ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI.pdf
-
Upload
pratama-budi-sasongko -
Category
Documents
-
view
480 -
download
4
Transcript of ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI.pdf
-
ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI
DI PULAU JAWA TAHUN 2010
OLEH DENA DRAJAT
H14114004
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
-
RINGKASAN
DENA DRAJAT. Analisis Fungsi Produksi Tanaman Kedelai di Pulau Jawa
Tahun 2010 (dibimbing oleh ALLA ASMARA).
Kedelai termasuk komoditas strategis di Indonesia. Hal ini dikarenakan
kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung.
Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang
besar karena merupakan sumber bahan baku utama bagi industri tahu, tempe, dan
pakan ternak berupa bungkil kacang kedelai. Kebutuhan kedelai dalam negeri
cenderung meningkat pada lima tahun terakhir, dan produksi kedelai dalam negeri
hanya mampu memenuhi 29-42 persen dari kebutuhan tersebut. Saat ini lebih dari
50 persen kebutuhan kedelai nasional diperoleh dari hasil impor, suatu kondisi
yang dapat mengancam kedaulatan pangan Indonesia jika suatu saat negara
pengekspor kedelai menghentikan ekspornya.
Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian (Kementan) dicantumkan
bahwa target produksi tersebut diharapkan tercapai dengan adanya kenaikan
produksi secara bertahap dari tahun ke tahun mulai tahun 2005 sampai dengan
tahun 2014. Pada tahun 2010, sasaran produksi kedelai di Pulau Jawa adalah
sebesar 780.900 ton.
Dalam realisasi di lapangan, catatan Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan produksi kedelai di Pulau Jawa pada tahun 2010 adalah sebesar
633.212 ton. Sehingga bisa disimpulkan angka sasaran produksi kedelai yang
telah ditetapkan oleh Kementan tidak tercapai. Dengan terjadinya hal ini maka
upaya-upaya peningkatan produksi kedelai harus dilakukan dengan lebih baik
lagi.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengidentifikasi faktor produksi yang
memengaruhi produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa, dan mengukur elastisitas
output terhadap pemberian input produksi tanaman kedelai. Metode analisis yang
digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dengan pendekatan model
regresi linier Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas panen, benih, pupuk urea, pupuk
TSP/SP36, pupuk KCl, dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang secara
signifikan memberi pengaruh kepada produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa.
Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas dari tanaman kedelai di pulau Jawa
tahun 2010 diketahui bahwa untuk faktor produksi luas panen elastisitas
produksinya adalah 0,717, benih elastisitas produksinya adalah 0,265, pupuk urea
elastisitas produksinya adalah 0,028, pupuk TSP/SP36 elastisitas produksinya
adalah 0,022, pupuk KCl elastisitas produksinya adalah 0,043, dan untuk tenaga
kerja elastisitas produksinya adalah 0,090. Pertanian tanaman kedelai di pulau
Jawa berada dalam skala usaha increasing return to scale, yang berarti setiap
penambahan input secara keseluruhan sebesar satu persen diperkirakan akan
menghasilkan penambahan output lebih dari satu persen sehingga peningkatan
produksi dapat dilakukan dengan upaya penambahan input produksi.
-
ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI
DI PULAU JAWA TAHUN 2010
OLEH
DENA DRAJAT
H14114004
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
-
Judul Skripsi : ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI DI
PULAU JAWA TAHUN 2010
Nama : Dena Drajat
NRP : H14114004
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Alla Asmara
NIP. 19730113 199702 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D.
NIP.19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
-
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, November 2011
Dena Drajat
H14114004
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dena Drajat lahir pada tanggal 13 September 1983 di
Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penulis menikah dengan Neni Retnahayati
pada tahun 2008, dan telah mendapat amanah seorang puteri bernama Ratih
Paramita Drajat pada tahun 2010.
Penulis bersekolah SD, SMP, dan SMU di Kota Bandung. Setelah
menyelesaikan pendidikan SMU, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah
Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan Program
D4 Jurusan Komputasi Statistik pada tahun 2005 dan mendapatkan gelar Sarjana
Sains Terapan (S.S.T.).
Sejak tahun 2005, Penulis bekerja di Badan Pusat Statistik pada Direktorat
Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan. Saat ini, penulis sedang
menempuh Program Alih Jenis S1 Ilmu Ekonomi sebagai salah satu syarat
melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Mayor Ilmu Ekonomi Institut
Pertanian Bogor (IPB).
-
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Fungsi Produksi Tanaman
Kedelai di Pulau Jawa Tahun 2010. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Rangkaian ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:
1. Drs. Ardief Achmad, M.M. selaku Direktur Statistik Tanaman Pangan,
Hortikultura, dan Perkebunan Badan Pusat Statistik yang telah memberikan
kesempatan untuk melanjutkan studi di IPB Bogor.
2. Dedi Budiman Hakim, Ph.D. selaku Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, IPB Bogor.
3. Dr. Alla Asmara selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.
4. Tanti Novianti M.Si. selaku dosen penguji dan Deni Lubis M.Ag. selaku komisi
pendidikan yang telah memberikan evaluasi, kritik, dan saran.
5. Orang tuaku tercinta, istriku terkasih, dan anakku tersayang atas doa dan
dukungannya.
6. Taman-teman di kelas BPS Batch 4 atas kerja samanya selama masa studi.
7. Seluruh dosen Program Alih Jenis S1 serta semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu saran dan
kritik yang sifatnya membangun akan penulis terima demi untuk perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, November 2011
Dena Drajat
H14114004
-
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................... 9
2.1. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 9
2.1.1. Budi Daya Kedelai .................................................................. 9
2.1.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ............................................... 13
2.1.3. Hukum Perluasan Produksi ..................................................... 15
2.1.4. Elastisitas Produksi dan Efisiensi ............................................ 17
2.1.5. Analisis Regresi ....................................................................... 20
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu .......................................................... 22
2.3. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 24
III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 27
3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 27
3.2. Metode Analisis Data ........................................................................ 28
3.2.1. Analisis Deskriptif ................................................................ 29
3.2.2. Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas ................................ 29
3.2.3. Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Model ......................... 30
3.2.4. Pengujian Parameter Model ................................................. 33
3.2.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................ 34
-
ix
3.2.4.2. Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (Uji F) .... 34
3.2.4.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t) ........................ 35
IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................. 37
4.1. Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai ..................... 37
4.2. Gambaran Umum Usaha Tani Kedelai .............................................. 38
4.2.1. Lahan ................................................................................... 39
4.2.2. Benih ..................................................................................... 40
4.2.3. Pupuk .................................................................................... 41
4.2.4. Pestisida................................................................................. 44
4.2.5. Tenaga Kerja ......................................................................... 46
4.2.6. Pembiayaan dan Bantuan Usaha............................................. 46
4.2.7. Harga ..................................................................................... 48
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 49
5.1. Estimasi Model ................................................................................ 49
5.2. Pengujian Asumsi Regresi ................................................................ 50
5.3. Pengujian Parameter Model .............................................................. 52
5.4. Analisis Fungsi Produksi .................................................................. 53
VI. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 56
6.1. Simpulan .......................................................................................... 56
6.2. Saran ................................................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 58
LAMPIRAN .................................................................................................. 60
-
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Produksi, impor, ekspor, dan kebutuhan dalam negeri kedelai di
Indonesia tahun 2006-2010 (ton)................................................. 1
Tabel 1.2. Target produksi komoditi tanaman pangan di Indonesia, 2010-
2014 (000 ton) ........................................................................... 2
Tabel 1.3. Target, realisasi, dan persentase pencapaian target produksi
kedelai di Indonesia tahun 2005-2010 (ton)................................. 4
Tabel 1.4. Perkembangan produksi kedelai di Jawa dan luar Jawa tahun
2001-2010 (000 ton) ................................................................... 5
Tabel 4.1. Rata-rata penggunaan input produksi di Pulau Jawa tahun 2010 .. 39
Tabel 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jenis bantuan
usaha yang diterima .................................................................... 47
Tabel 4.3. Harga produsen kedelai di Indonesia tahun 2009-2010
(Rp/kuintal) ................................................................................ 48
Tabel 5.1. Hasil estimasi koefisien fungsi produksi pertanian kedelai .......... 49
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal)
dan kurva APx (Produk Rata-rata) ............................................ 18
Gambar 2.2. Alur kerangka pemikiran .......................................................... 25
Gambar 4.1. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok
umur ........................................................................................ 37
Gambar 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut pendidikan
tertinggi yang ditamatkan ......................................................... 38
Gambar 4.3. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok
luas panen ................................................................................ 40
Gambar 4.4. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah
benih yang digunakan ............................................................... 41
Gambar 4.5. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah
pupuk urea yang digunakan ...................................................... 42
Gambar 4.6. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah
pupuk TSP/SP36 yang digunakan ............................................. 43
Gambar 4.7. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah
pupuk KCl yang digunakan ...................................................... 44
Gambar 4.8. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut tingkat
serangan hama yang dialami ..................................................... 45
Gambar 4.9. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah
pestisida yang digunakan .......................................................... 46
Gambar 5.1. Kurva Q-Q plot dari sisaan/residual .......................................... 51
-
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Sebaran sampel SOUT kedelai 2010 di Pulau Jawa .................. 61
Lampiran 2. Output SPSS ............................................................................ 62
Lampiran 3. Kuesioner survei SOUT kedelai 2010 ....................................... 64
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar
penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki
peranan yang besar karena merupakan sumber bahan baku utama bagi industri
tahu, tempe, dan pakan ternak berupa bungkil kacang kedelai. Data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) yang disajikan dalam Tabel 1.1 menunjukkan bahwa
kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung meningkat pada lima tahun terakhir,
dan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi 29-42 persen dari
kebutuhan tersebut.
