ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB...

65
ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN KESAKSIAN PADA PERKARA PIDANA (Skripsi) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2020 Oleh THESYA CITRA MARISA

Transcript of ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB...

Page 1: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN KESAKSIAN

PADA PERKARA PIDANA

(Skripsi)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2020

Oleh

THESYA CITRA MARISA

Page 2: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

ABSTRAK

ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN KESAKSIAN

PADA PERKARA PIDANA

Oleh

Thesya Citra Marisa

Saksi menjadi unsur penting dalam persidangan untuk membuat terang suatu

perkara, saksi diwajibkan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Agar

keterangan saksi dianggap sah bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam

KUHAP. Salah satu syarat dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP menentukan bahwa

saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji. Permasalahan dalam penelitian ini

adalah bagaimanakah kekuatan sumpah dalam pemberian kesaksian pada perkara

pidana dan bagaimanakah konsekuensi hukum terhadap sumpah palsu yang telah

diucapkan saksi dalam perkara pidana.

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis

empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder,

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi pustaka. Sedangkan

pengolahan data dilakukan melalui tahap identifikasi, klasifikasi, dan penyusunan

data. Analisis data digunakan analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa kekuatan

sumpah dalam pemberian kesaksian perkara pidana memiliki kekuatan yang

sepenuhnya karena sumpah merupakan syarat keabsahan alat bukti keterangan

saksi untuk mengukuhkan kebenaran keterangan yang diberikan. Sedangkan

konsekuensi hukum terhadap sumpah palsu yang diucapkan saksi sebagaimana

diatur dalam Pasal 242 KUHP adalah bila saksi mengucapkan sumpah palsu yang

berakibat kesaksian / keterangan palsu ancaman hukumannya dari 7 (tujuh)

sampai 9 (sembilan) tahun penjara. Hakim memiliki kewewenang untuk

memerintahkan jaksa agar saksi ditahan dengan sangkaan telah melakukan tindak

pidana sumpah palsu.

Page 3: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

Thesya Citra Marisa

Saran adalah Hakim tidak meragukan kekuatan sumpah akan saksi yang telah

memberikan kesaksiannya di dalam persidangan dan hakim secara tegas

memerintahkan Jaksa penuntut umum untuk menahan saksi yang menyatakan

sumpah palsu, serta dengan menambahkan unsur tentang tempat dimana pelaku

memberikan keterangan palsu dan mewajibkan hakim membacakan pasal yang

dijadikan dasar ketika seseorang hendak memberikan keterangan palsu agar saksi

dapat mengerti ancaman pidana ( Pasal 242 KUHP ) jika menyatakan keterangan

palsu diatas sumpah.

Kata Kunci: Kekuatan Sumpah, Saksi, Perkara Pidana.

Page 4: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN KESAKSIAN

PADA PERKARA PIDANA

Oleh

THESYA CITRA MARISA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2020

Page 5: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,
Page 6: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,
Page 7: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,
Page 8: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Thesya Citra Marisa.

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada

tanggal 17 Juli 1998. Penulis adalah anak pertama

dari dua bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak

Warsa Muda,S.H. dan Ibu Maryani,S.Pd. Pendidikan

formal yang penulis tempuh dan selesaikan adalah di

Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bathanul Athfal lulus

pada tahun 2004, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Langkapura lulus pada tahun

2010, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Bandar Lampung lulus pada

tahun 2013, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 Bandar Lampung lulus

pada tahun 2016. Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung pada tahun 2016. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif

di organisasi internal kampus. Di internal kampus, penulis aktif di Himpunan

Mahasiswa Hukum Pidana. Penulis juga telah mengikuti program pengabdian

langsung kepada masyarakat yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung

Raya, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat, selama 40 hari sejak bulan

Januari sampai dengan bulan Februari 2019.

Page 9: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

MOTTO

“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada

berputus dari rahmat Allah melainkan orang orang yang kufur”.

(Q.S. Yusuf : 87)

“Ilmu itu lebih baik dari pada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga

harta. Ilmu itu penghukum dan harta terhukum. Harta itu kurang apabila

dibelanjakan, tapi ilmu bertambah bila dibelanjakan.”

(Ali bin Abi Thalib)

“ Tetap semangat apapun yang terjadi dan jangan lupa tersenyum ! “

(Thesya Citra Marisa)

Page 10: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

PERSEMBAHAN

Dengan segala ketulusan hati kupersembahkan karya Skripsi ini kepada:

Ibu dan Bapak

Ibunda Maryani,S.Pd dan Ayahanda Warsa Muda,S.H. yang selalu memberikan

cinta, kasih sayang, do’a, dukungan moral, spiritual yang tak pernah berhenti

dan takkan mampu terbalas yang akan terus hadir melengkapi perjalanan hidup

ini.

Saudari yang ku banggakan

Rizka Ramdhanisa

Atas segala canda dan tawa

serta memberikan doa untuk keberhasilanku.

Sahabat-sahabatku, terima kasih atas kasih sayang tulus yang diberikan, semoga

Allah membalas segala budi yang kalian berikan di dunia maupun di akhirat.

Almamater tercinta Universitas Lampung

Sebagai langkah awal untukku belajar dan berkarya agar lebih baik dan

membanggakan

Page 11: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

SAN WACANA

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, Rasa syukur penulis ucapkan kepada Allah Tuhan

Seluruh Alam karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kekuatan Sumpah dalam Pemberian

Kesaksian Pada Perkara Pidana.” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan skripsi dengan

terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima

kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

2. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung;

3. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

Page 12: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

4. Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I, yang telah

membimbing, memberikan arahan, dan masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini;

5. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

kritik, saran dan masukan dalam proses perbaikan skripsi ini;

6. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah

memberikan kritik, saran dan masukan dalam proses perbaikan skripsi ini;

7. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas II yang telah

memberikan kritik, saran dan masukan dalam proses perbaikan skripsi ini;

8. Seluruh dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

berdedikasi dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama

menempuh studi;

9. Para staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, terutama Ibu

Aswati, Mas Ijal, dan Mba Tika terima kasih banyak atas bantuannya;

10. Bapak Salahuddin, S.H., M.H.., Ibu Raden Ayu Rizkiyati, S.H., M.H. dan Bapak

Gunawan Jatmiko, S.H., M.H.., selaku narasumber yang telah memberikan

pendapatnya dalam penulisan skripsi ini;

11. Teristimewa kepada kedua orang tuaku Ibunda Maryani,S.Pd dan Ayahanda

Warsa Muda,S.H. yang telah mencintai, membesarkan, mendidik, dan

memberikan segala dukungan kepadaku semoga Allah selalu memberikan

kebaikan dan kebahagiaan untuk ibu dan ayah di dunia maupun di akhirat kelak;

Page 13: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

12. Kepada saudariku, Rizka Ramdhanisa terima kasih atas segala canda tawa, kasih

sayang dan juga untuk selalu siaga jika aku membutuhkan pertolongan serta

kepada seluruh keluarga yang telah mendo’akanku.

13. Sahabat terbaikku, Nindya Trisna Putri, Amelia Dyah, dan Yoja Putri Nur’alfiah,

yang telah menghabiskan waktu bersamaku dalam setiap petualangan,

perdebatan, pertikaian, kebahagian, kesedihan dan segala hal yang terjadi selama

ini, walaupun masih banyak impian yang belum tercapai aku yakin kita bisa

menggapainya bersama;

14. Sahabat seperjuanganku di perkuliahan, Maulani Adinnawati, Azzahra Pahrinda

Noor, M.Reza Fachrian dan Andi Muhammad Iqbal, yang sudah menemaniku

semenjak awal perkuliahan sampai akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan, terima

kasih atas kekompakan, canda tawa dan keseruan selama ini. Semoga kita semua

meraih kesuksesan dan masih bisa meluangkan waktu untuk berkumpul bersama;

15. Kepada rekan Annisa Caesaria, Shalza Nanda Rizki, Elvira Maulika, Malisa

Shintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

Sandra Dewi, Sekar Ayu, Dilla Fadilah dan semua yang belum tersebut, terima

kasih telah memberikan banyak pengalaman dan pertemanan;

16. Kepada teman-teman seperjuangan KKN Desa Tanjung Raya Kabupaten

Lampung Barat; Hendry Timotiyas Paradongan, Kak Adit, Kak Firdi, Kak

Gagas, Kak Syarif, Kak yudha, Sindi, Ulan, Kak Dewi, Ade, Monic, Tika, dan

Nurida terima kasih atas pengalaman pengabdian yang luar biasa selama 40 hari

dalam kesedihan maupun kebahagiaan, aku meminta maaf jika ada salah dan

Page 14: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

kekurangan ketika bersama kalian, dan aku berharap kebahagiaan dan

kesuksesan adalah masa depan kita semua;

17. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Bagian Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa untuk

penulis;

18. Terima kasih untuk seluruh pihak yang telah berperan di dalam kehidupan

penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang telah

diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah

wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.

