ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN...

18
Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat 121 ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN OPPORTUNITY COST EMISI CO 2 PERTANIAN LAHAN GAMBUT KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT Analysis of Farming System Performance and Opportunity Cost of CO 2 Emision on Peatland Agriculture in Kubu Raya Regency, West Kalimantan Herman 1 , Fahmuddin Agus 2 , IGM Subiksa 2 , Eleonora Runtunuwu 2 , dan Irsal Las 2 1 Riset Perkebunan Nusantara, Jl. Salak No. 1A Bogor 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No.12 Cimanggu Bogor ABSTRACT Peatland is considered as less-favoured land for agricultural land use because it is marginal and causes high CO2 emision. However, in Kubu Raya Regency, West Kalimantan peatland has long been used for agriculture and able to support farmers’ life. Therefore, a research should be done to fine out how farmer manage the peatland and its bearing capacity and opportunity cost of conserved peatland. The research was conducted in Kubu Raya Regency, in February-August 2009 by using survey method. The result showed that farmer of peatland has average land ownership of 2.82 ha. Farming system in peatland is able to contribute adequate income for them. In 2008, average income rate of peatland farmer was Rp 15.97 million farmer -1 yr -1 , where 62.91% came from farming activity and 19,97% from agricultural labour and 17.11% from non-agriculture activity. This condition showed that peatland had adequate capacity for farming development of various agricultural crops. Result of financial analysis showed that oil palm, rubber, and pineapple plantations were feasible to be developed on peatland. Capacity of peatland to give income, particularly for vegetable farming and estate crops were relatively high, so opportunity cost of peatland conservation was relatively high as well. Besides, utilization of peatland has positive impact for regional development, establishment of economic growth center, employment, growth of Gross Region Domestic Product and source of foreign exchange. Therefore, peatland conservation program offered should be assessed thoroughly because its opportunity cost and transaction cost was quite high. Key words : peatland, farming system, opportunity cost, CO2 emission, West Kalimantan ABSTRAK Lahan gambut dianggap sebagai lahan bermasalah untuk digunakan sebagai lahan pertanian karena bersifat marginal dan menimbulkan emisi CO2 yang cukup tinggi. Namun di Kabupaten Kubu Raya, lahan gambut sudah lama digunakan untuk pertanian dan mampu untuk mendukung kehidupan petani. Oleh karena itu perlu dikaji bagaimana petani mengelola lahan gambut dan bagaimana daya dukung lahan gambut serta opportunity Cost lahan gambut yang dikonservasi. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat pada Bulan Februari sampai Bulan Agustus 2009 dengan menggunakan metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani lahan gambut rata-rata menguasai lahan seluas 2,82 ha. Pengembangan usaha tani di lahan gambut mampu

Transcript of ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN...

Page 1: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan GambutKabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

121

ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN OPPORTUNITY COSTEMISI CO2 PERTANIAN LAHAN GAMBUT KABUPATEN KUBU

RAYA, KALIMANTAN BARAT

Analysis of Farming System Performance and Opportunity Costof CO2 Emision on Peatland Agriculture in Kubu Raya Regency,

West Kalimantan

Herman1, Fahmuddin Agus2, IGM Subiksa2, Eleonora Runtunuwu2 , dan Irsal Las2

1Riset Perkebunan Nusantara, Jl. Salak No. 1A Bogor2Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian,

Jl. Tentara Pelajar No.12 Cimanggu Bogor

ABSTRACT

Peatland is considered as less-favoured land for agricultural land use because it ismarginal and causes high CO2 emision. However, in Kubu Raya Regency, West Kalimantanpeatland has long been used for agriculture and able to support farmers’ life. Therefore, aresearch should be done to fine out how farmer manage the peatland and its bearingcapacity and opportunity cost of conserved peatland. The research was conducted in KubuRaya Regency, in February-August 2009 by using survey method. The result showed thatfarmer of peatland has average land ownership of 2.82 ha. Farming system in peatland isable to contribute adequate income for them. In 2008, average income rate of peatlandfarmer was Rp 15.97 million farmer-1yr-1, where 62.91% came from farming activity and19,97% from agricultural labour and 17.11% from non-agriculture activity. This conditionshowed that peatland had adequate capacity for farming development of various agriculturalcrops. Result of financial analysis showed that oil palm, rubber, and pineapple plantationswere feasible to be developed on peatland. Capacity of peatland to give income, particularlyfor vegetable farming and estate crops were relatively high, so opportunity cost of peatlandconservation was relatively high as well. Besides, utilization of peatland has positive impactfor regional development, establishment of economic growth center, employment, growth ofGross Region Domestic Product and source of foreign exchange. Therefore, peatlandconservation program offered should be assessed thoroughly because its opportunity costand transaction cost was quite high.

Key words : peatland, farming system, opportunity cost, CO2 emission, West Kalimantan

ABSTRAK

Lahan gambut dianggap sebagai lahan bermasalah untuk digunakan sebagai lahanpertanian karena bersifat marginal dan menimbulkan emisi CO2 yang cukup tinggi. Namundi Kabupaten Kubu Raya, lahan gambut sudah lama digunakan untuk pertanian dan mampuuntuk mendukung kehidupan petani. Oleh karena itu perlu dikaji bagaimana petanimengelola lahan gambut dan bagaimana daya dukung lahan gambut serta opportunity Costlahan gambut yang dikonservasi. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kubu Raya,Kalimantan Barat pada Bulan Februari sampai Bulan Agustus 2009 dengan menggunakanmetode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani lahan gambut rata-ratamenguasai lahan seluas 2,82 ha. Pengembangan usaha tani di lahan gambut mampu

Page 2: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las

122

memberikan sumbangan pendapatan yang layak bagi mereka. Pada tahun 2008, tingkatpendapatan petani lahan gambut rata-rata Rp 15,97 juta/KK/tahun, dimana 62,91 persenbersumber dari kegiatan usaha tani dan 19,97 persen bersumber dari buruh tani serta 17,11persen dari luar usaha tani. Kondisi ini menunjukkan bahwa lahan gambut memiliki dayadukung yang cukup memadai bagi pengembangan usaha berbagai jenis tanaman pertanian.Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit, karet, dan nenaslayak dikembangkan di lahan gambut. Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkanpendapatan khususnya untuk usaha sayuran dan perkebunan cukup tinggi, sehinggaopportunity cost konservasi lahan gambut relatif tinggi. Disamping itu, pemanfaatan lahangambut berdampak positif bagi pengembangan wilayah, pembentukan pusat pertumbuhanekonomi, penyedia lapangan kerja, peningkatan Produk Domestik Regional Brutto dansumber devisa negara. Oleh karena itu tawaran program konservasi lahan gambut perludikaji secara cermat dan menyeluruh karena opportunity cost dan biaya transaksinya cukuptinggi.

Kata kunci : lahan gambut, usaha tani, opportunity cost, emisi CO2, Kalimantan Barat.