Tabel 1.1 Produksi, impor, ekspor, dan kebutuhan dalam negeri kedelai di
Indonesia tahun 2006-2010 (ton)
Sumber: BPS (diolah), 2011
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menempatkan
beras, jagung, kedelai, daging sapi, dan gula sebagai lima komoditas pangan
Tahun Produksi Impor Ekspor
Kebutuhan
dalam
negeri
Pangsa produksi
terhadap kebutuhan dalam
negeri (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2006 747.611 1.132.144 1.732 1.878.023 39,81
2007 592.534 1.411.589 1.872 2.002.251 29,59
2008 775.710 1.173.097 1.025 1.947.782 39,83
2009 974.512 1.314.620 446 2.288.686 42,58
2010 907.031 1.740.505 385 2.647.151 34,26
-
2
utama. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan utama tersebut, target
Kementan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahap kedua, tahun 2010-2014, adalah pencapaian swasembada dan swasembada
berkelanjutan. Untuk tanaman kedelai, Kementan mentargetkan untuk
berswasembada dalam artian minimal 90 persen kebutuhan kedelai akan tercukupi
oleh produksi dalam negeri pada tahun 2014 dengan produksi sebesar 2,70 juta
ton. Tabel 1.2 menyajikan target produksi dari setiap komoditi tanaman pangan
utama pada RPJMN kedua tahun 2010-2014.
Tabel 1.2. Target produksi komoditi tanaman pangan di Indonesia, 2010-2014
(000 ton)
No. Komoditi
Tahun Rata-rata
Pertumbuhan
(%) 2010 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Padi 66.680 70.599 74.129 77.835 81.727 5,22
2 Jagung 19.800 22.000 24.000 26.000 29.000 10,02
3 Kedelai 1.300 1.560 1.900 2.250 2.700 20,05
4 Kacang Tanah 882 970 1.100 1.200 1.300 10,20
5 Kacang Hijau 360 370 390 410 430 4,55
6 Ubi Kayu 22.248 23.400 25.000 26.300 27.600 5,54
7 Ubi Jalar 2.000 2.150 2.300 2.450 2.600 6,78
Sumber: Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014
Pada tahun 2010 target produksi kedelai sebesar 1,3 juta ton ternyata tidak
berhasil dicapai. Data dari BPS pada Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa produksi
kedelai tahun 2010 adalah sebesar 0,9 juta ton atau hanya 70 persen dari target
produksi. Pada tahun yang sama, pemerintah melakukan impor kedelai sebanyak
1,7 juta ton untuk mencukupi kebutuhan kedelai nasional.
-
3
Beberapa hal disinyalir menjadi penyebab kegagalan dalam mencapai
target produksi kedelai tahun 2010. Salah satunya ialah kegagalan pemerintah
dalam merealisasikan program yang berkaitan dengan peningkatan produksi
kedelai. Upaya peningkatan produksi kedelai dilakukan dengan peningkatan
produktivitas dan luas tanam. Fokus utama program pemerintah dalam
meningkatkan produktivitas ialah melalui Sekolah Lapangan Penanganan
Tanaman Terpadu (SLPTT) kedelai yang ditargetkan mencapai area seluas 250
ribu hektar. Namun hingga akhir tahun 2010 luas area SLPTT kedelai hanya
mencapai 185 ribu hektar atau 73,92 persen dari sasaran yang ditetapkan.
Upaya peningkatan luas tanam diharapkan dapat terwujud melalui
program-program seperti optimalisasi pembinaan seluas 219 ribu hektar,
kemitraan seluas 50 ribu hektar, dan upaya khusus seluas 100 ribu hektar. Secara
keseluruhan ditambahkan dengan lahan yang diupayakan secara swadaya oleh
masyarakat maka luas tanam kedelai tahun 2010 diharapkan bisa mencapai 920
ribu hektar. Namun berdasarkan publikasi BPS tahun 2010 ternyata realisasi luas
tanam kedelai hanya mencapai 692 ribu hektar atau 75,22 persen dari sasaran
yang ditetapkan. Selain permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan
program pemerintah, faktor harga dan cuaca juga turut berpengaruh dalam
menyebabkan rendahnya produksi kedelai tahun 20101.
1 Pada evaluasi kinerja Kementerian Pertanian tahun 2010, Menteri Pertanian Suswono
mengatakan rendahnya produksi kedelai disebabkan oleh lahan untuk kedelai yang kalah bersaing
dengan tanaman padi dan jagung, serta harga kedelai yang relatif rendah sehingga tidak
menggairahkan petani untuk menanam kedelai. Selain itu, menurut Dirjen Tanaman Pangan
Kementerian Pertanian U.K Anggoro kondisi iklim dan cuaca yang tak bersahabat menyebabkan
produksi kedelai dalam negeri terganggu (sumber: detikfinance).
-
4
Jika merunut ke belakang, kegagalan dalam mencapai target produksi
kedelai juga terjadi pada periode sebelumnya. Pada RPJMN tahap kesatu, tahun
2005-2009, Kementan hanya berhasil mencapai target produksi kedelai pada
tahun 2005, sedangkan pada tahun-tahun selanjutnya selalu gagal dalam mencapai
target produksi kedelai yang sudah ditetapkan. Tabel 1.3 menunjukkan jumlah
target, realisasi, dan persentase pencapaian target produksi kedelai di Indonesia
pada tahun 2005-2010.
Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam rilisnya yang berjudul Pandangan
Petani Atas Kebijakan Pertanian Pemerintah Tahun 2008 menyatakan persoalan
utama dari anjloknya produksi kedelai di Indonesia diantaranya adalah gagal
panen, menciutnya lahan tanaman pangan, bencana alam, dan keengganan petani
menanam kedelai. Namun penyebab yang paling utama adalah masuknya kedelai
impor yang harganya lebih rendah dari kedelai lokal sehingga produksi dalam
negeri terpinggirkan yang akhirnya petani enggan menanam karena harganya
kalah bersaing.
Tabel 1.3. Target, realisasi, dan persentase pencapaian target produksi kedelai di
Indonesia tahun 2005-2010 (ton)
Tahun Target produksi Realisasi produksi Pencapaian target (%)
(1) (2) (3) (4)
2005 802.751 808.353 100,70
2006 891.053 747.611 83,90
2007 989.069 592.534 59,91
2008 1.097.867 775.710 70,66
2009 1.218.623 974.512 79,97
2010 1.300.000 907.031 69,77
Sumber: Kementan dan BPS (diolah), 2011
-
5
Persebaran wilayah yang memproduksi kedelai tidak merata di seluruh
Indonesia. Data pada Tabel 1.4 menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir
produksi kedelai di Pulau Jawa setiap tahunnya memberikan kontribusi antara 66-
74 persen terhadap total produksi kedelai di Indonesia.
Tabel 1.4. Perkembangan produksi kedelai di Jawa dan luar Jawa tahun 2001-2010
(000 ton)
Tahun Jawa Luar Jawa
Indonesia Absolut Persen Absolut Persen
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2001 587.167 71,01 239.765 28,99 826.932
2002 502.591 74,67 170.465 25,33 673.056
2003 488.149 72,68 183.451 27,32 671.600
2004 502.201 69,41 221.282 30,59 723.483
2005 563.225 69,68 245.128 30,32 808.353
2006 518.425 69,34 229.186 30,66 747.611
2007 424.986 71,72 167.548 28,28 592.534
2008 518.997 66,91 256.713 33,09 775.710
2009 646.839 66,38 327.673 33,62 974.512
2010 633.212 69,81 273.819 30,19 907.031
Sumber: BPS (diolah), 2011
Pada tahun 2010, produksi kedelai di Pulau Jawa sebesar sebesar 633.212
ribu ton memberikan kontribusi sebanyak 69,81 persen terhadap produksi kedelai
nasional yang jumlahnya sebesar 907.031 ribu ton. Dengan pertimbangan tersebut
maka diharapkan penelitian tentang kondisi produksi kedelai di Pulau Jawa juga
dapat memberi kontribusi yang besar untuk melihat gambaran kondisi produksi
kedelai di Indonesia.
-
6
1.2. Perumusan Masalah
Sebagai salah satu komoditas pertanian tanaman pangan yang utama,
bersama padi dan jagung, kedelai memperoleh perhatian yang khusus dari
pemerintah. Produksi kedelai diharapkan bisa mencapai tahap swasembada untuk
memenuhi kebutuhan pangan nasional dalam rangka menciptakan ketahanan
pangan nasional. Berkaitan dengan hal itu, Kementan memiliki target untuk
berswasembada kedelai pada tahun 2014.
Pulau Jawa merupakan wilayah yang menjadi basis produksi kedelai di
Indonesia, hal ini terlihat dari kontribusi produksi kedelai di Pulau Jawa yang
mencapai 66-74 persen dari produksi kedelai Indonesia pada periode tahun 2001-
2010. Berkaitan dengan pencanangan swasembada kedelai tahun 2014, Kementan
menetapkan sasaran produksi kedelai di Pulau Jawa sebesar 780.900 ton pada
tahun 2010. Namun data realisasi produksi menunjukkan bahwa pada tahun 2010
produksi kedelai di Pulau Jawa hanya mencapai 633.212 ton.
Kegagalan dalam mencapai sasaran produksi tahun 2010 merupakan
sebuah bukti bahwa pemerintah perlu untuk merencanakan programnya dengan
lebih baik lagi. Informasi tentang faktor produksi apa saja yang memberikan
pengaruh signifikan terhadap produksi, dan berapa besar pengaruh masing-masing
faktor produksi terhadap produksi tanaman kedelai dapat menjadi masukan
sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan perencanaan selanjutnya.
Bertolak dari uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah:
-
7
1. Faktor produksi apa saja yang memengaruhi produksi tanaman kedelai di
Pulau Jawa?
2. Berdasarkan fungsi produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa, berapa besar
pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi tanaman kedelai?
1.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang menjadi fokus penelitian, maka tujuan
utama penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor produksi yang
mempengaruhi produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa. Tujuan selanjutnya ialah
untuk mengukur elastisitas output terhadap pemberian input produksi tanaman
kedelai.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Bagi masyarakat umum dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan
pengetahuan di bidang perekonomian yang berkaitan dengan pertanian
tanaman kedelai.
2. Bagi para peneliti dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tentang
faktor dan fungsi produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa, di samping itu
juga dapat bermanfaat untuk dijadikan referensi dalam mengembangkan
penelitian yang berkaitan.
