ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI.pdf

83
ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI DI PULAU JAWA TAHUN 2010 OLEH DENA DRAJAT H14114004 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Transcript of ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI.pdf

  • ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

    DI PULAU JAWA TAHUN 2010

    OLEH DENA DRAJAT

    H14114004

    DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

  • RINGKASAN

    DENA DRAJAT. Analisis Fungsi Produksi Tanaman Kedelai di Pulau Jawa

    Tahun 2010 (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

    Kedelai termasuk komoditas strategis di Indonesia. Hal ini dikarenakan

    kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung.

    Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk

    Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang

    besar karena merupakan sumber bahan baku utama bagi industri tahu, tempe, dan

    pakan ternak berupa bungkil kacang kedelai. Kebutuhan kedelai dalam negeri

    cenderung meningkat pada lima tahun terakhir, dan produksi kedelai dalam negeri

    hanya mampu memenuhi 29-42 persen dari kebutuhan tersebut. Saat ini lebih dari

    50 persen kebutuhan kedelai nasional diperoleh dari hasil impor, suatu kondisi

    yang dapat mengancam kedaulatan pangan Indonesia jika suatu saat negara

    pengekspor kedelai menghentikan ekspornya.

    Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian (Kementan) dicantumkan

    bahwa target produksi tersebut diharapkan tercapai dengan adanya kenaikan

    produksi secara bertahap dari tahun ke tahun mulai tahun 2005 sampai dengan

    tahun 2014. Pada tahun 2010, sasaran produksi kedelai di Pulau Jawa adalah

    sebesar 780.900 ton.

    Dalam realisasi di lapangan, catatan Badan Pusat Statistik (BPS)

    menunjukkan produksi kedelai di Pulau Jawa pada tahun 2010 adalah sebesar

    633.212 ton. Sehingga bisa disimpulkan angka sasaran produksi kedelai yang

    telah ditetapkan oleh Kementan tidak tercapai. Dengan terjadinya hal ini maka

    upaya-upaya peningkatan produksi kedelai harus dilakukan dengan lebih baik

    lagi.

    Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengidentifikasi faktor produksi yang

    memengaruhi produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa, dan mengukur elastisitas

    output terhadap pemberian input produksi tanaman kedelai. Metode analisis yang

    digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dengan pendekatan model

    regresi linier Ordinary Least Square (OLS).

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas panen, benih, pupuk urea, pupuk

    TSP/SP36, pupuk KCl, dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang secara

    signifikan memberi pengaruh kepada produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa.

    Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas dari tanaman kedelai di pulau Jawa

    tahun 2010 diketahui bahwa untuk faktor produksi luas panen elastisitas

    produksinya adalah 0,717, benih elastisitas produksinya adalah 0,265, pupuk urea

    elastisitas produksinya adalah 0,028, pupuk TSP/SP36 elastisitas produksinya

    adalah 0,022, pupuk KCl elastisitas produksinya adalah 0,043, dan untuk tenaga

    kerja elastisitas produksinya adalah 0,090. Pertanian tanaman kedelai di pulau

    Jawa berada dalam skala usaha increasing return to scale, yang berarti setiap

    penambahan input secara keseluruhan sebesar satu persen diperkirakan akan

    menghasilkan penambahan output lebih dari satu persen sehingga peningkatan

    produksi dapat dilakukan dengan upaya penambahan input produksi.

  • ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

    DI PULAU JAWA TAHUN 2010

    OLEH

    DENA DRAJAT

    H14114004

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

    pada Departemen Ilmu Ekonomi

    DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

    FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2011

  • Judul Skripsi : ANALISIS FUNGSI PRODUKSI TANAMAN KEDELAI DI

    PULAU JAWA TAHUN 2010

    Nama : Dena Drajat

    NRP : H14114004

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing

    Dr. Alla Asmara

    NIP. 19730113 199702 1 001

    Mengetahui,

    Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

    Dedi Budiman Hakim, Ph.D.

    NIP.19641022 198903 1 003

    Tanggal Kelulusan:

  • PERNYATAAN

    DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

    BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

    DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

    PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

    Bogor, November 2011

    Dena Drajat

    H14114004

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama Dena Drajat lahir pada tanggal 13 September 1983 di

    Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penulis menikah dengan Neni Retnahayati

    pada tahun 2008, dan telah mendapat amanah seorang puteri bernama Ratih

    Paramita Drajat pada tahun 2010.

    Penulis bersekolah SD, SMP, dan SMU di Kota Bandung. Setelah

    menyelesaikan pendidikan SMU, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah

    Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan Program

    D4 Jurusan Komputasi Statistik pada tahun 2005 dan mendapatkan gelar Sarjana

    Sains Terapan (S.S.T.).

    Sejak tahun 2005, Penulis bekerja di Badan Pusat Statistik pada Direktorat

    Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan. Saat ini, penulis sedang

    menempuh Program Alih Jenis S1 Ilmu Ekonomi sebagai salah satu syarat

    melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Mayor Ilmu Ekonomi Institut

    Pertanian Bogor (IPB).

  • KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya

    penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Fungsi Produksi Tanaman

    Kedelai di Pulau Jawa Tahun 2010. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas

    Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

    Rangkaian ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:

    1. Drs. Ardief Achmad, M.M. selaku Direktur Statistik Tanaman Pangan,

    Hortikultura, dan Perkebunan Badan Pusat Statistik yang telah memberikan

    kesempatan untuk melanjutkan studi di IPB Bogor.

    2. Dedi Budiman Hakim, Ph.D. selaku Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas

    Ekonomi dan Manajemen, IPB Bogor.

    3. Dr. Alla Asmara selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan

    sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.

    4. Tanti Novianti M.Si. selaku dosen penguji dan Deni Lubis M.Ag. selaku komisi

    pendidikan yang telah memberikan evaluasi, kritik, dan saran.

    5. Orang tuaku tercinta, istriku terkasih, dan anakku tersayang atas doa dan

    dukungannya.

    6. Taman-teman di kelas BPS Batch 4 atas kerja samanya selama masa studi.

    7. Seluruh dosen Program Alih Jenis S1 serta semua pihak yang telah membantu

    dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu saran dan

    kritik yang sifatnya membangun akan penulis terima demi untuk perbaikan di masa

    yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan

    semua pihak yang membutuhkan.

    Bogor, November 2011

    Dena Drajat

    H14114004

  • viii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

    I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

    1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 6

    1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7

    1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7

    1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 8

    II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................... 9

    2.1. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 9

    2.1.1. Budi Daya Kedelai .................................................................. 9

    2.1.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ............................................... 13

    2.1.3. Hukum Perluasan Produksi ..................................................... 15

    2.1.4. Elastisitas Produksi dan Efisiensi ............................................ 17

    2.1.5. Analisis Regresi ....................................................................... 20

    2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu .......................................................... 22

    2.3. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 24

    III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 27

    3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 27

    3.2. Metode Analisis Data ........................................................................ 28

    3.2.1. Analisis Deskriptif ................................................................ 29

    3.2.2. Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas ................................ 29

    3.2.3. Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Model ......................... 30

    3.2.4. Pengujian Parameter Model ................................................. 33

    3.2.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................ 34

  • ix

    3.2.4.2. Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (Uji F) .... 34

    3.2.4.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t) ........................ 35

    IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................. 37

    4.1. Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai ..................... 37

    4.2. Gambaran Umum Usaha Tani Kedelai .............................................. 38

    4.2.1. Lahan ................................................................................... 39

    4.2.2. Benih ..................................................................................... 40

    4.2.3. Pupuk .................................................................................... 41

    4.2.4. Pestisida................................................................................. 44

    4.2.5. Tenaga Kerja ......................................................................... 46

    4.2.6. Pembiayaan dan Bantuan Usaha............................................. 46

    4.2.7. Harga ..................................................................................... 48

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 49

    5.1. Estimasi Model ................................................................................ 49

    5.2. Pengujian Asumsi Regresi ................................................................ 50

    5.3. Pengujian Parameter Model .............................................................. 52

    5.4. Analisis Fungsi Produksi .................................................................. 53

    VI. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 56

    6.1. Simpulan .......................................................................................... 56

    6.2. Saran ................................................................................................ 56

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 58

    LAMPIRAN .................................................................................................. 60

  • x

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1.1. Produksi, impor, ekspor, dan kebutuhan dalam negeri kedelai di

    Indonesia tahun 2006-2010 (ton)................................................. 1

    Tabel 1.2. Target produksi komoditi tanaman pangan di Indonesia, 2010-

    2014 (000 ton) ........................................................................... 2

    Tabel 1.3. Target, realisasi, dan persentase pencapaian target produksi

    kedelai di Indonesia tahun 2005-2010 (ton)................................. 4

    Tabel 1.4. Perkembangan produksi kedelai di Jawa dan luar Jawa tahun

    2001-2010 (000 ton) ................................................................... 5

    Tabel 4.1. Rata-rata penggunaan input produksi di Pulau Jawa tahun 2010 .. 39

    Tabel 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jenis bantuan

    usaha yang diterima .................................................................... 47

    Tabel 4.3. Harga produsen kedelai di Indonesia tahun 2009-2010

    (Rp/kuintal) ................................................................................ 48

    Tabel 5.1. Hasil estimasi koefisien fungsi produksi pertanian kedelai .......... 49

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal)

    dan kurva APx (Produk Rata-rata) ............................................ 18

    Gambar 2.2. Alur kerangka pemikiran .......................................................... 25

    Gambar 4.1. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok

    umur ........................................................................................ 37

    Gambar 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut pendidikan

    tertinggi yang ditamatkan ......................................................... 38

    Gambar 4.3. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok

    luas panen ................................................................................ 40

    Gambar 4.4. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah

    benih yang digunakan ............................................................... 41

    Gambar 4.5. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah

    pupuk urea yang digunakan ...................................................... 42

    Gambar 4.6. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah

    pupuk TSP/SP36 yang digunakan ............................................. 43

    Gambar 4.7. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah

    pupuk KCl yang digunakan ...................................................... 44

    Gambar 4.8. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut tingkat

    serangan hama yang dialami ..................................................... 45

    Gambar 4.9. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah

    pestisida yang digunakan .......................................................... 46

    Gambar 5.1. Kurva Q-Q plot dari sisaan/residual .......................................... 51

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Sebaran sampel SOUT kedelai 2010 di Pulau Jawa .................. 61

    Lampiran 2. Output SPSS ............................................................................ 62

    Lampiran 3. Kuesioner survei SOUT kedelai 2010 ....................................... 64

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar

    penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

    peranan yang besar karena merupakan sumber bahan baku utama bagi industri

    tahu, tempe, dan pakan ternak berupa bungkil kacang kedelai. Data dari Badan

    Pusat Statistik (BPS) yang disajikan dalam Tabel 1.1 menunjukkan bahwa

    kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung meningkat pada lima tahun terakhir,

    dan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi 29-42 persen dari

    kebutuhan tersebut.

