ANALISIS PENGARUH SUPPLY DAN DEMAND VALAS … · pergerakan nilai kurs rupiah di pasar keuangan....
Transcript of ANALISIS PENGARUH SUPPLY DAN DEMAND VALAS … · pergerakan nilai kurs rupiah di pasar keuangan....
1
Kesimpulan, pendapat , dan pandangan yang disampaikan o leh penulis dalam paper
ini merupakan kes impulan, pendapat dan pandangan penul is dan bukan merupakan
kes impulan, pendapat dan pandangan resmi Bank Indones ia .
WORKING PAPER
ANALISIS PENGARUH SUPPLY DAN DEMAND VALAS
TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH
Piter Abdullah
Bayront Yudit Rumondor
Anggita Cinditya Mutiara Kusuma
WP/2/2016
2016
Kesimpulan, pendapat , dan pandangan yang d isampaikan o leh penulis da lam paper in i
merupakan kes impulan, pendapat dan pandangan penul is dan bukan merupakan
kes impulan, pendapat dan pandangan resmi Bank Indones ia .
2
ANALISIS PENGARUH SUPPLY DAN DEMAND VALAS
TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH
Piter Abdullah, Bayront Yudit Rumondor,
Anggita Cinditya Mutiara 1
Abstrak
Data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan salah satu indikator penting yang
digunakan untuk menganalisis kinerja perekonomian suatu negara. Data NPI dapat digunakan
untuk menganalisis transaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk dan bukan penduduk,
termasuk di dalamnya menganalisis supply dan demand valas dalam kaitannya dengan
pergerakan nilai tukar rupiah. Dalam perkembangannya, selain memelihara NPI yang
menggunakan pencatatan secara accrual basis, Bank Indonesia juga mengembangkan
pendekatan statistik supply demand NPI secara cash basis.
Sebagaimana data NPI, data NPI cash basis juga memiliki karakteristik yang kompleks
dan spesifik sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan data tersebut. Aliran
dana valas yang tercatat pada NPI cash basis merupakan supply dan demand valas potensial
dan diperkirakan memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Namun, tidak semua supply
demand valas potensial ini akan menjadi supply demand valas efektif, yaitu aliran dana yang
dikonversikan pada pasar valas domestik.
Penelitian ini menjelaskan komponen NPI cash basis yang merupakan supply demand
valas potensial, serta menganalisis kriteria supply demand valas yang mempengaruhi nilai tukar
rupiah. Selain itu, penelitian ini juga mencoba menjelaskan selisih antara supply dan demand
valas potensial dan efektif sebagai indikator ekspektasi terhadap nilai tukar rupiah.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel supply dan demand valas efektif secara signifikan
mempengaruhi nilai tukar rupiah, sedangkan supply dan demand valas potensial tidak terbukti
signifikan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah. Selain itu, selisih antara supply dan
demand valas potensial dan efektif, atau supplydemand gap, juga terbukti signifikan dalam
mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Key word : error correction model, foreign exchange, supply demand, rupiah, balance of
payment
JEL Classification:C20, F31
1Peneliti Ekonomi Senior dan Peneliti Ekonomi di Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM), Bank
Indonesia. Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis dan tidak semata-mata merefleksikan
pandangan DKEM atau Bank Indonesia.E-mail:[email protected], [email protected], [email protected], dan
3
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dalam kapasitas sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal,
yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung
dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap
mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan
aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin dari
pergerakan nilai kurs rupiah di pasar keuangan. Simorangkir dan Suseno (2004) menjelaskan
bahwa nilai tukar mata uang adalah harga satu unit mata uang asing dalam mata uang
domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik, terhadap mata uang asing.
Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal ditetapkan secara tetap terhadap mata uang
asing. Sementara itu, dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat
berubah setiap saat, tergantung pada jumlah penawaran dan permintaan valuta asing relatif
terhadap mata uang domestik.
Sugeng et al. (2010) memaparkan bahwa secara teoritis interaksi antara permintaan dan
penawaran valas (supply dan demand valas) akan membentuk harga yang dalam hal ini adalah
nilai tukar rupiah. Supply dan demand valas tercermin pada sebagian transaksi yang tercatat di
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Permintaan valas terutama berasal dari kebutuhan impor
BBM. Di sisi lain, penawaran valas mengandalkan penerimaan ekspor dan capital inflows.
Meskipun begitu, data NPI yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tidak sepenuhnya
mewakilialiran supply dan demand valas ke dalam pasar valas domestik. Bank Indonesia
kemudian mengembangkan NPI cash basis untuk dapat lebih menjelaskan aliran dana valas,
tetapi data yang tercatat di dalamnya juga belum menggambarkan supply dan demand valas
secara riil. Hal itu disebabkan tidak semua transaksi yang tercatat di NPI dan NPI cash basis
dilanjutkan dengan transaksi penjualan atau pembelian valas di pasar atau dengan kata lain
menjadi supply dan demand valas secara efektif. Oleh karena itu, sebagian transaksi yang
terjadi dalam NPI merupakan sumber dari supply dan demand valas potensial. Selanjutnya,
supply dand emand valas potensial itu tercatat pada data NPI cash basis yang digunakan secara
terbatas di internal Bank Indonesia.
Tingginya volatilitas nilai tukar rupiah selama ini diperkirakan berasal dari banyaknya
supplydan demand valas potensial yang belum ditransaksikan pada pasar valas domestik, atau
tidak menjadi supply dan demand valas efektif. Dengan demikian, dibutuhkan analisis secara
komprehensif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah yang
4
berasal dari supply dan demand valas, baik yang tercermin secara potensial di NPI cash basis
maupun secara efektif pada pasar valas domestik. Gambar 1 menunjukkan bahwa tingginya
aliran dana valas masuk yang tercatat pada financial account NPI tidak selalu mencerminkan
penguatan rupiah, seperti yang terjadi pada tahun 2013-2014.
Gambar 1.Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Transaksi Keuangan NPI
I.2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya, terdapat
beberapa pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kriteria supply dan demand valas yang mempengaruhi nilai tukar
rupiah?
2. Apa sajakah komponen NPI dan NPI cash basis yang merupakan potensial supply dan
demand valas di pasar valas domestik?
3. Bagaimanakah selisih antara supply dan demand valas potensial dan efektif (supply
demand gap) dapat menjelaskan pergerakan atau ekspektasi terhadap nilai tukar
rupiah?
4. Bagaimanakah implikasi kebijakan yang dapat diambil Bank Indonesia atau pemerintah
dalam menyikapi karakteristik data NPI dan NPI cash basis serta hubungannya dengan
nilai tukar rupiah?
5
I.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan pertanyaan penelitian di atas, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan kriteria supply dan demand valas yang mempengaruhi nilai tukar rupiah
di pasar valas domestik.
2. Mendefinisikan komponen NPI dan NPI cash basis yang merupakan supply dan
demand valas potensial di Indonesia.
3. Menganalisis selisih antara supply dan demand valas potensial dan efektif (supply
demand gap) dalam menjelaskan pergerakan atauekspektasi terhadap nilai tukar
rupiah.
4. Mengidentifikasi policy options bagi pihak otoritas dalam merespons kondisi
perekonomian terkini terkait nilai tukar rupiah.
I.4. Sistematika Pembahasan
Dalam mengidentifikasi supply dan demand valas potensial dan efektif di dalam
perekonomian, alur pikir yang digunakan dapat dijelaskan melalui Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Alur Pikir Penelitian
NPI
Export Capital Inflows
Capital Outflows
Import Income(deviden,
remittance)
Portfolio OthersFDI Bayar Bunga
Bayar Pokok
Potensial Supply Potensial Demand
Pasar Valas Domestik
Efektif Supply Efektif Demand
Nilai Tukar
Transaksi
Data NPI
> * < *
* diperkirakan
Supply Demand Valas Potensial:- Nostro - Cadangan Devisa - OCA
Data NPI Cash Basis
> * < *
6
Sementara untuk menganalisis pengaruh dari selisih antara supply dan demand valas
potensial dan efektif terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia, alur pikir model yang digunakan
adalah sebagai berikut.
Gambar 3.Alur Pikir Model
Penelitian ini dibagi ke dalam lima bagian. Bagian pertama merupakan pendahuluan
penelitian yang berisikan latar belakang serta pertanyaan dan tujuan penelitian. Bagian kedua
membahas studi literatur dan penelitian terdahulu yang telah dilakukan terkait supply dan
demand valas. Bagian ketiga menjabarkan metodologi penelitian dan data yang digunakan.
Bagian keempat memaparkan hasil temuan penelitian, baik hasil analisis deskriptif maupun hasil
estimasi menggunakan model Error Correction Model (ECM). Sementara itu, bagian kelima
berisikan simpulan dan rekomendasi kebijakan.
Efektif Supply/Demand
Potensial –Efektif Supply/Demand (Supply
Demand Gap)
Potensial Supply/Demand
Neraca Pembayaran Indonesia
Nilai Tukar
Faktor Lainnya
7
II. STUDI LITERATUR
II.1. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia memiliki satu tujuan tunggal yang
diatur dalam UU No. 3 Tahun 2004, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap
barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Sejak tahun 2005, Bank
Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama
kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang
mengambang (free floating). Berdasarkan situs resmi Bank Indonesia, dijelaskan pula bahwa
peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem
keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, tidak untuk mengarahkan nilai tukar pada
level tertentu.
Simorangkir dan Suseno (2004) menjelaskan bahwa penentuan dan sistem nilai tukar
suatu negara mempunyai evolusi yang panjang dalam sejarah sistem moneter internasional.
Pada awal sistem moneter internasional modern pada abad ke-19, beberapa negara
menggunakan sistem nilai tukar tetap dengan mengacu pada standar emas (Gold Standard).
Sistem itu mengalami pasang surut sampai akhirnya muncul sistem nilai tukar dengan mengacu
pada kesepakatan Bretton Woods yang bertahan hingga tahun 1970-an. Setelah periode
tersebut, setiap negara diberikan kebebasan untuk menentukan sistem nilai tukar yang
digunakan.
Berdasarkan perkembangan terakhir, terdapat kecenderungan negara-negara di dunia
menggunakan sistem nilai tukar mengambang. Namun, masih terdapat beberapa negara yang
menggunakan sistem nilai tukar tetap ataupun variatif dari sistem nilai tukar mengambang
dengan sistem nilai tukar tetap. Corden (2002) mengklasifikasikan sistem nilai tukar di dunia ke
dalam tiga kelompok, yaitu (i) sistem nilai tukar tetap murni (absolutely fixed rate regime), (ii)
sistem nilai tukar mengambang murni (pure floating regime), dan (iii) sistem nilai tukar tetap
tetapi dapat disesuaikan (Fixed but Adjustable Rate/FBAR), sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 4 berikut.
8
Sumber: Corden (2002)
Gambar 4. Sistem Nilai Tukar
Goeltom dan Zulverdi (1998) memaparkan bahwa sejak tahun 1970, Indonesia telah
menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem Nilai Tukar Tetap (1970-1978)
Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap dengan
kurs resmi Rp250,00 per 1 USD (sebelumnya Rp45 per 1 USD), sementara kurs mata uang
lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap USD di bursa valas Jakarta dan di
pasar internasional. Meskipun begitu, disadari bahwa nilai tukar yang overvalued dapat
mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional. Oleh karena itu, pada
periode tersebut pemerintah melakukan devaluasi sebanyak 3 kali, yaitu pada 17 April 1970
dengan kurs sebesar Rp378,00 per 1 USD, kemudian pada 23 Agustus 1971 dengan kurs
sebesar Rp415,00 per 1 USD dan pada tanggal 15 November 1978 dengan kurs sebesar
Rp625,00 per 1 USD.