3. Bagi pemerintah dan pengambil kebijakan dapat bermanfaat untuk dijadikan
bahan evaluasi dan pertimbangan dalam penerapan kebijakan.
-
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka ruang lingkup
dalam penelitian ini dibatasi pada beberapa hal berikut:
1. Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam penelitian ini dibatasi pada
luas panen, benih, pupuk urea, pupuk TSP/SP36, pupuk KCl, dan tenaga
kerja.
2. Data yang digunakan ialah bagian dari set data survei Struktur Ongkos Usaha
Tani tanaman kedelai tahun 2010 yang diselenggarakan oleh BPS.
3. Kajian difokuskan pada wilayah Pulau Jawa.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Budi Daya Kedelai
Kedelai merupakan tumbuhan serba guna. Karena akarnya memiliki bintil
pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi
sehingga tanamannya dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.
Kedelai terutama dimanfaatkan bijinya. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta
beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan
biji kedelai dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tahu, bermacam-macam
saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam),
tempe, susu kedelai, tepung kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik,
kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco
(Komalasari, 2008).
Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua
spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning,
agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). Glycine
max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang
Selatan, sementara Glycine soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia
Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan
Indonesia (Wikipedia).
Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Di
lahan sawah, kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah pertanaman
-
10
padi. Sedangkan di lahan kering (tegalan) kedelai umumnya ditanam pada musim
hujan. Langkah-langkah utama dalam budi daya kedelai ialah pemilihan benih,
persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen.
Berdasarkan informasi dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian Kementan (2011), kualitas benih sangat menentukan
keberhasilan usaha tani kedelai. Pada penanaman kedelai, biji atau benih ditanam
secara langsung, sehingga apabila kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah
populasi per satuan luas akan berkurang. Oleh karena itu, agar dapat memberikan
hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang sesuai dengan
kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan memenuhi standar
mutu benih yang baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan
benih kedelai adalah:
1. Pilih varietas unggul yang memenuhi sifat-sifat yang diinginkan: ukuran
bijinya besar atau kecil, kulit bijinya kuning atau hitam, toleransinya terhadap
hama/penyakit dan kondisi lahan.
2. Benih murni dan bermutu tinggi merupakan syarat terpenting dalam budi
daya kedelai. Benih harus sehat, bernas, dan daya tumbuh minimal 85 persen,
serta bersih dari kotoran.
3. Kebutuhan benih bergantung pada ukuran benih dan jarak tanam yang
digunakan. Untuk benih ukuran kecilsedang (912 g/100 biji), diperlukan
5560 kg/ha, sedang untuk benih ukuran besar (1418 g/100 biji) dibutuhkan
6575 kg/ha.
-
11
Persiapan lahan penanaman kedelai di areal persawahan dapat dilakukan
secara sederhana. Mula-mula jerami padi yang tersisa dibersihkan, kemudian
dikumpulkan, dan dibiarkan mengering. Selanjutnya, dibuat petak-petak
penanaman dengan lebar 3-10 m, yang panjangnya disesuaikan dengan kondisi
lahan. Diantara petak penanaman dibuat saluran drainase selebar 25-30 cm,
dengan kedalaman 30 cm. Setelah didiamkan selama 7-10 hari, tanah siap
ditanami.
Jika areal penanaman kedelai yang digunakan berupa lahan kering atau
tegalan, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah dicangkul
atau dibajak sedalam 1520 cm. Di sekeliling lahan dibuat parit selebar 40 cm
dengan kedalaman 30 cm. Selanjutnya, dibuat petakan-petakan dengan panjang
antara 1015 cm, lebar antara 310 cm, dan tinggi 2030 cm. Antara petakan yang
satu dengan yang lain (kanan dan kiri) dibuat parit selebar dan sedalam 25 cm.
Antara petakan satu dengan petakan di belakangnya dibuat parit selebar 30 cm
dengan kedalaman 25 cm. Selanjutnya, lahan siap ditanami benih.
Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu tanah diberi pupuk
dasar. Pupuk yang digunakan berupa TSP sebanyak 50100 kg/ha, KCl 50100
kg/ha, dan Urea 50-75 kg/ha. Dosis pupuk dapat pula disesuaikan dengan anjuran
petugas penyuluh pertanian setempat. Pupuk disebar secara merata di lahan, atau
dimasukkan ke dalam lubang di sisi kanan dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian - Departemen Pertanian, 2008).
Selanjutnya penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam
memakai tugal dengan kedalaman antara 1,52 cm. Setiap lubang tanam diisi
-
12
sebanyak 34 biji. Penanaman ini dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 1015
cm. Pada lahan subur, jarak dalam barisan dapat diperkecil menjadi 1520 cm.
Perawatan tanaman dilakukan berkaitan dengan tiga kegiatan: pengairan,
penyiangan, dan pengendalian hama serta penyakit tanaman. Tanaman kedelai
sangat peka terhadap kekurangan air pada awal pertumbuhan, pada umur 1521
hari, saat berbunga (umur 2535 hari), dan saat pengisian polong (umur 5570
hari). Pada fase-fase tersebut tanaman harus dijaga agar tidak kekeringan.
Penyiangan untuk menghilangkan gulma perlu dilakukan dua kali pada umur 15
dan 45 hari. Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dilakukan
berdasarkan hasil pemantauan, hanya digunakan bila populasi hama telah melebihi
ambang kendali. Pestisida dipilih sesuai dengan hama sasaran, dan dipilih yang
terdaftar/diijinkan.
Panen dilakukan apabila 95 persen polong pada batang utama telah
berwarna kuning kecoklatan. Panen dilakukan dengan memotong pangkal batang
dengan sabit. Hasil panenan ini segera dijemur beberapa hari, kemudian dikupas
dengan thresher atau pemukul. Butir biji dipisahkan dari kotoran/sisa kulit polong,
dan dijemur kembali hingga kadar air biji mencapai 1012 persen saat disimpan.
Berdasarkan penilaian kelayakan usaha tani kedelai dengan cara return of
investment (ROI) dan perbandingan biaya dengan pendapatan (benefit cost ratio,
B/C rasio) diperoleh hasil sebagai berikut (Irwan, 2006):
1. Return of investment (ROI), merupakan ukuran perbandingan antara
keuntungan dengan total biaya produksi. Cara ini digunakan untuk
mengetahui tingkat efisiensi penggunaan modal atau mengukur keuntungan
-
13
usaha tani dalam kaitannya dengan jumlah modal yang diinvestasikan. Nilai
ROI untuk usaha tani kedelai sebesar 2,39. Berarti, setiap modal Rp 1 yang
dikeluarkan untuk usaha tani kedelai akan menghasilkan keuntungan sebesar
Rp 2,39. Dengan demikian, usaha tani kedelai tersebut dinilai efisien dalam
penggunaan modal.
2. Benefit cost ratio (B/C rasio), merupakan suatu ukuran perbandingan antara
keuntungan bersih dengan total biaya produksi sehingga dapat diketahui
kelayakan usaha taninya. Hasil perhitungan nilai B/C rasio pada usaha tani
kedelai senilai 1,39. Artinya, setiap satuan biaya yang dikeluarkan akan
diperoleh hasil penjualan sebesar 1,39 kali lipat. Hasil ini menunjukkan
bahwa usaha tani kedelai layak untuk dikembangkan.
2.1.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Produksi adalah kegiatan perusahaan/produsen dalam memproses input
(faktor produksi) menjadi suatu output yang dikehendaki. Dari kegiatan yang
dilakukan produsen tersebut dapat dibangun sebuah fungsi produksi, yaitu sebuah
model yang menggambarkan bagaimana hubungan antara input yang digunakan
produsen dengan output yang dihasilkan berdasarkan pengetahuan teknis yang
dimiliki produsen (Jones, 2004).
Sebuah fungsi produksi menghubungkan input dengan output. Sukirno
(2005) mengemukakan bahwa fungsi produksi memperlihatkan kemungkinan
output maksimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu atau
sebaliknya, kuantitas input minimum yang diperlukan untuk memproduksi suatu
-
14
tingkat output tertentu. Bentuk umum persamaan matematik dari fungsi produksi
adalah:
Y = f (X) = f (K,L,M, ...) (2.1)
Y : output produksi
X : faktor produksi (modal (K), tenaga kerja (L), bahan baku (M), dan lain-lain)
Salah satu fungsi produksi yang banyak digunakan dalam penelitian adalah
fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas diperkenalkan
pada tahun 1928 oleh C.W. Cobb dan P.H. Douglas dalam tulisannya yang
berjudul A Theory of Production yang dimuat dalam American Economic
Review. Secara umum fungsi Cobb-Douglas menggambarkan tingkat produksi
atau penciptaan nilai tambah (Y) yang diakibatkan oleh pengaruh dua faktor
produksi, yaitu input modal (X1) dan input tenaga kerja (X2). Bentuk dasar
persamaan fungsi Cobb-Douglas adalah: = (,) = (2.2) Parameter D yang merupakan ukuran kemajuan teknologi yang melekat
pada semua faktor produksi. Untuk kasus dengan berbagai input produksi,
persamaan fungsi Cobb-Douglas dapat ditulis menjadi: = (,,,,) = (2.3) Beberapa kelebihan atau kemudahan dari fungsi Cobb Douglas adalah
sebagai berikut:
1. Penyelesaian fungsi lebih sederhana dan tidak rumit karena bisa
ditransformasikan atau diubah dalam bentuk fungsi linier (fungsi logaritma
natural), sehingga memudahkan dalam proses analisis.
-
15
2. Nilai koefisien regresi yang dihasilkan menunjukkan besarnya nilai elastisitas
produksi dari setiap faktor produksi, sehingga fungsi produksi ini dapat
secara langsung digunakan untuk mengetahui tingkat produksi optimum
berdasarkan pemakaian faktor produksi.
3. Penjumlahan nilai elastisitas dari setiap faktor produksi menunjukkan skala
hasil usaha (return to scale).
