ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar...

27

Click here to load reader

Transcript of ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar...

Page 1: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIASISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 SIDENRENG

KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

ANALYSIS OF POLITENESS IN INDONESIAN LANGUAGEBY CLASS XI STUDENTS AT SMK NEGERI 1 IN

SIDENRENG RAPPANG

MUH. DAHLAN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2014

ABSTRAK

Muh. Dahlan. 2004. Analisis Kesantunan Berbahasa Indonesia Siswa Kelas XI SMK Negeri 1 Sidenreng Kabupaten Sidenreng Rappang (dibimbing oleh Johar Amir dan Aziz). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesantunan berbahasa Indonesia siswa kelas XI SMK Negeri 1 Sidenreng Kabupaten Sidenreng Rappang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Rancangannya berupa deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data, mengolah data, menganalisis data, dan menyajikan data hasil penelitian dengan objektif atau sesuai kenyataan di lapangan. Fokus penelitian ini adalah aktivitas berbahasa siswa. Data yang diperoleh berupa tuturan siswa beserta konteksnya baik dalam proses belajar mengajar di kelas, maupun di luar proses belajar mengajar dalam lingkungan sekolah. Data yang diperoleh melalui observasi berupa

Page 2: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

perekaman, pencatatan, identifikasi, dan analisis deskriptif, untuk menjawab masalah yang terdapat dalam rumusan masalah yaitu bagaimanakah prinsip kesantunan berbahasa Indonesia, dan bagaimanakah struktur kalimat kesantunan bahasa Indonesia siswa kelas XI SMK Negeri 1 Sidenreng Kabupaten Sidenreng Rappang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa telah memiliki kemampuan berbahasa santun yang memadai. Hal ini dapat dilihat dengan kemampuan siswa berkomunikasi dengan tuturan yang berdasarkan prinsip kesantunan berbahasa Indonesia yang meliputi enam maksim yaitu: kebijaksanaan, kedermawanan, penghargaan, permufakatan, kesederhanaan, dan kesimpatian. Demikian pula struktur kalimat kesantunan berbahasa Indonesia yang meliputi: panjang-pendeknya tuturan, langsung-tidaknya tuturan, urutan tuturan, serta ungkapan-ungkapan penanda kesantunan berbahasa. Hasil penelitian kiranya dapat menjadi salah satu referensi bagi guru dalam meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia siswa secara santun di SMK Negeri 1 Sidenreng Kabupaten Sidenreng Rappang.

ABSTRACT

Muh. Dahlan. , 2014. Analysis of Politeness in Indonesian Language by Class XI Students at SMK Negeri 1 in Sidenreng Rappang (supervised by Johar Amir and Azis)

This study aims at examining politeness in Indonesian language by class XI students at SMK Negeri 1 in Sidenreng Rappang. This is a qualitative research in the form of qualitative descriptive research design which intended to collect the data, process the data, analyze the data and present the data objectively or based on the reality at the field. The study focuses on the students’ language activity. The data were in forms of students’ narratives include the context both in teaching and learning process in the classroom and outside of the classroom in school environment. The data were obtained through observations in the form of recording, note-taking, identification, and descriptive analysis, to answer the problem statements, namely how are the principles of politeness in Indonesian language and the sentence structure of politeness in Indonesian language by class XI students at SMK Negeri 1 in Sidenreng Rappang. The results indicate that the students have had sufficient polite language skills. This can be seen by the students’ ability to communicate based on the principle of politeness in Indonesian language which cover six maxims, namely: wisdom, generosity, respect, compromise, simplicity, and kindness. Similarly, sentence structure of politeness in Indonesian language includes: the length of the speech, direct-indirect speech, speech sequences, as well as expressions of politeness markers. The result of this study can be a reference for teachers to improve students’ ability to speak Indonesian politely at SMK 1 in Sidenreng Rappang.

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangPendidikan adalah usaha sadar dan terencana. Pendidikan nasional yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

Page 3: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Permendiknas Nomor 20 tahun 2003).

Pemakaian bahasa tidak hanya berdasarkan pertimbangan komunikasi, tetapi juga faktor-faktor lain yang menjadi penentu yang membatasi pemakaian bahasa diantaranya kepada siapa atau tentang siapa komunikasi itu berlangsung. Faktor tersebut menurut Akhadiat (1992) berkaitan erat dengan nilai-nilai etika yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, dalam penggunaan bahasa, ada bentuk atau ungkapan tertentu yang dipakai untuk menunjukkan status sosial seseorang. Misalnya kata Bapak, Ibu, atau kata ganti Beliau untuk dipergunakan pada orang yang dihormati atau mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Selain itu, untuk memperhalus sebuah perintah kata-kata mohon, silakan, tolong, harap, bolehkah, dapat dipergunakan. Kata-kata tersebut pada umumnya dipakai sebagai penanda kesantunan sebagai salah satu bentuk tatakrama dalam berbahasa.

Selanjutnya, kegiatan penelitian tentang kesantunan berbahasa di SMK Negeri 1 Sidenreng kelas XI sangat layak untuk dilakukan. Sekolah ini memiliki sekitar 900 siswa, dan kurang lebih 300 siswa duduk di kelas XI dengan latar belakang yang heterogen. Keheterogenan mereka tidak saja karena latar belakang asal yaitu mereka berasal dari seluruh pelosok Kabupaten Sidenreng Rappang, tetapi juga keheterogenan dilihat dari latar belakang ekonomi, pendidikan orang tua, jenis kelamin, dan status sosial. Sedangkan faktor yang sama ialah usia mereka yang rata-rata 16-17 tahun, dan tingkat pendidikan yang sama pula.

penelitian yang dilakukan oleh Nur Mei (2010) dengan judul tesis “Tindak Tutur Imperatif Guru dalam Proses Belajar Mengajar di SMA Negeri Somba Opu Kabupaten Gowa”, menunjukkan bahwa tindak tutur guru dalam bentuk imperatif ada empat yaitu (1) Tindak tutur imperatif langsung literal, (2) Tindak tutur imperatif langsung tidak literal, (3) Tindak tutur imperatif tidak langsung literal, (4) Tindak tutur imperatif tidak langsung tidak literal. Sedangkan makna tindak tutur ada sepuluh yaitu bermakna (1) perintah, (2) suruhan, (3) permintaan, (4) persilaan, (5) ajakan, (6) imbauan, (7) larangan, (8) permohonan, (9) desakan, dan (10) bujukan.