    Tabel 1.1 Produksi, impor, ekspor, dan kebutuhan dalam negeri kedelai di

    Indonesia tahun 2006-2010 (ton)

    Sumber: BPS (diolah), 2011

    Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menempatkan

    beras, jagung, kedelai, daging sapi, dan gula sebagai lima komoditas pangan

    Tahun Produksi Impor Ekspor

    Kebutuhan

    dalam

    negeri

    Pangsa produksi

    terhadap kebutuhan dalam

    negeri (%)

    (1) (2) (3) (4) (5) (6)

    2006 747.611 1.132.144 1.732 1.878.023 39,81

    2007 592.534 1.411.589 1.872 2.002.251 29,59

    2008 775.710 1.173.097 1.025 1.947.782 39,83

    2009 974.512 1.314.620 446 2.288.686 42,58

    2010 907.031 1.740.505 385 2.647.151 34,26

  • 2

    utama. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan utama tersebut, target

    Kementan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

    tahap kedua, tahun 2010-2014, adalah pencapaian swasembada dan swasembada

    berkelanjutan. Untuk tanaman kedelai, Kementan mentargetkan untuk

    berswasembada dalam artian minimal 90 persen kebutuhan kedelai akan tercukupi

    oleh produksi dalam negeri pada tahun 2014 dengan produksi sebesar 2,70 juta

    ton. Tabel 1.2 menyajikan target produksi dari setiap komoditi tanaman pangan

    utama pada RPJMN kedua tahun 2010-2014.

    Tabel 1.2. Target produksi komoditi tanaman pangan di Indonesia, 2010-2014

    (000 ton)

    No. Komoditi

    Tahun Rata-rata

    Pertumbuhan

    (%) 2010 2011 2012 2013 2014

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

    1 Padi 66.680 70.599 74.129 77.835 81.727 5,22

    2 Jagung 19.800 22.000 24.000 26.000 29.000 10,02

    3 Kedelai 1.300 1.560 1.900 2.250 2.700 20,05

    4 Kacang Tanah 882 970 1.100 1.200 1.300 10,20

    5 Kacang Hijau 360 370 390 410 430 4,55

    6 Ubi Kayu 22.248 23.400 25.000 26.300 27.600 5,54

    7 Ubi Jalar 2.000 2.150 2.300 2.450 2.600 6,78

    Sumber: Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014

    Pada tahun 2010 target produksi kedelai sebesar 1,3 juta ton ternyata tidak

    berhasil dicapai. Data dari BPS pada Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa produksi

    kedelai tahun 2010 adalah sebesar 0,9 juta ton atau hanya 70 persen dari target

    produksi. Pada tahun yang sama, pemerintah melakukan impor kedelai sebanyak

    1,7 juta ton untuk mencukupi kebutuhan kedelai nasional.

  • 3

    Beberapa hal disinyalir menjadi penyebab kegagalan dalam mencapai

    target produksi kedelai tahun 2010. Salah satunya ialah kegagalan pemerintah

    dalam merealisasikan program yang berkaitan dengan peningkatan produksi

    kedelai. Upaya peningkatan produksi kedelai dilakukan dengan peningkatan

    produktivitas dan luas tanam. Fokus utama program pemerintah dalam

    meningkatkan produktivitas ialah melalui Sekolah Lapangan Penanganan

    Tanaman Terpadu (SLPTT) kedelai yang ditargetkan mencapai area seluas 250

    ribu hektar. Namun hingga akhir tahun 2010 luas area SLPTT kedelai hanya

    mencapai 185 ribu hektar atau 73,92 persen dari sasaran yang ditetapkan.

    Upaya peningkatan luas tanam diharapkan dapat terwujud melalui

    program-program seperti optimalisasi pembinaan seluas 219 ribu hektar,

    kemitraan seluas 50 ribu hektar, dan upaya khusus seluas 100 ribu hektar. Secara

    keseluruhan ditambahkan dengan lahan yang diupayakan secara swadaya oleh

    masyarakat maka luas tanam kedelai tahun 2010 diharapkan bisa mencapai 920

    ribu hektar. Namun berdasarkan publikasi BPS tahun 2010 ternyata realisasi luas

    tanam kedelai hanya mencapai 692 ribu hektar atau 75,22 persen dari sasaran

    yang ditetapkan. Selain permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan

    program pemerintah, faktor harga dan cuaca juga turut berpengaruh dalam

    menyebabkan rendahnya produksi kedelai tahun 20101.

    1 Pada evaluasi kinerja Kementerian Pertanian tahun 2010, Menteri Pertanian Suswono

    mengatakan rendahnya produksi kedelai disebabkan oleh lahan untuk kedelai yang kalah bersaing

    dengan tanaman padi dan jagung, serta harga kedelai yang relatif rendah sehingga tidak

    menggairahkan petani untuk menanam kedelai. Selain itu, menurut Dirjen Tanaman Pangan

    Kementerian Pertanian U.K Anggoro kondisi iklim dan cuaca yang tak bersahabat menyebabkan

    produksi kedelai dalam negeri terganggu (sumber: detikfinance).

  • 4

    Jika merunut ke belakang, kegagalan dalam mencapai target produksi

    kedelai juga terjadi pada periode sebelumnya. Pada RPJMN tahap kesatu, tahun

    2005-2009, Kementan hanya berhasil mencapai target produksi kedelai pada

    tahun 2005, sedangkan pada tahun-tahun selanjutnya selalu gagal dalam mencapai

    target produksi kedelai yang sudah ditetapkan. Tabel 1.3 menunjukkan jumlah

    target, realisasi, dan persentase pencapaian target produksi kedelai di Indonesia

    pada tahun 2005-2010.

    Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam rilisnya yang berjudul Pandangan

    Petani Atas Kebijakan Pertanian Pemerintah Tahun 2008 menyatakan persoalan

    utama dari anjloknya produksi kedelai di Indonesia diantaranya adalah gagal

    panen, menciutnya lahan tanaman pangan, bencana alam, dan keengganan petani

    menanam kedelai. Namun penyebab yang paling utama adalah masuknya kedelai

    impor yang harganya lebih rendah dari kedelai lokal sehingga produksi dalam

    negeri terpinggirkan yang akhirnya petani enggan menanam karena harganya

    kalah bersaing.

    Tabel 1.3. Target, realisasi, dan persentase pencapaian target produksi kedelai di

    Indonesia tahun 2005-2010 (ton)

    Tahun Target produksi Realisasi produksi Pencapaian target (%)

    (1) (2) (3) (4)

    2005 802.751 808.353 100,70

    2006 891.053 747.611 83,90

    2007 989.069 592.534 59,91

    2008 1.097.867 775.710 70,66

    2009 1.218.623 974.512 79,97

    2010 1.300.000 907.031 69,77

    Sumber: Kementan dan BPS (diolah), 2011

  • 5

    Persebaran wilayah yang memproduksi kedelai tidak merata di seluruh

    Indonesia. Data pada Tabel 1.4 menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir

    produksi kedelai di Pulau Jawa setiap tahunnya memberikan kontribusi antara 66-

    74 persen terhadap total produksi kedelai di Indonesia.

    Tabel 1.4. Perkembangan produksi kedelai di Jawa dan luar Jawa tahun 2001-2010

    (000 ton)

    Tahun Jawa Luar Jawa

    Indonesia Absolut Persen Absolut Persen

    (1) (2) (3) (4) (5) (6)

    2001 587.167 71,01 239.765 28,99 826.932

    2002 502.591 74,67 170.465 25,33 673.056

    2003 488.149 72,68 183.451 27,32 671.600

    2004 502.201 69,41 221.282 30,59 723.483

    2005 563.225 69,68 245.128 30,32 808.353

    2006 518.425 69,34 229.186 30,66 747.611

    2007 424.986 71,72 167.548 28,28 592.534

    2008 518.997 66,91 256.713 33,09 775.710

    2009 646.839 66,38 327.673 33,62 974.512

    2010 633.212 69,81 273.819 30,19 907.031

    Sumber: BPS (diolah), 2011

    Pada tahun 2010, produksi kedelai di Pulau Jawa sebesar sebesar 633.212

    ribu ton memberikan kontribusi sebanyak 69,81 persen terhadap produksi kedelai

    nasional yang jumlahnya sebesar 907.031 ribu ton. Dengan pertimbangan tersebut

    maka diharapkan penelitian tentang kondisi produksi kedelai di Pulau Jawa juga

    dapat memberi kontribusi yang besar untuk melihat gambaran kondisi produksi

    kedelai di Indonesia.

  • 6

    1.2. Perumusan Masalah

    Sebagai salah satu komoditas pertanian tanaman pangan yang utama,

    bersama padi dan jagung, kedelai memperoleh perhatian yang khusus dari

    pemerintah. Produksi kedelai diharapkan bisa mencapai tahap swasembada untuk

    memenuhi kebutuhan pangan nasional dalam rangka menciptakan ketahanan

    pangan nasional. Berkaitan dengan hal itu, Kementan memiliki target untuk

    berswasembada kedelai pada tahun 2014.

    Pulau Jawa merupakan wilayah yang menjadi basis produksi kedelai di

    Indonesia, hal ini terlihat dari kontribusi produksi kedelai di Pulau Jawa yang

    mencapai 66-74 persen dari produksi kedelai Indonesia pada periode tahun 2001-

    2010. Berkaitan dengan pencanangan swasembada kedelai tahun 2014, Kementan

    menetapkan sasaran produksi kedelai di Pulau Jawa sebesar 780.900 ton pada

    tahun 2010. Namun data realisasi produksi menunjukkan bahwa pada tahun 2010

    produksi kedelai di Pulau Jawa hanya mencapai 633.212 ton.

    Kegagalan dalam mencapai sasaran produksi tahun 2010 merupakan

    sebuah bukti bahwa pemerintah perlu untuk merencanakan programnya dengan

    lebih baik lagi. Informasi tentang faktor produksi apa saja yang memberikan

    pengaruh signifikan terhadap produksi, dan berapa besar pengaruh masing-masing

    faktor produksi terhadap produksi tanaman kedelai dapat menjadi masukan

    sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan perencanaan selanjutnya.

    Bertolak dari uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam

    penelitian ini adalah:

  • 7

    1. Faktor produksi apa saja yang memengaruhi produksi tanaman kedelai di

    Pulau Jawa?