Berdasarkan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, terdapat tiga situasi
yang mungkin dalam tingkat pengembalian terhadap skala:
1. Jika kenaikan yang proporsional dalam semua input sama dengan kenaikan
yang proporsional dalam output S PDND fungsi produksi tersebut memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang konstan.
2. Jika kenaikan yang proporsional dalam output kemungkinan lebih besar
daripada kenaikan dalam input S ! PDND fungsi produksi tersebut memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang meningkat.
3. Jika kenaikan output lebih kecil dari proporsi kenaikan input SPDNDfungsi produksi tersebut memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang
menurun.
2.1.3. Hukum Perluasan Produksi
Perluasan produksi dalam jangka panjang dapat dilakukan dengan
menambah semua faktor produksi secara bersama-sama. Menurut Tasman (2006),
dengan asumsi tingkat teknologi yang konstan, maka akan berlaku hukum
perluasan produksi sebagai berikut:
-
16
a. Skala hasil meningkat (increasing returns to scale), artinya adalah perluasan
produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya
lebih besar daripada penambahan faktor-faktor produksi. Jika input modal
atau tenaga kerja ditambah secara proposional sebesar k, maka akan
menyebabkan peningkatan output produksi yang lebih besar dari k atau ( ,) > ( ,) dengan nilai k>1. Dalam kondisi ini perluasan produksi masih bisa terus dilakukan karena kondisi perusahaan masih dalam
skala hasil usaha yang meningkat.
b. Skala hasil tetap (constant returns to scale), artinya adalah perluasan produksi
yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya sama dengan
penambahan faktor-faktor produksi. Jika input modal maupun tenaga kerja
ditambah secara proposional sebesar k akan menyebabkan peningkatan output
produksi sebesar k pula atau ( ,) = ( ,). Dalam kondisi ini, perluasan produksi yang dilakukan tidak akan meningkatkan pertambahan
jumlah output.
c. Skala hasil menurun (decreasing returns to scale), artinya adalah perluasan
produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya
lebih kecil daripada penambahan faktor-faktor produksi. Penambahan input
modal atau tenaga kerja secara proporsional sebesar k, akan menyebabkan
peningkatan output produksi yang lebih kecil dari k atau ( ,)
-
17
2.1.4. Elastisitas Produksi dan Efisiensi
Dari persamaan umum fungsi produksi fungsi produksi Y= f(X) =
f(K,L,M, ...), Y melambangkan total produksi dari kombinasi faktor-faktor
produksi X (TPx). Dengan mengasumsikan ketika satu variabel berubah maka
variabel lainnya dianggap konstan atau tetap (ceteris paribus), tambahan produksi
yang diperoleh akibat penggunaan tambahan satu unit faktor produksi X dikenal
dengan istilah produk marginal X (MPx). Sedangkan rata-rata produk yang
dihasilkan per unit faktor produksi X yang digunakan dikenal dengan istilah
produksi rata-rata X (APx) (Nicholson, 1995).
Secara matematis, produk marginal X dirumuskan sebagai berikut:
MPX=Tambahan Output Y
Tambahan Input X=
YX =f
'(X) (2.4)
Secara matematis produk rata-rata X dirumuskan sebagai berikut: = = (2.5) Perubahan jumlah output produksi yang disebabkan oleh perubahan
penggunaan faktor produksi atau input dapat dinyatakan dengan elastisitas
produksi ( , ). Elastisitas produksi dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: , = = .. = (2.6)
Bentuk kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal) dan
kurva APx (Produk Rata-rata), dimana X menyatakan salah satu faktor produksi
dengan asumsi faktor produksi lain ceteris paribus adalah seperti seperti pada
gambar berikut:
-
18
Sumber: Nicholson (1995)
Gambar 2.1. Kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal) dan kurva
APx (Produk Rata-rata)
Hubungan antara kurva TPX dan MPX seperti pada gambar 2.1 adalah MPX
akan bernilai nol pada saat TPX berada pada titik maksimum. Ketika kurva TPX
mulai menurun setelah melalui titik maksimum, maka MPX akan bernilai negatif.
Pada saat kurva TPX mengalami kenaikan, maka kurva MPX mengalami
penurunan. Pada saat nilai MPX positif, maka kurva TPX tidak akan mengalami
penurunan. Kesimpulannya adalah penambahan input pada saat slope TPX negatif
(nilai MPX < 0) tidak akan meningkatkan jumlah output.
Sedangkan hubungan kurva MPX dan APX seperti dalam Gambar 2.1
adalah APX akan mencapai titik maksimal ketika nilai APX sama dengan nilai
MPX, artinya nilai elastisitas produksinya sama dengan satu (, = 1). Ketika nilai MPX < nilai APX, maka kurva APX akan memiliki slope negatif, sehingga
nilai elastisitas produksinya kurang dari satu (, < 1 atau 0< ,< 1). Pada saat
TPX
MPX
APX
Input Faktor Produksi
Jumlah per
periode (Y)
X* X** X***
Daerah I
Daerah II
Daerah III
-
19
nilai MPX > nilai APX, maka kurva APX akan memiliki slope positif, sehingga
nilai elastisitas produksi lebih dari satu (, > 1). Berdasarkan nilai elastisitas produksinya, hubungan antara ketiga kurva
tersebut menghasikan tiga daerah produksi. Daerah I, yakni pada saat nilai MP
lebih besar dari nilai AP sehingga nilai elastisitasnya lebih besar dari satu (, > 1). Daerah ini merupakan daerah yang tidak rasional (Irrational Region) bagi
perusahaan untuk berhenti berproduksi karena belum mencapai keuntungan
maksimum. Perusahaan masih bisa meningkatkan output produksi dengan
menambahkan input lebih banyak lagi sehingga keuntungan maksimum bisa
tercapai (Nicholson,1995).
Daerah II terjadi pada saat kurva MPX dan kurva APX menurun atau
mempunyai slope negatif, sehinga nilai elastisitas berkisar antara nol sampai
dengan satu (0 < , < 1). Daerah II merupakan daerah yang rasional bagi perusahaan untuk terus berproduksi atau menggunakan faktor produksi secara
optimal. Pada daerah ini terjadi hukum pengembalian yang semakin berkurang
(the law of diminishing returns) yakni penurunan jumlah pertambahan output
akibat peningkatan jumlah input yang digunakan atau nilai
-
20
Jaya (1993) menyatakan bahwa secara sederhana pengertian efisiensi adalah
menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan sejumlah output tertentu.
Efisiensi dapat dilihat dari segi kuantitas fisik (teknik) maupun nilai (harga).
Efisiensi ekonomi merupakan produk dari efisiensi teknik dan efisiensi harga.
Artinya efisiensi ekonomi akan tercapai jika efiensi teknik dan harga tercapai
(Yotopoulos dalam Juwandi, 2003)
Yotopoulos dalam Juwandi (2003), mengemukakan bahwa efisiensi
ekonomi akan tercapai jika terpenuhi dua kondisi:
1. Necessary condition atau syarat perlu yang berkaitan dengan efisiensi teknik.
Untuk mencapai efisiensi teknik, hubungan fisik antara input dan output
ditunjukkan dengan elastisitas produksi antara 0 dengan 1. Dengan kata lain
efisiensi teknik tercapai jika proses produksi berada dalam daerah produksi II.
2. Sufficient condition atau syarat cukup yang berkaitan dengan tujuan mencapai
keuntungan maksimum. Keuntungan maksimum tercapai dengan syarat nilai
produk marginal sama dengan biaya marginal.
2.1.5. Analisis Regresi
Analisis regresi linier berganda adalah suatu metode analisis yang
digunakan untuk mengetahui hubungan antara berbagai variabel, yaitu satu
variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas yang
menjelaskan (independent variables). Bentuk matematis model regresi linier
berganda dengan k variabel, yang terdiri dari satu variabel tidak bebas Y dan k-1
variabel bebas X1, X2,.., Xk-1 serta jumlah pengamatan observasi sebanyak i
(i=1,2,3,...,n) dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut (Gujarati, 2004):
-
21
= + + + + ()() + (2.7) Ada empat asumsi yang harus dipenuhi untuk membentuk sebuah model
persamaan regresi linier berganda, yaitu:
1. Asumsi Normalitas atau ),0(~ 2VP Ni Maksudnya adalah setiap sisaan (Pi, i=1,2,3,..,n) distribusikan secara normal dengan rata-rata nol dan varians sama dengan V2.
2. Asumsi Autokorelasi
Autokorelasi mengandung arti ada korelasi atau hubungan yang berurutan
antara sisaan dari suatu observasi dengan sisaan observasi yang lain. Jika
tidak ada hubungan yang berurutan antarsisaan dikatakan tidak ada
autokorelasi.
3. Asumsi Heteroskedastisitas
Secara teknis homoskedastisitas atau penyebaran sama adalah asumsi yang
menyatakan bahwa sisaan dari observasi memiliki varians yang sama.
Maksudnya adalah varian dari kesalahan pengganggu merupakan suatu
konstanta positif yang sama dengan V2. Jika (| ) maka dapat disimpulkan terjadi heteroskedastisitas antar sisaan dalam model.
4. Asumsi Multikolinearitas
Artinya adalah tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel-
variabel bebas yang menjelaskan.
Nilai koefisien dari persamaan regresi (Ei) dapat diketahui menggunakan metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator
yang mempunyai sifat linier, tidak bias dan mempunyai varian yang minimum
-
22
atau biasa disebut Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) jika memenuhi
keempat asumsi tersebut.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik faktor
produksi tanaman kedelai. Selain perbedaan lokasi dan periode waktu penelitian,
perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah terkait
variabel penggunaan pupuk yang dalam penelitian ini dipecah menjadi tiga
variabel yaitu urea, TSP/SP36, dan KCl.
Okabe, et al. (1984), dalam studinya mengenai sosial ekonomi sistem
komoditas kedelai di Indonesia di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan
Lampung menunjukkan bahwa tingkat pemakaian benih beragam, dan sering lebih
tinggi daripada yang dianjurkan. Pemakaian benih yang banyak itu disebabkan
oleh usaha petani untuk mengimbangi daya perkecambahan yang sering rendah
dan pertumbuhan tanaman yang lambat. Fungsi-fungsi produksi menunjukkan
bahwa tidak ada perbaikan yang akan diperoleh melalui peningkatan pemakaian
pupuk. Pemakaian pupuk tampaknya telah melampaui tingkat yang wajar.