Dari hasil penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa kesantunan berbahasa telah mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Penelitian inipun hampir sama dengan penelitian terdahulu terutama yang dilakukan oleh Nur Mei (2010). Walaupun demikian, penelitian tentang kesantunan berbahasa masih perlu dilanjutkan dan dikembangkan karena masalah kesantunan berbahasa tidaklah sederhana. Kesantunan berbahasa bisa dikaitkan dengan individu, tingkat sosia,l psikologi, tingkat pendidikan, tata krama atau budaya masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menganalisis prinsip kesantunan berbahasa Indonesia dan struktur kalimat kesantunan berbahasa Indonesia siswa kelas XI SMK Negeri 1 Sidenreng Kabupaten Sidenreng Rappang.

B. Rumusan Masalah Penelitian ini bermaksud mengamati tingkat kesantunan berbahasa siswa dalam

berkomunikasi. Untuk lebih jelasnya, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut.1. Bagaimanakah prinsip kesantunan berbahasa Indonesia siswa kelas XI SMK Negeri 1

Sidenreng?2. Bagaimanakah struktur kalimat kesantunan berbahasa Indonesia kelas XI SMK Negeri 1

Sidenreng?

C. Tujuan Penelitian

Page 4: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

Sesuai rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:1. Mengkaji prinsip kesantunan berbahasa Indonesia siswa kelas XI SMK 1 Sidenreng.2. Mengkaji struktur kalimat kesantunan berbahasa Indonesia siswa kelas XI SMK Negeri

1 Sidenreng.

D. Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoretis maupun praktis.

1. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembelajaran bahasa

Indonesia, khususnya pada penggunaan bahasa Indonesia yang santun.

2. Manfaat praktisPenelitian tentang kesantunan berbahasa ini diharapkan dapat memberi manfaat

sebagai berikut.1) Sebagai penambah wawasan terhadap guru agar dalam berkomunikasi senantiasa

menggunakan bahasa santun, baik dalam proses belajar mengajar maupun di luar proses belajar mengajar karena guru adalah panutan siswa.

2) Sebagai penambah wawasan kepada siswa agar dalam berkomunikasi dapat memilih bentuk bahasa yang santun terhadap siapa saja baik dalam pergaulan di sekolah maupun di tengah masyarakat.

3) Sebagai penambah wawasan bagi peneliti selanjutnya agar penelitian sejenisnya semakin berkembang.

II. KAJIAN PUSTAKAA. Pragmatik

Pragmatik sebagai sebuah tindak berbahasa tidak lepas dari linguistik dan sosiolinguistik karena pragmatik berpijak pada teori tersebut. Istilah pragmatik pertama-tama digunakan oleh seorang filsuf yang bernama Charles Morris (Cahyono,1994: 224). Morris, dalam hal ini mengolah kembali pemikiran para filsuf sebelumnya yaitu Locke dan Pierce mengenai ilmu tanda yang disebut Semiotika. Dalam mengkaji Semiotik, Morris membagi tiga cabang, yaitu Semantik, Sintaksis, dan Pragmatik.

Secara umum istilah pragmatik oleh Leech (1983:15) sebagai kajian mengenai kondisi-kondisi umum bagi penggunaan bahasa secara komunikatif. Yulie (1996:3) mengatakan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki penutur. Lubis (1993) mengatakan bahwa pragmatik yaitu penganalisisan kajian bahasa dengan mempertimbangkan berbagai konteksnya. Sehubungan dengan itu pula, Nababan (Akhadiat dkk, 1992) berpendapat bahwa pragmatik adalah penggunaan bahasa untuk berkomunikasi sesuai dan berhubungan dengan konteks dan situasinya. Konteks mencakup penggunaan bahasa sehubungan dengan pemakainya, situasi mencakup penggunaan bahasa berhubungan dengan keadaannya.

Selain definisi pragmatik, pendapat Chaer dan Agustina (2010: 56) mengenai ruang lingkup pragmatik adalah penomena yang menjadi kajian tindak tutur (speech acts), deiksis, presuposisi, dan implikatur percakapan. Dalam hal yang sama, Purwo (1990:17) menguraikan bahwa ada empat hal yang dijelajahi oleh pragmatik. Empat hal yang dimaksud adalah deiksis, praanggapan (presuposition), tindak ujar (speech acts), implikatur percakapan (compersation implicature). Selanjutnya Djayasudarma (2012:48) berpendapat bahwa pragmatik mencakup deiktik (misalnya sebutan penghormatan), praduga(presupposition),

Page 5: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

tindak ujar (speech acts). Berdasarkan unsur-unsur itu pragmatik mengkaji unsur ujaran yang tidak dapat dijelaskan melalui referensi langgsung pada pengungkapan ujaran.

B. Tindak TuturStudi tentang tindak tutur pertama kali dimunculkan oleh J.L.Austin pada tahun

1955 sampai tahun 1962 melalui kuliah-kuliahnya. Selain itu teori tindak tutur juga diungkapkan dalam karyanya yang berjudul How To Do Things With Words. Hal ini dikemukakan oleh Levinsoon (dalam Cahyono, 1994:223).

Tindak tutur atau tindak ujar sama halnya dengan tindak bahasa. Artinya bahwa seseorang yang bertutur atau berbahasa tidak hanya bertutur belaka, tetapi ada isyarat bahwa ia akan melakukan suatu tindakan. Dengan memahami isyarat tersebut, kita akan memahami tindakan yang akan dilakukan. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Chaer dan Agustina (2010: 50) bahwa gejala tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Menurutnya, teori tindak tutur mencoba melihat hubungan antara tuturan dan tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Sebuah tuturan hanya akan bermakna jika direalisasikan dalam aktivitas komunikasi secara nyata.

Berdasarkan sifat hubungannya, Tarigan (1986: 109) mengutip pandangan Austin yang sejalan dengan Fraser (dalam Suyono,1990) bahwa tindak tutur dapat dibagi atas tiga jenis yaitu, tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.

Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan modus pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan maksud penutur. Dalam tindak tutur ini, maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya.

C. Ragam BahasaBahasa adalah sebuah sistem yang harus dipahami dan diikuti oleh penutur bahasa

itu. Hal ini bertujuan agar dalam berkomunikasi pihak penutur dan petutur dapat saling memahami informasi yang disampaikan. Namun, meski bahasa tersebut mempunyai sistem, tetapi masyarakatnya bukanlah kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang bersifat konkret, yang disebut parole tidak menjadi seragam. Ketidakseragaman atau kevariasian bahasa disebabkan oleh ketidakhomogenan penuturnya juga karena sistem interaksi sosial sangat beragam. Setiap interaksi yang beragam itu menyebabkan terjadinya keragaman bahasa.