    2. Berdasarkan fungsi produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa, berapa besar

    pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi tanaman kedelai?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Sejalan dengan permasalahan yang menjadi fokus penelitian, maka tujuan

    utama penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor produksi yang

    mempengaruhi produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa. Tujuan selanjutnya ialah

    untuk mengukur elastisitas output terhadap pemberian input produksi tanaman

    kedelai.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah:

    1. Bagi masyarakat umum dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan

    pengetahuan di bidang perekonomian yang berkaitan dengan pertanian

    tanaman kedelai.

    2. Bagi para peneliti dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tentang

    faktor dan fungsi produksi tanaman kedelai di Pulau Jawa, di samping itu

    juga dapat bermanfaat untuk dijadikan referensi dalam mengembangkan

    penelitian yang berkaitan.

    3. Bagi pemerintah dan pengambil kebijakan dapat bermanfaat untuk dijadikan

    bahan evaluasi dan pertimbangan dalam penerapan kebijakan.

  • 8

    1.5. Ruang Lingkup Penelitian

    Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka ruang lingkup

    dalam penelitian ini dibatasi pada beberapa hal berikut:

    1. Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam penelitian ini dibatasi pada

    luas panen, benih, pupuk urea, pupuk TSP/SP36, pupuk KCl, dan tenaga

    kerja.

    2. Data yang digunakan ialah bagian dari set data survei Struktur Ongkos Usaha

    Tani tanaman kedelai tahun 2010 yang diselenggarakan oleh BPS.

    3. Kajian difokuskan pada wilayah Pulau Jawa.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

    2.1. Tinjauan Pustaka

    2.1.1. Budi Daya Kedelai

    Kedelai merupakan tumbuhan serba guna. Karena akarnya memiliki bintil

    pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi

    sehingga tanamannya dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.

    Kedelai terutama dimanfaatkan bijinya. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta

    beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan

    biji kedelai dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tahu, bermacam-macam

    saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam),

    tempe, susu kedelai, tepung kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik,

    kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco

    (Komalasari, 2008).

    Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua

    spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning,

    agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). Glycine

    max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang

    Selatan, sementara Glycine soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia

    Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan

    Indonesia (Wikipedia).

    Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Di

    lahan sawah, kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah pertanaman

  • 10

    padi. Sedangkan di lahan kering (tegalan) kedelai umumnya ditanam pada musim

    hujan. Langkah-langkah utama dalam budi daya kedelai ialah pemilihan benih,

    persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen.

    Berdasarkan informasi dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan

    dan Umbi-umbian Kementan (2011), kualitas benih sangat menentukan

    keberhasilan usaha tani kedelai. Pada penanaman kedelai, biji atau benih ditanam

    secara langsung, sehingga apabila kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah

    populasi per satuan luas akan berkurang. Oleh karena itu, agar dapat memberikan

    hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang sesuai dengan

    kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan memenuhi standar

    mutu benih yang baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan

    benih kedelai adalah:

    1. Pilih varietas unggul yang memenuhi sifat-sifat yang diinginkan: ukuran

    bijinya besar atau kecil, kulit bijinya kuning atau hitam, toleransinya terhadap

    hama/penyakit dan kondisi lahan.

    2. Benih murni dan bermutu tinggi merupakan syarat terpenting dalam budi

    daya kedelai. Benih harus sehat, bernas, dan daya tumbuh minimal 85 persen,

    serta bersih dari kotoran.

    3. Kebutuhan benih bergantung pada ukuran benih dan jarak tanam yang

    digunakan. Untuk benih ukuran kecilsedang (912 g/100 biji), diperlukan

    5560 kg/ha, sedang untuk benih ukuran besar (1418 g/100 biji) dibutuhkan

    6575 kg/ha.

  • 11

    Persiapan lahan penanaman kedelai di areal persawahan dapat dilakukan

    secara sederhana. Mula-mula jerami padi yang tersisa dibersihkan, kemudian

    dikumpulkan, dan dibiarkan mengering. Selanjutnya, dibuat petak-petak

    penanaman dengan lebar 3-10 m, yang panjangnya disesuaikan dengan kondisi

    lahan. Diantara petak penanaman dibuat saluran drainase selebar 25-30 cm,

    dengan kedalaman 30 cm. Setelah didiamkan selama 7-10 hari, tanah siap

    ditanami.

    Jika areal penanaman kedelai yang digunakan berupa lahan kering atau

    tegalan, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah dicangkul

    atau dibajak sedalam 1520 cm. Di sekeliling lahan dibuat parit selebar 40 cm

    dengan kedalaman 30 cm. Selanjutnya, dibuat petakan-petakan dengan panjang

    antara 1015 cm, lebar antara 310 cm, dan tinggi 2030 cm. Antara petakan yang

    satu dengan yang lain (kanan dan kiri) dibuat parit selebar dan sedalam 25 cm.

    Antara petakan satu dengan petakan di belakangnya dibuat parit selebar 30 cm

    dengan kedalaman 25 cm. Selanjutnya, lahan siap ditanami benih.

    Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu tanah diberi pupuk

    dasar. Pupuk yang digunakan berupa TSP sebanyak 50100 kg/ha, KCl 50100

    kg/ha, dan Urea 50-75 kg/ha. Dosis pupuk dapat pula disesuaikan dengan anjuran

    petugas penyuluh pertanian setempat. Pupuk disebar secara merata di lahan, atau

    dimasukkan ke dalam lubang di sisi kanan dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm

    (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian - Departemen Pertanian, 2008).

    Selanjutnya penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam

    memakai tugal dengan kedalaman antara 1,52 cm. Setiap lubang tanam diisi

  • 12

    sebanyak 34 biji. Penanaman ini dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 1015

    cm. Pada lahan subur, jarak dalam barisan dapat diperkecil menjadi 1520 cm.

    Perawatan tanaman dilakukan berkaitan dengan tiga kegiatan: pengairan,

    penyiangan, dan pengendalian hama serta penyakit tanaman. Tanaman kedelai

    sangat peka terhadap kekurangan air pada awal pertumbuhan, pada umur 1521

    hari, saat berbunga (umur 2535 hari), dan saat pengisian polong (umur 5570

    hari). Pada fase-fase tersebut tanaman harus dijaga agar tidak kekeringan.

    Penyiangan untuk menghilangkan gulma perlu dilakukan dua kali pada umur 15

    dan 45 hari. Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dilakukan

    berdasarkan hasil pemantauan, hanya digunakan bila populasi hama telah melebihi

    ambang kendali. Pestisida dipilih sesuai dengan hama sasaran, dan dipilih yang

    terdaftar/diijinkan.

    Panen dilakukan apabila 95 persen polong pada batang utama telah

    berwarna kuning kecoklatan. Panen dilakukan dengan memotong pangkal batang

    dengan sabit. Hasil panenan ini segera dijemur beberapa hari, kemudian dikupas

    dengan thresher atau pemukul. Butir biji dipisahkan dari kotoran/sisa kulit polong,

    dan dijemur kembali hingga kadar air biji mencapai 1012 persen saat disimpan.

    Berdasarkan penilaian kelayakan usaha tani kedelai dengan cara return of

    investment (ROI) dan perbandingan biaya dengan pendapatan (benefit cost ratio,

    B/C rasio) diperoleh hasil sebagai berikut (Irwan, 2006):

    1. Return of investment (ROI), merupakan ukuran perbandingan antara

    keuntungan dengan total biaya produksi. Cara ini digunakan untuk

    mengetahui tingkat efisiensi penggunaan modal atau mengukur keuntungan

  • 13

    usaha tani dalam kaitannya dengan jumlah modal yang diinvestasikan. Nilai

    ROI untuk usaha tani kedelai sebesar 2,39. Berarti, setiap modal Rp 1 yang

    dikeluarkan untuk usaha tani kedelai akan menghasilkan keuntungan sebesar

    Rp 2,39. Dengan demikian, usaha tani kedelai tersebut dinilai efisien dalam

    penggunaan modal.

    2. Benefit cost ratio (B/C rasio), merupakan suatu ukuran perbandingan antara

    keuntungan bersih dengan total biaya produksi sehingga dapat diketahui

    kelayakan usaha taninya. Hasil perhitungan nilai B/C rasio pada usaha tani

    kedelai senilai 1,39. Artinya, setiap satuan biaya yang dikeluarkan akan

    diperoleh hasil penjualan sebesar 1,39 kali lipat. Hasil ini menunjukkan

    bahwa usaha tani kedelai layak untuk dikembangkan.

    2.1.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas

    Produksi adalah kegiatan perusahaan/produsen dalam memproses input

    (faktor produksi) menjadi suatu output yang dikehendaki. Dari kegiatan yang

    dilakukan produsen tersebut dapat dibangun sebuah fungsi produksi, yaitu sebuah

    model yang menggambarkan bagaimana hubungan antara input yang digunakan

    produsen dengan output yang dihasilkan berdasarkan pengetahuan teknis yang

    dimiliki produsen (Jones, 2004).

    Sebuah fungsi produksi menghubungkan input dengan output. Sukirno

    (2005) mengemukakan bahwa fungsi produksi memperlihatkan kemungkinan

    output maksimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu atau

    sebaliknya, kuantitas input minimum yang diperlukan untuk memproduksi suatu

  • 14

    tingkat output tertentu. Bentuk umum persamaan matematik dari fungsi produksi

    adalah:

    Y = f (X) = f (K,L,M, ...) (2.1)

    Y : output produksi

    X : faktor produksi (modal (K), tenaga kerja (L), bahan baku (M), dan lain-lain)

    Salah satu fungsi produksi yang banyak digunakan dalam penelitian adalah

    fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas diperkenalkan

    pada tahun 1928 oleh C.W. Cobb dan P.H. Douglas dalam tulisannya yang

    berjudul A Theory of Production yang dimuat dalam American Economic

    Review. Secara umum fungsi Cobb-Douglas menggambarkan tingkat produksi

    atau penciptaan nilai tambah (Y) yang diakibatkan oleh pengaruh dua faktor

    produksi, yaitu input modal (X1) dan input tenaga kerja (X2). Bentuk dasar

    persamaan fungsi Cobb-Douglas adalah: = (,) = (2.2) Parameter D yang merupakan ukuran kemajuan teknologi yang melekat

    pada semua faktor produksi. Untuk kasus dengan berbagai input produksi,

    persamaan fungsi Cobb-Douglas dapat ditulis menjadi: = (,,,,) = (2.3) Beberapa kelebihan atau kemudahan dari fungsi Cobb Douglas adalah

    sebagai berikut:

    1. Penyelesaian fungsi lebih sederhana dan tidak rumit karena bisa

    ditransformasikan atau diubah dalam bentuk fungsi linier (fungsi logaritma

    natural), sehingga memudahkan dalam proses analisis.