PENDAHULUAN

Kalimantan Barat merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua,Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah dengan luas wilayah sekitar 146.807km² atau setara dengan luas 1,13 kali Pulau Jawa. Provinsi Kalimantan Baratmemiliki topografi datar, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Jenistanahnya sebagian besar (10,5 juta ha) adalah podsolik merah kuning, diikuti olehjenis tanah organosol, grey dan humus, serta jenis tanah aluvial (Badan PusatStatistik Provinsi Kalimantan Barat, 2008a).

Suatu hal yang cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah cukup luasnyalahan gambut dan atau lahan bergambut yang sampai saat ini masih diklasifikasikansebagai lahan marjinal dan bermasalah untuk digunakan sebagai lahan pertanian.Menurut Noor et. al. (1991), lahan gambut memiliki sifat marjinal danpermasalahaan antara lain: 1) daya dukung bebannya (bearing capacity) yangrendah sehingga menyukarkan tanaman dalam menjangkarkan akarnya secarakokoh, 2) daya hantar hidrolik secara horizontal sangat besar tetapi secara vertikalsangat kecil sehingga menyulitkan mobilitas ketersediaan air dan hara tanaman, 3)bersifat mengkerut tak balik (irreversible) sehingga menurunkan daya retensi airdan peka terhadap erosi yang mengakibatkan mudahnya hara tanaman tercuci,dan 4) terjadinya penurunan permukaan tanah setelah dilakukan pengeringan ataudimanfaatkan untuk budidaya tanaman. Oleh karena itu, pemanfaatan lahangambut untuk usaha pertanian memerlukan pengetahuan dan teknologi khususyang berbeda dengan lahan-lahan lainnya.

Bagi sebagian petani Kalimantan Barat, pemanfaatan lahan gambut bukanmerupakan pilihan, tetapi merupakan tuntutan kebutuhan karena mereka hidupsecara turun-temurun di atas lahan gambut dan ada pasar potensial yang sangatmembutuhkan bahan pangan dan bahan baku industri. Mereka mengetahui danmenyadari bahwa pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian menghadapi banyakkendala dan pemasalahan, sehingga memerlukan pengetahuan, ketrampilan, dan

Page 3: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan GambutKabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

123

biaya yang memadai untuk meraih keberhasilan. Pengetahuan dan keterampilantidak terbatas hanya pada karakteristik lahan gambut, tetapi juga terhadappemilihan jenis tanaman, pengelolaan lahan, input produksi, dan pemasaranproduk pertanian yang dihasilkan. Keahlian dalam menentukan pilihan jenistanaman dan pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor yang sangatmenentukan keberlanjutan usaha tani di lahan gambut di Kalimantan Barat.

Tulisan ini merupakan hasil kajian tentang persepsi, pengetahunan, danpengalaman petani dalam mengelola lahan gambut, pola usaha tani yangdikembangkan, pendapatan dan kebutuhan hidup keluarga, kelayakan usaha danopportunity Cost Emisi CO2 untuk berbagai jenis tanaman utama yang diusahakanpetani di lahan gambut Kalimantan Barat. Kajian ini merupakan bagian daripenelitian Mitigasi Perubahan Iklim pada Berbagai Sistem Pertanian di LahanGambut dengan harapan dapat memberikan gambaran kondisi pertanian di lahangambut dan dapat memberikan arahan pemanfaatan lahan gambut untukpertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian hingga saat ini masihmenimbulkan pro dan kontra karena ada pengalaman menunjukkan bahwapemanfaatan lahan gambut telah menimbulkan kerusakan lingkungan dankegagalan dalam pengembangan pertanian. Mega proyek lahan gambut sejutahektar di Kalimantan Tengah sewindu yang lalu (Keppres No.82/1995) merupakancatatan hitam masa lalu dalam sejarah pengembangan lahan gambut di Indonesia.Meskipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa lahan gambut cocok untuktanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman industri, dan tanamanperkebunan apabila dilakukan pengelolaan secara sungguh-sungguh. Tanamanlidah buaya telah dibudidayakan oleh petani lahan gambut di Kalimantan Barat danmenjadi komoditas ekspor. Kelapa sawit sudah lama menjadi andalan Malaysiadibudidayakan di lahan gambut secara luas. Tanaman karet rakyat di KalimantanTengah tumbuh dengan baik di lahan gambut (Noor dan Sarwani, 2004).

Lebih lanjut, menurut Noorginayuwati et al. (2006), usaha tani lidah buayadan tanaman sayuran seperti jagung manis, kangkung, sawi, bayam, kucai, seledri,dan bawang daun di lahan gambut Kalimantan Barat mampu memberikankeuntungan kepada petani pengelolanya dengan B/C berkisar antara 1,23-3,36.Pendapatan dari usaha tani lahan gambut tersebut memberikan kontribusi sebesar56,05 persen dari total pendapatan keluarga petani lahan gambut. Hasil penelitiantersebut menunjukkan bahwa usaha tani di lahan gambut cukup menguntungkandan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan keluarga petanilahan gambut.

Keberhasilan usaha tani sayuran di lahan gambut juga dikemukakan olehRina et al., (2007), antara lain yang dilakukan petani di Siantan Hulu dan Rasau

Page 4: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las

124

Jaya (Kalimantan Barat), Kalampangan (Kalimantan Tengah), dan Mamuju Utara(Sulawesi Barat). Keberhasilan pengelolaan lahan gambut tersebut sangatditentukan oleh pengetahuan petani tentang lahan gambut, teknologi budidayayang diterapkan, pemberian input yang sesuai dan pengaturan tata air yang baik.

Namun dibalik keberhasilan dalam pengelolaan lahan gambut tersebutmasih ada persoalan mendasar terkait dengan lingkungan, karena pemanfaatanlahan gambut untuk pertanian menimbulkan peningkatan emisi gas rumah kacaterutama emisi gas CO2. Laju peningkatan emisi CO2 sangat dipengaruhi olehpengelolaan air, pengelolaan lahan, penggunaan pupuk, dan pola tanam. MenurutHooijer et Al. (2006), kedalaman saluran drainase sangat mempengaruhi tingkatemisi CO2. Untuk kedalaman drainase antara 30-120 cm, emisi CO2 meningkatsebanyak 9,1 ton/ha/tahun setiap penambahan kedalaman drainase 10 cm.Tingginya tingkat emisi CO2 tersebut mengundang pertanyaan mana yang lebihmenguntungkan, apakah lahan gambut dikonservasi melalui program REDD ataudikonversi menjadi lahan pertanian.

Gambar 1. Dampak Positif dan Negatif Pengembangan Pertanian di Lahan Gambut

PengembanganBerbagai Jenis Tanaman

Pertanian

Alih FungsiLahan

PendapatanPetani/

Pengusaha

LapanganKerja

Opportunity Cost EmisiCO2

KerusakanLingkungan

PerbaikanLingkungan

PengembanganEkonomi &Wilayah

PDRB &Devisa

EmisiCO2

Penyusutankeanekaragaman hayati &

kerusakan tata air dll.

