Analisis Masalah Skenario C Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)
description
Transcript of Analisis Masalah Skenario C Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)
Nama : Galih Nugraha
Nim : 04121401078
Daftar Pustaka :
1. Rajan, SS and Kohli N. 2007. Incontinence and pelvic floor dysfunction in primary care:
epidemiology and risk factors in urogynecology in primary care. London: Springer-
Verlag London Ltd
2. Darmojo, Boedhi, 2011, Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Edisi
Keempat, Cetakan Ketiga, 226-242, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
3. Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta : EGC
4. Amir N. 2005. Depresi, Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana, Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Skenario C Blok 24 Tahun 2015
Tn. Abdul, 60 tahun, dibawa anaknya berobat dengan keluhan sering mengompol sejak 2 minggu
terakhir. Menurut anaknya, ayahnya tidak dapat menahan keinginannya untuk buang air kecil,
bahkan air seninya sudah keluar sebelum sampai ke kamar mandi. Selain itu, dalam satu tahun
terakhir kedua tangan Tn. Abdul sering bergetar terutama tangan kanan, apabila berjalan
langkahnya kecil-kecil dan sering terjatuh.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali/menit,
temperature 36,8oC. pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis
ditemukan resting tremor, pull test (+) MMSE score 17.
Analisis masalah
Tn. Abdul, 60 tahun, dibawa anaknya berobat dengan keluhan sering mengompol sejak 2 minggu
terakhir. Menurut anaknya, ayahnya tidak dapat menahan keinginannya untuk buang air kecil,
bahkan air seninya sudah keluar sebelum sampai ke kamar mandi.
1. Bagaimana mekanisme sering mengompol dan tidak dapat menahan keinginannya
untuk buang air kecil :
Mekanisme sering mengompol dan tidak dapat menahan keinginannya untuk buang
air kecil pada kasus diakibatkan oleh karena terjadinya inkontinensia urin tipe
fungsional akibat terjadinya kemunduran secara degeneratif baik dari fungsi fisiologi
dan perubahan anatomi akibat perubahan usia tua. Inkontinensia urin yang terjadi
pada pasien juga diperberat dengan terjadinya penyakit Parkinson pada pasien ini.
a. Inkontinesia urin karena faktor usia
Saluran kemih bagian bawah mengalami perubahan karena usia, walaupun tanpa
ada penyakit apapun. Kapasitas kandung kemih, kontraktilitas, dan kemampuan
untuk menahan berkemih menurun pada usila, sedangkan kekuatan dan lama
menutup uretra menurun bersamaan dengan meningkatnya usia pada wanita. Pada
usila, prevalensi kontraksi kandung kemih meningkat sedangkan volume residu
setelah berkemih meningkat sampai 50-100 ml. Sebagai tambahan, usila sering
mengeksresikan sebagian besar asupan cairan pada malam hari, walaupun tidak
memiliki penyakit ginjal, edema perifer dan prostatismus. Perubahan-perubahan
ini menyebabkan berkemih 1-2 kali di malam hari pada kebanyakan usila sehat.
Terjadi perubahan anatomis :
Kandung kemih Perubahan morfologis
Trabekulasi ↑
Fibrosis ↑
Saraf otonom ↓
Pembentukan divertikula
Perubahan fisiologis
Kapasitas ↓
Kemampuan menahan kencing ↓
Kontraksi involunter ↑
Volume residu pasca berkemih ↑
Uretra Perubahan morfologis
Komponene seluler ↓
Deposit kolagen ↑
Perubahan fisiologis
Tekanan penutupan ↓
Tekanan akhiran keluar ↓
Dasar panggul Deposit kolagen ↑
Rasio jeringan ikat-otot ↑
Otot melemah
b. Inkontinensia karena penyakit Parkinson
Pada orang yang menderita penyakit Parkinson terjadi abnormalitas patologis
berupa hilangnya neuron dopaminergic yang terpigmentasi di pars compacta
substansia nigra di otak dan ketidakseimbangan sirkuit motor ekstrapiramidal
(pengatur gerakan di otak). Degenerasi saraf dopamine pada nigrostriatal
menyebabkan peningkatan aktivitas kolinergik striatal karena fungsi regulasi
dopamine terhadap kolinergik yang menurun. Karena aktivitas dopamine yang
menurun tidak terjadinya fungsi inhibisi terhadap kolinergik yang berfungsi
sebagai eksitasi. Terjadinya aktivitas kolinergik yang meningkat akan
menyebabkan eksitasi berlebihan pada otot-otot destrusor di dinding vesika
urunaria. Hal ini akan menyebabkan kontraksi berlebihan dari otot-otot destrusor
yang mengakibatkan inkontinensia urin pada kasus.
