ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

40
Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan| 31 ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK GADAI LAHAN SAWIT DI KECAMATAN GUNUNG TULEH KABUPATEN PASAMAN BARAT M. Yarham e-mail : [email protected] Abstract: Artikel ini bertujuan untuk menegetahui dan menganalisa bentuk- bentuk akad gadai yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Gunung Tuleh dalam melakukan praktek gadai lahan sawit dan untuk mengetahui dan menganalisa tinjauan hukum ekonomi syariah terhadap bentuk bentuk-bentuk akad gadai yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Gunung Tuleh. Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dalam praktek gadai lahan sawit di Kecamatan Gunung Tuleh Kabupaten Pasaman Barat dilihat dari segi akadnya tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam khususnya hukum ekonomi syariah. Tidak sesuai akad tersebut terjadi pada sighat akad pada ijab kabl yang mensyaratkan pemanfaatan barang gadai, adanya biaya tambahan yang harus diberikan penggadai (rahin) dengan sejumlah uang tertentu dalam melunasi utangnya. Hukum ekonomi syariah menyebutkan bahwa shighat gadai tidak boleh digantungkan dengan syarat, dan tidak disandarkan kepada masa yang akan datang. Apabila akad gadai (rahn) digantungkan dengan syarat atau disandarkan kepada masa yang akan 31ating, maka akad akan fasid (rusak), seperti adanya biaya tambahan yang harus diberikan dalam penebusan utang gadai yang dicantumkan dalam akad dengan mengacu kepada kaidah fiqh “setiap utang yang menarik manfaat, maka ia termasuk riba”. Keywords : Analisis Hukum, Akad, Gadai PENDAHULUAN Islam dalam aspek muamalah mengajarkan kepada umatnya untuk saling tolong menolong dalam berbagai hal terhadap sesama manusia terlebih lagi terhadap saudara seiman. Mengingat kodrat manusia adalah selain berperan sebagai makhluk individu juga

Transcript of ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Page 1: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan…| 31

ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEKGADAI LAHAN SAWIT DI KECAMATAN GUNUNG TULEH

KABUPATEN PASAMAN BARAT

M. Yarham

e-mail : [email protected]

Abstract: Artikel ini bertujuan untuk menegetahui dan menganalisa bentuk-bentuk akad gadai yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Gunung Tulehdalam melakukan praktek gadai lahan sawit dan untuk mengetahui danmenganalisa tinjauan hukum ekonomi syariah terhadap bentuk bentuk-bentukakad gadai yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Gunung Tuleh. Jenispenelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) denganmetode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian iniadalah wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalampenelitian ini adalah reduksi data (data reduction), penyajian data (data display)serta penarikan kesimpulan dan verifikasi. Berdasarkan hasil penelitian,diperoleh kesimpulan bahwa dalam praktek gadai lahan sawit di KecamatanGunung Tuleh Kabupaten Pasaman Barat dilihat dari segi akadnya tidak sesuaidengan ketentuan hukum Islam khususnya hukum ekonomi syariah. Tidak sesuaiakad tersebut terjadi pada sighat akad pada ijab kabl yang mensyaratkanpemanfaatan barang gadai, adanya biaya tambahan yang harus diberikanpenggadai (rahin) dengan sejumlah uang tertentu dalam melunasi utangnya.Hukum ekonomi syariah menyebutkan bahwa shighat gadai tidak bolehdigantungkan dengan syarat, dan tidak disandarkan kepada masa yang akandatang. Apabila akad gadai (rahn) digantungkan dengan syarat atau disandarkankepada masa yang akan 31ating, maka akad akan fasid (rusak), seperti adanyabiaya tambahan yang harus diberikan dalam penebusan utang gadai yangdicantumkan dalam akad dengan mengacu kepada kaidah fiqh “setiap utang yangmenarik manfaat, maka ia termasuk riba”.

Keywords : Analisis Hukum, Akad, Gadai

PENDAHULUAN

Islam dalam aspek muamalahmengajarkan kepada umatnya untuksaling tolong menolong dalam

berbagai hal terhadap sesamamanusia terlebih lagi terhadapsaudara seiman. Mengingat kodratmanusia adalah selain berperansebagai makhluk individu juga

Page 2: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

32| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

berperan sebagai makhluk sosial. Olehsebab itu dalam kehidupanbermuamalah sudah sewajarnya orangyang kaya menolong orang yangmiskin dan orang yang mampu harusmenolong orang yang kurang atautidak mampu. Bentuk tolong-menolong dalam hal ini dibedakanmenjadi dua jenis, yaitu berupapemberian dan berupa pinjaman yangbiasa disebut dengan utang piutang.

Utang piutang merupakan salahsatu bentuk transaksi dalam kegiatanekonomi. Di mana satu pihak sebagaipemberi pinjaman memberikan objekpinjaman kepada pihak lain sebagaipeminjam yang menerima ataumembutuhkan objek pinjaman. Dalamilmu ekonomi pihak yang memberikanpinjaman disebut dengan kreditursedangkan pihak yang menerimapinjaman disebut sebagai debitur.Transaksi utang-piutang tersebutdapat disertai dengan jaminanataupun tidak. Jaminan dalamtransaksi utang-piutang berperansebagai alat untuk berjaga-jagaapabila pihak debitur tidak mampumengembalikan hutang kepada pihakkreditur. Jaminan tersebut biasanyaberupa benda berharga atau memilikinilai jual tinggi. Hal ini diperbolehkandalam Islam dengan alasanmengandung prinsip kehati-hatian.Utang-piutang yang disertai denganjaminan disebut dengan gadai atau

dalam fiqh muamalah disebut denganrahn. (Sutedi, 2011: 2)

Rahn secara etimologi berarti ats-tsubut wa ad-dawam yang artinyatetap dan kekal, dapat juga disebut al-habsu dan al-luzuum yang artinyamenahan (jaminan) (Ghazaly, 2010:265). Sedangkan secara istilah rahnmenurut menurut Ibnu Qudhamahdalam Kitab al-Mughni adalah sesuatubenda yang dijadikan jaminan suatuutang, hingga orang yangbersangkutan boleh mengambil utangatau ia bisa mengambil sebagian(manfaat) barang itu (Qudamah, 1997:115).

Penyerahan jaminan (marhun)dalam praktek gadai (rahn) dilakukandalam bentuk suatu transaksi utang-piutang. Untuk sahnya suatu transaksitersebut diperlukan suatu akaddengan cara penyerahan danpenerimaan atau cara lain yangmenunjukkan telah berlangsungnyaakad rahn dengan cara suka samasuka. Unsur-unsur yang terlibatpraktek gadai (rahn) itu adalah:(Sutedi, 2011: 10)1. Orang yang berutang dan

menyerahkan barang berhargasebagai jaminan, disebut orangyang memberikan gadai (rahin)

2. Orang yang berpiutang danmenerima barang, disebut orangyang memegang barang gadai(murtahin)

Page 3: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 33

3. Barang yang digadaikan (marhun)4. Ada utang, disyaratkan utang telah

terjadi, jika barang yang digadaikanitu diterima oleh yang berpiutangdari yang berutang maka jadilahbarang itu menjadi barang gadaian,yang punya barang tidak bolehmenghilangkan barangnyademikian juga yang menerimabarang, yang punya barang tidakboleh menjual barang gadaiantersebut kecuali izin pemberi utang.(Sutedi, 2011: 10)

Jika seseorang membutuhkandana sebenarnya dapat diajukan keberbagai sumber dana, sepertimeminjam uang ke bank atau lembagakeuangan lainnya. Akan tetapi kendalautama adalah prosedur yang rumitdan memakan waktu yang relatifterlalu lama. Di samping itupersyaratan yang lebih sulit untukdipenuhi seperti dokumen yang haruslengkap membuat masyarakatmengalami kesulitan untukmemenuhinya dan jarak tempuh yangsangat jauh. Begitu pula denganjaminan yang diberikan harus barang-barang tertentu karena tidak semuabarang dapat dijadikan jaminan dibank. Dengan demikian masyarakatpedesaan lebih mencari solusi danberanggapan bahwa menggadaikanhartanya berupa lahan sawit kepadaorang yang mempunyai keuangan bisa

membantu kebutuhannya pada waktuitu.

Pengambilan manfaat padabenda-benda gadai ditekankan kepadabiaya atau tenaga untuk pemeliharaansehingga bagi yang memegang barang-barang gadai seperti hewan-hewanakan ada kewajiban tambahan.Tambahan terhadap barang gadaiandikarenakan makanan yang diberikankepada barang yang digadaikan, jadiyang diperbolehkan dalam memintabiaya dalam barang gadaian apabilaadanya upaya pemeliharaan dalambarang gadaian tersebut (Suhendi,2010: 109).

Gadai adalah perjanjian pinjammeminjam dengan menyerahkanbarang sebagai tanggungan. AllahSWT berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi:

تم على سفر ولم تجدوا ك اتبا فرهان وإن كنـا فـليـؤد الذي مقبوضة فإن أمن بـعضكم بـعض

ة ولا تكتموا الشهاد اؤتمن أمانـته وليـتق الله ربه عليم الله بما تـعملون ه و ومن يكتمها فإنه ءاثم قـلب

“Jika kamu dalam perjalanan(dan bermu’amalah tidak secaratunai) sedang kamu tidakmemperoleh seorang penulis,maka hendaklah ada barangtanggungan yang dipegang (olehyang berpiutang). Akan tetapi jikasebagian kamu mempercayaisebagian yang lain, maka

Page 4: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

34| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

hendaklah yang dipercayai itumenunaikan amanatnya (hanya)dan hendaklah ia bertakwakepada Allah Tuhannya; danjanganlah kamu (para saksi)menyembunyikan persaksian.Dan barangsiapa yangmenyembunyikannya, makasesungguhnya ia adalah orangyang berdosa hatinya; dan AllahMaha Mengetahui apa yang kamukerjakan.” (Kementerian AgamaRI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,surat Al-Baqarah: 283)

Gadai juga ada dalam hadisyang diriwayatkan oleh Bukhari,yaitu :

ثـنا محمد بن مقاتل أخبر عبد ا حدء عن الشعبي عن أبي هريـرة أخبر زكر

صلى ا عنه قال قال رسول ا رضي ا عليه وسلم الرهن يـركب بنـفقته إذا كان مرهو ولبن الدر يشرب بنـفقته إذا كان

مرهو وعلى الذي يـركب ويشرب النـفقة “Telah menceritakan kepadakami Muhammad bin Muqatiltelah mengabarkan kepada kami'Abdullah telah mengabarkankepada kami Zakariya' dari Asy-Sya'biy dari Abu Hurairahradliallahu 'anhu berkata;Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam bersabda: (Hewan)boleh dikendarai jika digadaikan

dengan pembayaran tertentu,susu hewan juga boleh diminumbila digadaikan denganpembayaran tertentu, danterhadap orang yangmengendarai dan meminumsusunya wajib membayar.” (H.RBukhari) (Bukhari, 1996: 161).

Ayat dan hadis di atasmenjelaskan bahwa praktek gadaidibolehkan dan sudah dipraktekkansemenjak masa Rasululullah Saw.Khususnya pada pada hadis di atasdijelaskan oleh Rasulullah Saw bahwaboleh memanfaatkan harta gadaiuntuk keperluan pemeliharaan danperawatan harta gadai tersebut. Halini disebutkan pada hadis bahwa jikahewan dikendarai apabila digadaikandengan pembayaran tertentu, makahewan tersebut boleh ditunggangi dandiperah susunya.

Pelaksanaan gadai lahan sawit diKecamatan Gunung Tuleh KabupatenPasaman Barat dilakukan denganmenggunakan batas waktu dan adajuga yang tidak mempunyai bataswaktu. Kemudian adanya tambahanangsuran terhadap penggadai (rahin)serta lahan sawit yang digadaikanakan menjadi milik penerima gadai(murtahin) apabila tidak bisamelunasi hanya sampai batas waktuyang diperjanjikan. Dalam adatMandailing gadai merupakanhubungan hukum yang timbul antara

Page 5: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 35

seseorang dengan tanah khususnyalahan sawit kepunyaan orang lainyang telah menerima uang gadaidarinya. Selama uang gadai belumdikembalikan, tanah tersebut dikuasaioleh penerima gadai. Selama itu hakatas tanah seluruhnya menjadi hakpenerima gadai. Pengembalian uanggadai atau yang lazim disebut“penebusan”, tergantung kepadakemauan dan kemampuan pemberigadai. Objek barang gadai adalahbarang tidak bergerak seperti lahansawit, sawah, ladang dan lainsebagainya.

Proses gadai tersebut dilakukandengan cara yang sederhana yaitu si Ayang akan menggadaikan lahansawitnya kepada si B yang akanmemberikan pinjaman uang. Denganwaktu pengembalian pinjaman adayang ditentukan dan tidak ditentukanwaktunya. Kemudian lahan sawittersebut berpindah tangan dengandiserahkan kepada si B atau pemberiutang. Lahan sawit yang menjadijaminan tersebut berada dalampenguasaan pemberi utang sampaipelunasan utang. Hasil panen yangmelimpah dari lahan sawit punmenjadi hak pemberi utangsepenuhnya. Terkadang apabila utangbelum terlunasi mencapai waktubertahun-tahun sehingga hasilkeuntungan dari hasil sawit itu sudahlebih besar dari nilai utang yang

dipinjamkan. Bahkan apabila utangbelum bisa dilunasi oleh penggadai(rahin) maka lahan sawit yangdigadaikan pada akhirnya menjadimilik penerima gadai (murtahin).