2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (1978-1997)
Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket of
currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Kebijakan itu diimplementasikan
bersamaan dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Untuk menjaga
kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi
batas atas atau batas bawah dari spread.
3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (sejak 14 Agustus 1997)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah mengalami tekanan-tekanan yang
menyebabkan makin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD, seiring dengan currency
9
turmoil yang melanda Thailand yang dengan segera menyebar ke Indonesia dan negara
ASEAN sehubungan dengan karakteristik perekonomian yang mempunyai kemiripan. Dalam
rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang akibat makin meningkatnya
tekanan depresiasi, yaitu rupiah menembus Rp2.650,00 per 1 USD sejak awal Agustus
1997, pemerintah memutuskan untuk menghapus rentang intervensi dan menganut sistem
nilai tukar mengambang bebas (flexible exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997.
II.2. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Di dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat berubah-ubah
setiap saat. Berdasarkan teori Purchasing Power Parity (PPP) yang dikemukakan oleh Dornbusch
(1985) disebutkan bahwa perubahan level harga relatif antara dua negara akan mempengaruhi
pergerakan nilai tukar. Namun, Obstfeld dan Rogoff (2000) mengemukakan kesulitan dalam
mengestimasi volatilitas nilai tukar. Semua model yang menggunakan fundamental ekonomi
seperti tingkat suku bunga, output dan money supply tidak sepenuhnya mampu menjelaskan
pergerakan nilai tukar. Hal tersebut dianggap exchange rate disconnect puzzle
dengan menyebutkan bahwa beberapa studi terkini yang meneliti hubungan antara tingkat
bunga dan nilai tukar seringkali menemukan hasil yang berbeda-beda (conflicting). Engel (2014)
menjelaskan bahwa nilai tukar suatu negara merupakan harga dari mata uang asing dalam unit
mata uang domestik, sehingga kenaikan nilai tukar merupakan depresiasi bagi mata uang
domestik. Sementara itu, Simorangkir dan Suseno (2004) menjelaskan bahwa setiap perubahan
dalam penawaran dan permintaan dari suatu mata uang akan mempengaruhi nilai tukar mata
uang yang bersangkutan. Dalam hal permintaan terhadap valas relatif terhadap mata uang
domestik meningkat, nilai mata uang domestik akan terdepresiasi. Sebaliknya, jika permintaan
terhadap valas menurun, nilai mata uang domestik akan terapresiasi. Sementara itu, jika
penawaran valas meningkat relatif terhadap mata uang domestik, nilai tukar mata uang
domestik akan terapresiasi. Sebaliknya jika penawaran valas menurun relatif terhadap mata
uang domestik, maka nilai tukar mata uang domestik akan terdepresiasi.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, terdapat tiga faktor utama yang
dapat mempengaruhi permintaan valas, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Pembayaran Impor
Makin tinggi impor barang dan jasa, makin besar permintaan terhadap valas sehingga
nilai tukar mata uang domestik akan cenderung terdepresiasi. Sebaliknya, jika impor
menurun, permintaan valas menurun sehingga mendorong apresiasi nilai tukarmata
uang domestik2.
2Dengan asumsi faktor-faktor lainnya tidak berubah (ceteris paribus). Asumsi ini juga berlaku untuk aliran modal
keluar/masuk dan ekspor.
10
2. Faktor Aliran Modal Keluar (Capital Outflow)
Makin besar aliran modal keluar, makin besar permintaan valas yang selanjutnya
mendorong depresiasi nilai tukarmata uang domestik. Aliran modal keluar meliputi
pembayaran utang penduduk Indonesia (baik swasta maupun pemerintah) kepada
pihak asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri.
3. Kegiatan Spekulasi
Makin banyak kegiatan spekulasi valas yang dilakukan oleh spekulan3, makin besar
permintaan terhadap valas sehingga mendorong depresiasi mata uangdomestik
terhadap mata uang asing.
Sementara itu, penawaran valas dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu sebagai
berikut:
1. Faktor Penerimaan Hasil Ekspor
Makin besar volume penerimaan ekspor barang dan jasa, makin besar jumlah valas
yang dimiliki oleh suatu negara dan selanjutnya nilai tukar mata uang domestik
terhadap mata uang asing cenderung menguat atau apresiasi. Namun, jika ekspor
menurun, jumlah valas yang dimiliki makin menurun sehingga nilai tukar mata uang
domestik juga cenderung mengalami depresiasi.
2. Faktor Aliran Modal Masuk (Capital Inflow)
Makin besar aliran modal masuk, nilai tukar mata uang domestik akan cenderung
makin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan utang luar
negeri, penempatan dana jangka pendek oleh pihak asing (Portfolio Investment) atau
investasi langsung pihak asing (Foreign Direct Investment).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar domestik dapat dilihat pada Gambar 5
berikut.
3Spekulan valuta asing adalah pelaku di pasar valas yang bertujuan mendapatkan keuntungan dari melemahnya
nilai tukar.
11
Sumber: Simorangkir dan Suseno (2004)
Gambar 5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Domestik
II.3. Permintaan dan Penawaran Valuta Asing
Pasar valas, sebagaimana pasar pada umumnya, memiliki dua kekuatan utama yang
saling berinteraksi, yaitu permintaan dan penawaran. Sebagaimana teori permintaan dan
penawaran, Nugroho et al. (2014) menjelaskan bahwa nilai tukar dalam sistem nilai tukar
mengambang akan ditentukan oleh interaksi antara supply dan demand. Permintaan adalah
sejumlah barang atau jasa yang bersedia dibeli oleh konsumen pada berbagai level harga makin
tinggi harganya akan makin sedikit barang atau jasa yang dapat dibeli oleh konsumen.
Sebaliknya, penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang bersedia dijual oleh produsen atau
pedagang kepada konsumen pada berbagai level harga. Berbeda dengan sisi permintaan,
jumlah barang atau jasa yang ditawarkan penjual berbanding lurus dengan harganya: makin
tinggi harga, makin banyak barang yang ditawarkan oleh penjual barang. Pertemuan antara
permintaan dan penawaran barang yang diikuti pertukaran atau transaksi perdagangan adalah
yang dikenal dengan pasar.
Pasar berada dalam kondisi ekuilibrium, yaitu apabila interaksi antara sisi permintaan
dan sisi penawaran menghasilkan satu harga keseimbangan pada kuantitas permintaan dan
penawaran tertentu. Dalam konteks pasar valas, komoditi yang diperdagangkan adalah mata
uang asing dan harganya adalah nilai tukar. Sebagaimana di pasar lainnya, excess demand atau
berlebihnya permintaan terhadap mata uang asing mengakibatkan harga mata uang asing
tersebut naik sehingga rupiah terdepresiasi. Sebaliknya, excess supply atau berlebihnya pasokan
12
mata uang asing menjadikan harga mata uang asing tersebut turun sehingga rupiah
terapresiasi.
Dalam penelitian ini, permintaan dan penawaran valas di dalam pasar valas domestik
merupakan penawaran dan permintaan efektif, yaitu permintaan dan penawaran yang telah
terealisasikan dalam bentuk konversi valas. Sebagaimana kajian yang telah dilakukan oleh
Sugeng et al. (2010), penawaran atau permintaan valas dibedakan dari sudut pandang bank
sebagai pasar valas berdasarkan aliran valas yang terjadi akibat transaksi valas yang dilakukan
oleh bank.
Penawaran valas efektif adalah aliran valas masuk ke pasar. Hal itu direpresentasikan
oleh transaksi beli valas (jual rupiah) oleh bank, yaitu bank menerima valas dari counterparty
dan sebagai lawan transaksinya, bank menyerahkan rupiah kepada counterparty dengan jumlah
yang ekuivalen.
Sebaliknya, permintaan valas efektif adalah aliran valas keluar dari pasar. Hal itu
direpresentasikan oleh transaksi jual valas (beli rupiah) oleh bank yaitu bank menerima rupiah
dari counterparty dan sebagai lawan transaksinya, bank menyerahkan valas kepada
counterparty dengan jumlah yang ekuivalen.
Berdasarkan pelakunya, supply dan demand valas dapat didefinisikan sebagai
penawaran dan permintaan valas dari seluruh kegiatan transaksi antara residen dan non residen
dengan perbankan. Akumulasi dari seluruh transaksi beli dan jual valas oleh seluruh bank akan
menunjukkan posisi bank sebagai net beli valas (transaksi beli lebih besar jika dibandingkan
dengan transaksi jual) atau net jual valas (transaksi jual lebih besar jika dibandingkan dengan
transaksi beli). Kondisi netjual dapat dipersamakan dengan excess demanddari pelaku pasar,
sedangkan kondisi netbeli dapat dipersamakan dengan excess supply dari pelaku pasar.
II.4. Penelitian Terdahulu terkait Supply dan Demand Valas
Sugeng et al. (2010) melakukan penelitian terhadap interaksi antara supplydan demand
valas dan pengaruhnya terhadap nilai tukar rupiah. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
interaksi antara permintaan dan penawaran valas secara signifikan mempengaruhi nilai tukar
rupiah, serta pengaruh permintaan dan penawaran valas dari pelaku luar negeri lebih dominan
jika dibandingkan dari pelaku dalam negeri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dampak
pergerakan nilai tukar terhadap perekonomian hanya terjadi dalam jangka pendek, yaitu
pergerakan nilai tukar rupiah secara signifikan mempengaruhi impor dengan depresiasi rupiah
memiliki dampak lebih besar daripada apresiasi rupiah.
Kajian nilai tukar rupiah dengan pendekatan permintaan dan penawaran juga dilakukan
oleh Husman (2005). Penelitian itu menggunakan model komposit (hybrid) yang memadukan
beberapa pendekatan determinasi nilai tukar yang sudah sering digunakan dalam literatur. Hasil
13
penelitian menunjukkan bahwa variabel permintaan dan penawaran valas berpengaruh
signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Selain itu, hasil estimasi dalam kajian tersebut
menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak akan menyebabkan depresiasi nilai tukar rupiah
dan bahwa faktor risiko merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam pergerakan nilai
tukar rupiah.
Penelitian terdahulu terkait nilai tukar juga seringkali dilakukan, meskipun tidak secara
spesifik membahas supplydan demand valas.Salah satunya adalah Kandil (2009) yang
melakukan kajian terkait fluktuasi nilai tukar dan neraca pembayaran dengan mengidentifikasi
saluran interaksinya di negara maju dan berkembang. Data yang digunakan mencakup 21
negara berkembang dan 25 negara maju selama periode 1971-2000. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa di negara berkembang, dampak fluktuasi nilai tukar terhadap daya saing
ekspor masih terbatas. Hal itu menunjukkan bahwa permintaan ekspor di negara berkembang
bersifat inelastis, yaitu depresiasi nilai tukar tidak menstimulus peningkatan permintaan dan
nilai ekspor.