KelayakanUsaha

Page 5: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan GambutKabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

125

Secara sederhana dampak positif dan negatif pemanfaatan lahan gambutuntuk pertanian dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar1). Pada Gambar 1tersebut tampak bahwa pemanfaatan lahan gambut untuk berbagai jenis tanamanpertanian akan menimbulkan dampak positif dan negatif yang cukup banyak.Pengembangan pertanian di lahan gambut akan menimbulkan dampak positif bagiperekonomian regional, antara lain penyediaan kesempatan kerja, peningkatanpendapatan, peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),pengembangan wilayah, dan pendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya,serta dapat memperbaiki lingkungan jika dilakukan di kawasan lahan gambut yangsudah kritis. Sedangkan dampak negatif yang mungkin timbul, antara lainpeningkatan emisi CO2, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan kawasanyang berfungsi untuk melindungi deposit karbon dan air, serta pencemaranlingkungan jika menggunakan pestisida dan pupuk kimia berlebih.

Penelitian ini dibatasi hanya pada aspek pendapatan petani ataupengusaha dan peningkatan emisi CO2 lahan gambut akibat alih fungsi lahanhutan gambut menjadi lahan pertanian. Batasan tersebut sengaja dilakukan karenaadanya berbagai keterbatasan untuk melakukan penelitian dan valuasi ekonomisecara menyeluruh. Disamping itu, terdapat kesepadanan antara pendapatan dannilai tingkat emisi CO2 untuk diperbandingkan terkait dengan adanya peluanguntuk memperoleh konpensasi melalui program Reducing Emissions fromDeforestation and Degradation (REDD). Dengan demikian hasil penelitian inidiharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan terkaitdengan pertanyaan apakah lahan gambut lebih menguntungkan dikonversimenjadi lahan pertanian atau dikonservasi melalui program REDD.

Lokasi Penelitian dan Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, padabulan Februari sampai Bulan Agustus 2009 dengan menggunakan metode survei.Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan luasanlahan gambut yang ada dan beragamnya jenis tanaman yang diusahakan petaniserta tersedianya pasar yang menyerap hasil usaha tani lahan gambut tersebut.

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primerdikumpulkan melalui kegiatan wawancara dengan petani, pengusaha, dan tokohmasyarakat. Responden petani ditentukan secara acak berstrata. Stratifikasidilakukan berdasarkan jenis tanaman yang diusahakan petani. Responden yangdiwawancara berjumlah 53 orang, masing-masing 15 orang petani karet, 14 orangpetani kelapa sawit, 13 orang petani nenas/jagung, dan 11 orang petani sayuran.Disamping itu juga dilakukan diskusi kelompok dengan petani, tokoh masyarakat,dan pemerintah desa untuk memperoleh gambaran umum yang terkait denganpengelolaan dan pengembangan usaha tani dalam arti luas.

Data sekunder dikumpulkan melalui diskusi dan konsultasi denganpemerintah daerah, Bappeda, Bapedalda, dinas pertanian dan dinas perkebunan,serta studi literatur dari berbagai sumber, antara lain biro pusat statistik, bappeda,bapedalda, dinas perkebunan, dinas pertanian, dan perguruan tinggi/ universitas.

Page 6: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las

126

Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang berhasil dikumpulkan diolah dan dianalisis secaradeskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untukmemberikan gambaran kondisi umum daerah penelitian, kondisi sosial ekonomikeluarga petani, dan persepsi petani tentang lahan gambut. Sedangkan analisiskuantitatif meliputi analisis usaha tani, analisis finansial dan analisis opportunitycost emisi CO2.

Analisis usaha tani dilakukan untuk memberikan gambaran penerimaan,biaya, dan penerimaan bersih berbagai cabang usaha tani, serta kegiatan diluarusaha tani. Penerimaan bersih yang diterima keluarga petani dirumuskan sebagaiberikut:

π = B - C …………………………………………………………………….(1)

dimana:

π = Penerimaan bersih,

B = Total Penerimaan,

C = Total Biaya.

Analisis finansial dilakukan untuk memperoleh gambaran penerimaanbersih tanaman tahunan yaitu kelapa sawit, karet, dan nenas dalam satu siklushidup ekonomis tanaman. Analisis dilakukan dengan menggunakan kriteria NilaiKini Bersih (Net Present Value = NPV) yang dirumuskan sebagai berikut (Gray et.al. 1987):

n

t 0ti)(1

CtBtNPV ………………………....……...................................... (2)

dimana:

NPV = Net Present Value (Nilai Kini Bersih),

Bt = Benefit atau penerimaan pada tahun t,

Ct = Biaya pada tahun t,

i = Tingkat diskonto atau potongan (=bunga bank yang berlaku),

n = Umur ekonomis proyek tanaman.

Analisis opportunity cost emisi CO2 dari pengembangan berbagai jenistanaman pertanian dilakukan dengan cara menghitung tingkat emisi CO2 akibatperubahan penggunaan lahan. Kemudian menghitung nilai kini rata-rata CO2 yangdiemisikan oleh lahan yang digunakan untuk berbagai jenis tanaman danmembandingkannya dengan penerimaan bersih nilai kini jika lahan dikonservasimelalui program REDD. Tingkat emisi CO2 akibat perubahan penggunaan lahandihitung dengan persamaan sebagai berikut (Agus et al., 2009a):

E = Eda + Ebd + Ebo - Sa ............................................................. (3)

Page 7: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan GambutKabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

127

Dimana:

E = Emisi bersih total CO2 dari lahan pertanian (tanaman sayuran,jagung, kelapa sawit, karet, dan nenas) di lahan gambut.

Eda = Emisi dari permukaan tanah yang terjadi dalam proses deforestasiatau pembukaan lahan.

Edb = Emisi dari bawah permukaan tanah sewaktu pembukaan lahan,terutama akibat terbakarnya gambut.

Ebo = Emisi dari bawah permukaan tanah, karena lahan gambutmengalami dekomposisi akibat drainase.

Sa = Sekuestrasi (rosot) karbon dari udara oleh tanaman melalui prosesfontosintesis dan respirasi baik yang tersimpan di atas (batang dandaun), maupun di bawah (akar) permukaan tanah.