Survey awal yang penulis lakukanmenggambarkan bahwa masyarakatKecamatan Gunung Tuleh hampir70% pekerjaannya adalah sebagaipetani sawit. Petani sawit bekerjauntuk menghidupi kebutuhankeluarganya adalah sebagian besardari lahan sawit. Namun masyarakatsering menggadaikan lahan sawitnyauntuk kebutuhan sehari-hari ataumendapatkan modal untuk berusahadi bidang lain. Masyarakatmenggadaikan lahan sawit kepadakerabatnya sendiri, tengkulak ataupemilik modal. Sudah ada beberapakasus praktek gadai yang dilakukanoleh masyarakat Kecamatan GunungTuleh. (Kepala Jorong se-KecamatanGunung Tuleh, wawancara diPasaman Barat, tanggal 02 Juli 2018).

Salah satu kasus gadai yangterjadi adalah Bapak Epa selakupenggadai dengan Bapak Akmamselaku penerima gadai yang sudahberlangsung sejak tanggal 20 Agustus2015 sampai sekarang tanpamempunyai batas waktu. Uang yangdipinjam penggadai (rahin) sebesarRp. 40.000.000,- (empat puluh jutarupiah) dengan menggadaikan lahansawitnya seluas 1 ha (hektar). Seluruh

Page 6: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

36| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

hak pengelolaan dan hasil dari lahansawit tersebut menjadi milik pihakpenerima gadai (murtahin) sampaiutang tersebut ditebus oleh penggadai(rahin). Dalam isi perjanjiandisebutkan bahwa penggadai (rahin)harus membayar uang tambahansebesar Rp. 5.000.000,- (lima jutarupiah) dalam penebusan utang. (Epa,Penggadai, Wawancara, tanggal 12Juli 2018).

Dari latar belakang di atas, penulistertarik untuk membahasnya denganjudul : “Analisis Hukum EkonomiSyariah Terhadap Praktek GadaiLahan Sawit Di Kecamatan GunungTuleh Kabupaten Pasaman Barat”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakanmetode penelitian kualitatif denganjenis penelitian lapangan (fieldresearch), dalam hal ini memperolehdata tentang Analisis HukumEkonomi Syariah terhadap PrakktekGadai Lahan Sawit di KecamatanGunung Tuleh Kabupaten PasamanBarat yang mencakup tentang bentuk-bentuk praktek gadai yang digunakandalam praktek gadai dan analisishukum ekonomi syariah terhadapbentuk-bentuk praktek gadai tersebut.Sumber data primer dalam penelitianini yaitu data yang diperoleh langsungdari lapangan melaluiinterview/wawancara di antaranya,

penggadai (rahin) dan penerima gadai(murtahin). Sumber data yangdiambil adalah bersifat sampel,sumber data dipilih secara purposivedan bersifat snowball sampling dansumber data yang dipilih adalah orangyang terlibat langsung dalam praktekgadai lahan sawit tersebut. Sumberdata sekunder yaitu data yangbersumber dari dokumen atauperaturan hukum yang menjadi acuandasar alasan penelitian diluar dataprimer yang ada hubungannya denganpenelitian.

HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN

A. Bentuk-bentuk praktek gadai yangdigunakan oleh masyarakatKecamatan Gunung TulehKabupaten Pasaman Barat.

Praktek gadai di KecamatanGunung Tuleh Kabupaten PasamanBarat sudah menjadi tradisi sejakmulai adanya adat Mandailing atauyang disebut adat manjujur yangartinya dalam akitifitas kehidupanharus selalu menanamkan kejujuran.Bentuk praktek gadai yang terjadi diKecamatan Gunung Tuleh dikenaldengan istilah manggadeon.Manggadeon ini terjadi ketikapemberi gadai telah menggadaikanlahan sawitnya kepada penerima gadaidan selanjutnya penerima gadai yang

Page 7: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 37

memegang, menguasai danmemanfaatkan serta mengelola lahansawit tersebut sampai pemberi gadaimenebusnya kembali.

Dahulu bentuk praktek gadai yangada di Kecamatan Gunung Tulehdilakukan antar karib kerabat ataufamili, namun seiring perkembanganzaman gadai ini dilakukan atas dasarkebutuhan dengan orang yang punyauang seperti pemilik modal atautengkulak tanpa ada sangkut pautpertalian darah. Barang yangdijadikan jaminan dalam gadai adalahlahan sawit dan yang dijadikansebagai pinjaman kebanyakan darimasyarakat adalah uang dan emas.

Berdasarkan wawancara penulisdengan Bapak Maswizar Sitohangselaku Tokoh masyarakat bahwapraktek gadai yang terjadi diKecamatan Gunung Tuleh disebabkankarena berbagai alasan, di antaranyaadalah masalah ekonomi yangsemakin sulit untuk terpenuhi,kebutuhan yang mendesak sehinggamembutuhkan uang atau dana dalamwaktu yang cepat, untuk modal usaha,biaya pendidikan, biaya berobat, biayaacara walimah atau pesta pernikahan(Maswizar Sitohang, wawancara, 20Juli 2018).

Berdasarkan keterangan dariTokoh Masyarakat di KecamatanGunung Tuleh yaitu Bapak SuparmanLubis gelar Sutan Lobe bahwa praktek

manggadeon di Kecamatan GunungTuleh Kabupaten Pasaman Barat,dilakukan beberapa bentuk yaitu:1. Gadai Salumpat Saindege artinya

bahwa praktek gadai harusdilakukan dengan dasar tolongmenolong bukan untukkepentingan pribadi.

2. Gadai Taporan Batu artinya bahwaapabila melakukan praktek gadaiharus ada jangka waktunya.Contohnya masa penebusan 1 tahunatau 2 tahun.

3. Gadai Siala Sampagul artinyabahwa seorang pemberi gadaimeminjamkan tanahnya kepada sipenerima gadai dengan syarat gadaiini hanya bisa dilakukan kalauorang tersebut bertali darah (ahliwaris).

4. Gadai Panen artinya gadai yangberlangsung hanya berpatokanpada musim panen, dimanapenggadai harus membayar ataumenebus utangnya setelahmemanen tanamannya.

5. Gadai Manotop artinya gadaihanya bisa dilakukan pada bulammuharram saja, karena disitudimulai awal kehidupan yang baru.Namun, praktek ini tidak pernahdilakukan lagi. (Suparman Lubisgelar Sutan Lobe, Wawancara,tanggal 22 Juli 2018).

Gadai yang penulis teliti disinisebagian besar adalah bentuk gadai

Page 8: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

38| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

taporan batu artinya bahwa apabilamelakukan praktek gadai harus adajangka waktunya. Contohnya masapenebusan 1 tahun atau 2 tahun.Karena diantara surat perjanjian gadaiyang ada di Kecamatan Gunung Tulehtelah disebutkan jangka waktunya,walaupun ada juga yang tidakdisebutkan jangka waktunya dalamperjanjian.

Praktek gadai lahan sawit yangdilakukan oleh masyarakat KecamatanGunung Tuleh mempunyai ketentuan-ketentuan yang harus diikuti olehsetiap masyarakat yang melakukanpraktek gadai sebagai berikut:1. Orang yang melakukan praktek

gadai harus sehat jasmani danrohani

2. Harus ada keterangan jelas daribarang yang digadaikan. Contohnyasebidang lahan sawit harus jelassiapa pemiliknya dan buktikepemilikannya seperti surat tanah.

3. Suka sama suka tanpa paksaan daripihak lain. Dalam melakukansebuah transaksi tentu kedua belahpihak telah memiliki niat untukmelakukan transaksi sesuai dengankeinginan hatinya. Apabila adapihak lain yang memaksa atau salahsatu pihak yang memaksa dalamtransaksi tersebut maka transaksiyang dilakukan tidak dapatdikatakan sah atau belum bisaterlaksanakan karena salah satu

pihak tidak rela untuk melakukantransaksi.

4. Besarnya nilai gadai (rahn)tergantung kesanggupan keduabelah pihak tanpa ada salah satupihak yang dirugikan. Maksudnyadisini adalah besarnya nilai daribarang yang digadaikan tergantungdari kesepakatan kedua belahpihak. Kedua belah pihakmerundingkan dan bernegosiasimengenai nilai barang gadai dankesanggupan dari penerima gadai(murtahin) tersebut hinggatercapailah sebuah kesepakatanyang merupakan hasil akhir darinilai barang (marhun) tersebut.

5. Harus dibuat surat dan diketahuioleh dua orang saksi. Dalammelakukan transaksi gadai, harusdilakukan pencatatan yang jelasdan terperinci dari kedua belahpihak, sebab transaksi gadai iniakan berlangsung lama hinggabarang yang digadaikan dapatditebus oleh rahin. Dalammelakukan akad dan pencatatantertentu harus ada saksi yangmenjadi penguat transaksi tersebutdan saksi juga berperan sebagaipembantu dalam pemecahanmasalah apabila disuatu saat adamasalah pada transaksi gadaitersebut. (Marwazi gelar RajaLubis, Wawancara, tanggal 23 Juli2018)

Page 9: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 39

Berdasarkan keterangan BapakAkmal selaku Tokoh AgamaKecamatan Gunung Tulehmengatakan bahwa praktek gadailahan sawit sudah turun-temurundilakukan oleh masyarakat. Namun,seiring perkembangan zaman praktekgadai ini disalahgunakan dan nilai-nilai keislaman yang ada didalamnyamulai terkikis oleh nafsumaterialisme. Sehingga praktek gadaiini dijadikan sebagai lahan bisnis olehorang yang mempunyai uang, padahaldalam adat Mandailing atau yangdisebut adat manjujur mengajarkannilai-nilai kejujuran dan keislamandalam melakukan praktek gadai yangtujuan utamanya adalah saling tolongmenolong. (Akmal, Tokoh Agama,Wawancara, tanggal 29 Juli 2018).

Berkenaan dengan praktek gadaidi Kecamatan Gunung TulehKabupaten Pasaman Barat, terdapatbeberapa pengertian gadai menurutmasyarakat sebagai berikut:

1. Pengertian gadai menurutmasyarakat

a. Gadai adalah praktek pinjammeminjam yang disertai denganadanya jaminan dan pengusaanbarang gadai berada padapenerima gadai.

b. Gadai adalah utang piutang yangdisertai dengan jaminan.

c. Gadai adalah bisnis pinjammeminjam untuk mendapatkankeuntungan.

d. Gadai adalah menahan salahsatu harta milik penggadai(rahin) sebagai barang jaminan(marhun) atas pinjaman yangditerimanya.

e. Gadai adalah pemberian uangkepada penggadai yang disertaidengan jaminan dan adanyabiaya tambahan yang harusdiberikan pada waktu tertentu.Misalnya, tidak bisa melunasisesuai waktu yang diperjanjikan.

2. Alasan masyarakat melakukanpraktek gadai

Munculnya praktek gadailahan sawit dalam masyarakatdilatar belakangi oleh kebutuhanakan uang tunai (cash money) yangdianggap mendesak untukmemenuhi kebutuhan yangmendesak. Untuk lebih rinci danlebih jelasnya penulis akanmemaparkan alasan pihakpenggadai dan penerima gadaidalam melakukan praktek gadailahan sawit:a. Alasan penggadai menggadaikan

lahan sawitMasyarakat menggadaikan

lahan sawit miliknya pada dasarnyadisebabkan kebutuhan konsumtifdan kebutuhan produktif.Kebutuhan konsumtif, seperti

Page 10: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

40| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

kebutuhan akan belanja pestapernikahan, biaya sekolah anak danbiaya berobat. Kebutuhan produktifseperti kebutuhan untukmendapatkan modal usaha.

Keterangan dari respondenyang menggadaikan lahan sawitmenuturkan bahwa dia melakukanpraktek gadai lahan sawit tersebutkarena keperluan biaya perkawinananaknya, kendati lahan sawit yanggadaikan tersebut merupakansumber mata pencaharian keluargamereka.

Di samping itu terdapat puladiantara masyarakat yangmenggadaikan lahan sawit miliknyakarena keperluan menambahmodal kerja (modal usaha),pembelian barang untuk usahaproduktif seperti pembelian pedati,dodos (alat pengambil sawit),maupun pembelian barangkonsumtif seperti materialbangunan rumah tinggal dan lain-lain.

Namun dari sekian fenomenayang penulis temukan, masyarakatpada umumnya menggadaikanlahan sawit di sebabkan kebutuhanyang mendesak dalam skalakonsumtif baik konsumtif primermaupun konsumtif sekunder yangdilakukan oleh masyarakatekonomi lemah. Hal ini terbuktiadanya masyarakat yang

menggadaikan lahan sawit dansudah berlangsung lama namunbelum memiliki kemampuan untukmenebusnya kembali.