Bandar Lampung, 28 Januari 2020

Penulis

Thesya Citra Marisa

Page 15: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup .................................................................... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ....................................................................... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual .................................................................. 11

E. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sumpah dan Saksi ....................................................................... 17

B. Alat Bukti dalam Proses Peradilan Pidana ..................................................... 21

C. Sumpah dalam Proses Peradilan Pidana ......................................................... 23

D. Penegakan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana ....................................... 25

E. Pembuktian dalam Sistem Peradilan Pidana .................................................. 28

F. Teori Kekuatan Sumpah ................................................................................. 33

G. Teori Konsekuensi Sumpah Palsu ................................................................... 35

III. METODE PENELITIAN\

A. Pendekatan Masalah ........................................................................................ 40

B. Sumber dan Jenis Data .................................................................................... 40

C . Penentuan Narasumber ................................................................................... 41

Page 16: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................................. 42

E. Analisis Data ................................................................................................... 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kekuatan Sumpah dalam Pemberian Kesaksian pada Perkara Pidana ........... 44

B. Konsekuensi Hukum terhadap Sumpah Palsu yang telah di ucapkan

Saksi dalam Perkara Pidana ............................................................................ 61

V. PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................................................... 73

B. Saran ................................................................................................................ 74

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tindak pidana dalam sistem peradilan di Indonesia adalah sengketa atau

perselisihan antara individu dengan masyarakat (publik) yang diwakili jaksa

(pemerintah). Sengketa atau perselisihan itu bisa terjadi di karenakan adanya

interaksi ataupun hubungan sosial yang sering dilakukan oleh manusia, dalam

menyelesaikan permasalahan tersebut adanya upaya hukum untuk mencari cara

dan siapa-siapa yang dapat menyelesaikannya tanpa mengorbankan salah satu dari

mereka yang berselisih. Yang dapat mengantisipasi hal tersebut sekaligus

mencegah terjadinya perbuatan yang sewenang-wenang di tengah kehidupan

bermasyarakat, maka di bentuk sesuatu lembaga peradilan yang merupakan wadah

untuk penyelesaian perselisihan atau persengketaan.

Hukum yang berlaku sebagai dasar – dasar dan aturan aturan yang menentukan

cara dan prosedur penjatuhan pidana adalah hukum acara pidana. Menurut

Moeljatno,1 hukum acara pidana adalah bagaimana cara mempertahankan

prosedurnya untuk menuntut ke muka pengadilan orang-orang yang disangkakan

melakukan perbuatan pidana. Pada proses peradilan yang berhak memberikan

putusan adalah pengadilan, yang mana dalam hal ini adalah Hakim.

1 Moeljatno. 2009. Hukum Pidana Indonesia Yogyakarta: Bina Aksara

Page 18: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

2

Tindakan hakim dalam proses peradilan harus sesuai dengan hukum acara pidana

yang mana hukum acara yang digunakan adalah Undang-Undang No.8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam hal ini tindakan hakim yang

bertindak atas nama pengadilan telah diatur dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal

197 KUHAP sebagai pedoman beracara pada proses peradilan. Hakim dalam

memberikan putusan harus memperhatikan hasil dari pemeriksaan di persidangan

yang mana untuk memperoleh kebenaran yang maksimal. Alat bukti yang

dihadirkan dalam proses persidangan sebagai pembuktian merupakan kunci bagi

hakim untuk memperoleh kejelasan suatu perkara.

Syaiful H. Bakhrie,2 mengemukakan bahwa pembuktian memegang peranan

penting dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana. Untuk mendapatkan

suatu kebenaran atas tindak pidana yang terjadi diperlukan suatu proses kegiatan

yang sistematis dengan menggunakan ukuran dan pemikiran yang layak dan

rasional. Pembuktian dalam hukum acara pidana pada dasarnya dilakukan untuk

memperoleh kebenaran dalam batasan-batasan yuridis dan bukan batasan yang

mutlak, karena kebenaran yang mutlak sukar diperoleh. Pembuktian dalam

hukum acara pidana dapat diartikan sebagai suatu upaya mendapatkan keterangan-

keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu

keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat

mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.

Pada dasarnya pembuktian ini sebenarnya sudah dimulai pada tahap penyelidikan

perkara pidana. Pasal 1 angka (5) KUHAP menentukan, penyelidikan adalah

2 Syaiful H. Bakhrie,. 2009. Hukum Pembuktian Dalam Praktek Peradilan Pidana. Yogyakarta:

Total Media.

Page 19: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

3

serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan

penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.3 Dalam tahap

penyelidikan, tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya

dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang, maka di

sini sudah ada tahapan pembuktian.

Penyidik yang melakukan penyidikan kurang memahami atau tidak

memperhatikan ketentuan-ketentuan yang dilakukan akan mengalami kegagalan

dalam upaya untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya kegagalan dalam

pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, maka sebelum penyidik menggunakan

kewenangannya untuk melakukan penyidikan seharusnya sejak awal sudah harus

memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan pengertian dan fungsi dari setiap

sarana pembuktian, seperti yang diatur dalam pasal 116 sampai dengan pasal 121

KUHAP tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan saksi dan

tersangka dalam penyidikan.

KUHAP mengatur tata cara pemeriksaan saksi dan tersangka dipenyidikan guna

pemeriksaan saksi di kepolisan berjalan dengan baik sehingga tidak merugikan

hak-hak terdakwa dan saksi. Sehingga berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian

memuat keterangan saksi dan terdakwa sesuai dengan yang saksi dan tedakwa

nyatakan berdasarkan kemauan mereka, tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak

manapun. Keterangan saksi di penyidikan sangat penting untuk proses

3 3 Leden Marpaung, 2009. Proses Penanganan Perkara (Penyidikan dan Penyelidikan). Edisi

Kedua. Sinar Grafika. Jakarta.

Page 20: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

4

pembuktian dalam persidangan, karena dari BAP kepolisian (berkas perkara) dan

kemudian oleh penuntut umum dimuat dalam dakwaannya, menjadi pedoman

dalam pemeriksaan 2 sidang.

Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang memanggil orang untuk

didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. Di tingkat penyidikan,

pemeriksaan saksi harus dibuatkan berita acaranya. Dasar hukum pemeriksaaan

saksi di tingkat penyidikan adalah Pasal 112 KUHAP yang berbunyi:

(1) Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan

pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan

saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan

yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara

diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi

panggilan tersebut;

(2) Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak

datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada

petugas untuk membawa kepadanya.

Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan

wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan,

penyidik itu datang ke tempat kediamannya. Saksi diperiksa dengan tidak

disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan

dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan. Saksi diperiksa secara tersendiri,

tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka wajib

memberikan keterangan yang sebenarnya. Dalam pemeriksaan tersangka ditanya

Page 21: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

5

apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya

dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara.4

Begitu pula halnya dengan penyidikan, Pasal 1 angka (2) KUHAP menentukan,

penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan

guna menemukan tersangkanya. Bertolak dari ketentuan Pasal 1 angka (2) dan

angka (5) KUHAP, maka untuk dapat dilakukan tindakan penyidikan, penuntutan

dan pemeriksaan di sidang pengadilan maka bermula dari dilakukannya

penyelidikan dan penyidikan sehingga tahap awal diperlukan adanya pembuktian

dan alat-alat bukti dimulai sejak penyelidikan dan penyidikan.

Proses pembuktian pada hakikatnya lebih dominan dalam pemeriksaan di sidang

pengadilan guna menemukan kebenaran materiil akan peristiwa yang terjadi dan

memberi keyakinan kepada hukum tentang keyakinan yang sebenarnya terjadi

sehingga hakim dapat memberikan putusan seadil mungkin. Membuktikan berarti

memberi kepastian kepada hakim tentang adanya suatu peristiwa dan perbuatan

yang dilakukan oleh seseorang.5 Dengan demikian tujuan pembuktian adalah

untuk dijadikan dasar dalam menjatuhkan putusan hakim kepada terdakwa tentang

bersalah atau tidaknya sebagaimana yang telah didakwakan oleh penuntut umum.

Namun tidak semua hal harus dibuktikan sebab menurut Pasal 184 ayat (2)

KUHAP, bahwa hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

4 Burhan Ashshofa, 2010. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 5 Amin SM. 2011. Hukum Acara Pengadilan Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita

Page 22: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

6

Saksi dibutuhkan dalam membuat terang suatu perkara. Dalam memberi

keterangan, saksi harus memberi keterangan yang sebenar-benarnya. Agar

keterangan saksi dianggap sah harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan

dalam KUHAP. Salah satu syarat dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP menentukan

bahwa saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji. Keterangan saksi yang tidak

disumpah, tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 185 ayat (7) KUHAP.6 Suatu keterangan yang diberikan di atas sumpah

dimana isinya bertentangan dengan kebenaran baik dalam arti positif yaitu

memberi keterangan tidak benar (merekayasa) maupun dalam arti negatif yaitu

menyembunyikan kebenaran, disebut juga sumpah palsu.7

Sebagai contoh yaitu hakim mengindikasi adanya sumpah palsu dari seorang saksi

dalam kesaksian nya terhadap kasus narkotika jaringan Lapas Kalianda dalam

kesaksian Marzulyi, hakim menilai saksi tersebut banyak berbohong dalam

memberikan keterangan, bahkan beberapa kali Hakim Anggota Pastra Joseph

Ziraluo menyuruh Jaksa Penuntut Umum untuk memberikan sanksi terhadap saksi

Marzulyi dengan keterangan sumpah palsu.8

Dari kasus ini saksi yang telah melakukan sumpah di dalam peradilan tidak

membuat keterangannya menjadi suatu pedoman hakim untuk memutuskan

jatuhan hukuman. Menurut Adami Chazawi,9 bahwa kepercayaan akan kebenaran

isi keterangan yang diletakkan di atas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah,

didasarkan pada 2 (dua) alasan yang bersifat psikologis, yaitu: Pertama, sebagai

6 Zainuddin Ali. 2009. Metode Penenlitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika , Hlm 22 7 Ibid. 8https://www.saibumi.com/artikel-90264-majelis-hakim-indikasi-adanya-sumpah-palsu-dari-saksi-

marzuli.html 9 Adami Chazawi , 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana. Bandung: PT.Alumni.

