08 3 13.64 0 0.00 0 0.00 0 0.00

Pucuk Ubi Kayu 5 16.67 0 0.00 2 11.76 3 11.54 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00

Kontinuitas Penggunaan Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan

Setiap saat 9 30.00 8 32.00 5 29.41 4 15.38 8 36.36 2 20.00 2 22.22 1 9.09

Tidak setiap saat 21 70.00 17 68.00 12 70.59 22 84.62 14 63.64 8 80.00 7 77.78 10 90.91

Mengetahui Tentang Teknologi Pakan Untuk Limbah Tanaman Pangan

Mengetahui 32 68.09 26 54.17 29 67.44 25 47.17 33 55.93 24 58.54 19 46.34 29 45.31

Tidak Mengetahui 15 31.91 22 45.83 14 32.56 28 52.83 26 44.07 17 41.46 22 53.66 35 54.69

Page 182: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 20 Karakteristik pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan menurut lokasi penelitian (lanjutan)

Bantaeng Wajo Polmas Barru

Bissappu Pajukukang Tanasitolo Sabbangparu Wonomulyo Tinambung Soppengriaja Taneteriaja

Uraian n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

Jenis Teknologi Pakan Diketahui

Amoniasi/fermentasi lainnya 12 37.50 13 50.00 15 51.72 12 48.00 5 15.15 11 45.83 7 36.84 7 24.14

Silase 2 6.25 0 0.00 1 3.45 0 0.00 2 6.06 0 0.00 0 0.00 5 17.24

Hay (pengeringan) 8 25.00 9 34.62 8 27.59 5 20.00 11 33.33 9 37.50 10 52.63 12 41.38

Amonias/fermentasi lainnyai,

Silase 2 6.25 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 3.45

Silase, hay 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 4.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 3 10.34

Amoniasi/fermentasi

lainnya,hay 7 21.88 2 7.69 2 6.90 5 20.00 3 9.09 1 4.17 0 0.00 1 3.45

Amoniasi/fermentasi lainnya,

silase, hay 1 3.13 2 7.69 3 10.34 2 8.00 12 36.36 3 12.50 2 10.53 0 0.00

Menerapkan/Melakukan Teknologi Pakan

Menerapkan/melakukan 10 31.25 3 11.54 5 17.24 8 32.00 11 33,33 3 12.50 1 5.26 5 17.24

Tidak Menerapkan/melakukan 22 68.75 23 88.46 24 82.76 17 68.00 22 66,67 21 87.50 18 94.74 24 82.76

Keterangan : n adalah jumlah responden (peternak).

Page 183: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 21 Matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM) strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan

(Bobot x Nilai Daya Tarik) Strategi ke - n Faktor-faktor Internal Bobot

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kekuatan

1. Sumberdaya pakan limbah tanaman pangan memiliki

produksi yang cukup besar. 0.238 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.48 0.71 0.71 0.95 0.71

2. Produksi limbah tanaman pangan khususnya jerami padi dan

jerami jagung tersebar disebagian besar wilayah kabupaten

di Sulawesi Selatan 0.142 0.57 0.43 0.57 0.57 0.28 0.43 0.28 0.28 0.57 0.28

3. Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak

ruminansia belum optimal. 0.090 0.36 0.36 0.27 0.27 0.36 0.18 0.18 0.27 0.27 0.27

4. Teknologi pakan limbah tanaman pangan tersedia dan

diketahui oleh peternak 0.088 0.35 0.26 0.09 0.26 0.09 0.09 0.09 0.26 0.09 0.26

5. Limbah tanaman pangan tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan

lain selain sebagai pakan 0.073 0.29 0.29 0.07 0.22 0.22 0.15 0.15 0.07 0.07 0.07

Kelemahan

1. Kebiasaan petani peternak membakar limbah tanaman

pangan 0.102 0.31 0.20 0.20 0.41 0.31 0.20 0.31 0.31 0.20 0.20

2. Kualitas nutrisi limbah tanaman pangan rendah 0.082 0.33 0.25 0.25 0.25 0.33 0.25 0.16 0.25 0.16 0.25

3. Sarana dan prasarana pengangkutan dan tempat penyimpanan

limbah tanaman pangan tidak tersedia 0.059 0.18 0.12 0.24 0.18 0.18 0.12 0.06 0.06 0.12 0.18