Berikut ini dapat diilustrasikanalasan penggadai menggadaikanlahan sawitnya sebagaimana datayang diperoleh di lapangan, yaitu:

1) Untuk memenuhi kebutuhanyang mendesak.

2) Untuk memperoleh danatunai yang cepat dan tidakberbelit-belit.

3) Tidak terkejar waktu untukmembayar pokok maupunbunganya, seperti yangberlaku di beberapa lembagakeuangan

4) Lahan sawit yang digadaikansewaktu-waktu dapat diambilkembali jika penggadaimemiliki uang untukmenebusnya.

5) Penggadai memilihmenggadaikan lahan sawitnyadaripada menjualnya, karenasawah senantiasa mengalamiharga yang meningkat setiaptahunnya.

b. Alasan penggadai untukmenerima tawaran gadai lahansawit

Dalam praktek gadai lahansawit, ada beberapa alasanseseorang melakukan danmenerima gadai sawah yaitu:

Page 11: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 41

1) Sebagai sarana untukmenabung dengan carapraktis.

2) Untuk mendapatkankeuntungan yang lebih besardibanding menabung di bank.

3) Menambah penghasilan.4) Menolong kerabat yang

membutuhkan dana segar.Namun, secara keseluruhan

responden sepakat jika mendapatkeuntungan merupakan faktor utamayang memotivasi seseorang menerimagadai. Hal ini terbukti bahwa darisekian responden yang diwawancaraihanya satu yang mengaku relamenggadai sawah (khusus untuksawah saudaranya) dengan tidakmengambil manfaat dari sawah yangdigadaikan padanya. Walaupun adabeberapa responden yang mengakuterdorong menggadai sawah karenasekedar menolong kerabat dekatnyanamun tetap tidak rela (merasa rugi)jika tidak memperoleh hasil darisawah yang ditahannya.

Kasus praktek gadai yang terjadidi Kecamatan Gunung Tuleh adabeberapa bentuk, diantaranya:

Pertama, Bapak Isnardi sebagai pihakpenggadai

Isi perjanjian gadai menjelaskanbahwa Bapak Isnardi disebut sebagaipihak I (pertama) atau penggadai,umur 52 tahun, dan pekerjaanwiraswasta. Kemudian, Bapak Deddi

Yandra disebut sebagai pihak II(kedua) atau penerima gadai, umur 39tahun, dan pekerjaan sebagai buruhtani. Dalam isi perjanjian menyatakanbahwa pihak I (pertama) ataupenggadai mengakui telah meminjamuang sebanyak Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah) kepada pihakII atau penerima gadai denganmenyerahkan lahan sawit seluas 2 ha(hektar) dalam jangka waktu 2 tahunpada tanggal 12 Mei 2015.

Seluruh pengelolaan danpenggunaan lahan sawit menjadi hakdan tanggung jawab penerima gadaisampai pinjaman lunas. Apabilapinjaman tersebut belum dilunasi olehpenggadai, maka akan diberi tenggangwaktu selama 2 bulan. Dan apabilapenggadai tidak bisa melunasiutangnya sampai batas waktu yangdiperjanjikan maka penggadai harusmembayar biaya tambahan sebesarRp. 200.000,- setiap bulan atausekitar 0,4% dari jumlah pinjaman.

Berdasarkan hasil wawancaradengan Bapak Isnardi selakupenggadai menjelaskan bahwa diamenggadaikan lahan sawitnya kepadaBapak Deddi Yandra, kata-kata yangdiucapkan Bapak Isnardi selakupenggadai adalah “Bang, porlu jauepeng untuk mambangun bagas. Tiopabang ma lahan sawit kon 2 (dua)hektar, au pinjam epeng abang limapulu juta salambat 2 (dua) taon

Page 12: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

42| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

mulai mon tanggal 12 Mei 2015 naon”. Kemudian Bapak Deddi Yandramenjawab, “ulehen ma diho epengnagiot mi, tai ho harus malunasisampai waktu parjanjian nai, palainda lunas ho harus membayarbunga dua ratus ribu satiop bulan”.Maksudnya, (Bang, saya perlu uanguntuk membangun rumah. Abangpegang lahan sawit saya ini 2 (dua)hektar, dan saya pinjam uang abangsebesar Rp. 50.000.000,- selama 2(dua) tahun dari tanggal 12 Mei 2015.Kemudian Bapak Deddi Yandramenjawab, saya berikan uang yangkamu inginkan, tapi kamu harusmelunasi sesuai waktu perjanjian.Kalau tidak bisa dilunasi maka harusmembayar bunga sebesar Rp.200.000,- setiap bulannya.

Pada tanggal 20 Maret 2016Bapak Isnardi sudah menebussebagian utangnya kepada BapakDeddi Yandra dengan jumlahkeseluruhannya sebesar Rp.20.000.000,-. Sesuai dalam suratperjanjian, apabila penggadai (rahin)tidak bisa melunasi utangnya sampaibatas waktu yang ditentukan makaakan dibebankan biaya tambahansebesar Rp. 200.000,- (dua ratus riburupiah) setiap bulan. Karena BapakIsnardi tidak bisa melunasi utangnyasesuai batas tenggang waktu yangdiberikan dalam surat perjanjianmaka sejak tanggal 13 Juli 2017 Bapak

Isnardi harus membayar biayatambahan atau bunga sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah) atausekitar 0,4 % dari jumlah pinjamansetiap bulannya.

Berdasarkan hasil wawancarapeneliti dengan Bapak Isnardi selakupenggadai (rahin), ia sering didatangioleh Bapak Deddi Yandra untuksegera melunasi utangnya besertadengan biaya tambahan yangdiperjanjikan, hampir setiap sekaliseminggu bapak Deddi Yandra datangkerumahnya. Bapak Isnardi sudahmenebus biaya tambahannyasebanyak 3 (tiga) kali, kalaudijumlahkan menjadi Rp. 600.000,-.Jadi, jumlah seluruh utang yang sudahdibayar Bapak Isnardi adalah sebesarRp. 20.600.000,- (dua puluh jutaenam ratus ribu rupiah). (Isnardi,Penggadai, Wawancara, tanggal 05Juli 2018)

Bapak Deddi Yandra jugamengatakan bahwa adanya tambahanterhadap jumlah pinjaman tersebut,agar mendapatkan sedikitkeuntungan. Karena akhir-akhir inihasil dari panen semakin menurundan harga sawit sekarang lebih murahdaripada sebelumnya. (Deddi Yandra,Penerima Gadai, Wawancara, 07 Juli2018).

Berdasarkan wawancara denganBapak Arqam selaku Kepala JorongParaman Ampalu, terkait dengan

Page 13: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 43

kasus di atas mengatakan bahwapraktek gadai di atas tidak masalahuntuk dilaksanakan karena sudahmenjadi kebiasaan di lingkunganmasyarakat dan bukan sesuatu halyang baru. Sehingga penggadai(rahin) bisa mendapatkan uangsecepatnya tanpa harus bertele-telepergi ke suatu bank. (Arqam, KepalaJorong Paraman AmpaluWawancara, 8 Juli 2018).

Bapak Rafki selaku ahli waristidak mengetahui bahwa BapakIsnardi selaku penggadai telahmenggadaikan lahan sawitnya kepadaBapak Deddi Yandra. (Rafki, AhliWaris, Wawancara, 08 Juli 2018).

Sesuai dengan hasil wawancaradengan saksi, yaitu Bapak Abdul Hafismengatakan bahwa dalam perjanjiangadai tersebut tidak ada ahli warisyang ikut serta menandatanganiperjanjian gadai bahkan ahli waristidak ada yang mengetahuiseorangpun. (Abdul Hafis, Saksi,Wawancara, 8 Juli 2018).

Pendapat penulis sesuai dengankasus praktek gadai di atas, bahwaseluruh pengelolaan dan hasil darilahan sawit tersebut dikuasai olehpenerima gadai (murtahin) danadanya biaya tambahan yang harusdiberikan oleh penggadai (rahin)kepada penerima gadai (murtahin)apabila utang tidak bisa ditebus sesuaijangka waktu yang ditetapkan dalam

akad, yaitu penggadai harusmembayar biaya tambahan sebanyakRp. 200.000,- atau 0,4% dari Rp.50.000.000,- setiap bulan.

Kedua, Bapak Epa sebagai pihakpenggadai

Isi perjanjian gadai menjelaskanbahwa Bapak Epa disebut sebagaipihak I (pertama) atau penggadai,umur 46 tahun, dan pekerjaan sebagaipetani. Kemudian, Bapak Akmamdisebut sebagai pihak II (kedua) ataupenerima gadai, umur 53 tahun, danpekerjaan sebagai wiraswasta. Dalamisi perjanjian menyatakan bahwapihak I (pertama) atau penggadaitelah meminjam uang sebanyak Rp.40.000.000,- kepada pihak II (kedua)atau penerima gadai denganmenyerahkan lahan sawitnya denganluas 1 ha (hektar) selama 1 tahun sejaktanggal 20 Agusutus 2015. Denganpersyaratan apabila uang sudahdikembalikan maka harus membayarbiaya tambahan sebanyak Rp.5.000.000,-.

Hasil wawancara dengan BapakEpa sebagai penggadai datang kerumah Bapak Akmam, adapunpercakapan yang terjadi adalah:“kahannggi, porlu jau epeng 40 juta.Tiop kahanggi ma lahan sawit ki nadi ranto panjang i saluas sada hektarsalamo dua taon mon tanggal 20Agustus 2015 on. Kemudian BapakAswar menjawab, “olo, inda manguai

Page 14: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

44| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

tai harus adong epeng tambahnalima juta pala dung dipaulakko utangmi”. Maksudnya, (Bang, saya perluuang sebesar Rp. 40.000.000,-, abangpegang lahan sawit yang ada di rantopanjang seluas 1 ha (hektar) selama 2(dua) tahun sejak tanggal 20 Agustus2015. Kemudian Bapak Aswarmenjawab, “Ya, tidak apa-apa tapiharus ada uang tambahannya sebesarRp. 5.000.000,- waktu penebusanutang”. (Epa, Wawancara, tanggal 12Juli 2018). Dengan isi perjanjianseluruh pengelolan dan hasil lahansawit tersebut menjadi hak pihakpenerima gadai dan setelah sampaidua tahun penggadai menebuskembali lahan sawitnya denganpersyaratan harus membayar biayatambahan atau bunga sebanyak Rp.5.000.000,-. Jadi, apabiladijumlahkan uang yang harus ditebusoleh Bapak Epa sebesar Rp.45.000.000,-. Sampai saat sekarangini belum ada uang yang ditebus olehBapak Epa kepada Bapak Akmam,sehingga lahan sawit tersebut masihberada dalam penguasaan BapakAkmam selaku penerima gadai.

Bapak Akmam selaku penerimagadai (murtahin) mengatakan bahwatujuan dari praktek gadai tersebutialah untuk membantu penggadai(rahin) mendapatkan uang yangdiinginkannya, sekaligus untuk bisnisdan mendapatkan keuntungan yang

sebesar-besarnya. (Akmam, PenerimaGadai, Wawancara, 13 Juli 2018).

Pendapat penulis sesuai dengankasus praktek gadai di atas adalahseluruh pengelolaan dan hasil darilahan sawit tersebut dikuasai olehpenerima gadai (murtahin) danadanya biaya tambahan yang harusdiberikan oleh penggadai (rahin)sebesar Rp. 5.000.000,- pada saatpenebusan utang yang diperjanjikandalam akad.

Ketiga, Bapak Thamrin Nasutionsebagai pihak penggadai

Isi perjanjian menjelaskan bahwaBapak Thamrin Nasution disebutsebagai pihak I (pertama) ataupenggadai, umur 59 tahun danpekerjaan sebagai wiraswasta.Kemudian, Bapak Indriadi disebutsebagai pihak II (kedua) ataupenerima gadai, umur 42 tahun danpekerjaan sebagai petani. Dalam isiperjanjian menyatakan bahwa pihak I(pertama) atau penggadai mengakutelah meminjam uang sebesar Rp.65.000.000,- kepada pihak II (kedua)atau penerima gadai denganmenyerahkan lahan sawit dengan luas3 ha (hektar) sejak tanggal 06 Juli2015.

Seluruh hak pengelolaan lahansawit tersebut menjadi hak penerimagadai sampai pinjaman lunas. Apabilapinjaman tersebut belum dilunasi olehpenggadai maka akan diberi tenggang

Page 15: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 45

waktu selama 1 bulan. Dan apabilapihak pertama tidak bisa melunasisampai batas waktu yangdiperjanjikan maka lahan sawittersebut secara otomatis menjadi hakmilik penerima gadai.