Page 23: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

7

bangsa yang religius, adanya kepercayaan terhadap sanksi dosa dan kutukan dari

Tuhan kepada orang yang dengan sengaja melanggar sumpah. Kedua, adanya

sanksi hukum pidana yang menentukan sanksi pidana maksimum 7 (tujuh) sampai

9 (sembilan) tahun penjara bagi orang yang memberi keterangan palsu di atas

sumpah sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP).

Begitu sakralnya perkara sumpah ini, sehingga seseorang tidak boleh main –

main dalam bersumpah, apalagi berdusta atau sumpah palsu. Namun, hari-hari

ini kita dibuat bingung. Bingung karena orang-orang yang berperkara di

pengadilan atau sebagai penegak hukum ramai-ramai bersumpah dengan nama

Tuhan untuk menyembunyikan kesalahan mereka. Selain itu juga, nilai

kepercayaan yang diyakini masyarakat akan sakralnya sebuah sumpah telah

dijadikan hukum positif dengan sanksi pidana maksimum 7 (tujuh) sampai 9

(sembilan) tahun penjara.

Tugas pengadilan yang sangat berat, adalah menjaga kepentingan kedua belah

pihak/para justiciable, agar kedua belah pihak itu tidak ada yang dirugikan.

Tugas ini harus benar-benar dijalankan dengan benar, tidak begitu saja

memberikan kepada salah satu pihak untuk membuktikan. Karena perbuatan

ceroboh ini akan dapat merugikan atau menguntungkan salah satu pihak. Karena

beban pembuktian itu tidak boleh berat sebelah sebab tidak setiap orang dapat

membuktikan sesuatu yang benar dan dimungkinkan pula seseorang dapat

membuktikan apa yang tidak benar.

Page 24: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

8

Fenomena yang sering terjadi dalam peradilan adalah saksi cenderung memberi

keterangan yang tidak benar. Saksi berbohong di pengadilan sudah menjadi hal

biasa. Hal tersebut pernah terjadi dalam beberapa kasus yang mana saksi

memberikan kesaksian dipersidangan dengan disumpah di depan Majelis Hakim

Pengadilan terlebih dahulu. Pada saat tersebut saksi secara tidak langsung telah

berada di bawah ancaman Pasal 242 KUHP, jika terbukti menyatakan sumpah

palsu karena melanggar sumpah yang sudah diucapkan sebelum bersaksi.

Sehingga hal tersebut menjelaskan bahwa saksi yang tidak jujur di persidangan

bisa dituntut dan dilaporkan.

Dalam statusnya sebagai pemberi keterangan dalam persidangan, saksi bisa

diancam hukuman berat karena dinilai sebagai orang yang memberikan kebenaran

terhadap apa yang telah disampaikannya. Meskipun dalam memberi keterangan

di pengadilan, saksi telah diangkat sumpah, namun masih sering terjadi akan

keterangan palsu. Pengambilan sumpah yang dilakukan terhadap saksi seakan-

akan hanya sebagai seremonial di pengadilan. Maka dari itu, peran hakim pada

tahap penyelesaian perkara dalam proses peradilan pidana sangat krusial, terutama

dalam mengambil keterangan saksi sebagai penguat keyakinannya untuk

memberikan putusan suatu perkara. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan

pengkajian lebih mendalam dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis

Kekuatan Sumpah Dalam Pemberian Kesaksian Pada Perkara Pidana”.

Page 25: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

9

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang penulis uraikan, maka

rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah kekuatan sumpah dalam pemberian kesaksian pada perkara

pidana?

b. Bagaimanakah konsekuensi hukum terhadap sumpah palsu yang telah di

ucapkan saksi dalam perkara pidana?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian ini adalah kajian hukum pidana, khususnya yang berkaitan

dengan kekuatan sumpah terhadap saksi dalam memberikan kesaksian pada

perkara peradilan pidana. Ruang lingkup lokasi peneilitian adalah pada wilayah

hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan ruang lingkup waktu penelitian

pada tahun 2019.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan penulis dalam penelitian ini :

a. Untuk mengetahui kekuatan seorang saksi yang bersumpah dalam pemberian

kesaksian pada perkara pidana.

Page 26: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

10

b. Untuk mengetahui konsekuensi hukum terhadap sumpah palsu yang telah di

ucapkan saksi dalam perkara pidana.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitan ini terdiri dari kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara

praktis sebagai berikut:

1) Kegunaan Teoritis:

a. Sebagai media pembelajaran metode penelitian hukum sehingga dapat

menunjang kemampuan individu mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

b. Menambah pengetahuan bagi masyarakat umumnya dan bagi peneliti

khususnya terhadap kekuatan sumpah dalam peradilan perkara pidana.

c. Dapat memberikan sumber pengetahuan guna mengetahui kekuatan sumpah

dalam memberikan kesaksian dalam peradilan perkara pidana.

d. Serta memberi acuan bagi peneliti sejenis pada tahap selanjutnya.

2) Kegunaan Praktis

a. Bagi mahasiswa yaitu dapat memberikan suatu gambaran mengenai suatu

permasalahan yang timbul dalam masyarakat tentang kekuatan sumpah dalam

memberikan kesaksian pada peradilan perkara pidana sehingga dapat

memotifasi mahasiswa untuk lebih mendalami ilmu hukum yang tidak terbatas

hanya pada hukum formil dan materil saja tetapi dari permasalahan hukum

yang kompleks mungkin yang dapat timbul dalam penerapan hukum itu

sendiri.

Page 27: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

11

b. Bagi pihak-pihak lain yaitu penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa

permasalahan hukum dapat timbul dari hal sekecil apapun. sehingga dapat

diketahui bagaimana sebenarnya kekuatan sumpah dalam memberikan

kesaksian pada peradilan perkara pidana.

c. Bagi akademis yaitu menjadi sumbangan untuk alamamater penulis.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar

yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian, khusunya penelitian hukum.

Berdasarkan pernyataan di atas maka kerangka teoritis yang digunakan dalam

penelitian. Pada umumnya istilah tersebut dianggap sebagai terjemahan yang

tepat dari dua istilah yaitu rechtsstaat dan the rule of law.

Berdasarkan definsi tersebut maka kerangka teroritis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

a. Teori kekuatan sumpah

Keterangan di bawah sumpah dapat diberikan dengan lisan atau tulisan. Ke

terangan dengan lisan berarti bahwa seseorang mengucapkan keterangan dimuka

seorang pejabat dengan disertai sumpah, memohon kesaksian Tuhan bahwa ia

memberikan keterangan yang benar, misalnya seorang saksi di dalam sidang

pengadilan. Cara sumpah adalah menurut peraturan agama masing-masing.

Sedangkan keterangan dengan tulisan berarti bahwa seorang pejabat menulis

keterangan dengan mengatakan bahwa keterangan itu diliputi oleh sumpah jabatan

yang dulu diucapkan pada waktu mulai memangku jabatannya seperti seorang

Page 28: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

12

pegawai polisi membuat proses-verbal dari suatu pemeriksaan dalam menyidik

perkara pidana.

Selain itu, keterangan di bawah sumpah dapat diberikan sendiri atau oleh

wakilnya. Apabila diberikan oleh seorang wakil maka wakil itu harus diberi kuasa

khusus, artinya dalam surat kuasa harus disebutkan dengan jelas isi keterangan

yang akan diucapkan oleh wakil itu. Pergantian ini diperbolehkan dalam hal

seorang berkeberatan diambil sumpah.

Pemberi keterangan palsu supaya dapat dihukum maka harus mengetahui, bahwa

ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan

bahwa ia memberikan keterangan palsu ini di bawah sumpah. Jika pembuat

menyangka bahwa keterangan itu sesuai dengan kebenaran akan tetapi akhirnya

keterangan ini tidak benar, atau jika ternyata pembuat keterangan sebenarnya

tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat di hukum.

Mendiamkan (menyembunyikan) kebenaran itu belum berarti suatu keterangan

palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari keadaan yang

sebenarnya dengan dikehendaki (dengan sengaja).

Oleh karena itu, keterangan itu harus diberikan dengan atas sumpah dan

diwajibkan oleh undang-undang atau mempunyai akibat hukum. Sumpah yang

diberikan oleh UU atau oleh UU diadakan akibat hukum, contohnya adalah dalam

hal seorang diperiksa dimuka pengadilan sebagai saksi, maka saksi tersebut

sebelum memberikan keterangan harus diambil sumpah akan memberikan

keterangan yang benar. Penyumpahan ini adalah syarat untuk dapat

mempergunakan keterangan saksi itu sebagai alat bukti. Jadi, seorang yang

Page 29: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

13

memberikan keterangan palsu di bawah sumpah dapat dihukum. Apabila seorang

saksi dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan tidak memberitahukan hal

yang ia ketahui, maka Simons-Pompe maupun Noyon-Langemeyer berpendapat

bahwa hal ini tidak merupakan sumpah palsu, kecuali:

1. Menurut Simon-Pompe, apabila dengan memberikan sesuatu, maka hal yang

lebih dahulu telah diberitahukan menjadi tidak benar.