Selain itu, Sercu dan Uppal (1998) dalam penelitiannya menganalisis dampak volatilitas
nilai tukar terhadap volume perdagangan antar negara dengan menggunakan pendekatan
General Equilibrium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara volume
perdagangan dan volatilitas nilai tukar dapat negatif atau positif bergantung pada sumber
terjadinya volatilitas nilai tukar. Model yang digunakan dalam penelitian ini memberikan
penjelasan bahwa tidak ada bukti kuat bahwa volatilitas nilai tukar dan volume perdagangan
internasional memiliki hubungan negatif seperti yang diyakini selama ini. Di sisi lain, Nawatmi
(2012) juga melalukan estimasi pengaruh volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
terhadap perdagangan internasional, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang di
Indonesia. Dengan menggunakan metode ARCH dan GARCH, ditemukan bahwa volatilitas nilai
tukar dipengaruhi oleh volatilitas nilai tukar saat ini dan sebelumnnya, serta nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS memiliki persistent volatile.
14
III. METODOLOGI
III.1. Alur Pikir dan Model
Penelitian ini akan menggunakan dua pendekatan untuk menjelaskan pengaruh dari
supply dan demand valas terhadap nilai tukar rupiah. Pendekatan pertama adalah analisis
deskriptif yang akan menjelaskan perkembangan pasar valas di Indonesia, menggambarkan
data supply dan demand valas efektif dan potensial, serta menjelaskan komponen NPI cash
basisyang diklasifikasikan sebagaisupplydan demand valas potensial. Untuk mendukung
penjelasan mengenai konsep supply dan demand valas efektif dan potensial, digunakan
pendekatan kedua dalam yaitu digunakan model komposit untuk penentuan nilai tukar rupiah
nominal. Model komposit yang digunakan adalah sebagai berikut:
𝑠𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1(𝑝 − 𝑝∗)𝑡 + 𝛽2(𝑖 − 𝑖∗)𝑡 + 𝛽3𝑝𝑜𝑖𝑙𝑡 + 𝛽4𝑡𝑜𝑡𝑡 + 𝛽5𝑟𝑖𝑠𝑘𝑡 + 𝛽6(𝑝𝑜𝑡 − 𝑒𝑓𝑓)𝑡
+ 𝛽7𝑒𝑓𝑓𝑡 + 𝛽8𝑝𝑜𝑡𝑡 + 𝑢𝑡
(1)
Dimana 𝑠 adalah nilai tukar nominal USD/IDR (nilai rupiah terhadap 1 USD), variabel 𝑝 − 𝑝∗
merupakan price differential, 𝑖 − 𝑖∗ merupakan nominal interest rate differential, poil
merupakan harga minyak internasional, 𝑡𝑜𝑡 merupakan term of trade, 𝑟𝑖𝑠𝑘 merupakan risiko
default negara menggunakan credit default swap (CDS), 𝑝𝑜𝑡 − 𝑒𝑓𝑓 dihitung dari selisih supply
dan demand valas potensial dikurangi supply demand valas efektif (atau disebut sebagai supply
demand gap), 𝑒𝑓𝑓 merupakan supply dan demand valas efektif di pasar valas domestik yang
dibedakan menjadi supplydan demand valas efektif dari luar negeri dan dalam negeri, dan 𝑝𝑜𝑡
merupakan supply dan demand valas potensial.
Model komposit yang dibangun dalam penelitian ini merupakan sistem persamaan
linear yang diadaptasi dari penelitian Husman (2005) yang menggunakan model komposit
dalam penentuan nilai tukar rupiah nominal.
𝑠𝑡 = 𝛽0 + (𝑝 − 𝑝∗) + 𝛽1(𝑖 − 𝑖∗)𝑡 + 𝛽2𝑠𝑑𝑣𝑡 + 𝛽3𝑡𝑜𝑡𝑡 + 𝛽4𝑝𝑜𝑖𝑙𝑡 + 𝛽5𝑟𝑖𝑠𝑘𝑡 + 𝑢𝑡 (2)
Variabel 𝑠𝑑𝑣 yang digunakan dalam Husman (2005) merupakan rasio antara supply-
demand valas dari luar negeri yang menggambarkan transaksi valas antara bank domestik dan
nasabah luar negeri. Model komposit itu menggabungkan beberapa pendekatan determinasi
nilai tukar yang didalamnya menggunakan variabel-variabel makro seperti suku bunga dan
variabel-variabel mikro seperti supply dan demand valas.
Kerangka model yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
15
Gambar 6.Kerangka Model Supplydan DemandValas
III.2. Metodologi
Nugroho et al. (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pasar valuta asing
dengan mata uang asing sebagai komoditas yang diperdagangkan dan nilai tukar sebagai harga
mata uang asing yang dinilai dengan mata uang domestik juga mengikuti teori permintaan dan
penawaran valas. Secara teoritis kenaikan harga dolar AS terhadap rupiah (depresiasi rupiah)
akan menurunkan permintaan dolar AS, tetapi meningkatkan penawarannya, demikian juga
sebaliknya. Hal itu dapat ditunjukkan melalui persamaan-persamaan berikut:
Persamaan penawaran valas:
𝑄𝑡𝑆 = 𝑎0 + 𝑎1𝑆𝑡 + 𝑎2𝑋𝑖𝑡 + 𝑢𝑡 (3)
Persamaan permintaan valas:
𝑄𝑡𝐷 = 𝑏0 + 𝑏1𝑆𝑡 + 𝑏2𝑋𝑖𝑡 + 𝑣𝑡 + (4)
Pada persamaan (3) dan (4), 𝑄𝑡𝑆 dan 𝑄𝑡
𝐷 adalah pasokan dan permintaan valas, 𝑆𝑡 adalah
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sedangkan 𝑋𝑖𝑡 adalah variable determinan lain.
Keseimbangan pasar tercapai pada harga keseimbangan 𝑆𝑡 dan pada kondisi 𝑄𝑡𝑆=𝑄𝑡
𝐷.
Namun, dalam pasar valas dimana bank berfungsi sebagai market maker, permintaan dan
penawaran valas yang dihadapi bank tidak selalu sama. Ekses permintaan atau pasokan
tersebut akan diserap oleh bank. Untuk menekan ekses tersebut bank dapat mengubah kurs
jual/beli yang ditawarkan ke nasabahnya. Dengan kondisi tersebut, keseimbangan pasar valas
perbankan dapat direpresentasikan melalui persamaan berikut:
𝑄𝑡𝑆 − 𝑄𝑡
𝐷 = 𝑎0 − 𝑏0 + (𝑎1 + 𝑏1)𝑆𝑡 + (𝑎1 + 𝑏1)𝑋𝑖 + 𝑢𝑡 + 𝑣𝑡 (5)
Dengan mengisolasi 𝑆𝑡 diperoleh persamaan:
Efektif Supply/Demand
Potensial –Efektif Supply/Demand (Supply
Demand Gap)
Potensial Supply/Demand
Neraca Pembayaran Indonesia
Nilai Tukar
Faktor Lainnya
16
𝑆𝑡 =(𝑏0 − 𝑎0)
(𝑎1 + 𝑏1)−
1
(𝑎1 + 𝑏1)(𝑄𝑡
𝑆 − 𝑄𝑡𝐷) + (
(𝑎2 − 𝑏2)
(𝑎1 + 𝑏1)) 𝑋𝑖 + (𝑣𝑡 − 𝑢𝑡)
(6)
Kemudian dengan menyederhanakan koefisien-koefisiennya, diperoleh:
𝑆𝑡 = 𝑐0 − 𝑐1(𝑄𝑡𝑆 − 𝑄𝑡
𝐷) + 𝑐2𝑋𝑖𝑡 + 𝑒𝑡 (7)
Pasokan valas neto dalam sistem perekonomian terbuka dapat bersumber dari transaksi
perdagangan internasional (ekspor-impor) dan aliran modal antar negara.Seluruh transaksi itu
tercatat pada Current Account (CA) dan Capital and Financial Account (FA).
Berdasarkan pertimbangan bahwa nilai tukar dan beberapa explanatory variable yang
digunakan merupakan series yang non-stasioner melalui uji unit-root, metode ekonometrika
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM). Model itu dipilih
untuk melihat hubungan jangka panjang dan juga hubungan jangka pendek variabel-variabel
tertentu terhadap penentuan nilai tukar rupiah nominal. Tahapan dalam menggunakan metode
ini adalah uji kointegrasi antara variabel independent dan variabel dependent dalam persamaan
jangka panjang. Hal itu dilakukan untuk melihat hubungan keseimbangan jangka panjang antar
variabel. Tahap selanjutnya adalah analisis hubungan jangka pendek diantara variabel-variabel
tersebut.
𝑦𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1𝑥𝑡 + 𝑢𝑡 (8)
∆𝑦𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1∆𝑥𝑡 + 𝑢𝑡−1 + 𝑒𝑡 (9)
atau
∆𝑦𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1∆𝑥𝑡 + 𝛾(𝑦 − 𝛼0 − 𝛼1𝑥)𝑡−1 + 𝑒𝑡 (10)
Hasil uji kointegrasi persamaan jangka panjang menunjukkan bahwa antara variabel
independen dan variabel dependen terkointegrasi pada derajat I atau I(1). Hal itu dapat dilihat
dari residual hasil persamaan regresi jangka panjang yang stasioner. Jika variabel-variabel
tersebut saling terkointegrasi, hal itu memenuhi kondisi keseimbangan jangka panjang yang
dapat dilanjutkan dengan melihat dinamika variabel-variabel tersebut dalam jangka pendek.
Sementara itu, 𝛾 pada persamaan jangka pendek menggambarkan speed of adjustment atau
koefisien penyesuaian menuju keseimbangan jangka panjang.
III.3. Perolehan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder terkait dengan
supply dan demand valas di Indonesia, baik data yang bersifat potensial maupun efektif serta
17
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah baik berupa faktor internal maupun
eksternal. Pengamatan dilakukan dalam periode Juni 2012 sampai dengan Mei 2016. Berikut
perincian data yang digunakan beserta sumber data:
1. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menggunakan data kurs JISDOR akhir bulan, sumber
laman (website) Bank Indonesia.
2. Credit Default Swap (CDS) Indonesia mewakili variabel risiko Indonesia, sumber Bloomberg.
3. Suku bunga USD Libor 1 bulan sebagai suku bunga offshore, sumber Bloomberg.
4. Suku bunga rupiah tenor 1 bulan sebagai suku bunga domestik, sumber Bloomberg.
5. Harga minyak menggunakan harga minyak West Texas Intermediate (WTI), sumber
Bloomberg.
6. Price differential menggunakan selisih indeks harga konsumen domestik dan US dengan
tahun dasar 2012, sumber CEIC.
7. Term of Trade menggunakan harga barang ekspor dan impor, sumber CEIC.
8. Potensial supplydandemand valas menggunakan data laporan Overseas Current Account
(OCA), Nostro dan Reserves di Departemen Statistik, Bank Indonesia.
9. Efektif supplydan demand valas menggunakan data transaksi valas perbankan dengan
nasabah, sumber Laporan Harian Bank Umum (LHBU), Bank Indonesia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS merupakan hargasatu unit mata uang asing (dolar
AS) dalam mata uang domestik (rupiah). Sebagaimana di pasar lainnya, excess demand atau
berlebihnya permintaan terhadap mata uang asing mengakibatkan harga mata uang asing naik
sehingga rupiah terdepresiasi. Sebaliknya, excess supply atau berlebihnya pasokan mata uang
asing menjadikan harga mata uang asing tersebut turun sehingga rupiah terapresiasi. Dalam
penelitian ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebagai variabel dependen diambil dari kurs
JISDOR yang dapat diakses oleh publik di website Bank Indonesia.