Hasil wawancara dengan BapakThamrin Nasution selaku penggadaimenjelaskan bahwa dia menggadaikanlahan sawitnya kepada Bapak Indriadiselaku penerima gadai dengan luaslahan sawit 3 ha (hektar). BapakThamrin Nasution datang ke rumahBapak Indriadi untuk menggadaikanlahan sawitnya dan ia mengatakan,“Udak, au giot manggadaeon lahanni sawit kon tu udak sabahat toluhektar harana porlu jau epeng onompulu lima juta untuk modal usahotobat gulaen dot biaya anak kuliah.Pala bisa garina mon tanggal 06 Juli2015 na onma”. Kemudian BapakIndriadi menjawab, “inda manguai,tapi harus adong syaratna,parjanjian on salambat sataon lalulahan sawit on hasil nai jau sampeutangmu lunas, pala inda lunassasuai waktu nai jau lahan sawitmon”. Maksudnya (Pak, saya maumenggadaikan lahan sawit sebanyak 3ha (hektar) karena saya perlu uangsebesar Rp. 65.000.000,- untukmodal usaha kolam ikan dan biayaanak kuliah. Kalau bisa terhitung sejaktanggal 06 Juli 2015. (ThamrinNasution, Wawancara, tanggal 14 Juli

2018). Kemudian Bapak Indriadimengatakan, tidak apa-apa, tapi harusada syaratnya yaitu perjanjian iniselama 1 (satu) tahun, seluruhpengelolaan hasil lahan sawitdiserahkan kepada saya dan apabilatidak lunas, maka lahan sawit menjadimilik saya). (Bapak Indriadi,Wawancara, tanggal 16 Juli 2018).

Selanjutnya, di dalam perjanjiandisebutkan bahwa masa waktupenebusan utang gadai dari tanggal 06Juli 2015 sampai tanggal 06 Juli 2016dengan masa tenggang waktu 1 (satu)bulan. Pada tanggal 10 Januari 2016Bapak Thamrin Nasution sudahmenebus sebagian utangnya kepadaBapak Indriadi sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima jutarupiah). Namun, Bapak ThamrinNasution tidak bisa melunasiutangnya sampai batas waktuperjanjian, dan pada akhirnya lahansawit tersebut menjadi milik BapakIndriadi terhitung sejak tanggal 06Agustus 2016.

Pendapat penulis sesuai denganpraktek gadai di atas, bahwa apabilapenggadai (rahin) tidak bisa menebusutang gadai sesuai dengan jangkawaktu yang ditetapkan dalam akad,maka kepemilikan lahan sawittersebut menjadi milik penerima gadai(murtahin).

Keempat, Suparman sebagai pihakpenggadai

Page 16: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

46| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

Isi perjanjian menjelaskan bahwaBapak Suparman disebut sebagaipihak I (pertama) atau penggadai,umur 54 tahun, dan pekerjaan sebagaipetani. Kemudian, Bapak Hasan Basridisebut sebagai pihak II (kedua) ataupenerima gadai, umur 56 tahun, danpekerjaan sebagai petani. Dalam isiperjanjian menyatakan bahwa pihak I(pertama) atau penggadai telahmeminjam uang sebesar Rp.27.000.000,- kepada pihak II (kedua)atau penerima gadai denganmenyerahkan lahan sawit seluas 4hektar sejak tanggal 23 Desember2014 tanpa disebut secara jelas jangkawaktunya. Namun, dalam perjanjiandisebutkan bahwa penerima gadaiharus mengembalikan lahan sawitnyakepada penggadai setelah pinjamanlunas.

Berdasarkan hasil wawancaradengan Bapak Suparman sebagaipihak penggadai yang menggadaikanlahan sawitnya kepada Bapak HasanBasri, “Lae, au giot manggadeonlahan sawit kon tuho 4 hektar,harana giot maminjam epeng au jodua pulu pitu juta ken biaya nipernikahan anakku mulai mon 23Desember 2014 on ma”. KemudianBapak Hasan Basri menjawab, “aulehen pe diho sajia giotmu”.Maksudnya, (Abang Ipar, saya inginmenggadaikan lahan sawit kepadaabang seluas 4 ha (hektar), karena

saya mau meminjam uang sebesar Rp.27.000.000,- untuk biaya pernikahananak saya dari tanggal 23 Desember2014. Kemudian Bapak Hasan Basrimenjawab, saya berikan uang sesuaiyang kamu inginkan). (Suparman,Penggadai, Wawancara, tanggal 18Juli 2018).

Pada tanggal 5 Mei 2017 BapakHasan Basri selaku penerima gadai(murtahin) telah menjual lahan sawitmilik Bapak Suparman seluas 4 ha(hektar) tersebut kepada BapakRajuddin dengan jumlah hargasebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluhjuta rupiah) tanpa sepengetahuanBapak Suparman selaku penerimagadai (murtahin) yang sebelumnyamasih dalam ikatan perjanjian gadai.(Hasan Basri, Penerima Gadai,Wawancara, 20 Juli 2018).Kemudian, uang yang diterima daripenjualan lahan sawit tersebutdigunakan untuk melunasi utangBapak Suparman, namun sisa uangyang diterima Bapak Hasan Basridalam penjualan lahan sawit tersebuttidak diberikan kepada BapakSuparman tetapi digunakan untukkonsumsi sendiri. (Suparman,Penggadai, Wawancara, tanggal 18Juli 2018).

Bapak Suparman selakupenggadai (rahin) tidak mengetahuibahwa lahan sawit miliknya sudahdijual oleh Bapak Hasan Basri selaku

Page 17: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 47

penerima gadai (murtahin) kepadaBapak Rajuddin. Bapak Suparmanmengatakan bahwa dia sudahmenebus sebagian utangnya sebesarRp. 7.000.000,- (tujuh juta rupiah)kepada Bapak Hasan Basri.(Suparman, Penggadai, Wawancara,20 Juli 2018).

Pendapat penulis sesuai dengankasus praktek gadai di atas, bahwaseluruh pengelolaan dan hasil lahansawit tersebut dikuasai oleh penerimagadai (murtahin) dan penggadai(rahin) tidak mengetahui bahwapenerima gadai (murtahin) telahmenjual lahan sawit miliknya kepadaorang lain atau pihak ketiga.Kemudian, sisa uang dari hasil daripenjualan lahan sawit tersebut tidakdiberikan kepada penggadai (rahin)selaku pemilik sah dari lahan sawittersebut.

Kelima, Bapak Marta sebagai pihakpenggadai

Isi perjanjian gadai menjelaskanbahwa Marta disebut sebagai pihak I(pertama) atau penggadai, umur 42tahun, dan pekerjaan sebagai petani.Kemudian, Bapak Zulkani disebutsebagai pihak II (kedua) ataupenerima gadai, umur 38 tahun, danpekerjaan sebagai petani. Dalam isiperjanjian menyatakan bahwa pihak I(pertama) atau penggadai telahmeminjam uang sebesar Rp.30.000.000,- kepada pihak II (kedua)

atau penerima gadai dengan syaratpenggadai harus menyerahkan lahansawitnya seluas 1 ha (hektar) kepadapihak penerima gadai selama 10tahun. Segala hasil panen dan biayaperawatan lahan sawit menjadi hakdan tanggung jawab pihak penerimagadai. Selanjutnya, setelah jangkawaktu 10 tahun hutang pihakpenggadai kepada penerima gadaidianggap lunas dan lahan sawittersebut dikembalikan kepada pihakpenggadai.

Hasil wawancara dengan BapakMarta sebagai pihak penggadai yangmenggadaikan lahan sawitnya kepadaBapak Zulkani, “ayah tuo, au gadeonkon lahan sawit di mamak saluassada hektar, harana giot maminjamepeng au tu mamak tolu pulu juta.Epeng nai parguna kan parubat nialak bagas, pala bisa garina montanggal 21 Juni 2014 na onma.Maksudnya, (Pak, saya menggadaikanlahan sawit kepada bapak seluas 1 ha(hektar), karena saya mau meminjamuang sama bapak Rp. 30.000.000,-.Uangnya digunakan untuk berobatistri, kalau bisa dari tanggal 21 Juni2014). (Marta, Penggadai,Wawancara, 25 Juli 2018). Seluruhpengelolaan dan hasil lahan sawitmenjadi milik Bapak Zulkani sampaisepuluh tahun, namun apabiladihitung 3 (tiga) tahun saja hasil darilahan sawit tersebut sudah bisa

Page 18: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

48| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

melunasi utang dari Bapak Zulkani,karena sesuai dengan wawancaradengan Bapak Zulkani 1 (satu) bulansaja sudah ada 2 juta uang yangditerima dari lahan sawit tersebut.(Zulkani, Penerima Gadai,Wawancara, 27 Juli 2018).

Pendapat penulis sesuai dengankasus praktek gadai di atas, bahwaseluruh pengelolaan dan hasil darilahan sawit tersebut dikuasai olehpenerima gadai (murtahin) selama 10tahun. Setelah jangka waktu tersebututang penggadai (rahin) dianggapsudah lunas dan penerima gadai harusmengembalikan lahan sawit tersebutkepada penggadai.

B. Analisis Hukum Ekonomi Syariahterhadap Praktek Gadai LahanSawit di Kecamatan Gunung TulehKabupaten Pasaman Barat.

Bentuk-bentuk praktek gadai yangada di Kecamatan Gunung TulehKabupaten Pasaman Barat yangterjadi antara pihak penggadai (rahin)dan pihak penerima gadai (murtahin)dilakukan atas dasar suka sama suka.Penggadai (rahin) serta penerimagadai (murtahin) sudah memenuhirukun yaitu penggadai (rahin),penerima gadai (murtahin), baranggadai (marhun), dan adanya utang(marhun bih). Namun syarat-syaratgadai belum terpenuhi yaitu shigatakad dimana dalam praktek gadaitersebut masih digantungkan dengan

syarat yaitu adanya pemanfaatanbarang gadai oleh penerima gadai danadanya tambahan biaya dalampenebusan utang. Sementara dalamhukum ekonomi syariah disebutkanbahwa apabila akad gadaidigantungkan dengan syarat ataudisandarkan kepada masa yang akandatang, maka akad fasid sepertihalnya jual beli. Syafi’iyah danHanafiyah berpendapat bahwa syaratgadai sama dengan syarat jual beli,karena gadai merupakan akadmaliyah. Salah satu ulama mazhabHanafi yaitu Syeikh Alauddin Al-Samarqandy dalam Tuhfatu al-Fuqaha’ Li Al-Samarqandymenjelaskan:

“Karena sesungguhnya penetapansyarat kemanfaatan bagi salahsatu pihak yang bertransaksiadalah termasuk pasal riba ataumerupakan bagian darisyubhatnya riba”. (Al-Samarqandy,1984: 52)

Barang gadai yang dijadikan objekoleh masyarakat Kecamatan GunungTuleh Kabupaten Pasaman Baratadalah lahan sawit yang sudahmemenuhi rukun dan syarat yaitubarang yang bernilai harta, jelaskepemilikan barang, barang yangdiakadkan ada ketika transaksiberlangsung dan diterima oleh pihakpenerima gadai.

Page 19: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 49

Kasus-kasus praktek gadai yangterjadi pada masyarakat KecamatanGunung Tuleh Kabupaten PasamanBarat terdapat beberapapermasalahan diantaranya adalah:1. Pemanfaatan Barang Gadai

Pemanfaatan barang gadai yangdilakukan oleh masyarakatKecamatan Gunung TulehKabupaten Pasaman Barat, dimanabarang gadai dimanfaatkan olehpenerima gadai (murtahin) selamabarang gadai belum ditebus ataudibayar utangnya oleh si penggadai(rahin), padahal dalam konsephukum ekonomi syariah atau fikihmuamalah bahwa barang gadaitidak boleh dimanfaatkan olehpenerima gadai (murtahin. Dengandemikian, orang yang memberikanhutang tidak diperbolehkanmengambil manfaat dari barangyang digadaikan, meskipun orangyang berutang mengizinkannya.Apabila dia mengambil manfaatdari barang yang digadaikan, makaia adalah piutang yangmendatangkan manfaat dan setiappiutang yang mendatangkanmanfaat adalah riba. (Sayyid Sabiq,2009: 46)

Jumhur Fuqaha berpendapatbahwa penerima gadai (murtahin)tidak boleh mengambil suatumanfaat barang-barang gadaiantersebut, sekalipun penggadai

(rahin) mengizinkannya, karena haltermasuk kepada utang yangmendatangkan manfaat, sehinggabila dimanfaatkan termasuk riba,Sebagaimana kaidah fiqh yangmenyatakan:Setiap piutang yang ditarikmanfaat di dalamnya, maka ituadalah riba. (Al-Ats Qalani, 1993:56)

Gadai diperbolehkan di dalamIslam karena mengandung unsurtolong-menolong dan perbuatantersebut sangat dianjurkan di dalamIslam. Sebagaimana firman Allahdalam surat Al-Maidah ayat 2 yangberbunyi:

“Dan tolong-menolonglah kamudalam (mengerjakan) kebajikandan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa danpelanggaran. dan bertakwalahkamu kepada Allah, SesungguhnyaAllah amat berat siksa-Nya”. (QS.Al-Maidah: 2)

Bentuk praktek gadai yang terjadidi Kecamatan Gunung TulehKabupaten Pasaman Barat, dapatpenulis ambil kesimpulanberdasarkan hasil wawancara yangpenulis lakukan bahwa pihakpenggadai menggadaikan lahansawitnya melampaui batas waktusebagaimana yang telah dijelaskan didalam perjanjian yang umumnyamenggunakan akad gadai dimana

Page 20: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

50| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

utang harus dilunasi sesuai waktuyang diperjanjikan. Realita yangterjadi pihak penggadai belum jugamenebus lahan sawit miliknya hinggabelasan tahun lamanya. Padahal didalam Al-Qur’an dijelaskan tentangkewajiban untuk menjalankan akadatau perjanjian sebagaimanadijelaskan di dalam surat Al-Maidahayat 1 yang berbunyi:

“.....Hai orang-orang yangberiman, penuhilah aqad-aqaditu...”. (QS. Al-Maidah: 1)

Berdasarkan penjelasan ayat diatas, telah dijelaskan untuk memenuhiakad-akad atau perjanjian dalamsuatu muamalah. Sama halnya denganpraktek gadai yang terjadi diKecamatan Gunung Tuleh KabupatenPasaman Barat dalam hal inikhususnya kepada pihak penggadai(rahin) agar memenuhi ataumelaksanakan isi akad untuk menebuskembali lahan sawitnya setelah waktugadai berakhir. Sehingga akad atauperjanjian yang telah dibuat dandisetujui oleh kedua belah pihak dapatterlaksana sesuai dengan isi perjanjiantersebut.