4. Tingkat penerapan teknologi pengolahan pakan limbah

tanaman pangan rendah 0.080 0.32 0.08 0.24 0.32 0.32 0.08 0.16 0.24 0.24 0.08

5. Produksi limbah tanaman pangan bersifat musiman atau

fluktuatif 0.046 0.18 0.05 0.18 0.14 0.14 0.05 0.14 0.14 0.18 0.14

Keterangan : 1. Pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung (S1,S2,S3,S4,O1,O3,O5)

2. Sinergi dan keterpaduan antar sektor (peternakan-tanaman pangan) dalam kebijakan pemerintah untuk pengembangan peternakan (O2,S5)

3. Membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan (S1,S3,S5,O1,O3,O5)

4. Optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif (W2,W4,O5)

5. Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan (W1, W3,W5,O5) 6. Pengembangan rekayasa sosial dan ekonomi melalui pengembangan kelembagaan peternak dan peningkatan sumberdaya daya manusia peternak (W1,W4,O4)

7. Menjalin kemitraan antara investor/swasta dan peternak untuk meningkatkan skala usaha ternak pola intensif dengan iklim berusaha yang lebih baik dan terjamin

(T1,T2,T3,T5,S1)

8. Peningkatan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan yang sesuai dengan keunggulan produksi yang spesifik lokalita (S1,S5,T1,T3)

9. Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana pengembangan teknologi pakan limbah tanaman pangan dan kesehatan hewan (W2,W4,T4)

10. Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan peternak (kelompok, koperasi) (W3,T1,T2,T3)

Page 184: Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan ...

Lampiran 21 Matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM) strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan (lanjutan)

(Bobot x Nilai Daya Tarik) Strategi ke - n Faktor-faktor Internal Bobot

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Peluang

1. Jumlah populasi ternak ruminansia cukup tinggi 0.219 0.66 0.44 0.88 0.66 0.44 0.44 0.66 0.66 0.44 0.66

2. Dukungan kebijakan pembangunan peternakan Sulawesi

Selatan 0.066 0.13 0.20 0.26 0.13 0.13 0.20 0.13 0.20 0.13 0.20

3. Ternak ruminansia umumnya dipelihara oleh peternak 0.106 0.42 0.21 0.21 0.32 0.32 0.21 0.21 0.32 0.42 0.32

4. Pola pemeliharaan ternak masih tradisional 0.078 0.23 0.08 0.16 0.23 0.23 0.08 0.23 0.16 0.16 0.23

5. Pertanian tanaman pangan semakin intensif 0.075 0.30 0.08 0.15 0.30 0.30 0.08 0.23 0.08 0.15 0.23

1. Populasi ternak ruminansia cenderung menurun 0.180 0.54 0.36 0.72 0.36 0.54 0.36 0.54 0.54 0.36 0.54

2. Impor ternak dan daging semakin meningkat 0.072 0.22 0.14 0.22 0.22 0.29 0.14 0.29 0.07 0.14 0.29

3. Usaha ternak ruminansia masih bersifat sambilan dan

kurangnya permodalan 0.085 0.09 0.17 0.17 0.17 0.26 0.17 0.09 0.26 0.26 0.26

4. Terjadinya penyakit ternak dan pemotongan ternak betina

produktif 0.060 0.18 0.06 0.12 0.12 0.24 0.06 0.24 0.18 0.12 0.24

5. Keamanan berusaha ternak tidak terjamin 0.059 0.06 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.24 0.18 0.12 0.06

Jumlah Total Nilai Daya Tarik 6.67 4.84 6.06 6.19 6.04 3.86 5.09 5.22 5.16 5.46

Keterangan : 1. Pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung (S1,S2,S3,S4,O1,O3,O5)

2. Sinergi dan keterpaduan antar sektor (peternakan-tanaman pangan) dalam kebijakan pemerintah untuk pengembangan peternakan (O2,S5)

3. Membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan (S1,S3,S5,O1,O3,O5)

4. Optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif (W2,W4,O5)

5. Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan (W1, W3,W5,O5) 6. Pengembangan rekayasa sosial dan ekonomi melalui pengembangan kelembagaan peternak dan peningkatan sumberdaya daya manusia peternak (W1,W4,O4)

7. Menjalin kemitraan antara investor/swasta dan peternak untuk meningkatkan skala usaha ternak pola intensif dengan iklim berusaha yang lebih baik dan terjamin

(T1,T2,T3,T5,S1)

8. Peningkatan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan yang sesuai dengan keunggulan produksi yang spesifik lokalita (S1,S5,T1,T3)

9. Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana pengembangan teknologi pakan limbah tanaman pangan dan kesehatan hewan (W2,W4,T4)

10. Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan peternak (kelompok, koperasi) (W3,T1,T2,T3)