  • 15

    2. Nilai koefisien regresi yang dihasilkan menunjukkan besarnya nilai elastisitas

    produksi dari setiap faktor produksi, sehingga fungsi produksi ini dapat

    secara langsung digunakan untuk mengetahui tingkat produksi optimum

    berdasarkan pemakaian faktor produksi.

    3. Penjumlahan nilai elastisitas dari setiap faktor produksi menunjukkan skala

    hasil usaha (return to scale).

    Berdasarkan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, terdapat tiga situasi

    yang mungkin dalam tingkat pengembalian terhadap skala:

    1. Jika kenaikan yang proporsional dalam semua input sama dengan kenaikan

    yang proporsional dalam output S PDND fungsi produksi tersebut memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang konstan.

    2. Jika kenaikan yang proporsional dalam output kemungkinan lebih besar

    daripada kenaikan dalam input S ! PDND fungsi produksi tersebut memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang meningkat.

    3. Jika kenaikan output lebih kecil dari proporsi kenaikan input SPDNDfungsi produksi tersebut memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang

    menurun.

    2.1.3. Hukum Perluasan Produksi

    Perluasan produksi dalam jangka panjang dapat dilakukan dengan

    menambah semua faktor produksi secara bersama-sama. Menurut Tasman (2006),

    dengan asumsi tingkat teknologi yang konstan, maka akan berlaku hukum

    perluasan produksi sebagai berikut:

  • 16

    a. Skala hasil meningkat (increasing returns to scale), artinya adalah perluasan

    produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya

    lebih besar daripada penambahan faktor-faktor produksi. Jika input modal

    atau tenaga kerja ditambah secara proposional sebesar k, maka akan

    menyebabkan peningkatan output produksi yang lebih besar dari k atau ( ,) > ( ,) dengan nilai k>1. Dalam kondisi ini perluasan produksi masih bisa terus dilakukan karena kondisi perusahaan masih dalam

    skala hasil usaha yang meningkat.

    b. Skala hasil tetap (constant returns to scale), artinya adalah perluasan produksi

    yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya sama dengan

    penambahan faktor-faktor produksi. Jika input modal maupun tenaga kerja

    ditambah secara proposional sebesar k akan menyebabkan peningkatan output

    produksi sebesar k pula atau ( ,) = ( ,). Dalam kondisi ini, perluasan produksi yang dilakukan tidak akan meningkatkan pertambahan

    jumlah output.

    c. Skala hasil menurun (decreasing returns to scale), artinya adalah perluasan

    produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya

    lebih kecil daripada penambahan faktor-faktor produksi. Penambahan input

    modal atau tenaga kerja secara proporsional sebesar k, akan menyebabkan

    peningkatan output produksi yang lebih kecil dari k atau ( ,)

  • 17

    2.1.4. Elastisitas Produksi dan Efisiensi

    Dari persamaan umum fungsi produksi fungsi produksi Y= f(X) =

    f(K,L,M, ...), Y melambangkan total produksi dari kombinasi faktor-faktor

    produksi X (TPx). Dengan mengasumsikan ketika satu variabel berubah maka

    variabel lainnya dianggap konstan atau tetap (ceteris paribus), tambahan produksi

    yang diperoleh akibat penggunaan tambahan satu unit faktor produksi X dikenal

    dengan istilah produk marginal X (MPx). Sedangkan rata-rata produk yang

    dihasilkan per unit faktor produksi X yang digunakan dikenal dengan istilah

    produksi rata-rata X (APx) (Nicholson, 1995).

    Secara matematis, produk marginal X dirumuskan sebagai berikut:

    MPX=Tambahan Output Y

    Tambahan Input X=

    YX =f

    '(X) (2.4)

    Secara matematis produk rata-rata X dirumuskan sebagai berikut: = = (2.5) Perubahan jumlah output produksi yang disebabkan oleh perubahan

    penggunaan faktor produksi atau input dapat dinyatakan dengan elastisitas

    produksi ( , ). Elastisitas produksi dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: , = = .. = (2.6)

    Bentuk kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal) dan

    kurva APx (Produk Rata-rata), dimana X menyatakan salah satu faktor produksi

    dengan asumsi faktor produksi lain ceteris paribus adalah seperti seperti pada

    gambar berikut:

  • 18

    Sumber: Nicholson (1995)

    Gambar 2.1. Kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal) dan kurva

    APx (Produk Rata-rata)

    Hubungan antara kurva TPX dan MPX seperti pada gambar 2.1 adalah MPX

    akan bernilai nol pada saat TPX berada pada titik maksimum. Ketika kurva TPX

    mulai menurun setelah melalui titik maksimum, maka MPX akan bernilai negatif.

    Pada saat kurva TPX mengalami kenaikan, maka kurva MPX mengalami

    penurunan. Pada saat nilai MPX positif, maka kurva TPX tidak akan mengalami

    penurunan. Kesimpulannya adalah penambahan input pada saat slope TPX negatif

    (nilai MPX < 0) tidak akan meningkatkan jumlah output.

    Sedangkan hubungan kurva MPX dan APX seperti dalam Gambar 2.1

    adalah APX akan mencapai titik maksimal ketika nilai APX sama dengan nilai

    MPX, artinya nilai elastisitas produksinya sama dengan satu (, = 1). Ketika nilai MPX < nilai APX, maka kurva APX akan memiliki slope negatif, sehingga

    nilai elastisitas produksinya kurang dari satu (, < 1 atau 0< ,< 1). Pada saat

    TPX

    MPX

    APX

    Input Faktor Produksi

    Jumlah per

    periode (Y)

    X* X** X***

    Daerah I

    Daerah II

    Daerah III

  • 19

    nilai MPX > nilai APX, maka kurva APX akan memiliki slope positif, sehingga

    nilai elastisitas produksi lebih dari satu (, > 1). Berdasarkan nilai elastisitas produksinya, hubungan antara ketiga kurva

    tersebut menghasikan tiga daerah produksi. Daerah I, yakni pada saat nilai MP

    lebih besar dari nilai AP sehingga nilai elastisitasnya lebih besar dari satu (, > 1). Daerah ini merupakan daerah yang tidak rasional (Irrational Region) bagi

    perusahaan untuk berhenti berproduksi karena belum mencapai keuntungan

    maksimum. Perusahaan masih bisa meningkatkan output produksi dengan

    menambahkan input lebih banyak lagi sehingga keuntungan maksimum bisa

    tercapai (Nicholson,1995).

    Daerah II terjadi pada saat kurva MPX dan kurva APX menurun atau

    mempunyai slope negatif, sehinga nilai elastisitas berkisar antara nol sampai

    dengan satu (0 < , < 1). Daerah II merupakan daerah yang rasional bagi perusahaan untuk terus berproduksi atau menggunakan faktor produksi secara

    optimal. Pada daerah ini terjadi hukum pengembalian yang semakin berkurang

    (the law of diminishing returns) yakni penurunan jumlah pertambahan output

    akibat peningkatan jumlah input yang digunakan atau nilai

  • 20

    Jaya (1993) menyatakan bahwa secara sederhana pengertian efisiensi adalah

    menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan sejumlah output tertentu.

    Efisiensi dapat dilihat dari segi kuantitas fisik (teknik) maupun nilai (harga).

    Efisiensi ekonomi merupakan produk dari efisiensi teknik dan efisiensi harga.

    Artinya efisiensi ekonomi akan tercapai jika efiensi teknik dan harga tercapai

    (Yotopoulos dalam Juwandi, 2003)

    Yotopoulos dalam Juwandi (2003), mengemukakan bahwa efisiensi

    ekonomi akan tercapai jika terpenuhi dua kondisi:

    1. Necessary condition atau syarat perlu yang berkaitan dengan efisiensi teknik.

    Untuk mencapai efisiensi teknik, hubungan fisik antara input dan output

    ditunjukkan dengan elastisitas produksi antara 0 dengan 1. Dengan kata lain

    efisiensi teknik tercapai jika proses produksi berada dalam daerah produksi II.

    2. Sufficient condition atau syarat cukup yang berkaitan dengan tujuan mencapai

    keuntungan maksimum. Keuntungan maksimum tercapai dengan syarat nilai

    produk marginal sama dengan biaya marginal.

    2.1.5. Analisis Regresi

    Analisis regresi linier berganda adalah suatu metode analisis yang

    digunakan untuk mengetahui hubungan antara berbagai variabel, yaitu satu

    variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas yang

    menjelaskan (independent variables). Bentuk matematis model regresi linier

    berganda dengan k variabel, yang terdiri dari satu variabel tidak bebas Y dan k-1

    variabel bebas X1, X2,.., Xk-1 serta jumlah pengamatan observasi sebanyak i

    (i=1,2,3,...,n) dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut (Gujarati, 2004):

  • 21

    = + + + + ()() + (2.7) Ada empat asumsi yang harus dipenuhi untuk membentuk sebuah model

    persamaan regresi linier berganda, yaitu:

    1. Asumsi Normalitas atau ),0(~ 2VP Ni Maksudnya adalah setiap sisaan (Pi, i=1,2,3,..,n) distribusikan secara normal dengan rata-rata nol dan varians sama dengan V2.

    2. Asumsi Autokorelasi

    Autokorelasi mengandung arti ada korelasi atau hubungan yang berurutan

    antara sisaan dari suatu observasi dengan sisaan observasi yang lain. Jika

    tidak ada hubungan yang berurutan antarsisaan dikatakan tidak ada

    autokorelasi.

    3. Asumsi Heteroskedastisitas

    Secara teknis homoskedastisitas atau penyebaran sama adalah asumsi yang

    menyatakan bahwa sisaan dari observasi memiliki varians yang sama.

    Maksudnya adalah varian dari kesalahan pengganggu merupakan suatu

    konstanta positif yang sama dengan V2. Jika (| ) maka dapat disimpulkan terjadi heteroskedastisitas antar sisaan dalam model.

    4. Asumsi Multikolinearitas

    Artinya adalah tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel-

    variabel bebas yang menjelaskan.

    Nilai koefisien dari persamaan regresi (Ei) dapat diketahui menggunakan metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator

    yang mempunyai sifat linier, tidak bias dan mempunyai varian yang minimum

  • 22

    atau biasa disebut Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) jika memenuhi

    keempat asumsi tersebut.

    2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

    Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik faktor

    produksi tanaman kedelai. Selain perbedaan lokasi dan periode waktu penelitian,

    perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah terkait

    variabel penggunaan pupuk yang dalam penelitian ini dipecah menjadi tiga

    variabel yaitu urea, TSP/SP36, dan KCl.