Selain masalah penebusan utangyang tidak sesuai dengan perjanjian,hukum ekonomi syariah jugamemandang permasalahan tentangpemanfaatan gadai lahan sawit yangdilakukan oleh penerima gadai diKecamatan Gunung Tuleh. Karena

dalam hukum ekonomi syariah padadasarnya barang gadai tidak bolehdiambil manfaatnya oleh penerimagadai, namun tetap menjadi hak milikpenggadai. Kecuali apabila telahmendapat izin dari masing-masingpihak yang bersangkutan untukmenghindari kemubaziran. Sebab hakpemilik barang tidak memiliki secarasempurna yang memungkinkanmelakukan perbuatan hukum,misalnya mewakafkan, menjual dansebagainya sewaktu-waktu atasbarang miliknya itu. Sedangkan hakpenerima gadai terhadap barang gadaihanya ada pada keadaan atau sifatkebendaannya yang mempunyai nilai,tetapi tidak pada guna danpemanfaatan/pengambilan hasilnya.Seperti hadis Rasulullah Saw yangdiriwayatkan oleh Bukhari:

راهيم حدثـنا ه ة شام حدثـنا قـتاد حدثـنا مسلم بن إبـ عنه قال: قال رس صلىعن أنس رضي ا ول ا

عليه وسلم: ( لا يـغلق الر هن من صاحبه الذيا◌ ليه غرمه رهنه, له غنمه, وع

“Telah menceritakan kepada kamiMuslim bin Ibrahim telahmenceritakan kepada kamiHisyam telah menceritakankepada kami Qatadah dari Anasradliallahu 'anhu berkata:Rasulullah bersabda “Tidakterlepas kepemilikan barang gadaidari pemilik yang

Page 21: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 51

menggadaikannya. Ia memperolehmanfaat dan menanggungresikonya.” (Bukhari, 1996: 231)

Penerima gadai (rahin) hanyaberhak menahan barang gadai, tetapitidak berhak menggunakan ataumemanfaatkan/mengambil hasilnya.Sementara itu, pemilik barang gadaiberhak menggunakan barang tersebut,baik untuk mengelolanya maupunmendapatkan hasil dari barang gadaitersebut. (Karim, 2010: 13)

Menurut hukum Islam, jika yangmenggunakan barang gadaian ituadalah orang yang menerima gadai,terdapat tiga keadaan: Pertama, jikapenerima gadai (murtahin)menggunakan barang gadaiantersebut tanpa imbalan standar, makahal itu diharamkan karena termasukdalam kategori riba. Berkata IbnuQudamah:

ذن الرهن للمر ثهن في الانتفاع بغير فإن أيجز , عواض , وكان دين الرهن من قرض , لملآنه يحصل قرضا يجر منفعة , وذلك حرام

“Jika rahin (pemilik barang gadai)mengizinkan bagi murtahin(pemegang gadai) untukmemanfaatkan barang gadaitersebut tanpa ada imbalan,sedang rahin berhutang kepadamurtahin, maka hal ini tidak boleh,karena utang yang memberikanmanfaat bagi yang memberikan

utang, sehingga masuk dalamkategori riba”. (Qudamah, 1997:431)

Kedua, jika murtahinmemanfaatkan barang gadai tadidengan imbalan yang standar, makapara ulama berbeda pendapat:mayoritas ulama tidakmembolehkannya, sedangkan MazhabHanabilah membolehkannya, karenayang demikian itu masuk dalamkategori akad sewa, dan bukantermasuk memanfaatkan baranggadaian. Ini adalah sebagian pendapatulama Hanabilah, tetapi mayoritasulama tidak membolehkannya karenabarang gadaian tersebut bukan milikpemegang gadai. (Rusyd, 2010: 276).

Ketiga, jika barang gadai tersebutmembutuhkan biaya perawatan, makabiayanya ditanggung oleh rahin(pemilik gadai tersebut). Jikapenggadai tidak memberikan biayaperawatan, maka penerima gadai yangmengeluarkan biaya perawatan, tetapidia dibolehkan untukmemanfaatkannya sesuai denganbiaya yang dikeluarkannya. Dalilnyaadalah hadis yang diriwayatkan olehBukhari, bahwasanya Rasulullah Sawbersabda:

أخبر ثـنا محمد بن مقاتل أخبر عبد ا حد عنه ء عن الشعبي عن أبي هريـرة رضي ا زكر

عليه وسلم الرهن قال قال رسول صلى ا ا

Page 22: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

52| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

يـركب بنـفقته إذا كان مرهو ولبن الدر يشرب بنـفقته إذا كان مرهو وعلى الذي يـركب

فقة ويشرب النـ“Telah menceritakan kepada kamiMuhammad bin Muqatil telahmengabarkan kepada kami'Abdullah telah mengabarkankepada kami Zakariya' dari Asy-Sya'biy dari Abu Hurairahradliallahu 'anhu berkata;Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam bersabda: (Hewan)boleh dikendarai jika digadaikandengan pembayaran tertentu, susuhewan juga boleh diminum biladigadaikan dengan pembayarantertentu, dan terhadap orang yangmengendarai dan meminumsusunya wajib membayar.” (H.RBukhari) (Bukhari, 1996: 161).

Adapun hadis di atas dianggapmansukh dengan hadis Ibnu Umaryang menyatakan bahwa tidakdibolehkan memerah susu kambingorang lain, kecuali dengan izinnya.Bahkan Imam Mawardi menyatakanbahwa hadis di atas tidak ada kata-kata yang menerangkan bahwa yangmenaiki dan memanfaatkan baranggadaian tersebut adalah pemeganggadai (murtahin). Berkata ImamMawardi: “Dalam hadis di atasditerangkan bahwa biaya perawatandibebankan kepada yang menaiki dan

meminum susunya, padahalkewajiban perawatan dibebankankepada rahin (yang menggadaikan)bukan kepada murtahin (yangmenerima gadai)”. (Mawardi, t.th: 14).Hal senada juga disampaikan olehIbnu Rusyd di dalam Bidayat al-Mujtahid: “Tidak benar kalaudiartikan bahwa yang menaiki danyang memerah susunya adalahpemegang gadai (murtahin). (Rusyd,2010: 276).

Seharusnya diusahakan agardidalam perjanjian gadai itutercantum jika pemegang gadai mintadiizinkan memanfaatkan baranggadai, maka hasilnya menjadi milikbersama (production sharing).Ketentuan ini dimaksudkan untukmenghindari harta benda tidakberfungsi (mubazir). (Salim, 2012: 5).

Dari pembahasan di atas, bisa kitasimpulkan bahwa pemegang gadaitidak boleh memanfaatkan baranggadaian seperti lahan sawit, sawah,sepeda motor dan lain sebagainya,dalam bentuk apapun juga walaupunsudah diizinkan pemiliknya. Karenahal itu termasuk riba yangdiharamkan dalam Islam. Kecuali jikabarang gadaian tersebut perlu biayaperawatan sedang pemiliknya tidakmau mengeluarkan biaya perawatan,sehingga biayanya dibebankan kepadapemegang gadai dan di dalamperjanjian harus tercantum bahwa

Page 23: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 53

pemegang gadai boleh memanfaatkanbarang gadai kemudian hasilnyamenjadi milik bersama (productionsharing) untuk menghindari hartabenda tidak berfungsi (mubazir).Dalam keadaan seperti ini menurutsebagian kecil ulama, diperbolehkanpemegang memanfaatkan baranggadaian tersebut sebesar biayaperawatan yang dikeluarkan.

Mayoritas ulama tetapmengharamkannya secara mutlak. Halyang serupa pernah ditanyakan olehpara ulama yang terkumpul dalamLajnah Daimah untuk fatwa di ArabSaudi dan mereka menyatakan bahwahukumnya haram, karena termasukdalam kategori riba. Ulama MazhabHanafi, Mazhab Maliki, dan ulamaMazhab Syafi’i berpendapat sekalipunpemilik barang itu mengizinkannya,pemegang agunan tidak bolehmemanfaatkan barangnya. Karenaapabila barang gadaian itudimanfaatkan, maka hasilpemanfaatan tersebut merupakan ribayang dilarang syara’ sekalipunmemperoleh izin dari pemiliknya.Bahkan menurut pernyataan tersebutrela dan izin dalam hal ini lebihcenderung dalam keadaan terpaksa,karena tidak akan mendapatkan uangyang akan dipinjam itu bila tidakdiizinkan. Selain itu, dalam masalahriba menurut mereka, rela dan izin

tidak ada pengaruh dan tidak berlaku.(Salim, 2012: 7)

Jika dilihat dari bentuk-bentukpraktek gadai yang terjadi diKecamatan Gunung Tuleh KabupatenPasaman Barat, lahan sawit yangdigadaikan dipakai dan dimanfaatkansepenuhnya oleh pihak penerimagadai, hal ini bertentangan sudah jelasbertentangan dengan syariat Islam.Hasil dari pemanfaatan lahan sawityang digadaikan tersebut di dalamIslam merupakan harta riba, karenajumlah yang diterima oleh pemberigadai akan bertambah dengan hasilyang diperoleh dari lahan sawit yangdigadaikan tersebut. Semua harusdikembalikan pada prinsip gadaisebagai akad tabarru’, akad yangmotifnya murni untuk membantubukan mendapatkan keuntungan.

Idealnya bentuk praktek gadailahan sawit di Kecamatan GunungTuleh Kabupaten Pasaman Baratsudah seharusnya memuat unsursyariat khususnya hukum ekonomisyariah. Namun, pada padaprakteknya masih menyimpang dariapa yang diharapkan, karena praktektersebut sudah menjadi kebiasaanturun temurun.

Jalan tengah yang mungkin dapatdipakai adalah bahwa praktek gadailahan sawit di Kecamatan GunungTuleh Kabupaten Pasaman Barat tidaklagi membolehkan penerima gadai

Page 24: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

54| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

(murtahin) untuk mengambil manfaatdari lahan sawit tersebut, melainkanhanya dengan memegang surat-surattanah/sertfikat tanah disertai denganperjanjian gadai.

2. Adanya biaya tambahanAdanya tambahan uang

pengembalian dalam praktek gadailahan sawit di Kecamatan GunungTuleh Kabupaten Pasaman Baratsesuai dengan hasil wawancara yangpenulis lakukan dengan pihak yangmenjalankan praktek gadai lahansawit, bahwasanya operasionalpraktek gadai lahan sawit inidilatarbelakangi oleh bisnis ataumemang benar-benar diniati untukbisnis yang memberikan keuntunganyang sangat menjanjikan.

Kasus pertama dilakukan olehBapak Deddi Yandra yangmenerapkan tambahan uang sebesar0,4% dari Rp. 50.000.000,- yaitu Rp.200.000,- setiap bulan apabila BapakIsnardi tidak bisa menebus utangnyakembali sesuai dengan batas waktuyang diperjanjikan terhitung setelahmelewati batas akhir perjanjiantersebut yang telah diperjanjikandiawal akad. Dimana sebagai jaminanberupa lahan sawit seluas 2 ha(hektar). Namun, Bapak Isnardi tidakbisa melunasi utangnya, padaakhirnya dia diharuskan membayarbiaya tambahan sebesar Rp.200.000,-/bulan. Kemudian, Bapak

Isnardi selaku penggadai sudahmembayar sebagian utangnya sebesarRp. 20.000.000,- serta biayatambahannya sebanyak 3 (tiga) bulanyaitu Rp. 600.000,- bila dijumlahkanuang sudah ditebus sebesar Rp.20.600.000,-

Kasus kedua dilakukan oleh BapakEpa sebagai pihak penggadai yangmenggadaikan lahan sawitnya seluas 1ha (hektar) kepada Bapak Akmamselaku pihak penerima gadai.Penggadai telah meminjam uangsebesar Rp. 40.000.000,- kepadapihak penerima gadai, dimana didalam isi perjanjian disebutkanapabila lahan sawit tersebut ditebuskembali, maka penggadai diharuskanmembayar biaya tambahan sebesarRp. 5.000.000,-. Jadi, apabiladijumlahkan uang yang harus dibayaroleh Epa adalah sebesar Rp.45.000.000,-.