2. Menurut Noyon-Langemeyer, apabila seorang saksi itu mengatakan: saya tidak

tahu apa-apa lagi tentang ini.10

b. Teori Akibat Hukum

Akibat hukum adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh hukum, terhadap suatu

perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum. Akibat hukum merupakan suatu

akibat dari tindakan yang dilakukan, untuk memperoleh suatu akibat yang

diharapkan oleh pelaku hukum. Akibat yang dimaksud adalah akibat yang diatur

oleh hukum, sedangkan tindakan yang dilakukan merupakan tindakan hukum

yaitu tindakan yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Akibat hukum

merupakan suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh karena suatu sebab, yaitu

perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum, baik perbuatan yang sesuai dengan

hukum, maupun perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum.

Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subyek-

subyek hukum yang bersangkutan. Ada subyek hukum yang mempunyai hak

untuk mendapatkan barang dan mempunyai kewajiban untuk membayar

barang tersebut. Dan begitu sebaliknya subyek hukum yang lain mempunyai

hak untuk mendapatkan uang tetapi di samping itu dia mempunyai kewajiban

10Andi Zainal abidin. 2012 Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama. Alumni, Bandung

Page 30: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

14

untuk menyerahkan barang. Jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan subyek

hukum terhadap obyek hukum menimbulkan akibat hukum.

Berdasarkan uraian tersebut, untuk dapat mengetahui telah muncul atau tidaknya

suatu akibat hukum, maka yang perlu diperhatikan adalah hal-hal sebagai berikut :

1. Adanya perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum

atau terdapat akibat tertentu dari suatu perbuatan, yang mana akibat itu telah

diatur oleh hukum;

2. Adanya perbuatan yang seketika dilakukan bersinggungan dengan

pengembanan hak dan kewajiban yang telah diatur dalam hukum (undang-

undang).11

2. Konseptual

Kerangka Konseptional adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus

pengamatan dalam penelitian. Untuk mencegah salah pengertian atau perbedaan

pemahaman terhadap istilah yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini, maka

diberikan definisi operasionalnya antara lain:

a. Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai,

membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan

kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan

maknanya12

11 Lexy J Moleong . 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda

Karya. 12 Sudarto,2008 Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung

Page 31: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

15

b. Kekuatan sumpah adalah suatu yang mengikat antara kedua belah pihak yang

melakukan sumpah. Dalam hukum Islam, sumpah berkedudukan tidak pasti

hukumnya, artinya hukum sumpah disesuaikan dengan kebutuhan, adakalanya

wajib, adakala sunnat, dan adakalanya mubah, bahkan haram. 13

c. Kesaksian adalah kewajiban hukum, Setiap warga negara memiliki hak dan

kewajiban. Ada baiknya memang kita sebagai warga negara, mengetahui hak

dan kewajiban kita sebagai warga negara. Membela kepentingan umum

adalah salah satu kewajiban yang dalam hal tindak pidana adalah memberikan

keterangan demi jelasnya sebuah peristiwa pidana.14

d. Perkara pidana yaitu timbulnya pidana yang di karenakan adanya pelanggaran

perbuatan pidana yang ditetapkan dalam hukum pidana. Perbuatan pidana ini

bersifat merugikan negara, menganggu kewajiban pemerintah dan

menganggu ketertiban umum. 15

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini memuat uraian keseluruhan yang akan disajikan

dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara

keseluruhan, Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 5 (lima) bab

yang saling berkaitan dan berhubungan.

Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai sebagai berikut :

13 Andi Zainal abidin,2012. Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama. Alumni, Bandung 14 Resti Siti Aningsih,2008, Fungsi Dan Kedudukan Saksi dalam Peradilan Pidana, Universitas

Muhamadiyah Surakarta. 15 Sudarto,2008 Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung

Page 32: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

16

I. PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang,

Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka

Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pemahaman kedalam pengertian-penertian umum serta pokok

bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang akan digunakan sebagai

bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataannya yang

berlaku dalam praktek.

III. METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan Masalah ,

Sumber Data, Penetuan Narasumber, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan

Data serta Analisis Data yang didapat.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang disertai dengan uraian

mengenai hasil penelitian yang merupakan paparan uraian atas permasalahan yang

ada.

V. PENUTUP

Bab ini berisi tentang hasil akhir dari pokok permasalahan yang diteliti berupa

kesimpulan dan saran dari hasil penelitian terhadap permasalahan yang telah

dibahas.

Page 33: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sumpah dan Saksi

1. Pengertian sumpah

Menurut bahasa, kata sumpah berasal dari kata bahasa Arab “AlYamin” yang

bermakna Tangan kanan, Kekuatan, dan Sumpah. Dia adalah lafal musytarak

antara ketiga makna tersebut. Namun demikian di pakailah makna “Sumpah” ,

karena pada masa jahiliyah orang-orang bersumpah masing memegang tangan

tangan temannya, atau karena orang yang bersumpah mempunyai tujuan untuk

menguatkan diri dan niatnya sebagaimana tangan kananya karena tangan kanan

lebih kuat daripada tangan kiri.16

Sudikno Mertokusmo17 menguraikan sumpah menurut istilah adalah pada

umumnya suatu peryataan yang khidmat yang diberikan atau yang diucapakan

pada waktu pemberian janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat maka

kuasa dari Tuhan dan percaya siapa yang memberi keterangan atau janji yang

tidak benar akan dihukum olehnya, jadi hakikatnya sumpah merupakan tindakan

yang bersifat religius yang digunakan dalam peradilan. Dan adapun pernyataan

Sudikno Mertokusmo mendefinisikan sumpah adalah suatu keterangan yang

diucapkan dengan khidmat, bahwa jika orang yang mengatakan sumpah itu dan

16 Teguh samudera, 2011 . Hukum Pembuktian Dalam Acara Pidana , Bandung: PT. Alumni. 17 Sudikno Mertokusmo , 2013 , Hukum Acara Pidana dalam Pratik , Jakarta; Penerbit

Djambatan

Page 34: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

18

memberikan keterangan yang tidak benar, ia bersedia dikutuk Tuhan . Jadi

sumpah menurut istilah suatau ucapan atau keterangan dengan menyebut nama

Tuhan sesuai dengan keyakinan yang melakukan dan memberikan sumpah.

2. Pengertian Saksi

Proses penyelesaian perkara pidana terdiri dari penyidikan, penuntutan

pemeriksaan dan pemberian putusan pengadilan serta pelaksanaannya.

Keseluruhan proses tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain nya

setiap aparat penegak hukum mempunyai tugas khusus dalam proses tersebut

menurut yang di atur dalam KUHAP.18

Pasal 1 Ayat 26 KUHAP: “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan

guna kepentingan penyidikan, penututan, dan peradilan tentang suatu perkara

pidana yang ia dengan sendiri, lihat sendiri, dan dialami nya sendiri”.

Pasal 1 Ayat 27 KUHAP : “Keterangan Saksi adalah salah satu alat bukti dalam

perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa

pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan

menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Saksi menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi

dan korban adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan

tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia

alami sendiri.19

18 Irdan Dahlan, 2013. Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana, Bina Aksara, Jakarta. 19 Sabto Budoyo, 2009 , Perlindungan Hukum Bagi Saksi Dalam Proses Pengadilan Pidana,

Universitas Diponogoro, Semarang

Page 35: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

19

Umumnya seseorang dapat menjadi seorang saksi, namun demikian ada

pengecualian khusus yang menjadikan mereka tidak dapat bersaksi, hal ini

sebagaimana tercantum dalam Pasal 168 KUHAP yang berbunyi: “Kecuali

ditentukan lain dalam undang-undang ini maka tidak dapat didengar

keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi”:

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atas atau ke bawah

sampai derajat ketiga dari terdakwa, atau yang bersama-sama sebagai

terdakwa.

b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,

saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mepunyai hubungan

karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai sederajat

ketiga.

c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah berceri atau yang bersama-

sama sebagai terdakwa.

Saksi yang diajukan dalam sidang pengadilan ada empat jenis yaitu:

1. Saksi yang diajukan oleh tersangka atau seorang terdakwa, yang

diharapkan dapat memberikan keterangan yang menguntungkan bagi

dirinya itu di dalam bahasa Perancis juga disebut Saksi a de charge dan

2. Saksi yang diajukan oleh penuntut umum disebut Saksi a charge yaitu

Saksi yang keterangannya memberatkan terdakwa, dan

3. Saksi de Auditu yaitu saksi yang bukan menyaksikan dan mengalami

sendiri tapi hanya mendengar dari orang lain.

Page 36: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

20

4. Saksi Mahkota adalah istilah bagi tersangka/terdakwa yang dijadikan

saksi untuk tersangka/terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu

perbuatan pidana.Secara garis besar terdapat dua sumber (potensi) yang

dapat mengakibatkan tersangka, terdakwa, atau saksi menjadi tidak bebas

atau berkurang kebebasannya dalam memberikan keterangan.