Asumsi dan Batasan

Untuk analisis finansial digunakan beberapa asumsi, batasan, dan istilahsebagai berikut:

a. Perkebunan kelapa sawit dibangun dengan pola kemitraan bagi hasildengan porsi 70 persen untuk perusahaan dan 30 persen untuk petani.Sementara perkebunan karet dibangun oleh petani individu secaratradisional dan kebun nenas dibangun oleh petani individu dengan duaalternatif yaitu secara tradisional dan secara intensif. Analisis dilakukanuntuk satuan luas 1 ha.

b. Produktivitas perkebunan kelapa sawit diasumsikan mengikuti polaproduksi lahan kelas III yaitu rata-rata 20,33 ton TBS/ha/tahun. Sementaraproduktivitas perkebunan karet diasumsikan rata-rata 800 kg karetkering/ha/tahun dan produktivitas nenas diasumsikan rata-rata 12,55 tonbuah nenas/ha/tahun untuk kebun nenas tradisional dan rata-rata 29,85ton buah nenas/ha/tahun untuk kebun nenas intensif.

c. Harga bulanan CPO pada periode 2004-2009 rata-rata US $ 572,06/tonberfluktuasi dari US $ 346/ton hingga US $ 1.147/ton. Oleh karena itu,analisis dilakukan mengacu pada perkembangan harga tersebut dengantiga skenario harga yaitu: skenario I harga CPO Rp 6,000/kg dan inti sawitRp 4.000/kg, skenario II harga CPO Rp 7.500/kg dan inti sawit Rp4.500/kg, dan skenario III harga CPO Rp 9.000/kg dan inti sawit Rp5.000/kg.

d. Harga bahan olah karet (bokar) di tingkat petani berberapa tahun terakhirberfluktuasi antara Rp 5.000 – 17.000/kg. Karena itu analisis finansialdilakukan dengan tiga skenario harga, yaitu skenario I harga bokar Rp7.000/kg, skenario II harga bokar Rp 11.500/kg, dan skenario III hargabokar Rp 16.000/kg.

Page 8: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las

128

e. Harga buah nenas di asumsikan dengan tiga tingkat harga yaitu Rp 400/kgsebagaimana harga yang ditawarkan oleh industri pengolah nenas, Rp500/kg merupakan harga tengah, dan Rp 600/kg merupakan harga yangdiminta petani untuk bermitra.

f. Analisis finansial dilakukan dalam rentang waktu 25 tahun (satu siklustanaman) untuk kelapa sawit dan karet serta 6 tahun untuk nenas denganmenggunakan tingkat diskonto sebesar 15 persen per tahun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kubu Raya yaitu sebuah kabupatenbaru hasil pemekaran dari Kabupaten Pontianak. Kabupaten Kubu Raya terletakdibagian Selatan Kabupaten Pontianak pada posisi 108°35’-109°58’BT dan0°44’LU - 1°01’LS, dan merupakan Wilayah Pantai. Secara administratifKabupaten Kubu Raya terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kecamatan Batu Ampar,Terentang, Kubu, Teluk Pakedai, Sungai Kakap, Rasau Jaya, Sungai Raya,Sungai Ambawang, dan Kuala Mandor B, dengan luas keseluruhan 6.985,20 Km².

Pada tahun 2007, penduduk Kabupaten Kubu Raya tercatat sebanyak488.208 jiwa yang terdiri dari 249.192 jiwa laki-laki dan 239.016 jiwa perempuan.Dengan demikian, kepadatan penduduk Kabupaten Kubu Raya rata-rata 70orang/km². Berdasarkan data Kabupaten Pontianak dalam angka, tercatat sekitar70 persen penduduk merupakan angkatan kerja dan sekitar 90,76 persen dariangkatan kerja tersebut telah bekerja, sehingga terdapat sekitar 9,24 persensebagai pencari kerja (penganguran terbuka). Para pekerja tersebut, sebagianbesar (53,4%) bekerja disektor pertanian; sisanya 17,34 persen bekerja di sektorperdagangan; 10,81 persen bekerja di sektor jasa dan 14,04 persen bekerja disektor lainnya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pontianak, 2008)

Mengingat sebagian besar (sekitar 60%) lahan di Kabupaten Kubu Rayamerupakan lahan gambut maka banyak petani yang menggantungkan hidupmereka di lahan gambut. Petani Kabupaten Kubu Raya sudah sejak lamamengusahakan berbagai jenis tanaman di lahan gambut khususnya tanamansayuran, tanaman pangan dan buah-buahan, serta tanaman perkebunan.Pengelolaan usaha tani yang mereka lakukan cukup beragam mulai dari polaberladang secara tradisional sampai pada pola usaha tani menetap dengan tujuankomersial. Jenis tanaman sayuran yang umum diusahakan petani adalah sawi,kangkung, bayam, kucai, jagung, tomat, terung, cabe, kacang panjang, paria, danoyong. Sedangkan jenis tanaman buah-buah yang diusahakan petani antara lain;mentimun, semangka, melon, pepaya, pisang, dan nenas. Sementara tanamanperkebunan yang banyak diusahakan petani adalah karet, kelapa, kelapa sawit,kopi, dan kakao.

Kondisi sarana dan prasarana Kabupaten Kubu Raya masih relatiftertinggal karena sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pantai dan

Page 9: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan GambutKabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

129

perairan serta lahan gambut, kecuali Kecamatan Sungai Raya yang berada dekatdengan Ibukota Provinsi Kalimantan Barat. Kondisi tersebut cukup menyulitkanpetani dalam memasarkan hasil panen dan pengadaan sarana produksi pertanian.Hal ini perlu mendapat perhatian bagi para pengambil kebijakan terutama untukmengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan dan meminimalisasi biayapengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil-hasil pertanian.

Beragamnya pola pengelolaan usaha tani dan beragamnya jenis tanamanyang diusahakan serta bervariasinya kondisi sarana transportasi menyebabkansangat beragamnya tingkat pendapatan yang diterima oleh keluarga petani. Petaniyang berada dekat dengan pusat kegiatan ekonomi khususnya ibukota ProvinsiPontianak dan memiliki sarana jalan yang relatif baik, telah berkembang menjadipetani maju dengan tingkat pendapatan yang relatif tinggi. Sementara petani yangberada jauh dari pusat kegiatan ekonomi mengalami perkembangan yang lambatdan cenderung menerapkan sistem perladangan. Pola kegiatan pertanianperladangan inilah yang hampir setiap tahun menimbulkan kabut asap danpencemaran lingkungan.

Pengembangan karet di daerah ini dilakukan oleh petani secara individusetalah lahan gambut dibuka 5-10 tahun, sehingga lahan gambut cukup matangdan baik untuk tanaman karet. Sedangkan tanaman nenas biasanyadikembangkan petani bersama-sama dengan tanaman pangan atau sayuran.Sementara pengembangan kelapa sawit dilakukan oleh perusahaan dengan polakemitraan bagi hasil. Pengembangan kelepa sawit dilakukan di lahan-lahan petaniyang biasanya digunakan untuk perladangan. Dengan adanya tanaman tahunanseperti karet, kelapa sawit, dan nenas tersebut, maka lahan gambut terbebas darikegiatan perladangan dan kebakaran lahan, sehingga dapat mengurangi kabutasap yang terjadi setiap tahun.