Adanya penambahan uangpengembalian dalam transaksipraktek gadai yang dilakukan olehpenerima gadai jelas dikatakansebagai riba, karena riba itu terjadiketika harus memberikan tambahansejumlah uang atau prosentasetertentu yang biasanya ditentukanoleh pihak yang memberi pinjamandari pokok utang, seperti yangditerapkan oleh Bapak Deddi Yandradan Bapak Akmam dalam praktekgadainya. Hal seperti itu biasanya

Page 25: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 55

disebut dengan bunga gadai danperbuatan tersebut dilarang dalamIslam, karena perjanjian gadai didalam Islam tidak membenarkanadanya praktek pemungutan bungasebab akan membebani salah satupihak, yaitu pihak penggadai.Penggadai akan merasa dianiaya dantertekan, karena selain harusmengembalikan utangnya dia masihmempunyai kewajiban untukmembayar bunganya. (Sutedi, 2011:30).

Haramnya riba diperkuat denganfirman Allah surat Al-Baqarah ayat275 yang berbunyi:

كلون الر لا يـقومون إلا كما يـقوم ا لذي الذين ا م قالوا إنم لك يـتخبطه الشيطان من المس ذ البـيع وحرم الر فمن البـيع مثل الر وأحل ا

جاءه موعظة من ربه فانـتـهى فـله ما سلف وأمره وم ن عاد فأولئك أصحاب النار هم فيها إلى ا

خالدون

“Orang-orang yang makan(mengambil) riba tidak dapatberdiri melainkan sepertiberdirinya orang yang kemasukansyaitan lantaran (tekanan)penyakit gila. Keadaan merekayang demikian itu, adalahdisebabkan mereka berkata(berpendapat), sesungguhnya jualbeli itu sama dengan riba, padahalAllah telah menghalalkan jual beli

dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampaikepadanya larangan dariTuhannya, lalu terus berhenti (darimengambil riba), maka baginyaapa yang telah diambilnya dahulu(sebelum datang larangan); danurusannya (terserah) kepadaAllah. Orang yang kembali(mengambil riba), maka orang ituadalah penghuni-penghunineraka; mereka kekal didalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 275)

Riba yang terdapat dalam gadaiini tergolong riba qardh. Hal initerlihat dari proses tambahan uangpengembalian, yaitu diawal telah adakesepakatan bahwa pada kasuspertama apabila tidak bisa melunasiutang sesuai batas waktu perjanjianmaka penggadai harus memberikanbiaya tambahan atau bunga sebesarRp. 200.000,- setiap bulan. Jadi,misalnya penggadai tersebutterlambat membayar utangnya selama5 bulan, maka dia harus membayarbiaya tambahan atau bunga selamalima bulan tersebut. Selain itu, padakasus yang kedua apabila penggadaimenebus kembali utangnya makaakan dibebankan biaya tambahansebesar Rp. 5.000.000,-. Haramnyariba qardh sesuai dengan kaidah fiqhyang berbunyi:

ر فعة, فـهو كل قـرض جر منـ

Page 26: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

56| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

Setiap utang piutang yang ditarikmanfaat di dalamnya, maka ituadalah riba. (Al-Ats Qalani, 1993:56)

Walaupun para pihak saling ridha,namun masih dikategorikan sebagaikezaliman karena adanya tambahandalam pengembalian utang tersebutdidapatkan dari jalur yang tidakdibenarkan oleh Allah SWT. Jikaseseorang berutang dan telah masukmasa jatuh tempo belum bisamelunasi utangnya, maka apabilapihak yang memberikan utangmemperpanjang waktu pelunasan,seharusnya tidak disertai dengandengan adanya tambahan uangpengembalian karena penundaantersebut. Jika pihak yang memberikanutang mengambil tambahan tersebutdan meskipun yang memberikanridha, tetap saja ia mengambil hartaorang lain melalui jalan yang tidakdibenarkan oleh Allah SWT. Ketikapihak yang berutang mengatakanridha pada hakikatnya pernyataan itubukanlah suatu keridhaan, karenaorang yang berutang tidak dalamkondisi bisa menawar. Jika dia tidakmenyanggupi memberikan biayatambahan, maka ia tidak akanmendapatkan pinjaman uang.Sepertinya ridha tapi sebenarnyabukan ridha.

Dari proses tambahan uangpengembalian tersebut, persis sepertiriba yang biasanya dilakukan olehorang pada zaman Jahiliyah, yaitupembayaran utang yang ditundadengan imbalan tambahan bunga,setiap kali terjadi penundaan, makabunganya bertambah pula, sehinggauang yang semula hanya seratus ribubisa menjadi beribu-ribu.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa adanya tambahan uangpengembalian dalam akad gadai yangdilakukan oleh Bapak Deddi Yandradan Bapak Akmam termasuk bungagadai, yang mana bunga gadai itudilarang dalam Islam karena gadai itusebagai fungsi sosial (bersifatkonsumtif). Artinya, gadai itu untukkepentingan yang sifatnya mendesak,seperti untuk kepentingan sehari-hari(konsumsi, pendidikan dankesehatan) yang sangat dibutuhkanoleh masyarakat yang berada dalamgolongan berpendapatan menengahke bawah bukan untuk usah yangsifatnya komersial-produktif.

Hal ini mengingat tujuan awaldari praktek gadai yaitu untukmemberantas lintah darat, rentenir,dan pelaku riba karena pada dasarnyahakikat dan fungsi gadai dalam Islamadalah semata-mata untukmemberikan pertolongan kepadaorang yang membutuhkan denganbentuk marhun (barang) sebagai

Page 27: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 57

jaminan dan bukan unuk komersialatau usaha dengan mengambilkeuntungan sebesar-besarnya tanpamenghiraukan kemampuan oranglain.

Melihat analisis di atas, dapatdisimpulkan bahwa bentuk praktekgadai lahan sawit di KecamatanGunung Tuleh yaitu adanya uangtambahan dalam pengembalian utangyang dilakukan oleh penerima gadai(murtahin) dilarang oleh agama Islamkarena termasuk bunga gadai berjenisriba qardh yang sering dilakukan olehorang zaman Jahiliyah, karenapraktek pemungutan bunga akanmembebani salah satu pihak, yaitupihak penggadai. Penggadai akanmerasa dianiaya dan tertekan, karenaselain utangnya dia masih mempunyaikewajiban untuk membayarbunganya.

Kemudian, melihat bentuk-bentukakad praktek gadai lahan sawit yangberlaku dalam masyarakat KecamatanGunung Tuleh, maka ditawarkan duabentuk akad gadai berbasis syariahyang dapat dirumuskan sesuaikebutuhan dan kepentinganpenggadai maupun penerima gadaisekaligus untuk mengindari timbulnyakerugian salah satu pihak antarapenggadai dan penerima gadai dalamtransaksi gadai lahan sawit, makaalternatif yang dapat diambil dalammekanisme praktek gadai lahan sawit

tersebut, yaitu dengan menggunakandua akad perjanjian gadai. Keduaperjanjian akad tersebut adalah:a. Akad Qardh al-Hasan

Akad qardh al-hasan adalahsuatu akad yang dibuat oleh pihakpemberi gadai dengan pihakpenerima gadai dalam hal transaksigadai harta benda yang bertujuanuntuk mendapatkan uang tunaiyang diperuntukkan untukkonsumtif yang bersifat daruriy(Ali, 2008: 83), seperti membayaruang sekolah, biaya pengobatan,dan membeli kebutuhan pokok atauprimer (beras, lauk pauk, dan lain-lain). Dengan demikian, jikapenerima gadai mengeluarkanbiaya pemeliharaan dan penjagaanatas barang gadai, maka penggadaiakan memberikan upah atau feekepada penerima gadai karenatelah menjaga dan merawat lahansawit tersebut. Jika tidak ada biayapemeliharaan atau biaya penjagaan,maka penerima gadai tidakdibolehkan mengambil apapun daripenggadai termasuk memanfaatkanlahan sawit yang digadaikankepadanya. Dengan demikianpenggadai tetap berhak menggarapdan memperoleh hasil dari lahansawitnya sehingga mempercepatproses pelunasan utangnya.

Berkaitan dengan praktek gadailahan sawit yang terjadi di

Page 28: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

58| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

Kecamatan Gunung Tuleh, makaakad qardh al-Hasan inimerurupakan wasilah untukmenolong yang kurang mampunamun memerlukan biaya yangsangat mendesak, maka sebagaialternatif yang dapat diberlakukanbaginya adalah memberi pinjamandengan syarat lahan sawit sebagaijaminan utang untuk menghindariterjadinya penipuan dankecurangan.

Akad ini pada dasarnyamerupakan akad tabarru’ yangtidak membebani peminjam namunperlu adanya ketentuanpengembalian pinjaman.

b. Akad mudharabahAkad mudharabah adalah

suatu akad yang dilakukan olehpihak pemberi gadai (rahin)dengan pihak penerima gadai(murtahin). Dimana pihak pemberigadai (rahin) atau orang yangmenggadaikan harta benda sebagaijaminan untuk menambah modalusahanya atau pembiayaanproduktif. Akad dimaksud, pihakpemberi gadai akan memberikanbagi hasil berdasarkan keuntunganyang diperoleh kepada penerimagadai sesuai dengan kesepakatan,sampai modal yang dipinjamnyadilunasi. (Ali, 2008: 85).

Apabila harta benda yangdigadaikan itu dapat dimanfaatkan

oleh penerima gadai, maka dapatdiadakan kesepakatan barumengenai pemanfaatan harta bendagadaian.

Gadai berdasarkan akad yangdapat disesuaikan dengan jenisharta benda gadaian. Namun, jikapemilik harta benda gadai tidakberniat memanfaatkan harta bendayang dimaksud, penerima gadaidapat mengelola dan mengambilmanfaat dari barang itu danhasilnya diberikan sebagian kepadapihak pemberi gadai berdasarkankesepakatan. Selain itu, perludiungkapkan pula bahwa akadmudharabah mempunyaiketentuan yaitu: (Ali, 2008: 102)1) Jenis barang dalam akad

mudharabah dimaksud adalahsemua jenis barang yang bisadimanfaatkan, baik berupabarang bergerak maupun tidakbergerak seperti sepeda motor,barang elektronik, tanah, rumah,maupun jenis barang lainnyayang dapat diambil manfaatnya.

2) Keuntungan yang dibagikankepada pemilik barang gadaiadalah keuntungan sesudahdikurangi biaya pengelolaan.

Akad al-mudharabahdilakukan untuk penggadai(rahin) yang menggadaikanjaminan untuk menambahmodal usaha (pembiayaan

Page 29: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 59

investasi dan modal kerja).Dengan demikian penggadai(rahin) akan memberikan bagihasil (berdasarkan keuntungan)kepada (murtahin) sesuaidengan kesepakatan, sampaimodal yang dipinjam terlunasi.(Iska dan Rizal, 2005 64).

Kedua akad di atas tidakmensyaratkan pengambilanmanfaat atau hasil oleh penerimagadai (murtahin) dari lahansawit yang digadaikan, sehinggapemilik lahan sawit (rahin) tetapberhak memanfaatkan lahansawit tersebut.

3. Penebusan utang gadai sesuaidengan batas waktu yangdiperjanjikan

Penebusan utang gadai sesuaidengan batas waktu yang telahdiperjanjikan sesuai dengan kasusyang terjadi pada Bapak Marta sebagaipihak penggadai (rahin) dan BapakZulkani sebagai pihak penerima gadai(murtahin), dimana dalam perjanjiantelah disebutkan bahwa rahinmeminjam uang sebesar Rp.30.000.000,- kepada murtahindengan batas waktu pelunasan utanggadai selama 10 tahun dan ketikasampai pada jatuh tempo maka utangtersebut dianggap lunas. Seluruh darihasil lahan sawit milik rahin menjadimilik murtahin selama perjanjian dan

pelunasan utang diambil dari hasillahan sawit tersebut.

Penebusan utang yang diambiloleh murtahin dari hasil lahan sawitsetelah dikurangi biaya pengelolaandiperbolehkan selama tidak melebihiutang pihak rahin, dan sangatmemberi kemudahan kepada rahinuntuk melunasi utangnya kepadamurtahin. Namun yang menjadipermasalahan adalah jangka waktuyang terlalu lama yaitu selama 10tahun sehingga hasil lahan sawittersebut bisa melebihi utang yangdipinjam sehingga menimbulkanpemanfaatan terhadap barang gadai.

Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman,apabila kamu bermu'amalah tidaksecara tunai untuk waktu yangditentukan, hendaklah kamumenuliskannya. dan hendaklahseorang penulis di antara kamumenuliskannya dengan benar”.(QS. Al-Baqarah: 282).(Kementerian Agama RI, Al-Qur’andan Terjemahannya, surat Al-Baqarah: 282)

Ayat di atas menjelaskan bahwatidak ada larangan untuk melakukanutang piutang, bahkan memberi utang

Page 30: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

60| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

sangatlah dianjurkan. Sebab, hal itudapat membantu seseorang darikesulitan yang dihadapi dalammasyarakat. Sedangkan hukummemberikan utang adalah sunnah,namun akan wajib hukumnya apabilamenguntangi pada orang yangterlantar atau orang yang sangatmembutuhkan. Sebab, padaprinsipnya setiap orangmembutuhkan orang lain untukmemenuhi hajat hidupnya.

