Makalah Pengolahan Limbah Pangan
-
Upload
wulandani-priana -
Category
Documents
-
view
143 -
download
34
description
Transcript of Makalah Pengolahan Limbah Pangan
BAB I
WASTE WATER TREATMENT PLANT
PT. KAWASAN INDUSTRI MAKASSAR
A. Flowsheet Waste Water Treatment Plant
Waste Water Treatment Plant (WWTP) merupakan instalasi pengolahan
limbah pusat seluruh limbah yang ada di kawasan industri Makassar. Seluruh limbah
yang berasal dari pabrik-pabrik akan mengalir ke WWTP melalui pipa. Limbah-limbah
tersebut merupakan inlet dari proses pengolahan limbah selanjutnya.
Tahap-tahap yang digunakan untuk mengolah limbah pada WWTP ada 3,
yakni :
1. Tahap Fisik (Primary Treatment)
1
Tahap fisik yang dilakukan yaitu proses penyaringan dengan 2 proses
penyaringan dengan ukuran yang berbeda. Penyaring pertama berukuran
5 cm dan yang kedua berukuran 1 cm. Limbah yang langsung berasal dari
pabrik harus melalui proses penyaringan untuk menghilangkan limbah-
limbah padat yang masih terkandung dalam limbah pabrik tersebut. Hal
tersebut dilakukan guna mencegah/ menghindari terjadinya kenaikan
BOD dan COD dari limbah padar tersebut.
2. Tahap Biologi (Secondary Treatment)
Dari proses penyaringan, limbah dipompa ke equalizing basin untuk
proses selanjutnya. Di equalizing basin udara dimasukkan untuk
menghidupkan mikroorganisme dari limbah yang telah ada. Setelah dari
equalizing basin, limbah dialirkan ke oxidation ditch, dimana pada proses
ini ditambahkan lumpur aktif. Mikroorganisme yang ada dalam limbah
akan mendegradasi senyawa-senyawa organic yang ada dalam limbah.
Sehingga senyawa organic yang merupakan sumber limbah terurai dan
jumlahnya berkuran ataupun habis.
3. Pengolahan Tambahan untuk Lumpur
Sedimentation tank berfungsi untuk mengendapkan sisa senyawa
organik dan memisahkan antara air yang sudah layak dan senyawa
organik. Air tersebut kemudian dipompa untuk dilakukan proses
pembusaan dimana untuk meningkatkan kandungan oksigennya, dan
selanjutnya siap untuk dipakai untuk lingkungan. Sedangkan senyawa
organik yang tertinggal akan digunakan pada proses selanjutnya. Lumpur-
lumpur yang merupakan sisa senyawa organik akan dikeringkan di kolam
pengeringan dan kemudian setelah kering akan dipakai sebagai bahan
bakar bekerja sama dengan PT. SEMEN TONASA. Lumpur yang kering
tersebut harus dimusnahkan karena masih termasuk limbah B3 yang
kemungkinan masih mengandung logam berat.
Biaya seluruh pengolahan limbah tersebut sangat mahal, sehingga dalam
penggunaannya juga para staf Waste Water Treatmentplant (WWTP) PT.Kawasan
Industri Makassar sangat berhati-hati agar tidak terjadi kerusakan. Dari pengolahan
2
limbah cair di hasilkan air yang termasuk golongan 3 yakni air yang dapat digunakan
untuk menyirami sayuran dan buah-buahan.
Disekitar tempat pengolahan limbah cair tersebut terdapat perkebunan
sayuran yang biasa di sirami dengan air hasil pengolahan limbah cair dari industri di
PT.KIMA sayuran tersebut di konsumsi oleh warga sekitar, staf jugga menambahkan
bahwa air tersebut baik untuk menyuburkan tanaman dan tidak berbahaya.