Ragam santai merupakan varian bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. Ragam akrab adalah varian bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga, atau antarteman yang sudah karib.

D. Implikatur PercakapanSebuah tuturan tidak hanya dapat dipahami berdasarkan tuturan itu, tetapi harus

dipahami makna di balik tuturan itu. Levinson (dalam Nababan, 1987: 28) melihat kegunaan konsep implikatur terdiri atas empat butir yaitu: (1) Konsep implikatur memungkinkan

Page 6: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik, (2) Konsep implikatur memberikan suatu penjelasan yang tegas/ eksplisit tentang kemungkinan sesuatu yang diucapkan secara lahiriah berbeda dengan apa yang dimaksud, (3) Konsep implikatur menyederhanakan penerima semantik dari pembeda antar klausa, walaupun klausa-klausa itu dihubungkan dengan baik, kata struktur sama, (4) Hanya beberapa butir dasar-dasar implikatur dapat menerangkan berbagai macam fakta/ gejala yang secara lahiriah tidak berkaitan dan atau berlawanan.

Seiring dengan pendapat tersebut, Levinson (1983: 101) mengemukakan bahwa dalam prinsip kerja sama bahwa buatlah sumbangan percakapan Anda sedemikian rupa seperti yang dikehendaki pada tingkat percakapan, oleh tujuan atau arah yang disepakati dalam percakapan yang Anda ikuti. Hal tersebut merupakan salah satu kaidah yang perlu mendapat perhatian dari pemakai bahasa.

Berdasar pada beberapa pendapat tersebut, penulis akan menguraikan lebih rinci tentang maksim percakapan (prinsip kerja sama) sesuai dengan pandangan ahli yang dikemukakan di atas.

Menurut Wijana (1996: 50) maksim ini menghendaki agar pemakai bahasa berbicara dengan jelas dengan memperhatikan empat aturan, yakni: (1) hindarilah ketidakjelasan atau kekaburan ungkapan, (2) hindari kedwimaknaan atau ambiguitas, (3) berbicaralah secara singkat, (4) berbicaralah secara teratur.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat panduan yang dapat dijadikan patokan dalam bertindak tutur. Panduan tersebut disebut prinsip kerja sama yang dikenal dengan istilah maksim percakapan. Jika kedua pembicara baik penutur maupun kawan tutur memperhatikan prinsip kerja sama ini, akan terciptalah komunikasi yang baik.

Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan (Wijana, 1996: 59). Dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan dalam kegiatan bertutur (Rahardi, 2005: 64).

Contoh kalimat permufakatan berikut:(1) Penutur :”Kericuhan dalam sidang DPR sangat memalukan!”

Petutur :” Ya, memang!”Tuturan di atas dianggap santun karena memaksimalkan kecocokan atau

pemufakatan. Dalam percakapan tentu saja kita tidak harus selamanya setuju saja agar dikatakan santun. Menurut Chaer (2010: 59), dalam hal ia tidak setuju dengan pernyataan dengan lawan tuturannya, dia dapat membuat pernyataan yang mengandung ketidaksetujuan parsial (partial agriment), seperti contoh berikut:

(2) Penutur :” Kericuhan dalam sidang umum DPR itu sangat memalukan.”Petutur :” Memang, tetapi itu hanya melibatkan beberapa oknum anggota DPR

saja.”Tuturan (2) terasa lebih santun karena ketidaksetujuan tidak dinyatakan secara total,

tetapi dinyatakan secara parsial sehingga tidak terkesan sombong.

E. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesantunan BerbahasaKesantunan berbahasa adalah sikap berbahasa yang memenuhi pola, tata cara adat,

atau kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat. Penentuan kesantunan berbahasa seseorang, ditentukan oleh norma yang berlaku dalam masyarakat, disepakati dan ditetapkan oleh masyarakat. Penentuan santun tidaknya bahasa tuturan seseorang bergantung pada kesepakatan masyarakat bahasa tersebut. Menurut Muslich (2006) kesantunan kalimat dari beberapa segi yaitu, pertama kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santun. Kedua, kesantunan kontekstual. Ketiga, kesantunan selalu bipolar. Keempat,

Page 7: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

kesantunan tercermin dari tata cara bertutur. Sedangkan menurut Pranomo (2012: 76) kesantunan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor kebahasaan maupum nonkebahasaan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini diuraikan faktor-faktor tersebut.

Pilihan kata merupakan salah satu faktor penentu yang memengaruhi santun tidaknya tuturan seseorang. Penutur yang santun harus memilih kata di samping tepat maknanya, juga memiliki kadar kesantunan yang tinggi. Contoh kalimat berikut.

(1) “ Saya izin sebentar, mau kencing”(2) “saya mohon izin sebentar, mau buang air kecil”(3) “Saya mohon izin mau cuci tangan sebentar”

Tuturan (1) maknanya sebenarnya sudah tepat, tetapi kata “kencing” terasa tidak santun. Untuk memperhalus kalimat tersebut, maka kalimat (2) lebih tepat, tetapi kalimat (3) merupakan pilihan yang lebih baik dan lebih santun.

F. Struktur Kalimat Kesantunan BerbahasaDalam berkomunikasi, banyak cara yang dapat dilakukan agar pesan yang

disampaikan dapat dianggap santun. Kesantunan berbahasa di samping dapat dilihat dari prinsip kesantunannya, dapat juga dillihat dari struktur kalimat kesantunannya. Kalimat kesantunan menurut Chaer (2010: 56-57) adalah (1) panjangnya tuturan, (2) ketidaklangsungan tuturan, (3) penggunaan kalimat berita atau kalimat tanya dalam memerintah.

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis PenelitianPenelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan yang bersifat deskriptif kualitatif.

Artinya peneliti berusaha mencatat secara teliti semua fenomena kebahasaan sesuai dengan apa adanya. Dengan kata lain penelitian ini berusaha memberikan data bahasa secara sebenarnya. Berdasarkan jenis penelitian ini, maka penelitian dilakukan dengan maksud untuk mendeskripsikan tindak tutur siswa yang berkaitan dengan kesantunan berbahasa Indonesia, baik dalam proses belajar mengajar maupun di luar proses belajar mengajar, di kelas maupun di luar kelas di SMK Negeri 1 Sidenreng.