Credit Default Swap (CDS) dapat digunakan sebagai indikator risiko Indonesia yang
merupakan kontrak swap antara penjual dan pembeli CDS dengan kompensasi berupa hak
untuk memperoleh pembayaran apabila kredit mengalami default atau kejadian lain yang
tercantum dalam credit event, misalnya kebangkrutan atau restrukturisasi. CDS dikategorikan
privately negotiated derivatives yang menjelaskan CDS sebagai kontrak bilateral
antara penjual dan pembeli serta poin-poin tertentu yang dapat dinegosiasikan. Kajian awal IMF
Report (2013) menemukan bahwa kenaikan spread CDS mengindikasikan meningkatnya risiko
kredit suatu negara. Dalam penelitian ini, variabel CDS merupakan variabel independen yang
dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah di Indonesia.
Interest rate differential dihitung berdasarkan selisih suku bunga antara suku bunga
rupiah tenor 1 bulan yang mewakili suku bunga domestik dibandingkan dengan suku bunga
Libor USD tenor 1 bulan yang mewakili suku bunga offshore.Kelompok Riset Ekonomi I (2010)
18
menyebutkan bahwa nilai tukar suatu negara dipengaruhi oleh perbedaan suku bunga negara
tersebut terhadap suku bunga dunia. Dalam penelitian ini, perbedaan suku bunga merupakan
variabel independen yang dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah di Indonesia dan diduga
memiliki koefisien positif.
Variabel harga minyak dunia digunakan untuk melihat pengaruh spesifik harga minyak
terhadap penentuan nilai tukar rupiah, sejalan dengan Husman (2005).Harga minyak mentah
WTI digunakan sebagai acuan harga kontrak berjangka minyak di bursa berjangka komoditas
New York Mercantile Exchange.
Di dalam penelitian sebelumnya, price differential direstriksi menjadi sama dengan satu
dengan asumsi bahwa Purchasing Power Parity akan terpenuhi dalam jangka panjang. Namun,
asumsi Purchasing Power Parity sulit tercapai karena beberapa faktor, antara lain, karena
sulitnya menemukan barang yang memiliki karakteristik sama di antara dua negara serta
terdapatnya biaya-biaya lain yang mempengaruhi perbedaan harga suatu barang, misalnya
biaya transportasi (Taylor, 2004). Dalam penelitian ini price differential sebagai variabel
independen dihitung berdasarkan selisih antara indeks harga konsumen domestik dan indeks
harga konsumen luar negeri yang diwakili Amerika.
Term of Trade dihitung berdasarkan rasio antara indeks harga ekspor dibandingkan
dengan indeks harga impor.Term of Trade yang meningkat dapat mencerminkan peningkatan
permintaan pasar luar negeri terhadap barang ekspor dalam negeri yang selanjutnya
menambah supply valas di pasar valas domestik. Term of Trade yang meningkat juga bisa
disebabkan oleh menurunnya permintaan pasar dalam negeri atas barang impor dari luar negeri
yang selanjutnya berdampak pada penurunan permintaan valas dari dalam negeri. Namun,
beberapa literatur menyebutkan bahwa peningkatan harga ekspor tidak selalu diikuti dengan
peningkatan supply valas di dalam negeri. Dugaan hasil estimasi untuk variabel ini sulit
ditentukan pada awal. Hal itu dipengaruhi oleh besarnya faktor income effect dan substitution
effect. Sahminan (2005) menemukan bahwa variabel 𝑡𝑜𝑡 memiliki dampak positif terhadap nilai
tukar yang berarti substitution effects lebih kuat pengaruhnya daripada income effects.
Sementara itu, Husman (2005) menemukan pengaruh income effects lebih besar dari
substitution effects.
Supply dan demand valas efektif dari dalam dan luar negeri diperoleh dari transaksi
yang tercatat di pasar valas domestik. Budiman et al. (2004) menjelaskan bahwa pasar valas
adalah pasar keuangan tempat terjadinya transaksi valas dalam berbagai bentuk. Pertukaran
rupiah dengan valas, dalam hal ini dengan dolar AS, melibatkan berbagai pelaku yang dapat
dikelompokkan menjadi: (i) pelaku bank, (ii) lembaga keuangan non-bank dan korporasi, (iii)
non-residen (bank dan non-bank), serta (iv) individu. Data supply dan demand valas efektif yang
digunakan diambil dari data Laporan Harian Bank Umum (LHBU) dengan adjustment.Beberapa
19
jenis transaksi yang paling umum dilakukan di pasar valas adalah transaksi spot dan transaksi
derivatif terutama forward, swap, dan option. Jenis transaksi valas tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Transaksi Spot, yaitu: transaksi jual-beli valas dengan kewajiban bagi penjual untuk
menyerahkan valas dan pihak pembeli harus melakukan pembayaran (mata uang domestik)
pada 2 hari kerja setelah terjadinya kontrak. Transaksi spot juga memungkinkan untuk
diselesaikan (settle) pada hari yang sama, atau lebih dikenal dengan today settlement (TOD),
atau diselesaikan pada keesokan harinya, lazimnya dikenal dengan tomorrow settlement
(TOM).
b. Transaksi Forward, yaitu: transaksi jual-beli valas dengan settlement (penjual menyerahkan
valas dan pihak pembeli harus melakukan pembayaran) pada waktu tertentu (lebih dari 2
hari kerja) sesuai dengan kontrak yang diperjanjikan dengan harga/kurs forward sebesar
kurs spot ditambah premi forward.
c. Transaksi Swap: gabungan antara transaksi spot dan forward tetapi dengan arah transaksi
yang saling berlawanan. Transaksi swap jual adalah transaksi membeli valas secara spot
disertai dengan transaksi forward jual valas. Sebaliknya, transaksi swap beli adalah transaksi
spot jual valas yang diikuti oleh transaksi forward beli valas. Transaksi swap umumnya
digunakan sebagai fasilitas lindung nilai aset dari risiko fluktuasi kursdan pengaturan
likuiditas.
Pada penelitian ini, transaksi supply dan demand valas efektif yang digunakan hanya
mencakup transaksi spot (TOD dan TOM) serta transaksi forward yang kedua jenis transaksi
tersebut memiliki karakteristik transaksi outright.
Supplydan demand valas potensial dalam penelitian ini merupakan aliran valas
(penawaran dan permintaan) antar residen (R-R), residen kepada non residen (R-NR) dan antar
non residen (NR-NR) yang dilakukan melalui nostro, serta OCA (Overseas Current Account) dan
cadangan devisa (cadev). Data yang digunakan untuk nostro diambil dari BOP cash basis
(SKLLDI Bank), OCA dari SKLLDI LBB, sedangkan cadev diambil dari BOP tabel cadev. Supply dan
demand valas (khususnya R-NR) juga dibandingkan dengan transaksi valas dalam BOP.
Sementara itu, supply dan demand valas antar non residen dilakukan melalui nostro dengan
sumber data yang digunakan yaitu data nostro LLD bank dengan adjustment. Data supplydan
demand valas potensial tersebut disusun secara rutin oleh Departemen Statistik-Bank Indonesia.
20
IV. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian dibagi ke dalam dua bagian utama. Bagian pertama merupakan analisis
deskriptif yang meliputi deskripsi data pasar valas baik yang merupakan supply dan demand
valas efektif maupun supply dan demand valas potensial. Sementara itu, bagian kedua
merupakan hasil estimasi untuk mengetahui pengaruh dari supply dan demand valas efektif dan
potensial terhadap pergerakan nilai tukar di Indonesia.
IV.1. Analisis Deskriptif
IV.1.1. Perkembangan Pasar Valuta Asing
Pasar valas di Indonesia berkembang cukup baik pada periode penelitian (Januari 2012
hingga Mei 2016). Hal itu sejalan dengan pengaruh krisis finansial global pada tahun 2008 yang
telah terlewati. Sebagaimana umumnya yang terjadi di Indonesia, transaksi spot masih
mendominasi pasar valas domestik. Volume transaksi spot sepanjang periode penelitian
mencapai USD1,70 triliun atau rata-rata per bulan sebesar USD32 miliar. Sementara itu,
transaksi forward cenderung rendah dan stagnan dibandingkan transaksi spot. Volume
transaksi forward sepanjang periode penelitian adalah USD0,18 triliun atau rata-rata per bulan
sebesar USD3 miliar (Gambar 7).
Gambar 7. Perkembangan Volume Transaksi Pasar Valas Indonesia
ribu USD
21
Pelaku pasar valas domestik dapat berasal dari dalam dan luar negeri. Berdasarkan
Gambar 8dapat dilihat bahwa baik untuk transaksi spot maupun forward, pelaku pasar valas
domestik sebagian besar berasal dari dalam negeri.
Gambar 8.Komposisi Pelaku Pasar Valas Domestik
Sementara itu apabila dilihat berdasarkan jenis pelaku, Gambar 9 menunjukkanbahwa
sebagian besar pelaku pasar valas domestik adalah Bank Swasta Nasional kemudian diikuti oleh
Bank Persero.
Gambar 9. Transaksi Valas Berdasarkan Pelaku
Spot DN67%
Spot LN33%
Forward DN73%
Forward LN27%
-2000000
-1000000
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
Jan
-12
Mar
-12
May
-12
Jul-
12
Sep
-12
No
v-1
2
Jan
-13
Mar
-13
May
-13
Jul-
13
Sep
-13
No
v-1
3
Jan
-14
Mar
-14
May
-14
Jul-
14
Sep
-14
No
v-1
4
Jan
-15
Mar
-15
May
-15
Jul-
15
Sep
-15
No
v-1
5
Jan
-16
Mar
-16
May
-16
BANK ASING BANK CAMPURAN BANK PEMBANGUNAN DAERAH
BANK PERSERO BANK SWASTA NASIONAL
ribu USD
22
Meskipun pelaku pasar dari dalam negeri mendominasi transaksi di pasar valas
domestik, volume net transaksi yang dilakukan oleh pelaku luar negeri (non residen) jauh lebih
besar daripada pelaku dalam negeri sepanjang periode penelitian.
Gambar 10.Volume Transaksi Valas Spot
IV.1.2. Supplydan Demand Valas Efektif
Pasar valas di Indonesia merupakan terjadinya pertukaran atau jual-beli antara satu mata
uang dan mata uang lainnya, tanpa memperhatikan tempat terjadinya transaksi. Transaksi valas
dapat diperdagangkan baik melalui pedagang valas (money changer), bank, dan transaksi valas
antar bank. Meskipun demikian, data yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada
transaksi valas yang terjadi di perbankan domestik, yaitu bank berfungsi sebagai pasar valas. Hal
itu mengingat bank melaporkan transaksinya ke Bank Indonesia melalui Laporan Harian Bank
Umum (LHBU) yang mencakup (i) individual, (ii) korporasi, (iii) bank domestik dan (iv) pihak luar
negeri.
Transaksi valas yang tercatat di dalam LHBU mencerminkan supplydan demand valas
efektif, karena telah terealisasikan dalam bentuk transaksi valas. Penawaran atau permintaan
valas dibedakan dari sudut pandang bank sebagai pasar valas- berdasarkan aliran valas yang
terjadi dari transaksi valas yang dilakukan oleh bank dengan nasabahnya, baik itu nasabah
dalam negeri maupun nasabah luar negeri. Sementara itu tersedia juga konsep order to buy
atau order to sell yang merupakan keinginan nasabah untuk bertransaksi jual atau beli di level
tertentu di suatu bank. Namun belum ada sistem yang menyimpannya dengan baik dan
ketersediaan data ini sulit untuk dikonsolidasikan di semua bank.