3
BAB II
PENGOLAHAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA
MENJADI TEPUNG TULANG IKAN
A. Flowsheet Pengolahan Abon Ikan Tuna
4
Limbah tulang ikan, kepala, sisik, ekor dan isi perut
Daging ikan dikukus selama 20 menit
Disuwir-suwir
Dicampur rata
Digoreng sampai kuning kecoklatan dan ditiriskan
Abon ikan Tuna
Dipisahkan insang, kepala, sisik, ekor, tulang dan isi perutnya, dicuci bersih
Ikan Tuna Segar
B. Flowsheet Pengolahan Limbah Tulang Ikan Tuna
Pembuatan tepung tulang ikan tuna dimulai dengan membersihkan tulang
ikan. Tulang ikan dicuci dan dibersihkan untuk menghilangkan kotoran. Bagian sirip
ekor, sirip punggung, sirip anal dan finlet yang masih melekat pada tulang
dihilangkan. Tulang ikan tersebut kemudian dipotong-potong untuk mendapatkan
ukuran yang lebih kecil.
Tulang kemudian direbus dalam panci aluminium selama 30 menit pada suhu
80 oC. Pemasakan awal ini dilakukan untuk mempermudah pembersihan tulang dari
daging, darah dan lemak yang menempel pada tulang. Proses selanjutnya tulang ikan
dimasukkan ke dalam autoklaf selama 1-3 jam pada suhu 121 oC dengan tekanan
uap absolut sebesar 1 atm. Fungsi dari proses ini adalah untuk mensterilkan tulang
dari mikroba dan menghilangkan lemak yang terdapat pada tulang. Selain itu protein
5
akan terdenaturasi dan menggumpal. Pemanasan ini juga bertujuan untuk
mengempukkan tulang ikan sehingga mempermudah proses selanjutnya.
Tahap berikutnya dilakukan perebusan kembali tulang pada suhu 100 oC
selama 30 menit. Tahap ini merupakan bagian dari perlakuan dimana tulang ikan
direbus dengan frekuensi perebusan yang berbeda, yaitu 1, 2 dan 3 kali. Setiap
ulangan perebusan dilakukan penggantian air dan penghitungan waktu dimulai pada
saat air mendidih. Pemasakan ini secara efektif menghilangkan lemak yang terdapat
dalam tulang.
Proses hidrolisis berlanjut dengan perendaman tulang ikan ke dalam larutan
NaOH 1,5 N selama 2 jam pada suhu 60 oC. Setelah tulang dicuci dan dinetralkan
dengan air, tahap terakhir pada proses pembuatan tepung kalsium tulang ikan ini
adalah pengeringan dan penepungan. Proses pengeringan dilakukan selama tiga hari
menggunakan sinar matahari. Tepung tulang yang telah kering dihaluskan
menggunakan mortar dan disaring menggunakan penyaring tepung. Alur proses
pembuatan tepung tulang ikan tuna yang digunakan dalam penelitian ini secara
lengkap dapat dilihat pada Gambar 1 diatas.
Tepung tulang ikan yang dihasilkan berbentuk bubuk halus berwarna putih
kekuningan hingga kuning tergantung pada waktu autoclaving dan frekuensi
perebusan yang dilakukan. Kalsium terdapat dalam berbagai bentuk diantaranya
adalah kalsium fosfat, kalsium sitrat dan kalsium asetat. Pada ikan kira-kira sebanyak
99 % kalsium terdapat pada jaringan tubuh, kerangka dan sirip. Penentuan kadar
kalsium ini menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS).
Hasil pengukuran kadar kalsium tepung tulang ikan tuna pada beberapa
tingkat perlakuan waktu autoklafing dan frekuensi perebusan dapat dilihat pada
Gambar 2 . Nilai kadar kadar kalsium yang dihasilkan antara 23,72 - 39,24 %. Nilai ini
masih berada dalam kisaran nilai kadar kalsium yang ditetapkan SNI untuk tepung
tulang, yaitu sebesar 30 % (mutu I) dan 20 % (mutu II). Kadar kalsium tertinggi dan
terendah dalam penelitian ini, berturut-turut diperoleh pada tepung tulang A2P3
dan A1P2. Nilai kadar kalsium beberapa tepung hasil penelitian sebelumnya,
diantaranya 11,90 % (ISA 2002), 25,6 % (Mulia 2004) dan 31 % (Elfauziah 2004).