Adapun kewajiban dan hak yang dimiliki saksi sebagai berikut:

a. itu saksi juga mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji

menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan

keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya

(Pasal 160 ayat (3) KUHAP);

2) Saksi wajib untuk tetap hadir di sidang setelah memberikan

keterangannya (Pasal 167 KUHAP);

3) Para saksi dilarang untuk bercakap-cakap (Pasal 167 ayat (3) KUHAP).

b. Sedangkan hak dari saksi antara lain:

1) Dipanggil sebagai saksi oleh penyidik dengan surat panggilan yang sah

serta berhak diberitahukan alasan pemanggilan tersebut (Pasal 112 ayat (1)

KUHAP);

2) Berhak untuk dilakukan pemeriksaan di tempat kediamannya jika memang

saksi dapat memberikan alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat

datang kepada penyidik (Pasal 113 KUHAP);

3) Berhak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan dari siapapun atau

dalam bentuk apapun (Pasal 117 ayat (1) KUHAP);

Page 37: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

21

4) Saksi berhak menolak menandatangani berita acara yang memuat

keterangannya dengan memberikan alasan yang kuat (Pasal 118 KUHAP);

5) Berhak untuk tidak diajukan pertanyaan yang menjerat kepada saksi (Pasal

166 KUHAP);

6) Berhak atas juru bahasa jika saksi tidak paham bahasa Indonesia (Pasal

177 ayat (1) KUHAP);

7) Berhak atas seorang penerjemah jika saksi tersebut bisu dan/atau tuli serta

tidak dapat menulis (Pasal 178 ayat (1) KUHAP).

B. Alat Bukti dalam Proses Peradilan Pidana

Sistem hukum pembuktian di Indonesia mengenal berapa doktrin pengelompokan

alat bukti, yang membagi alat-alat bukti ke dalam kategori oral evidence,

documentary evidence, material evidence dan electronic evidence. Berikut

pembagian pada masing-masing kategori :

a. oral evidence

- perdata (keterangan saksi, pengakuan dan sumpah)

- pidana (keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa)

b. documentary evidence

- perdata (surat dan persangkaan)

- pidana (surat dan petunjuk)

c. material evidence

- perdata (tidak dikenal)

Page 38: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

22

- pidana (barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, barang

yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana dan informasi dalam arti

khusus)

d. electronic evidence

- konsep pengelompokkan alat bukti menjadi alat bukti tertulis dan

elektronik. konsep ini tidak dikenal di Indonesia.

- konsep tersebut terutama berkembang di negara-negara common law.

- pengaturannya tidak melahirkan alat bukti baru, tetapi memperluas alat

bukti yang termasuk ketegori documentary evidence.20

Dalam membantu pembuktian suatu tindak pidana, hakim akan dibantu dengan

alat bukti yang ada. Dimana mengenai alat bukti ini telah ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan. Hakim dengan sungguh-sungguh harus

memeriksa alat-alat bukti yang telah diajukan oleh penuntut umum guna

mendapatkan kebenaran guna mendapatkan kebenaran sesuai dengan

keyakinanya.

Alat-alat bukti yang sah adalah alat-alat bukti yang ada hubunganya dengan suatu

tindak pidana, guna menambah keyakinan bagi hakim atas kebenaran adanya

suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.

Adapun alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah

sebagai berikut:

1) Keterangan saksi

2) Keterangan ahli

3) Surat

4) Petunjuk

20 Adami Chazawi. 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana. Bandung: PT.Alumni

Page 39: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

23

5) Keterangan terdakwa

C. Sumpah dalam Proses Peradilan Pidana

Sumpah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pernyataan yang

diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang

dianggap suci atau pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu untuk

menguatkan kebenaran. Janji adalah ikrar yang teguh untuk melakukan sesuatu.

Sumpah dan janji adalah sama. Beberapa kepercayaan agama tidak menggunakan

istilah sumpah tetapi istilah janji.21

Pemeriksaan saksi dalam perkara pidana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan Pasal 184 KUHAP,

keterangan saksi termasuk alat bukti dalam perkara pidana. Sebelum pemeriksaan

saksi dimulai, hakim akan menanyakan kepada saksi mengenai nama lengkap,

tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,

agama dan pekerjaan (Pasal 160 ayat (2) KUHAP).

Hakim juga akan menanyakan kepada saksi apakah ia kenal terdakwa sebelum

terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan, apakah ia

berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa,

apakah ia suami atau isteri terdakwa, serta apakah ada ikatan hubungan pekerjaan

dengan terdakwa. Setelah pemeriksaan identitas saksi, sebelum memberikan

keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut tata cara

agamanya masing-masing (Pasal 160 ayat 3 KUHAP). Maka pengambilan

21 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka

Page 40: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

24

sumpah dilakukan berdasarkan agama yang dianut oleh saksi dengan dibantu oleh

rohaniawan sebagai juru sumpah. Apabila ada saksi yang disumpah bukan dengan

tata cara agamanya, maka pengambilan sumpah tidak sah karena Pasal 160 ayat

(3) KUHAP telah menyatakan bahwa pengambilan sumpah harus dilakukan

menurut cara agama saksi .

Menjadi saksi dalam perkara pidana merupakan kewajiban hukum bagi setiap

orang, yang dibarengi pula dengan mengucapkan sumpah menurut agama yang

dianutnya bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya tentang apa

yang dilihat, didengar, dan dialaminya sehubungan dengan perkara yang

bersangkutan. Dalam konteks ini, saksi wajib mengucapkan sumpah sebelum

memberi keterangan untuk mengukuhkan kebenaran keterangan yang

diberikannya. Menurutnya, dengan pengucapan sumpah menurut agama yang

dianut saksi, diperkirakan akan memperkecil kemungkinan saksi memberi

keterangan palsu atau bohong.22

Apabila saksi menolak tanpa alasan sah untuk bersumpah sebagaimana dimaksud

Pasal 160 ayat (3) KUHAP, maka pemeriksaan terhadap dirinya tetap dilakukan

tetapi ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dijadikan sandera di

Rumah Tahanan Negara paling lama 14 hari (Pasal 161 ayat (1) KUHAP).23

Apabila saksi tidak memenuhi perintah tersebut dengan cara misalnya sengaja

minta disumpah dengan cara Katolik padahal ia beragama Islam, maka saksi dapat

dikenakan ketentuan Pasal 224 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang

berbunyi:

22 Yesmil Anwar. 2009. Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen, dan Pelaksanaanya dalam

Penegakkan Hukum di Indonesia). Bandung: Widya Padjadjaran 23 Ibid

Page 41: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

25

Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa

menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi

kewajiban berdasarkan undang undang yang harus dipenuhinya,

diancam:

1) Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama

sembilan bulan;

2) dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam

bulan.

D. Penegakan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana

Istilah Criminal Justice System atau Sistem Peradilan Pidana menunjukan

mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar

“pendekatan sistem”. Sebagai suatu sistem penegakan hukum, sistem peradilan

pidana tidak hanya dimaksudkan untuk memproses penyelesaian kejahatan yang

cepat, berbiaya murah, dan transparan, akan tetapi juga memberikan perlindungan

hak-hak asasi manusia, menghormati asas praduga tak bersalah dari status

tersangka sampai dinyatakan bersalah, dan proses yang memberikan jaminan

keseimbangan antara perlindungan masyarakat dan kepentingan terdakwa.24

Sistem Peradilan Pidana yang diserap dalam KUHAP, diberlakukan melalui

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 menganut Sistem Campuran yang

meletakan kerangka landasan penyelenggaraan sistem peradilan dengan mengatur

hubungan antar subsistem peradilan. Hal demikian juga dapat dilihat dari

penyelenggaraan peradilan pidana secara normatif dapat digambarkan sebagai

berikut :

1) Tahap Penyelidikan.

2) Tahap Penyidikan.

3) Tahap Penuntutan.

4) Tahap Pemeriksaan disidang peradilan

24 Yesmil Anwar. 2009. Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen, dan Pelaksanaanya dalam

Penegakkan Hukum di Indonesia). Bandung: Widya Padjadjaran

Page 42: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

26

5) Tahap upaya Hukum.

6) Pelaksanaan Putusan Pengadilan.

Sistem penegakan hukum pidana pada dasarnya merupakan sistem kekuasaan

kehakiman di bidang hukum pidana yang diimplementasikan atau diwujudkan

dalam 4 (empat) sub sistem, yaitu:

(1) kekuasaan penyidikan oleh lembaga penyidik;

(2) kekuasaan penuntutan oleh lembaga penuntut umum;

(3) kekuasaan mengadili/menjatuhkan putusan oleh badan peradilan; dan

(4) kekuasaan pelaksanan hukum pidana oleh aparat pelaksana eksekusi.25

Keempat subsistem itu merupakan satu kesatuan sistem penegakan hukum pidana

yang integral atau sering disebut dengan istilah Sistem Peradilan Pidana atau SPP

terpadu atau Integrated Criminal Justice System. Seperti disinggung diatas bahwa

sistem peradilan pidana selalu melibatkan dan mencakup sub sistem dengan ruang

lingkup masing-masing proses peradilan pidana sebagai berikut :

a. Kepolisian, dengan tugas utama : menerima laporan dan pengaduan dari

publik, manakala terjadi tindak pidana, melakukan penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana, melakukan penyaringan terhadap kasus-kasus yang memenuhi

syarat diajukan ke Kejaksaan; melaporkan hasil penyidikan kepada Kejaksaan dan

memastikan dilindunginya para pihak terlibat dalam proses peradilan pidana.

b. Kejaksaan dengan tugas pokok : menyaring kasus-kasus yang layak

diajukan ke Pengadilan, mempersiapkan berkas penuntutan, melakukan

penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan.