-10,000,000
-5,000,000
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000
35,000,000
40,000,000
May
-12
Au
g-1
2
No
v-1
2
Feb
-13
May
-13
Au
g-1
3
No
v-1
3
Feb
-14
May
-14
Au
g-1
4
No
v-1
4
Feb
-15
May
-15
Au
g-1
5
No
v-1
5
Feb
-16
May
-16
Au
g-1
6
DALAM NEGERI LUAR NEGERI
ribu USD
23
Supply valas efektif adalah aliran valas masuk ke pasar, sehingga transaksi valas yang
merepresentasikannya adalah transaksi beli valas (jual rupiah) oleh bank. Hal itu terjadi saat
bank menerima valas dari counterparty dan sebagai lawan transaksinya bank menyerahkan
rupiah kepada counterparty dengan jumlah yang ekuivalen.
Sebaliknya, demand valas efektif adalah aliran valas keluar dari pasar, yang
direpresentasikan oleh transaksi jual valas (beli rupiah) oleh bank. Hal itu terjadi saat bank
menyerahkan valas kepada counterparty dan sebagai lawan transaksinya, bank menerima
rupiah dari counterparty dengan jumlah yang ekuivalen.
Akumulasi dari seluruh transaksi beli dan jual valas oleh seluruh bank akan
menunjukkan posisi bank, baik itu sebagai net beli valas (transaksi beli valas lebih besar
dibandingkan dengan transaksi jual valas) yang dapat dipersamakan dengan excess supply atau
sebagai net jual valas (transaksi jual valas lebih besar jika dibandingkan dengan transaksi beli
valas) yang dapat dipersamakan dengan excess demand.
Gambar 11 menunjukkan bahwa sepanjang periode penelitian pelaku dari dalam negeri
mencatatkan net beli pada sebagian besar periode. Sementara itu, pelaku dari luar negeri
mencatatkan net jual pada sebagian besar periode. Hasil itu sejalan dengan yang diperoleh oleh
Sugeng et al. (2010), yaitu pelaku LN lebih banyak berperan sebagai net supplier valas sehingga
berfungsi sebagai penyeimbang net demand di sisi pelaku DN. Peran pelaku LN sebagai
penyeimbang berdampak positif bagi pergerakan nilai tukar rupiah yang bergerak menguat dan
lebih stabil. Meskipun pasar valas secara keseluruhan masih mengalami excess demand,
pasokan valas dari LN akan mendorong apresiasi rupiah.
Gambar 11. Supplydan Demand Valas Efektif dari Dalam dan Luar Negeri
-10,000,000
-8,000,000
-6,000,000
-4,000,000
-2,000,000
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
20
12M
01
20
12M
03
20
12M
05
20
12M
07
20
12M
09
20
12M
11
20
13M
01
20
13M
03
20
13M
05
20
13M
07
20
13M
09
20
13M
11
20
14M
01
20
14M
03
20
14M
05
20
14M
07
20
14M
09
20
14M
11
20
15M
01
20
15M
03
20
15M
05
20
15M
07
20
15M
09
20
15M
11
20
16M
01
20
16M
03
20
16M
05
SDDN ALL CCY (Juta USD) SDLN ALL CCY (Juta USD) Grand Total Efektif
24
Sebagaimana teori permintaan dan penawaran, supplydan demand valas efektif
merupakan faktor yang mempengaruhi nilai tukar di dalam suatu perekonomian. Hal itu sejalan
dengan pendapat Nugroho et al. (2014) yang menyebutkan bahwa dalam sistem nilai tukar
mengambang nilai tukar akan ditentukan oleh interaksi antara supply dan demand valas
sebagaimana teori permintaan dan penawaran.
Gambar 12. Pergerakan Nilai Tukar dan SDV Efektif
IV.1.3. NPI Cash Basisdan SupplyDemand Valas Potensial
Pada teorinya, aliran supply dan demand valas tercatat melalui transaksi perekonomian
yang terdapat di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), sehingga arah pergerakan nilai tukar
rupiah seharusnya ditentukan oleh kinerja NPI. Pada Gambar 13, terlihat bahwa kinerja NPI
yang membaik (surplus) normalnya akan diikuti oleh bertambahnya supply valas di pasar valas
domestik sehingga mendorong nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. Sebaliknya
kinerja NPI yang memburuk (defisit) normalnya diikuti oleh bertambahnya demand valas di
pasar valas domestik sehingga nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS. Gambar tersebut
juga menunjukkan bahwa ketika kinerja NPI surplus, nilai tukar USD/IDR dapat melemah.
Namun, data menunjukkan bahwa pada beberapa periode, arah pergerakan nilai tukar rupiah
tidak sejalan dengan kinerja NPI.
-8,000,000
-6,000,000
-4,000,000
-2,000,000
0
2,000,000
4,000,000
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
Grand Total Effective (sk. kanan) Kurs jisdor eop
Juta USDRp
25
Gambar 13. Pergerakan Nilai Tukar dan NPI
Sebagaimana alur pikir yang kembali ditunjukkan melalui Gambar 14, dapat dilihat
bahwa supply dan demand valas tercatat melalui transaksi di NPI. Supply valas di NPI berasal
dari transaksi ekspor dan capital inflows (portofolio investment, foreign direct investment dan
other investment). Sementara itu, demand valas berasal dari transaksi impor, capital outflow
(pembayaran pokok utang dan pembayaran bunga hutang), serta primary income (deviden dan
remittance).
-10000
-5000
0
5000
10000
15000
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
Kurs JISDOR (USD/IDR) BOP Overall Balance (Juta USD) - skala kanan
Juta USD Rp
26
Gambar 14. Alur Pikir Identifikasi Supply danDemand Valas Potensial
Namun, tidak semua supply dan demand dari NPI akan menjadi supply dan demand
valas yang berpotensi untuk ditransaksikan di pasar valas domestik. Supply dan demand valas
potensial ini tercatat melalui data NPI cash basis yang dikembangkan oleh Departemen Statistik
Bank Indonesia.NPI cash basis ini mencatat pergerakan valas atas transaksi antar residen,
residen dengan non-residen serta non-residen dengan non residen yang tercatat di rekening
valas baik itu nostro, OCA, dan cadangan devisa.Transaksi yang kemudian terjadi di pasar valas
domestik merupakan supply dan demand valas efektif.Oleh karena itu, jika data NPI, NPI cash
basis, dan transaksi efektif di pasar valas domestik dijabarkan, data NPI akan lebih besar jika
dibandingkan dengan supply dan demand valas potensial dari NPI cash basis yang juga akan
lebih besar jika dibandingkan dengan supply dan demand valas efektif, sebagaimana
ditunjukkan melalui Gambar 15.
NPI
Export Capital Inflows
Capital Outflows
Import Income(deviden,
remittance)
Portfolio OthersFDI Bayar Bunga
Bayar Pokok
Potensial Supply Potensial Demand
Pasar Valas Domestik
Efektif Supply Efektif Demand
Nilai Tukar
Transaksi
Data NPI
> * < *
* diperkirakan
Supply Demand Valas Potensial:- Nostro - Cadangan Devisa - OCA
Data NPI Cash Basis
> * < *
27
Gambar 15. Alur Hubungan NPI, Supply Demand Valas Potensial dan Supply Demand
Valas Efektif
Bahwa transaksi yang tercatat di NPI, baik pada Current Account maupun Capital &
Financial Account diperkirakan lebih besar jika dibandingkan dengan supply dan demand valas
potensial. Berdasarkan Gambar 16, terlihat bahwa pergerakan transaksi di NPI dan supply
demand valas potensial dari NPI cash basis adalah searah. Supply dan demand valas potensial
dari NPI cash basisini diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar di Indonesia.
Gambar 16. Perbandingan NPI dan SupplyDemand Valas Potensial dari NPI Cash Basis
Supply dandemand valas potensial yang diperoleh dari NPI cash basis merupakan aliran
valas (penawaran dan permintaan) antar residen (R-R), residen-non residen (R-NR) dan antar
-25,000
-20,000
-15,000
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
15,000
20,000
20
12
Q 1
20
12
Q 2
20
12
Q 3
20
12
Q 4
20
13
Q 1
20
13
Q 2
20
13
Q 3
20
13
Q 4
20
14
Q 1
20
14
Q 2
20
14
Q 3
20
14
Q 4
20
15
Q 1
20
15
Q 2
20
15
Q 3
20
15
Q 4
20
16
Q 1
20
16
Q 2
BOP overall balance
BOP Current Account
BOP Capital & FinancialAccount
SDV Cash Basis Overall
SDV Cash Basis CurrentAccount
SDV Cash Basis Capital &Financial Account
juta USD
28
non residen (NR-NR) yang tercatat melalui nostro, OCA (Overseas Current Account) dan mutasi
cadangan devisa (cadev). Data yang digunakan untuk nostro diambil dari BOP cash basis
(SKLLDI Bank), OCA dari SKLLDI LBB, sedangkan cadev diambil dari BOP tabel cadev. Supply dan
demand valas (khususnya R-NR) juga dibandingkan dengan transaksi valas dalam BOP.
Sementara itu, supply dan demand valas antar non residen dilakukan melalui nostro dengan
sumber data yang digunakan ialah data nostro LLD bank dengan adjustment. Transaksi yang
tercatat di dalam NPI cash basisdapat digambarkan melalui Gambar 17.
Sumber: Departemen Statistik
Gambar 17. SupplyDemand Valas dari NPI Cash Basis
Nostro account merepresentasikan akun yang dimiliki sebuah bank dalam mata uang
asing di bank lainnya pada negara tempat nilai tukar tersebut dipergunakan. Nostro merupakan
kali
digunakan untuk memfasilitasi perdagangan internasional. Sebagian besar bank di seluruh
dunia memiliki nostro account di setiap negara lainnya dengan convertible currency. Contoh
dari convertible currencies adalah dolar AS (USD), dolar Kanada (CAD), poundsterling Inggris
(GBP), euro Eropa (EUR) dan yen Jepang (JPY). Ketika sebuah bank perlu melakukan
pembayaran di negara tempat mereka tidak memiliki akun Nostro, banktersebut dapat
menggunakan bank lain yang memiliki hubungan koresponden untuk melakukan pembayaran
atas namanya. Contoh pembayaran menggunakan akun Nostro adalah sebagai berikut: Bank A
di Amerika Serikat melakukan kontrak pembelian valas secara spot untuk membeli GBP dari
Bank B yang berlokasi di Swedia. Pada tanggal settlement, Bank B harus mengirimkan sejumlah
GBP dari akun Nostro mereka di Inggris kepada akun Nostro Bank A yang juga berada di
Inggris. Pada hari yang sama, Bank A harus membayar dalam USD ke akun Nostro Bank B yang
Pasokan valas dipasar domestik
Penempatan valasnon bank di LN
Cadangan devisaBank Indonesia
Reserves OCA Nostro
Inflow
Outflow
Supply Supply SupplyDemand Demand Demand
Tr .sektor eksternal (NPI)
Inflow Outflow
Tr .antar residen
Tr .antar nonresiden
Non cashCash
A l i r a n V a l a s
29
berada di Amerika Serikat. Pada umumnya, setiap bank memiliki akun Nostro untuk tiap-tiap
nilai tukar yang berada di bank korespondensi pada negara tempat nilai tukar tersebut berlaku.
