ANALISIS NILAI TAMBAH - Program Studi Agribisnis...
Transcript of ANALISIS NILAI TAMBAH - Program Studi Agribisnis...
Julian Adam Ridjal
PS Agribisnis Universitas Jember
http://adamjulian.web.unej.ac.id
ANALISIS NILAI TAMBAH
AGRIBISNIS Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Soehardjo, 1997)
Agribisnis telah mengandung istilah tersirat bahwa terdapat orientasi pasar dan perolehan nilai tambah, sehingga perpindahan output dari subsistem satu ke yang lain harus memberikan nilai tambah yang berarti bagi pelaku agribisnis.
AGROINDUSTRI
Merupakan bagian dari sistem agribisnis.
Merupakan salah satu cabang industri yang memiliki keterkaitan erat
dan langsung dengan pertanian (Soeharjo, 1991).
Kaitan antara Produksi Primer dan Industri :
Backward linkage
(karena produksi pertanian memerlukan sarana
produksi yang langsung dipakai)
Produksi primer oleh
petani, peternak dan
nelayan
Produksi input,
alat dan mesin
pertanian
Penanganan dan
pengolahan
Fordward linkage
(karena karakteristik dari produk pertanian)
US (AHu) DS (AHi)
(procurement, processing, marketing)
Lingkup Agroindustri
Agroindustri biasanya didirikan mendekati pusat produksi
pertanian.
Penggolongan Agroindustri berdasarkan tingkatan pengolahan
bahan baku :
NILAI TAMBAH
Nilai tambah (value added) merupakan pertambahan nilai
suatu komoditi karena adanya input fungsional yang
diberlakukan pada komoditi tersebut.
Input fungsional terdiri dari :
1. Form utility
2. Place utility
3. Time utility
Menurut Hayami (1987)Terdapat 2 cara menghitung nilai tambah :
1. Nilai tambah selama proses pengolahan
Terdiri dari faktor teknis (kapasitas produksi, jumlah bahan dan tenaga kerja) dan faktor pasar (harga output, upah TK, harga bahan baku dan input lainnya)
Nilai Tambah = f (K, B, T, U, Hout, Hbb, L)
2. Nilai tambah selama proses pemasaran
Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan, serta kualitas bahan baku.
Apabila penerapan teknologi cenderung padat karya, maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar daripada proporsi bagian keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar daripada proporsi bagian tenaga kerja.
Menurut Soeharjo (1991)
Nilai tambah merupakan imbalan bagi tenaga kerja dan
keuntungan pengolahan.
Nilai tambah dan Marjin dari Hasil Pengolahan (Soeharjo, 1991)
Terdapat 2 faktor penentu dalam analisis nilai tambah, yaitu :
Menurut Manullang (1990)
Terdapat beberapa kegunaan nilai tambah :
1. Merencanakan kegiatan produktifitas melalui pengalokasian
sumberdaya-sumberdaya.
2. Perbaikan metode kerja
3. Melihat tingkat efisiensi yang dicapai dengan penggunaan
atau pemanfaatan investasi perusahaan
4. Melihat hubungan antara produktifitas tenaga kerja, modal
dan profitabilitas.
1. Metode Model I-O
Model Input-Output bersumber dari Tabel I-O Indonesia,
1975.
Dalam metode ini, nilai tambah suatu perusahaan atau sektor
merupakan input primer (terdiri dari upah dan gaji, surplus
usaha, penyusutan, pajak tak langsung dan subsidi) sektor
tersebut yang digunakan untuk menghasilkan output.
Kontribusi masing-masing komponen terhadap nilai tambah
diketahui dengan cara membagi nilai masing-masing
komponen dengan nilai tambah domestik bruto.
2. Metode M. Dawam Rahardjo
Diambil dari buku “ Transformasi Pertanian, Industrialisasi
dan Kesempatan Kerja”, 1986.