25 Wirjono Prodjodikoro,. 2010. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: PT

Refika Aditam

Page 43: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

27

c. Pengadilan yang berkewajiban untuk : menegakan hukum dan keadilan,

melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban dalam proses peradilan pidana,

melakukan pemeriksaan kasus-kasus secara efisien dan efektif, memberikan

putusan yang adil dan berdasar hukum, dan menyiapkan arena publik untuk

persidangan sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dan melakukan penilaian

terhadap proses peradilan di tingkat ini.

d. Lembaga pemasyarakatan, yang berfungsi untuk : menjalankan putusan

pengadilan yang merupakan pemenjaraan, memastikan terlindunginya hak-hak

narapidana, menjaga agar kondisi LP memadai untuk penjalanan pidana setiap

narapidana, melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki narapidana,

mempersiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat.

e. Pengacara, dengan fungsi : melakukan pembelaan bagi klien, dan Menjaga

agar hak-hak klien dipenuhi dalam proses.

Sub sistem dalam sistem peradilan pidana sebagaimana dimaksud diatas, mengacu

pada kodifikasi hukum pidana formil yakni, Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, yang merupakan dasar

pijakan penegakan hukum pidana materiil. Ketentuan mengenai proses

beracaranya hukum pidana di Indonesia harus mengacu pada ketentuan KUHAP,

disamping juga terdapat hukum pidana formil selain yang telah diatur dalam

KUHAP, dan tersebar dalam Undang-undang diluar KUHAP.26

Tugas lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan serta Lembaga

Pemasyarakatan harus dibedakan sebagai konsekuensi pembagian kekuasaan demi

26 Moeljatno. 2009. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Bina Aksara

Page 44: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

28

mencegah terjadinya konsentrasi kekuasaan didalam satu tangan dengan berbagai

eksesnya. Pembedaan dan pembagian kekuasaan atau kewenangan juga

dimaksudkan agar terjamin pelaksanaan spesialisasi yang mendorong

profesionalisme. Namun demikian pembagian kewenangan tersebut tentunya tidak

perlu menghalangi kerjasama positif, yang justru sangat diperlukan bagi

berjalannya pelaksanaan peradilan.

E. Pembuktian dalam Sistem Peradilan Pidana

Pengertian pembuktian sangat beragam, setiap ahli hukum memiliki definisi

masing-masing mengenai pembuktian. Banyak ahli hukum yang mendefinisikan

pembuktian ini melalui makna kata membuktikan. Berdasarkan definisi para ahli

hukum yang ada, membuktikan dapat dinyatakan sebagai proses menjelaskan

kedudukan hukum para pihak yang sebenarnya dan didasarkan pada dalil-dalil

yang dikemukakan para pihak, sehingga pada akhirnya hakim akan mengambil

kesimpulan siapa yang benar dan siapa yang salah.

Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan

terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggung

jawabkannya. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan

dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan

ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan

boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.27

27 M. Yahya Harahap. 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafik , hlm 61

Page 45: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

29

Secara teoritis, dikenal empat macam sistem pembuktian dalam perkara pidana,

yaitu sebagai berikut:

a) Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata

(Conviction In Time)

Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya-tidaknya terhadap perbuatan

yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian "keyakinan" hakim

semata-mata. Jadi bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya terdakwa

sepenuhnya tergantung pada keyakinan hakim. Keyakinan hakim tidak harus

timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada. Sekalipun alat bukti sudah cukup

kalau hakim tidak yakin, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, sebaliknya

meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin, maka terdakwa dapat

dinyatakan bersalah.

Akibatnya dalam memutuskan perkara hakim menjadi subyektif sekali.

Kelemahan pada sistem ini terletak pada terlalu banyak memberikan kepercayaan

kepada hakim, kepada ken-kesan perseorangan sehingga sulit untuk melakukan

pengawasan. Hal ini terjadi di praktik Peradilan Prancis yang membuat

pertimbangan berdasarkan metode ini, dan banyak mengakibatkan putusan bebas

yang aneh.

b) Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan

yang Logis (Conviction In Raisone)

Sistem pembuktian Conviction In Ralsone masih juga mengutamakan penilaian

keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum terdakwa,

akan tetapi keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim yang nyata

Page 46: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

30

dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak perlu

didukung alat bukti sah karena memang tidak diisyaratkan, Meskipun alat-alat

bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim bisa menggunakan alat

alat bukti di luar ketentuan undang-undang. Yang perlu mendapat penjelasan

adalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat dijelaskan dengan alasan

yang logis. Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian convition in raisone harus

dilandasi oleh "reasoning" atau alasan-alasan dan alasan itu sendiri harus

“reasonable" yakni berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima oleh akal dan

nalar, tidak semata-mata berdasarkan keyakinan yang tanpa batas. Sistem

pembuktian ini sering disebut dengan system pembuktian bebas.

c) Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Positif (Positif

Wettelijks)

Sistem ini ditempatkan berhadap-hadapan dengan system pembuktian conviction

in time, karena sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa

didasarkan kepada ada tiadanya alat-alat bukti sah menurut undang-undang yang

dapat dipakai membuktikan kesalahan terdakwa. Teori positif wetteljik sangat

mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan keyakinan hakim. Jadi

sekalipun hakim yakin akan kesalahan yang dilakukan terdakwa, akan tetapi

dalam pemeriksaan di persidangan pengadilan perbuatan terdakwa tidak didukung

alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa harus dibebaskan.

Umumnya bila seorang terdakwa sudah memenuhi cara-cara pembuktian dan alat

bukti yang sah menurut undang-undang Maka terdakwa tersebut bisa dinyatakan

bersalah dan harus dipidana.

Page 47: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

31

Kebaikan sistem pembuktian ini, yakni hakim akan berusaha membuktikan

kesalahan terdakwa tanpa dipengaruhi oleh nuraninya sehingga benar-benar

obyektif karena menurut cara-cara dan alat bukti yang di tentukan oleh undang

undang kelemahannya terletak bahwa dalam sistem ini tidak memberikan

kepercayaan kepada ketetapan kesan-kesan perseorangan hakim yang

bertentangan dengan prinsip hukum acara pidana.

Sistem pembuktian positif yang dicari adalah kebenaran format, oleh karena itu

system pembuktian ini digunakan dalam hukum acara perdata. Positief wettelijk

bewijstheori systeem di benua Eropa dipakai pada waktu berlakunya Hukum

Acara Pidana yang bersifat Inquisitor. Peraturan itu menganggap terdakwa

sebagai objek pemeriksaan belaka dalam hal ini hakim hanya merupakan alat

perlengkapan saja.

d) Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif (Negative

Wettelijk)

Teori pembuktian menurut undang-undang negative tersebut dapat disebut dengan

negative wettelijk istilah ini berarti: wettelijk berdasarkan undang-undang

sedangkan negative, maksudnya adalah bahwa walaupun dalam suatu perkara

terdapat cukup bukti sesuai dengan undang-undang, maka hakim belum boleh

menjatuhkan hukuman sebelum memperoleh keyakinan tentang kesalahan

terdakwa.28

28 M. Yahya Harahap. 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafik , hlm 66-69

Page 48: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

32

Menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabila sedikit-dikitnya

dua alat bukti yang telah di tentukan undang-undang itu ada, ditambah dengan

keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat - alat bukti itu. Dalam pasal 183

KUHAP menyatakan sebagai berikut:

“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah Ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Atas dasar ketentuan Pasar 183 KUHAP ini, maka dapat disimpulkan bahwa

KUHAP memakai sistem pembuktian menurut undang-undang yang negatif. Ini

berarti bahwa dalam hal pembuktian harus dilakukan penelitian, apakah terdakwa

cukup alasan yang didukung oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh undang

undang (minimal dua alat bukti) dan kalau ia cukup, maka baru dipersoalkan

tentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa.

Dalam sistem pembuktian yang negatif alat-alat bukti limitatief ditentukan dalam

undang-undang dan bagaimana cara mempergunakannya hakim juga terikat pada

ketentuan undang-undang. Dalam sistem menurut undang-undang secara terbatas

atau disebut juga dengan system undang-undang secara negative sebagai intinya

yang dirumuskan dalam Pasal 183, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Tujuan akhir pembuktian untuk memutus perkara pidana, yang jika

memenuhi syarat pembuktian dapat menjatuhkan pidana;

b. Standar tentang hasil pembuktian untuk menjatuhkan pidana.

Kelebihan sistem pembuktian negatif (negative wettelijk) adalah dalam hal

membuktikan kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan

Page 49: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

33

kepadanya, hakim tidak sepenuhnya mengandalkan alat-alat bukti serta dengan

cara-cara yang ditentukan oleh undang - undang, tetapi harus disertai pula

keyakinan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana. Keyakinan yang

dibentuk ini harus berdasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari alat bukti yang

ditentukan dalam undang-undang. Oleh karena itu, dalam pembuktian benar -

benar mencari kebenaran yang hakiki, jadi sangat sedikit kemungkinan terjadinya

salah putusan atau penerapan hukum yang digunakan.

Kekurangan teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabila sedikit -

dikitnya alat-alat bukti yang telah di tentukan undang - undang itu ada, ditambah

dengan keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti itu sehingga

akan memperlambat waktu dalam membuktikan bahkan memutuskan suatu

perkara, karena di lain pihak pembuktian harus melalui penelitian.