Pestisida merupakan masukan yang dapat berdampak nyata pada produktivitas
kedelai. Akan tetapi pengalaman membuktikan, pemakaian yang sembarangan
dapat menurunkan produksi. Para petani tampaknya kurang/belum tahu tentang
hama-hama penting dan cara pengendaliannya.
Al-Mudatsir (2009) melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi
respon penawaran kacang kedelai di Indonesia. Dalam penelitiannya respon
penawaran kacang kedelai diduga secara tidak langsung melalui persamaan respon
-
23
areal dan respon produktivitas. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui
faktor-faktor yang memengaruhi luas areal panen yaitu harga kacang kedelai,
harga jagung, harga kacang tanah, luas areal teririgasi, dan luas areal panen tahun
sebelumnya. Faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas yaitu harga pupuk,
upah buruh dan produktivitas tahun sebelumnya.
Irdhoni (2010) melakukan analisis keunggulan kompetitif usaha tani
kedelai. Penelitiannya difokuskan di Desa Wonokalang, Kecamatan Wonoayu,
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitiannya, faktor
produksi yang mempengaruhi produksi kedelai yaitu luas lahan, benih, pupuk
kimia, pupuk organik, insektisida dan tenaga kerja semuanya berpengaruh positif.
Usaha tani kedelai di Desa Wonokalang, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten
Sidoarjo mempunyai keunggulan kompetitif dengan nilai koefisien 0,584.
Penelitian Khai dan Yabe (2011) tentang pengukuran efisiensi teknis pada
produksi padi di Vietnam dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas
menunjukkan bahwa benih, pestisida, pupuk, mesin pertanian, buruh tani, pekerja
keluarga, luas lahan, perlengkapan kerja, dan pengeluaran lainnya memberikan
pengaruh terhadap produksi padi dengan efisiensi teknis 81,6 persen. Selanjutnya
dengan fungsi Tobin diketahui bahwa faktor-faktor penting yang mempengaruhi
efisiensi teknis adalah intensitas tenaga kerja, pengairan, dan pendidikan petani.
Matakena, Syamun, dan Ghany (2011), melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi dan kemitraan
terhadap produksi usaha tani kedelai di Distrik Makimi Kabupaten Nabire. Dalam
studi ini digunakan bantuan fungsi produksi Cobb-Douglas dan NPM. Hasil
-
24
penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan (simultan) variabel yang
diamati berpengaruh nyata terhadap produksi, namun secara parsial lahan, tenaga
kerja dan pupuk berpengaruh nyata, sedangkan benih, pestisida dan kemitraan
tidak berpengaruh terhadap produksi usaha tani kedelai.
2.3. Kerangka Pemikiran
kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung meningkat pada lima tahun
terakhir, dan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi 29-42
persen dari kebutuhan tersebut. Saat ini lebih dari 50 persen kebutuhan kedelai
nasional diperoleh dari hasil impor, suatu kondisi yang dapat mengancam
kedaulatan pangan Indonesia jika suatu saat negara pengekspor kedelai
menghentikan ekspornya.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, pemerintah Indonesia melalui
Kementan telah menargetkan Indonesia untuk berswasembada kedelai pada tahun
2014 dengan produksi sebesar 2,70 juta ton. Dalam rencana strategis Kementan
dicantumkan bahwa target produksi tersebut diharapkan tercapai dengan adanya
kenaikan produksi secara bertahap dari tahun ke tahun mulai tahun 2005 sampai
dengan tahun 2014. Pada tahun 2010, sasaran produksi kedelai di Pulau Jawa
adalah sebesar 780.900 ton.
Dalam realisasi di lapangan, catatan BPS menunjukkan produksi kedelai di
Pulau Jawa pada tahun 2010 adalah sebesar 633.212 ton. Sehingga bisa
disimpulkan angka sasaran produksi kedelai yang telah ditetapkan oleh Kementan
tidak tercapai. Dengan terjadinya hal ini maka upaya-upaya peningkatan produksi
kedelai harus dilakukan dengan lebih baik lagi.
-
25
Gambar 2.2. Alur kerangka pemikiran
Produksi kedelai, seperti produksi-produksi lainnya dalam ilmu ekonomi,
merupakan suatu fungsi dari input-input produksinya. Sehingga untuk
meningkatkan produksi kedelai, terlebih dahulu perlu diketahui faktor produksi
apa saja yang berpengaruh terhadap produksi kedelai. Selanjutnya dengan
melakukan analisis terhadap fungsi produksi kedelai dapat diperoleh informasi
tentang elastisitas produksi dari setiap faktor produksi. Nilai elastisitas produksi
Impor kedelai > Produksi
nasional
Kebutuhan
kedelai terus
meningkat
Peningkatan produksi kedelai
menuju swasembada 2014
Sasaran produksi kedelai setiap tahun
Evaluasi s/d 2010:
Sasaran produksi tidak
tercapai
Implikasi kebijakan
Realisasi
produksi kedelai
Identifikasi faktor
produksi kedelai
Analisis fungsi
produksi kedelai:
Peranan setiap faktor
terhadap produksi
-
26
tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan yang
ditujukan untuk meningkatkan produksi kedelai.
-
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder hasil
survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh
BPS pada tahun 2010. Berdasarkan lokasinya, sampel-sampel untuk mewakili
pulau Jawa tersebar di empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Sampel di Provinsi Jawa Barat berasal dari Kabupaten Garut, Majalaya,
Sukabumi, dan Tasikmalaya. Untuk sampel di Provinsi Jawa Tengah berasal dari
Kabupaten Blora, Boyolali, Cilacap, Demak, Grobogan, Sukoharjo, dan
Wonogiri. Untuk sampel di Provinsi DI Yogyakarta berasal dari Kabupaten
Gunung Kidul, dan Kulon Progo. Sedangkan untuk sampel di Jawa Timur berasal
dari Kabupaten Gresik, Jember, Jombang, Kediri, Lamongan, Madiun, Malang,
Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Pamekasan, Pasuruan, Ponorogo,
Probolinggo, Sampang, Sidoarjo, Sumenep, Trenggalek, Tuban, dan
Tulungagung. Distribusi sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penjelasan mengenai beberapa variabel yang dikaji adalah sebagai
berikut:
1. Produksi kedelai, yaitu jumlah produksi kedelai yang dihasilkan oleh petani
pada bidang lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani. Produksi akan
dicatat dengan satuan kilogram biji kering.
-
28
2. Luas panen, yaitu luas tanaman kedelai yang dipungut hasilnya pada bidang
lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani setelah tanaman tersebut cukup
umur. Luas panen dicatat dalam satuan meter persegi.
3. Penggunaan benih, yaitu jumlah penggunaan benih pada bidang lahan yang
terakhir kali dipanen oleh petani yang berasal dari pembelian dan bukan
pembelian (produksi sendiri maupun pemberian pihak lain). Penggunaan
benih dicatat dalam satuan kilogram.
4. Penggunaan pupuk, yaitu pupuk yang benar-benar telah digunakan pada
bidang lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani. Jenis pupuk yang akan
diteliti adalah Urea, TSP/SP36, dan KCl. Penggunaan pupuk dicatat dalam
satuan kilogram.
5. Tenaga kerja, yaitu pekerja (dibayar maupun tidak dibayar) yang terlibat
dalam kegiatan pengolahan lahan (mencangkul, membajak), penanaman dan
penyulaman, pemeliharaan/penyiangan, pemupukan, pengendalian
hama/OPT, pemanenan dan pengangkutan hasil panen, pengeringan dan
pengupasan. Tenaga kerja dicatat dalam satuan banyaknya orang hari (OH).
3.2. Metode Analisis Data
Ada dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif dilakukan melalui
analisis tabel dan grafik mengenai ukuran-ukuran statistik. Sedangkan analisis
inferensia dilakukan melalui analisis regresi linier berganda dengan metode
kuadrat terkecil (OLS: Ordinary Least Square). Pengolahan data dalam penelitian
-
29
ini menggunakan bantuan program aplikasi Microsoft Office Excel 2007 dan
SPSS 16.
3.2.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk
menggambarkan keadaan suatu hal atau fenomena secara umum. Tujuan dari
analisis deskriptif adalah untuk mempermudah penafsiran atau penjelasan. Dalam
penelitian ini, analisis deskriptif juga digunakan sebagai pendukung untuk
menambah dan mempertajam analisis inferensia.
Beberapa teknik yang digunakan adalah dengan menyusun data ke dalam
bentuk tabel atau grafik disertai dengan interpretasi dan argumentasi terhadap data
yang disajikan. Analisis deskriptif dengan tabulasi maupun grafis merupakan
metode yang paling sederhana tetapi memiliki kemampuan yang cukup kuat untuk
menjelaskan hubungan antar variabel yang diamati.
3.2.2. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Bentuk perluasan fungsi produksi Cobb-Douglas tanaman kedelai dengan
enam variabel bebas dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut: = (,,,,,) = (3.1) Untuk memudahkan dalam analisis regresi maka fungsi produksi tersebut dapat
ditransformasi dalam bentuk fungsi linier menjadi: = + + + + + + + (3.2) Keterangan:
y = produksi kedelai (kg)
-
30
x1 = input luas panen (m2)
x2 = input benih (kg)
x3 = input pupuk urea (kg)
x4 = input pupuk TSP/SP36 (kg)
x5 = input pupuk KCl (kg)
x6 = input tenaga kerja (OH)
a = intersep
bi = elastisitas dari masing-masing faktor produksi (b1, b2, b3, b4, b5, b6)
ln = logaritma natural e (2,1782)
u = residual (kesalahan atau error).