Selain itu, dalam satu tahun terakhir kedua tangan Tn. Abdul sering bergetar terutama tangan
kanan, apabila berjalan langkahnya kecil-kecil dan sering terjatuh.
1. Bagaimana mekanisme dari:
a. apabila berjalan langkahnya kecil-kecil :
Berjalan dengan langkah yang kecil-kecil merupakan salah satu gejala klinis dari
penyakit Parkinson berupa bradikinensia dan rigiditas. Pada orang yang menderita
penyakit Parkinson terjadi abnormalitas patologis berupa hilangnya neuron
dopaminergic yang terpigmentasi di pars compacta substansia nigra di otak dan
ketidakseimbangan sirkuit motor ekstrapiramidal (pengatur gerakan di otak).
Degenerasi saraf dopamine pada nigrostriatal menyebabkan peningkatan aktivitas
kolinergik striatal karena fungsi regulasi dopamine terhadap kolinergik yang
menurun. Karena aktivitas dopamine yang menurun tidak terjadinya fungsi
inhibisi terhadap kolinergik yang berfungsi sebagai eksitasi. Eksitasi otok yang
berlebihan pada ektremitas bawah akan menyebabkan kekakuan dan kesulitan
berjalan yang bermanifestasi dengan adanya gerakan langkah kaki yang kecil-
kecil.
2. Bagaimana mekanisme dari:
a. sering terjatuh :
Sering terjatuh merupakan salah satu gejala klinis dari penyakit Parkinson berupa
gangguan postural instability. Pada penyakit Parkinson terjadi abnormalitas
patologis berupa hilangnya neuron dopaminergic yang terpigmentasi di pars
compacta substansia nigra di otak dan ketidakseimbangan sirkuit motor
ekstrapiramidal (pengatur gerakan di otak). Apabila terjadi rangsangan impuls
yang dicetuskan di korteks pyramidalis dan kemudian melalui jaras sirkuit
tersebut diolah di inti-inti tersebut di atas, bersifat inhibisi terhadap korteks
motorik piramidalis dan ekstrapiramidalis tidak dapat dicetuskan ke globus
palidus, karena substansia nigra rusak, makan globus palidus kehilangan kelola
dari substansia nigra. Dalam hal ini, globus palidus mengeluarkan impuls
abnormal yang tidak dapat mengadakan inhibisi terhadap korteks motorik
piramidalis dan ekstrapiramidalis. Akibatnya tidak terjadi inhibisi di korteks
piramidalis yang akan menyebabkan kontrol terhadap gerakan yang buruk yang
mengakibatkan gangguan postural instability berupa sering terjatuh.
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan resting tremor, pull test (+) MMSE score 17.
1. Interpretasi dan mekanisme abnormal
a. MMSE score
Nilai tertinggi dari MMSE adalah 30.
Metode Skor Interpretasi
Single Cutoff < 24 Abnormal
Range < 21
> 25
Meningkatkan kemungkinan menderita demensia
Menurunkan kemungkinan menderita demensia
Pendidikan 21
< 23
< 24
Abnormal untuk pendidikan kelas 8
Abnormal untuk pendidikan SMA
Abnormal untuk pendidikan kuliah
Keparahan 24 – 30
18 – 23
0 – 17
Tidak ada pelemahan kognitif
Pelemahan kognitif ringan
Pelemahan kognitif berat
Tabel: Interpretasi Skor MMSE
Pemeriksaan pada kasus Nilai Interpretasi
MMSE : 17 0-17 : severe
cognitive
impairment
18-23 : mild
cognitive
impairment
24-30 : no cognitive
impairment
Severe cognitive
impairment
Pada kasus ini didapatkan hasil pemeriksaan MMSE dengan skor 17, artinya terjadinya
kemunduran fungsi kognitif berupa kemungkinan terjadi demensia. Mekanisme abnormal
disebabkan karena orang yang menderita Parkinson penyakitnya bersifat progesif sehingga pada
akhirnya kerusakan di otak tidak hanya menyebabkan kerusakan di substansia nigra tetapi
melibatkan kerusakan di area otak lainnya yang mengatur fungsi kognitif seperti daerah korteks
motorik. Hal inilah yang menyebabkan orang yang menderita Parkinson lama kelamaan akan
menderita penyakit demensia juga
2. Apa indikasi dilakukan pemeriksaan MMSE score pada kasus
Indikasi dilakukan pemeriksaan MMSE pada kasus ini dikarenakan untuk menilai
apakah sudah terjadinya penyakit demensia yang diakibatkan oleh penyakit Parkinson
yang bersifat progesif (penyakit Parkinson merupakan salah satu etiologi dari
penyakit demensia).