    Okabe, et al. (1984), dalam studinya mengenai sosial ekonomi sistem

    komoditas kedelai di Indonesia di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan

    Lampung menunjukkan bahwa tingkat pemakaian benih beragam, dan sering lebih

    tinggi daripada yang dianjurkan. Pemakaian benih yang banyak itu disebabkan

    oleh usaha petani untuk mengimbangi daya perkecambahan yang sering rendah

    dan pertumbuhan tanaman yang lambat. Fungsi-fungsi produksi menunjukkan

    bahwa tidak ada perbaikan yang akan diperoleh melalui peningkatan pemakaian

    pupuk. Pemakaian pupuk tampaknya telah melampaui tingkat yang wajar.

    Pestisida merupakan masukan yang dapat berdampak nyata pada produktivitas

    kedelai. Akan tetapi pengalaman membuktikan, pemakaian yang sembarangan

    dapat menurunkan produksi. Para petani tampaknya kurang/belum tahu tentang

    hama-hama penting dan cara pengendaliannya.

    Al-Mudatsir (2009) melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi

    respon penawaran kacang kedelai di Indonesia. Dalam penelitiannya respon

    penawaran kacang kedelai diduga secara tidak langsung melalui persamaan respon

  • 23

    areal dan respon produktivitas. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui

    faktor-faktor yang memengaruhi luas areal panen yaitu harga kacang kedelai,

    harga jagung, harga kacang tanah, luas areal teririgasi, dan luas areal panen tahun

    sebelumnya. Faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas yaitu harga pupuk,

    upah buruh dan produktivitas tahun sebelumnya.

    Irdhoni (2010) melakukan analisis keunggulan kompetitif usaha tani

    kedelai. Penelitiannya difokuskan di Desa Wonokalang, Kecamatan Wonoayu,

    Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitiannya, faktor

    produksi yang mempengaruhi produksi kedelai yaitu luas lahan, benih, pupuk

    kimia, pupuk organik, insektisida dan tenaga kerja semuanya berpengaruh positif.

    Usaha tani kedelai di Desa Wonokalang, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten

    Sidoarjo mempunyai keunggulan kompetitif dengan nilai koefisien 0,584.

    Penelitian Khai dan Yabe (2011) tentang pengukuran efisiensi teknis pada

    produksi padi di Vietnam dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas

    menunjukkan bahwa benih, pestisida, pupuk, mesin pertanian, buruh tani, pekerja

    keluarga, luas lahan, perlengkapan kerja, dan pengeluaran lainnya memberikan

    pengaruh terhadap produksi padi dengan efisiensi teknis 81,6 persen. Selanjutnya

    dengan fungsi Tobin diketahui bahwa faktor-faktor penting yang mempengaruhi

    efisiensi teknis adalah intensitas tenaga kerja, pengairan, dan pendidikan petani.

    Matakena, Syamun, dan Ghany (2011), melakukan penelitian yang

    bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi dan kemitraan

    terhadap produksi usaha tani kedelai di Distrik Makimi Kabupaten Nabire. Dalam

    studi ini digunakan bantuan fungsi produksi Cobb-Douglas dan NPM. Hasil

  • 24

    penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan (simultan) variabel yang

    diamati berpengaruh nyata terhadap produksi, namun secara parsial lahan, tenaga

    kerja dan pupuk berpengaruh nyata, sedangkan benih, pestisida dan kemitraan

    tidak berpengaruh terhadap produksi usaha tani kedelai.

    2.3. Kerangka Pemikiran

    kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung meningkat pada lima tahun

    terakhir, dan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi 29-42

    persen dari kebutuhan tersebut. Saat ini lebih dari 50 persen kebutuhan kedelai

    nasional diperoleh dari hasil impor, suatu kondisi yang dapat mengancam

    kedaulatan pangan Indonesia jika suatu saat negara pengekspor kedelai

    menghentikan ekspornya.

    Untuk mengatasi permasalahan di atas, pemerintah Indonesia melalui

    Kementan telah menargetkan Indonesia untuk berswasembada kedelai pada tahun

    2014 dengan produksi sebesar 2,70 juta ton. Dalam rencana strategis Kementan

    dicantumkan bahwa target produksi tersebut diharapkan tercapai dengan adanya

    kenaikan produksi secara bertahap dari tahun ke tahun mulai tahun 2005 sampai

    dengan tahun 2014. Pada tahun 2010, sasaran produksi kedelai di Pulau Jawa

    adalah sebesar 780.900 ton.

    Dalam realisasi di lapangan, catatan BPS menunjukkan produksi kedelai di

    Pulau Jawa pada tahun 2010 adalah sebesar 633.212 ton. Sehingga bisa

    disimpulkan angka sasaran produksi kedelai yang telah ditetapkan oleh Kementan

    tidak tercapai. Dengan terjadinya hal ini maka upaya-upaya peningkatan produksi

    kedelai harus dilakukan dengan lebih baik lagi.

  • 25

    Gambar 2.2. Alur kerangka pemikiran

    Produksi kedelai, seperti produksi-produksi lainnya dalam ilmu ekonomi,

    merupakan suatu fungsi dari input-input produksinya. Sehingga untuk

    meningkatkan produksi kedelai, terlebih dahulu perlu diketahui faktor produksi

    apa saja yang berpengaruh terhadap produksi kedelai. Selanjutnya dengan

    melakukan analisis terhadap fungsi produksi kedelai dapat diperoleh informasi

    tentang elastisitas produksi dari setiap faktor produksi. Nilai elastisitas produksi

    Impor kedelai > Produksi

    nasional

    Kebutuhan

    kedelai terus

    meningkat

    Peningkatan produksi kedelai

    menuju swasembada 2014

    Sasaran produksi kedelai setiap tahun

    Evaluasi s/d 2010:

    Sasaran produksi tidak

    tercapai

    Implikasi kebijakan

    Realisasi

    produksi kedelai

    Identifikasi faktor

    produksi kedelai

    Analisis fungsi

    produksi kedelai:

    Peranan setiap faktor

    terhadap produksi

  • 26

    tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan yang

    ditujukan untuk meningkatkan produksi kedelai.

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Jenis dan Sumber Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder hasil

    survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh

    BPS pada tahun 2010. Berdasarkan lokasinya, sampel-sampel untuk mewakili

    pulau Jawa tersebar di empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DI

    Yogyakarta, dan Jawa Timur.

    Sampel di Provinsi Jawa Barat berasal dari Kabupaten Garut, Majalaya,

    Sukabumi, dan Tasikmalaya. Untuk sampel di Provinsi Jawa Tengah berasal dari

    Kabupaten Blora, Boyolali, Cilacap, Demak, Grobogan, Sukoharjo, dan

    Wonogiri. Untuk sampel di Provinsi DI Yogyakarta berasal dari Kabupaten

    Gunung Kidul, dan Kulon Progo. Sedangkan untuk sampel di Jawa Timur berasal

    dari Kabupaten Gresik, Jember, Jombang, Kediri, Lamongan, Madiun, Malang,

    Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Pamekasan, Pasuruan, Ponorogo,

    Probolinggo, Sampang, Sidoarjo, Sumenep, Trenggalek, Tuban, dan

    Tulungagung. Distribusi sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

    Penjelasan mengenai beberapa variabel yang dikaji adalah sebagai

    berikut:

    1. Produksi kedelai, yaitu jumlah produksi kedelai yang dihasilkan oleh petani

    pada bidang lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani. Produksi akan

    dicatat dengan satuan kilogram biji kering.

  • 28

    2. Luas panen, yaitu luas tanaman kedelai yang dipungut hasilnya pada bidang

    lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani setelah tanaman tersebut cukup

    umur. Luas panen dicatat dalam satuan meter persegi.

    3. Penggunaan benih, yaitu jumlah penggunaan benih pada bidang lahan yang

    terakhir kali dipanen oleh petani yang berasal dari pembelian dan bukan

    pembelian (produksi sendiri maupun pemberian pihak lain). Penggunaan

    benih dicatat dalam satuan kilogram.

    4. Penggunaan pupuk, yaitu pupuk yang benar-benar telah digunakan pada

    bidang lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani. Jenis pupuk yang akan

    diteliti adalah Urea, TSP/SP36, dan KCl. Penggunaan pupuk dicatat dalam

    satuan kilogram.

    5. Tenaga kerja, yaitu pekerja (dibayar maupun tidak dibayar) yang terlibat

    dalam kegiatan pengolahan lahan (mencangkul, membajak), penanaman dan

    penyulaman, pemeliharaan/penyiangan, pemupukan, pengendalian

    hama/OPT, pemanenan dan pengangkutan hasil panen, pengeringan dan

    pengupasan. Tenaga kerja dicatat dalam satuan banyaknya orang hari (OH).

    3.2. Metode Analisis Data

    Ada dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

    analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif dilakukan melalui

    analisis tabel dan grafik mengenai ukuran-ukuran statistik. Sedangkan analisis

    inferensia dilakukan melalui analisis regresi linier berganda dengan metode

    kuadrat terkecil (OLS: Ordinary Least Square). Pengolahan data dalam penelitian

  • 29

    ini menggunakan bantuan program aplikasi Microsoft Office Excel 2007 dan

    SPSS 16.

    3.2.1. Analisis Deskriptif

    Analisis deskriptif adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk

    menggambarkan keadaan suatu hal atau fenomena secara umum. Tujuan dari

    analisis deskriptif adalah untuk mempermudah penafsiran atau penjelasan. Dalam

    penelitian ini, analisis deskriptif juga digunakan sebagai pendukung untuk

    menambah dan mempertajam analisis inferensia.

    Beberapa teknik yang digunakan adalah dengan menyusun data ke dalam

    bentuk tabel atau grafik disertai dengan interpretasi dan argumentasi terhadap data

    yang disajikan. Analisis deskriptif dengan tabulasi maupun grafis merupakan

    metode yang paling sederhana tetapi memiliki kemampuan yang cukup kuat untuk

    menjelaskan hubungan antar variabel yang diamati.

    3.2.2. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas

    Bentuk perluasan fungsi produksi Cobb-Douglas tanaman kedelai dengan

    enam variabel bebas dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut: = (,,,,,) = (3.1) Untuk memudahkan dalam analisis regresi maka fungsi produksi tersebut dapat

    ditransformasi dalam bentuk fungsi linier menjadi: = + + + + + + + (3.2) Keterangan:

    y = produksi kedelai (kg)

  • 30

    x1 = input luas panen (m2)

    x2 = input benih (kg)

    x3 = input pupuk urea (kg)

    x4 = input pupuk TSP/SP36 (kg)

    x5 = input pupuk KCl (kg)

    x6 = input tenaga kerja (OH)

    a = intersep

    bi = elastisitas dari masing-masing faktor produksi (b1, b2, b3, b4, b5, b6)

    ln = logaritma natural e (2,1782)

    u = residual (kesalahan atau error).