Perkebunan karet sudah cukup lama diusahakan petani di lahan gambutdan sebagian sudah merupakan tanaman karet generasi kedua. Pada tahun 2009,areal perkebunan karet di Kabupaten Kubu Raya tercatat seluas 31.934 ha dan6.619 ha (20,73%) diantaranya tergolong tua atau rusak dan perlu segeradiremajakan (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kubu Raya, 2009).Hasil analisis citra satelit menunjukkan bahwa areal perkebunan karet yang beradadi lahan gambut sekitar 13.186 ha atau 41,29% dari total areal perkebunan karet diKubu Raya (Agus et al., 2009b).

Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang relatif barudiusahakan di Kabupaten Kubu Raya. Meskipun demikian, tanaman kelapa sawitsudah mulai menunjukkan perannya bagi peningkatan pendapatan masyarakatyang terlibat dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Perubahan yang palingnyata adalah kemampuan perkebunan kelapa sawit untuk mengembalikan paratransmigran dan masyarakat desa sekitar lokasi pengembangan perkebunankelapa sawit yang telah merantau sekedar untuk memenuhi kehidupankeluarganya. Tercatat sekitar 100 kepala keluarga dari 250 kepala keluarga petaniDesa Transmigran Arus Deras telah kembali menempati rumah tinggal merekasetelah bertahun-tahun mereka tinggalkan ke berbagai daerah untuk memenuhikebutuhan hidup keluarganya.

Page 10: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las

130

Nenas merupakan salah satu tanaman pioner di lahan gambut, karenajenis tanaman ini dapat diusahakan sejak awal pembukaan lahan gambut.Tanaman ini cukup produktif, tetapi daya serap pasarnya terbatas, sehingga hanyadiusahakan dalam luas terbatas. Pada tahun 2008, berdiri industri pengolahannenas dengan produksi untuk tujuan ekspor. Industri ini sedang mengembangkanperkebunan nenas bermitra dengan petani dengan target areal 5.000 ha. Dengandemikian akan tercipta kesempatan kerja paling tidak untuk 4.000 kepala keluargapetani.

Berdasarkan gambaran tersebut tampak bahwa kehadiran perusahaanperkebunan kelapa sawit, industri pengolahan nenas, dan pengembanganperkebunan karet telah menyediakan kesempatan kerja yang cukup banyak,membentuk pusat kegiatan ekonomi baru, memperbaiki sarana dan prasaranatransportasi, meningkatkan PDRB, dan menghasilkan devisa.

Karakteristik dan Pendapatan PetaniPetani lahan gambut Kalimantan Barat rata-rata berumur 38,7 tahun

dengan kisaran 18-70 tahun. Sebagian besar (90,6%) petani responden beradapada usia produktif yaitu usia 18-50 tahun dan selebihnya berumur di atas 50tahun. Pendidikan petani sangat beragam mulai dari tidak pernah sekolah sampaisarjana. Tercatat sebanyak 33,96 persen tidak tamat sekolah dasar, 24,53 persentelah menamatkan sekolah dasar, 15,09 persen tamat SLP, 22,64 persen tamatSLA, dan 3,77 persen berpendidikan sarjana.

Petani lahan gambut Kalimantan Barat memiliki jumlah anggota keluargatergolong sedang, meskipun ada beberapa petani yang memiliki jumlah anggotakeluarga 6 sampai 9 orang. Jumlah anggota keluarga petani rata-rata 4,01 jiwa,dengan kisaran 1-9 jiwa. Sementara itu, jumlah angkatan kerja tiap keluarga rata-rata sebanyak 2,45 orang dengan kisaran 1-5 orang.

Petani pada umumnya menguasai lahan cukup luas yaitu rata-rata 2,82 hadengan kisaran antara 0,96 ha sampai 5,26 ha. Lahan tersebut ditanami denganberbagai jenis tanaman terutama yang bisa tumbuh dan produktif serta memilikipasar. Hampir semua petani menanam jenis tanaman sayuran baik untukkeperluan sendiri maupun untuk dijual. Jenis tanaman sayuran yang umumdiusahakan oleh petani adalah sawi, kangkung, bayam, kucai, jagung, tomat,terung, cabe, kacang panjang, paria, dan oyong. Disamping itu, petani jugamenanam tanaman buah-buah seperti nenas, pepaya, mentimun, semangka danpisang serta tanaman perkebunan, seperti karet, kelapa sawit, kopi dan kakao.

Pada tahun 2008, tingkat pendapatan petani lahan gambut rata-rata Rp15,97 juta/KK/tahun, dimana 62,91 persen bersumber dari kegiatan usaha tani danselebihnya 19,97 persen bersumber dari buruh tani serta 17,11 persen dari luarusaha tani (Tabel 1).

Pendapatan total rata-rata petani tersebut setara dengan Rp3.904.577/kapita/tahun. Tingkat pendapatan petani tersebut jauh diatas gariskemiskinan berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barattahun 2008 yaitu sebesar Rp 158.834/kapita/bulan atau Rp 1.906.008/kapita/tahun (Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat, 2008b).

Page 11: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan GambutKabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

131

Page 12: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las

132

Dari berbagai jenis tanaman yang diusahakan petani saat ini tampakbahwa panyumbang terbesar dari kegiatan usaha tani adalah perkebunan karetdisusul tanaman sayuran, jagung, padi, dan nenas. Sementara kegiatan buruh tanisebagian besar bersumber dari perkebunan kelapa sawit diikuti oleh sayuran,jagung, dan karet. Petani karet dan petani sayuran benar-benar menggantungkanhidup keluarga mereka dari hasil usaha tani. Lebih dari 88 persen pendapatanpetani karet dan lebih dari 84 persen pendapatan petani sayuran bersumber darilahan usaha tani.

Petani kelapa sawit pada saat ini masih mengandalkan pendapatan dariupah buruh di perkebunan kelapa sawit karena perkebunan kelapa sawit milikmereka baru mulai berproduksi dan hasilnya masih sangat kecil. Petani barumenerima pembagian keuntungan pada awal tahun 2009 yang besarnya bervariasiantara Rp 4.900 – 50.000/ha/bulan pada periode Februari hingga April 2009.Meskipun demikian petani kelapa sawit sudah memperoleh pendapatan yangmemadai sebagai buruh dari perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Dari berbagai jenis tanaman yang diusahakan petani, tanaman jagungtampaknya perlu mendapat perhatian khusus karena produktivitasnya rendah dandisinyalir sebagai penghasil emisi CO2 terbesar. Petani jagung, umumnyamenerapkan pola usaha tani seperti perladangan berpindah dengan dua kalimusim tanam dalam satu tahun. Pola tanam yang mereka terapkan adalahtebang/tebas – bakar – tanam – panen – diberakan 2-3 bulan kemudian kembalimelakukan tebang/tebas – bakar – tanam – panen – diberakan. Mereka tidakmelakukan pemupukan dan bibit yang digunakan umumnya adalah bibit jagunglokal, sehingga produksi kebun jagung mereka relatif rendah yaitu 600-800 kgjagung pipilan/ha/musim tanam dan pendapatan mereka rendah. Sistem pertanianseperti ini perlu diperbaiki agar produktivitas jagung bisa ditingkatkan dan tidakmenimbulkan pencemaran kabut asap pada setiap musim tanam.