B. Fokus PenelitianPenelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganlisis data

untuk mendapatkan hasil yang seobjektif mungkin mengenai kesantunan berbahasa Indonesia siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Sidenreng. Pengumpulan data yang objektif dilakukan melalui studi lapangan. Hasil ini sesuai pendapat Arikunto (1998) yang mengatakan bahwa penelitian deduktif adalah jenis penelitian yang berusaha mengumpulkan suatu gejala, keadaan apa adanya pada saat penelitian dilakukan.

C. Definisi IstilahDefinisi istilah digunakan untuk menghindari perbedaan dalam penafsiran terhadap

istilah yang digunakan dalam penelitian ini sehingga hal yang dimaksud menjadi jelas. Agar lebih jelas, berikut ini diuraikan istilah tersebut.1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa atau perbuatan untuk mengetahui

keadaan yang sebenarnya agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan kesimpulan. 2. Kesantunan adalah suatu perilaku yang halus atau sopan. Dalam hal ini tindak berbahasa

atau tindak tutur yang dianggap sopan atau santun dapat diukur dari kemampuan

Page 8: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

seseorang untuk memilih bentuk tuturan yang menghargai lawan tutur, misalnya tuturan yang lebih menguntungkan orag lain daripada diri sendiri.

3. Prinsip kesantunan adalah dasar atau sesuatu yang menjadi pokok dalam berfikr tentang kebenaran yang berkaitan dengan perilaku sopan.

4. Struktur kalimat adalah cara suatu kalimat disusun atau dibangun.5. Berbahasa adalah ujaran atau ungkapan yang disampaikan kepada lawan tutur melalui

alat komunikasi yaitu bahasa.

D. Desain PenelitianDesain penelitian merupakan gambaran strategi dalam mengatur dan mempermudah

dalam pelaksanaan penelitian. Selain itu, agar pelaksanaan penelitian dapat terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan. Desain penelitian disusun sedemikian rupa sehingga kemungkinan masuknya variabel lain yang ikut memengaruhi penelitian dapat diperkecil. Untuk memudahkan memperoleh data dan hasil yang objektif, maka desain penelitian disusun sebagai berikut (1) Studi kepustakaan. (2) Penetapan metode penelitian. (3) Observasi lapangan. (4) Pencatatan hasil penelitian. (5) Pengklasifikasian data. (6) Pengoreksian hasil penelitian (7) Pengujian data. (8) Penetapan hasil penelitian

E. Sumber Data dan Data1. Sumber data

Sumber data adalah subjek yang menjadi masalah atau tempat data diperoleh (Arikunto, 1992:20). Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Negeri 1 Sidenreng, Kabupaten Sidenreng Rappang.

2. DataBerkaitan dengan data, Sudariyanto (dalam Mahsum, 2013: 14) memberi batasan

bahwa data sebagai bahan penelitian, yaitu bahan jadi (lawan dari bahan mentah), yang ada karena pemilihan aneka macam ukuran (bahan mentah). Data dalam penelitian ini adalah hasil tuturan siswa kelas XI SMK Negeri 1 Sidenreng yang berkaitan dengan kesantunan berbahasa Indonesia.

F. Instrumen PenelitianInstrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri dengan berbagai

media yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam pengumpulan informasi dan segala data yang dibutuhkan. Menurut (Moloeng, 2010: 168), bahwa peneliti sebagai instrumen utama penelitian dapat berperan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, penafsir atau penganalisis data, dan penyusun laporan penelitian.

G. Teknik Pengumpulan DataPenelitian lapangan merupakan penelitian yang dilaksanakan untuk menemukan

fenomena kebahasaan, khususnya yang berkaitan dengan kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yang disejajarkan dengan metode observasi atau pengamatan langsung dalam penelitian sosial, Gunarwan (dalam Mahsun, 2013:93). Metode ini dilakukan dengan cara mengamati secara saksama tuturan yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMK Negeri 1 Sidenreng baik dalam kelas maupun di luar kelas. Metode simak dilakukan dengan menggunakan teknik dasar sadap kemudian dilanjutkan dengan teknik bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik

Page 9: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

catat, sebagai berikut: (1) Teknik sadap, (2) Teknik simak bebas libat cakap, (3) Teknik rekam, (4) Teknik catat

H. Pemeriksaan Keabsahan DataMoleong (2010: 178-179) mengatakan, ada empat teknik trianggulasi, yakni (1)

teknik sumber, (2) teknik metode, (3) teknik peneliti, dan (4) teknik teori. Dalam penelitian ini, hanya tiga teknik trianggulasi yang digunakan yaitu (1) teknik sumber, (2) teknik metode, dan (3) teknik teori. Teknik sumber digunakan untuk membandingkan data utama dengan sumber lain. Teknik metode digunakan dengan cara mendalami referensi yang terkait dan membandingkan antara hasil rekaman dengan catatan lapangan. Selain itu, berkonsultasi dengan pakar yang dipandang memahami hakikat penelitian. Teknik teori digunakan untuk meyakini anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.

I. Teknik Analisis DataAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur,

analisis data dilakukan dengan langkah-langkah tertentu sesuai dengan urutan-urutan pembahasannya. Urutan-urutan tersebut dimulai dengan:

1. Mengubah data rekaman ke dalam bentuk tulisan;2. Mengklasifikasi data/tuturan berdasarkan kelompok penutur dan bentuk

konstruksinya.3. Mengidentifikasi kategori dan ungkapan penanda kesantunan tuturan;4. Data disajikan dalam bentuk deskripsi kualitatif sebagaimana adanya. Setelah data disediakan dengan baik dalam arti telah diklasifikasi, diidentifikasi

dengan cukup teliti, dan dianalisis kesantunan tiap tuturan, tahapan berikutnya adalah menentukan prinsip kesantunan berbahasa Indonesia serta struktur kalimat kesantunan bahasa Indonesia siswa kelas XI SMK Negeri 1 Sidenreng Kabupaten Sidenreng Rappang. Dalam bentuk tabel dan deskripsi.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prinsip Kesantunan BerbahasaTindak tutur yang berkaitan dengan maksim kebijaksanaan adalah tindak tutur yang

menghendaki peserta pertuturan selalu berpegang pada prinsip selalu mengurangi keuntungan diri sendiri dengan memaksimalkan keuntungan pihak lain. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada data berikut ini.

(1) “Pakai saja dulu, nanti kalau saya perlu baru saya ambil.”Konteks tuturan : Tuturan ini dituturkan oleh siswa kelas XI Ak 1 kepada temannya yang mengembalikan laktop yang dipinjamnya, padahal tugasnya belum selesai.