    Berdasarkan uraian pada Bab II, nilai koefisien dari persamaan estimasi

    (b1, b2, b3, b4, b5, b6) menunjukkan besarnya elastisitas dari masing-masing faktor

    produksi. Penjumlahan dari enam koefisien tersebut menunjukkan skala hasil

    usaha produksi dan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

    1). Increasing return to scale, terjadi pada saat nilai (b1+b2+b3+b4+b5+b6) > 1

    2). Constant return to scale, terjadi pada saat nilai (b1+b2+b3+b4+b5+b6) = 1

    3). Decreasing return to scale, terjadi pada saat nilai (b1+b2+b3+b4+b5+b6) < 1

    3.2.3. Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Model

    Pemeriksaan dan pengujian asumsi dilakukan untuk melihat ada atau

    tidaknya pelanggaran terhadap keempat asumsi dalam model regresi linier

    berganda dengan metode OLS. Tiga asumsi yang pertama, yakni kenormalan,

    autokorelasi dan heteroskedastisitas berkaitan dengan sisaan dalam model,

    sehingga jika salah satu tidak terpenuhi maka estimator menjadi kurang valid atau

    tidak efisien dan tidak bersifat BLUE. Sedangkan asumsi multikolinieritas

    berkaitan dengan hubungan yang kuat antar variabel bebas. Jika asumsi

  • 31

    multikolinieritas tidak terpenuhi, estimator masih bersifat BLUE namun memiliki

    varian dan kovarian yang besar sehingga sulit dipakai sebagai alat estimasi.

    a. Uji Kenormalan

    Analisis regresi linear mengasumsikan setiap sisaan mengikuti distribusi

    normal dengan dengan rata-rata nol dan varians V2 (Gujarati, 2004). Apabila variabel tidak bebas dan variabel bebas mengikuti distribusi normal, maka

    sisaannya juga akan mengikuti distribusi normal. Uji kenormalan dapat dilakukan

    dengan melihat plot dari sisaan. Jika plot dari sisaan mengikuti bentuk kurva

    normal atau plot quantil (Q-Q Plot) mengikuti garis normal (lurus) maka asumsi

    kenormalan dapat diterima.

    b. Uji Autokorelasi

    Autokorelasi adalah adanya korelasi antar variabel sisaan. Salah satu

    asumsi dalam analisis regresi linier klasik adalah model tidak mengandung

    autokorelasi baik positif maupun negatif. Jadi asumsi yang harus dipenuhi adalah

    bahwa unsur sisaan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh

    unsur sisaan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun (Gujarati,

    2004).

    Salah satu cara untuk menguji asumsi ini adalah dengan melihat nilai

    statistik uji Durbin-Watson. Mekanisme pendeteksian autokorelasi dengan uji

    Durbin-Watson adalah sebagai berikut:

    1. Nilai batas d adalah antara 0 dan 4.

    2. Nilai kritis dL dan dU untuk ukuran sampel tertentu dan jumlah variabel bebas

    tertentu dapat dilihat pada tabel Durbin-Watson.

  • 32

    3. Hipotesis dalam pengujian menyatakan tidak ada autokorelasi negatif maupun

    positif dalam model. Kriteria pengujian dan pengambilan keputusan adalah

    sebagai berikut:

    a. Jika nilai d 4 dL berarti

    ada autokorelasi negatif, sehingga keputusannya adalah menolak hipotesis

    nol.

    b. Jika dU < d < 4 dU, maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol

    yang berarti tidak ada autokorelasi

    c. Jika dLd d d dU dan 4 - dU d d d 4 - dL maka pengujian yang dilakukan menghasilkan keputusan yang tidak meyakinkan atau ragu-ragu.

    c. Uji Heteroskedastisitas

    Asumsi ketiga yang harus dipenuhi dalam model regresi linier berganda

    dengan adalah homoskedastisitas (homoscedasticity) atau tidak terjadi

    heteroskedastisitas (heteroscedasticity). Homoskedastisitas atau varian konstan

    menunjukkan distribusi probabilitas sisaan yang sama untuk seluruh nilai variabel

    bebas (Gujarati, 2004).

    Adanya heteroskedastisitas menyebabkan estimator tidak memiliki varian yang minimum atau tidak menghasilkan estimator yang BLUE, hanya

    Linier Unbiased Estimator (LUE). Konsekuensi jika tetap menggunakan metode

    OLS dengan adanya heteroskedastisitas adalah penghitungan standard error tidak

    bisa dipercaya kebenarannya dan interval estimasi dan uji hipotesis berdasarkan

    uji t dan uji F tidak bisa dipercaya untuk evaluasi hasil regresi.

  • 33

    Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas bisa dilakukan

    dengan uji Park. Metode deteksi heteroskedastisitas dengan uji Park mempunyai

    tiga prosedur utama. Pertama, melakukan regresi terhadap model dengan metode

    OLS dan mendapatkan nilai residualnya. Kedua, melakukan regresi terhadap

    residual kudrat dengan semua variabel bebas. Ketiga, melakukan uji t terhadap

    koefisien persamaan yang dihasilkan. Jika nilai t hitung lebih kecil dibandingkan

    nilai t tabel atau probabilitas t lebih besar dari D=0,05 maka tidak ada masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel

    atau probabilitas t kurang dari D=0,05 maka terdapat masalah heteroskedastisitas.

    d. Uji Multikolinieritas

    Asumsi terakhir yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi

    linier berganda adalah tidak adanya multikolinieritas atau hubungan linier diantara

    variabel-variabel bebasnya (Gujarati, 2004). Salah satu metode untuk mendeteksi

    adanya multikolinieritas dalam sebuah model adalah dengan menghitung

    Variance Inflation Factor (VIF) dan Torelance (TOL). Nilai VIF dan TOL bisa

    menunjukkan ada tidaknya multikolinieritas diantara variabel bebas. Tanda bahwa

    tidak ada multikolinieritas adalah jika nilai VIF lebih kecil dari sepuluh dan nilai

    TOL mendekati satu.

    3.2.4. Pengujian Parameter Model

    Tahapan selanjutnya yang dilakukan setelah model fungsi produksi

    didapatkan adalah melakukan pengujian hipotesis secara statistik terhadap semua

    parameter dalam model. Tujuannya adalah untuk menguji kelayakan model dan

  • 34

    menguji apakah koefisien yang diestimasi telah sesuai dengan teori atau hipotesis.

    Beberapa pengujian statistik yang dilakukan terhadap paremeter model adalah uji

    koefisien determinasi (R2), uji koefisien regresi parsial (uji t) dan uji koefisien

    regresi secara menyeluruh (F-test/uji F).

    3.2.4.1.Uji Koefisien Determinasi (R2)

    Uji kesesuaian (goodness of fit) dilakukan dengan melihat nilai koefisien

    determinasi (R2) yang dihasilkan. Nilai R

    2 menunjukkan seberapa besar variabel

    bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan proporsi keragaman variabel

    tidak bebasnya, atau berapa persen tingkat output dapat dijelaskan oleh faktor-

    faktor produksi yang digunakan (Gujarati, 2004). Koefisien determinasi

    merupakan nilai korelasi yang dikuadratkan, sehingga nilainya positif dan berkisar

    antara nol sampai satu.

    Nilai R2 yang semakin mendekati nol menyatakan hubungan antara

    variabel tidak bebas dan variabel bebas tidak kuat. Sebaliknya, Nilai R2 yang

    mendekati satu memiliki arti hubungan antara variabel tidak bebas dan variabel

    bebas sangat kuat atau dengan kata lain perubahan pada variabel tidak bebas lebih

    banyak dijelaskan oleh variabel dari dalam model.

    3.2.4.2.Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (Uji F)

    Tingkat kekuatan hubungan antara variabel tidak bebas dengan semua

    variabel bebas yang menjelaskan secara menyeluruh dalam sebuah persamaan

    regresi dapat diketahui dengan menggunakan uji statistik F (Gujarati, 2004).

    Prosedur pengujian dengan uji F adalah sebagai berikut:

  • 35

    1. Menyusun hipotesis

    H0 0 1 k = 0 atau tidak ada pengaruh dari variabel bebas Xi terhadap variabel tidak bebas Y.

    H1: minimal ada satu 0ziE artinya minimal ada satu variabel bebas Xi yang memengaruhi Y (i=1,2,3,,k).

    2. Mencari nilai F hitung

    3. Pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak H0 adalah dengan

    membandingkan nilai F hitung dengan F tabel atau dengan melihat nilai

    signifikansi (probabilitas) dalam output hasil pengolahan. Kriteria pengujian

    dan pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

    a. Jika Fobs > FWDEHON-1,n-k) atau probabilitas F kurang dari D=0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya secara bersama-sama variabel-variabel

    bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak

    bebas.

    b. Jika Fobs < FWDEHO N-1,n-k) atau probabilitas F lebih dari D=0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya varibel bebas secara bersama-sama tidak

    mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas.

    3.2.4.3.Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t)

    Uji koefisien regresi secara parsial (uji t) digunakan untuk menguji tingkat

    signifikansi masing-masing koefisien variabel bebas secara individu terhadap

    variabel tidak bebas (Gujarati, 2004). Beberapa langkah dalam pengujian

    koefisien regresi secara parsial (uji t) adalah sebagai berikut:

    1. Menyusun hipotesis untuk masing-masing koefisien regresi

  • 36

    H0 i = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel bebas X i terhadap variabel

    tidak bebas Y.

    H1 i , artinya ada pengaruh variabel bebas X i terhadap variabel tidak

    bebas Y, i = 0,1,2, ... k

    2. Mencari nilai t hitung untuk masing-masing koefisien regresi dan mencari

    nilai t tabel.

    3. Membandingkan nilai t hitung dengan t tabel atau dengan melihat nilai

    signifikansi (probabilitas) untuk membuat keputusan menolak atau menerima

    H0. Alternatif keputusannya adalah:

    a. jika !obst t )(;2/ knD atau probabilitas t kurang dari D=0,05, maka H0

    ditolak atau H1 diterima. H0 ditolak berarti bahwa variabel bebas ke-i

    berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas yang diteliti.

    b. Jika nilai obst t )(;2/ knD atau probabilitas t lebih dari D=0,05, maka H0

    diterima atau H1 ditolak. H0 diterima berarti bahwa variabel bebas ke-i

    tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas yang

    diteliti.

    Berdasarkan hasil pengujian secara parsial dengan uji-t, dapat diketahui variabel

    bebas yang berpengaruh secara signifikan maupun yang tidak berpengaruh secara

    signifikan terhadap model estimasi.

  • BAB IV

    GAMBARAN UMUM

    4.1. Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai

    Karakter demografi petani kedelai yang dibahas dalam penelitian ini

    mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil

    pengolahan data sekunder survei SOUT kedelai yang dilaksanakan oleh BPS pada

    tahun 2010 diperoleh informasi untuk wilayah Pulau Jawa sebanyak 90,08 persen

    petani kedelai adalah laki-laki dan 9,92 persennya perempuan.