Mengenai adanya pemanfaatanterhadap barang gadai sesuai dengankasus di atas pada dasarnya baranggadai tidak boleh diambil manfaatnyapenerima/pemegang gadai, kecualimendapat izin dari masing-masingpihak yang bersangkutan. Sebab hakpemilik barang tidak memiliki secarasempurna yang memungkinkan iamelakukan perbuatan hukumsewaktu-waktu, misalnyamewakafkan, menjual, dan lainsebagainya. Sedangkan hakpenerima/pemegang gadai terhadapbarang tersebut hanya pada keadaanatau sifat keberadaaannya yangmempunyai nilai, tetapi tidak padaguna dan pemanfaatan/ pemungutanhasilnya.

Pemegang gadai hanya berhakmenahan barang gadai tetapi tidakberhak menggunakan ataumemanfaatkan hasilnya, sebagaimanapemilik barang gadai tidak berhak

menggunakan barangnya itu. Tetapisebagai pemilik apabila barang yangdigadaikan itu mengeluarkan hasil,maka hasil tersebut menjadi miliknya.Mayoritas ulama mengharamkanpengambilan manfaat terhadapbarang gadai karena termasuk dalamkategori riba qardh (Zuhdi, 1997: 118).Sebagaimana kaidah fiqh yangberbunyi:

ر فعة, فـهو كل قـرض جر م نـSetiap utang piutang yang ditarikmanfaat di dalamnya, maka ituadalah riba. (Al-Ats Qalani, 1993:56)

Menurut hemat penulis penerimagadai (murtahin) boleh mengambilhasil dari lahan sawit tersebut untukmelunasi utang penggadai (rahin)sesuai dengan perjanjian dengansyarat diizinkan oleh rahin dan tidakmelebihi dari utang rahin. Sehinggamemudahkan bagi rahin untukmelunasi utangnya kepada murtahin.

4. Penjualan barang gadai (marhun)Penjualan barang gadai terjadi

pada kasus Bapak Suparman sebagaipenggadai (rahin) dan Bapak HasanBasri selaku penerima gadai, dimanaBapak Hasan Basri telah menjuallahan sawit milik Bapak Suparmankepada Bapak Rajuddin tanpasepengetahuan dari pemilik lahansawit tersebut yaitu Bapak Suparman.

Page 31: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 61

Seandainya penerima gadaiterlanjur memanfaatkannya, sertamenjual barang gadai ataumenyewakannya tanpa seizinpemiliknya, maka menurut ImamSyafi’i dan Imam Hambali penjualandan sewa menyewa tersebut batal dantidak sah. Adapun menurut ImamHanafi dan Imam Malik, penjualandan sewa menyewa tersebuthukumnya tergantung kepada pemilikbarang, apabila ketika pemilikmengetahui kemudian menyetujuinya,maka sah penjualan atau sewamenyewa itu, apabila tidak maka bataldan tidak sah. (Qudamah, 1997: 89)

Pendapat terakhir inilah (ImamHanafi dan Imam Malik) yang kuatdengan dasar sebuah hadis yangdikeluarkan oleh Imam Bukhari,bahwasanya seorang sahabat bernamaUrwah al-Bariqi radiyallahu ‘anhupernah dititipi Rasulullah Shollallahu‘alaihi Wasallam satu dinar untukmembeli satu ekor kambing kurban,lalu Urwah pergi ke pasar hewanmembeli dua ekor kambing sehargasatu dinar, kemudian sebelumkembali kepada Nabi Shollallahu‘alaihi Wasallam ia menjual satu ekorkambing seharga satu dinar, laludatang kepada beliau membawa satuekor kambing dan uang satu dinar,dan tatkala Nabi Shollallahu ‘alaihiWasallam mengetahuinya, beliautidak mengingkarinya, bahkan

Rasulullah mendoakan keberkahanbuat Urwah. Hadis ini menunjukkanapabila seseorang menjual ataumembeli sesuatu tanpa persetujuanpemiliknya yang sah, kemudianpemiliknya yang sah ketika tahu lalumenyetujuinya, maka sah transaksitersebut, dan apabila tidakmenyetujuinya maka batal dan tidaksah.

Menurut ketentuan syariat bahwaapabila masa yang telah diperjanjikanuntuk pembayaran utang telahterlewati maka si berutangberkewajiban untuk membayarutangnya. Namun seandainya siberutang tidak punya kemauan atautidak mempunyai uang untukmengembalikan pinjamannyahendaklah ia memberikan izin kepadapenerima gadai untuk menjual baranggadai tersebut. (Shahar, 2015: 5). Danseandainya izin ini tidak diberikanoleh si penggadai maka si penerimagadai dapat meminta pertolonganhakim untuk memaksa si pemberigadai untuk melunasi utangnya ataumemberikan izin kepada si penerimagadai untuk menjual barang gadaitersebut. (Wiharjanto, 2002: 97). Halini juga dijelaskan dalam Fatwa MUIDSN-MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.

Hukum menggadaikan barangsebagai jaminan utang dalam bentukRahn dibolehkan dengan ketentuan

Page 32: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

62| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

sebagai berikut: (Dewan SyariahNasional, 2002: 49)1. Murtahin (penerima barang)

mempunyai hak untuk menahan.Marhun (barang) sampai semuarahin (yang menyerahkan barang)dilunasi.

2. Marhun dan manfaatnya tetapmenjadi milik rahin. Padaprinsipnya, marhun tidak bolehdimanfaatkan oleh murtahinkecuali seizin rahin, dengan tidakmengurangi nilai marhun danpemanfaatannya itu sekedarpengganti biaya pemeliharaan danperawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpananmarhun pada dasarnya menjadikewajiban rahin, namun dapatdilakukan juga oleh murtahin,sedangkan biaya dan pemeliharaanpenyimpanan tetap menjadikewajiban rahin.

4. Besar biaya pemeliharaan danpenyimpanan marhun tidak bolehditentukan berdasarkan jumlahpinjaman.

5. Penjualan marhun.a. Apabila jatuh tempo, murtahin

harus memperingatkan rahinuntuk segera melunasinya.

b. Apabila rahin tetap tidak dapatmelunasinya, maka marhundijual paksa/dieksekusi melaluilelang sesuai syariah.

c. Hasil penjualan marhundigunakan untuk melunasiutang, biaya pemeliharaan danpenyimpanan yang belumdibayar serta biaya penjualan.

d. Kelebihan hasil penjualanmenjadi milik rahin dankekurangannya menjadikewajiban rahin. (Dewan SyariahNasional, 2002: 49).

Fatwa MUI DSN-MUI Nomor25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahnbutir ke-5 huruf d menyatakan bahwakelebihan hasil penjualan menjadimilik rahin dan kekurangannyamenjadi kewajiban rahin. Apabilapenerima gadai telah menjual baranggadai tersebut ternyata ada kelebihandari yang seharusnya dibayar oleh sipenggadai, maka kelebihan tersebutharus diberikan kepada si penggadai.Sebaliknya sekalipun barang gadaiantelah dijual dan ternyata belum dapatmelunasi hutang si penggadai, maka sipenggadai masih punya kewajibanuntuk membayar kekurangannya.

Sayyid Sabiq mengatakan jikaterdapat klausula murtahin berhakmenjual barang gadai pada waktujatuh tempo perjanjian gadai, maka inidibolehkan. (Sabiq, 1971: 243).Argumentasi yang diajukan adalahbahwa menjadi haknya penerimabarang gadai untuk menjual baranggadai tersebut. Pendapat ini berbedadengan pendapat Imam Syafi’i yang

Page 33: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 63

memandang dicantumkannyaklausula tersebut dalam perjanjiangadai adalah batal demi hukum.

Pada zaman tradisi Arab sebelumIslam datang, jika orang yangmenggadaikan barang tidak mampumengembalikan pinjamannya, makahak kepemilikan barang gadai beralihke pemegang gadai. Praktek semacaminilah yang kemudian dibatalkan olehIslam. Hal ini tertuang dalam haditsdari Muawiyah bin Abdullah bin Ja’farbahwa seseorang mem-borg-kansebuah rumah di Madinah untukjangka waktu tertentu. Kemudiannasabnya lewat. Lalu si pemegangborg (murtahin) menyatakan bahwa“ini menjadi rumahku”. Rasulullahkemudian bersabda: “ janganlah ia(pemegang gadaian) menutup hakgadaian dari pemiliknya (rahin)yang menggadaikan. Ia (murtahin)berhak memperoleh bagiannya dandia (rahin) berkewajiban membayargharamahnya” (HR. Asy-Safi’i, AlAtsram, dan Dharuqutni mengatakansanadnya hassan muttashil. IbnuHajar dalam Bulughul Marammengatakan para perawinya tsigat.

Hal ini disetujui juga oleh Al-Jaziri yang mengatakan bahwa jikarahin mensyaratkan marhun tidakdijual ketika utangnya jatuh tempo,maka rahn menjadi batal. Begitu pulajika murtahin mensyaratkan kepadarahin bahwa marhun menjadi milik

murtahin jika rahin tidak membayarutangnya maka ini juga tidak sah(batal). (Al-Jaziri, 2001: 101).

Menurut penulis seharusnyapenerima gadai melaksanakan sistemlelang barang gadai untukmempermudah dalam menjual baranggadai yang sesuai dengan prinsipsyariah. Pada prinsipnya, syariahmembolehkan jual beli barang yanghalal dengan cara lelang yang dalamistilah hukum ekonomi syariah ataufiqih muamalah disebut sebagai akadbai’ muzayadah.

Praktek lelang (muzayadah)dalam bentuknya yang sederhanapernah dilakukan oleh Nabi SAWketika didatangi oleh seorang sahabatdari kalangan Ashar meminta sedekahkepadanya. Lalu Nabi bertanya :“Apakah rumahmu ada suatubarang?” Sahabat tadi menjawabbesar dari bahwa ia memiliki sebuahhiis (kain usang) yang dipakai sebagaiselimut sekaligus alas dan sebuah qi’b(cangkir dari kayu) yang dipakaiminum air. Lalu Beliau menyuruhnyamengambil kedua barang tersebut.Ketika ia meyerahlannya kepada Nabi,Beliau mengambilnya lalumenawarkannya: “Siapakah yangberminat membeli kedua barang ini?”Lalu seseorang menawar keduanyadengan harga satu dirham. MakaBeliau mulai meningkatkanpenawarannya : “Siapakah yang mau

Page 34: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

64| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

menambahkannya lagi dengan satudirham?” Lalu berkatalah penawarlain: “Saya membelinya dengan hargadua dirham” Kemudian Nabimenyerahkan barang tersebutkepadanya dan memberikan duadirham hasil lelang kepada sahabatAnshar tadi. (HR. Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah). (Wiharjanto,2002: 102).

Ibnu Qudamah, Ibnu Abdil Bardan lainnya mengatakan adanya ‘ijma(kesepakatan) ulama tentang bolehnyajual beli secara lelang bahkan telahmenjadi kebiasaan dan berlaku dipasar umat Islam pada masa lalu.Sebagaimana Umar Bin Khatab jugapernah melakukannya, demikian pulakarena umat membutuhkan praktiklelang sebagai salah satu cara dalamjual beli khsususnya praktek gadai(rahn). Pendapat ini dianut seluruhmazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, danHambali serta Dzahiri. Meskipundemikian, adapula sebagian kecilulama yang keberatan seperti An-Nakha’i dan Al-Auza’i. (Wiharjanto,2002: 102).

Mencegah adanya penyimpanganyang tidak sesuai dengan prinsipsyariah dan pelanggaran hak, norma,dan etika dalam praktik lelang. SyariatIslam memberikan panduan dankriteria umum sebagai pedomanpokok, yaitu diantaranya:

a. Transaksi dilakukan oleh pihakyang cakap hukum atas dasar salingsukarela (‘antaradhin);

b. Objek lelang harus halaldanbermanfaat;

c. Kepemilikian/Kuasa Penuh padabarang yang dijual;

d. Kejelasan dan transparansi barangyang dilelang tanpa adanyamanipulasi;

e. Kesanggupan penyerahan barangdari sipenjual;

f. Kejelasan dan kepastian harga yangdisepakati tanpa berpotensimenimbulkan perselisihan;

g. Tidak menggunakan cara yangmenjurus kepada kolusi dan suapuntuk memenangkan tawaran.(Wiharjanto, 2002: 102)

Jadi, menurut penulis penerimagadai (murtahin) tidak boleh menjualbarang gadai tanpa izin penggadai(rahin) selaku pemilik barang gadai.Namun, apabila penggadai tidakmemberikan izin, maka penerimagadai boleh menjual barang gadaisesuai dengan putusan hakim untukmelunasi utang penggadai danbiasanya dilakukan melalui lelangbarang gadai (muzayadah). Apabilapenjualan tersebut mempunyai sisauang, maka harus diberikan kepadapenggadai, namun sebaliknya apabilauang dari hasil penjualan lahan sawittersebut ternyata kurang dari jumlahutang yang dipinjam, maka penggadai

Page 35: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 65

harus membayar sesuai dengankekurangan utang tersebut.