(2) “Asmi, kalau kau sudah pakai, simpan saja di laci.”Kontek tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kepada rekannya yang bernama Asmi di kelas XI Ak 1. Teman Asmi hendak keluar karena sudah jam istirahat, sedangkan Asmi belum selesai menggunakan laptop tersebut.

(3) “Mari kutemaniki menghadap sama Ibu guru Agama.”Konteks tuturan :

Page 10: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa di kelas XI Ak 2 kepada teman sekelasnya yang tugas pendidikan agamanya belum dikumpulkan.

Bila dilihat dari maksim kebijaksanaan, tuturan (1), (2), dan (3) adalah tuturan yang memenuhi prinsip kebijaksanaan. Dalam hal ini penutur mengurangi keuntungan diri sendiri, dan memaksimalkan keuntungan pihak lain. Dilihat dari kelangsungannya, tuturan tersebut termasuk tuturan langsung literal yaitu bentuk memerintah diungkapkan dengan kalimat perintah, dan makna tuturan sesuai dengan kata-kata pembentuknya, yakni penutur menghendaki lawan tutur melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan penutur.

(4) “Kubantuki kerjakan tugasta?”Konteks tuturan :Tuturan ini disampaikan salah seorang siswa kelas XI Ak 3 yang melihat temannya gelisah karena tugasnya harus segera dikumpulkan pada saat itu, namun ia belum mampu menyelesaikannya.

(5) “Mauki pinjam filmku?”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh siswa kelas XI TKJ 1 kepada salah seorang temannya yang akan mempresentasikan tugasnya di depan kelas. Siswa tersebut tidak membawa film yang akan dipresentasikan.

Tuturan (4), dan (5) termasuk tuturan yang menggunakan kalimat introgatif bila dilihat dari intonasinya. Namun jika diperhatikan konteks tuturnya, tuturan tersebut adalah tuturan direktif, yaitu penutur ingin agar mitra tutur melakukan tindakan misalnya menyuruh atau memohon. Jika dilihat dari kelangsungannya, tuturan (4), dan (5) adalah tuturan tidak langsung literal. Hal ini ditandai dengan tindakan penutur yang memerintah mitra tutur dengan menggunakan kalimat tanya atau introgatif. Berdasarkan maksim kebijaksanaan tuturan (4), dan (5) adalah tuturan yang santun karena penutur memaksimalkan keuntungan pihak lain dan mengurangi keuntungan diri sendiri.

(6) “Tidak ada waktuku kalau pagi. Kalau sore bisa kubantuki mengerjakan tugasta di rumah.”Konteks tuturan :Dituturkan oleh salah seorang siswa XI TKJ 2, penutur menyampaikan kepada mitra tutur yang meminta tolong agar dibantu mengejakan tugasnya.

(7) “Tidak ada boncenganku, kalau mauki ikut.”Konteks tuturan :Dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI TKJ 2 yang menjawab permintaan temannya apakah kalau ia pulang, ia bisa ikut.

Tindak tutur yang termasuk dalam maksim penghargaan adalah tindak tutur yang selalu memaksimalkan rasa hormat dan meminimalkan rasa tidak hormat pada mitra tutur. Rasa hormat penutur diutarakan dengan ekspresif dan asertif. Kalimat ekspresif ialah kalimat yang diungkapkan dengan sikap dan perasaan mengenai suatu keadaan. Sedangkan asertif berkaitan dengan tindakan yang memberi tahu orang lain mengenai sesuatu sesuai kebenaran. Berikut ini diuraikan data-data mengenai maksim penghargaan.

(1) “Bagus sekali tulisanmu, Laila”Konteks tuturan:Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas Ak 1 kepada salah seorang rekan kelasnnya yang bernama Laila. Laila diminta oleh wali kelas untuk membantu menulis data siswa pada rapor.

Page 11: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

(2) “Ceramahmu tadi sangat bagus.”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI Ad 1 kepada Anugerah teman sekelasnya sendiri. Anugerah dianggap berhasil menyampaikan pidato pada pelajaran agama Islam.

(3) “Wah, bapakmu baik sekali.”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI Pemasaran ketika melihat salah seorang temannya datang di sekolah diantar oleh bapaknya karena siswa tersebut baru saja sembuh.

(4) “Selamat, ya!”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI TKJ 2 setelah mengetahui bahwa salah seorang teman sekelasnya berulang tahun, namun tidak merayakannya. Bahkan ia pura-pura tidak tahu bahwa hari itu adalah hari ulang tahunnya.

(5) “Kau pake apa motormu sangat bersih?”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh siswa kelas XI Pemasaran kepada temannya. Penutur kagum melihat motor temannya yang bersih, melebihi kebersihan motor yang lain.

(6) “Kenapa kau tidak ikut lomba, menyongsong bulan Ramadan. Padahal suaramu bagus sekali?”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh siswa kelas XI TKJ 2 bernama Mursyid. Mursyid termasuk bagus suaranya, tetapi tidak berminat mengikuti lomba MTQ.

Tindak tutur berdasrkan maksim kesederhanaan mengharapkan peserta tutur dapat bersikap rendah hati dengan mengurangi pujian terhadap diri sendiri. Setiap tindak tutur yang memperlihatkan kesederhanaan atau kerendahan hati dianggap sebagai salah satu tuturan kesantunan berbahasa. Untuk jelasnya dapat dilihat contoh berikut.

(1) “Tulisan saya sekedar bisa dibaca.”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh Laila kelas XI Ak 1 ketika salah seorang teman sekelasnya memuji kerapian tulisannya.

(2) “Saya banyak saudara.”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI pemasaran ketika mendapatkan pujian dari temannya. Ia sering menggunakan mobil ke sekolah.

(3) “Kurang bagus suara saya, Bu!”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI Ak 3 ketika guru agama Islam menunjuknya sebagai qariah pada MTQ antarsekolah sekabupaten Sidenreng Rappang pada amaliyah Ramadan.

(4) “Sebetulnya tidak pintarka Cuma kebetulan jawabannya kutahu.”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI Ak 2. Teman-teman memujinya karena hasil ujiannya lebih baik daripada teman yang lain.

Page 12: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

B. Struktur Kalimat Kesantunan BerbahasaSebuah tuturan dapat menjadi santun bila tuturan tersebut menjadi tuturan yang lebih

panjang. Pada umumnya masyarakat Indonesia menghendaki bentuk tuturan yang lebih panjang. Hal ini berkaitan dengan sikap dan budaya indonesia yang biasanya suka berbasa-basi dalam bertutur. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan data-data yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.