Secara keseluruhan tingkat ketergantungan petani terhadap lahan gambutrata-rata mencapai 82,89 persen, dimana 62,91 persen bersifat langsung dariusaha pertanian sendiri dan 19,97 persen bersifat tidak langsung yaitu sebagaiburuh tani. Kondisi ini menggambarkan bahwa lahan gambut yang selama inidiklasifikasikan sebagai lahan marjinal ternyata mampu untuk menunjangkehidupan petani apabila dikelola dengan baik.

Daya Dukung Lahan Gambut

Lahan gambut Kabupaten Kubu Raya memiliki daya dukung yang cukupmemadai untuk pengusahaan berbagai jenis tanaman pertanian khususnyatanaman sayuran dan tanaman perkebunan. Pada tahun 2008, tanaman sayuranmampu menghasilkan pendapatan bersih persatuan luas tertinggi yaitu sebesar Rp20,02 juta/ha/tahun, disusul tanaman karet Rp 7,21 juta/ha/tahun, nenas Rp 2,57juta/ha/tahun (Tabel 2).

Tanaman sayuran mampu menghasilkan pendapatan bersih cukup tinggi,tetapi risiko usahanya juga tinggi dan membutuhkan curahan tenaga kerja danmodal usaha cukup besar. Berbagai jenis tanaman sayuran yang diusahakan

Page 13: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan GambutKabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

133

petani, antara lain sawi, kangkung, bayam, kucai, jagung, tomat, terung, cabe,kacang panjang, paria, dan oyong. Tanaman sayuran tersebut tumbuh subur dancukup produktif. Petani sangat berhati-hati dalam memilih jenis tanaman, pergilirantanaman, dan luas usaha agar terhindar dari kerugian karena daya serap pasarrelatif terbatas dan harganya berfluktuasi.

Tabel 2. Kemampuan Berbagai Jenis Tanaman Menghasilkan Pendapatan Bersih

Jenis TanamanBiaya

Investasi(Rp/ha)

Pendapatanbersih

(Rp/ha/tahun)

NPV Df=15% (Rp/ha/tahun)

Sk1 Sk2 Sk3

Kelapa Sawit 30.437.000 belum ada data 450.124 1.273.307 2.096.491

Karet 15.230.000 7.206.314 400.080 1.197.468 1.994.855

Nenas Tradisional 3.827.500 2.565.926 202.401 762.043 1.321.686

Nenas intensif 9.947.500 belum ada data 1.022.947 2.151.038 3.279.130

Sayuran 2.500.000 20.019.857Catatan: Sk1= Skenario 1; Sk2= Skenario 2; Sk3= Skenario 3.

Kelapa Sawit : Harga CPO: Sk1=Rp 6.000/kg; Sk2= Rp 7500/kg; Sk3=Rp 9.000/kgHarga Inti sawit: Sk1=Rp 4.000/kg; Sk2= Rp 4.500/kg; Sk3=Rp 5.000/kg

Karet : Harga Bokar: Sk1=Rp 7.000/kg; Sk2= Rp 11.500/kg; Sk3=Rp 16.000/kg.Nenas : Harga buah: Sk1=Rp 400/kg; Sk2= Rp 500/kg; Sk3=Rp 600/kg.Investasi : Kelapa sawit= TBM0-TBM3; Karet= TBM0-TBM5; Nenas= TBM0;

Sayuran= biaya pembukaan dan pengolahan lahan.

Tanaman kelapa sawit di daerah ini tumbuh subur dan tingkat produktivitasawalnya cukup tinggi dan produktivitas rata-ratanya diperkirakan diatas 20,33 tonTBS/ha/tahun. Perkiraan tersebut dilandasi oleh beberapa hasil penelitian antaralain: Yudoyono et al. (1987 dalam Barchia, 2006), menyatakan bahwa produktivitaskelapa sawit di lahan gambut rata-rata 23,74 ton TBS/ha/tahun; Setiadi (1999dalam Barchia, 2006), menyatakan bahwa kelapa sawit di lahan gambut mampumenghasilkan tandan buah segar (TBS) berkisar antara 20-25 ton/ha/tahun danWiratmoko, dkk (2008), menyatakan bahwa produktivitas kelapa sawit di lahangambut topogen Labuhan Batu, Sumatera Utara mencapai 19,64-25,53 tonTBS/Ha/tahun. Dengan asumsi produktivitas rata-rata 20,33 ton/ha/tahun,kepemilikan kebun 2 ha dan tenaga kerja aktif 2 orang, maka penerimaan petaniminimal Rp 31,46 juta/tahun terdiri dari Rp 13,46 juta penerimaan bagi hasil danRp 18 juta upah sebagai buruh perkebunan.

Tanaman karet yang diusahakan petani saat ini sebagian sudah tuasehingga produktivitasnya rendah. Tingkat produktivitas kebun sangat bervariasidari 350 kg karet kering/ha/tahun sampai 1.000 kg karet kering/ha/tahun. Padatahun 2008, pendapatan keluarga petani karet rata-rata sebesar Rp 21,54 jutayang terdiri dari Rp 11,79 juta (54,75%) bersumber dari usaha tani karet, Rp 7,28juta (33,80%) bersumber dari usaha tani lainnya, Rp 600 ribu (2,79%) bersumberdari kegiatan buruh tani dan Rp 1,87 juta (8,66%) bersumber dari luar usaha tani(Tabel 1).

Page 14: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las

134

Dalam jangka panjang, tanaman kelapa sawit, karet, dan nenas di lahangambut mampu menghasilkan penerimaan bersih kini positif pada tingkat diskonto15% (NPV Df=15%). Pada skenario pesimis, kelapa sawit, karet, dan nenasmampu menghasilkan NPV masing-masing sebesar Rp 450.124/ha/tahun, Rp400.080/ha/tahaun dan Rp 202.401/ha/tahun (Tabel 2). Hal ini menunjukkanbahwa ketiga jenis tanaman tersebut layak untuk diusahakan.