Berdasarkan uraian pada Bab II, nilai koefisien dari persamaan estimasi
(b1, b2, b3, b4, b5, b6) menunjukkan besarnya elastisitas dari masing-masing faktor
produksi. Penjumlahan dari enam koefisien tersebut menunjukkan skala hasil
usaha produksi dan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1). Increasing return to scale, terjadi pada saat nilai (b1+b2+b3+b4+b5+b6) > 1
2). Constant return to scale, terjadi pada saat nilai (b1+b2+b3+b4+b5+b6) = 1
3). Decreasing return to scale, terjadi pada saat nilai (b1+b2+b3+b4+b5+b6) < 1
3.2.3. Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Model
Pemeriksaan dan pengujian asumsi dilakukan untuk melihat ada atau
tidaknya pelanggaran terhadap keempat asumsi dalam model regresi linier
berganda dengan metode OLS. Tiga asumsi yang pertama, yakni kenormalan,
autokorelasi dan heteroskedastisitas berkaitan dengan sisaan dalam model,
sehingga jika salah satu tidak terpenuhi maka estimator menjadi kurang valid atau
tidak efisien dan tidak bersifat BLUE. Sedangkan asumsi multikolinieritas
berkaitan dengan hubungan yang kuat antar variabel bebas. Jika asumsi
-
31
multikolinieritas tidak terpenuhi, estimator masih bersifat BLUE namun memiliki
varian dan kovarian yang besar sehingga sulit dipakai sebagai alat estimasi.
a. Uji Kenormalan
Analisis regresi linear mengasumsikan setiap sisaan mengikuti distribusi
normal dengan dengan rata-rata nol dan varians V2 (Gujarati, 2004). Apabila variabel tidak bebas dan variabel bebas mengikuti distribusi normal, maka
sisaannya juga akan mengikuti distribusi normal. Uji kenormalan dapat dilakukan
dengan melihat plot dari sisaan. Jika plot dari sisaan mengikuti bentuk kurva
normal atau plot quantil (Q-Q Plot) mengikuti garis normal (lurus) maka asumsi
kenormalan dapat diterima.
b. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi antar variabel sisaan. Salah satu
asumsi dalam analisis regresi linier klasik adalah model tidak mengandung
autokorelasi baik positif maupun negatif. Jadi asumsi yang harus dipenuhi adalah
bahwa unsur sisaan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh
unsur sisaan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun (Gujarati,
2004).
Salah satu cara untuk menguji asumsi ini adalah dengan melihat nilai
statistik uji Durbin-Watson. Mekanisme pendeteksian autokorelasi dengan uji
Durbin-Watson adalah sebagai berikut:
1. Nilai batas d adalah antara 0 dan 4.
2. Nilai kritis dL dan dU untuk ukuran sampel tertentu dan jumlah variabel bebas
tertentu dapat dilihat pada tabel Durbin-Watson.
-
32
3. Hipotesis dalam pengujian menyatakan tidak ada autokorelasi negatif maupun
positif dalam model. Kriteria pengujian dan pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
a. Jika nilai d 4 dL berarti
ada autokorelasi negatif, sehingga keputusannya adalah menolak hipotesis
nol.
b. Jika dU < d < 4 dU, maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol
yang berarti tidak ada autokorelasi
c. Jika dLd d d dU dan 4 - dU d d d 4 - dL maka pengujian yang dilakukan menghasilkan keputusan yang tidak meyakinkan atau ragu-ragu.
c. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi ketiga yang harus dipenuhi dalam model regresi linier berganda
dengan adalah homoskedastisitas (homoscedasticity) atau tidak terjadi
heteroskedastisitas (heteroscedasticity). Homoskedastisitas atau varian konstan
menunjukkan distribusi probabilitas sisaan yang sama untuk seluruh nilai variabel
bebas (Gujarati, 2004).
Adanya heteroskedastisitas menyebabkan estimator tidak memiliki varian yang minimum atau tidak menghasilkan estimator yang BLUE, hanya
Linier Unbiased Estimator (LUE). Konsekuensi jika tetap menggunakan metode
OLS dengan adanya heteroskedastisitas adalah penghitungan standard error tidak
bisa dipercaya kebenarannya dan interval estimasi dan uji hipotesis berdasarkan
uji t dan uji F tidak bisa dipercaya untuk evaluasi hasil regresi.
-
33
Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas bisa dilakukan
dengan uji Park. Metode deteksi heteroskedastisitas dengan uji Park mempunyai
tiga prosedur utama. Pertama, melakukan regresi terhadap model dengan metode
OLS dan mendapatkan nilai residualnya. Kedua, melakukan regresi terhadap
residual kudrat dengan semua variabel bebas. Ketiga, melakukan uji t terhadap
koefisien persamaan yang dihasilkan. Jika nilai t hitung lebih kecil dibandingkan
nilai t tabel atau probabilitas t lebih besar dari D=0,05 maka tidak ada masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel
atau probabilitas t kurang dari D=0,05 maka terdapat masalah heteroskedastisitas.
d. Uji Multikolinieritas
Asumsi terakhir yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi
linier berganda adalah tidak adanya multikolinieritas atau hubungan linier diantara
variabel-variabel bebasnya (Gujarati, 2004). Salah satu metode untuk mendeteksi
adanya multikolinieritas dalam sebuah model adalah dengan menghitung
Variance Inflation Factor (VIF) dan Torelance (TOL). Nilai VIF dan TOL bisa
menunjukkan ada tidaknya multikolinieritas diantara variabel bebas. Tanda bahwa
tidak ada multikolinieritas adalah jika nilai VIF lebih kecil dari sepuluh dan nilai
TOL mendekati satu.
3.2.4. Pengujian Parameter Model
Tahapan selanjutnya yang dilakukan setelah model fungsi produksi
didapatkan adalah melakukan pengujian hipotesis secara statistik terhadap semua
parameter dalam model. Tujuannya adalah untuk menguji kelayakan model dan
-
34
menguji apakah koefisien yang diestimasi telah sesuai dengan teori atau hipotesis.
Beberapa pengujian statistik yang dilakukan terhadap paremeter model adalah uji
koefisien determinasi (R2), uji koefisien regresi parsial (uji t) dan uji koefisien
regresi secara menyeluruh (F-test/uji F).
3.2.4.1.Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji kesesuaian (goodness of fit) dilakukan dengan melihat nilai koefisien
determinasi (R2) yang dihasilkan. Nilai R
2 menunjukkan seberapa besar variabel
bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan proporsi keragaman variabel
tidak bebasnya, atau berapa persen tingkat output dapat dijelaskan oleh faktor-
faktor produksi yang digunakan (Gujarati, 2004). Koefisien determinasi
merupakan nilai korelasi yang dikuadratkan, sehingga nilainya positif dan berkisar
antara nol sampai satu.
Nilai R2 yang semakin mendekati nol menyatakan hubungan antara
variabel tidak bebas dan variabel bebas tidak kuat. Sebaliknya, Nilai R2 yang
mendekati satu memiliki arti hubungan antara variabel tidak bebas dan variabel
bebas sangat kuat atau dengan kata lain perubahan pada variabel tidak bebas lebih
banyak dijelaskan oleh variabel dari dalam model.
3.2.4.2.Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (Uji F)
Tingkat kekuatan hubungan antara variabel tidak bebas dengan semua
variabel bebas yang menjelaskan secara menyeluruh dalam sebuah persamaan
regresi dapat diketahui dengan menggunakan uji statistik F (Gujarati, 2004).
Prosedur pengujian dengan uji F adalah sebagai berikut:
-
35
1. Menyusun hipotesis
H0 0 1 k = 0 atau tidak ada pengaruh dari variabel bebas Xi terhadap variabel tidak bebas Y.
H1: minimal ada satu 0ziE artinya minimal ada satu variabel bebas Xi yang memengaruhi Y (i=1,2,3,,k).
2. Mencari nilai F hitung
3. Pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak H0 adalah dengan
membandingkan nilai F hitung dengan F tabel atau dengan melihat nilai
signifikansi (probabilitas) dalam output hasil pengolahan. Kriteria pengujian
dan pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
a. Jika Fobs > FWDEHON-1,n-k) atau probabilitas F kurang dari D=0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya secara bersama-sama variabel-variabel
bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak
bebas.
b. Jika Fobs < FWDEHO N-1,n-k) atau probabilitas F lebih dari D=0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya varibel bebas secara bersama-sama tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas.
3.2.4.3.Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t)
Uji koefisien regresi secara parsial (uji t) digunakan untuk menguji tingkat
signifikansi masing-masing koefisien variabel bebas secara individu terhadap
variabel tidak bebas (Gujarati, 2004). Beberapa langkah dalam pengujian
koefisien regresi secara parsial (uji t) adalah sebagai berikut:
1. Menyusun hipotesis untuk masing-masing koefisien regresi
-
36
H0 i = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel bebas X i terhadap variabel
tidak bebas Y.
H1 i , artinya ada pengaruh variabel bebas X i terhadap variabel tidak
bebas Y, i = 0,1,2, ... k
2. Mencari nilai t hitung untuk masing-masing koefisien regresi dan mencari
nilai t tabel.
3. Membandingkan nilai t hitung dengan t tabel atau dengan melihat nilai
signifikansi (probabilitas) untuk membuat keputusan menolak atau menerima
H0. Alternatif keputusannya adalah:
a. jika !obst t )(;2/ knD atau probabilitas t kurang dari D=0,05, maka H0
ditolak atau H1 diterima. H0 ditolak berarti bahwa variabel bebas ke-i
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas yang diteliti.
b. Jika nilai obst t )(;2/ knD atau probabilitas t lebih dari D=0,05, maka H0
diterima atau H1 ditolak. H0 diterima berarti bahwa variabel bebas ke-i
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas yang
diteliti.
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial dengan uji-t, dapat diketahui variabel
bebas yang berpengaruh secara signifikan maupun yang tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap model estimasi.
-
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1. Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai
Karakter demografi petani kedelai yang dibahas dalam penelitian ini
mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil
pengolahan data sekunder survei SOUT kedelai yang dilaksanakan oleh BPS pada
tahun 2010 diperoleh informasi untuk wilayah Pulau Jawa sebanyak 90,08 persen
petani kedelai adalah laki-laki dan 9,92 persennya perempuan.