    Dari segi usia, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 lebih dari

    setengah (52,48%) petani kedelai telah berusia 50 tahun atau lebih. Hanya 1,8

    persen petani kedelai di Pulau Jawa yang berusia kurang dari 30 tahun,

    selanjutnya ada 14,93 persen petani berusia diantara 30-39 tahun, dan 30,7 persen

    berusia diantara 40-49 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kaum muda tidak

    terlalu tertarik untuk melakukan usaha budi daya tanaman kedelai.

    Gambar 4.1. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok umur

    15-29 tahun1,89%

    30-39 tahun14,93%

    40-49 tahun30,70%

    50+ tahun52,48%

  • 38

    Tingkat pendidikan petani merupakan salah satu indikator demografi yang

    dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan petani dan tingkat

    pengetahuan/keterampilan petani dalam menerapkan teknologi budi daya tanaman

    kedelai. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar petani kedelai

    berpendidikan sekolah dasar (46,66%) dan tidak tamat sekolah dasar (37,94%).

    Data ini menunjukkan bahwa budi daya kedelai di Pulau Jawa banyak dilakukan

    oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah, sedangkan penduduk yang

    memiliki pendidikan tinggi nyaris tidak tertarik sama sekali terhadap usaha ini.

    Gambar 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut pendidikan

    tertinggi yang ditamatkan

    4.2. Gambaran Umum Usaha Tani Kedelai

    Gambaran umum tentang usaha tani kedelai di Pulau Jawa tahun 2010

    merupakan sebuah deskripsi tentang input produksi dan informasi lainnya yang

    berkaitan dengan usaha tani kedelai. Tabel 4.1 menyajikan deskripsi singkat dari

    rata-rata penggunaan faktor produksi yang dipelajari dalam penelitian ini.

    Tidak tamat SD37,94%

    SD46,66%

    SLTP9,72%

    SLTA4,68%

    D1 s/d S31,00%

  • 39

    Tabel 4.1. Rata-rata penggunaan input produksi di Pulau Jawa tahun 2010

    Variabel Pulau

    Jawa

    Jawa

    Barat

    Jawa

    Tengah

    DI

    Yogyakarta

    Jawa

    Timur

    (1) (2) (3) (4) (5) (6)

    Luas panen(m2) 2.522,46 2.445,28 2.420,30 1.004,94 2.769,44

    Benih (kg/hektar) 57,88 45,20 56,76 54,65 58,23

    Urea (kg/hektar) 163,34 217,81 75,98 86,20 158,40

    TSP (kg/hektar) 78,97 88,62 38,56 41,13 69,62

    KCl (kg/hektar) 4,70 6,19 1,10 2,13 4,89

    Tenaga Kerja (OH/hektar) 162 113 200 234 183

    Sumber: Hasil olahan

    4.2.1. Lahan

    Kedelai merupakan jenis tanaman pangan yang dapat diusahakan pada

    lahan sawah maupun lahan bukan sawah. Sebanyak 47,56 persen rumah tangga

    usaha tani kedelai di Pulau Jawa mengusahakan kedelai pada lahan sawah, dan

    52,44 persen mengusahakannya pada lahan bukan sawah. Kedelai di Pulau Jawa

    pada umumnya (80,53%) diusahakan rumah tangga pada lahan milik sendiri.

    Kemudian sebanyak 9,47 persen rumah tangga mengusahakan kedelai pada lahan

    sewa, dan sebanyak 10 persen pada lahan bebas sewa dan lainnya.

    Rata-rata luas panen petani kedelai di Pulau Jawa tahun 2010 ialah seluas

    2.522,46 m2 dengan standar deviasi 1.770,62. Luas panen yang paling rendah

    ialah sebesar 250 m2 dan yang tertinggi ialah 18.000 m

    2. Berdasarkan data ini bisa

    dilihat bahwa perbedaan pada luas panen kedelai memiliki rentang yang jauh

    antara nilai paling kecil dan paling besar.

    Berdasarkan Gambar 4.3, lebih dari setengah (58,37%) petani kedelai di

    Pulau Jawa melakukan usahanya dengan luas panen kurang dari 2.500 m2. Hanya

  • 40

    sedikit (1,16%) petani yang luas panennya mencapai luas satu hektar atau lebih.

    Jika luas panen ini dianggap merepresentasikan komponen modal dalam usaha

    tani kedelai, maka dapat disimpulkan bahwa usaha tani kedelai di Pulau Jawa

    mayoritas dilakukan oleh petani dengan modal kecil.

    Gambar 4.3. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut kelompok luas

    panen

    4.2.2. Benih

    Penggunaan varietas benih sangat menentukan produktivitas kedelai yang

    diusahakan. Rumah tangga sebenarnya diarahkan untuk menggunakan benih

    dengan produktivitas tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan

    bibit unggul untuk di Pulau Jawa sudah cukup tinggi. Sebanyak 72,74 persen

    rumah tangga usaha tani kedelai menggunakan bibit unggul dan 27,26 persen

    menggunakan benih lokal. Namun berdasarkan sertifikasi benih yang digunakan,

    ternyata penggunaan benih yang bersertifikat masih di bawah 50 persen.

    0% 50% 100%

    Persentase Petani Kedelai Menurut Kelompok Luas Panen (%)

    =10.000 m2 1,16

  • 41

    Sebanyak 53,96 persen rumah tangga masih menggunakan benih yang tidak

    bersertifikat, dan 46,04 persen sisanya menggunakan benih bersertifikat.

    Rata-rata jumlah benih yang digunakan ialah sebanyak 57,88 kg/hektar.

    Penggunaan benih paling rendah sebanyak 5 kg/hektar dan tertinggi ialah 160

    kg/hektar. Dari segi angka rata-rata jumlah benih yang digunakan, penggunaan

    benih dalam usaha tani kedelai di Pulau Jawa sudah cukup baik karena telah

    berada dalam kisaran angka yang ideal yaitu 50-75 kg/hektar. Gambar 4.4

    menunjukkan bahwa lebih dari separuh (50,83%) petani kedelai di Pulau Jawa

    menggunakan benih dalam jumlah yang tepat.

    Gambar 4.4. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah benih yang

    digunakan

    4.2.3. Pupuk

    Rata-rata jumlah pupuk urea yang digunakan ialah sebanyak 163,34

    kg/hektar. Penggunaan pupuk urea bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan

    sampai yang tertinggi sebesar 601,23 kg/hektar. Berdasarkan angka rata-rata

    0% 50% 100%

    Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Benih yang Digunakan (%)

    100 kg/ha 0,79

  • 42

    penggunaan pupuk urea ini sebenarnya penggunaan pupuk urea oleh petani telah

    melebihi dosis yang ideal yaitu 50-75 kg/hektar.

    Gambar 4.5 menunjukkan bahwa lebih dari setengah (71,22%) petani

    kedelai menggunakan pupuk urea dengan dosis lebih dari 75 kg/hektar, dan hanya

    9,54 persen yang menggunakannya pada dosis 50-75 kg/hektar. Namun di luar

    dua kelompok besar itu juga ternyata masih ada 11,41 persen petani yang tidak

    menggunakan pupuk urea.

    Gambar 4.5. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pupuk

    urea yang digunakan

    Rata-rata jumlah pupuk TSP/SP36 yang digunakan ialah sebanyak 78,79

    kg/hektar. Penggunaan pupuk TSP/SP36 bervariasi mulai dari yang tidak

    menggunakan sampai yang tertinggi sebesar 300 kg/hektar. Tidak seperti

    penggunaan pupuk urea, rata-rata penggunaan pupuk TSP/SP36 pada tanaman

    kedelai telah cukup baik. Rata-rata penggunaan pupuk TSP/SP36 oleh petani di

    Pulau Jawa telah berada pada kisaran dosis yang tepat yaitu 50100 kg/hektar.

    0% 50% 100%

    Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pupuk Urea yang Digunakan (%)

    Tidak menggunakan 11,41

    100 kg/ha 59,01

  • 43

    Walaupun angka rata-rata penggunaan pupuk TSP/SP36 telah berada pada

    kisaran dosis yang tepat, tetapi berdasarkan data pada Gambar 4.6 ternyata

    sebenarnya petani yang menggunakan pupuk TSP/SP36 pada dosis yang tepat

    hanya sebanyak 17,53 persen. Kelompok yang paling besar ialah kelompok petani

    kedelai yang tidak menggunakan pupuk TSP/SP36 (37,58%). Jika persentase

    petani yang tidak menggunakan pupuk TSP/SP36 ini dijumlahkan dengan 9,08

    persen petani yang menggunakan pupuk TSP/SP36 dalam dosis kurang dari 50

    kg/hektar, maka akan didapat sekitar 46,66 persen petani kedelai yang

    menggunakan pupuk TSP/SP36 kurang dari dosis yang seharusnya digunakan.

    Gambar 4.6. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pupuk

    TSP/SP36 yang digunakan

    Rata-rata jumlah pupuk KCl yang digunakan ialah sebanyak 4,70

    kg/hektar. Penggunaan pupuk KCl bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan

    sampai yang tertinggi sebesar 300 kg/hektar.

    0% 50% 100%

    Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pupuk TSP/SP36 yang Digunakan (%)

    Tidak menggunakan 37,58

    150 kg/ha 21,38

  • 44

    Gambar 4.7. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pupuk KCl

    yang digunakan

    Berbeda dengan tingkat penggunaan pupuk urea dan TSP/SP36, rata-rata

    penggunaan pupuk KCl oleh petani di Pulau Jawa sangat rendah. Dapat dilihat

    pada Gambar 4.7, sebagian besar petani tidak menggunakan pupuk KCl dalam

    usahanya. Hal ini mengakibatkan angka penggunaan KCl masih berada di bawah

    dosis yang dianjurkan (50100 kg/hektar).

    4.2.4. Pestisida

    Ada beberapa hal yang bisa mengurangi tingkat produksi usaha tani

    kedelai, salah satu hal diantaranya ialah serangan hama. Hasil penelitian ini

    menunjukkan bahwa ada cukup banyak rumah tangga usaha kedelai di Pulau Jawa

    yang mengalami serangan hama. Sebanyak 69,38 persen rumah tangga usaha

    kedelai di Pulau Jawa mengalami serangan hama.