Sebagai contoh, sebuah bank yang berlokasi di New York akan memiliki akun Nostro di bank
korespondensi yang berada di Jepang untuk menerima yen. Bank tersebut juga akan memiliki
akun Nostro di bank korespondensi yang berada di UK untuk menerima GBP. Kebalikan dari
akun Nostro adalah akun Vostro. Akun Nostro selalu dalam bentuk valas, sedangkan akun
Vostro selalu dalam bentuk valuta domestik.
Sementara itu, Overseas Current Account (OCA) merupakan rekening bank di luar
negeri yang digunakan untuk melakukan kegiatan lalu lintas devisa. Lalu lintas devisa sendiri
merupakan kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban finansial antara
penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri
antar penduduk. Penerimaan dan pembayaran melalui OCA meliputi seluruh penerimaan dan
atau pembayaran melalui rekening giro di luar negeri baik dengan bukan penduduk maupun
dengan penduduk. Perbedaan mendasar antara akun Nostro dan OCA adalah akun Nostro
dimiliki oleh bank sedangkan OCA dimiliki oleh Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) ataupun
korporasi.
Selanjutnya, mutasi cadangan devisa merupakan salah satu bagian dari neraca
pembayaran sektor moneter. Pos sektor moneter (monetary sector) atau biasa disebut sebagai
lalu-lintas moneter (monetary accomodating) adalah transaksi pembayaran yang meliputi
pembayaran terhadap transaksi yang tercatat dalam rekening berjalan (current account), seperti
transaksi perdagangan, pendapatan modal dan transfer unilateral. Di samping itu termasuk pula
transaksi penanaman modal langsung (investment account), seperti utang piutang jangka
panjang dan utang piutang jangka pendek bukan moneter. Jika pengeluaran current account
dan investment account lebih besar dari penerimaan pada current account dan investment
account, akan terdapat perbedaan yang merupakan defisit yang harus ditutup dengan saldo
kredit pada pos sektor moneter atau sering juga disebut sebagai neraca pembayaran sektor
moneter (monetary sector account).
Neraca pembayaran sektor moneter ini terdiri atas:
a. Bank Sentral
i. Hubungan dengan Dana Moneter Internasional (IMF)
ii. Kewajiban-kewajiban jangka pendek
iii. Mutasi cadangan devisa
iv. Mutasi cadangan emas moneter
b. Bank-Bank Devisa
i. Kewajiban-kewajiban jangka pendek
ii. Mutasi cadangan devisa
30
Mutasi cadangan devisa merupakan pos tempat transaksi-transaksi penerimaan dan
pemakaian valas dicatat, baik untuk bank sentral maupun untuk bank-bank swasta. Penerimaan
valas dari luar negeri merupakan transaksi debet, sedangkan pemakaian valas ke luar negeri
merupakan transaksi kredit pada pos masing-masing.
Net pada tiap-tiap item reserve (cadev), nostro, dan OCA akan menghasilkan ekses
penawaran atau permintaan terhadap valas.
Sumber: Departemen Statistik
Gambar 18.Ekses Penawaran dan Permintaan pada SDV Cash Basis
Pencatatan supply dan demand valas pada setiap penawaran dan permintaan valas
eksternal dan antar residen dapat dilihat pada gambar berikut.
Sumber: Departemen Statistik
Gambar 19.PencatatanPenawaran/Permintaan Valas Eksternal
31
Sumber: Departemen Statistik
Gambar 20.Pencatatan Penawaran/Permintaan Valas Antar Residen
Sementara itu, penawaran dan permintaan valas antar non residen merupakan
penawaran/permintaan valas yang dilakukan antar non residen melalui nostro. Sumber data
yang digunakan ialah data nostro LLD bank dengan adjustment. Sterilisasi valas dan other
market operations merupakan aliran valas dari aktivitas bank sentral dalam operasi pasar. Data
yang digunakan adalah data reserve cash flow yaitu sterilisasi valas jual dan beli.
Gambar 21. Data SDV Potensial 2012 - 2016
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
6000
8000
10000
-8000
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
6000
8000
10000
20
12
M0
1
20
12
M0
3
20
12
M0
5
20
12
M0
7
20
12
M0
9
20
12
M1
1
20
13
M0
1
20
13
M0
3
20
13
M0
5
20
13
M0
7
20
13
M0
9
20
13
M1
1
20
14
M0
1
20
14
M0
3
20
14
M0
5
20
14
M0
7
20
14
M0
9
20
14
M1
1
20
15
M0
1
20
15
M0
3
20
15
M0
5
20
15
M0
7
20
15
M0
9
20
15
M1
1
20
16
M0
1
20
16
M0
3
20
16
M0
5
Nostro OCA Reserve SDV Potensial (million USD)
million USD
million USD
32
Berdasarkan data yang diperoleh selama periode pengamatan penelitian ini, maka
diketahui bahwa sebagian besar data NPIcash basisdidominasi oleh transaksi yang tercatat di
Nostro, disusul oleh transaksi yang tercatat di OCA, kemudian data mutasi cadev seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 22. Perbandingan data antara supplydan demand valas efektif dan
supply dan demand valas potensial, menunjukkan bahwa volume transaksi yang tercatat
sebagai supply dan demand valas potensial lebih besar jika dibandingkan dengan volume
transaksi supply dan demand valas efektif sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Volume Transaksi SDV Efektif dan SDV Potensial: Event Analysis
IV.2. Analisis Empiris
Model ECM yang digunakan dalam model komposit pada estimasi nilai tukar jangka
panjang adalah sebagai berikut:
𝑠𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1(𝑝𝑡 − 𝑝𝑡∗) + 𝛼2(𝑖𝑡 − 𝑖𝑡
∗) − 𝛼3𝑜𝑖𝑙𝑡 + 𝛼4𝑡𝑜𝑡𝑡 + 𝑢𝑡 (11)
Persamaan jangka pendek yang digunakan dalam model komposit ialah sebagai berikut:
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
(10.000.000)
(8.000.000)
(6.000.000)
(4.000.000)
(2.000.000)
-
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
20
12
M0
1
20
12
M0
2
20
12
M0
3
20
12
M0
4
20
12
M0
5
20
12
M0
6
20
12
M0
7
20
12
M0
8
20
12
M0
9
20
12
M1
0
20
12
M1
1
20
12
M1
2
20
13
M0
1
20
13
M0
2
20
13
M0
3
20
13
M0
4
20
13
M0
5
20
13
M0
6
20
13
M0
7
20
13
M0
8
20
13
M0
9
20
13
M1
0
20
13
M1
1
20
13
M1
2
20
14
M0
1
20
14
M0
2
20
14
M0
3
20
14
M0
4
20
14
M0
5
20
14
M0
6
20
14
M0
7
20
14
M0
8
20
14
M0
9
20
14
M1
0
20
14
M1
1
20
14
M1
2
20
15
M0
1
20
15
M0
2
20
15
M0
3
20
15
M0
4
20
15
M0
5
20
15
M0
6
20
15
M0
7
20
15
M0
8
20
15
M0
9
20
15
M1
0
20
15
M1
1
20
15
M1
2
20
16
M0
1
20
16
M0
2
20
16
M0
3
20
16
M0
4
20
16
M0
5
SDV Efektif (Juta USD) SDV Potensial (Juta USD) Kurs Jisdor (skala kanan)
Q2-2012:- Sentimen Grexit- Indikasi pelemahan ekonomi China- Belum solidnya pemulihan AS
Q3-Q4 2012:- Moderasi pertumbuhan ekspor di tengah impor yang tinggi- Koreksi harga komoditas global.- Kekhawatiran mengenai fiscal cliff di AS- Belum solidnya pemulihan ekonomi AS- Ekonomi makro Eropa yang terus memburuk
Q1-Q2 2013:- Perlambatan ekonomi Eropa- Ketegangan politik Italia meningkat pasca pemilu- Indikasi tapering off QE memicu reposisi aset investasi global- Tren koreksi harga komoditas yang menjadi basis utama ekspor Indonesia berlanjut
Q3-Q4 2013:- Tekanan harga domestik meningkat setelah kenaikan harga BBM- Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia berlanjut- Kebuntuan pembahasan fiskal AS berujung pada partial shutdown pemerintahan dan meningkatkan volatilitas pasar keuangan global-Kebijakan tapering off QE diputuskan mulai Januari 2014
Q1 2014: Rupiah menguat ditopang olehperbaikan indikator domestik serta optimisme terhadap pelaksanaan PEMILU seiring keikutsertaan popular candidate
Q3-Q4 2014:- Tekanan depresiasi berlanjut terkait kekhawatiran dampak normalisasi the Fed, pelambatan ekonomi global, dan berlanjutnya ketegangan geopolitik- Tekanan meningkat di akhir tahun terkait koreksi tajam harga minyak dunia
Q3 2015: Tekanan depresiasi semakin meningkat sejalan dengan ekspektasi mata uang peers. Sumber tekanan terutama berasal dari eksternal terkait dinamika rencana kenaikan FFR oleh The Fed. Dari internal, tekanan berasal dari prospek pertumbuhan ekonomi yang melambat
Q1 2016: Rupiah menguat dipengaruhi oleh meredanya ketidakpastian kenaikan FFR dan terbatasnya dampak Brexit
33
∆𝑠𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1∆(𝑖 − 𝑖∗)𝑡 + 𝛽2∆𝑡𝑜𝑡𝑡 + 𝛽3∆𝑐𝑑𝑠𝑡 − 𝛽4∆𝑝𝑜𝑖𝑙𝑡 − 𝛽5𝑢𝑡−1
+ 𝛽6∆(𝑝𝑜𝑡 − 𝑒𝑓𝑓𝑎)𝑡−1 − 𝛽7𝑠𝑑𝑙𝑛𝑎𝑡−3 − 𝛽8𝑠𝑑𝑑𝑛𝑎𝑡 + 𝛽9𝑝𝑜𝑡𝑎𝑡−2
− 𝛽10𝑑𝑢𝑚2015 + 𝑒𝑡
(12)
Estimasi dilakukan dengan menggunakan teknik general to specific dengan membuang
variabel yang tidak signifikan. Namun, pada persamaan jangka pendek, variabel efektif supply
dan demand valas dalam negeri dan variabel potensial supply dan demand valas tetap
dimasukkan dalam persamaan. Hal itu dilakukan untuk melihat perilaku variabel-variabel
tersebut dalam menentukan nilai tukar rupiah.
IV.2.1. Hasil Empiris
Uji stasionaritas dilakukan terhadap variabel dalam model komposit pada persamaan
nilai tukar rupiah. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ADF (Augmented Dickey
Fuller) test dan menggunakan p-value sebagai uji statistiknya. Hasil uji stasionaritas
menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah, price differential, interest rate differential, harga minyak
dan term of trade merupakan variabel non-stasioner. Sementara itu untuk variabel risiko, supply
demand efektif, dan supply demand potensial merupakan variabel stasioner.