Dari segi usia, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 lebih dari
setengah (52,48%) petani kedelai telah berusia 50 tahun atau lebih. Hanya 1,8
persen petani kedelai di Pulau Jawa yang berusia kurang dari 30 tahun,
selanjutnya ada 14,93 persen petani berusia diantara 30-39 tahun, dan 30,7 persen
berusia diantara 40-49 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kaum muda tidak
terlalu tertarik untuk melakukan usaha budi daya tanaman kedelai.
Gambar 4.1. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok umur
15-29 tahun1,89%
30-39 tahun14,93%
40-49 tahun30,70%
50+ tahun52,48%
-
38
Tingkat pendidikan petani merupakan salah satu indikator demografi yang
dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan petani dan tingkat
pengetahuan/keterampilan petani dalam menerapkan teknologi budi daya tanaman
kedelai. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar petani kedelai
berpendidikan sekolah dasar (46,66%) dan tidak tamat sekolah dasar (37,94%).
Data ini menunjukkan bahwa budi daya kedelai di Pulau Jawa banyak dilakukan
oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah, sedangkan penduduk yang
memiliki pendidikan tinggi nyaris tidak tertarik sama sekali terhadap usaha ini.
Gambar 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut pendidikan
tertinggi yang ditamatkan
4.2. Gambaran Umum Usaha Tani Kedelai
Gambaran umum tentang usaha tani kedelai di Pulau Jawa tahun 2010
merupakan sebuah deskripsi tentang input produksi dan informasi lainnya yang
berkaitan dengan usaha tani kedelai. Tabel 4.1 menyajikan deskripsi singkat dari
rata-rata penggunaan faktor produksi yang dipelajari dalam penelitian ini.
Tidak tamat SD37,94%
SD46,66%
SLTP9,72%
SLTA4,68%
D1 s/d S31,00%
-
39
Tabel 4.1. Rata-rata penggunaan input produksi di Pulau Jawa tahun 2010
Variabel Pulau
Jawa
Jawa
Barat
Jawa
Tengah
DI
Yogyakarta
Jawa
Timur
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Luas panen(m2) 2.522,46 2.445,28 2.420,30 1.004,94 2.769,44
Benih (kg/hektar) 57,88 45,20 56,76 54,65 58,23
Urea (kg/hektar) 163,34 217,81 75,98 86,20 158,40
TSP (kg/hektar) 78,97 88,62 38,56 41,13 69,62
KCl (kg/hektar) 4,70 6,19 1,10 2,13 4,89
Tenaga Kerja (OH/hektar) 162 113 200 234 183
Sumber: Hasil olahan
4.2.1. Lahan
Kedelai merupakan jenis tanaman pangan yang dapat diusahakan pada
lahan sawah maupun lahan bukan sawah. Sebanyak 47,56 persen rumah tangga
usaha tani kedelai di Pulau Jawa mengusahakan kedelai pada lahan sawah, dan
52,44 persen mengusahakannya pada lahan bukan sawah. Kedelai di Pulau Jawa
pada umumnya (80,53%) diusahakan rumah tangga pada lahan milik sendiri.
Kemudian sebanyak 9,47 persen rumah tangga mengusahakan kedelai pada lahan
sewa, dan sebanyak 10 persen pada lahan bebas sewa dan lainnya.
Rata-rata luas panen petani kedelai di Pulau Jawa tahun 2010 ialah seluas
2.522,46 m2 dengan standar deviasi 1.770,62. Luas panen yang paling rendah
ialah sebesar 250 m2 dan yang tertinggi ialah 18.000 m
2. Berdasarkan data ini bisa
dilihat bahwa perbedaan pada luas panen kedelai memiliki rentang yang jauh
antara nilai paling kecil dan paling besar.
Berdasarkan Gambar 4.3, lebih dari setengah (58,37%) petani kedelai di
Pulau Jawa melakukan usahanya dengan luas panen kurang dari 2.500 m2. Hanya
-
40
sedikit (1,16%) petani yang luas panennya mencapai luas satu hektar atau lebih.
Jika luas panen ini dianggap merepresentasikan komponen modal dalam usaha
tani kedelai, maka dapat disimpulkan bahwa usaha tani kedelai di Pulau Jawa
mayoritas dilakukan oleh petani dengan modal kecil.
Gambar 4.3. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok luas
panen
4.2.2. Benih
Penggunaan varietas benih sangat menentukan produktivitas kedelai yang
diusahakan. Rumah tangga sebenarnya diarahkan untuk menggunakan benih
dengan produktivitas tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan
bibit unggul untuk di Pulau Jawa sudah cukup tinggi. Sebanyak 72,74 persen
rumah tangga usaha tani kedelai menggunakan bibit unggul dan 27,26 persen
menggunakan benih lokal. Namun berdasarkan sertifikasi benih yang digunakan,
ternyata penggunaan benih yang bersertifikat masih di bawah 50 persen.
0% 50% 100%
Persentase Petani Kedelai Menurut Kelompok Luas Panen (%)
=10.000 m2 1,16
-
41
Sebanyak 53,96 persen rumah tangga masih menggunakan benih yang tidak
bersertifikat, dan 46,04 persen sisanya menggunakan benih bersertifikat.
Rata-rata jumlah benih yang digunakan ialah sebanyak 57,88 kg/hektar.
Penggunaan benih paling rendah sebanyak 5 kg/hektar dan tertinggi ialah 160
kg/hektar. Dari segi angka rata-rata jumlah benih yang digunakan, penggunaan
benih dalam usaha tani kedelai di Pulau Jawa sudah cukup baik karena telah
berada dalam kisaran angka yang ideal yaitu 50-75 kg/hektar. Gambar 4.4
menunjukkan bahwa lebih dari separuh (50,83%) petani kedelai di Pulau Jawa
menggunakan benih dalam jumlah yang tepat.
Gambar 4.4. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah benih yang
digunakan
4.2.3. Pupuk
Rata-rata jumlah pupuk urea yang digunakan ialah sebanyak 163,34
kg/hektar. Penggunaan pupuk urea bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan
sampai yang tertinggi sebesar 601,23 kg/hektar. Berdasarkan angka rata-rata
0% 50% 100%
Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Benih yang Digunakan (%)
100 kg/ha 0,79
-
42
penggunaan pupuk urea ini sebenarnya penggunaan pupuk urea oleh petani telah
melebihi dosis yang ideal yaitu 50-75 kg/hektar.
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa lebih dari setengah (71,22%) petani
kedelai menggunakan pupuk urea dengan dosis lebih dari 75 kg/hektar, dan hanya
9,54 persen yang menggunakannya pada dosis 50-75 kg/hektar. Namun di luar
dua kelompok besar itu juga ternyata masih ada 11,41 persen petani yang tidak
menggunakan pupuk urea.
Gambar 4.5. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pupuk
urea yang digunakan
Rata-rata jumlah pupuk TSP/SP36 yang digunakan ialah sebanyak 78,79
kg/hektar. Penggunaan pupuk TSP/SP36 bervariasi mulai dari yang tidak
menggunakan sampai yang tertinggi sebesar 300 kg/hektar. Tidak seperti
penggunaan pupuk urea, rata-rata penggunaan pupuk TSP/SP36 pada tanaman
kedelai telah cukup baik. Rata-rata penggunaan pupuk TSP/SP36 oleh petani di
Pulau Jawa telah berada pada kisaran dosis yang tepat yaitu 50100 kg/hektar.
0% 50% 100%
Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pupuk Urea yang Digunakan (%)
Tidak menggunakan 11,41
100 kg/ha 59,01
-
43
Walaupun angka rata-rata penggunaan pupuk TSP/SP36 telah berada pada
kisaran dosis yang tepat, tetapi berdasarkan data pada Gambar 4.6 ternyata
sebenarnya petani yang menggunakan pupuk TSP/SP36 pada dosis yang tepat
hanya sebanyak 17,53 persen. Kelompok yang paling besar ialah kelompok petani
kedelai yang tidak menggunakan pupuk TSP/SP36 (37,58%). Jika persentase
petani yang tidak menggunakan pupuk TSP/SP36 ini dijumlahkan dengan 9,08
persen petani yang menggunakan pupuk TSP/SP36 dalam dosis kurang dari 50
kg/hektar, maka akan didapat sekitar 46,66 persen petani kedelai yang
menggunakan pupuk TSP/SP36 kurang dari dosis yang seharusnya digunakan.
Gambar 4.6. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pupuk
TSP/SP36 yang digunakan
Rata-rata jumlah pupuk KCl yang digunakan ialah sebanyak 4,70
kg/hektar. Penggunaan pupuk KCl bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan
sampai yang tertinggi sebesar 300 kg/hektar.
0% 50% 100%
Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pupuk TSP/SP36 yang Digunakan (%)
Tidak menggunakan 37,58
150 kg/ha 21,38
-
44
Gambar 4.7. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pupuk KCl
yang digunakan
Berbeda dengan tingkat penggunaan pupuk urea dan TSP/SP36, rata-rata
penggunaan pupuk KCl oleh petani di Pulau Jawa sangat rendah. Dapat dilihat
pada Gambar 4.7, sebagian besar petani tidak menggunakan pupuk KCl dalam
usahanya. Hal ini mengakibatkan angka penggunaan KCl masih berada di bawah
dosis yang dianjurkan (50100 kg/hektar).
4.2.4. Pestisida
Ada beberapa hal yang bisa mengurangi tingkat produksi usaha tani
kedelai, salah satu hal diantaranya ialah serangan hama. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada cukup banyak rumah tangga usaha kedelai di Pulau Jawa
yang mengalami serangan hama. Sebanyak 69,38 persen rumah tangga usaha
kedelai di Pulau Jawa mengalami serangan hama.
