Analisis Kasus Hw

5
ANALISIS KASUS Pasien merupakan rujukan dari RSUD Pandan Arang dengan keterangan G2P1A0 dengan eklampsia bebas kejang dan HELLP Syndrome pada sekundigravida hamil aterm belum dalam persalinan. Dari anamnesis saat ini kami dapatkan pasien usia 29 tahun hamil kedua dan pasien merasa hamil 9 bulan. Gerakan janin masih dirasakan pasien. Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah belum dirasakan keluar. Pasien post kejang di RS dan sudah diberikan injeksi MhSO4 5 gram IM. Pusing (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-). Riwayat hipertensi sebelumnya (-), sakit jantung (-), diabetes (-), alergi (-), asma (-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/110 mmHg, pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterine, memanjang, puka, preskep, His (-), DJJ (+) 12-13-12x/menit, reguler. Pada pemeriksaan dalam VT didapatkan vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak mecucu dibelakang, OUE tertutup, belum ada pembukaan, eff 10%, preskep, kepala turun di bidang Hodge I, kulit ketuban dan penunjuk belum

Transcript of Analisis Kasus Hw

ANALISIS KASUS

Pasien merupakan rujukan dari RSUD Pandan Arang dengan keterangan G2P1A0 dengan eklampsia bebas kejang dan HELLP Syndrome pada sekundigravida hamil aterm belum dalam persalinan.Dari anamnesis saat ini kami dapatkan pasien usia 29 tahun hamil kedua dan pasien merasa hamil 9 bulan. Gerakan janin masih dirasakan pasien. Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah belum dirasakan keluar. Pasien post kejang di RS dan sudah diberikan injeksi MhSO4 5 gram IM. Pusing (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-). Riwayat hipertensi sebelumnya (-), sakit jantung (-), diabetes (-), alergi (-), asma (-).Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/110 mmHg, pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterine, memanjang, puka, preskep, His (-), DJJ (+) 12-13-12x/menit, reguler. Pada pemeriksaan dalam VT didapatkan vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak mecucu dibelakang, OUE tertutup, belum ada pembukaan, eff 10%, preskep, kepala turun di bidang Hodge I, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, KK(+), air ketuban (-), STLD (-). Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan oedem.Pemeriksaan penunjang tanggal 4Dessember 2014 menunjukkan AL: 18.600/UL, AT: 40.000/UL, albumin 2,8 g/dl, pada pemeriksaan urin protein kuantitatif +4. Pada pemeriksaan USG 4Desember 2014: tampak janin tunggal, intra uterine, memanjang, DJJ (+), dengan fetal biometri :BPD= 5.56, FL= 4.44, AC= 20.15, EFW= 2800 gram. Placenta insersi di korpusgrade I.Air ketuban kesan cukup. . Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor. Kesan : janin dalam keadaan baik.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan eklampsia bebas kejang, IUGR, HELLP Syndrome pada sekundigravida hamil aterm bdp dengan leukositosis (18,6)Diagnosis eklampsia ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ditemukan hipertensi (180/110 mmHg), dan proteinuria (+4). Sedangkan proteinuria +2, kejang, termasuk dalam kategori eklampsia.Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) merupakan suatu keadaan dimana janin tidak mampu berkembang sesuai dengan ukuran normal akibat adanya gangguan nutrisi dan oksigenase, atau dengan kata lain suatu keadaan yang dialami bayi dengan berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari umur kehamilannya. Pada janin ini diagnosis ditegakan berdasrkan pemeriksaan USG ditemukan fetal biometri :BPD= 5.56, FL= 4.44, AC= 20.15, EFW= 2800 gram yang mana tidak sesuai dengan umur kehamilan yang seharusnya.HELLP sindrom (Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet counts) merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita PEB dan eklampsia. Gejala klinis HELLP sindrom merupakan gambaran adanya vasospasme pada sistem vaskuler hepar yang menurunkan fungsi hepar. Oleh karena itu gejala HELLP sindrom memberi gambaran gangguan fungsi hepar yang dapat berupa : malaise, nausea, kadang-kadang disertai vomitus dan keluhan nyeri di perut kanan atas. Karena gejala dan tanda bervariasi maka seringkali terjadi salah diagnosis, sehingga ada peneliti yang merekomendasikan bahwa semua ibu hamil yang memiliki salah satu dari gejala tersebut hendaknya dilakukan pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit dan enzim hepar serta tekanan darah ibu. Diagnosis HELLP sindrom ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada pasien ini didiagnosis dengan HELLP syndrome karena dari hasil pemeriksaan laboratorium darah trombosit: 40.000/UL SGOT: 53u/l SGPT: 79u/l LDH: 694u/lBerdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis kerja pada pasien adalah eklampsia bebas kejang, IUGR, HELLP syndrome pada sekundigravida hamil aterm belum dalam persalinan dengan leukositosis(18,6). Pada pasien ini umur kehamilan 37 minggu dan didapatkan adanya tanda-tanda eklampsi yaitu seperti nyeri kepala frontal, nyeri ulu hati, pandangan kabur, sehingga diberikan pengobatan konservatif untuk kejang dan PEB.Penatalaksanaan eklampsi dengan memberikan protab PEB yaitu pemberian oksigen nasal 3 lpm agar oksigenasi ibu dan janin baik, infus RL 12 tpm dan injeksi MgSO4 yang dapat diberikan karena syarat-syarat pemberian, yaitu refleks patela (+), tidak ada depresi pernafasan, produksi urin 25cc/jam dan tersedia antidotum,yakni kalsium glukonat terpenuhi. MgSO4 diberikan dengan tujuan sebagai antihipertensi ringan, antikejang ringan, sedatif ringan, diuretik ringan, dan untuk memperbaiki sirkulasi uteroplasenter. Nifedipin sebagai Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar diberikan jika tekanan darah 160/110 mmHg. Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/ hari. Penggunaan bersamaan dengan MgSO4 dapat menyebabkan hipotensi dan blokade neuromuskular. Sindrom HELLP bukan merupakan indikasi segera untuk dilakukannya terminasi kehamilan dengan SC. Persalinan per vaginam menjadi pilihan utama bila tidak ada kontraindikasi obstetrik. Jika serviks sudah matang, maka dapat dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin per infus. Jika serviks belum matang dapat dilakukan pematangan serviks dengan menggunakan regimen progtaglandin, atau dengan SC elektif. Pada pasien ini terminasi kehamilan dilakukan SCTP karena ada kontraindikasi obstetrik berupa eklampsia dan IUGR.