Hipotesis
Tn. Abdul, 60 tahun, dengan keluhan sering mengompol diduga menderita inkontinensia urin.
Template
1. Etiologi inkontinensia pada kasus
c. Inkontinesia urin karena faktor usia
Saluran kemih bagian bawah mengalami perubahan karena usia, walaupun tanpa
ada penyakit apapun. Kapasitas kandung kemih, kontraktilitas, dan kemampuan
untuk menahan berkemih menurun pada usila, sedangkan kekuatan dan lama
menutup uretra menurun bersamaan dengan meningkatnya usia pada wanita. Pada
usila, prevalensi kontraksi kandung kemih meningkat sedangkan volume residu
setelah berkemih meningkat sampai 50-100 ml. Sebagai tambahan, usila sering
mengeksresikan sebagian besar asupan cairan pada malam hari, walaupun tidak
memiliki penyakit ginjal, edema perifer dan prostatismus. Perubahan-perubahan
ini menyebabkan berkemih 1-2 kali di malam hari pada kebanyakan usila sehat.
Terjadi perubahan anatomis :
Kandung kemih Perubahan morfologis
Trabekulasi ↑
Fibrosis ↑
Saraf otonom ↓
Pembentukan divertikula
Perubahan fisiologis
Kapasitas ↓
Kemampuan menahan kencing ↓
Kontraksi involunter ↑
Volume residu pasca berkemih ↑
Uretra Perubahan morfologis
Komponene seluler ↓
Deposit kolagen ↑
Perubahan fisiologis
Tekanan penutupan ↓
Tekanan akhiran keluar ↓
Dasar panggul Deposit kolagen ↑
Rasio jeringan ikat-otot ↑
Otot melemah
d. Inkontinensia karena penyakit Parkinson
Pada orang yang menderita penyakit Parkinson terjadi abnormalitas patologis
berupa hilangnya neuron dopaminergic yang terpigmentasi di pars compacta
substansia nigra di otak dan ketidakseimbangan sirkuit motor ekstrapiramidal
(pengatur gerakan di otak). Degenerasi saraf dopamine pada nigrostriatal
menyebabkan peningkatan aktivitas kolinergik striatal karena fungsi regulasi
dopamine terhadap kolinergik yang menurun. Karena aktivitas dopamine yang
menurun tidak terjadinya fungsi inhibisi terhadap kolinergik yang berfungsi
sebagai eksitasi. Terjadinya aktivitas kolinergik yang meningkat akan
menyebabkan eksitasi berlebihan pada otot-otot destrusor di dinding vesika
urunaria. Hal ini akan menyebabkan kontraksi berlebihan dari otot-otot destrusor
yang mengakibatkan inkontinensia urin pada kasus.
2. Pencegahan
Tujuan dari pelayanan kesehatan adalah pencegahan primer (mengurangi resiko
yang menyebabkan terjadinya inkontinensia urin), pencegahan sekunder
( medeteksi gejala awal dan menghalangi serta menghentikaan perkembangan
penyakit) dan pencegaha teriser ( menghentikan terjadinya sakit berulang dan
mencegah agar tidak memburuk.
Adanya faktor predisposisi seperti umur, obesitas, riwayat keluarga,
paritas/ persalinan pervagina, dan operasi , sehingga anjurkan pasien untuk
menjaga BB terutama ada riwayat keluarga inkontinensia urin, anjurkan
diet tinggi serat, jika perlu laxative bisa memiliki efek positif dalam
perlindungan.
Hidarkan atau kurangi dosis pemakaian dalam pemberian medikasi yang
dapat memberi efek pada kaandung kemih yang dapat menyebabkan
inkontinensia seperti Diuretik, Ca Channel Antagonis, NSAID, ACE
inhibitor (dapat menyebabkan batuk kronis) dan sedatif.
Anjurkan kebiasaan berkemih yang teratur, akses mudah ke toilet ,
pembatasan cairan (terutama cafein), dan perlindungan dari infeksi saluran
urin (misal dengan jus cranberry, vitamin C).