6
Gambar 2. Histogram hubungan lamanya waktu autoclaving dan frekuensi perebusan
terhadap kadar kalsium
Perbedaan kandungan kalsium pada tepung tulang ikan, dipengaruhi oleh
perbedaan jenis ikan yang digunakan. Navarro (1991) diacu dalam Martinez et al.
(1998) menyebutkan bahwa kandungan mineral pada ikan bergantung pada spesies,
jenis kelamin, siklus biologis dan bagian tubuh yang dianalisis. Lebih lanjut Martinez
et al. (1998) menyatakan bahwa faktor ekologis seperti musim, tempat pembesaran,
jumlah nutrisi tersedia, suhu dan salinitas air juga dapat mempengaruhi kandungan
mineral dalam tubuh ikan.
Hasil analisis ragam yang dilakukan terhadap kadar kalsium menunjukkan
bahwa perlakuan lama waktu autoklafing dan frekuensi perebusan serta interaksi
antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium (Lampiran 20). Hal
ini menunjukkan bahwa unsur mineral relatif stabil dengan adanya proses
perebusan, sebagai mana yang disampaikan Mc Cance et al. (1936) diacu dalam
7
Haris dan Karmas (1989) bahwa proses pemanggangan, penggorengan, sangria dan
pengukusan tidak berpengaruh penting pada kadar kalsium.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perlakuan lama waktu autoklafing (1, 2 dan 3 jam) dan frekuensi perebusan
(1, 2 dan 3 kali) cenderung akan menurunkan rendemen, kadar air, lemak, protein
dan pH tepung tulang ikan. Sebaliknya kadar abu, derajat putih, kalsium dan fosfor
pada tepung cenderung meningkat akibat perlakuan tersebut.
Tepung tulang ikan yang dihasilkan mengandung kadar air 5,60 - 8,30 % , abu
77,54 – 84,22 % bb, protein 0,48 – 1,29 % bb, lemak 1,7 – 4,13 % bb, kalsium 23,72 –
39,24 %, fosfor 11,34 – 14,25 dan nilai pH 7,03 – 7,22. Rendemen yang dihasilkan
dalam pembuatan tepung tulang ikan 13,28 – 28,85 %.
Nilai beberapa parameter fisik tepung tulang yang dihasilkan yaitu derajat
putih sebesar 59,3 – 74,8 %, densitas kamba 7,42 – 9,42 g/ml dan daya serap air 14 –
14,7 %. Nilai kelarutan tepung sangat rendah, yaitu antara 0 – 4,45 % (g/ml) pada
menit ke 15, sedangkan pada menit ke 180 nilai kelarutan yang diperoleh mencapai
8,56 - 36,67 % (g/ml).
Hasil uji kecernaan kalsium tepung tulang ikan yang dilakukan dengan
metode in vitro didapatkan bahwa nilai kecernaan kalsium sangat rendah yaitu
sebesar 0,86 %.
A. Saran
Disarankan penggunaan tepung kalsium tulang ikan dengan cara melakukan
fortifikasi ke dalam bahan makanan yang lain. Untuk menghasilkan penampakan dan
tekstur yang lebih baik perlu dicoba teknik pengeringan menggunakan alat pengering
mekanik.
9
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Nabil. 2005. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp.) Sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Wini Trilaksani, dkk. 2006. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp.) Sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. FPIK IPB
http://ilmubergunabuatkamu.blogspot.com/2013/06/laporan-kunjungan-lapangan-ptkima.html
http://idha-firdaus.blogspot.com/p/laporan-ptkima-makassar.html
10