Opportunity Cost Emisi CO2

Hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan para petanimenunjukkan bahwa kondisi lahan sebelum dialihfungsikan menjadi perkebunankelapa sawit, karet, maupun nenas sebagian besar berupa semak dan pakis-paskisan, sebagian berupa ladang/pertanian pangan dan hanya sebagian kecilyang masih berupa hutan. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat diasumsikanbahwa tingkat emisi CO2 akibat terdekomposisinya biomassa tanaman di ataspermukaan tanah hanya sebesar 50 ton karbon/ha atau sebesar 7,3 ton/ha/tahununtuk perkebunan kelapa sawit. Sementara untuk kebun nenas dan karet yangumumnya menggunakan lahan semak belukar akan mengemisikan CO2 akibatterbakarnya atau melapuknya biomassa tanaman di atas permukaan tanah (Ea)masing-masing sebesar 3,3 ton/ha/tahun dan 0,4 ton/ha/tahun. Hasil perhitungantingkat emisi CO2 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Emisi Rata-rata Tahunan CO2 Lahan Gambut untuk Berbagai Penggunaan

Penggunaan LahanKedalamAir Tanah

(Cm)

Ea(Ton)

Ebd(Ton)

Ebo(Ton)

Sa(Ton)

E(Ton)

Nenas Tradisional 35,0 3,3 2,2 31,9 -0,7 36,6Nenas Intensif 43,0 3,3 2,2 39,1 -1,4 43,2Karet dr semak belukar 45,0 0,4 2,2 41,0 -6,0 37,5Karet dr karet tua 45,0 8,1 2,2 41,0 -6,0 45,2Kelapa Sawit 60,0 7,3 0,0 54,6 -6,6 55,3

Keterangan:Ea = Emisi atas permukaan tanah = C tanaman * 3.67Ebd = Emisi karena kebakaran gambut = volume gambut yang terbakar (m3) * C

density (t/ m3)*3.67Ebo = Emisi dari dekomposisi gambut = 0.91 * cm kedalaman drainase (t CO2/ha/yr)Sa = Sequestrasi oleh tanaman = rata-rata kandungan karbon (t/ha) * 0.5 * 3.67E = Emisi bersih dari setiap penggunaan lahan.

Pada Tabel 3 tersebut tampak bahwa emisi CO2 bersih tahunan untukmasing-masing penggunaan lahan relatif tinggi yaitu berkisar antara 36,6-55,3 tonCO2/tahun. Tingginya tingkat emisi CO2 tersebut terutama disebabkan olehpermukaan air tanah yang relatif dalam, sehingga memicu percepatan prosesdekomposisi gambut (Ebo). Untuk mengurangi emisi CO2 tersebut dapat dilakukandengan menaikkan tinggi permukaan air tanah sampai batas yang ideal, misalnyauntuk nenas dan karet air tanah dapat dinaikan hingga sekitar 20 Cm dan untukkelapa sawit bisa dinaikkan hingga 50 Cm. Selanjutnya emisi CO2 atas permukaantanah dari tanaman (Ea) dan emisi karena kebakaran lahan gambut (Ebd) dapat

Page 15: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan GambutKabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

135

dikurangi dengan meminimumkan pemanfaatan lahan hutan dan meniadakanpembakaran di lahan gambut. Melalui berbagai upaya tersebut emisi bersih CO2dari masing-masing penggunaan lahan dapat diturunkan menjadi sekitar 22-23 tonCO2/tahun untuk nenas, 15-22 ton CO2/tahun untuk karet, dan 46,2 ton CO2/tahununtuk kelapa sawit.

Dengan nilai tukar rupiah sebesar Rp 9.000/dolar Amerika Serikat, makaopportunity cost konservasi lahaan gambut berkisar antara US$ 0,90-4,21/ton CO2untuk perkebunan kelapa sawit, US$ 0,98 - 5,91/ton CO2 untuk karet, dan US$0,61 – 8,43/ton CO2 untuk nenas (Tabel 4).

Tabel 4. Opportunity Cost Emisi CO2 Perkebunan Kelapa Sawit di Lahan Gambut

No. KeteranganPendapatan Bersih

(NPV df 15%) Emisi CO2(ton/ha/th)

Opportunitycost

($/t CO2)(Rp/ha/th) ($/ha/th)I. Perkebunan Kelapa Sawit

Skenario 1 (harga CPO=Rp 6.000/kg &inti sawit Rp 4.000/kg) 450.124 50,01 55,3 0,90Skenario 2 (harga CPO=Rp 8.000/kg &inti sawit Rp 4.500/kg) 1.273.307 141,48 55,3 2,56Skenario 3 (harga CPO=Rp 10.000/kg &inti sawit Rp 5.000/kg) 2.096.491 232,94 55,3 4,21

II. Perkebunan Karet dari semak belukarSkenario 1 (harga bokar Rp 7.000/kg) 400.080 44,45 37,5 1,19Skenario 2 (harga bokar Rp 11.000/kg) 1.197.468 133,05 37,5 3,55Skenario 3 (harga bokar Rp 16.000/kg) 1.994.850 221,65 37,5 5,91

Perkebunan Karet dari kebun karet tuaSkenario 1 (harga bokar Rp 7.000/kg) 400.080 44,45 45,2 0,98Skenario 2 (harga bokar Rp 11.000/kg) 1.197.468 133,05 45,2 2,94Skenario 3 (harga bokar Rp 16.000/kg) 1.994.850 221,65 45,2 4,90

III. Perkebunan NenasSecara Tradisional

Skenario 1 (harga buah Rp 400/kg) 202.401 22,49 36,6 0,61Skenario 2 (harga buah Rp 500/kg) 762.043 84,67 36,6 2,31Skenario 3 (harga buah Rp 600/kg) 1.321.686 146,85 36,6 4,01

Secara IntensifSkenario 1 (harga buah Rp 400/kg) 1.022.947 113,66 43,2 2,63Skenario 2 (harga buah Rp 500/kg) 2.151.038 239,00 43,2 5,53Skenario 3 (harga buah Rp 600/kg) 3.279.130 364,35 43,2 8,43

Pada Tabel 4 tersebut tampak bahwa nilai opportunity cost konservasilahan gambut bervariasi dari US $ 0,61/ton CO2 sampai US $ 8,43/ton CO2.Keragaman tersebut dipengaruhi oleh jenis tanaman, produktivitas, tingkat hargadan besarnya CO2 yang diemisikan. Pada tingkat harga rendah, nilai emisi CO2dari lahan yang digunakan untuk berbagai jenis tanaman bervariasi antara US $0,61-2,63/ton CO2. Nilai tersebut dibawah harga CO2 = US $ 5 /ton yangditawarkan melalui program CDM. Namun pada harga optimis, nilai CO2 yangdiemisikan dapat melebihi harga CO2 yang ditawarkan.