    0% 50% 100%

    Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pupuk KCl yang Digunakan (%)

    Tidak menggunakan 95,76

    150 kg/ha 1,43

  • 45

    Gambar 4.8. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut tingkat serangan

    hama yang dialami

    Namun dari 69,38 persen rumah tangga tersebut hanya 9,04 persen yang

    mengalami serangan hama pada tingkatan yang berat, sisanya 26,14 persen

    mengalami serangan hama pada tingkatan sedang dan 34,19 persen mengalami

    serangan hama pada tingkatan ringan (Gambar 4.8). Pengendalian hama dengan

    secara kimiawi melalui penggunaan pestisida ialah cara yang paling banyak

    dilakukan oleh petani. Pada rumah tangga usaha yang tanaman kedelainya terkena

    serangan hama sebanyak 81,92 persen melakukan upaya pengendalian hama

    secara kimiawi.

    Rata-rata jumlah pestisida yang digunakan ialah sebanyak 700,20

    cc/hektar. Penggunaan pestisida bervariasi mulai dari yang tidak menggunakan

    sampai yang tertinggi sebesar 11.200 cc/hektar. Berdasarkan Gambar 4.9 ada

    41,65 persen petani kedelai yang tidak menggunakan pestisida. Untuk petani yang

    menggunakan pestisida, paling banyak berada kelompok penggunaan pestisida di

    bawah 500 cc/hektar (18,05%) dan 500-999,99 cc/hektar (16,52%). Hal ini sesuai

    dengan data pada Gambar 4.8 bahwa sebagian besar petani yang mengalami

    gangguan hama mengalami gangguan hama dalam intensitas ringan sehingga

    hanya memerlukan penggunaan pestisida dalam jumlah yang lebih sedikit.

    Tidak terkena

    serangan30,62%

    ringan34,19%

    berat9,04%

    sedang26,14%

    Terkena serangan

    hama69,38%

  • 46

    Gambar 4.9. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jumlah pestisida

    yang digunakan

    4.2.5. Tenaga Kerja

    Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan ialah sebanyak 162,16

    OH/hektar. Jumlah penggunaan tenaga kerja paling sedikit ialah 32,01 OH/hektar

    dan tertinggi 319,83 OH/hektar. Rata-rata jumlah tenaga kerja dalam usaha tani

    kedelai di Pulau Jawa ini ternyata lebih sedikit dari angka rata-rata jumlah tenaga

    kerja di Indonesia (183 OH/hektar).

    4.2.6. Pembiayaan dan Bantuan Usaha

    Pembiayaan memegang peranan yang cukup penting dalam suatu usaha

    termasuk usaha tani kedelai. Modal yang digunakan petani untuk usaha tani

    kedelai dapat berasal dari modal milik sendiri, pinjaman dengan bunga, dan

    pinjaman tanpa bunga. Sebagian besar (92,97%) rumah tangga usaha tani kedelai

    di Pulau Jawa menggunakan modal sendiri. Sementara rumah tangga yang

    0% 50% 100%

    Persentase Petani Kedelai Menurut Jumlah Pestisida yang Digunakan (%)

    Tidak menggunakan 41,65

    = 2000 cc/ha 12,09

  • 47

    memanfaatkan permodalan dari pinjaman dengan bunga hanya sebanyak 3,50

    persen, dan yang menggunakan pinjaman tanpa bunga sebanyak 3,53 persen.

    Bantuan untuk usaha tani kedelai merupakan salah satu bentuk dukungan

    yang diharapkan akan bisa meningkatkan produksi kedelai. Jenis bantuan usaha

    yang sudah cukup banyak diterima petani ialah bantuan benih dan pupuk.

    Sebanyak 39,58 persen petani kedelai menerima bantuan usaha berupa benih

    gratis, dan 7, 83 persen lainnya menerima subsidi harga untuk pembelian benih.

    Untuk pupuk, ada 51,10 persen petani yang menerima bantuan pupuk dalam

    bentuk subsidi harga dan 1,79 persen petani memperoleh bantuan pupuk secara

    gratis.

    Tabel 4.2. Persentase petani kedelai di Pulau Jawa menurut jenis bantuan usaha

    yang diterima

    Jenis Bantuan Gratis Subsidi

    harga/bunga

    Tidak menerima

    bantuan Total

    (1) (2) (3) (4) (5)

    Benih 39,58 7,83 52,59 100,00

    Pupuk 1,79 51,10 47,11 100,00

    Pestisida 0,76 2,55 96,69 100,00

    Pembiayaan 0,16 0,51 99,33 100,00

    Sumber: Hasil olahan.

    Berbeda dengan benih dan pupuk, ternyata tidak banyak bantuan pestisida

    dan pembiayaan usaha tani yang diterima petani kedelai. Ada sebanyak 96,69

    persen petani kedelai yang tidak menerima bantuan pestisida baik itu dalam

    bentuk bantuan gratis atau subsidi harga. Begitu juga halnya dengan pembiayaan

    usaha tani, sebanyak 99,33 persen petani kedelai menyatakan tidak memperoleh

    bantuan, baik itu dalam bentuk pemberian dana cuma-cuma atau subsidi bunga

    pinjaman.

  • 48

    4.2.7. Harga

    Sepanjang tahun 2010, harga produsen kedelai di Indonesia terus

    mengalami perubahan. Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa harga kedelai yang paling

    rendah terjadi pada bulan Maret (Rp 656.927/kuintal), sedangkan harga tertinggi

    terjadi pada bulan Desember (Rp 691.594/kuintal). Kenaikan harga tertinggi

    terjadi pada bulan Agustus saat harga kedelai di tingkat produsen mengalami

    kenaikan 2,09 persen. Sedangkan penurunan harga yang paling tinggi terjadi pada

    bulan Maret saat harga kedelai di tingkat produsen mengalami penurunan 1,38

    persen. Secara keseluruhan sepanjang tahun 2010 harga produsen kedelai

    mengalami kenaikan 3,18 persen. Secara rata-rata harga produsen kedelai tahun

    2010 adalah Rp 671.267/kuintal atau sekitar Rp 6.700/kilogram. Harga ini jauh

    lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedelai impor yang harganya sekitar Rp

    5.500/kilogram.

    Tabel 4.3. Harga produsen kedelai di Indonesia tahun 2009-2010 (Rp/kuintal)

    Bulan 2009 2010 Perkembangan harga tahun 2010 (%)

    Bulanan (MoM) Tahunan (YoY)

    (1) (2) (3) (4) (5)

    Januari 642.462 669.476 -0,12 4,20

    Februari 642.600 666.102 -0,50 3,66

    Maret 643.963 656.927 -1,38 2,01

    April 656.179 661.189 0,65 0,76

    Mei 662.393 659.675 -0,23 -0,41

    Juni 666.719 662.705 0,46 -0,60

    Juli 667.077 664.232 0,23 -0,43

    Agustus 668.724 678.120 2,09 1,41

    September 677.411 679.488 0,20 0,31

    Oktober 672.203 683.989 0,66 1,75

    November 671.484 681.709 -0,33 1,52

    Desember 670.277 691.594 1,45 3,18

    Sumber: BPS (diolah), 2011

  • BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Estimasi Model

    Fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usaha tanaman kedelai diperoleh

    melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan

    output yang telah ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural. Logaritma

    natural dari enam variabel input (luas panen, benih, pupuk urea, pupuk TSP/SP36,

    pupuk KCl, dan tenaga kerja) dijadikan sebagai variabel bebas dalam model

    regresi, dan logaritma natural dari variabel output (produksi) dijadikan sebagai

    variabel tak bebas dalam model regresi. Pengolahan data untuk mendapatkan

    model dari fungsi tersebut dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 16.

    Tabel 5.1 Hasil estimasi koefisien fungsi produksi pertanian kedelai

    Variabel Koefisien

    t-hitung sig. Collinearity Statistics

    B Std. Error Tolerance VIF

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    Konstanta -1,167 0,07 -16,602 0,00 0,239 4,188

    Ln_luas panen 0,717 0,012 59,269 0,00 0,724 1,381

    Ln_benih 0,265 0,012 22,581 0,00 0,239 4,187

    Ln_urea 0,028 0,003 9,687 0,00 0,854 1,170

    Ln_tsp 0,022 0,003 7,3 0,00 0,864 1,157

    Ln_kcl 0,043 0,009 4,964 0,00 0,982 1,018

    Ln_tenaga kerja 0,090 0,009 9,934 0,00 0,239 4,188

    Keterangan: 1. Variabel tak bebas = Ln_produksi 2. R2 = 0,764 3. F-hitung = 1475.438; sig. = 0,00 4. Durbin-Watson = 1,963

    Sumber: Diolah dari output SPSS.

  • 50

    Berdasarkan hasil pengolahan data, semua variabel bebas memiliki

    pengaruh yang signifikan terhadap variabel tak bebas (tabel 5.1). Karena semua

    variabel memiliki pengaruh yang signifikan, maka semua variabel tersebut dapat

    dimasukkan ke dalam model. Bentuk model regresi linier dari fungsi produksi

    Cobb-Douglas untuk usaha tanaman kedelai dengan enam variabel bebas ialah: = , + , + , + , + , +, + , + (5.1) Keterangan:

    y = produksi kedelai (kg)

    x1 = input luas panen (m2)

    x2 = input benih (kg)

    x3 = input pupuk urea (kg)

    x4 = input pupuk TSP/SP36 (kg)

    x5 = input pupuk KCl (kg)

    x6 = input tenaga kerja (OH)

    (b1+b2+b3+b4+b5+b6) = 1,165.

    5.2. Pengujian Asumsi Regresi

    Ada empat asumsi yang harus dipenuhi untuk membentuk sebuah model

    persamaan regresi linier berganda, yaitu asumsi normalitas, nonautokorelasi, tidak

    terjadi heteroskedastisitas, dan tidak ada multikolinearitas. Model regresi linear

    pada persamaan di atas telah melalui serangkaian uji statistik untuk memastikan

    keempat asumsi tersebut telah terpenuhi.

  • 51

    Asumsi normalitas diuji dengan melihat bentuk dari kurva normal Q-Q

    plot. Jika Q-Q plot mengikuti garis normal (lurus) maka asumsi kenormalan dapat

    diterima. Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa kurva Q-Q plot telah

    mengikuti garis normal sehingga asumsi normalitas terpenuhi.

    Gambar 5.1 Kurva Q-Q plot dari sisaan/residual

    Asumsi nonautokorelasi diuji dengan statistik Durbin-Watson.

    Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh nilai statistik Durbin-Watson (d)

    sebesar 1.936. Nilai d tersebut terletak diantara 1,84165 dan 2,15835 yang berarti

    tidak ada gejala autokorelasi baik positif maupun negatif di dalam model.

    Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas bisa dilakukan

    dengan uji Park. Hasil uji t dalam regresi residual kudrat dengan semua variabel

    bebas menunjukkan nilai t hitung lebih kecil dibandingkan nilai t tabel atau

    probabilitas t lebih besar dari D=0,05 yang berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas dalam model.

    Asumsi terakhir yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi

    linier berganda adalah tidak adan