Nilai tambah diperoleh dari selisih nilai produk bruto (nilai
output ditambah nilai jasa yang diberikan) dengan total
pengeluaran (gaji atau upah, bahan baku, bahan bakar dan
biaya lainnya).
3. Metode “Bank of Japan”
Dikembangkan oleh M.R. Lehman dan A.W. Rucker dari
Pusat Produktivitas Jepang atau Bank of Japan dalam buku
“Fasilitator Produktifitas dalam Gugus Kendali Mutu”, 1990.
Nilai tambah merupakan penjumlahan dari laba sebelum kena
pajak, biaya personil, biaya keuangan, sewa, pajak, biaya
umum dan depresiasi.
4. Metode David W. Smith
Bersumber dari buku “Human Geography: A Welfare Approach”,
1977.
Nilai tambah merupakan selisih antara produk akhir dengan
pengorbanan yang telah dilakukan.
5. Metode Hayami Bersumber dari buku “ Agricultural and Processing in Upland
Java”, 1987.
Metode ini yang sering dan umum digunakan pada subsistem pengolahan dalam sistem agribisnis.
Nilai tambah adalah selisih antara nilai komoditi yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dikurangi dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung.
Konsep pendukung dalam metode ini adalah :
1. Faktor konversi
2. Koefisien tenaga kerja
3. Nilai Output
Kelebihan perhitungan model nilai
tambah Hayami :
Dapat dimodifikasi untuk analisis nilai tambah selain
subsistem pengolahan
Dapat diterapkan untuk jenis pengolahan yang berbeda dalam
satu badan usaha
Balas jasa bagi pemilik faktor produksi dapat diketahui
Produktifitas dan efisiensi tenaga kerja dapat diketahui
Keluaran dari Analisis Nilai Tambah
Metode Hayami :
Perkiraan nilai tambah (Rp)
Rasio nilai tambah terhadap jumlah produk yang dihasilkan (%)
Imbalan tenaga kerja (Rp)
Bagian dalam tenaga kerja (%)
Keuntungan dalam agroindustri (Rp)
Tingkat keuntungan agroindustri (%)
Rasio Nilai Tambah
Rasio-rasio nilai tambah merupakan dasar nilai produktifitas
Rasio dapat digunakan untuk mengukur kemajuan yang
dicapai dalam produktifitas.
1. Rasio Nilai Tambah per Tenaga Kerja
2. Rasio Output per Tenaga Kerja
3. Rasio Nilai Tambah per Nilai Output
1. Rasio Nilai Tambah per Tenaga Kerja
Rasio ini merupakan kunci pengukuran produktifitas.
Mencerminkan jumlah kekayaan yang diciptakan agroindustri
relatif terhadap jumlah karyawan.
Rasio tinggi menunjukkan lebih banyak keuntungan yang
dihasilkan dari kemampuan perusahaan menciptakan
kekayaan.
Rasio rendah menunjukkan jumlah karyawan atau prosedur
kerja yang kurang menguntungkan.
2. Rasio Output per Tenaga Kerja
Menunjukkan output yang dihasilkan setiap tenaga kerja
Rasio tinggi menunjukkan efisiensi yang baik dari setiap
tenaga kerja
Rasio rendah menunjukkan inefisiensi produksi.
3. Rasio Nilai Tambah per Nilai Output
Menunjukkan nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap nilai
output.
Rasio tinggi menunjukkan efisiensi yang baik antara biaya
produksi dan nilai output
Rasio rendah menunjukkan inefisiensi biaya produksi.
Menurut Sudiyono Untuk menghitung nilai tambah dapat menggunakan formulasi
sebagai berikut (Sudiyono, 2004):
VA = NP – IC
Dimana:
VA : nilai tambah (value added)
NP : nilai produksi
IC : intermediate cost
Kriteria pengambilan keputusan:
Apabila VA > 0 maka mampu memberikan nilai tambah.
Apabila VA ≤ 0 maka tidak mampu memberikan nilai tambah.