0% 50% 100%
Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pupuk KCl yang Digunakan (%)
Tidak menggunakan 95,76
150 kg/ha 1,43
-
45
Gambar 4.8. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut tingkat serangan
hama yang dialami
Namun dari 69,38 persen rumah tangga tersebut hanya 9,04 persen yang
mengalami serangan hama pada tingkatan yang berat, sisanya 26,14 persen
mengalami serangan hama pada tingkatan sedang dan 34,19 persen mengalami
serangan hama pada tingkatan ringan (Gambar 4.8). Pengendalian hama dengan
secara kimiawi melalui penggunaan pestisida ialah cara yang paling banyak
dilakukan oleh petani. Pada rumah tangga usaha yang tanaman kedelainya terkena
serangan hama sebanyak 81,92 persen melakukan upaya pengendalian hama
secara kimiawi.
Rata-rata jumlah pestisida yang digunakan ialah sebanyak 700,20
cc/hektar. Penggunaan pestisida bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan
sampai yang tertinggi sebesar 11.200 cc/hektar. Berdasarkan Gambar 4.9 ada
41,65 persen petani kedelai yang tidak menggunakan pestisida. Untuk petani yang
menggunakan pestisida, paling banyak berada kelompok penggunaan pestisida di
bawah 500 cc/hektar (18,05%) dan 500-999,99 cc/hektar (16,52%). Hal ini sesuai
dengan data pada Gambar 4.8 bahwa sebagian besar petani yang mengalami
gangguan hama mengalami gangguan hama dalam intensitas ringan sehingga
hanya memerlukan penggunaan pestisida dalam jumlah yang lebih sedikit.
Tidak terkena
serangan30,62%
ringan34,19%
berat9,04%
sedang26,14%
Terkena serangan
hama69,38%
-
46
Gambar 4.9. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pestisida
yang digunakan
4.2.5. Tenaga Kerja
Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan ialah sebanyak 162,16
OH/hektar. Jumlah penggunaan tenaga kerja paling sedikit ialah 32,01 OH/hektar
dan tertinggi 319,83 OH/hektar. Rata-rata jumlah tenaga kerja dalam usaha tani
kedelai di Pulau Jawa ini ternyata lebih sedikit dari angka rata-rata jumlah tenaga
kerja di Indonesia (183 OH/hektar).
4.2.6. Pembiayaan dan Bantuan Usaha
Pembiayaan memegang peranan yang cukup penting dalam suatu usaha
termasuk usaha tani kedelai. Modal yang digunakan petani untuk usaha tani
kedelai dapat berasal dari modal milik sendiri, pinjaman dengan bunga, dan
pinjaman tanpa bunga. Sebagian besar (92,97%) rumah tangga usaha tani kedelai
di Pulau Jawa menggunakan modal sendiri. Sementara rumah tangga yang
0% 50% 100%
Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pestisida yang Digunakan (%)
Tidak menggunakan 41,65
= 2000 cc/ha 12,09
-
47
memanfaatkan permodalan dari pinjaman dengan bunga hanya sebanyak 3,50
persen, dan yang menggunakan pinjaman tanpa bunga sebanyak 3,53 persen.
Bantuan untuk usaha tani kedelai merupakan salah satu bentuk dukungan
yang diharapkan akan bisa meningkatkan produksi kedelai. Jenis bantuan usaha
yang sudah cukup banyak diterima petani ialah bantuan benih dan pupuk.
Sebanyak 39,58 persen petani kedelai menerima bantuan usaha berupa benih
gratis, dan 7, 83 persen lainnya menerima subsidi harga untuk pembelian benih.
Untuk pupuk, ada 51,10 persen petani yang menerima bantuan pupuk dalam
bentuk subsidi harga dan 1,79 persen petani memperoleh bantuan pupuk secara
gratis.
Tabel 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jenis bantuan usaha
yang diterima
Jenis Bantuan Gratis Subsidi
harga/bunga
Tidak menerima
bantuan Total
(1) (2) (3) (4) (5)
Benih 39,58 7,83 52,59 100,00
Pupuk 1,79 51,10 47,11 100,00
Pestisida 0,76 2,55 96,69 100,00
Pembiayaan 0,16 0,51 99,33 100,00
Sumber: Hasil olahan.
Berbeda dengan benih dan pupuk, ternyata tidak banyak bantuan pestisida
dan pembiayaan usaha tani yang diterima petani kedelai. Ada sebanyak 96,69
persen petani kedelai yang tidak menerima bantuan pestisida baik itu dalam
bentuk bantuan gratis atau subsidi harga. Begitu juga halnya dengan pembiayaan
usaha tani, sebanyak 99,33 persen petani kedelai menyatakan tidak memperoleh
bantuan, baik itu dalam bentuk pemberian dana cuma-cuma atau subsidi bunga
pinjaman.
-
48
4.2.7. Harga
Sepanjang tahun 2010, harga produsen kedelai di Indonesia terus
mengalami perubahan. Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa harga kedelai yang paling
rendah terjadi pada bulan Maret (Rp 656.927/kuintal), sedangkan harga tertinggi
terjadi pada bulan Desember (Rp 691.594/kuintal). Kenaikan harga tertinggi
terjadi pada bulan Agustus saat harga kedelai di tingkat produsen mengalami
kenaikan 2,09 persen. Sedangkan penurunan harga yang paling tinggi terjadi pada
bulan Maret saat harga kedelai di tingkat produsen mengalami penurunan 1,38
persen. Secara keseluruhan sepanjang tahun 2010 harga produsen kedelai
mengalami kenaikan 3,18 persen. Secara rata-rata harga produsen kedelai tahun
2010 adalah Rp 671.267/kuintal atau sekitar Rp 6.700/kilogram. Harga ini jauh
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedelai impor yang harganya sekitar Rp
5.500/kilogram.
Tabel 4.3. Harga produsen kedelai di Indonesia tahun 2009-2010 (Rp/kuintal)
Bulan 2009 2010 Perkembangan harga tahun 2010 (%)
Bulanan (MoM) Tahunan (YoY)
(1) (2) (3) (4) (5)
Januari 642.462 669.476 -0,12 4,20
Februari 642.600 666.102 -0,50 3,66
Maret 643.963 656.927 -1,38 2,01
April 656.179 661.189 0,65 0,76
Mei 662.393 659.675 -0,23 -0,41
Juni 666.719 662.705 0,46 -0,60
Juli 667.077 664.232 0,23 -0,43
Agustus 668.724 678.120 2,09 1,41
September 677.411 679.488 0,20 0,31
Oktober 672.203 683.989 0,66 1,75
November 671.484 681.709 -0,33 1,52
Desember 670.277 691.594 1,45 3,18
Sumber: BPS (diolah), 2011
-
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Estimasi Model
Fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usaha tanaman kedelai diperoleh
melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan
output yang telah ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural. Logaritma
natural dari enam variabel input (luas panen, benih, pupuk urea, pupuk TSP/SP36,
pupuk KCl, dan tenaga kerja) dijadikan sebagai variabel bebas dalam model
regresi, dan logaritma natural dari variabel output (produksi) dijadikan sebagai
variabel tak bebas dalam model regresi. Pengolahan data untuk mendapatkan
model dari fungsi tersebut dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 16.
Tabel 5.1 Hasil estimasi koefisien fungsi produksi pertanian kedelai
Variabel Koefisien
t-hitung sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Tolerance VIF
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Konstanta -1,167 0,07 -16,602 0,00 0,239 4,188
Ln_luas panen 0,717 0,012 59,269 0,00 0,724 1,381
Ln_benih 0,265 0,012 22,581 0,00 0,239 4,187
Ln_urea 0,028 0,003 9,687 0,00 0,854 1,170
Ln_tsp 0,022 0,003 7,3 0,00 0,864 1,157
Ln_kcl 0,043 0,009 4,964 0,00 0,982 1,018
Ln_tenaga kerja 0,090 0,009 9,934 0,00 0,239 4,188
Keterangan: 1. Variabel tak bebas = Ln_produksi 2. R2 = 0,764 3. F-hitung = 1475.438; sig. = 0,00 4. Durbin-Watson = 1,963
Sumber: Diolah dari output SPSS.
-
50
Berdasarkan hasil pengolahan data, semua variabel bebas memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel tak bebas (tabel 5.1). Karena semua
variabel memiliki pengaruh yang signifikan, maka semua variabel tersebut dapat
dimasukkan ke dalam model. Bentuk model regresi linier dari fungsi produksi
Cobb-Douglas untuk usaha tanaman kedelai dengan enam variabel bebas ialah: = , + , + , + , + , +, + , + (5.1) Keterangan:
y = produksi kedelai (kg)
x1 = input luas panen (m2)
x2 = input benih (kg)
x3 = input pupuk urea (kg)
x4 = input pupuk TSP/SP36 (kg)
x5 = input pupuk KCl (kg)
x6 = input tenaga kerja (OH)
(b1+b2+b3+b4+b5+b6) = 1,165.
5.2. Pengujian Asumsi Regresi
Ada empat asumsi yang harus dipenuhi untuk membentuk sebuah model
persamaan regresi linier berganda, yaitu asumsi normalitas, nonautokorelasi, tidak
terjadi heteroskedastisitas, dan tidak ada multikolinearitas. Model regresi linear
pada persamaan di atas telah melalui serangkaian uji statistik untuk memastikan
keempat asumsi tersebut telah terpenuhi.
-
51
Asumsi normalitas diuji dengan melihat bentuk dari kurva normal Q-Q
plot. Jika Q-Q plot mengikuti garis normal (lurus) maka asumsi kenormalan dapat
diterima. Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa kurva Q-Q plot telah
mengikuti garis normal sehingga asumsi normalitas terpenuhi.
Gambar 5.1 Kurva Q-Q plot dari sisaan/residual
Asumsi nonautokorelasi diuji dengan statistik Durbin-Watson.
Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh nilai statistik Durbin-Watson (d)
sebesar 1.936. Nilai d tersebut terletak diantara 1,84165 dan 2,15835 yang berarti
tidak ada gejala autokorelasi baik positif maupun negatif di dalam model.
Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas bisa dilakukan
dengan uji Park. Hasil uji t dalam regresi residual kudrat dengan semua variabel
bebas menunjukkan nilai t hitung lebih kecil dibandingkan nilai t tabel atau
probabilitas t lebih besar dari D=0,05 yang berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas dalam model.
Asumsi terakhir yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi
linier berganda adalah tidak adan