5. Pemindahan hak milik baranggadai

Kata “kepemilikan” dalam bahasaIndonesia terambil dari kata “milik”.Ia merupakan kata serapan dari kata“al-milk” dalam bahasa Arab. Secaraetimologi kata “al-milk” artinyamemiliki. Dalam bahasa Arab kata “al-milkiyyah” berarti memelihara danmenguasai sesuatu secara bebas.Maksudnya, penguasaan seseorangterhadap sesuatu harta (barang ataujasa) yang membolehkannya untukmengambil manfaat dengan segalacara yang dibolehkan oleh syara’,sehingga orang lain tidakdiperkenankan mengambil manfaatdengan barang tersebut kecualidengan izinnya, dan sesuai denganbentuk-bentuk muamalah yangdiperbolehkan. Misalnya, Ahmadmemiliki lahan sawit. Ini berartibahwa lahan sawit itu dalamkekuasaan dan genggaman Ahmad.Dia bebas untuk memanfaatkan danorang lain tidak boleh menghalangidan merintanginya dalam menikmatihasil lahan sawit yang dimilikinyatersebut, kecuali setelah mendapatizin dari pemiliknya.

Sedangkan pengertian“kepemilikan” menurut istilahberbagai ungkapan yang dikemukakanoleh para ahli, namun secara esensial

seluruh definisi itu pada prinsipnyasama. Misalnya, MuhammadMushthafa al- Salaby mendefinisikanal-milk sebagai pengkhususan(keistimewaan) atas sesuatu bendayang menghalangi orang lainbertindak atasnya dan memungkinkanpemiliknya melakukan tindakansecara langsung terhadap benda itu,selama tidak ada halangan syara”.

Sebab-sebab kepemilikan hartaadalah sebab yang menjadikanseseorang memiliki harta tersebut,yang sebelumnya tidak menjadi hakmiliknya. Sebab pemilikan harta itutelah dibatasi dengan batasan yangtelah dijelaskan oleh syara’. Menurutsyari’at Islam setidaknya ada limasebab kepemilikan (asbab al-tamalluk) yang dijadikan sebagaisumber daya ekonomi, yaitu:a. Bekerja (al-‘amal)

Bentuk-bentuk kerja yangdisyariatkan, sekaligus bisadijadikan sebagai sebab pemilikanharta, antara lain:1) Menghidupkan Tanah Mati

(ihya’ almawaat)Tanah mati adalah tanah yangtidak ada pemiliknya, dan tidakdimanfaatkan oleh seorangpun.Sedangkan yang dimaksuddengan menghidupkannyaadalah mengolahnya denganmenanaminya, baik dengantanaman maupun pepohonan,

Page 36: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

66| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

atau dengan mendirikanbangunan di atasnya. Denganadanya usaha seseorang untukmenghidupkan tanah, berartiusaha orang tadi telahmenjadikan tanah tersebutmenjadi miliknya.

2) Menggali Kandungan BumiKategori bekerja adalahmenggali apa terkandung didalam perut bumi, yang bukanmerupakan harta yangdibutuhkan oleh suatukomunitas (publik), atau disebutrikaz. Adapun jika harta temuanhasil penggalian tersebutmerupakan hak seluruh kaummuslimin, maka harta galiantersebut merupakan hak milikumum (collective property).Apabila harta tersebut asli,namun tidak dibutuhkan olehsuatu komunitas (publik),semisal ada seorang pemukulbatu yang berhasil menggali batubangunan dari sana, ataupunyang lain, maka harta tersebuttidak termasuk rikaz, juga tidaktermasuk hak milik umum(collective property), melainkantermasuk hak milik individu(private property).

3) BerburuBerburu termasuk dalamkategori bekerja. Misalnyaberburu ikan, mutiara, batu

pemata, bunga karang sertaharta yang dipeloleh dari hasilburuan laut lainnya, maka hartatersebut adalah hak milik orangyang memburunya,

4) Makelar (Samsarah)Simsar (broker/pialang) adalahsebutan bagi orang yang bekerjauntuk orang lain dengan upah,baik untuk keperluan menjualmaupun membelikan. Sebutanini juga layak dipakai untukorang yang mencarikan(menunjukkan) orang lain.Makelar (samsarah) termasukdalam kategori bekerja yang bisadipergunakan untuk memilikiharta, secara sah menurut syara’.

5) MudharabahMudharabah adalah perseroan(kerjasama) antara dua orangdalam suatu perdagangan.Dimana, modal (investasi)finansial dari satu pihak,sedangkan pihak lainmemberikan tenaga (‘amal).Dalam sistem mudlarabah, pihakpengelola memiliki bagian padaharta pihak lain karena kerjayang dilakukannya. Sebab,mudharabah bagi pihakpengelola termasuk dalamkategori bekerja sertamerupakan salah satu sebabkepemilikan.

6) Musyaqqah

Page 37: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 67

Musyaqqah adalah seseorangmenyerahkan pepohonan(kebun) nya kepada orang lainagar ia mengurus danmerawatnya denganmendapatkan konpensasi berupabagian dari hasil panennya.Dengan demikian, musyaqqahtermasuk dalam kategori bekerjayang telah dinyatakankebolehannya oleh syara’.

7) IjarahIjarah adalah pemilikan jasa dariseorang ajiir (orang yangdikontrak tenaganya) olehmusta’jir (orang yangmengontrak tenaga), sertapemilikan harta dari pihakmusta’jir oleh seorang ajiir.

b. Pewarisan (al-irts)Sebab-sebab pemilikan harta

adalah pewarisan, yaitupemindahan hak kepemilikan dariorang yang meninggal duniakepada ahli warisnya, sehingga ahliwarisnya menjadi sah untukmemiliki harta warisan tersebut.Berdasarkan firman Allah Swtdalam surat An-Nisa ayat 11 :

"Allah mensyari'atkan bagimutentang (pembagian pusaka untuk)anak-anakmu. yaitu : bahagianseorang anak lelaki sama dengan

bagahian dua orang anakperempuan dan jika anak itusemuanya perempuan lebih daridua, Maka bagi mereka duapertiga dari harta yangditinggalkan”.

Dengan demikian, pewarisanadalah salah satu sebab pemilikanyang disyariatkan. Oleh karena itu,siapa saja yang menerima harta waris,maka secara syara’ dia telahmemilikinya. Jadi waris merupakansalah satu sebab pemilikan yang telahdiizinkan oleh syari’at Islam.c. Pemberian harta negara kepada

rakyatKategori sebab kepemilikan

adalah pemberian negara kepadarakyat yang diambilkan dari hartabaitul maal, dalam rangkamemenuhi kebutuhan hidup, ataumemanfaatkan kepemilikan.Mengenai pemenuhan hajat hidupadalah semisal memberi merekaharta untuk menggarap tanahpertanian atau melunasi hutang-hutang. Umar bin Khaththab telahmembantu rakyatnya untukmenggarap tanah pertanian gunamemenuhi hajat hidupnya, tanpameminta imbalan. Kemudian syara’memberikan hak kepada merekayang mempunyai hutang berupaharta zakat. Mereka akan diberidari bagian zakat tersebut untukmelunasi hutang-hutang mereka,

Page 38: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

68| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

apabila mereka tidak mampumembayarnya.

d. Harta yang diperoleh tanpakompensasi harta atau tenagaKategori sebab kepemilikan adalahperolehan individu, sebagianmereka dari sebagian yang lain,atas sejumlah harta tertentu tanpakompensasi harta atau tenaga apapun. Dalam hal ini mencakup limahal:

1) Hubungan pribadi, antarasebagian orang dengan sebagianyang lain, baik harta yangdiperoleh karena hubunganketika masih hidup, msepertihibah dan hadiah, ataupunsepeninggal mereka, sepertiwasiat.

2) Pemilikan harta sebagai gantirugi (kompensasi) darikemudharatan yang menimpaseseorang, semisal diyat orangyang terbunuh dan diyat lukakarena dilukai orang.

3) Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh melalui akadnikah.

4) Luqathah ( barang temuan).5) Santunan yang diberiakan

kepada khalifah dan orang-orangyang disamakan statusnya, yaitusamasama melaksanakan tugas-tugas termasuk kompensasi kerjamereka, melainkan konpensasidari pengekangan diri mereka

untuk melaksanakan tugas-tugasnegara.

Penulis dapat menyimpulkanbahwa pemindahan kepemilikan hartamelalui praktek gadai dilarang dalamhukum Islam khususnya hukumekonomi syariah, karena akad gadaiadalah akad tabarru’ (tolongmenolong) bukan akad pemindahanhak milik untuk mendapatkankeuntungan tertentu.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitiantentang Analisis Hukum EkonomiSyariah terhadap Praktek Gadai LahanSawit di Kecamatan Gunung Tulehdapat disimpulkan bahwa dalampraktek gadai lahan sawit diKecamatan Gunung Tuleh KabupatenPasaman Barat dilihat dari segiakadnya tidak sesuai denganketentuan hukum Islam khususnyahukum ekonomi syariah. Tidak sesuaiakad tersebut terjadi pada sighat akadpada ijab kabl yang mensyaratkanpemanfaatan barang gadai, adanyabiaya tambahan yang harus diberikanpenggadai (rahin) dengan sejumlahuang tertentu dalam melunasiutangnya. Hukum ekonomi syariahmenyebutkan bahwa shighat gadaitidak boleh digantungkan dengansyarat, dan tidak disandarkan kepada

Page 39: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Gadai Lahan… | 69

masa yang akan datang. Apabila akadgadai (rahn) digantungkan dengansyarat atau disandarkan kepada masayang akan 69ating, maka akad akanfasid (rusak), seperti adanya biayatambahan yang harus diberikan dalampenebusan utang gadai yangdicantumkan dalam akad denganmengacu kepada kaidah fiqh “setiaputang yang menarik manfaat, makaia termasuk riba”.

Saran1. Kepada masyarakat Kecamatan

Gunung Tuleh Kabupaten PasamanBarat, agar supaya lebihmemperhatikan aturan-aturandalam bermuamalah khususnyagadai menggadai barang agar tidakmelenceng dari ketentuan syariatIslam khususnya praktek riba.

2. Untuk meminimalisir masalahdalam praktek gadai tersebut lebihbaik menjadikan sertifikat sebagaibarang jaminan, bukan manfaatyang melekat pada barang jaminantersebut.

3. Proses akad gadai yang terjadi diKecamatan Gunung TulehKabupaten Pasaman Barat lebihbaik diubah menjadi akad sewa-menyewa.

KEPUSTAKAAN ACUAN

Al-Dardiri, t.th. Al-Syarhu Al-Shagir,Mesir: Dar El-Ma’arif

Al-Matluwi, H. K. t.th. Fiqh al-Muamalat ‘ala Mazhab al-ImamMalik, Kairo: al-Majli al-A’la asy-syu un Al-Islamiyah

Al-Ats Qalani, S. 1993. TerjemahBulughul Maram, Surabaya:Usana offset printing

Al-Samarqandy, Tuhfatu Al-Fuqaha’Li Al-Samarqandy, Juz II,Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah

Anshori, A. G. 2005. Gadai Syariah diIndonesia, Yogyakarta: GadjahMada

____2010. Pokok-pokok PerjanjianIslam di Indonesia. Yogyakarta:Citra Media

Arikunto, S. 1996. Prosedur PenelitianPendekatan Suatu Praktek,Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, S. 2007. Hukum PerjanjianSyariah, Jakarta: RajaGrafindoPersada

Az-Zuhaili, W. 2001. Fiqh Islam waAdillatuhu, Jilid VI, Jakarta :Gema Insani Darul Fikr.

Djuwaini, D. 2010. Pengantar FiqhMuamalah, Yogyakarta: PustakaPelajar

Ghazaly, A. R. 2010. Fiqh Muamalat,Jakarta: Kencana

Hadi, M. S. 2003. Pegadaian Syariah,Jakarta: Selemba Diniyah

Page 40: ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTEK …

70| Jurnal Tamwil, Vol. V, No. 1, Januari-Juni 2019

Hanafi, t.t. Fiqhul Akbar, Beirut: DarAl-Kutub Al-Ilmiyah

Hanbali, I. 1996. Syarah UshulusSunnah, Beirut: Maktabah IbnuTaimiyah

Haroen, N. 2000. Fiqh Muamalah,Jakarta: Gaya Media Pratama

Hasan, M. 2004. Berbagai TransaksiDalam Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Hassan, A. 1987. Terjemahan NailulAuthar Jilid IV, Surabaya: PTBina Ilmu, 1785

Iska, S. 2012. Sistem PerbankanSyariah di Indonesia dalamPerspektif Ekonomi, Yogyakarta:Fajar Media Press

Jusoff, K. 2013. The Concept andChallange of Islamic PawnBroking (Ar-Rahnu), Jurnal,Middle-East, Vol. XIII, Issn:1990-9233

Muhammad, F. 2016. MarketingMixed Strategy and ItsRelationship in Islamic PawningProducts Selection at Ar-Rahnu,Jurnal, HR Mars, Vol. VI, Issn:2222-6990