(1) “Adakah uangta bisa kupinjam . Ban motorku bocor.”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh seorang siswa kelas XI Pemasaran. Penutur tidak memiliki uang yang tidak cukup untuk membeli ban baru, sedangkan ban motornya sudah tidak bisa dipakai.

(2) “Eh, aku dapat rumah kost baru, maukikah datang bantuka kasi baik sebentar sore?”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh siswa kelas XI Ad 3 yang minta tolong pada temannya agar membantunya mengatur rumah kostnya yang baru ditinggali.

(3) “Nanti kalau pulang, kalau tidak ada boncenganta, sayami dibonceng!”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh siswa kelas XI Ad 1 kepada rekannya yang memiliki kendaraan. Ia kebetulan tidak mengendarai motor karena motornya sementara di bengkel.

(4) “Kalau ada waktu, tolong bantuka kerjakan laporan observasiku!”Konteks tuturan:

Tuturan ini dituturkan oleh siswa kelas XI TKJ 1 kepada temannya. Penutur ingin agar dibantu menyelesaikan laporan observasinya pada mata pelajaran IPA . (5) “Ee teman-teman, ada acara kecil-kecilan di rumah. Datangki sebentar nah!”

Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI Ak 3 yang sedang ulang tahun. Penutur mengundang teman-temannya untuk datang ke rumahnya pada sore hari.

(6) “Pak, minggu lalu saya sakit, maka baru sekarang saya minta ulangan.”Konteks tuturan:Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI TKJ 2 yang datang menemui guru di kelas agar diberi ulangan karena minggu sebelumnya dia tidak mengikuti ulangan.

Salah satu cara agar ungkapan atau kalimat bernilai santun ialah dengan mengubah struktur kalimat dari kalimat yang berstruktur kalimat langsung menjadi tidak langsung. Kalimat langsung biasanya sangat mudah untuk diketahui maksudnya, apalagi jika kalimat tersebut bersifat imperatif. Sedangkan kalimat yang berstruktur tidak langsung lebih tersamar maksud perintahnya, sehingga mitra tutur tidak merasa bahwa sebenarnya ia diperintah atau diminta untuk melakukan sesuatu sesuai keinginan penutur. Agar lebih jelas dapat dilihat pada dat-data berikut.

(1) “Siapa yang mau ambil surat pengantar PSG? Ada sama pak Agus.”Konteks tuturan:Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI Ad 2 kepada teman sekelasnya. Pada saat itu, semua siswa diharapkan mencari sendiri lokasi tempat praktik kerja.

Page 13: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

Tuturan (1) adalah tuturan dengan kalimat yang tidak langsung yaitu kalimat tanya yang digunakan dengan maksud memerintah. Dengan struktur tidak langsung, penutur terasa lebih santun. Penutur yang santun menghindari kalimat perintah atau imperatif karena hal itu terasa kurang santun. Jadi dengan mengatakan “Siapa yang mau mengambil surat pengantar PSG?” dapat dipahami bahwa maksud penutur adalah memerintah mintra tutur agar segera mengambil surat pengantar yang dimaksudkan. Penutur dapat mengatakan “Ambil surat pengantar PSG!” kalau ia mau karena infomasi itu mudah dipahami, namun hal itu dihindari. Hal itu memberi indikasi bahwa penutur sudah paham cara bertutur yang santun.

(2) “Maukikah temanika ambil laptop di kelas X?”Konteks tuturan:Tuturan ini dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI Ad 3. Ia ingin mengambil laptopnya di kelas X, namun enggan pergi sendirian.

Tuturan dengan kalimat perintah biasanya dihindari oleh penutur yang ingin agar tuturannya terdengan santun. Untuk menghindari ketidaksantunan tuturan dengan kalimat perintah, penutur mendahulukan kalimat berita atau kalimat tanya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat data-data berikut:

(1) “Teman-teman, untuk pembayaran materi pelajaran Aplikasi Presentasi belum cukup untuk membeli tinta print. Bayarki secepatnya!”Konteks tuturan :Tuturan ini dituturkan oleh ketua kelas XI Ad 3 kepada kelasnya. Tuturan ini disampaikan karena uang pembayaran Rp 5000 sebelumnya, tidak cukup untuk membeli tinta print.

Kalimat imperatif yang digunakan dalam memerintah biasanya kurang santun. Oleh karena itu, penutur biasa menambahkan kata khusus sebagai penanda kesantunan. Kata –kata yang menjadi penanda kesantunan dalam kalimat imperatif adalah kata tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap, hendaklah , sudi kiranya, sudilah kiranya, sudi apalah kiranya, maaf, terima kasih, berkenan, beliau, Bapak / Ibu. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat data-data berikut.

(1) “Tolong temanika dulu ke WC!”Konteks tuturan :Dituturkan oleh salah seorang siswi kelas XI Ad 1 kepada rekannya pada saat belajar di kelas.

(2) “Tolong kasi pinjam dulu laptopmu!”Konteks tuturan :Dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI Ak 1. Penutur ingin mengerjakan tugasnya di laptop.

(3) “Eh, Aku lupa bawa uang. Tolong kasi pinjam dulu uangmu!”Konteks tuturan :Dituturkan oleh salah seorang siswa kelas XI Ak 1 kepada temannya ketika berada di kantin.

C. Pembahasan Hasil PenelitianBerdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Analisis Kesantunan berbahasa Siswa

Kelas XI SMK Negeri 1 Sidenreng, Kabupaten Sidenreng Rappang”, penulis menemukan dua hal yang menjadi jawaban dari rumusan masalah yang telah dikemukakan pada bagian tesis ini. Kedua hal tersebut adalah bagaimanakah prinsip kesantunan berbahasa Indonesia dan bagaimanakah struktur kalimat kesantunan berbahasa siswa kelas XI SMK Negeri 1

Page 14: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

Sidenreng? Prinsip kesantunan berbahasa Indonesia berdasarkan teori prinsip kesantunan Leech yang terbagi ke dalam beberapa maksim yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim permufakatan, maksim kesederhanaan, dan maksim kesimpatian. Sedangkan struktur kalimat kesantunan berbahasa Indonesia adalah panjang-pendeknya tuturan, urutan tuturan, langsung-tidaknya tuturan, dan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan berbahasa.