Tabel 1.Uji Stasioner Variabel yang Digunakan
VARIABEL Test statistics
JISDOR 0.6438
Price differential 0.8915
Interest rate differential 0.2175
Harga minyak 0.5753
Term of Trade 0.5753
Risiko 0.0761 *
Efektif supply demand 0.0058 ***
Potensial supply demand 0.0715 *
Selanjutnya uji kointegrasi dilakukan terhadap variabel-variabel yang tidak stasioner
yaitu nilai tukar, price differential, interest rate differential, harga minyak dan term of trade. Uji
kointegrasi dilakukan melalui uji ADF terhadap residual yang muncul, yang selanjutnya
digunakan sebagai persamaan jangka panjang model komposit penentuan nilai tukar rupiah.
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa variabel-variabel tersebut terkointegrasi, sehingga
dapat dilanjutkan dengan melakukan prosedur ECM.
Tabel 2.Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang
Variabel Coefficient
Log_Price Differential 0.081***
Interest Rate Differential 0.034***
Log_Oil Price -0.152***
Log_Term of Trade 0.271*
Keterangan: ***,**,*: signifikan masing-masing pada nilai kritis 1%, 5%, dan 10%.
34
𝑠𝑡 = 8.371 + 0.081(𝑝𝑡 − 𝑝𝑡∗) + 0.034(𝑖𝑡 − 𝑖𝑡
∗) − 0.152𝑜𝑖𝑙𝑡 + 0.271𝑡𝑜𝑡𝑡 + 𝑢𝑡
Tabel 3.Uji Stasioner Residual Persamaan Jangka Panjang
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.506814 0.0121
Test critical values: 1% level -3.577723
5% level -2.925169
10% level -2.600658
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil estimasi persamaan jangka panjang menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah
dipengaruhi secara signifikan oleh faktor fundamental seperti variabel price differential, interest
rate differential, harga minyak, dan term of trade. Hal itu konsisten dengan penelitian
sebelumnya, Husman (2005) memasukkan variabel price differential, term of trade dan harga
minyak ke dalam persamaan jangka panjang. Sementara itu, dalam penelitian tentang BEER,
Kelompok Riset Ekonomi I (2010) menganalisis faktor-faktor fundamental ekonomi yang
berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah riil seperti di atas ditambah rasio harga non-tradable
terhadap tradable sebagai indikator produktifitas dan faktor risiko.
Dari hasil estimasi ECM, koefisien Error Correction bernilai negatif dan signifikan yang
menunjukkan bahwa moel ECM yang dijalankan cukup valid. Nilai koefisien error correction
sebesar -0,174 memperlihatkan persamaan tersebut memiliki kecepatan penyesuaian menuju
keseimbangan jangka panjangnya sebesar 17,4% setiap bulannya.
∆𝑠𝑡 = 0.008 + 0.030∆(𝑖 − 𝑖∗)𝑡 + 0.319∆𝑡𝑜𝑡𝑡 + 0.049∆𝑐𝑑𝑠𝑡 − 0.056∆𝑝𝑜𝑖𝑙𝑡 − 0.174𝑢𝑡−1
+ 0.010∆(𝑝𝑜𝑡 − 𝑒𝑓𝑓𝑎)𝑡−1 − 0.016𝑠𝑑𝑙𝑛𝑎𝑡−3 − 0,001𝑠𝑑𝑑𝑛𝑎𝑡 + 0.018𝑝𝑜𝑡𝑎𝑡−2
− 0.056𝑑𝑢𝑚2015 + 𝑒𝑡
𝑅2 = 0.715 𝐴𝑑𝑗. 𝑅2 = 0.636 𝐷𝑊 = 1.630
Tabel 4. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek
Variabel Coefficient
Interest Rate Differential 0.030***
Log_Term of Trade 0.319*
Log_CDS 0.049**
Log_Oil Price -0.055*
Log_Potensial-Efektif (-1) 0.010***
Log_Supply Demand Luar Negeri (-3) -0.016**
Log_Supply Demand Dalam Negeri -0.000
Log_Potensial (-2) 0.018
Dummy (2015.10) -0.055***
Keterangan: ***,**,*: signifikan masing-masing pada nilai kritis 1%, 5%, dan 10%.
35
Dalam penelitian sebelumnya, Husman (2005) merestriksi variabel price differential
menjadi sama dengan satu dengan kata lain asumsi purchasing power parity (PPP) terpenuhi
dalam jangka panjang. Dornbusch (1976) menyebutkan bahwa konsep PPP merupakan salah
satu tonggak penting dalam model moneter dalam menjelaskan perilaku nilai tukar. Adapun
masuknya faktor PPP dalam komponen yang mempengaruhi keseimbangan jangka panjang
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (1990) serta Baillie and Selover (1987). Salah
satu contoh yang cukup populer dan sering menggunakan konsep dasar PPP itu adalah
penyusunan Big Mac Index.
Dalam kenyataannya kondisi PPP sulit tercapai karena beberapa isu antara lain biaya
transaksi (Keynes;1923). Sementara itu Taylor and Taylor (2004) menyebutkan beberapa faktor
yang menyebabkan kondisi PPP sulit tercapai. Beberapa diantaranya ialah biaya tarif, biaya
transpor dan kuota. Sesuai dengan ekspektasi dan konsisten dengan penelitian Kilian and Taylor
(2003) serta Coakley etal. (2004), hasil empiris menunjukkan hubungan positif antara price
differential dan nilai tukar rupiah. Setiap kenaikan 1% pada selisih antara indeks harga
domestik terhadap asing diprediksi menyebabkan nilai tukar rupiah melemah sebesar 0.08%
(ceteris paribus).
Estimasi koefisien interest rate differential memperlihatkan baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang memiliki hubungan positif terhadap nilai tukar rupiah nominal. Dalam
persamaan jangka panjang, setiap 1% kenaikan selisih suku bunga antara domestik dan luar
negeri diprediksi akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 3,40% (ceteris
paribus). Sementara itu dalam persamaan jangka pendek, setiap perubahan 1% dalam interest
rate differentialdiprediksi menyebabkan perubahan nilai tukar Rupiah sebesar 3.04% (ceteris
paribus). Hal itu sejalan dengan Meese and Rogoff (1988) yang menyebutkan bahwa mata
uang suatu negara akan terdepresiasi seiring dengan makin melebarnya interest rate differential
antara suku bunga domestik dan luar negeri. Makin lebar interest rate differential antara suatu
negara dan negara lainnya, makin besar ekspektasi pelemahan nilai tukar negara tersebut jika
dibandingkan dengan negara lainnya. Konsep ini sering disebut uncovered interest parity (UIP)
yaitu selisih suku bunga domestik dan luar negeri sebanding dengan perubahan nilai tukar yang
diharapkan antar dua negara.
Variabel harga minyak dimasukkan ke dalam model untuk melihat secara spesifik
perilaku pengaruh harga minyak ke dalam penentuan nilai tukar rupiah. Hasil estimasi
menunjukkan bahwa harga minyak secara signifikan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap nilai tukar rupiah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka
panjang setiap 1% kenaikan harga minyak diperkirakan menyebabkan apresiasi nilai tukar
rupiah sebesar 0,15% (ceteris paribus). Sementara itu, dalam jangka pendek, setiap perubahan
1% pada harga minyak diperkirakan menyebabkan apresiasi nilai tukar Rupiahsebesar 0.06%
36
(ceteris paribus). Hasil itu tidak sejalan dengan temuan Husman (2005) bahwa hubungan harga
minyak dunia dengan nilai tukar rupiah adalah positif sesuai dengan latar belakang Indonesia
yang sejak akhir tahun 2002 berubah statusnya dari negara net eksportir minyak menjadi
negara net importir minyak.
Hubungan negatif antara nilai tukar dan harga minyak dari hasil empiris ini sesuai
dengan ekspektasi khususnya jika suatu negara termasuk dalam negara eksportir minyak. Untuk
kasus Indonesia meskipun saat ini sebagai negara importir minyak, Indonesia juga menjadi
negara eksportir komoditas lainnya seperti batu bara dan minyak sawit yang memiliki korelasi
yang tinggi dengan harga minyak dunia. Makin tinggi harga minyak atau komoditas ekspor
lainnya, akan makin besar supply valas dari hasil ekspor yang akan masuk ke pasar valas
Indonesia.
Hasil estimasi menunjukkan koefisien variabel 𝑡𝑜𝑡 bernilai positif dan signifikan baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, setiap 1% kenaikan
pada variabel 𝑡𝑜𝑡diperkirakan menyebabkan laju perubahan nilai tukar terdepresiasi sebesar
0.32% (ceteris paribus). Hal itu mengindikasikan bahwa substitution effect lebih besar
pengaruhnya daripada income effect. Kenaikan harga ekspor lebih besar pengaruhnya terhadap
perubahan perilaku konsumen ke barang ekspor dari negara lain jika dibandingkan dengan
pengaruh kenaikan harga ekspor terhadap pendapatan eksportir yang seharusnya dapat
menambah supply valas di pasar valas domestik dan mendorong rupiah terapresiasi. Hal itu
sejalan dengan temuan Sahminan (2005) bahwa substitution effect lebih besar dari income
effect. Dari hasil empiris, variabel tot memiliki pengaruh paling besar terhadap pergerakan nilai
tukar rupiah baik di dalam model jangka pendek maupun model jangka panjang.
Berdasarkan hasil estimasi, nilai tukar rupiah secaranegatif dan signifikan dipengaruhi
oleh risiko. Indikator risiko yang diwakili oleh premi CDS Indonesia memberikan koefisien
negatif. Hal itu berarti bahwa makin tinggi risiko negara Indonesia (premi CDS Indonesia
meningkat) akan mendorong rupiah terdepresiasi. Hal itu sejalan dengan penelitian Sahminan
(2007) dan Frankel (2007) yang menemukan bahwa risiko default suatu negara memiliki
pengaruh yang signifikan dalam penentuan nilai tukar. Makin tinggi risiko default suatu negara
akan makin sedikit minat investor berinvestasi dalam aset domestik sehingga akan
menyebabkan terbatasnya supply valas ke pasar valas domestik dan menyebabkan mata uang
domestik terdepresiasi. Sebaliknya jika makin rendah risiko default suatu negara, makin menarik
minat investor berinvestasi dalam aset domestik sehingga akan menambah supply valas di pasar
valas domestik dan menyebabkan mata uang domestik terapresiasi. Output estimasi
menunjukkan bahwa setiap perubahan kenaikan 1% premi CDS Indonesia, diperkirakan
menyebabkan laju perubahan nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 0,04% (ceteris paribus).
Seperti pada penelitian-penelitian sebelumnya, variabel risiko merupakan salah satu variabel
37
penting dalam penentuan suatu nilai tukar. Variabel itu dimasukkan ke dalam model untuk
menangkap seberapa besar pengaruh dari perilaku risiko default negara terhadap pergerakan
nilai tukar rupiah.
Variabel selisih supply demand valas potensial dengan efektif secara positif dan
signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah nominal. Hasil estimasi menunjukkan bahwa setiap
kenaikan 1% selisih supplydemand valas potensial dan efektif satu periode sebelumnya
diharapkan akan menyebabkan laju perubahan nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 0,01%
(ceteris paribus). Hal itu sejalan dengan ekspektasi karena makin besar selisih supply demand
valas potensial dengan efektif, maka makin besar ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah. Pelaku
pasar akan makin menahan valas yang dimiliki dan tidak segera melakukan konversi untuk
mendapatkan kurs konversi yang lebih tinggi pada waktu mendatang seiring dengan
meningkatnya ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah. Sebaliknya makin besar ekspektasi
apresiasi nilai tukar rupiah, pelaku pasar diharapkan secepatnya mengonversi valasnya untuk
segera mendapatkan kurs konversi yang masih tinggi. Lebih jauh lagi, pelaku pasar jika
memungkinkan dapat melakukan spekulasi dengan mengambil posisi short USD/IDR dengan
harapan akan memperoleh keuntungan pada saat rupiah terapresiasi.