F. Teori Kekuatan Sumpah

Kekuatan hukum sumpah di muka pengadilan merupakan hal yang terpenting

dalam hukum acara sebab pengadilan dalam menegakkan hukum dan keadilan

tidak lain berdasarkan pembuktian. Oleh karena itu, untuk dapat menyelesaikan

suatu perkara yang dibawah ke muka hakim dan supaya keputusan hakim benar-

benar mewujudkan keadilan maka hendaklah hakim mengetahui hakikat

gugatan/dakwaan dan mengetahui hukum tentang perkara tersebut. Hakim

mengetahui tentang gugatan-gugatan yang dihadapkan kepadanya, baik dengan

penyaksikan sendiri apa yang digugat itu, ataupun sampainya berita secara

mutawatir kepadanya. Kalau berita yang sampai kepadanya, tidak dengan jalan

mutawatir atau tidak dapat meyakinkannya, hanya dapat menimbulkan

Page 50: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

34

persangkaan yang kuat saja. Oleh karena mengharuskan seseorang memperoleh

berita secara mutawatir itu, menimbulkan kesukaran dan dapat menghilangkan

banyak hal, maka agama membolehkan hakim menerima keterangan yang dapat

menimbulkan persangkaan yang kuat dan dibenarkan hakim menerima keterangan

tersebut. Untuk mengetahui tentang gugatan-gugatan yang diajukan itu, cukuplah

pengakuan dengan orang yang digugat atau keterangan- keterangan dari saksi

yang adil, walaupun kemungkinan yang mengajukan perkara tersebut berdusta

dan demikian pula sama hal dengan saksi-saksi yang lain nya dalam memberikan

kesaksian. 29

Pemeriksaan saksi dalam perkara pidana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan Pasal 184 KUHAP,

keterangan saksi termasuk alat bukti dalam perkara pidana. Sebelum pemeriksaan

saksi dimulai, hakim akan menanyakan kepada saksi mengenai nama lengkap,

tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,

agama dan pekerjaan (Pasal 160 ayat [2] KUHAP). Hakim juga akan menanyakan

kepada saksi apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan

yang menjadi dasar dakwaan, apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan

sampai derajat keberapa dengan terdakwa, apakah ia suami atau isteri terdakwa,

serta apakah ada ikatan hubungan pekerjaan dengan terdakwa.

Setelah pemeriksaan identitas saksi, sebelum memberikan keterangan, saksi wajib

mengucapkan sumpah atau janji menurut tata cara agamanya masing-masing

(Pasal 160 ayat [3] KUHAP). Maka pengambilan sumpah dilakukan berdasarkan

29 Roeslan Saleh, 1990. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta, Aksara

Baru.

Page 51: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

35

agama yang dianut oleh saksi dengan dibantu oleh rohaniawan sebagai juru

sumpah. Jadi, apabila ada saksi yang disumpah bukan dengan tata cara agamanya,

maka pengambilan sumpah tidak sah karena Pasal 160 ayat (3) KUHAP telah

menyatakan bahwa pengambilan sumpah harus dilakukan menurut cara agama

saksi.30

G. Teori Konsekuensi Terhadap Sumpah Palsu

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 butir 26 KUHAP). Keterangan

Saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan

dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri

dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu (Pasal 1

butir 27 KUHAP).

Berdasarkan Pasal 160 (3) KUHAP, bahwa Sebelum memberi keterangan, saksi

wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing,

bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada

yang sebenarnya. Jika saksi meberikan keterangan yang bertentangan dengan

keterangan terdahulu dalam pemeriksaan pendahuluan (BAP Penyidikan), bahkan

menyatakan mencabut keterangan terdahulu, maka Hakim tidak serta merta

menyalahkan saksi, akan tetapi menanyakan kepada Saksi “alasan apa” sehingga

saksi mencabut keterangan yang terdapat dalam BAP. Apabila Saksi meberikan

alasan yang masuk akal, maka pencabutan isi BAP tersebut dapat diterima.

30 Nikolas Simanjuntak,2012. Acara Pidana Indonesia Dalam Siklus Hukum. Bogor: Ghalia

Indonesia

Page 52: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

36

Memberikan keterangan Sumpah Palsu di bawah sumpah atau yang biasa disebut

delik Sumpah Palsu/Keterangan Palsu, diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (“KUHP”), khususnya ayat 1 dan 2, yang berbunyi:

Ayat 1:

“Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya

memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada

keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas

sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya

yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh

tahun.”

Ayat 2

“Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan

merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah diancam dengan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.”

Sumpah Palsu/Keterangan Palsu adalah Delik Formil (formeel delict), artinya

perumusan unsur-unsur pasalnya dititik beratkan pada perbuatan yang

dilarang. Delik Sumpah Palsu tersebut dianggap telah selesai/terpenuhi dengan

dilakukannya perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan delik

tersebut. Sesuai dengan Pasal 174 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), apabila keterangan seorang saksi di bawah sumpah dalam

suatu persidangan, diduga/disangka sebagai suatu keterangan yang palsu (tidak

benar) maka Hakim Ketua secara ex officio (karena jabatannya) memperingatkan

saksi tersebut untuk memberikan keterangan yang benar dan juga mengingatkan

akan adanya sanksi pidana apabila saksi tersebut tetap memberikan keterangan

palsu. Selanjutnya, apabila saksi tersebut tetap mempertahankan keterangan

palsunya, makaHakim Ketua secara ex officio (karena jabatannya), atau atas

permintaan jaksa penuntut umum atau terdakwa (maupun Penasihat Hukumnya)

dapat memberi perintah agar saksi tersebut ditahan, kemudian panitera pengadilan

Page 53: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

37

akan membuat berita acara pemeriksaan sidang yang ditandatangani oleh Hakim

Ketua dan panitera, dan selanjutnya menyerahkannya kepada penuntut umum

untuk dituntut dengan dakwaan sumpah palsu.

Adapun didalam praktiknya, hakim mempunyai hak untuk menilai keterangan

saksi sebagai salah satu alat bukti. Secara teknis, saat seorang hakim memiliki

keyakinan bahwa saksi tersebut berbohong, maka hakim ketua akan men-

skorsing sidang untuk bermusyawarah dengan para hakim anggota. Jika

musyawarah tersebut mencapai kesepakatan, maka majelis hakim akan

mengeluarkan penetapan. Dengan kata lain, tidak diperlukan adanya suatu laporan

pidana terlebih dahulu sebelum majelis hakim mengeluarkan penetapan untuk

menahan saksi yang diduga bersumpah palsu tersebut. Tentunya dengan ketentuan

bahwa sebelumnya hakim harus memperingatkan saksi tersebut untuk

memberikan keterangan yang benar dan mengingatkan adanya saksi pidana,

dalam hal saksi tersebut tetap memberikan keterangan yang palsu (tidak benar).

Dengan demikian, ketegasan seorang hakim sangat diperlukan dalam menegakkan

tujuan hukum acara pidana, yaitu mencari kebenaran materiil, yaitu khususnya

dalam hal ini untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya dari keterangan

seorang saksi yang diduga memberikan keterangan palsu di bawah sumpah

tersebut. Sebaliknya, jika saksi yang diduga memberikan keterangan palsu

tersebut merasa bahwa keterangan yang diberikannya adalah benar atau tidak

palsu, namun tetap diproses sebagai tersangka atau terdakwa, maka berpadanan

pada asas Presumption of Innocence (praduga tak bersalah), soal bersalah atau

tidak bersalahnya seorang saksi yang diduga memberikan keterangan palsu di

Page 54: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

38

bawah sumpah tersebut adalah bergantung sepenuhnya dari bagaimana proses

pembuktian yang dilakukan atas setiap perkara tersebut di pengadilan.31

R Soesilo32 dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta

Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 183) menjelaskan bahwa

supaya dapat dihukum unsur-unsur ini harus dipenuhi:

a. Keterangan itu harus di atas sumpah.

b. Keterangan itu harus diwajibkan menurut undang-undang atau menurut

peraturan yang menentukan akibat hukum pada keterangan itu.

c. Keterangan itu harus palsu (tidak benar) dan kepalsuan ini diketahui oleh

pemberi keterangan.

Soesilo33 juga menambahkan bahwa supaya dapat dihukum pembuat harus

mengetahui bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan

dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini di atas sumpah.

Jika pembuat menyangka bahwa keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, akan

tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, dengan lain perkataan, jika ternyata ia

tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat dihukum.

Menyembunyikan kebenaran itu belum berarti suatu keterangan palsu. Suatu

keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari pada keadaan yang sebenarnya

dengan dikehendaki (disengaja).

Sebelum saksi tersebut dituntut melakukan tindak pidana memberikan keterangan

palsu, hakim memperingatkan saksi terlebih dahulu. Pasal 174

31 Moch Anwar,. 1979. Hukum Pidana Bagian Khusus. Percetakan Offset Alumni. Bandung 32 R. Soesilo, 1989, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor: Politeia. 33 Ibid, hlm98

Page 55: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

39

KUHAP menyatakan bahwa apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu,

hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya

memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana

yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.

Kemudian, apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena

jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi

perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan

dakwaan sumpah palsu.

Page 56: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penilitian skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis

empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang didasarkan pada

peraturan perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan

dengan penelitian skripsi ini, sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah

dengan melakukan penelitian di lapangan yaitu dengan melihat fakta-fakta yang

ada.34

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang akan

diperoleh langsung dari data yang diperoleh dari bahan pustaka. Sumber data yang

dipergunakan dalam penulisan skripsi ini berupa data sekunder.