Untuk menunjang keberlanjutan usaha tani di lahan gambut perlu upayauntuk menurunkan tingkat emisi CO2, peningkatan produktivitas, dan peningkatanharga jual. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan pembinaan/

Page 16: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las

136

penyuluhan, inovasi teknologi maju yang ramah lingkungan dan penyediaan danakredit berbunga rendah merupakan langkah operasional untuk meningkatkanpendapatan petani sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca CO2 dari pertanianlahan gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Penurunan emisi CO2 melalui peningkatan permukaan air tanah akandapat menurunkan emisi CO2 dan meningkatkan nilai opportunity cost konservasilahan gambut menjadi US$ 1,14-5,31/ton CO2 untuk kelapa sawit, US$ 1,97-15,03/ton CO2 untuk karet dan US$ 0,98-16,36/ton CO2 untuk nenas. Nilaiopportunity cost konservasi akan terus meningkat jika upaya peningkatanproduktivitas dan peningkatan harga jual dapat diwujudkan. Kondisi inimenyebabkan tawaran program konservasi melalui program REDD menjadi kurangmenarik, lebih-lebih jika dampak positif lainnya seperti pengembangan wilayah danpertumbuhan pusat kegiatan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, peningkatanPDRB dan sumber devisa negara diperhitungkan.

Perlu kajian yang cermat dan menyeluruh untuk menerima tawarankonservasi lahan gambut melalui program REDD, karena selain opportunity costkonservasi lahan gambut cukup tinggi, biaya transaksi program REDD juga cukuptinggi. Biaya transaksi program REDD antara lain meliputi biaya konsultan, biayabroker (penghubung), biaya operasional pengelolaan, dan pengamanan hutanyang dikonservasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakanbeberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:

Lahan gambut mempunyai daya dukung yang cukup memadai bagipengembangan usaha berbagai jenis tanaman pertanian dan mampu memberikandukungan bagi kehidupan petani beserta keluarganya. Pada tahun 2008,pendapatan bersih petani lahan gambut rata-rata sebesar Rp 15,97 juta/KK/tahundimana usaha tani lahan gambut memberikan kontribusi 82,88 persen dari totalpendapatan.

Pengembangan usaha tani sayuran, perkebunan karet, dan nenas di lahangambut mampu menghasilkan pendapatan bersih masing-masing sebesar Rp20,02 juta/ha/tahun Rp 7,21 juta/ha/tahun, dan Rp 2,57 juta/ha/tahun. Kemampuanlahan gambut untuk menghasilkan pendapatan khususnya untuk usaha sayurandan perkebunan karet cukup tinggi, sehingga opportunity cost konservasi lahangambut relatif tinggi.

Dalam jangka panjang, pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit,karet, dan nenas layak dilaksanakan dan akan memberikan dampak positif bagipengembangan wilayah, penyedia lapangan kerja, peningkatan pendapatanpetani, dan sumber penghasil devisa. Dengan melakukan berbagai upaya untukmengurangi emisi CO2 akan dihasilkan opportunity cost konservasi lahan gambutberkisar antara US$ 1,08-16,36/ton CO2 per tahun.

Page 17: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Analisis Keragaan Usaha Tani dan Opportunity Cost Emisi CO2 Pertanian Lahan GambutKabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

137

Berdasarkan hasil dan kesimpulan tersebut, disarankan agar pembinaanpetani dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan produktivitaslahan dan menurunkan emisi CO2, sehingga pertanian lahan gambut berkelanjutandan ramah lingkungan.

Perlu penelitian yang konprehensif terhadap tawaran konservasi lahangambut melalui program REDD karena opportunity costnya cukup tinggi dan biayatransaksi program REDD cukup tinggi. Nilai CO2 yang diemisikan oleh lahan usahadari beberapa komoditas pertanian dapat dijadikan sebagai patokan terendah bagipembayaran konpensasi kepada pemilik lahan gambut yang akan dikonservasi.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., E. Runtunuwu, T. June, E. Susanti, H. Komara, H. Syahbuddin, I. Las, and M. vanNoordwijk. 2009a. Carbon Dioxide Emission in Land Use Transitions to Plantation.Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol 28(4):118-126.

Agus, F., Wahyunto, Herman, P. Setyanto, A. Dariah, E. Runtunuwu, IGM Subiksa, E.Susanti, E. Surmaini, dan W. Supriatna, 2009b. Identifikasi Iptek terhadap DampakPerubahan Iklim di Sektor Pertanian (Mitigasi Perubahan Iklim pada BerbagaiSistem Pertanian di Lahan Gambut di Kabupaten Kubu Raya dan Pontianak,Kalimantan Barat. Laporan Hasil Penelitian Balittra. BBSDL, Bogor.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pontianak, 2008. Kabupaten Pontianak dalam Angka2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pontianak, Mempawah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2008a. Kalimantan Barat dalam Angka2008. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak.

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2008b. Tingkat Kemiskinan ProvinsiKalimantan Barat Tahun 2008. Berita Resmi Statistik, No. 27/07/61/Th. XI, 1 Juli2008.

Barchia, M. F. 2006. Gambut, Agroekosistem, dan Transformasi Karbon. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kubu Raya, 2009. Luas Tanaman, Produksidan Jumlah Petani Perkebunan Kabupaten Kubu Raya. Dinas Perkebunan danKehutanan Kabupaten Kubu Raya.

Gray, C., P. Simanjuntak, L.K., Sabur dan P.F.L. Maspaitella, 1987. Pengantar EvaluasiProyek. Gramedia, Jakarta. 272p.

Hooijer, A., M. Silvius, H. Worsten, and S. Page. 2006. Peat CO2, Assessment of CO2Emission from drained peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics report Q3943 (2006).

Noor, M., Agus Supriyo, S. Umar dan I. Ar-Riza. 1991. Budidaya Padi Di Lahan Gambutdalam Prosising Seminar Penelitian Sistem Usaha tani Lahan Gambut KalimantanSelatan. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Banjarbaru.

Noor, M. dan M. Sarwani. 2004. Pertanian di Lahan Gambut: Masa Lalu, Kini dan Besok.Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International.www.peat-portal.net/view_file.cfm?fileid=296 diakses 13 Juli 2009.

Page 18: ANALISIS KERAGAAN USAHA TANI DAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05A_MP_Herman.pdf · Kemampuan lahan gambut untuk menghasilkan ... Kelapa sawit sudah lama menjadi

Herman, Fahmuddin Agus, IGM Subiksa, Eleonora Runtunuwu, dan Irsal Las

138

Noorginayuwati, A. Rafieq, Y. Rina, M. Noor dan Achmadi, 2006. Penggalian Kearifan LokalPetani untuk Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan. Laporan HasilPenelitian Balittra. BBSDL. Bogor.

Rina, Y., Noorginayuwati, dan M. Noor. (2007) Persepsi Petani Tentang Lahan Gambut danPengelolaannya. Badan Litbang Pertanian, Jakartahttp://balittra.litbang.deptan.go.id/ lokal/Kearipan-8%20Yanti.pdf diakses 13 Juli2009.

Wiratmoko, D., Winarna, S. Rahutomo, dan H. Santoso, 2008. Karakteristik GambutTopogen dan Ombrogen di Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Ultra untukBudidaya Tanaman Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 16 (3):119-126.