Variabel supply demand valas oleh pelaku luar negeri secara negatif dan signifikan
mempengaruhi nilai tukar rupiah nominal. Hasil estimasi menunjukkan bahwa setiap kenaikan
1% selisih supply demand valas luar negeri tiga periode sebelumnya diharapkan akan
menyebabkan laju perubahan nilai tukar rupiah terapresiasi sebesar 0,02% (ceteris paribus).
Makin besar pelaku pasar luar negeri menjual valas di pasar valas domestik, diharapkan makin
mendorong rupiah terapresiasi. Sugeng et al. (2010) menyebutkan bahwa transaksi valas pelaku
asing cenderung sebagai penggerak utama di pasar valas domestik karena volume transaksi
yang besar sehingga dapat mempengaruhi pasar valas domestik. Selain itu,transaksi valas
pelaku asing cenderung diikuti pelaku domestik karena pelaku asing lebih terbiasa melakukan
analisis yang menyeluruh dengan menggunakan berbagai metode dan informasi yang relevan
sebelum bertransaksi, sehingga keputusan transaksi yang diambil dapat dipercaya. Secara
umum supply demand valas efektif tersebut mempengaruhi pasar atau level nilai tukar rupiah.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel supplydemand valas oleh pelaku dalam
negeri tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal itu sejalan dengan pendapat
Sugeng etal. (2010) bahwa pelaku dalam negeri cenderung mengikuti transaksi pelaku asing.
Sebagian pelaku dalam negeri di pasar valas domestik melakukan transaksi valas berdasarkan
kebutuhan aktivitas bisnis dengan jumlah yang relatif terbatas dan kurang dinamis jika
dibandingkan dengan pelaku asing.
Selain itu, hasil estimasi menunjukkan variabel supplydemand valas potensial tidak
signifikan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal itu dapat dijelaskan bahwa tidak semua valas
38
yang ada di pasar valas domestik akan dikonversi oleh pemilik valas dan hanya mempengaruhi
persediaan valas. Persediaan valas akan efektif mempengaruhi nilai tukar ketika persediaan
valas tersebut telah dikonversi oleh pemilik valas. Secara umum, karakteristik dari supply
demand valas potensial tersebut lebih cenderung mempengaruhi kondisi likuiditas valas atau
mempengaruhi kondisi pasar uang valas (money market valas). Untuk melihat perilaku seluruh
pelaku ekonomi di Indonesia, dalam penelitian ini supply demand valas potensial menggunakan
data supply demand valas potensial dari rekening nostro, rekening OCA, atau rekening
cadangan devisa. Selanjutnya terdapat potensi pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai
supply demand valas potensial ini jika ingin memfokuskan penelitian terhadap rekening-
rekening tertentu atau kombinasi dari rekening-rekening yang ada.
Dalam persamaan jangka pendek, juga digunakan variabel dummy untuk menangkap
pengaruh tingginya volatilitas nilai tukar rupiah pada akhir tahun 2015 seiring dengan
meningkatnya spekulasi kenaikan suku bunga fed fund rate untuk pertama kali.
Tabel 5.Perbandingan Dengan Hasil Penelitian Terdahulu
39
V. V. KESIMPULAN DAN SARAN
V. V.1. Kesimpulan
1. Supply demand valas efektif secara signifikan berpengaruh dalam penentuan nilai
tukar rupiah nominal sejalan dengan mekanisme pembentukan harga dalam hukum
penawaran dan permintaan, yakni harga dalam keseimbangan merupakan hasil dari
penawaran dan permintaan yang telah ditransaksikan. Harga suatu komoditas,
dalam hal ini kurs nilai tukar rupiah, dipengaruhi oleh banyak/sedikitnya penawaran
dan permintaan valas di pasar valas domestik yang sudah dikonversi.
2. Sementara itu untuk supply demand valas potensial tidak signifikan mempengaruhi
nilai tukar rupiah. Hal itu dapat disebabkan oleh sifat dari supply demand valas itu
yang sebatas mempengaruhi likuiditas/persediaan valas di pasar valas domestik.
Tidak semua valas yang ada di pasar valas akan dikonversi oleh pemilik valas.
Persediaan valas akan efektif mempengaruhi nilai tukar rupiah ketika persediaan
valas tersebut telah dikonversi. Selain itu variabel supply demand valas potensial dan
supply demand valas yang berasal dari nasabah dalam negeri tidak signifikan
mempengaruhi nilai tukar rupiah.
3. Selisih supply demand valas potensial dengan efektif secara signifikan dan positif
mempengaruhi nilai tukar rupiah nominal. Selisih supply demand valas potensial
dengan efektif dapat digunakan sebagai alternatif untuk menangkap ekspektasi
pelaku valas terhadap nilai tukar rupiah. Makin tinggi ekspektasi depresiasi rupiah,
makin besar selisih supply demand valas potensial dengan efektif sebagai strategi
pelaku pasar dalam menyimpan valasnya menunggu untuk mendapatkan kurs yang
lebih tinggi. Sebaliknya makin tinggi ekspektasi apresiasi rupiah, akan makin kecil
selisih supply demand valas potensial dengan efektif sebagai strategi pelaku pasar
untuk segera menjual valasnya ketika kurs rupiah masih tinggi.
4. Dalam jangka panjang, variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi nilai tukar
rupiah antara lain ialah price differential, interest rate differential, harga minyak dan
term of trade. Sementara itu, untuk jangka pendek, variabel-variabel yang
berpengaruh signifikan antara lain ialah interest rate differential, term of trade,
risiko, harga minyak, selisih supply demand valas efektif dan supply demand valas
pelaku luar negeri.
40
V.2. Saran dan Rekomendasi
1. Pengambil kebijakan perlu secara cermat menggunakan data supply demand valas
untuk dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan, baik data yang berasal dari NPI
maupun dari NPI cash basis. Terdapat dua karakter supply demand valas yang bisa
digunakan dalam menganalisis pergerakan nilai tukar rupiah, supply demand valas
yang bersifat efektif dan supply demand valas yang bersifat potensial.
2. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa variabel selisih supply demand valas potensial
dengan efektif atau bisa disebut ekspektasi merupakan faktor yang mempengaruhi
penentuan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu penting bagi otoritas, baik itu
pemerintah maupun bank sentral, menjaga ekspektasi pelaku pasar terhadap nilai
tukar rupiah untuk mendukung kestabilan nilai tukar rupiah.
3. NPI cash basis memiliki horizon waktu yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan
NPI, karena usia pengembangannya relatif baru. Untuk mendapatkan view serta
hasil analisis yang lebih komprehensif serta untuk mendukung pengembangan
penelitian ke depan, diperlukan series NPI cash basis yang lebih panjang. Selain itu
dapat juga dipertimbangkan untuk melakukan kajian perilaku supply dan demand
valas terhadap nilai tukar denganpendekatan lainnya seperti monetary approach dan
asset approach.
41
DAFTAR PUSTAKA
Baillie, R. T., & Selover, D. (1987). Cointegration and models of exchange rate
determination. International Journal of Forecasting, 3, 43-51
Budiman, Aida S., Hendarsah, N., Nugroho, M. N., dan Silviani, E. 2004. Kajian terhadap
Struktur Mikro Pasar Valas Antar Bank Domestik. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juni
2004.
Coakley, Jerry., Fuerters, Ana M., Wood, Andrew. (2004). A New interpretation of the
exchange rate yield differential nexus. International Journal of Finance and Economics, 9, 201-
218.
Corden, W. Max. 2002. Too Sensational on the Choice of Exchange Rate Regime. MIT
Press, 2002.
Dornbusch, R. (1976). Expectations and exchange rate dynamics. Journal of Political
Economy, 84, 1161-1176.
Dornbusch, R. (1985). Purchasing Power Parity. NBER Working Paper Series No. 1591.
Engel, Charles (2014). Exchange Rate and Interest Parity. Handbook of International
Economics, Volume 4.
Frankel, Jeffrey. (2007). On the rand: Determinants of the south african exchange rate.
NBER Working Paper #13050
Goeltom, M. dan Zoelverdi, D. 1998. Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan
Permasalahannya. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1998.
Husman, Jardine A. 2005. Estimasi Nilai Tukar Rupiah Paska Krisis: Pendekatan Model
Komposit. Working Paper Bank Indonesia WP/07/2005.
International Monetary Fund. 2013. Old Risks, New Challenges. Global Financial Stability
Report, April 2013.
Kandil, Magda. 2009. Exchange Rate Fluctuations and the Balance of Payments: Channels
of Interaction in Developing and Developed Countries. Journal of Economic Integration 24(1),
March 2009, 151-174.
Kelompok Riset Ekonomi I. (2010). Re-estimasi Model Nilai Tukar Behavioral Equilibrium
Exchange Rate (BEER). Catatan Riset-DKM.
Keynes, John Maynard. (1923). A Tract on Monetary Reform. London: Macmillan. pp. 89-
90, 91-92.
Kilian and Taylor. (2003). Why is it so difficult to beat the random walk forecast of
exchange rates). Journal of International Economics, 60, 85-107.
Kim, Y. (1990). Purchasing power parity in the long run. Journal of Money, Credit and
Banking, 22, 491-503.
42
Meese, R., and Rogoff, K. (1988). Was it real? The exchange rate-interest differential
relation over the modern floating rate period. Journal of Finance, 43, 933-948.
Nawatmi, S. (2012). Volatilitas Nilai Tukar dan Perdagangan Internasional. Dinamika
Akuntansi, Keuangan dan Perbankan, 1 (1), 41-56.
Nugroho, M. Noor, Ibrahim, Winarno, T., Permata, M. I. 2014. Dampak Pembalikan
Modal dan Threshold Defisit Neraca Berjalan terhadap Nilai Tukar Rupiah. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, Januari 2014.
Obstfeld, M., Rogoff, K. (2000). The Six Major Puzzles in International Macroeconomics: Is
There a Common Cause? In: Bernanke, B., Rogoff, K. (Eds.), N.B.E.R Macroeconomic Annual
2000. MIT Press, Cambridge, MA, pp. 339-390.
Sahminan. (2005). Estimating equilibrium real exchange rates of the Rupiah. Working
Paper Bank Indonesia, WP/08/2005.
Sahminan. 2007. Determinants of the Rupiah exchange rate. Working Paper Bank
Indonesia, WP/07/2007.
Sercu, Piet dan Uppal, Raman. 2003. Exchange Rate Volatility and International Trade: A
General-Equilibrium Analysis. European Economic Review 47 (2003) 429-441.
Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK), Seri Kebanksentralan, Mei 2004.
Stockman, Alan C. 1980. A Theory of Exchange Rate Determination. The Journal of
Political Economy, Vol. 88, No. 4 (Aug., 1980), pp. 673-698.
Sugeng., Nugrohro, M. Noor., Ibrahim., Yanfitri. 2010. Pengaruh Dinamika Penawaran
dan Permintaan Valas terhadap Nilai Tukar Rupiah dan Kinerja Perekonomian Indonesia. Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2010.
Taylor, Alan M., & Taylor, Mark P. (2004). The purchasing power parity debate. The
Journal of Economic Perspectives, 18, 135-158.