Maksim kebijaksanaan adalah maksim yang berpegang pada prinsip mengurangi keuntungan diri sendiri dan memberi keuntungan yang sebesar-besarnya kepada mitra tutur. Maksim tersebut dapat ditemukan dalam tuturan “Pakai saja dulu, nanti kalau perlu baru saya ambil!” memenuhi kriteria maksim kebijaksanaan karena penutur ingin memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada mitra tutur dengan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Tuturan tersebut berdasarkan maksim kebijaksanaan adalah tuturan yang santun. Demikian pula ungkapan “Asmi, kalau kau sudah pakai, simpan saja di laci!” menjelaskan bahwa penutur bijaksana memberi kesempatan memakai laptop tersebut kepada mitra tutur. Mitra tutur tidak dipaksa untuk menyimpan laptop tersebut. Ada keuntungan minimal yang diperoleh penutur yaitu mitra tutur diminta untuk menyimpan laptop setelah dipakai, sedangkan mitra tutur memeroleh keuntunngan maksimal karena ia diberi kesempatan untuk memakai laptop tersebut. Tuturan “Kubantuki kerjakan tugasta?” dan “Mauki pinjam filmku?” juga merupakan tuturan yang santun karena memaksimalkan keuntungan kepada mitra tutur. Bila dilihat dari skala kesantunan Leech, tuturan tersebut memenuhi skala kerugian dan skala keuntungan, yaitu semakin tuturan tersebut merugikan penutur dan menguntungkan pihak petutur, maka semakin santunlah ia. Demikian pula dengan skala pilihan, penutur memberi pilihan kepada mitra tutur untuk meminta bantuan atau tidak.

Maksim kedermawanan merupakan maksim yang memaksimalkan kerugian diri sendiri dengan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Maksim ini terdapat dalam tuturan “Eh, makanki!” Penutur mengajak mitra tutur makan berarti memaksimalkan keuntungan mitra tutur dengan memaksimalkan kerugian diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Selanjutnya, “Tambahki!” berarti penutur semakin memaksimalkan keuntungan mitra tutur. Tuturan “Eh, kenapaki ndak tambah?” dan “Yang mana kita suka?” merupakan tuturan tidak langsung yang sangat santun karena memberi pilihan kepada mitra tutur untuk melakukan hal yang diinginkannya. Menurut teori skala ketidaklangsungan Leech, bahwa semakin tidak langsung sebuah tuturan, maka akan semakin santunlah tuturan tersebut. Tuturan ini juga memenuhi skala pilihan karena penutur memberi pilihan kepada mitra tutur untuk melakukan sesuatu sesuai pilihannya. Menurut teori skala pilihan, semakin banyak pilihan yang diberikan kepada mitra tutur maka, semakin santunlah tuturan itu.

Maksim permufakatan menekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan, dan menghindari ketidakcocokan. Maksim kecocokan dalam tuturan “Sudah benarkah kalau begini?” menjelaskan bahwa penutur meminta pendapat orang lain. Meminta pendapat orang lain berarti penutur tersebut ingin mendapatkan kepastian apakah yang dia lakukan cocok atau tidak. Mitra tutur yang memahami maksim permufakatan akan berusaha menyesuaikan pendapatnya dengan mitra tutur. Kalaupun ada perbedaan, penutur biasanya tetap menyatakan sisi yang berbeda misalnya mengatakan “Oh ia, sudah benar. Tinggal kerapiannya!” dengan cara itu penutur tetap santun. Berdasarkan skala kesekawanan Lakoof, tuturan tersebut sangat santun karena penutur menghindari tuturan yang dianggap tidak bersahabat. Tuturan tersebut juga sangat santun bila dilihat dari skala ketidaktegasan karena penutur berusaha memberi rasa nyaman serta tidak kaku, sehingga mitra tutur tidak mengalami ketegangan.

Page 15: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

Dalam penelitian ini pula, ditemukan kalimat kesantunan berbahasa berdasarkan strukturnya. Kalimat kesantunan berbahasa, berdasarkan panjang-pendeknya kalimat, dapat dilihat pada kalimat “Kalau ada waktu, tolong bantuka kerjakan laporan observasiku!” Kalimat ini dapat dipendekkan dengan “Bantu kerjakan tugasku!” namun nilai kesantunannya rendah. Apalagi kalau tuturan tersebut dituturkan dengan “Kerjakan tugasku!” nilai kesantunannya menjadi hilang. Tuturan tersebut memenuhi syarat kesantunan berbahasa berdasarkan skala ketidaktegasan. Bagian awal tuturan “Kalau ada waktu,” mengindikasikan bahwa penutur tidak memaksa mitra tutur untuk melakukan perbuatan sesuai kehendak penutur.

Selanjutnya, semakin tidak langsung sebuah tuturan, maka akan semakin santunlah tuturan tersebut. Sebaliknya, semakin langsung sebuah tuturan maka akan semakin tidak santunlah tuturan tersebut. Tuturan “Bu, saya belum kumpul tugasku,” merupakan tuturan tidak langsung. Tuturan ini seolah-olah hanyalah sebuah pemberitahuan bahwa penutur belum mengumpulkan tugasnya. Dengan ketidaklangsungan tuturan tersebut, maka maksud penutur menjadi tersamarkan. Akibatnya mitra tutur tidak sadar bahwa ada sesuatu yang diinginkan oleh penutur di balik tuturannya. Dengan kalimat atau tuturan tidak langsung tersebut, guru yang menjadi mitra tutur tidak merasa bahwa ia diperintah menerima tugas. Bila kalimat tersebut diubah menjadi “Terima tugasku, Bu!” akan terasa tidak santun karena penutur menggunakan tuturan langsung yang bersifat imperatif. Kesantunan dapat dilakukan dengan menngubah kalimat imperatif menjadi kalimat deklaratif atau introgatif. Misalnya, “Bayar uang rekreasi agar bisa pergi rekreasi!” dapat diubah menjadi “Kita bisa pergi rekreasi kalau uang rekreasi kita bayar,” atau “Sudakah dibayar uang rekreasinya?”

Pola urutan tuturan sebagai salah satu bentuk kesantunan berdasarkan struktur kalimat. Tuturan yang didahului oleh kalimat imperatif walaupun diikuti oleh kalimat deklaratif atau introgatif terasa tidak santun. Contoh “Teman-teman, bayar harga tinta print materi Aplikasi Presentasi karena dana yang lalu tidak cukup!” Tuturan tersebut kesantunannya rendah karena mendahulukan perintah daripada alasan yang melatar belakangi perintah tersebut, sehingga ada pemaksaan. Jadi sebaiknya tuturan tersebut mendahulukan informasi yang berisi alasan munculnya perintah. Tuturan yang didahului oleh kalimat deklaratif atau introgatif kemudian diikuti oleh kalimat perintah akan lebih santun dibandingkan dengan kalimat perintah saja. Dengan demikian agar kalimat tuturan santun, penutur dapat membuat kalimat perintah secara langsung, yang didahului kalimat deklarasi. Contoh “Ibu guru tadi bilang supaya hari ini tugas IPA dikumpul. Sekarang saya mau bawa ke ruang guru. Kumpulmi!” termasuk santun karena kalimat perintah didahului oleh kalimat berita.