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan

dengan cara melakukan studi kepustakaan, yakni melakukan studi dokumen, arsip

dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-

konsep, pandangan-pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan

34 Ronny Hanitijo Soemitro, 2009 , Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Page 57: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

41

dengan pokok penulisan, serta ilmu pengetahuan hukum mengikat yang terdiri

dari bahan hukum antara lain :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

hukum mengikat berupa Perundang-Undangan yang terdiri dari :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3. Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan

korban.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami

bahan hukum primer antara lain literatur dan referensi.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus,

bibliografi, karya-karya ilmiah, bahan seminar, hasil-hasil penelitian para

sarjana berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam

skripsi ini.

2. Data Tersier

Data tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan

sebagaianya

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya dapat diduga.

Narasumber yang menjadi objek kajian penulis adalah Hakim di Pengadilan

Page 58: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

42

Negeri Tanjung Karang ,dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung. Peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan dari

Narasumber melakukan metode wawancara kepada responden yang telah dipilih

sampel yang dianggap dapat mewakili seluruh responden. Adapun yang dijadikan

narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang

2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang

3. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lampung : 1 orang +

Jumlah : 3 orang

D. Metode Pengumpulan dan Penolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Dalam rangka pengumpulan data untuk penelitian skripsi ini akan disesuaikan

dengan sumber data, baik data primer maupun data sekunder dengan menggunkan

cara-cara sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan membaca,

mencatat, mengutip, dari literature, peraturan perundang-undangan, buku-buku,

media masa dan bahan hukum tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan

penelitian yang dilakukan.

Page 59: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

43

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer dengan

menggunakan metode wawancara yaitu sebagai usaha mengumpulkan data

dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan

pedoman pertanyaan secara tertulis.

2. Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data kemudian diproses

melalui pengolahan data peninjauan data dengan:

a. Identifikasi data yaitu mencari dan menetapkan data yang diperlukan

dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data yaitu menyusun data yang telah diperoleh menurut

kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut

siap untuk dianalisis.

c. Sistematisasi data yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data

ditentukan dan sesuai dengan pokok bahasan.

E. Analisis Data

Setelah data terkumpul dan diolah, kegiatan selanjutnya adalah analisis data.

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dengan cara

mendeskripsikan data yang diperoleh dalan bentuk penjelasan dan uraian-uraian

kalimat. Dan dapat ditarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir dari

hal-hal yang bersifat umum lalu diambil kesimpulan secara khusus. Dari

kesimpulan-kesimpulan yang telah diambil kemudian disampaikan saran-saran

Page 60: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

73

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Kekuatan sumpah terhadap pembuktian keterangan saksi memiliki kekuatan

yang sepenuhnya dikarenakan sumpah yang diucapkan saksi merupakan

syarat keabsahan alat bukti keterangan saksi untuk mengukuhkan kebenaran

keterangan yang diberikannya. Sebagaimana yang tertera dalam Pasal 160

Ayat 3 KUHAP dimana saksi diwajibkan harus bersumpah didalam proses

peradilan pidana. Seperti dari tujuan dilakukannya sumpah yang diharapkan

untuk mendorong saksi agar memberikan keterangan yang sebenarnya (jujur)

karena telah dikuatkan dengan sumpah. Kemudian dari sisi keabsahan alat

bukti keterangan saksi, karena ketika seorang saksi menolak untuk disumpah

maka nilai dari alat bukti keterangan saksi tersebut menjadi tidak sah,

sehingga tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti, hanya dapat menguatkan

keyakinan hakim. Dan apabila alat bukti tersebut sah, maka dapat dijadikan

pertimbangan hakim dalam putusannya.

Page 61: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

74

2. Konsekuensi hukum terhadap sumpah palsu yang menjadikan keterangan

tersebut palsu dalam persidangan telah dirumuskan pada Pasal 242 KUHP.

Salah satu unsurnya menghendaki agar dapat dikatakan suatu tindak pidana

keterangan yang disampaikan harus di bawah sumpah. Selain itu supaya dapat

dihukum saksi pemberi keterangan harus mengetahui bahwa ia memberi

keterangan dengan sadar yang bertentangan dengan kenyataan, serta telah

memberikan keterangan palsu dibawah sumpah. Suatu keterangan palsu dapat

dikatakan sebagai tindak pidana sumpah palsu apabila pemeriksaan terhadap

saksi yang bersangkutan telah selesai dalam memberikan keterangannya.

Selama saksi itu masih diperiksa, saksi tersebut masih dapat menarik kembali

keterangannya dan belum terjadi tindak pidana sumpah palsu yang dapat

dipidana berdasarkan Pasal 242 KUHP.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kekuatan sumpah dalam

pemberian kesaksian pada perkara pidana, maka didapat beberapa saran sebagai

berikut :

1. Untuk memperoleh kebenaran dari keterangan saksi, selain dilakukan

pengambilan sumpah, hakim juga dituntut untuk bertindak lebih tegas agar

setiap orang yang memberikan keterangan di pengadilan tidak menyampaikan

kebohongan, sehingga untuk aparat penegak hukum seperti hakim, jaksa,

Page 62: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

75

advokat, maupun polisi tidak hanya memiliki pengetahuan hukum saja tetapi

juga pengetahuan akan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

2. Pada rumusan Pasal 242 Ayat (1) KUHP perlu ditambahkan unsur tentang

mempertegas permasalahan tempat di mana pelaku melakukan perbuatan

memberikan keterangan palsu, baik di depan pengadilan maupun di luar

pengadilan. Dan di dalam rumusan Pasal 174 Ayat (1) KUHAP perlu

dipertegas dengan mewajibkan Hakim membacakan pasal dalam KUHP yang

dapat dijadikan dasar penuntutan (Pasal 242 KUHP) dan ancaman pidana

maksimum yang ditentukan dalam pasal tersebut.

Page 63: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penenlitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika ,

Ashshofa, Burhan. 2010. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.

Anwar, Yesmil. 2009. Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen, dan

Pelaksanaanya dalam Penegakkan Hukum di Indonesia). Bandung: Widya

Padjadjaran

Anwar, Moch. 1979. Hukum Pidana Bagian Khusus. Percetakan Offset Alumni.

Bandung

Andrisman, Tri. 2011. Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana

Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung

Bakhrie, Syaiful H . 2009. Hukum Pembuktian Dalam Praktek Peradilan Pidana.

Yogyakarta: Total Media.

Budoyo, Sabto. 2009 , Perlindungan Hukum Bagi Saksi Dalam Proses

Pengadilan Pidana, Universitas Diponogoro, Semarang

Chazawi, Adami, 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana. Bandung:

PT.Alumni.

Dahlan, Irdan. 2013. Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Hanitijo Soemitro, Ronny. 2009 , Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,

(Jakarta: Ghalia Indonesia.

Harahap, M. Yahya. 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali.

Jakarta: Sinar Grafik.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung:

Remaja Rosda Karya.

Page 64: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

Muhammad, Abdulkadir. 2006. Etika Profesi Hukum. Citra Aditya Bakti.

Bandung.

Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara (Penyidikan dan

Penyelidikan). Edisi Kedua. Sinar Grafika. Jakarta.

Mulyadi, Lilik . 2007. Putusan Hakim dalam Acara Pidana. Citra Aditya Bakti.

Bandung

Moeljatno. 2009. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Bina Aksara

-----------. 2009. Hukum Pidana Indonesia Yogyakarta: Bina Aksara

Mertokusmo , Sudikno, 1991.Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,

Yogyakarta.

-----------. 2013 , Hukum Acara Pidana dalam Pratik , Jakarta; Penerbit

Djambatan

Prints, Darwan. 2010. Hukum Acara Pidana: Djambatan Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Prodjodikoro, Wirjono. 2010. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia.

Bandung: PT Refika Aditam

Sianturi, S.R. 1996.Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya,

Alumni Ahaem-Peteheam, Jakarta.

Simanjuntak, Nikolas. 2012. Acara Pidana Indonesia Dalam Siklus Hukum.

Bogor: Ghalia Indonesia

Saleh, Roeslan. 1990. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana.

Jakarta, Aksara Baru.

Sudarto,2008 Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung

Siti Aningsih, Resti.2008, Fungsi Dan Kedudukan Saksi dalam Peradilan Pidana,

Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Samudera, Teguh. 2011 . Hukum Pembuktian Dalam Acara Pidana , Bandung:

PT. Alumni.

SM, Amin. 2011. Hukum Acara Pengadilan Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita

Page 65: ANALISIS KEKUATAN SUMPAH DALAM PEMBERIAN …digilib.unila.ac.id/61297/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfShintila, Mutiara Sherina, Della Rachmasari, Dafina Nur’aini, Lala Ronjaya,

R. Soesilo, 1989, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor: Politeia.

Waluyadi, 1999. Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana (Sebuah Catatan

Khusus), Maju, Bandung

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang – Undang No 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban .

KUHP

KUHAP

C. Internet

https://www.saibumi.com/artikel-90264-majelis-hakim-indikasi-adanya-sumpah-

palsu-dari-saksi-marzuli.html

Hakim, Abdul . 2019. Hukum indonesia https://www.liputan6.com 21.08

Aries, Albert .2019. kesaksian palsu diatas sumpah dalam peradilan

http://www.poskotanews.com.14.45 .