Bila ungkapan-ungkapan penghalus tuturan itu dihilangkan, maka kesantunan tuturan tersebut hilang. Dengan demikian, “Temanika ke WC!”, “Dilarang membuang sampah sembarangan!”, “Pergi kekantin”, “Angkat ini!”, “Jawab perbedaan eksposisi dengan deskripsi!”, “Minta izin kalau mau ikut!”, “Bicara yang jelas!”, “Pindah sedikit!” adalah tuturan yang tidak memiliki kesantunan berbahasa.

Dalam penelitian ini, ungkapan-ungkapan penanda kesantunan, seperti yang diungkapkan oleh Rahardi (2005: 125) seperti sudi kiranya, sudilah kiranya, sudi apalah kiranya, hendaklah, tidak ditemukan. Ungkapan-ungkapan tersebut, kemungkinan terlalu formal dan hanya digunakan dalam bahasa surat atau forum resmi orang dewasa. Demikian pula ungkapan beliau sebagai kata ganti orang ketiga yang dihormati yang ditemukan, adalah kata bapak yang sama maknanya dengan kata beliau.

Page 16: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan: Pertama, kesantunan berbahasa Indonesia siswa SMK Negeri 1 Sidenreng berdasarkan prinsip kesantunan berbahasa ditemukan dalam tindak tutur berkomunikasi. Penggunaan prinsip kesantunan berbahasa meliputi maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim permufakatan, maksim kesederhanaan, dan maksim kesimpatian. Kedua, struktur kalimat kesantunan berbahasa Indonesia siswa yang ditemukan adalah struktur kalimat panjang-pendeknya tuturan, langsung-tidaknya tuturan, urutan tuturan, dan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan berbahasa Indonesia. Ketiga, prinsip kesantunan berbahasa Indonesia dan struktur kalimat kesantunan berbahasa Indonesia ditemukan dalam tuturan siswa kelas XI, baik dalam situasi belajar di kelas maupun situasi di luar kelas dalam lingkungan sekolah. Keempat, dalam berkomunikasi formal masih terdapat ungkapan kesantunan berbahasa yang berasal dari bahasa daerah seperti –ta, -ki, -mi (sapaan yang santun kepada lawan bicara) sehingga memengaruhi kebakuan kalimat. Dalam upaya bertutur yang santun, siswa kurang memerhatikan perbedaan yang seharusnya antara situasi berbahasa di dalam kelas dan situasi berbahasa di luar kelas. Dengan demikian ragam bahasa yang digunakan baik dalam kelas maupun di luar kelas, tidak mencerminkan perbedaan situasi berbahasa yang seharusnya terjadi.

B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka penutur menyampaikan

saran sebagai berikut:1. Kemampuan dasar kesantunan berbahasa Indonesia hendaknya diupayakan semakin

ditingkatkan, baik dalam proses belajar mengajar maupun di luar proses belajar mengajar.

2. Guru hendaknya memberi contoh yang lebih baik dalam penggunaan bahasa yang santun agar siswa dapat mengikuti dengan baik.

3. Agar semakin banyak media penyampai informasi menggunakan bahasa santun sehingga siswa terbudayakan dengan sikap berbahasa yang santun.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiat, Sabarti, dkk. 1992. Bahasa Indonesia I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Alwasilah, A. Chaedar. 1986. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisa Ketiga). Jakarta: Balai. Arruan, D. M. 1980. Analisis Interaksi. Jakarta: P3GAsdar. 2007. Tingkat Kesantunan Berbahasa dalam Proses Belajar Mengajar bahasa

Indonesia. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: PPs UNM Makassar. Asnawi. 2004. Tindak Tutur Imperatif Bahasa Indonesia pada Masyarakat Kampus di

Bulukumba. Tesis Magister. Makassar: Program Pascasarjana Unhas.Cahyono, Bambang Yudi. 1994. Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University

Press.Callow, Kathleen. 1998. Man and Message; A Guide to Meaning-Based Text Analysis. New

York: University Press America.

Page 17: ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIAeprints.unm.ac.id/7495/1/Artikel Dahlan.docx · Web viewAgar pembahasan dapat tersusun dengan baik, terstruktur, dan tidak simpang siur, analisis

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.Depdiknas. 2006. Standar Isi. Jakarta: Permendiknas no.22 Tahun 2006.Djajasudarma, Fatimah. 2010. Wacana dan pragmatik. Bandung: PT Refika Aditama.Hanafi, Muhammad. 2001. Fungsi Perintah dan Persepsi Kesantunan dalam Bahasa

Indonesia, suatu Telaah Pragmatik. Tesis Magister. Makassar:Program Pascasarjana UNM.

Ismari. 1995. Tentang Percakapan. Surbaya: Airlangga University Press.Leech, Geoffrey N. 1983. Principles. of Pragmatics. London: Longman.Levinson, C. Stephen. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University press.Lubis, Hamid Hasan. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.Mei, Nur. 2010. Tindak Tutur Imperatif Guru dalam Proses Belajar Mengajar di SMA

Somba Opu Kabupaten Gowa. Tesis tidak diterbitkan Makassar: PPs UNM.Muslich, Masnur. 2006. Kesantunan Berbahasa (artikel) researchengines.educational

creativity.com/1006 Masnur 2 html.di akses 3 mei 2014.Nababan, P. W. J.1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.Pranomo. 2012. Berbahasa Secara Santun. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum

1994. Jogjakarta: Gajah Mada University press.Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:

Erlangga.Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:

Sinar Baru.Suyono. 1990. Pragmatik: Dasar-dasar Pengajaran. Malang: YA3FBBS IKIP Malang.Tallei. 1989. Pragmatik sebagai Salah Satu Alternatif Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa

(indonesia). Pidato Pengukuhan dalam Jabatan Guru Besar pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Manado.

Tarigan, H. G. 1987. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Mahsun. 2013. Metode Penelitian bahasa; Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.

Wijana, I Dewi Putu. 1995. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.